Anda di halaman 1dari 88

PENGARUH EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA TERHADAP


IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN PEDAGANG
KAKI LIMA DI KOTA KARANG TUMARITIS



SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Menyelesaikan
Program Strata Satu (S-1) Program Studi Administrasi Pemerintahan



oleh
DEWALA KANTONG BOLONG
NPM. 10010326











PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
SEKOLAH TINGGIILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP)
BENTANG BARANANG KARANG TUMARITIS
2014

2

ABSTRAK

DEWALA KANTONG BOLONG (10010326) Pengaruh Efektivitas
Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Terhadap Implementasi
Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kota Karang Tumaritis
Sekolah Tinggi Imu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (STISIP) Bentang
Baranang Karang Tumaritis
Pembimbing:



Penelitian ini dilaksanakan pada Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten
Karang Tumaritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1)
komunikasi organisasi Satuan Polisi Pamong Praja dan implementasi program
pembinaan pedagang kaki lima di dalam kota Karang Tumaritis, (2) pengaruh
komunikasi organisasi Satuan Polisi Pamong Praja terhadap implementasi
program pembinaan pedagang kaki lima di dalam kota Karang Tumaritis, dan (3)
besarnya pengaruh komunikasi organisasi Satuan Polisi Pamong Praja terhadap
implementasi program pembinaan pedagang kaki lima di dalam kota Karang
Tumaritis.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, dengan pegawai
di Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Karang Tumaritis yang seluruhnya
berjumlah 40 orang. Teknik pengumpulan data untuk kedua variabel Efektivitas
Komunikasi Organisasi Satpol PP dan kepuasan nasabah menggunakan instrumen
angket dengan skala ordinal serta menggunakan skala Likert.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) Efektivitas Komunikasi Organisasi
Satuan Polisi Pamong Praja di kota Karang Tumaritis relatif cukup baik yang
ditunjukkan dengan rata-rata tanggapan responden sebesar 77,91%.. (2)
Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima di kota Karang Tumaritis
relatif cukup baik yang ditunjukkan dengan tanggapan responden rata-rata sebesar
77,48%. (3) Efektivitas Komunikasi Organisasi Satpol PP berpengaruh positif
terhadap Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten
Karang Tumaritis. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan nilai t
hitung
(2,349) yang
lebih besar daripada nilai t
tabel
(1,613) pada tingkat kekeliruan 5% dan db = 40-
2=38. (4) Efektivitas Komunikasi Organisasi Satpol PP berpengaruh sebesar
42,80 % terhadap Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima.
Sedangkan sisanya sebesar 57,20 % merupakan pengaruh faktor lain yang tidak
diteliti dalam penelitian ini.






3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Dalam kehidupan organisasi pencapaian tujuan dengan segala
prosesnya membutuhkan komunikasi yang efektif. Para anggota organisasi
mutlak perlu berkomunikasi satu sama yang lain. Komunikasi merupakan
bagian integral dari suatu proses manajemen melalui komunikasi yang efektif,
kerja sama yang harmonis dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan.
1

Seperti yang dikatakan pula oleh Terry bahwa komunikasi menempati
urutan teratas mengenai apa saja yang harus dibuat dan dikerjakan untuk
menghasilkan motivasi efektif, usaha-usaha komunikatif berpengaruh terhadap
antusiasme kerja. Melalui komunikasi maka dapat memberikan keterangan
tentang pekerjaan yang membuat karyawan dapat bertindak dengan rasa
tanggung jawab pada diri sendiri yang pada waktu bersamaan dapat
mengembangkan semangat kerja para karyawan.
2
Adanya kerja sama yang
harmonis ini diharapkan dapat meningkatkan kerja para pegawai, karena
komunikasi berhubungan dengan keseluruhan proses pembinaan perilaku
manusia dalam organisasi.

1
Nitisemito, Alex S. Manajemen Personalia. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 2001) p. 44
2
Terry. Komunikasi dalam Organisasi. (Online). Terdapat pada http://www.scribd.com dikutip
tanggal 5 Februari 2014)
4
Komunikasi merupakan aspek dan elemen yang penting dalam sebuah
organisasi. Komunikasi dalam organisasi mempunyai hubungan yang rapat
dan saling mempengaruhi. Para pengurus menghabiskan 95 persen daripada
masa bekerja mereka untuk berkomunikasi, manakala pekerja bawahan
menggunakan 60 persen daripada masa bekerja mereka dalam berbagai bentuk
komunikasi. Ini menunjukkan proses komunikasi dalam organisasi boleh
melibatkan setiap anggota organisasi.
Dengan demikian pelaksanaan komunikasi organisasi sangat
diperlukan untuk melancarkan tugas-tugas pegawai. Sering terlihat dalam
kehidupan sehari-hari jika hubungan antara pimpinan dan bawahan kurang
baik maka para pegawai dalam melaksanakan tugasnya akan semakin malas.
Tetapi sebaliknya jika hubungan atasan dan bawahan baik maka mereka juga
dalam melaksanakan pekerjaan akan semakin baik pula. Berkaitan dengan hal
tersebut selain komunikasi setiap organisasi tidak telepas dari peran
pemimpinnya baik organisasi publik maupun swasta, Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kemampuan kerja (produktivitas) para pegawai, organisasi
harus menjalankan usaha-usaha pengembangan pegawai atau karyawannya.
Jadi, pengembangan pegawai adalah untuk memperbaiki efektivitas kerja
pegawai dalam mencapai hasil-hasil kerja yang telah ditetapkan.
Peranan sumber daya manusia terhadap lembaga negara tergantung
kepada jumlahnya secara kuantitatif dan kualitas dari sumber daya manusia itu
sendiri yang disifati dengan tinggi rendahnya kemampuan sumber daya
manusia, menurut Standar Nasional Indonesia 19-9004-2002 terdiri dari unsur
5
pendidikan, pelatihan, keterampilan, dan pengalaman. Oleh karena itu
penyediaan pendidikan dan pelatihan bagi para personil dimaksudkan untuk
memastikan bahwa personil sadar akan relevansi dan kegiatan mereka serta
bagaimana sumbangan mereka bagi pencapaian sasaran mutu Quality
objectives.
Menurut Simamora kemampuan merupakan kesanggupan seseorang
baik secara kualitatif maupun kuantitatif untuk menjalankan tugas sesuai
dengan profesi yang dimilikinya. Lebih lanjut diungkapkan bahwa
kemampuan kerja adalah keadaan pada seorang pegawai yang secara penuh
kesanggupan, berdaya guna dan berhasil guna melaksanakan pekerjaannya,
sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal.
3

Kemampuan juga berhubungan erat dengan kemampuan fisik atau
kemampuan mental yang dimiliki orang untuk melaksanakan pekerjaan dan
bukan yang diinginkan. Gibson menyebutkan beberapa kemampuan yang
harus dimiliki seorang pegawai agar dapat mencapai efektivitas dan efisiensi
kerja.
4

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kemampuan yang ada dalam diri seseorang adalah salah satu unsur
kematangan, berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh
dari pendidikan, latihan dan suatu pengalaman, sehingga berguna untuk

3
Simamora, Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua, Yogyakarta: STIE, YKPN,
2004) p. 4
4
Gibson, I and Donnelly, Organizations Behaviour, Structure, Processes, 9Ed, (Richard D.
Irwin Inc. 1997) p. 93
6
melaksanakan pekerjaan dan memperoleh hasil yang optimal. Kemampuan
kerja pegawai merupakan aspek penting dalam organisasi. Pegawai yang
memiliki kemampuan kerja dalam melaksanakan tugas akan senantiasa
bekerja percaya diri dan siap untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang
terjadi. Komunikasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya akan
mempengaruhi kinerja yang diberikan dengan ditandai oleh tingkat produk-
tivitas, kestabilan yang dimiliki dalam melaksanakan tugas, kedisiplinan yang
kuat, loyalitas yang tinggi, tanggung jawab serta efektivitas dan efisiensi
dalam melaksanakan tugas. Kedua aspek tersebut jika bersatu secara utuh
dalam kondisi baik akan menjadikan pegawai berperilaku sesuai dengan
tuntutan organisasi yang dikehendaki. Oleh karena itu apapun bentuk
organisasinya aspek kemampuan kerja dan komunikasi perlu mendapatkan
perhatian yang serius dari pimpinan organisasi tersebut, termasuk di Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Karang Tumaritis.
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Karang Tumaritis mempunyai tujuan
di antaranya adalah arah kebijakan program pengaturan dan pembinaan
pedagang kaki lima/PKL diarahkan untuk mencapai kondisi lingkungan yang
tertib dan nyaman. Usaha dari pemerintah Kabupaten Karang Tumaritis
mengimplemen-tasikan peraturan tentang Pengaturan dan Pembinaan
Pedagang Kaki Lima di Kota Karang Tumaritis yang dilakukan oleh Satuan
Polisi Pamong Praja yang mempunyai wewenang dalam hal tersebut.
Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Karang Tumaritis yang
dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja terdapat beberapa kasus yang salah
7
satunya penggunaan lahan pejalan kaki yang digunakan hampir sepenuhnya
oleh pedagang kaki lima. Hal ini terjadi terutama di jalan utama kota Karang
Tumaritis, yakni sepanjang jalan HOS Cokroaminoto dan Jalan
Mangunsarkoro.
Suatu istilah yang dimaksudkannya untuk menjelaskan suatu keadaan
di mana dalam proses kebijakan selalu akan terbuka kemungkinan terjadinya
perbedaan antara apa yang diharapkan (direncanakan) oleh pembuat kebijak-
sanaan dengan apa yang senyatanya dicapai (sebagai hasil atau presentasi dari
pelaksanaan). Jika dihubungkan dengan proses Pembinaan Pedagang Kaki
Lima di Kota Karang Tumaritis, masih dari jauh harapan oleh karena itu
variabel komunikasi dan kemampuan kerja dipergunakan sebagai faktor yang
mempengaruhi Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kota Karang Tumaritis.
Ketentraman dan ketertiban umum merupakan proses perubahan secara
berencana yang berlangsung secara terus menerus dari suatu keadaan tertentu
kepada keadaan yang lebih baik, Ketentraman dan ketertiban umum
dilaksanakan secara bertahap dan meliputi seluruh aspek kehidupan sehingga
terjadi peningkatan ketentraman dan ketertiban umum masyarakat. Salah satu
upaya meningkatkan ketentraman dan ketertiban umum dengan adanya
program pengaturan dan pembinaan pedagang kaki lima (PKL), yang
diharapkan dapat tercapainya lingkungan yang aman tertib dan terkendali.
Dengan ditertibkannya suatu kebijakan yang diharapkan untuk dapat
memperbaiki pembangunan melalui pembinaan pedagang kaki lima di dalam
kota Karang Tumaritis. Program tersebut bersifat pemerataan yang
8
diorientasikan kepada pedagang kaki lima agar dapat terciptanya lingkungan
yang aman dan terkendali. Adapun maksud dari peraturan tersebut adalah
memberikan arah dan pedoman serta landasan bagi aparat pemerintah dalam
menegakkan ketentraman dan lingkungan yang aman. Sedangkan tujuan agar
pelaksanaan pembangunan dapat terarah, terpadu, efektif, dan efisien untuk
mewujudkan landasan yang mantap bagi visi pembangunan.
Hal ini disebabkan secara obyektif terdapat kondisi atau situasi yang
menggambarkan hambatan pada segi sumber daya dan komunikasi. Hal ini
dapat dilihat sebagai berikut.
1. Kemampuan kerja aparatur dalam menerapkan kebijakan yang belum
memadai, hal tersebut disebabkan oleh :
a. Kurangnya inisiatif dari para pelaksana untuk mengimplementasikan
kebijakan karena harus menunggu perintah dari atasan untuk bertindak.
b. Kurangnya pemahaman tentang isi kebijakan yang menyebabkan
dibutuhkan peraturan / petunjuk pelaksana.
2. Selain faktor kemampuan kerja, juga ada beberapa kesulitan dalam
pelaksanaan pembinaan pedagang kaki lima di kota Karang Tumaritis
yaitu faktor komunikasi yang disebabkan oleh :
a. Koordinasi yang belum efektif sehingga jarangnya pertemuan di antara
pelaksana.
b. Tingkat pendidikan yang masih rendah sehingga terjadi kesalahan
persepsi dalam penyampaian informasi.
9
Berangkat dari latar belakang yang sudah dikemukakan di atas, maka
penulis tertarik untuk mengambil judul Pengaruh Efektivitas Komunikasi
Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja terhadap Implementasi Program
Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kota Karang Tumaritis
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Berdasar kepada latar belakang permasalahan yang dikemukakan di
atas, dapat teridentifikasi beberapa permasalahan yang dirumuskan dalam
pertanyaan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah komunikasi organisasi Satuan Polisi Pamong Praja dan
implementasi program pembinaan pedagang kaki lima di dalam kota
Karang Tumaritis?
2. Apakah komunikasi organisasi Satuan Polisi Pamong Praja berpengaruh
terhadap implementasi program pembinaan pedagang kaki lima di dalam
kota Karang Tumaritis?
3. Seberapa besar pengaruh komunikasi organisasi Satuan Polisi Pamong
Praja terhadap implementasi program pembinaan pedagang kaki lima di
dalam kota Karang Tumaritis?
C. Maksud dan Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, peneltiian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut.
10
1. Komunikasi organisasi Satuan Polisi Pamong Praja dan implementasi
program pembinaan pedagang kaki lima di dalam kota Karang Tumaritis.
2. Pengaruh komunikasi organisasi Satuan Polisi Pamong Praja terhadap
implementasi program pembinaan pedagang kaki lima di dalam kota
Karang Tumaritis.
3. Besarnya pengaruh komunikasi organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
terhadap implementasi program pembinaan pedagang kaki lima di dalam
kota Karang Tumaritis.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan atau manfaat,
baik secara praktis maupun teroretis. Manfaat atau kegunaan tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Kegunaan Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi lembaga atau
instansi terkait mengenai pentingnya peran kemampuan kerja dan
komunikasi dalam suatu organisasi guna terwujudnya implementasi
program pengaturan dan pembinaan PKL di dalam kota Karang
Tumaritis.
b. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para pihak dalam hal
memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

11
2. Kegunaan Teoretis
a. Sebagai bahan pembanding antara praktik dan teori yang telah
diperoleh selama kuliah dan merupakan media untuk mempraktikan
teori-teori atau ilmu yang telah dipelajari.
b. Menambah wawasan dibidang kehumasan sesuai dengan bidang yang
telah dipilih.
c. Mampu mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh selama
perkuliahan di Program Studi Adminsitrasi Pemerintahan Sekolah
Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Syamsul Ulum Karang
Tumaritis.
E. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1. Kerangka Pemikiran
a. Komunikasi Organisasi
Komunikasi merupakan faktor yang penting dalam proses
implementasi kebijakan untuk mencapai suatu tujuan. Untuk peranan
komunikasi dalam mendukung program Pembinaan Pedagang Kaki Lima
di Karang Tumaritis sangat penting sehingga tujuan dari program dapat
terwujud, oleh karena itu terlebih dahulu akan diuraikan mengenai
pengertian komunikasi itu sendiri. Secara umum komunikasi dapat
diartikan sebagai proses pengiriman pesan atau stimulus pada orang lain,
yang mempunyai tujuan untuk mengubah pikiran dan sikap orang
penerima stimulus tersebut.
12
Definisi lain tentang komunikasi secara umum dapat dikatakan
sebagai proses penyampaian berita baik dalam bentuk ucapan, simbol,
gambar maupun mimik wajah. Dalam komunikasi itu sekaligus tercakup
penyaluran secara cermat gagasan-gagasan dari seseorang, kendala pikiran
orang lain, sehingga tercapai pengertian yang ditentukan atau
menimbulkan tindakan-tindakan yang diharapkan.
Oleh karena itu sesuai dengan difinisi diatas menurut Siahaan,
bahwa komunikasi sangat berkaitan dengan pembangunan, hal ini
dikarenakan komunikasi pembangunan merupakan penyebaran pesan-
pesan mengenai pembangunan kepada khayalak ramai. Dengan demikian
Pembinaan Pedagang Kaki Lima merupakan program yang direncanakan
untuk melakukan perubahan-perubahan dengan sengaja. Hal ini dapat
dilakukan melalui komunikasi, informasi, ide, gagasan, pendapat dan
inovasi yang dapat disebar luas kan kepada masyarakat banyak. Dari
uraian-uraian diatas penulis menggolongkan komunikasi menurut
fungsinya:
1) Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari
bawah ke atas atau komunikasi dari pimpinan kebawahannya, dan
komunikasi dari bawahan ke atasannya secara timbal balik.
2) Komunikasi Horisontal
Komunikasi horizontal adalah komunikasi secara mendatar, misalnya
komunikasi antara karyawan dengan karyawan dan komunikasi ini sering
13
kali berlangsung tidak formal yang berlainan dengan komunikasi vertikal
yang terjadi secara formal.
5

Dari uraian di atas, menurut Raymond V. Lesikar dalam Handoko
6

bahwa komunikasi yang efektif dipengaruhi oleh 4 ( empat ) faktor yaitu :
1) Saluran Komunikasi Formal
a) Liputan saluran formal semakin melebar sesuai perkembangan dan
pertumbuhan organisasi.
b) Saluran komunikasi formal dapat menghambat aliran komunikasi
antar tingkat-tingkat organisasi.
2) Struktur Organisasi
a) Sumber komunikasi dari pejabat yang berwenang.
b) Informasi ditujukan pada pihak yang berkepentingan.
c) Tingkatan / hirarki dalam penyampaian informasi.
3) Spesialisasi Jabatan
a) Keahlian komunikator dalam menyampaian tujuan pada
komunikan.
b) Keahlian dalam mengelola informasi.
4) Pemilikan Informasi
a) Tingkat kemampuan individu dalam memperoleh informasi.

5
Komunikasi dalam Organisasi (Online) terdapat pada http://jurnal-sdm.blogspot.com/2007/12/,
dikutip pada tanggal 12 Februari 2014
6
Handoko, H.T. 2009 ; Manajemen, (Yogyakarta: BPFE,Yogyakarta. 2009) pp. 277-278
14
b) Cara-cara yang dapat dipergunakan dalam memperoleh informasi.
Oleh karena itu, berdasarkan beberapa penjelasan tentang
komunikasi maka dalam penelitian ini, definisi komunikasi yaitu :
1) Proses bila mana seseorang individu mengoper stimulant untuk
mengubah tingkah laku orang lain.
2) Penyampaian warta yang mengandung macam-macam keterangan dari
seseorang kepada orang lain.
3) Para pelaksana kebijakan harus mengetahui apa yang mereka kerjakan,
keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah penerapan harus
disalurkan pada orang-orang yang tepat, sehingga komunikasi harus
diterima oleh para pelaksana.
Sesuai dengan uraian-uraian tersebut diatas maka penulis menarik
indikator komunikasi yaitu :
1) Saluran Komunikasi Formal.
2) Sturktur organisasi.
3) Spesialisasi jabatan.
4) Pemilikan informasi.
b. Implementasi Program
Implementasi kebijakan merupakan suatu harapan dalam proses
kebijakan publik. Kebijakan Negara menurut David Easton : pengalokasian
nilai-nilai secara paksa (sah) kepada seluruh anggota masyarakat.
15
Berdasarkan definisi diatas Easton menegaskan bahwa hanya pemerintahlah
yang secara sah dapat berbuat sesuatu atau tidak melakukan sesuatu tersebut
dalam bentuk pengalokasian nilainilai pada masyarakat.
7

George C. Edward III menyebutkan bahwa ada 4 ( empat ) variabel
dasar yang mempengaruhi implementasi program yaitu:
1) Komunikasi
2) Sumber-sumber daya
3) Diposisi atau sikap
4) Struktur Birokrasi
Menurut Meter dan Horn, merumuskan proses implementasi ini
sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu /
pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam
keputusan kebijakan .
8

Hal lain yang dikemukakan oleh kedua ahli diatas ialah bahwa jalan
yang menghubungkan antara kebijaksanaan dan prestasi kerja dipisahkan oleh
sejumlah variabel bebas yang saling berkaitan yaitu :
1) Ukuran dan tujuan kebijaksanaan.
2) Sumber-sumber kebijaksanaan.
3) Ciri-ciri atau sifat badan / Instansi Pelaksana.

7
Islamy Irfan, M. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, (Jakarta, Bumi Aksara,
2007) pp. 19-20
8
Fahmi, Irham. Manajemen Kinerja Teori Dan Aplikasi. (Bandung : Alfabeta. 2010) p. 65
16
4) Komunikasi antara organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan
pelaksanaan.
5) Sikap para pelaksana dan
6) Lingkungan ekonomi, social dan politik.
Selanjutnya Anderson menyebutkan 5 implikasi dari pengertian
kebijaksanaan Negara ialah :
1) Bahwa kebijakan Negara itu selalu mempunyai tujuan-tujuan tertentu
atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan.
2) Bahwa kebijakan Negara itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola
tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
3) Bahwa kebijaksanaan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang
positif didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan-peraturan
perundang-undangan yang bersifat memaksa.
4) Bahwa kebijakan Negara itu bersifat positif dalam arti merupakan
beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu
atau bersifat negative dalam arti merupakan keputusan pejabat
pemerintah untuk melakukan sesuatu.
9

Dari uraian di atas maka dapat diartikan bahwa suatu kebijakan selalu
memiliki tujuan kemudian dituangkan dalam program-program pemerintah
yang berisi tindakan-tindakan dari pemerintah. Selanjutnya dinyatakan pula
bahwa kebijakan publik diterapkan secara jelas kedalam peraturan perundang
undangan atau peraturan pemerintah.

9
Islamy Irfan, M. Op.Cit. p.19
17
Implementasi juga merupakan suatu evolusi artinya kebijaksanaan
merupakan suatu upaya melakukan perubahan. Pelaksanaan dari program
inilah yang dibentuk sebagai upaya pencapaian tujuan.
10

Program pada dasarnya merupakan operasional dari suatu
kebijaksanaan, oleh karena itu implementasi kebijakan public menurut Badjuri
dan Yuwono, harus:
Program suatu rencana komprehensif yang meliputi berbagai
macam sumberdaya untuk masa yang akan datang dalam sebuah
pola yang terintegrasi dan yang menetapkan suatu urutan tindakan-
tindakan yang diperlukan serta jadwal, waktu untuk masing-masing
tindakan dalam rangka untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan.
11

Dari pengertian program di atas dapat diketahui bahwa program
Pembinaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Karang Tumaritis merupakan
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan
suatu kondisi masyarakat yang sejahtera.
Dari uraian tentang implementasi program tersebut maka dalam
penelitian ini definisi implementasi adalah :
a) Bahwa proses implementasi merupakan tindakan-tindakan yang
dilakukan baik oleh individu-individu / pejabat-pejabat atau kelompok-
kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan tercapainya tujuan-
tujuan yang telah digariskan pada keputusan kebijakan.

10
Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi (Jakarta : Bumi Aksara, 2009) p. 114
11
Notoatmodjo. Pengembangan Sumber Daya Manusia. (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
1992) p. 195
18
b) Memahami apa yang senyatanya sesudah suatu program dinyatakan
berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi
kebijakan, yakni kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan yang timbul
sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang
mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikan maupun untuk
menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat.
c) Apa yang dinyatakan dan dilakukan dan tidak dilakukan oleh
pemerintah. Kebijakan Negara itu berupa sasaran atau tujuan program-
program pemerintah.
Indikator yang digunakan untuk mengukur sejauh mana implementasi
program Pembinaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Karang Tumaritis
didasarkan pada pendapat beberapa ahli seperti yang penulis uraiakn diatas
tersebut sesuai dengan poin-poin apa yang telah diuraikan dalam latar
belakang masalah yaitu tentang jenis dan sasaran kegiatan, objek dari program
serta tujuan dan program. Sehingga dalam penelitian ini indikator yang
digunakan ialah :
1) Isi kebijakan.
2) Kejelasan pengelolaan informasi.
3) Dampak aktual pengeluaran kebijakan.
4) Tingkat dukungan.
Kerangka pemikiran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.

19
















Gambar 1.1 Kerangka pemikiran penelitian


Permasalahan:
1. Bagaimanakah komunikasi organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
dan implementasi program pembinaan pedagang kaki lima di
dalam kota Karang Tumaritis?
2. Apakah komunikasi organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
berpengaruh terhadap implementasi program pembinaan pedagang
kaki lima di dalam kota Karang Tumaritis?
3. Seberapa besar pengaruh komunikasi organisasi Satuan Polisi
Pamong Praja terhadap implementasi program pembinaan
pedagang kaki lima di dalam kota Karang Tumaritis?
Komunikasi Organisasi Implementasi Program
1. Saluran Komunikasi
Formal.
2. Sturktur organisasi.
3. Spesialisasi jabatan.
4. Pemilikan informasi.
1. Isi kebijakan.
2. Kejelasan pengelolaan
informasi.
3. Dampak aktual
pengeluaran kebijakan.
4. Tingkat dukungan.
Hipotesis Penelitian:
Terdapat pengaruh komunikasi organisasi
terhadap implementasi program pembinaan
pedagang kaki lima di Kabupaten Karang
20
2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang
diteliti dan diuji kebenarannya secara empiris. Oleh karena itu hipotesis masih
dugaan yang dianggap benar untuk sementara dan perlu dibuktikan
kebenarannya. Suatu hipotesis akan diterima jika benar setelah diadakan
penelitian dan akan ditolak jika ternyata salah setelah dibuktikan secara
empiris.




Terdapat pengaruh komunikasi organisasi terhadap implementasi
program pembinaan pedagang kaki lima di Kabupaten Karang Tumaritis
Oleh sebab itu, penulis membuat asumsi mengenai permasalahan yang
sedang dibahas dalam penelitian ini dengan hipotesis penelitian sebagai
berikut.
H
O
= O Tidak terdapat pengaruh komunikasi organisasi terhadap
implementasi program pembinaan pedagang kaki lima di
Kabupaten Karang Tumaritis.
X Y
KOMUNIKASI
ORGANISASI
IMPLEMENTASI
PROGRAM
21
H
A
O Terdapat pengaruh komunikasi organisasi terhadap implementasi
program pembinaan pedagang kaki lima di Kabupaten Karang
Tumaritis.
F. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
1. Metode Penelitian
Penelitian tentang Pengaruh Efektivitas Komunikasi Organisasi
Satuan Polisi Pamong Praja terhadap Implementasi Program Pembinaan
Pedagang Kaki Lima di Dalam Kota Karang Tumaritis ini menggunakan
pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu
pendekatan yang ada dalam penelitian. Pendekatan ini menekankan pada
prosedur yang ketat dalam menentukan variabel-variabel penelitiannya.
Keketatan pendekatan ini sudah terlihat dari asumsi dasar penelitian
kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai
objek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam
bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas dan validitas
merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan
pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil
penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan model
penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan adanya
hipotesis dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan
berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula statistik yang akan
22
digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberikan makna dalam hubungan-
nya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara kebahasaan dan
kulturalnya.
Metode penelitian memandu peneliti tentang urut-urutan bagaimana
penelitian akan dilakukan, dengan alat apa dan prosedur yang bagaimana.
Dalam penelitian tentang Pengaruh Efektivitas Komunikasi Organisasi
Satuan Polisi Pamong Praja terhadap Implementasi Program Pembinaan
Pedagang Kaki Lima di Dalam Kota Karang Tumaritis ini digunakan metode
deskriptif verifikasi dengan menggunakan teknik survei. Singarimbun
mengemukakan bahwa penelitian survei adalah penelitian yang mengambil
sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpul data yang pokok.
12
Sementara itu, Sugiyono mengemukakan
bahwa menurut tingkat eksplanasinya, penelitian ini termasuk ke dalam
penelitian asosiatif.
13
Penelitian asosiatif adalah penelitian yang mencari
pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya. Variabel yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah (1) Komunikasi Organisasi dan (2)
Implementasi Program.
2. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono, teknik pengumpulan data merupakan instrumen
ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan
dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan,

12
Masri Singarimbun & Sofian Effendi. Metode Penelitian Survai. (Jakarta: LP3ES. 2003) p. 3
13
Sugiyono. Op.Cit. p. 11
23
serta beragam fakta yang berpengaruh terhadap fokus penelitian yang sedang
diteliti. Sesuai dengan pengertian teknik penelitian di atas, teknik
pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini terutama ada dua
macam, yakni studi dokumentasi dan teknik angket.
14

a. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini
dimaksudkan sebagai cara pengumpulkan data dengan mempelajari dan
mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi
yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi lain yang ada
pengaruhnya dengan lokasi penelitian. Studi dokumentasi ditujukan untuk
memperoleh data langsung dari instansi/lembaga meliputi buku-buku,
laporan kegiatan dan keuangan, serta dokumen lain yang relevan dengan
fokus penelitian.
b. Teknik Angket
Angket yang disusun dan dipersiapkan disebar kepada responden
sebagaimana ditetapkan sebagai sampel penelitian. Jumlah angket yang
disebarkan seluruhnya adalah sebanyak sampel yang ditentukan untuk
penelitian. Pemilihan dengan model angket ini didasarkan atas alasan
bahwa (a) responden memiliki waktu untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang diajukan, (b) setiap
responden menghadapi susunan dan cara pengisian yang sama atas

14
Ibid
24
pertanyaan yang diajukan, (c) responden mempunyai kebebasan dalam
memilih jawaban, dan (d) dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau
keterangan dari banyak responden dalam waktu yang cepat dan tepat.
Untuk mengungkap data ini digunakan angket yang berbentuk skala
Likert. Adapun alasan menggunakan skala Likert ini untuk mengukur sikap,
pendapat dan profesi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu
fenomena sosial. Permasalahan strategi pemasaran dan keputusan pembelian
produk dapat dikategorikan sebagai fenomena sosial. Oleh karena itu,
penggunaan skala Likert pada penelitian ini dapat diterima.
Skala Likert yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 1.1 Penskoran Skala Likert
Pernyataan
Bobot
Penilaian
Pernyataan
Bobot
Penilaian
Sangat setuju Skor : 5 Sangat baik Skor : 5
Setuju Skor : 4 Baik Skor : 4
Netral Skor : 3 Netral Skor : 3
Tidak setuju Skor : 2 Tidak baik Skor : 2
Sangat tidak setuju Skor : 1 Sangat tidak baik Skor : 1

G. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Satuan Tugas Polisi Pamong Praja
Kabupaten Karang Tumaritis, yang berlokasi di Jl. Siti Jenab Karang
Tumaritis. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, yakni dari bulan
25
Februari 2014 sampai dengan bulan Juli 2014. Rincian pelaksanaan penelitian
dapat dijelaskan melalui tabel berikut.
Tabel 1.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan
Februa
ri 2014
Maret
2014
April
2014
Mei
2014
Juni
2014
Juli
2014
1 Kegiatan Prapenelitian X X X
2 Pengumpulan Data X X X
3 Analisis Data X X X X X
4 Penyusunan Laporan X X X X
5 Bimbingan dan
Perbaikan
X X X X
6 Sidang Skripsi X
H. Sistematika Penulisan
Secara sistematis, karya tulis ini dikembangkan dalam lima bagian
sebagai berikut.
1. Bagian pertama merupakan pendahuluan yang membahas latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka
pemikiran dan hipotesis, waktu dan lokasi penelitian, serta sistematika
pengembangan skripsi.
2. Bagian kedua merupakan tinjauan teoretis yang berisi tentang pembahasan
komunikasi organisasi dan implementasi program.
26
3. Bagian ketiga merupakan pembatasan mengenai metode penelitian yang
membahas tentang latar penelitian, metode dan teknik penelitian, metode
dan teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan data.
4. Pembahasan hasil penelitian yang berisi deskripsi, analisis, serta pem-
bahasan hasil penelitian serta pembuktian hipotesis.
5. Bagian kelima merupakan kesimpulan atas seluruh hasil analisis data yang
diperoleh dalam penelitian serta saran yang dapat dikemukakan
berdasarkan temuan-temuan pada saat penelitian.














27
BAB II
KAJIAN TEORI

Bab ini merupakan rujukan pustaka atau pendapat para ahli yang
berhubungan dengan penelitian penulis yang berguna untuk menjelaskan
permasalahan yang diteliti penulis sehingga permasalahan tersebut menjadi
sebuah kerangka kesatuan dan system. Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa
konsep dasar penelitian tentang efektivitas komunikasi dan kemampuan kerja
sehingga mampu mempengaruhi implementasi program Satpol PP Kota Karang
Tumaritis.
A. Tinjauan Komunikasi
Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri harus
terkait satu dengan orang lain dilingkungannya. Satu-satunya alat untuk
berhubungan dengan orang lain adalah dengan komunikasi baik secara verbal
maupun non verbal (bahasa tubuh dan isyarat yang banyak dimengerti oleh
suku bangsa). Oleh karena itu manusia diharapkan memiliki ketrampilan
komunikasi yang baik dalam hidup mengingat dalam setiap gerak langkah
manusia dapat terjadi komunikasi dengan siapapun. Komunikasi digunakan
untuk menyampaikan pesan kepada orang lain agar dapat memiliki kesamaan
persepsi terhadap sesuatu.
Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar
maupun salah, seperti juga model atau teori, definisi harus dilihat dari
28
kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang mendefinisikan dan
mengevaluasinya. Beberapa definisi mungkin terlalu sempit, misalnya
komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik, atau terlalu
luas, misalnya, komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau
lebih, sehingga para peserta komunikasi ini mungkin termasuk hewan,
tanaman, dan bahkan jin. Walaupun beragam sebenarnya komunikasi
mempunyai inti sebagai proses penyampaian pesan atau makna dari
komunikator kepada komunikan menggunakan media maupun langsung, hal
ini sesuai dengan definisi dari Tubbs dan Moss yaitu komunikasi sebagai
proses penciptaan makna antara dua orang (komunikator 1 dan komunikator
2) atau lebih, sedangkan menurut Gudykunst dan Kim mendefinisikan
komunikasi sebagai proses transaksional, simbolik yang melibatkan
pemberian makna antara orang orang.
15

1. Komponen Komunikasi
Ada lima komponen atau unsur penting dalam komunikasi yang
harus kita perhatikan yaitu :
a. Pengirim pesan (sender)
Pengirim pesan disebut juga komunikator. Komunikator adalah orang
yang mempunyai motif komunikasi dan komunikator mempunyai 3
unsur yaitu manusia, yang mempaikan pesan,dan untuk mewujudkan
motif komunikannya. Komunikator dapat terdiri dari 1 orang namun

15
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar , (Bandung: Rosdakarya. 2007), hal. 65
29
bisa juga banyak orang yang memiliki satu kesamaan dan kuat ikatan
emosionalnya (kelompok kecil) dan bahkan terdiri dari banyak orang
yang tidak kuat ikatan emosionalnya (publik) namun memiliki satu
tujuan.
b. Pesan yang disampaikan (message)
Pesan adalah segala hasil penggunaan akal budi manusia yang di
sampaikan untuk mewujudkan motif komunikasinya. Pesan itu bisa
berupa kata-kata ataupun yang bersifat abstrak yaitu lambang -
lambang komunikasi yang dimaknai oleh manusia.
c. Bagaimana pesan tersebut dikirimkan (delivery channel)
Channel adalah jalan yang dilalui pesan komunikator oleh sampai
kekomunikannya. Terdapat dua jalan agar pesan komunikator sampai
kekomunikannya, yaitu tanpa media atau dengan media. Media yang
dimaksud adalah media komunikasi, media adalah bentuk jamak dari
medium. Medium komunikasi yaitu alat perantara yang sengaja dipilih
komunikator untuk menghantarkan pesannya agar sampai ke
komunikan.
Saluran komunikasi terbagi menjadi dua yaitu: Tatap Muka yang
Menyampaikan isi pertanyaan yang berkaitan dengan kepentingannya
(aktivitas komunikasi) berupa pertemuan tatap muka, forum, Diskusi
panel, Rapat, Ceramah .sedangkan dengan Media Terdiri dari media
massa yaitu periodik (terbit atau berharap) seperti elektronik dan cetak
30
sedangkan non media massa yaitu Manusia seperti kurir atau
massanger dan benda yaitu elektronik dan non elektronik .
d. Penerima pesan ( receiver)
Penerima pesan disebut juga Komunikan atau orang yang menerima
pesan dan memaknai pesan tersebut, komunikan juga dapat berbentuk
manusia, kelompok bahkan publik.
e. Umpan balik (feed back).
Umpan balik adalah Efek komunikasi yaitu sebagai pengaruh yang
ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat
tiga tataran pengaruh dalam diri komunikan yaitu: kognitif (seseorang
menjadi tahu tentang sesuatu), afektif (sikap seseorang terbentuk,
misalnya setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu), dan konatif
(tingkah laku, yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu).
dan Umpan Balik dimaknai sebagai jawaban komunikan atas pesan
komunikator yang disampaikan kepadanya.
2. Jenis Komunikasi
Menurut Roben J.G. komunikasi adalah kegiatan perilaku atau
kegiatan penyampaian pesan atau informasi tentang pikiran atau perasaan.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 jenis
komunikasi yaitu :
a. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata.
Komun ikasi verbal juga mencakup berbagai aspek yang
31
mempengaruhi yaitu perbendaharaan kata, kecepatan komunikasi,
intonasi suara, humor, pesan singkat dan jelas dan waktu yang tepat.
b. Komunikasi Non Verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata
namun memberikan arti pada pesan tersebut. Yang termasuk dalam
komunikasi non verbal adalah ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan,
postur tubuh dan gaya, sound, dan gerak isyarat.
16

3. Fungsi Komunikasi
Komunikasi memiliki berbagai fungsi dalam hidup kita selain
murni untuk mengirimkan makna, menurut William I. Gorden, dalam
Dedy Mulyana
17
, komunikasi memiliki empat fungsi yaitu :
a. Fungsi Komunikasi Sosial
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi social setidaknya
mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep
diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk
memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan
antara lain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama
dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan
tinggi, RT, RW, desa, kota, dan Negara secara keseluruhan) untuk
mencapai tujuan bersama.

16
Moekijat. Teori Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju. 2003), hal 56
17
Op.Cit, hal. 45
32
b. Fungsi Komunikasi Ekspresif
Erat kaitannya dengan komunikasi social adalah komunikasi ekspresif
yang dapat dilakukan baik sendirian maupun dalam kelompok.
Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang
lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi
instrument untuk menyampaikan perasaan-perasaan emosi kita.
Perasaan-perasaan tersebut dikomunikasikan terutama melalui pesan-
pesan non verbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira,
sedih, takut, prihatin, marah, dan benci dapat dilakukan dengan kata-
kata, namun terutama lewat perilaku nonverbal.
c. Fungsi Komunikasi Ritual
Erat hubungannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi
ritual, yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering
melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang
hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai
dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman,
pernikahan, hingga upacara kematian. Dalam acara-acara itu orang
mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku simbolik.
Mereka yang berpartisipasi dalam komunikasi ritual tersebut
menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga,
komunitas, suku, bangsa, Negara, ideology, atau agama mereka.

33
d. Fungsi Komunikasi Instumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum :
menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubuh sikap dan
keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan
juga menghibur. Bila diringkas, maka semua tujuan tersebut dapat
disebut membujuk (bersifat persuasif). komunikasi yang berfungsi
memberitahukan atau menerangkan (to inform) mengandung muatan
persuasive dalam arti bahwa pembicaraan menginginkan pendengarnya
mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat
dan layak diketahui .
4. Komunikasi Efektif
Menurut Thomas Leech dalam bukunya say it like shakepeare,
Leech juga menambahkan bahwa untuk membangun komunikasi yang
efektif setidaknya kita harus menguasai empat jenis keterampilan dasar
dalam berkomunikasi, yaitu membaca, menulis, mendengar dan berbicara.
Begitu pentingnya, banyak orang menghabiskan waktunya untuk
melakukan paling tidak salah satu dari empat keterampilan tersebut agar
mampu berkomunikasi dengan baik sesuai dengan perannya.
Di samping itu, Stephen Covey
18
juga mengusulkan lima hukum
komunikasi efektif utama yang dapat menambah kemudahan dalam
mewujudkan efektifitas dalam komunikasi :

18
Ibid, hal. 62
34
a. Respect
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang
efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran
pesan yang kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai
merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan
orang lain. Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan
dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi
seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri seseorang.
Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling
menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama
yang akan menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas
kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai
sebuah tim, bahkan menurut mahaguru komunikasi Dale Carnegie
dalam bukunya how to win friends and influence people, rahasia
terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan
dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang tulus
dan jujur. Seorang ahli psiklogi yang sangat terkenal William James
juga mengatakan Prinisip paling dalam pada sifat dasar manusia
adalah kebutuhan untuk dihargai. Dia mengatakan ini sebagai suatu
kebutuhan (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau
tidak harus dipenuhi), yang herus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar
manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan.
35
Lebih jauh Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang
dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggenggam orang dalam
telapak tangannya. Charles Schwabb, salah seorang pertama dalam
sejarah perusahaan Amerika yang mendapatkan gaji lebih tinggi dari
satu juta dolar setahun, mengatakan bahwa aset paling besar yang dia
milki adalah kemampuannya dalam membangkitkan antusiasme pada
orang lain. Dan cara untuk membangkitkan antusiasme dan mendorong
orang lain melakukan hal-hal terbaik adalah dengan memberi
penghargaan yang tulus.
b. Empati
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri pada
situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat
utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk
mendengar atau mengerti terlebih dahulu sebelum didengarkan atau
dimenegerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh
kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan
manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih
dahulu, baru dimengerti ; Seek first to understand- understand then
be understood to build the skills of emphatetic listening that inspires
openness and trust,. Kata Covey inilah yang disebutnya dengan
komunikasi empatic.
Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu,
kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita
36
perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain.
Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan
dengan cara dan sikap yang memudahkan penerima pesan menerima-
nya. Oleh karena itu, dalam ilmu pemasaran memahami perilaku
konsumen merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku
konsumen maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi
kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari konsumen.
Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya
komunikasi dalam membangun kerjasama tim. Kita perlu saling
memahami dan mengerti keberadaaan orang lain dalam tim kita. Rasa
empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek
akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam
membangun team work dan komunikasi yang seimbang tim. Jadi
sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita
perlu mengerti dan memahami dengan empatik calon penerima pesan
kita, sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada
halangan. Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan
bersikap perspektif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik
apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak
mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain.
Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi
satu arah tidak akan efektif karena komunikator hanya menerima saja
tanpa bisa membalas.
37
c. Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau
dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar
terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik,
maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh
orang lain dengan baik. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus
disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga
dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu
pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun
perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita
agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam
komunikasi personal, hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan
cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima.
d. Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka
hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan
tersebut, sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai
penafsiran yang berlainan. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan
transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap
terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat
menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota
tim kita, karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan
38
pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok
atau tim kita.
e. Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif
adalah sikap rendah hati. Rendah hati tidak sama dengan rendah diri.
Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk
membangun rasa saling menghargai orang lain, biasanya didasari oleh
sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati pada intinya
mencakup pengertian: sikap yang penuh melayani, sikap menghargai,
mau mendengar dan menerima kritik, dan tidak sombong dan
memandang rendah orang lain serta rela memaafkan dengan lemah
lembut dan penuh pengendalian diri.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok
komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjalin komunikasi yang
efektif.
B. Tinjauan Komunikasi Organisasi
Pada sub bab sebelumnya kita telah membahas definisi komunikasi
dan ragam tentang komunikasi. Pada sub bab ini penulis akan menjelaskan
tentang komunikasi organisasi menurut para ahli.
Definisi komunikasi organisasi secara fungsional dapat didefinisikan
sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang
39
merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu.
19
Organisasi terdiri dari unit-
unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dan
lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Komunikasi organisasi terjadi
kapanpun setidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu
organisasi menafsirkan suatu pertunjukan.
Definisi interpretif komunikasi Organisasi adalah proses penciptaan
makna atas interaksi yang merupakan organisasi. Proses interaksi tersebut
tidak mencerminkan organisasi; ia adalah organisasi. Komunikasi organisasi
adalah perilaku pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana mereka yang
terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang
sedang terjadi. Lebih jelasnya komunikasi organisasi adalah proses penciptaan
makna atas interaksi yang menciptakan, memelihara dan mengubah
organisasi.
20

Komunikasi menurut sudut pandang subjektivis komunikasi organisasi
dapat dilihat sebagai proses mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan
menyebarkan komunikasi yang memungkinkan organisasi berfungsi (Farace,
Monge, dan Russell).
21
Ketika organisasi dianggap sebagai orang-orang yang
berinteraksi dan memberi makna pada interaksi tersebut, komunikasi menjadi
suatu fungsi pembentuk organisasi alih-alih sekadar fungsi pemelihara
organisasi. Komunikasi tidak hanya sekedar melayani organisasi, ia adalah
organisasi.sedangkan pandangan objektif menganggap organisasi mensyaratan

19
Deddy Mulyana. Komunikasi Organisasi, (Bandung: Rosdakarya. 2006) hal. 31
20
Ibid, hal. 33
21
Ibid, hal. 34
40
adanya suatu jenjang jabatan atau kedudukan yang memungkinkan semua
individu tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas seperti pimpinan, staf
pimpinan dan karyawan. Disamping itu disebuah institusi baik yang komersial
maupun social, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya.
C. Teori Komunikasi Organisasi
Dalam perkembangannya komunikasi organisasi juga memiliki banyak
teori. Penulis akan menjelaskan tentang teori yang berhubungan dengan
penelitian ini.
1. Teori Birokrasi Organisasi
Teori ini diciptakan oleh pemikir Max Weber, namun teori ini
tidak secara khusus membahas tentang komunikasi, namun pandangan
Weber mampu meletakkan dasar-dasar asumsi yang sangat kuat yang
mempengaruhi para ahli teori komunikasi dalam menggambarkan atau
menjelaskan mengenai komunikasi dalam organisasi. Menurut Weber
22
,
organisasi merupakan birokrasi, dan birokrasi tidak akan terwujud tanpa
adanya tiga hal yang merupakan karakteristik birokrasi yaitu :
a. Otoritas
Otoritas atau kewenangan biasanya muncul bersama-sama
dengan kekuasaan, tetapi pada organisasi otoritas haruslah sah atau

22
Morissan. Teori Komunikasi Organisasi, (Bogor: Ghalia Indonesia. 2009), hal. 28-29
41
legitimate, yang berarti pemegang otoritas telah diberikan izin secara
formal oleh organisasi.
b. Spesialisasi
Prinsip organisasi kedua adalah spesialisasi, yang berarti
sejumlah individu dibagi menurut pembagian pekerjaan, dan mereka
mengetahui pekerjaan mereka masing-masing dalam organisasi.
c. Peraturan
Aspek ketiga dari birokrasi adalah kebutuhan terhadap
peraturan. Apa yang membuat koordinasi organisasi dimungkinkan
adalah karena adanya pelaksanaan dari seperangkat aturan bersama
yang mengatur perilaku setiap orang.
Menurut teori Weber tersebut bila dihubungkan dengan
komunikasi dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam organisasi
berlangsung secara berlapis dari tiap-tiap jabatan, bisa dibilang
komunikasi dimungkinkan berjalan satu arah dari tingkat atas ke
bawah saja, namun tidak menutup kemungkinan komunikasi berjalan
ke atas namun harus melewati beberapa tahapan atau saluran. Dengan
kata lain komunikasi yang terjadi menurut teori ini dikontrol oleh
aturan sehingga hanya bergerak bebas pada tingkat horizontal namun
tidak bebas pada posisi ke atas.


42
2. Teori Informasi Organisasi
Bertolak belakang dengan pemikiran Weber, teori milik Karl
Weick ini justru memandang struktur organisasi sebagai hasil dari pola-
pola interaksi yang terjadi dalam organisasi.
23
Menurut teori ini organisasi
bukanlah struktur yang terdiri atas sejumlah posisi dan peran, tetapi
merupakan kegiatan komunikasi sehingga sebutan yang lebih tepat
sebenarnya adalah organizing atau mengorganisasi (yang menunjukkan
proses) daripada organization atau organisasi, karena organisasi adalah
sesuatu yang ingin dicapai melalui proses komunikasi yang berkelanjutan.
Karl Weick mengembangkan suatu pendekatan untuk menjelaskan proses
organisasi dalam mengumpulkan, mengelola dan menggunakan informasi
yang diterimanya. Weick melihat organisasi sebagai suatu sistem yang
menerima berbagai informasi yang membingungkan dan multitafsir dari
lingkungannya dan berusaha untuk memahaminya. Dengan demikian,
menurut teori ini, organisasi dalam perkembangannya akan mengalami
evolusi seiring dengan upaya organisasi untuk memahami diri sendiri dan
lingkungannya.
24


23
Ibid, hal. 32
24
Ibid, hal. 33-34
43
BAB III
OBJEK PENELITIAN

A. Deskripsi Latar Penelitian
Satuan Polisi Pamong Praja merupakan unsur pendukung tugas Bupati
dipimpin oleh seorang Kepala Satuan yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Kantor Satuan Polisi Pamong
Praja beralamat di Jl. Prabu Anom Gareng Gurang Goreng, Tlp/Fax
007008009, Karang Tumaritis.
1. Visi
Terlaksananya Ketentraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan
Masyarakat
2. Misi
Memelihara Ketentraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan
Masyarakat;
Melaksanakan Penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan
Pelaksanaannya;
Meningkatkan Sumber Daya Manusia Satuan Polisi Pamong Praja
yang Cerdas dan Terampil;


44
3. Jenis Pelayanan Publik
Apabila ada laporan dari Dinas/Instansi atau Masyarakat terkait dengan
pelanggaran Peraturan Daerah
4. Tugas dan fungsi
Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang pemeliharaan dan
penyelenggaraan ketentraman, ketertiban, penegakan peraturan daerah dan
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai
dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-udangan yang berlaku. Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud diatas, Satuan Polisi
Pamong Praja menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta
perlindungan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-
undangan yang berlaku;
2. Pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati;
3. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat di daerah;
4. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;
5. Pelaksanaan koordinasi penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dengan
45
Kepolisian Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah
dan/atau aparatur lainnya
6. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur atau Sat Pol PP agar memenuhi
Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.
7. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya apabila
ada laporan dari Dinas/Instansi atau Masyarakat terkait dengan
pelanggaran Peraturan Daerah
Adapun struktur organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Karang
Tumaritis adalah sebagai berikut.

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Implementasi program Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima
Di Kota Karang Tumaritis adalah kegiatan atau tindakan yang dilakukan
46
oleh aparat pemerintah dalam melaksanakan program Pengaturan Dan
Pembinaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Karang Tumaritis untuk
mencapai tujuan program.
2. Komunikasi adalah penyampaian informasi kebijakan diantara para
pelaksana secara jelas konsisten dan efektif sehingga dapat mencapai
tujuan program.
3. Kemampuan kerja adalah segala potensi yang ada dari manusia itu sendiri
yang digunakan untuk mewujudkan keberhasilan implementasi siatu
program.
Dalam penelitian ini operasionalisasi dari variabel-variabel tersebut yang
digunakan adalah sebagai berikut.
1. Variabel efektifitas komunikasi (X) indikatornya, adalah :
a. Saluran komunikasi formal, diukur dari :
- Komunikator / sumber yang jelas.
- Kelengkapan media yang digunakan.
- Penggunaan bahasa.
- Kejelasan informasi.
b. Struktur organisasi, diukur dari:
- Sumber informasi berasal dari pejabat yang berwenang.
- Informasi Ditujukan Pada Pihak Yang Berkepentingan
- Tingkatan dalam penyampaian informasi.
c. Spesialisasi jabatan, diukur dari :
47
- Tingkat keahlian komunikator.
- Tingkat keahlian dalam mengelola informasi.
d. Pemilikan Informasi
- Tingkat kemampuan individu dalam memperoleh informasi.
- Cara-cara yang dapat dipergunakan dalam memperoleh informasi.
2. Variabel implementasi program (Y), yaitu :
a. Isi program diukur dari :
- Kejelasan tujuan.
- Kejelasan tentang obyek sasaran.
- Kejelasan petugas terhadap program.
b. Kejelasan pengelolaan informasi, diukur dari :
- Tingkat kejelasan informasi yang diterima oleh pelaksana.
- Tingkat kelengkapan informasi tentang obyek kebijakan.
c. Dampak keluaran kebijakan :
- Perubahan yang terjadi dari program tersebut.
- Kondisi keluaran Satpol PP sebagai penerima progam.
d. Tingkat dukungan
- Dukungan yang diberikan anggota organisasi terhadap program
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
48
dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini populasinya
bersifat homogen yaitu seluruh pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Karang Tumaritis. Seluruh pegawainya berjumlah 264 orang yang
bertugas tersebar di Kota Karang Tumaritis.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011 : 62).
Dalam setiap penelitian penentuan sampel adalah sangat penting,
hal ini dimaksudkan untuk mengetahui siapa saja yang akan menjadi
populasi serta beberapa anggota sampel yang akan diambil sebagai obyek
penelitian sehingga diperoleh perkiraan sampel yang dapat mewakili unit
analisa. Adapun tujuan penentuan sampel ini disamping pertimbangan
biaya, waktu dan tenaga juga dimaksudkan untuk mereduksi obyek
penelitian dan generalisasi.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan Teknik Sampling
Bertujuan atau Purposive Sample. Sampel ini bertujuan dilakukan dengan
cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah
tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Pada penelitian ini populasi
dan sample nya adalah anggota satpol PP, padahal anggota satpol PP
bekerja secara tersebar, maka teknik samplingnya diambil pada beda
lokasi misalnya, satpol PP yang bertugas menjaga rumah dinas Bupati,
49
Wakil Bupati, staff pada kantor Satpol PP dan Satpol PP yang berada di
lapangan.
Secara umum untuk populasi yang homogen dengan ukuran 100
atau kurang dapat diambil 50 %, untuk ukuran sampai lebih besar dari 100
sampai dengan 1000 dapat ditarik sebesar 15% (Surakhmad, 1982 : 99)
.Populasi dalam penelitian ini, pegawai Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Karang Tumaritis yang berjumlah 264 orang sehingga sampel yang
diambil 15% sekitar 40 orang pegawai dari Satuan Polisi Pamong Praja
yang merupakan satu-satuan sampel yang ada dalam populasi, yaitu
pegawai di kantor satuan Polisi Pamong Praja Wilayah kota Karang
Tumaritis, Kabupaten Karang Tumaritis. Kerangka penentuan proses
untuk memilih satu sampel.
D. Langkah-langkah Pengumpulan Data
Menurut Neuman, W. Lawrence (2006: 209-219) terdapat tujuh
langkah dasar dalam melakukan sebuah penelitian survey sebagai berikut.
1) Perencanaan
Perencanaan meliputi penentuan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu
penelitian dan merencanakan strategi umum untuk memperoleh dang
menganalisa data bagi penelitian itu.
2) Pengkajian secara teliti terhadap rencana penelitian
50
Tahap ini merupakan pengembangan dari tahap perencanaan. Disini
disajikan lagi latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan penelitian,
hipotesis serta metode.
3) Pengambilan contoh (sampling)
Proses pemilihan sejumlah unsur dari suatu populasi guna mewakili
seluruh populasi itu.
4) Penyusunan daftar pertanyaan
Proses penerjemahan tujuan-tujuan studi kedalam bentuk pertanyaan
untuk mendapatkan jawaban yang berupa informasi yang dibutuhkan.
5) Kerja lapangan
Tahap ini meliputi pemilihan dan latihan para pewawancara, bimbingan
dalam wawancara serta pelaksanaan wawancara.
6) Editing dan Coding
Coding adalah proses memindahkan jawaban yang tertera dalam daftar
pertanyaan ke dalam berbagai kelompok jawaban yang disusun dalam
angka dan ditabulasi.
7) Analisis dan Laporan
Meliputi berbagai tugas yang saling berhubungan dan terpenting pula
dalam suatu proses penelitian.
E. Metode Pengumpulan Data
51
Menurut Nasir
25
, teknik pengumpulan data merupakan instrumen ukur
yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan
dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan,
serta beragam fakta yang berpengaruh terhadap fokus penelitian yang sedang
diteliti. Sesuai dengan pengertian teknik penelitian di atas, teknik
pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini terutama ada dua
macam, yakni studi dokumentasi dan teknik angket.
1. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini
dimaksudkan sebagai cara pengumpulkan data dengan mempelajari dan
mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi
yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi lain yang ada
pengaruhnya dengan lokasi penelitian. Studi dokumentasi ditujukan untuk
memperoleh data langsung dari instansi/lembaga meliputi buku-buku,
laporan kegiatan dan keuangan, serta dokumen lain yang relevan dengan
fokus penelitian.
2. Teknik Angket
Angket yang disusun dan dipersiapkan disebar kepada responden
sebagaimana ditetapkan sebagai sampel penelitian. Jumlah angket yang
disebarkan seluruhnya adalah 31 perangkat angket. Pemilihan dengan
model angket ini didasarkan atas alasan bahwa (a) responden memiliki
waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan

25
Nasir, Muhammad. Metode Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 2005), hal. 328
52
yang diajukan, (b) setiap responden menghadapi susunan dan cara
pengisian yang sama atas pertanyaan yang diajukan, (c) responden
mempunyai kebebasan dalam memilih jawaban, dan (d) dapat digunakan
untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden dalam
waktu yang cepat dan tepat.
Untuk mengungkap data ini digunakan angket yang berbentuk
skala Likert. Adapun alasan menggunakan skala Likert ini untuk
mengukur sikap, pendapat dan profesi seseorang atau sekelompok orang
tentang suatu fenomena sosial. Permasalahan strategi pemasaran dan
keputusan pembelian produk dapat dikategorikan sebagai fenomena sosial.
Oleh karena itu, penggunaan skala Likert pada penelitian ini dapat
diterima.
Skala Likert yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1 Penskoran Skala Likert
Pernyataan
Bobot
Penilaian
Pernyataan
Bobot
Penilaian
Sangat setuju Skor : 5 Sangat baik Skor : 5
Setuju Skor : 4 Baik Skor : 4
Netral Skor : 3 Netral Skor : 3
Tidak setuju Skor : 2 Tidak baik Skor : 2
Sangat tidak setuju Skor : 1 Sangat tidak baik Skor : 1
F. Langkah-langkah Pengolahan Data
1. Analisis Deskriptif Hasil Penelitian
53
Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur
persepsi, sikap atau pendapat seseorang atau kelompok mengenai sebuah
peristiwa atau fenomena sosial, berdasarkan definisi operasional yang
telah ditetapkan oleh peneliti. Pengolahan data secara deskriptif adalah
dengan cara memperoleh hasil perkalian dari jumlah responden dengan
skor pilihan jawaban yang diberikan. Seluruh hasil perkalian dari jumlah
responden pada masing-masing pilihan jawaban ini (pada masing-masing
item) dijadikan dasar penafsiran data hasil penelitian secara deskriptif.
Untuk menentukan tingkat tanggapan responden, dilakukan
perhitungan persentase dengan mengacu kepada teori yang dikemukakan
oleh Harun Al-Rasyid dalam Ating Somantri
26
dalam menyusun
penskalaan dengan metode Likerts Summated Rating yang ditentukan
oleh skor maksimum dan skor minimum yang mungkin dicapai oleh setiap
responden.



2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas instrumen penelitian bertujuan untuk mengukur valid
tidaknya instrumen itu. Teknik analisis yang dipergunakan adalah teknik r

26
Ating Somantri dan Sambas A. Muhidin. Aplikasi Statistik dalam Penelitian. (Bandung:
Pustaka Setia. 2006), hal. 122.
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100
54
Product Moment, yaitu hasil perhitungan dibandingkan dengan kriteria
validitas yaitu suatu butir pernyataan dinyatakan valid jika koefesien r
hitung

lebih besar dari r
tabel
pada taraf signifikansi = 0,05.
Uji validitas menunjukkan sejauh mana skor atau nilai ataupun
ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau
pengamatan yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan dengan mengukur
korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor total variabel
dengan nilai item correted correlation pada analisis reability statistics
dengan menggunakan aplikasi SPSS 18.0 for Windows. Jika nilai item
correted correlation > r
tabel
, maka item instrumen dinyatakan valid.
Uji reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan
koefesien reliabilitas dari Alpha Cornbach. Uji reliabilitas merupakan
indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik untuk
menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbachs
Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran
dengan ketentuan jika nilai r Cronbachs Alpha > r
tabel
, maka instrumen
dinyatakan reliabel atau dapat dipercaya.
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Distribusi Data
Karena statistik parametrik berlandaskan pada asumsi bahwa
data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal, maka dilakukan
55
pengujian normalitas untuk mengetahui apakah data yang dihasilkan
berdistribusi normal atau tidak. Asumsi normalitas merupakan syarat
penting pada pengujian kebermaknaan koefisien regresi. Apabila data
residual dari mode regresi tidak mengikuti distribusi normal, maka
kesimpulan dari uji F dan uji t perlu dipertanyakan karena statistik uji
dalam analisis regresi diturunkan dari data yang berdistribusi normal
(Sugiono, 2004: 74).
Uji normalitas distribusi data yang digunakan pada penelitian
ini adalah Kolmogorov-Smirnov Test. Dasar pengambilan
keputusannya jika t
hitung
< t
tabel
maka data telah berasal dari data yang
berdistribusi normal.
b. Uji Asumsi Heteroskedastisitas
Persyaratan kedua dalam analisis regresi linier klasik adalah
harus tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Artinya, varian residu
pada data harus bersifat homogen atau sama. Uji heteroskedastitas
dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara
variabel bebas dengan nilai residu regresi parsialnya. Jika probabiltias
kesalahan statistik atau p-value > ( = 0,05) atau nonsignifikan, maka
diputuskan tidak terjadi situasi heteroskedastitas.
c. Uji Asumsi Autokorelasi
Menurut Maurice G. Kendall (1971:8), autokorelasi akan
menjelaskan bahwa varian residual (e) tidak saling berpengaruh. Hal
ini dapat dilihat dengan menggunakan tes dari Durbin-Watson.
Mekanisme tes Durbin-Watson (dalam Gujarati, 1993:217) ini
adalah sebagai berikut.
56
(1) Menentukan regresi OLS dan menentukan residual ei.
(2) Menghitung nilai d (dengan menggunakan aplikasi
komputer).
(3) Untuk ukuran sampel tertentu, menghitung nilai kritis dL
dan dU.
(4) Menghitung nilai d-dL dan 4-dU dan kemudian mem-
bandingkannya dengan nilai d pada daerah berikut.
1 dL dU 4-dL 4-dU 4
4 1,660 1,660 2,340 2,340 4
Autokorelasi
(+)
Tidak
meyakinkan
Tidak ada Autokorelasi
Tidak
meyakinkan
Autokorelasi
(-)
Jika nilai d terletak di antara dU dan 4-dU, maka dapat
disimpulkan tidak ada autokofrelasi dalam data. Sedangkan jika nilai d
berada pada daerah lainnya maka kesimpulan diberikan oleh gambar di
atas. Untuk mengatasi masalah autokorelasi dilakukan transformasi
melalui transformasi p = 1 d/2 (d= nilai Durbin-Watson). Untuk
menghindari data pertama yang hilang, maka data pertama
ditransformasikan melalui perkalian dengan (1-p2).
4. Uji Regresi
Analisis data diarahkan pada pengujian hipotesis yang diawali
dengan deskripsi data penelitian dari ketiga variabel dalam bentuk
distribusi frekuensi dan histogramnya serta menentukan persamaan
57
regresinya. Analisis regresei linier sederhana diawali dengan pengujian
asumsi klasik dengan persamaan regresi sebagai berikut.
= a + bX + e
Keterangan:
Y : Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima
X : Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
a : konstanta
b : koefisien regresi atau slope garis regresi Y atas X
e : epsilon, galat presiksi yang terjadi secara acak.
(Sugiyono, 2004: 124)
5. Pengujian Hipotesis
Sebelum digunakan sebagai dasar kesimpulan, persamaan regresi
yang diperoleh dan telah memenuhi asumsi regresi melalui pengujian di
atas, perlu diuji koefisien regresinya. Pengujian regresi ini dilakukan untuk
melihat apakah model yang diperoleh dan koefisien regresinya dapat
dikatakan bermakna secara statistik sehingga dapat diambil kesimpulan
secara umum untuk populasi penelitian.
Untuk mengetahui apakah variabel independen (X) memiliki
pengaruh terhadap variabel Y dengan tingkat keyakinan 1 , maka
digunakan uji t. Bentuk hipotesis statistik yang diuji adalah sebagai
berikut.
Hipotesis statistik yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut.
58
H
O
:
i
= 0 Tidak terdapat pengaruh Efektivitas Komunikasi Organisasi
Satuan Polisi Pamong Praja terhadap Implementasi
Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima Kabupaten
Karang Tumaritis.
H
A
:
i
0 Terdapat pengaruh Efektivitas Komunikasi Organisasi
Satuan Polisi Pamong Praja terhadap Implementasi
Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima Kabupaten
Karang Tumaritis.
Statistik Uji-t yang digunakan menggunakan rumus sebagai
berikut.
t
hitung
=

SE

atau t
hitung
= r
2
r - 1
2 - n

Keterangan:
= koefisien regresi
SE

= standar error dari koefisien regresi


r = koefisien korelasi
n = ukuran sampel
Terdapat 2 (dua) cara pengambilan keputusan atas hasil pengujian
di atas, yakni dengan cara sebagai berikut.
(1) Membandingkan nilai t
hitung
dengan t
tabel
.
(a) Jika t
hitung
> t
tabel
, maka H
O
ditolak dan H
A
diterima.
(b) Jika t
hitung
t
tabel
, maka H
A
ditolak dan H
O
diterima.
59
(2) Membandingkan nilai signifikansi dengan nilai alpha.
(a) Jika nilai signifikansi (p-value) < , maka H
O
ditolak dan H
A

diterima.
(b) Jika nilai signifikansi (p-value) , maka H
A
ditolak dan H
O

diterima.
Jika H
O
ditolak, berarti variabel independen berpengaruh secara
nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika H
O
ditolak,
maka variabel independen tidak bepengaruh secara nyata (signifikan)
terhadap variabel dependen.
6. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi dihitung untuk menentukan variabel
independen terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi multiple
diperoleh dari jumlah kuadrat regresi dan jumlah kuadrat total dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.
KD = R
2
x 100%
Untuk mempermudah pengolahan dan analisis, maka dalam
penelitian ini digunakan aplikasi SPSS (Statistical Product and Service
Solutions) for Windows Release 18. Langkah ini ditempuh mengingat
pengolahan data pada paket program tersebut lebih cepat dan mempunyai
tingkat ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan dengan perhitungan
secara manual.
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Profil Responden
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April dan Mei 2014 dengan
responden sebagian anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Karang
Tumaritis, yang berjumlah 44 orang. Berdasarkan hasil angket yang
disebarkan ke seluruh responden penelitian, diperoleh profil responden
sebagai berikut.
Tabel 4.1
Penggolongan Responden Berdasarkan Kelompok Umur
No.
Kelompok Usia Responden
(Tahun)
Jumlah Persentase
1 < 30 14 31,82
2 31 35 15 34,09
3 36 40 9 20,45
4 41 45 4 9,09
5 46 50 2 4,55
6 > 51 0 0
Jumlah Seluruh 44 100
Sumber: Data hasil pengolahan penulis (2014)
61
Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa usia responden terbanyak
adalah berusia 31-35 tahun serta di bawah 30 tahun, yang masing-masing
berjumlah 15 orang atau 34,09%, sedangkan yang berusia di bawah 30
tahun sebanyak 14 orang, atau 31,82%. Data ini menunjukkan bahwa
responden penelitian ini, yakni para anggota Satuan Polisi Pamong Praja
Kabupaten Karang Tumaritis masih tergolong muda.
Tabel 4.2
Penggolongan Responden berdasarkan Gender
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Laki-laki 44 100
2 Perempuan 0 0
Jumlah Seluruh 44 100
Sumber: Data hasil pengolahan penulis (2014)
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa responden wanita ternyata
lebih banyak daripada responden laki-laki, yakni sebanyak 100%. Hal ini
menunjukkan bahwa anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten
Karang Tumaritis seluruhnya laki-laki.
Tabel 4.3
Penggolongan Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan
No.
Tingkat Pendidikan
Responden
Jumlah Persentase
1 Pascasarjana 1 2,27
2 Sarjana 4 9,09
62
3 Diploma II dan III 6 13,64
4 SLTA 22 50,00
5 SMP dan di bawahnya 11 25,00
Jumlah Seluruh 44 100
Data pada tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
responden yang terbanyak adalah tingkat SLTA, yakni 22 orang atau
sebanyak 50%. Kemudian responden yang berpendidikan SMP dan di
bawahnya sebanyak 11 orang atau 25%. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa responden anggota Satuan Polisi Pamong Praja
Kabupaten Karang Tumaritis rata-rata berpendidikan menengah dan rendah.
B. Uji Instrumen
1. Uji Validitas Instrumen
Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana tingkat
kesahihan atau ketepatan suatu instrumen penelitian sehingga tidak
menyimpang dari operasional variabel yang telah ditetapkan. Uji validitas
dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi item total melalui
koefisien korelasi r Product Moment dari Pearson dengan pengujian dua
arah (two tailed test). Data diolah dengan bantuan program SPSS for
Windows Release 18.0 dengan hasil sebagai berikut.


63
Tabel 4.4
Hasil Uji Validitas Instrumen Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan
Polisi Pamong Praja (X)
Item-Total Statistics

Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Squared Multiple
Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
Q1 33,7955 21,934 ,680 ,524 ,682
Q2 34,6136 17,871 ,566 ,629 ,643
Q3 34,7273 19,924 ,692 ,250 ,679
Q4 34,0455 21,254 ,683 ,358 ,679
Q5 34,5909 20,247 ,732 ,558 ,671
Q6 34,3409 19,532 ,668 ,437 ,650
Q7 34,0227 19,837 ,694 ,489 ,661
Q8 34,7273 18,575 ,501 ,506 ,658
Q9 34,8182 18,199 ,663 ,508 ,668
Q10 34,9773 19,651 ,785 ,186 ,681
Validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai pada table r
product moment sebesar 0,297 pada taraf signifikansi 5% dan N = 44.
Berdasarkan nilai koefisien r-hitung yang terdapat pada kolom Corrected
Item-Total Correlation, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item pada
instrumen variabel Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan Polisi
Pamong Praja dinyatakan VALID.
Dasar penentuan validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai
kritis pada tabel r Product Moment pada taraf signifikansi 5% dan N=44,
yakni sebesar 0,297. Pada tabel di atas pun tampak pula bahwa hampir
seluruh item (kecuali item 4) memiliki validitas cukup tinggi sebagaimana
ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi item yang terletak antara 0,400
0,699 (Sugiyono, 2001:149).

64
Tabel 4.5
Hasil Uji Validitas Instrumen Implementasi Program Pembinaan Pedagang
Kaki Lima (Y)
Item-Total Statistics

Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Squared Multiple
Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
Q11 34,6364 15,121 ,460 ,291 ,606
Q12 35,2955 13,469 ,411 ,401 ,592
Q13 35,3409 13,858 ,441 ,441 ,586
Q14 34,6591 14,928 ,551 ,273 ,605
Q15 35,3409 14,555 ,689 ,383 ,619
Q16 35,4318 14,484 ,406 ,184 ,615
Q17 34,9091 14,875 ,631 ,368 ,608
Q18 35,1818 12,245 ,517 ,311 ,562
Q19 35,3864 13,731 ,424 ,378 ,616
Q20 35,2273 12,087 ,496 ,447 ,540
Validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai pada table r
product moment sebesar 0,297 pada taraf signifikansi 5% dan N = 44.
Berdasarkan nilai koefisien r-hitung yang terdapat pada kolom Corrected
Item-Total Correlation, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh item pada
instrumen variabel Instrumen Implementasi Program Pembinaan Pedagang
Kaki Lima (Y) dinyatakan VALID..
Dasar penentuan validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai
kritis pada tabel r Product Moment pada taraf signifikansi 5% dan N=44,
yakni sebesar 0,297. Pada tabel di atas pun tampak pula bahwa hampir
seluruh item memiliki validitas cukup tinggi sebagaimana ditunjukkan
oleh nilai koefisien korelasi item yang terletak antara 0,400 0,699
(Sugiyono, 2001:149).
65
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana tingkat
konsistensi atau kehandalan penelitian. Uji reliabilitas dilakukan dengan
menggunakan teknik belah dua (split-half) melalui formulasi Spearman-
Brown.
Hasil uji reliabilitas untuk masing-masing variabel disajikan pada tabel
berikut ini.
Tabel 4.6
Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Efektivitas Komunikasi
Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja (X)
Reliability Statistics
Value ,559 Part 1
N of Items 5
a
Value ,609 Part 2
N of Items 5
b
Cronbach's Alpha
Total N of Items 10
Correlation Between Forms ,606
Equal Length ,777 Spearman-Brown Coefficient
Unequal Length ,777
Guttman Split-Half Coefficient ,768
a. The items are: Q1, Q2, Q3, Q4, Q5.
b. The items are: Q6, Q7, Q8, Q9, Q10.
Koefsien Reliabilitas 10 item instrumen Efektivitas Komunikasi
Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja dengan metode Split-half pada tabel
4.6 di atas menunjukkan korelasi belahan I terhadap belahan II sebesar
0,606. Besarnya reliabilitas Guttman Split-half = 0,768. Belahan pertama
terdiri 5 item dengan Alpha = 0,559 dan belahan ke dua terdiri 5 item
66
dengan koefisien Alpha = 0,609. Karena R
hitung
= 0,768 > R
kitis
(0,700),
maka kesepuluh instrumen yang digunakan pada penelitian dinyatakan
reliabel, sehingga dapat digunakan untuk mengukur variabel Efektivitas
Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja.
Selanjutnya, hasil analisis reliabilitas instrumen dengan
menggunakan SPSS 18 for Windows Release atas data hasil penelitian
variabel Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima dapat
dijelaskan melalui tabel berikut.
Tabel 4.7
Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Implementasi Program
Pembinaan Pedagang Kaki Lima (Y)
Reliability Statistics
Value ,641 Part 1
N of Items 5
a
Value ,643 Part 2
N of Items 5
b
Cronbach's Alpha
Total N of Items 10
Correlation Between Forms ,705
Equal Length ,790 Spearman-Brown Coefficient
Unequal Length ,790
Guttman Split-Half Coefficient ,787
a. The items are: Q11, Q12, Q13, Q14, Q15.
b. The items are: Q16, Q17, Q18, Q19, Q20.
Koefsien Reliabilitas 10 item instrumen Implementasi Program
Pembinaan Pedagang Kaki Lima dengan metode Split-half pada tabel 4.7 di
atas menunjukkan korelasi belahan I terhadap belahan II sebesar 0,705.
Besarnya reliabilitas Guttman Split-half = 0,787. Belahan pertama terdiri 5
item dengan Alpha = 0,641 dan belahan ke dua terdiri 5 item dengan
67
koefisien Alpha = 0,643. Karena R
hitung
= 0,787 > R
kitis
(0,700), maka
kesepuluh item instrumen yang digunakan pada penelitian dinyatakan
reliabel, sehingga dapat digunakan untuk mengukur variabel Implementasi
Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima.
Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kedua
instrumen penelitian reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian tentang
Pengaruh Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
Terhadap Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kota
Karang Tumaritis.
C. Analisis Deskriptif Variabel Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan
Polisi Pamong Praja dan Implementasi Program Pembinaan Pedagang
Kaki Lima
Untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh Efektivitas
Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja terhadap Implementasi
Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima di kota Karang Tumaritis, pada
bagian ini diuraikan hasil tanggapan responden mengenai variabel-variabel
tersebut dalam bentuk analisis deskriptif untuk setiap indikator atas variabel
berdasarkan frekuensi jawaban responden.
Data yang digunakan pada analisis deskriptif ini adalah data primer
hasil penelitian yang diolah. Hasil analisis deskriptif ini disajikan sebagai
berikut.
68
1. Analisis Deskriptif Variabel Efektivitas Komunikasi Organisasi
Satuan Polisi Pamong Praja (X)
Berdasarkan kuesioner yang disampaikan kepada responden, diperoleh
data hasil penelitian secara keseluruhan. Berikut ini adalah rekapitulasi
tanggapan responden atas pernyataan yang dituangkan pada tabel 4.8
berikut untuk setiap dimensi. Data hasil perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 3 skripsi ini.
Tabel 4.8
Rekapitulasi Hasil Pengolahan Data Variabel Efektivitas Komunikasi
Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja (X)
No. Dimensi Jumlah %
1 Saluran Komunikasi Formal 80.18
2 Sturktur organisasi 78.18
3 Spesialisasi jabatan 72.73
4 Pemilikan informasi 80.55
Jumlah 311,64
Rata-rata = 311,64 : 4 77,91
Rata-rata persentase Efektivitas Komunikasi
Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
77,91 %
Tabel 4.8 di atas memperlihatkan rata-rata persentase dari keenam
dimensi Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
yang mencapai 77,91 %. Rata-rata tersebut diperoleh dari persentase
kategori masing-masing jawaban responden dengan berorientasi pada
dimensi dan indikator yang ada.
69
Menurut Harun Al-Rasyid dalam Ating Somantri (2006) dalam
menyusun penskalaan dengan metode Likerts Summated Rating, untuk
mengetahui posisi setiap responden tentang suatu variabel, ditentukan skor
maksimal dan skor minimal yang mungkin dicapai oleh setiap responden.



Dengan perolehan nilai sebagaimana terlihat pada tabel di atas,
rata-rata persentase pelaksanaan Efektivitas Komunikasi Organisasi
Satuan Polisi Pamong Praja menunjukkan pada skala yang sedang dan
cenderung tinggi. Hal tersebut menandakan bahwa sekalipun belum
sempurna dan sesuai dengan kaidah yang berlaku, penerapan Efektivitas
Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja di kota Karang
Tumaritis telah relatif cukup baik serta ada kecenderungan sesuai dengan
keenam dimensi yang dikemukakan.
Dengan perolehan skor rata-rata sebesar itu mencerminkan bahwa
penerapan Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
di kota Karang Tumaritis relatif cukup baik meskipun masih terdapat
kekurangan atau ketidaksempurnaan dari dimensi-dimensi yang
dikemukakan, yaitu yang terdiri atas (1) saluran komunikasi formal, (2)
sturktur organisasi, (3) spesialisasi jabatan, dan (4) pemilikan informasi.
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100
77,91
70
2. Analisis Deskriptif Variabel Implementasi Program Pembinaan
Pedagang Kaki Lima (Y)
Pada variabel ini terdapat empat dimensi yang dikaji meliputi (1)
isi kebijakan, (2) kejelasan pengelolaan informasi, (3) dampak aktual
pengeluaran kebijakan, dan (4) tingkat dukungan. Rekapitulasi hasil
analisis deskriptif pada variabel ini dapat disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.9
Hasil Rata-rata Persentase Variabel Implementasi Program Pembinaan
Pedagang Kaki Lima (Y)
No. Dimensi Jumlah %
1 Efisiensi dan efektivitas 74.55
2 Otoritas dan tanggung jawab 73.33
3 Disiplin 75.64
4 Inisiatif 73.27
Jumlah 296.79
Rata-rata persentase Implementasi Program
Pembinaan Pedagang Kaki Lima
74.1975
Tabel 4.9 di atas memperlihatkan rata-rata persentase dari keempat
dimensi Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima yang
mencapai 74,20 %. Rata-rata persentase di atas diperoleh dari persentase
kategori masing-masing jawaban responden dengan berorientasi pada
dimensi dan indikator yang ada.
Menurut Harun Al-Rasyid dalam Ating Somantri (2006), dalam
menyusun peskalaan dengan metode Likerts Summated Rating, untuk
71
mengetahui posisi setiap responden tentang suatu variabel ditentukan oleh
skor maksimum dan skor minimum yang mungkin dicapai oleh setiap
responden.



Dengan perolehan rata-rata persentase tersebut yang termasuk
kategori sedang atau cukup baik dan cenderung tinggi, menandakan bahwa
sekalipun belum sepenuhnya tanggapan responden baik terhadap
Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima di kota Karang
Tumaritis telah relatif cukup baik dan cenderung sesuai dengan keempat
dimensi yang dikemukakan.
Dengan perolehan persentase rata-rata sebesar itu mencerminkan
bahwa Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima di kota
Karang Tumaritis relatif cukup baik serta berdasar kepada dimensi dan
indikator yang dirumuskan yang terdiri atas (1) efisiensi dan efektivitas,
(2) otoritas dan tanggung jawab, (3) disiplin, dan (4) inisiatif.
D. Analisis Regresi
Analisis Regresi digunakan untuk mengukur pengaruh antara variabel
prediktor (variabel bebas) terhadap variabel terikat. Sebelum dilakukan
analisis regresi, dilakukan uji asumsi klasik sebagai berikut.
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100
77,48
72
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Distribusi Data
Uji Normalitas data dilakukan sebelum data diolah berdasarkan
model-model penelitian yang diajukan. Uji normalitas data bertujuan
untuk mendeteksi distribusi data dalam suatu variabel yang akan
digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak untuk
membuktikan model-model penelitian tersebut adalah data yang
memiliki distribusi normal.
Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov satu
arah atau analisis grafis. Berikut ini adalah hasil uji normalitas dengan
Kolmogorov-Smirnov pada variabel independen dan variabel
dependen.
Tabel 4.10
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Efektivitas
Komunikasi
Organisasi
Satpol PP
Implementasi
Program
Pembinaan
Pedagang Kaki
Lima
N 44 44
Mean 38,2955 39,0455 Normal Parameters
a,b

Std. Deviation 4,84926 4,06319
Absolute ,130 ,155
Positive ,130 ,133
Most Extreme Differences
Negative -,115 -,155
Kolmogorov-Smirnov Z ,864 1,026
Asymp. Sig. (2-tailed) ,444 ,243
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
73
Hasil analisis Kolomogorov-Smirnov dengan nilai Z untuk Y
sebesar 1,026 dan untuk X sebesar 0,846. Asymp signifikan untuk
variabel Y dan X, secara berturut-turut adalah 0,243 untuk Y dan 0,444
untuk X. Dari hasil tersebut nampak bahwa pada variabel Y dan X
memiliki distribusi data yang normal.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi liner kesalahan pengganggu (e) mempunyai varians yang
sama atau tidak dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk
menguji Hetero-skedastisitas dapat diketahui dari nilai signifikan
korelasi Rank Spearman antara masing-masing variabel independen
dengan residualnya. Jika nilai signifikan lebih besar dari (5%) maka
tidak terdapat Heteroskedastisitas, dan sebaliknya jika lebih kecil dari
(5%) maka terdapat Heteroskedastisitas. Berdasarkan perhitungan
SPSS diperoleh hasil seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.11
Correlations

Efektivitas
Komunikasi
Organisasi
Satpol PP
Implementasi
Program
Pembinaan
Pedagang Kaki
Lima
Correlation Coefficient 1,000 ,052
Sig. (2-tailed) . ,735
Efektivitas
Komunikasi
Organisasi Satpol PP
N 44 44
Correlation Coefficient ,052 1,000
Sig. (2-tailed) ,735 .
Spearman's rho
Implementasi
Program Pembinaan
Pedagang Kaki Lima
N 44 44
74
** Correlation is significant at the .01 level (2-tailed).
a Listwise N = 55
Hasil pengujian korelasi Spearman pada tabel di atas
menunjukkan bahwa korelasi antara variabel X dengan nilai residual
adalah tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai Sig = 0,735 >
0.05 sehingga dapat diasumsikan bahwa tidak terjadi heterokesdasitas
dalam model regresi ini.
c. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya). Untuk menguji Autokorelasi dapat dilihat dari nilai
Durbin Waston (DW), yaitu jika nilai DW terletak antara du dan (4
dU) atau du DW (4 dU), berarti bebas dari Autokorelasi. Jika
nilai DW lebih kecil dari dL atau DW lebih besar dari (4 dL) berarti
terdapat Autokorelasi. Nilai dL dan dU dapat dilihat pada tabel Durbin
Waston, yaitu nilai dL ; dU = ; n ; (k 1). Keterangan : n adalah
jumlah sampel, k adalah jumlah variabel, dan adalah taraf signifikan.
1) Perumusan hipotesis :
a) Ho :
1
=

2
=
...
=

p
=

0 Non Autokorelasi (Faktor
pengganggu periode tertentu tidak berkorelasi dengan faktor
pengganggu pada periode lain).
75
b) Ha :
1
=

2
=

...
=

p


0 Autokorelasi (Faktor pengganggu
periode tertentu berkorelasi dengan faktor pengganggu pada
periode lain).
2) Kriteria pegujian :
a) Jika d-hitung < dL atau d-hitung > (4-dL), Ho ditolak, berarti
ada autokorelasi.
b) Jika dU < d-hitung < (4 dU), Ho diterima, berarti tidak terjadi
autokorelasi.
c) Jika dL < d-hitung < dU atau (4-dU) < d-hitung < (4-dL), maka
tidak dapat disimpulkan ada tidaknya autokorelasi.

Gambar 4.1
Daerah Penerimaan & Penolakan Ho, Uji Autokorelasi
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan
aplikasi SPSS 18.0 for Windows diperoleh output sebagai berikut.

76
Tabel 4.12
Model Summary
b

Model
R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,654
a
,428 ,221 4,10532 1,939
a. Predictors: (Constant), Efektivitas Komunikasi Organisasi Satpol PP
b. Dependent Variable: Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai Durbin
Watson (d) sebesar 1,939. Untuk N=44 pada 2 variabel, Nilai dL
pada tabel adalah 1.46920 dan nilai dU adalah 1.56193. Dengan
menggunakan grafik di atas, dapat dihitung keberadaan DW
sebagai berikut.
- Nilai dL adalah 1.46920
- Nilai dU adalah 1.56193
- Nilai 4 dU adalah 2,43807
- Nilai 4 dL adalah 2,5308
Berdasarkan grafik yang dikemukakan di atas dapat
diketahui bahwa nilai DW = 1,939 berada di antara nilai dU dan 4-
dU atau 1,56193 < 1,939 < 2,43807 yang berarti nilai DW berada
pada daerah penerimaan H
O
. Artinya, pada penelitian ini tidak
terdapat autokorelasi.




77
2. Pembentukan Model Regresi Linier
Berdasarkan hipotesis yang diajukan, teknik analisis data dengan
menggunakan Analisis Regresi Sederhana dengan model persamaan
sebagai berikut.
= a + bX + e
Keterangan:
Y : Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima
X : Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
a : konstanta
b : koefisien regresi atau slope garis regresi Y atas X
e : epsilon, galat presiksi yang terjadi secara acak.
Dengan menggunakan aplikasi PASW 18.0 for Windows diperoleh
taksiran regresi sebagai berikut.
Tabel 4.13
Coefficients
a

Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
Model
B Std. Error Beta
t Sig.
(Constant) 40,772 4,983

8,183 ,000 1
Efektivitas Komunikasi
Organisasi Satpol PP
,145 ,129 ,254 2,349 ,001
a. Dependent Variable: Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima
Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat dibuat model regresi sebagai
berikut.

78
= 40,772 + 0,145X + e
Persamaan regresi yang terbentuk dapat diartikan sebagai berikut.
(1) Konstanta sebesar 40,772 mengandung arti jika Efektivitas
Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja (X) nilainya
sama dengan 0, maka Implementasi Program Pembinaan Pedagang
Kaki Lima (Y) nilainya sama dengan 40,772.
(2) Variabel Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong
Praja (X) memiliki koefisien regresi positif. Hal ini berarti jika skor
Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja (X)
naik sebesar satu satuan, maka Implementasi Program Pembinaan
Pedagang Kaki Lima (Y) akan mengalami peningkatan sebesar nilai
koefisien regresinya, yaitu sebesar 0,145 kali atau sebesar 14,50 %.
(3) Nilai e dapat diabaikan karena telah dilakukan uji asumsi klasik yang
menyatakan bahwa seluruh data berdistribusi normal, tidak terdapat
heteroskedastisitas, serta tidak terjadi autokorelasi. Dengan demikian,
nilai e dinyatakan sama dengan 0.
3. Uji Hipotesis
Untuk membuktikan apakah model regresi yang telah diperoleh di
atas dapat digunakan atau tidak, akan dilakukan pengujian hipotesis
dengan menggunakan uji t.
Berdasarkan output pada tabel 4.13 dapat diketahui nilai t
hitung

untuk X adalah sebesar 2,349 sedangkan t
tabel
pada (tingkat kekeliruan)
79
0,05 dan db = 44 2 = 42 untuk pengujian satu sisi adalah 1,684. Kriteria
pengujian satu sisi adalah tolak Ho jika t
hitung
> t
tabel
.
Karena nilai t
hitung
(2,349) lebih besar daripada nilai t
tabel
(1,684)
pada tingkat kekeliruan 5% dan db = 40, maka H
O
ditolak dan H
A

diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tingkat
kepercayaan 95% terdapat pengaruh Efektivitas Komunikasi Organisasi
Satuan Polisi Pamong Praja terhadap Implementasi Program Pembinaan
Pedagang Kaki Lima di kota Karang Tumaritis.
Besar pengaruh antar kedua variabel tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4.14
Model Summary
Change Statistics Model
R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 ,654
a
,428 ,221 4,10532 ,428 ,122 1 42 ,001
a. Predictors: (Constant), Efektivitas Komunikasi Organisasi Satpol PP

Tabel 4.14 di atas menunjukkan koefisien determinasi untuk
variabel Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima Kota
Karang Tumaritis (Y) dan Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan Polisi
Pamong Praja (X) adalah 0,428. Nilai ini mengandung makna bahwa
sebesar 42,80% Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima di
Karang Tumaritis (Y) dipengaruhi oleh Efektivitas Komunikasi Organisasi
80
Satuan Polisi Pamong Praja (X). Sedangkan sisanya sebesar 57,20 %
merupakan pengaruh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa Implementasi
Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Karang Tumaritis dipengaruhi
oleh Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja.
Dengan kata lain, semakin baik Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan
Polisi Pamong Praja dilakukan, maka akan semakin baik pula Implementasi
Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Karang Tumaritis. Sebaliknya,
makin tidak baik Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong
Praja akan berakibat semakin tidak baiknya Implementasi Program
Pembinaan Pedagang Kaki Lima di kota Karang Tumaritis.

81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Sesuai dengan hasil analisis data penelitian, disusun kesimpulan-kesimpulan
sebagai berikut.
1. Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja di kota
Karang Tumaritis relatif cukup baik meskipun masih terdapat kekurangan
atau ketidaksempurnaan dari dimensi-dimensi yang dikemukakan, yaitu
yang terdiri atas (1) saluran komunikasi formal, (2) sturktur organisasi, (3)
spesialisasi jabatan, dan (4) pemilikan informasi yang ditunjukkan dengan
rata-rata tanggapan responden sebesar 77,91%.
2. Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima di kota Karang
Tumaritis relatif cukup baik serta berdasar kepada dimensi dan indikator
yang dirumuskan yang terdiri atas (1) efisiensi dan efektivitas, (2) otoritas
dan tanggung jawab, (3) disiplin, dan (4) inisiatif yang ditunjukkan dengan
tanggapan responden rata-rata sebesar 77,48%.
3. Nilai koefisien komunikasi ternyata adalah 0,145 pada taraf signifikansi
sebesar 0,001 (sig <0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi
berpengaruh terhadap implementasi program pada persamaan regresi =
40,772 + 0,145X + e dengan nilai t-hitung sebesar 2,349. Adapun
kekuatan hubungannnya sebesar 0,145 tergolong rendah.
82
4. Komunikasi yang tinggi menghasilkan implementasi program yang tinggi
sebanyak 0,428 pada koefisien determinasi, atau sebesar 42,8%
implementasi program dipengaruhi oleh komunikasi. Ini dapat
disimpulkan bahwa efektivitas komunikasi mempunyai pengaruh yang
positif terhadap implementasi program, oleh karena itu dapat dikatakan
apabila komunikasi berjalan dengan efektif maka dalam pelaksanaan
program dapat berjalan dengan baik.
B. Saran-saran
Berdasar temuan penelitian, beberapa hal disarankan sebagai berikut.
1. Satpol PP Kota Karang Tumaritis hendaknya selalu melakukan
komunikasi antara atasan dan bawahannya sehingga tidak terjadi
miscommunication saat menjalankan tugas di lapangan.
2. Hendaknya sistem pengawasan yang lebih ketat diberlakukan pada
pegawai Satpol PP Kota Karang Tumaritis, sehingga terjadinya
ketidakdisiplinan pegawai dapat diminimalisir yang nantinya akan
mengeefektivkan implementasi program yang telah ditetapkan.
3. Diharapkan adanya berbagai pelatihan ataupun beasiswa untuk
melanjutkan sekolah pegawai Satpol PP, hal ini dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan kerja pegawai dalam berkerja agar lebih baik
dan mampu menunjang implementasi program.
4. Hendaknya para pembuat kebijakan program Satpol PP mampu
merumuskan kebijakan program yang memenangkan semua pihak yang
83
terkait dengan implementasi program organisasi agar semua program
mampu mendapatkan dukungan sepenuhnya.


84
DAFTAR PUSTAKA



Fahmi, Irham. 2010. Manajemen Kinerja Teori Dan Aplikasi. Bandung :
Alfabeta.
Gibson, I and Donnelly. 1997. Organizations Behaviour, Structure, Processes,
9Ed, Richard D. Irwin Inc.
Handoko, H.T. 2009 ; Manajemen, Yogyakarta: BPFE,Yogyakarta.
Islamy Irfan, M. 2007. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara,
Jakarta, Bumi Aksara.
Muhammad, Arni. 2009. Komunikasi Organisasi Jakarta : Bumi Aksara.
Masri Singarimbun & Sofian Effendi. 2003. Metode Penelitian Survai. Jakarta:
LP3ES.
Nitisemito, Alex S. 2001. Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Notoatmodjo. 1992. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua,
Yogyakarta: STIE, YKPN.

Internet:
Komunikasi dalam Organisasi (Online) terdapat pada http://jurnal-
sdm.blogspot.com/2007/12/, dikutip pada tanggal 12 Februari 2014
Terry. 2000. Komunikasi dalam Organisasi. (Online). Terdapat pada
http://www.scribd.com dikutip tanggal 5 Februari 2014)

85
Kuesioner Penelitian
PENGARUH EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI SATUAN
POLISI PAMONG PRAJA TERHADAP IMPLEMENTASI PROGRAM
PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA KARANG
TUMARITIS

Dalam rangka meneliti pengaruh Efektivitas Komunikasi Organisasi
Satuan Polisi Pamong Praja terhadap Implementasi Program Pembinaan Pedagang
Kaki Lima ZZZ, berikut ini kami sampaikan sejumlah pertanyaan dan pernyataan
yang kami anggap relevan untuk hal tersebut. Untuk itu, kami memohon bantuan
Bapak/Ibu untuk dapat mengisi kuesioner ini.
Kami sangat berharap Bapak/Ibu dapat mengisi kuesioner ini sesuai
dengan yang diketahui dan dialami sendiri oleh Bapak/Ibu, sehingga data yang
kami peroleh memiliki validitas yang dapat dipertanggung-jawabkan.

1. PETUNJUK PENGISIAN
a. Sangat diharapkan Bapak/Ibu untuk menjawab seluruh pertanyaan pada
kuesioner ini dengan jujur dan sesuai dengan yang diketahui dan dialami
sendiri oleh Bapak/Ibu sebenarnya.
b. Bapak/Ibu dapat memberikan tanda silang (X) pada angka yang terdapat
pada kolom pilihan jawaban sesuai dengan pernyataan yang dikemuka-
kan.
c. Jawaban yang Bapak/Ibu berikan tidak berpengaruh apa pun terhadap
kedudukan Bapak/Ibu sebagai Anggota Satuan Polisi Pamong Praja.
d. Bapak/Ibu dapat memilih salah satu alternatif jawaban sebagai yang
disediakan pada masing-masing item angket.
2. KARAKTERISTIK RESPONDEN
a. Umur : ....................... tahun
b. Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan *)
c. Pendidikan : ..........................................................................
86
*) Coret yang tidak perlu
Bapak/Ibu dapat memberikan tanda silang (X) pada kolom alternatif jawaban
dengan ketentuan pilihlah:
- SS jika Bapak/Ibu Sangat Setuju atas isi pernyataan yang diberikan.
- S jika Bapak/Ibu Setuju atas isi pernyataan yang diberikan.
- R jika Bapak/Ibu Ragu-ragu atas isi pernyataan yang diberikan.
- KS jika Bapak/Ibu Kurang Setuju atas isi pernyataan yang diberikan.
- STS jika Bapak/Ibu Sangat Tidak Setuju atas isi pernyataan yang diberikan

Alternatif Jawaban
Pertanyaan/Pernyataan
SS S R KS STS
Efektivitas Komunikasi Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja
1. Pegawai Satpol PP Kota Karang Tumaritis harus
selalu menjaga komunikasi yang jelas
dilingkungan kerjanya

2. Kelengkapan media yang digunakan pegawai
Satpol PP Kota Karang Tumaritis perlu diberikan
agar informasi dapat diterima secara cepat.

3. Penggunaan bahasa yang baik pada pegawai
dalam menjaga hubungan dengan pegawai Satpol
PP Kota Karang Tumaritis perlu diciptakan.

4. Diperlukan kejelasan informasi di kalangan
pegawai Satpol PP Kota Karang Tumaritis dalam
melaksanakan tugasnya.

5. Jabatan komunikator pegawai Satpol PP Kota
Karang Tumaritis sangat diperlukan.

6. Komunikasi sangat penting untuk diterima pada
masing-masing jabatan yang berkepentingan.

7. Komunikasi sangat penting untuk diterima pada
masing-masing jabatan yang berkepentingan.

8. Diperlukan tingkatan tingkat keahlian

87
Alternatif Jawaban
Pertanyaan/Pernyataan
SS S R KS STS
komunikator dalam penyampaian informasi
pegawai Satpol PP Kota Karang Tumaritis.
9. Diperlukan tingkat keahlian mengelola informasi
pegawai Satpol PP Kota Karang Tumaritis agar
tidak terjadi miss communication di kalangan
pegawai.

10. Diperlukan kemampuan individu dalam
memperoleh informasi.

11. Diperlukan cara yang mudah bagi anggota Satpol
PP untuk memperoleh informasi agar distribusi
informasi dapat cepat diterima masing-masing
individu.

Implementasi Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima
1. Kejelasan tujuan implementasi program harus
ditekankan pada pegawai Satpol PP Kota Karang
Tumaritis agar tidak terjadi penyelewengan
tugas.

2. Kejelasan tentang objek sasaran dalam
implementasi program harus selalu
diinformasikan kepada pegawai Satpol PP Kota
Karang Tumaritis agar pelaksanaan tugas di
lapangan dapat terarah.

3. Kejelasan informasi yang diterima oleh pelasana
pegawai Satpol PP Kota Karang Tumaritis di
lapangan masih kurang jelas sehingga dapat
menimbulkan permasalahan tugas lapangan.

4. Kelengkapan informasi tentang objek kebijakan
harus dimiliki pegawai Satpol PP Kota Karang
Tumaritis guna menunjang efektivitas tugas di
lapangan.

5. Dampak keluaran di kalangan pegawai Satpol PP
Kota Karang Tumaritis harus sesuai dengan
tugas yang diembannya.

6. Kondisi keluaran pegawai Satpol PP Kota

88
Alternatif Jawaban
Pertanyaan/Pernyataan
SS S R KS STS
Karang Tumaritis sebagai penerima program
harus benar-benar dapat menunjukkan bahwa
Satpol PP mampu melaksanakan program
dengan tepat.
7. Dukungan terhadap pelakasanaan program di
kalangan pegawai Satpol PP Kota Karang
Tumaritis harus sesuai dengan tugas yang
diembannya.

8. Persebaran persentase struktur kerja pegawai
Satpol PP Kota Karang Tumaritis harus jelas
sehingga pegawai dapat melaksanakan tugas
sesuai dengan job discriptionnya.

9. Persebaran persentase struktur kerja pegawai
Satpol PP Kota Karang Tumaritis harus
memahami alur kerja/ garis komando sesuai
dengan kinerja mereka.

10. Persebaran persentase struktur kerja pegawai
Satpol PP Kota Karang Tumaritis harus
memahami tingkat kesulitan dalam pengelolaan
barang atau dana sehingga pegawai mampu
mengalokasi atau mengakomodasi kebutuhan
barang atau dana tersebut.

Anda mungkin juga menyukai