DASAR
Oleh:
Prof. Dr. Binur Panjaitan, M.Pd.
2020
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
i
Halaman
ii
BAB VII KURVA NORMAL DAN KEGUNAANNYA 135
A. Distribusi Gauss…………………………… 135
B. Distribusi Student …………………………. 149
BAB VIII KURVA-KURVA LAIN DAN
PENGGUNAANNYA……………………… 157
A. Distribusi Khi Kuadrat (X2)……………….. 157
B. Distribusi F…………………………………. 161
iii
BAB I
PENGETAHUAN DASAR STATISTIKA
A. DATA STATISTIK
Sebelum kita membahas mengenai data statistik, lebih
dahulu akan dipelajari definisi statistik dan statistika. Kita mungkin
pernah mendengar perkataan statistik dan statistika. Pada umumnya
kebanyakan orang tidak membedakan antara statistik dan statistika.
Oleh karena itu berikut ini akan dibahas pengertian dari kedua istilah
tersebut. Di samping itu, juga akan dibahas macam-macam data dan
pengumpulan data.
1. PENGERTIAN STATISTIK
Kata Statistik dapat diartikan sebagai kumpulan angka-angka
mengenai suatu masalah, sehingga dapat memberikan gambaran
mengenai masalah tersebut. Biasanya kumpulan data tersebut sudah
disusun dalam sebuah tabel. Misalnya statistik kecelakaan lalu lintas
berisi angka-angka mengenai banyak korban kecelakaan lalu lintas
menurut jenis korbannya, seperti luka ringan, luka berat dan
meninggal. Dan masih banyak lagi contohnya seperti statistik
penduduk, statistik pertanian dan sebagainya.
Kata statistik juga diartikan sebagai suatu ukuran yang
dihitung dari sekumpulan data dan merupakan wakil dari data itu.
Misalnya:
1
a. Rata-rata berat badan dari mahasiswa yang mengikuti kuliah
ini adalah 51 kg.
b. 90% dari mahasiswa yang mengikuti kuliah ini berasal dari
kota “A”.
c. Kecelakaan lalu lintas itu kebanyakan diakibatkan karena
kecerobohan pengemudi angkutan kota.
Dalam hal ini persentase, rata-rata dan kebanyakan termasuk ke
dalam statistik.
Pengertian statistik yang ketiga dikaitkan dengan ilmu
pengetahuan atau metode ilmiah dan sering disebut statistika.
Statistika adalah metode ilmiah yang mempelajari pengumpulan,
pengaturan, perhitungan, penggambaran dan penganalisisan data,
serta penarikan kesimpulan yang valid berdasarkan penganalisaan
yang dilakukan dan pembuatan keputusan yang rasional.
Statistika menurut fungsinya dibagi menjadi dua bagian,
yaitu statistika deskriptif dan statistika inferensial. Statistika yang
menyangkut kesimpulan yang valid dinamakan statistika inferensial
atau statistika induktif. Dalam statistika inferensial biasanya
memasukkan unsur peluang dalam menarik kesimpulannya.
Sedangkan statistika yang hanya menggambarkan dan menganalisis
kelompok data yang diberikan tanpa penarikan kesimpulan mengenai
kelompok data yang lebih besar dinamakan statistika deskriptif atau
statistika deduktif.
2
Jika kita memperhatika uraian di atas, maka untuk
melakukan penelitian suatu masalah kita menggunakan statistika
deskriptif lebih dahulu kemudia statistika induktif.
2. MACAM-MACAM DATA
Dalam menyelidiki suatu masalah selalu diperlukan data.
Data dapat diartikan sebagai keterangan yang diperlukan untuk
memecahkan suatu masalah. Berikut ini diberikan macam-macam
data ditinjau dari beberapa segi.
a. Menurut Sifatnya
Dalam hal ini, data dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Data kualitatif, yaitu data yang berbentuk kategori
atau atribut.
Contoh 1:
-
Harga emas hari ini mengalami kenaikan
-
Sebagian dari produksi barang “A” pada perusahaan “x”
rusak.
2) Data Kuantitatif, yaitu data yang berbentuk bilangan.
Contoh 2:
-
Luas bangunan hotel itu adalah 5700 m2
-
Tinggi badan Sandy mencapai 170 cm.
-
Banyak perguruan tinggi di kota “B” ada 4 buah
Dalam hal ini, data kuantitatif dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:
a) Data diskrit, yaitu data yang diperoleh dengan cara
3
menghitung atau membilang.
Contoh 3:
-
Banyak kursi yang ada di ruangan ini ada 75 buah.
-
Jumlah siswa yang mengikuti mata kuliah ini mencapai
110 orang.
-
Banyak anak pada keluarga Ali ada 3 orang.
b) Data kontinu, yaitu data yang diperoleh dengan cara
mengukur.
Contoh 4:
-
Panjang benda itu adalah 15 cm
-
Jarak antara kota Bandung dengan kota Cirebon adalah
130 m.
-
Berat badan Ali adalah 58 kg.
b. Menurut Cara Memperolehnya
Dalam hal ini data dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Data primer, yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri
oleh suatu organisasi serta diperoleh langsung dari
obyeknya.
Contoh 5:
-
Pemerintah melalui Biro Pusat Statistik (BPS) ingin
mengetahui jumlah penduduk Indonesia, maka BPS
mengirimkan petugas-petugasnya untuk mendatangi
secara langsung rumah tangga – rumah tangga yang ada
di Indonesia.
4
-
Perusahaan susu “DANCOW” ingin mengetahui jumlah
konsumsi susu yang diminum oleh masyarakat di
Kelurahan Kejaksaan, maka petugas dari perusahaan
tersebut secara langsung mendatangi rumah tangga –
rumah tangga yang ada di Kelurahan Kejaksaan.
2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk
sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain,
biasanya data itu dicatat dalam bentuk publikasi-publikasi.
Contoh 6:
Misalkan seorang peneliti memerlukan data mengenai
jumlah penduduk di sebuah kota dari tahun 1960 sampai
1970, maka orang itu dapat memperolehnya di BPS.
2. PENGUMPULAN DATA
Jika kita memperhatikan definisi statistika, maka fungsi
pertamanya adalah mengumpulkan data. Dalam hal ini, data yang
baru diperolehnya disebut data mentah, yaitu data yang belum
mengalami pengolahan apapun. Dalam statistika, proses
pengumpulan data ada dua, yaitu sensus dan sampling.
Sensus adalah cara pengumpulan data, jika setiap anggota
populasi diteliti satu persatu.
Contoh 7:
Misalkan kepala SMA “X” ingin mengetahui rata-rata
tinggi badan siswa-siswa di sekolahnya yang berjumlah
600 orang. Apabila setiap siswa diukur tinggi badannya,
5
kemudian dicatat, maka pengumpulan data seperti ini
dinamakan sensus.
Sampling adalah cara pengumpulan data, jika hanya sebagian
anggota populasi saja yang diteliti. Jadi di sini tidak semua anggota
populasi yang diteliti, tetapi hanya sebagian. Akan tetapi yang
sebagian itu harus menggambarkan keadaan populasi yang
sebenarnya. Dengan demikian sebagian dari anggota populasi itu
dikatakan bersifat representatif.
Contoh 8: Lihat kembali contoh 7
Apabila jumlah siswa yang diukur tinggi badannya hanya 60
orang saja, dengan perincian:
Kelas I diambil 20 orang siswa,
Kelas II diambil 20 orang siswa,
Kelas III diambil 20 orang siswa,
maka cara pengumpulan data seperti ini dinamakan
sampling.
Dalam pengertian sensus dan sampling ada istilah populasi.
Istilah populasi sering digunakan dalam mempelajari statistika.
Menurut definisi, sebuah populasi mencakup semua anggota dari
kelompok yang diteliti.
Contoh 9:
-
Semua penduduk Kotamadya Bandung
-
Semua pasien di rumah sakit “X” pada waktu tertentu
-
Seluruh siswa SMA “A” selama tahun ajaran 1990/1991
6
-
Seluruh mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika di
sebuah UNIVERSITAS tahun akademik 1990/1991.
Semua contoh di atas merupakan contoh populasi. Pada
prakteknya kita tidak mungkin mengamati semua anggota populasi,
mengingat berbagai hal. Jadi kita hanya mengamati sebagian anggota
dari anggota populasi, dimana sebagian anggota tersebut harus
bersifat representatif. Sebagian anggota yang diambil dari populasi
disebut sampel. Misalkan kita mengamati jumlah penduduk
Kotamadya Bandung sebagai populasinya. Kemudian kita
menghitung proporsi penduduk yang berjenis kelamin perempuan.
Proporsi ini kadang-kadang disebut parameter. Apabila kita
mengambil sampel acak dari jumlah penduduk Kotamadya Bandung
dan menghitung proporsi penduduk yang berjenis kelamin
perempuan, maka karakteristik dari sampel itu dinamakan statistik.
Untuk menotasikan sebuah parameter populasi biasanya digunakan
huruh Yunani, sedangkan untuk notasi sebuat statistik digunakan
digunakan huruf Latin.
Misalnya: µ (mu) adalah simbol untuk rata-rata populasi.
x adalah simbol untuk rata-rata sampel.
7
adalah cara pemilihan sejumlah anggota dari populasi yang
dilakukan sedemikian rupa sehingga anggota-anggota
populasi itu mempunyai kemungkinan yang sama untuk
terpilih menjadi anggota sampel. Penilaian dengan cara
seperti ini bersifat obyektif.
Cara pemilihan anggota sampel dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu:
1) Dengan undian:
Setiap anggota populasi diberi nomor, kemudian
diundi untuk mendapatkan anggota sampel yang diharapkan.
Cara seperti ini dilakukan jika jumlah anggota populasinya
sedikit.
2) Dengan Tabel Bilangan Acak
Dalam hal ini, untuk memilih anggotanya
menggunakan tabel bilangan acak, yaitu tabel yang berisi
sekumpulan bilangan yang dikelompokkan ke dalam lima
kolom dan lima baris.
Misalnya banyak anggota populasinya ada 900. Jadi N =
900. Kemudian anggota-anggota tersebut diberi nomor yang
terdiri dari tiga digit (angka), mulai dari 001, 002, 003, 004,
005, 006, 007, 008, 009, 010, 011, ... , 898, 899, 900. Lalu
diambil pensil yang runcing dan ditunjukkan, pada angka-
angka tabel bilangan acak secara acak dan hasilnya diambil
tiga digit ke samping kanan. Jika hasil tersebut merupakan
8
bilangan yang lebih kecil atau sama dengan 900, maka ini
dapat dianggap sebagai anggota sampel. Kemudian kita
melihat tiga digit lagi ke kanan bawah. Jika hasil tersebut
merupakan bilangan yang lebih besar dari 900, maka ini
tidak dianggap sebagai anggota sampel. Apabila penunjukan
bilangan ini sudah sampai ke bawah, maka penunjukan itu
dilanjutkan dengan tiga digit di atasnya mulai dari digit
keempat. Penunjukan ini diteruskan sampai banyak anggota
sampel yang harus diambil itu terpenuhi.
B. DASAR-DASAR ANALISIS
Dalam melakukan penganalisisan data mungkin dihadapi
dengan bilangan-bilangan yang tidak bulat, artinya bilangan yang
mengandung angka desimal. Untuk keperluan praktis biasanya akan
dilakukan pembulatan bilangan terhadap hasil analisis yang
mengandung angka desimal. Di samping itu juga dalam
9
penganalisisan akan banyak dijumpai perhitungan-perhitungan yang
menggunakan notasi jumlah. Oleh karena itu berikut ini akan dibahas
aturan-aturan dalam membulatkan sebuah bilangan dan notasi
jumlah.
1. PEMBULATAN BILANGAN
Berikut ini akan diberikan tiga buah aturan pembulatan
bilangan yang banyak digunakan dalam penganalisisan data.
Contoh 2:
8695 kg dibulatkan hingga ribuan kg menjadi 9000 kg.
Dalam hal ini, angka-angka yang harus dihilangkan adalah
695 dan angka terkiri dari 695 itu adalah 6 (lebih dari 5)
10
maka angka terkanan yang mendahului 695, yaitu 8
bertambah dengan satu menjadi 9.
Contoh 3:
50,15001 menit dibulatkan hingga persepuluhan menit
terdekat menjadi 50,2. Dalam hal ini, angka-angka yang
harus dihilangkan adalah 5001 dan angka terkiri dari 5001
adalah 5 tapi diikuti oleh angka-angka bukan nol semua,
maka angka terkanan yang mendahului 5001, yaitu 1,
bertambah dengan satu menjadi 50,2.
Contoh 4:
14,35 gram dibulatkan hingga persepuluhan gram terdekat
menjadi 14,4 gram. Dalam hal ini angka yang harus
dihilangkan adalah 5, maka angka terkanan yang mendahului
5 yaitu 3 bertambah satu menjadi 4 (karena 3 merupakan
angka ganjil).
Contoh 5:
24,5000 cm dibulatkan hingga satuan cm menjadi 24 cm.
Dalam hal ini angka-angka yang harus dihilangkan adalah
5000 dan angka terkiri dari 5000 itu adalah 5, maka angka
11
terkanan yang mendahului 5000, yaitu 4 tetap (karena 4
merupakan angka genap).
2. NOTASI KOMPUTASI
Dalam statistika banyak sekali dijumpai perhitungan-
X
i 1
i
X
i 1
i = X1+ X2+ X3+ X4 + X5
= 60 + 55 + 58 + 62 + 63
= 298
Secara umum, jika ada n buah nilai dijumlahkan maka:
12
n
X
i 1
i = X1+ X2+ X3+ ... + Xn
n
Kadang-kadang notasi penjumlahan
i 1
disederhanakan menjadi
X Y
i 1
i i X 1Y1 X 2Y2 X 3Y3 X 4Y4
3
2
X Y i i X 1Y12 X 2Y22 X 3Y32
i 1
13
3
a. X
i 1
i ...
3
2
b. 2X
i 1
i ...
3
c. (X
i 1
i 1) ...
Penyelesaian:
3
1. X
i 1
i X 1 X 2 X 3 1 3 5 9
3
2
2X i 2 X 12 2 X 22 2 X 33
2. i 1
= (1 – 1) + (3 – 1) + (5 – 1) = 2 + 4 = 6
Contoh 7: Jika X1 = 2, X2 = -3, X3 = 1, Y1 = 1, Y2 = 2 dan Y3 = 4,
maka hitunglah!
3
a. XY
i 1
i i ...
2
3 2
b. i Yi ...
X
i 1 j 1
Penyelesaian:
14
3
a. X Y
i 1
i i X iYi X 2Y2 X 3Y3
2 3 2 2 2
b. i Y j (X1 + X2) Y1 Y2 Y3
X 2
i 1 j 1
= [2 + (-3)](12 + 22 + 42)
= (-1) (1 + 4 + 16)
= (-1) (21)
= -21
Berikut ini akan diberikan tiga buah dalil yang berkaitan
dengan notasi jumlah.
X i Yi Z i X i Yi Z i
i 1 i 1 i 1 i 1
Bukti:
15
n
X
i 1
i Yi Z i X 1 Y1 Z1 X 2 Y2 Z 2
X 3 Y3 Z 3 ... X n Yn Z n
= (X1 + X2+ X3 + … + Xn) +(Y1 + Y2 + Y3 + … + Yn) + (Z1 +
Z2 + Z3 + …+ Zn)
n n n n
X i Yi Z i X i Yi Z i
i 1 i 1 i 1 i 1
cX i c X i
i 1 i 1
Bukti:
n
cX
i 1
i cX 1 cX 2 cX 3 ... cX n
c nc
i 1
Bukti:
16
n
Penyelesaian:
3
3 X
i 1
i Yi 3 = (3X1 + Y1 + 3) + (3X2 + Y2 + 3) + (3X3 + Y3 +
3)
= (3(2) – 1 + 3) + (3(3) – 2 + 3) + (3(-1) + 1 + 3)
= (6 – 1 + 3) + (9 – 2 + 3) + (- 3 + 1 + 3)
= 19
atau
3 3 3 3
3 X i Yi 3 = 3 X i Yi 3
i 1 i 1 i 1 i 1
3 3
= 3X i
i 1
Y
i 1
i (3).3
= 3 (2 + 3 – 1) – (1 + 2 – 1) + 9
= 12 – 2 + 9
= 19
3
2
Contoh 9: Sederhanakan X i
i 1
17
Penyelesaian:
3 3
X i 2 = X 2
i 1 i 1
2 Xi i 2
3 3 3
2 2
= X
i 1
2 Xi i
i 1 i 1
3 3
2
= 3X2 - 2 X i i
i 1 i 1
= 3X2 – 2X(1 + 2 + 3) + (1 + 4 + 9)
= 3X2 – 12X + 14
LATIHAN
1. Berikut ini diberikan beberapa pernyataan yang merupakan
contoh dari bermacam-macam data.
a. Tinggi bangunan hotel itu mencapai 50 meter.
b. Banyak kendaraan roda dua yang melewati
persimpangan jalan itu.
c. Penilaian seorang guru terhadap siswa-siswanya.
d. Kecepatan kendaraan tiap jam.
e. Banyak halaman buku yang sudah dibaca Sandy hari
ini.
f. Mutu barang yang diproduksi.
g. Banyak mahasiswa yang mengikuti mata kulaih pada
hari ini.
h. Jumlah kecelakaan lalu lintas pada tahun 1990
menurun.
18
i. Luas tanah Pak Ali 250 m2.
Manakah yang termasuk data kualitatif?
2. Dari pernyataan-pernyataan soal nomor 1, manakah yang
termasuk data diskrit?
3. Dari pernyataan-pernyataan soal nomor 1, manakah yang
termasuk data kontinu?
4. Apakah yang dimaksud dengan staistika deskriptif dan
statistika induktif?
5. Kapankah kita melakukan sensus dan sampling?
6. Bulatkan bilangan-bilangan ini hingga ketelitian yang
diberikan.
a. 50,75500 dibulatkan hingga perseratusan yang terdekat.
b. 18,45 dibulatkan hingga satu desimal.
c. 0,75645 dibulatkan hingga perseribuan yang terdekat.
7. Uraikan:
10
2
a. W
i 6
i
4
b. (X
h 2
h h)
5
c. 3Y
j 1
j 2
8. Sederhanakan:
4
a. 2 X i
i 2
19
3
3
b. X Y 3
i 0
4
2
b. X
i 2
i i
m n m n
10. Perlihatkan bahwa cX
i 1 j 1
ij c X ij
i 1 j 1
20
21
22
BAB II
PENYAJIAN DATA DALAM BENTUK TABEL
21
3) Ditulis dengan huruf besar semua.
4) Ditulis secara singkat dan jelas meliputi: masalah apa, di mana
masalah itu terjadi, kapan masalah itu terjadi dan satuan dari objek
yang dipermasalahkan (bila ada).
5) Dapat ditulis dalam beberapa baris, dengan tiap barisnya
menggambarkan sebuah kalimat yang lengkap.
6) Sebaiknya tiap baris jangan dilakukan pemisahan kata.
Contoh 2: Daftar 1 (1)
BERAT BADAN MAHASISWA PROGRAM S-1
JUURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
TAHUN 2015
DICATAT DALAM KG
b. Judul Baris
1) Ditulis secara singkat dan jelas
2) Dapat ditulis dalam beberapa baris
3) Sebaiknya jangan dilakukan pemisahan bagian kata.
c. Judul Kolom
1) Ditulis secara singkat dan jelas
2) Dapat ditulis dalam beberapa baris
3) Sebaiknya jangan dilakukan pemisahan bagian kata.
d. Di sebelah kiri bawah tabel biasanya terdapat bagian untuk
menuliskan catatan yang diberikan (bila perlu), atau bisa juga kata
“Sumber” yang menjelaskan dari mana data itu dikutip. Jika kata
“Sumber” itu tidak ada, ini berarti bahwa pemakai data itu sendiri
yang mengumpulkan datanya (bisa berupa data fiktif atau data
22
yang benar-benar hasil penelitiannya).
e. Jika ada data mengenai waktu, maka waktu hendaknya disusun
secara berurutan.
Misalnya:
- Senin, Selasa, Rabu dan seterusnya
- 1980, 1981, 1982, dan seterusnya
- Januari, Februari, Maret dan seterusnya.
f. Jika ada dua mengenai kategori, maka kategori disusun menurut
kebiasaan.
Misalnya:
- Laki-laki dahulu, kemudian perempuan
- Besar dahulu, kemudian kecil
- Untung dahulu kemudian rugi
- Bagus dahulu kemudian rusak/jelek.
2. MACAM-MACAM TABEL
Untuk menyusun sekumpulan data yang besar kecilnya
belum tersusun secara teratur ke dalam bentuk yang teratur,
sebaiknya data ini disajikan dalam sebuah tabel. Dalam hal ini, tabel
yang biasa digunakan ada tiga macam, yaitu:
a. Tabel baris-kolom
b. Tabel kontingensi
c. Tabel distribusi frekuensi.
Contoh 3:
23
Berikut ini diberikan data mengenai jumlah lulusan
mahasiswa Program D-2, Program D-3, dan Program S-1
dari empat jurusan yang ada di FMIPA sebuah
UNIVERSITAS selama setahun. Dari Jurusan Pendidikan
Biologi telah meluluskan 90 orang yang diperinci sebagai
berikut: laki-laki lulusan S-1 sebanyak 15 orang, 20 orang
perempuan lulusan S-1, 10 orang laki-laki lulusan D-3, 10
orang laki-laki jurusan D-2, dan 18 orang perempuan lulusan
D-2.
Dari Jurusan Pendidikan Fisika telah meluluskan 99 orang
yang diperinci sebagai berikut: Laki-laki lulusan S-1
sebanyak 10 orang, 17 orang perempuan lulusan S-1, 14
orang laki-laki lulusan D-3, 22 orang perempuan lulusan D3,
18 orang laki-laki jurusan D-2, dan 16 orang perempuan
lulusan D-2.
Dari Jurusan Pendidikan Matematika telah meluluskan
sebanyak 104 orang yang diperinci sebagai berikut: 18 orang
laki-laki lulusan S-1, 25 orang perempuan lulusan S-1, 15
orang laki-laki lulusan D-3, 15 orang perempuan lulusan D3,
16 orang laki-laki jurusan D-2, dan 15 orang perempuan
lulusan D-2.
Jika kita memperhatikan data di atas maka kita akan
mengalami kesukaran dalam membandingkan lulusan mahasiswa
24
antara jurusan yang satu dengan jurusan lainnya.Untuk mengatasinya
disusunlah data di atas ke dalam sebuat tabel sebagai berikut:
DAFTAR 1 (1)
JUMLAH LULUSAN MAHASISWA S-1, D-3, DAN D-2
DARI EMPAT JURUSAN DI FMIPA SEBUAH UNIVERSITAS
SELAMA SATU TAHUN
25
Dan masih banyak lagi penafsiran yang dapat dibuat. Dalam
hal ini, data di atas disajikan dalam tabel baris dan kolom. Data
dalam contoh 3 dapat disajikan dalam tabel kontingensi ukuran 4 ×
3, seperti nampak dalam Daftar 1 (2).
Daftar 1 (2)
Jumlah Lulusan Mahasiswa S-1, D-3, dan D-2
Dari Empat Jurusan di FMIPA Sebuah UNIVERSITAS
Selama Satu Tahun
f
i 1
i
27
Mungkin ada orang yang akan mendefinisikan tabel
distribusi frekuensi berbeda dari definisi di atas. Hal ini tidak
menjadi masalah, asalkan pemberian definisi tersebut harus sesuai
dengan bentuk umumnya.
Dari tabel distribusi frekuensi, ada beberapa istilah yang
digunakan di dalamnya, antara lain:
a. Kelas Interval, yaitu kelompok nilai data yang berupa interval.
Dari daftar 1 (3), tabel distribusi frekuensi terdiri dari lima
kelas interval.
a – b merupakan kelas interval pertama
c – d merupakan kelas interval kedua
e – f merupakan kelas interval ketiga
g – h merupakan kelas interval keempat
i – j merupakan kelas interval kelima.
b. Ujung Bawah, yaitu bilangan yang terdapat di sebelah kiri interval
nilai data untuk setiap kelas interval.
Dari bentuk umum dalam Daftar (3) maka ujung-ujung bawahnya
adalah: a, c, e, g, i.
a merupakan ujung bawah kelas interval pertama.
c merupakan ujung bawah kelas interval kedua.
e merupakan ujung bawah kelas interval ketiga.
g merupakan ujung bawah kelas interval keempat.
i merupakan ujung bawah kelas interval kelima.
c. Ujung Atas, yaitu bilangan yang terdapat di sebelah kanan interval
28
nilai data untuk setiap kelas interval.
Dari bentuk umum dalam Daftar (3) maka ujung-ujung atasnya
adalah: b, d, f, h, j
b merupakan ujung atas kelas interval pertama.
d merupakan ujung atas kelas interval kedua.
f merupakan ujung atas kelas interval ketiga.
h merupakan ujung atas kelas interval keempat.
j merupakan ujung atas kelas interval kelima.
d. Batas Bawah, yaitu bilangan yang diperoleh dengan cara: ujung
bawah dikurangi ketelitian data yang digunakan.
Dalam hal ini, ketelitian data yang digunakan tergantung pada
pencatatan datanya.
Jika data yang digunakannya dicatat dalam bilangan bulat,
ketelitian datanya 0,5.
Jika data yang digunakannya dicatat dalam bilangan satu
desimal, ketelitian datanya 0,05.
Jika data yang digunakannya dicatat dalam bilangan dua
desimal, ketelitian datanya 0,005.
Dan seterusnya.
Jika diambil datanya dicatat dalam bilangan bulat, maka dari
bentuk umum dalam Daftar 1 (3) batas-batas bawahnya adalah:
a – 0,5 merupakan batas bawah kelas interval pertama,
c – 0,5 merupakan batas bawah kelas interval kedua,
e – 0,5 merupakan batas bawah kelas interval ketiga,
29
g – 0,5 merupakan batas bawah kelas interval keempat,
i – 0,5 merupakan batas bawah kelas interval kelima.
e. Batas Atas, yaitu bilangan yang diperoleh dengan cara: ujung atas
ditambah ketelitian data yang digunakan.
Ketelitian datanya sama dengan ketelitian data dalam menentukan
batas bawah.
Misalnya dicatat data, bilangan bulat, maka dari bentuk
umum dalam Daftar 1 (3) batas-batas atasnya adalah:
b + 0,5 merupakan batas atas kelas interval pertama,
d + 0,5 merupakan batas atas kelas interval kedua,
f + 0,5 merupakan batas atas kelas interval ketiga,
h + 0,5 merupakan batas atas kelas interval keempat,
j + 0,5 merupakan batas atas kelas interval kelima.
f. Titik Tengah (Tanda Kelas), yaitu bilangan yang diperoleh dengan
cara: ujung bawah ditambah ujung atas, kemudian hasilnya dibagi
dua untuk setiap kelas interval.
1
Titik Tengah = (Ujung Bawah + Ujung Atas)
2
Dari bentuk umum dalam daftar 1 (3) maka kelima titik
tengahnya adalah:
1
( a b) merupakan titik tengah kelas interval pertama,
2
1
(c d ) merupakan titik tengah kelas interval kedua,
2
30
1
(e f ) merupakan titik tengah kelas interval ketiga,
2
1
( g h) merupakan titik tengah kelas interval keempat,
2
1
(i j ) merupakan titik tengah kelas interval kelima,
2
g. Panjang Kelas, yaitu bilangan yang diperoleh dari jarak/selisih
antara ujung bawah dan ujung atas, dengan ujung
bawahnya termasuk dihitung. Untuk data yang dicatat dalam
bilangan bulat, hal ini mudah. Akan tetapi untuk data yang
dicatat dalam bilangan decimal, hal ini akan mengalami kesulitan.
Dalam hal ini, ada beberapa cara dalam menentukan panjang
kelas untuk kelas interval tertentu dari tabel distribusi frekuensi yang
sudah tersedia, antara lain:
- Panjang kelas sebuah kelas interval diperoleh dari ujung
bawah kelas interval berikutnya dikurangi ujung bawah kelas
interval yang bersangkutan.
- Panjang kelas sebuah kelas interval diperoleh dari batas
bawah kelas interval berikutnya dikurangi batas bawah kelas
interval yang bersangkutan.
- Panjang kelas sebuah kelas interval diperoleh dari ujung atas
dikurangi ujung bawah masing-masing untuk kelas interval
yang bersangkutan, dan hasilnya ditambah dengan dua kali
ketelitian data yang digunakan. Ketelitian datanya sama
31
dengan ketelitian data yang digunakan dalam menentukan
batas bawah.
Untuk menyusun sekumpulan data ke dalam tabel distribusi
frekuensi dengan panjang kelas yang sama untuk setiap kelas interval
diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Tentukan nilai rentang
Rentang diperoleh dengan cara: nilai data yang terbesar
dikurangi nilai data terkecil.
RENTANG = NILAI DATA TERBESAR – NILAI DATA
TERKECIL
Dalam hal ini diperoleh ketelitian dan kecermatan dalam
memilih data terbesar dan data terkecil, jangan sampai salah
memilih. Hal ini akan lebih sukar lagi, jika data yang
digunakannya dicatat dalam bilangan desimal.
b. Tentukan banyak kelas yang digunakan.
Biasanya banyak kelas yang digunakan itu paling sedikit 5
buah dan paling banyak 15 buah, sehingga dapat ditulis:
5 ≤ BANYAK KELAS ≤ 15.
Dalam hal ini, ada sebuah aturan untuk menentukan banyak
kelas yang digunakan dalam sebuah tabel distribusi
frekuensi, yaitu ATURAN STURGES dengan rumusnya
sebagai berikut: k = 1 + (3,3) (log n)
dengan: k = Banyak kelas interval
n = Banyak data yang digunakan
32
Jika kita memperhatikan perumusan di atas, maka hasil akhir
dari perhitungannya pasti berupa bilangan desimal. Karena
banyak kelas itu harus merupakan bilangan bulat, maka hasil
akhir itu harus dibulatkan. Pembulatan bilangannya boleh
dilakukan ke bawah atau boleh juga dilakukan ke atas. Tapi
sebaiknya pembulatan bilangannya dilakukan ke atas.
c. Tentukan panjang kelas.
Panjang kelas diperoleh dengan cara nilai rentang dibagi
dengan banyak kelas, sehingga dapat ditulis:
Rentang
p
k
dengan: p = Panjang kelas
k = Banyak kelas.
Jika kita memperhatikan perumusan di atas, maka hasil akhir
dari perhitungannya biasanya berupa bilangan desimal. Oleh
karena itu dalam menentukan panjang kelas harus dilakukan
pembulatan bilangan yang sesuai dengan pencatatan datanya,
artinya:
1) Jika data yang digunakan dicatat dalam bilangan
bulat, maka panjang kelas dicatat dalam bilangan
satu desimal.
2) Jika data yang digunakan dicatat dalam bilangan
satu desimal, maka panjang kelas dicatat dalam
bilangan dua desimal.
33
3) Jika data yang digunakan dicatat dalam bilangan dua
desimal, maka panjang kelas dicatat dalam bilangan
tiga desimal.
Dan seterusnya.
d. Tentukan nilai ujung bawah kelas interval pertama.
Dalam hal ini, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu:
1) Ujung bawah kelas interval pertama boleh
mengambil nilai data yang terkecil.
2) Ujung bawah kelas interval pertama boleh
mengambil nilai data yang lebih kecil dari nilai data
yang terkecil. Kemungkinan kedua ini bisa
dilakukan dengan syarat, nilai data yang terbesar
harus tercakup dalam interval nilai data pada kelas
interval terakhir.
Jadi sekumpulan data bisa dibuat satu atau beberapa buah
tabel distribusi frekuensi sesuai dengan pengambilan nilai
data untuk ujung bawah kelas interval pertamanya. Dalam
hal ini, dari sekumpulan data bisa dibuat lebih dari satu buah
tabel distribusi frekuensi, apabila ujung bawah kelas interval
terakhir lebih besar dari nilai data.
e. Masukkan semua data ke dalam interval kelas.
Untuk memudahkannya sebaiknya dibuat kolom tersendiri
yang berisi garis miring (tally/turus) sesuai dengan kelas
intervalnya. Selanjutnya jumlahkan semua tally/turus, yang
34
terdapat pada masing-masing kelas interval, kemudia nilai
jumlah tersebut diletakkan pada kolom tersendiri. Kolom
tersendiri ini disebut kolom Tally.
Contoh 4:
Berikut ini diberikan data mengenai hasil ujian tengah
semester, mata kuliah Statistika dari mahasiswa Program S-1
Jurusan Pendidikan Matematika FKIP di sebuah Universitas.
65 72 67 82 72 91 67 73 71 70
85 87 68 86 83 90 74 89 75 61
65 76 71 65 91 79 75 69 66 85
95 74 73 68 86 90 70 71 88 68
Susunlah data di atas ke dalam tabel distribusi frekuensi
dengan panjang kelas yang sama.
Penyelesaian:
Langkah-langkah penyusunannya adalah sebagai berikut:
1. Rentang = 95 – 61 = 34
2. Banyak kelas: k = 1 + (3,3) (log 40)
k = 1 + (3,3) (1,6021)
k = 6,28693
Jadi banyak kelas yang digunakan bisa 6 buah atau 7 buah.
Di sini akan diambil banyak kelas sebanyak 7 buah.
34
3. Panjang kelas = p 4,86 .
7
35
Karena datanya dicatat dalam bilangan bulat, panjang
kelasnya diambil 5.
4. Ujung bawah kelas interval pertamanya diambil 61.
Untuk memasukkan sekumpulan data ke dalam kelas interval
diperlukan kolom tally, dengan cara sebagai berikut:
a. Nilai 65 termasuk ke dalam kelas interval pertama,
yaitu 61 – 65 dan pada kolom tally yang sesuai
dengan kelas interval pertama ditulis /. Selanjutnya
nilai 65 dicoret agar tidak dihitung dua kali.
b. Nilai 67 termasuk ke dalam kelas interval kedua,
yaitu 66 – 70 dan pada kolom tally yang sesuai
dengan kelas interval kedua ditulis /. Selanjutnya
nilai 67 dicoret agar tidak dihitung dua kali.
c. Nilai 72 termasuk ke dalam kelas interval ketiga,
yaitu 71 – 75 dan pada kolom tally yang sesuai
dengan kelas interval ketiga ditulis /. Selanjutnya
nilai 72 dicoret agar tidak dihitung dua kali.
d. Dan seterusnya sampai nilai data yang terakhir.
Hasilnya dapat dilihat dalam Daftar 1 (4)
DAFTAR 1 (4)
HASIL UJIAN TENGAN SEMESTER STATISTIKA
DARI MAHASISWA PROGRAM S-1
36
Hasil Ujian Tally Banyak Mahasiswa
61 – 65 //// 4
66 – 70 //// //// 9
71 – 75 //// //// / 11
76 – 80 // 2
81 – 85 //// 4
86 – 90 //// // 7
91 – 95 /// 3
Jumlah 40
38
dari tabel distribusi (frekuensi rekatif dapat dilihat dalam Daftar 2
(1).
DAFTAR 2 (1)
BENTUK TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI RELATIF
f1
f1' 5
100%
dengan:
f
i 1
i
f2
f 2' 5
100%
f
i 1
i
f3
f 3' 5
100%
f
i 1
i
f4
f 4' 5
100%
f
i 1
i
39
f5
f 5' 5
100%
f
i 1
i
40
Secara umum, kedua bentuk tabel distribusi frekuensi
kumulatif tersebut masing-masing dapat dilihat dalam Daftar 2 (2)
dan Daftar 2 (3).
DAFTAR 2 (2)
BENTUK UMUM TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI
KUMULATIF “KURANG DARI”
DAFTAR 2 (3)
BENTUK UMUM TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI
KUMULATIF “ATAU LEBIH”
dengan: f1’, f2’, f3’, f4’ dapat dilihat dalam Daftar 2 (1).
Jika jumlah frekuensi relatif dalam tabel distribusi frekuensi
relatif tidak sama dengan 100%, maka pada tabel distribusi frekuensi
relatif kumulatif “kurang dari” perlu diperhatikan dua hal sebagai
berikut:
1. Pada kelas interval terakhir (yaitu kurang dari k), nilai
frekuensi relatif kumulatifnya, tetap ditulis 100.
42
2. Di bawah tabel dibuat catatan yang berisi pernyataan sebagai
berikut:
“FREKUENSI RELATIF KUMULATIF UNTUK KELAS
INTERVAL TERAKHIR TIDAK SAMA DENGAN 100,
KARENA ADANYA PEMBULATAN BILANGAN”
Bentuk umum dari tabel distribusi frekuensi relatif kumulatif “atau
lebih” dapat dilihat dalam Daftar 2
DAFTAR 2 (5)
BENTUK UMUM TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI
RELATIF KUMULATIF “ATAU LEBIH”
dengan: f2’, f3’, f4’ dan f5’ dapat dilihat dalam Daftar 2 (1).
Jika jumlah frekuensi relatif dalam tabel distribusi frekuensi
relatif tidak sama dengan 100%, maka pada tabel distribusi frekuensi
relatif kumulatif “atau lebih” perlu diperhatikan tiga hal sebagai
berikut:
1. Pada kelas interval pertama (yaitu a atau lebih), nilai
frekuensi relatif kumulatifnya tetap ditulis 100.
43
2. Di bawah tabel dibuat catatan yang berisi pernyataan sebagai
berikut:
“FREKUENSI RELATIF KUMULATIF UNTUK KELAS
INTERVAL PERTAMA TIDAK SAMA DENGAN 100,
KARENA ADANYA PEMBULATAN BILANGAN”.
3. Jangan sekali-kali menghitung frekuensi relatif kumulatif
untuk kelas interval kedua sampai kelas interval terakhir
sebelumnya yang terdekat sebagai berikut:
Untuk kelas interval c atau lebih:
frel kum = 100 – f2’
Untuk kelas interval e atau lebih:
frel kum = (100 – f1’) – f2’
Untuk kelas interval g atau lebih:
frel kum = (100 – f1’- f2’) – f3’
Contoh 5:
Salin kembali data mengenai hasil ujian tengah semester, mata
kuliah Statistika dari mahasiswa Program S-1 Jurusan Pendidikan
Matematika di Sebuah Universitas yang sudah disusun dalam tabel
distribusi frekuensi, seperti nampak dalam Daftar 1 (6).
Hasil Ujian Banyak Mahasiswa
44
61 – 65 4
66 – 70 9
71 – 75 11
76 – 80 2
81 – 85 4
86 – 90 7
91 – 95 3
Jumlah 40
45
2
frel = 100% 5,0%
40
e. Untuk kelas interval kelima (81 – 85)
4
frel = 100% 10,0%
40
f. Untuk kelas interval keenam (86 – 90)
7
frel = 100% 17,5%
40
g. Untuk kelas interval ketujuh (91 – 95)
3
frel = 100% 7,5%
40
Hasil tabelnya dapat dilihat dalam Daftar 2 (6)
DAFTAR 2 (6)
TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI RELATIF
HASIL UJIAN TENGAH SEMESTER STATISTIKA
DARI MAHASISWA PROGRAM S -1
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEBUAH
UNIVERSITAS
Hasil Ujian Banyak Mahasiswa
61 – 65 10,0
66 – 70 22,5
71 – 75 27,5
76 – 80 5,0
46
81 – 85 10,0
86 – 90 17,5
91 – 95 7,5
Jumlah 100,0
47
Data yang nilainya kurang dari 86 adalah 61 sampai
85, sehingga frekuensi kumulatifnya 4 + 9 + 11 + 2
+4 = 30.
g) Untuk kelas interval ketujuh (kurang dari 91).
Data yang nilainya kurang dari 91 adalah 61 sampai
90, sehingga frekuensi kumulatifnya 4 + 9 + 11 + 2
+4 + 7= 37.
h) Untuk kelas interval kedelapan (kurang dari 96).
Data yang nilainya kurang dari 96 adalah 61 sampai
95, sehingga frekuensi kumulatifnya 4 + 9 + 11 + 2
+4 + 7 + 3 = 40.
Hasil tabelnya dapat dilihat dalam Daftar 2 (7)
DAFTAR 2 (7)
TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI
KUMULATIF “KURANG DARI”
HASIL UJIAN TENGAH SEMESTER STATISTIKA
DARI MAHASISWA PROGRAM S -1
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEBUAH
UNIVERSITAS
Hasil Ujian f kum
kurang dari 61 0
kurang dari 66 4
kurang dari 71 13
kurang dari 76 24
kurang dari 81 26
48
kurang dari 86 30
kurang dari 91 37
kurang dari 96 40
49
f) Untuk kelas interval keenam (86 atau lebih)
Data yang nilainya 86 atau lebih adalah dari 86
sampai 95, sehingga frekuensi kumulatifnya 7+3
= 10.
g) Untuk kelas interval ketujuh (91 atau lebih)
Data yang nilainya 91 atau lebih adalah dari 91
sampai 95, sehingga frekuensi kumulatifnya 3.
h) Untuk kelas interval kedelapan (96 atau lebih)
Karena tidak ada data yang nilainya 96 atau lebih,
maka frekuensi kumulatifnya 0 (nol).
Hasil tabelnya dapat dilihat dalam Daftar 2 (8).
DAFTAR 2 (8)
TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI
KUMULATIF “ATAU LEBIH”
HASIL UJIAN TENGAH SEMESTER STATISTIKA
DARI MAHASISWA PROGRAM S -1
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEBUAH
UNIVERSITAS
Hasil Ujian f kum
61 atau lebih 40
66 atau lebih 36
71 atau lebih 27
76 atau lebih 16
81 atau lebih 14
86 atau lebih 10
91 atau lebih 3
96 atau lebih 0
50
4) Tabel distribusi Frekuensi Relatif Kumulatif “kurang dari”
a) Untuk kelas interval pertama (kurang dari 61)
Karena tidak ada nilai data yang kurang dari 61,
maka frekuensi relatif kumulatifnya = 0%.
b) Untuk kelas interval kedua (kurang dari 66)
Data yang nilainya kurang dari 66, adalah 61 sampai
65, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya = 4 =
10,0%.
c) Untuk kelas interval ketiga (kurang dari 71)
Data yang nilainya kurang dari 71, adalah 61 sampai
70, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya = (10,0 +
22,5)% = 32,5%.
d) Untuk kelas interval keempat (kurang dari 76)
Data yang nilainya kurang dari 76, adalah 61 sampai
75, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya = (10,0 +
22,5 + 27,5)% = 60,0%.
e) Untuk kelas interval kelima (kurang dari 81)
Data yang nilainya kurang dari 81, adalah 61 sampai
80, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya = (10,0 +
22,5 + 27,5 + 5,0)% = 65,0%.
f) Untuk kelas interval keenam (kurang dari 86)
Data yang nilainya kurang dari 86, adalah 61 sampai
85, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya = (10,0 +
22,5 + 27,5 + 5,0 + 10,0)% = 75,0%.
51
g) Untuk kelas interval ketujuh (kurang dari 91)
Data yang nilainya kurang dari 91, adalah 61 sampai
90, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya = (10,0 +
22,5 + 27,5 + 5,0 + 10,0 + 17,5)% = 92,5%.
h) Untuk kelas interval ketujuh (kurang dari 96)
Data yang nilainya kurang dari 96, adalah 61 sampai
95, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya = (10,0 +
22,5 + 27,5 + 5,0 + 10,0 + 17,5 + 7,5)% = 100,0%.
Hasil tabelnya dapat dilihat dalam Daftar 2 (9).
DAFTAR 2 (9)
TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI RELATIF
KUMULATIF “KURANG DARI”
HASIL UJIAN TENGAH SEMESTER STATISTIKA
DARI MAHASISWA PROGRAM S -1
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEBUAH
UNIVERSITAS
Hasil Ujian f rel kum (%)
kurang dari 61 0
kurang dari 66 10,0
kurang dari 71 32,5
kurang dari 76 60,0
kurang dari 81 65,0
kurang dari 86 75,0
kurang dari 91 92,5
kurang dari 96 100,0
52
5) Tabel distribusi frekuensi relatif kumulatif “atau lebih”
a) Untuk kelas interval pertama (61 atau lebih)
Data yang nilainya 61 atau lebih adalah 61 sampai
95, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya (10,0 +
22,5 + 27,5 + 5,0 + 10,0 + 17,5 + 7,5)% = 100,0%.
b) Untuk kelas interval kedua (66 atau lebih)
Data yang nilainya 66 atau lebih adalah 66 sampai
95, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya (22,5 +
27,5 + 5,0 + 10,0 + 17,5 + 7,5)% = 90,0%.
c) Untuk kelas interval ketiga (71 atau lebih)
Data yang nilainya 71 atau lebih adalah 71 sampai
95, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya (27,5 +
5,0 + 10,0 + 17,5 + 7,5)% = 67,5%.
d) Untuk kelas interval keempat (76 atau lebih)
Data yang nilainya 76 atau lebih adalah 75 sampai
95, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya (5,0 +
10,0 + 17,5 + 7,5)% = 40,0%.
e) Untuk kelas interval kelima (81 atau lebih)
Data yang nilainya 81 atau lebih adalah 80 sampai
95, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya (10,0 +
17,5 + 7,5)% = 35,0%.
f) Untuk kelas interval keenam (86 atau lebih)
53
Data yang nilainya 86 atau lebih adalah 86 sampai
95, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya (17,5 +
7,5)% = 25,0%.
g) Untuk kelas interval ketujuh (91 atau lebih)
Data yang nilainya 91 atau lebih adalah 91 sampai
95, sehingga frekuensi relatif kumulatifnya 7,5%.
h) Untuk kelas interval kedelapan (96 atau lebih)
Karena tidak ada nilai data 96 atau lebih, maka
frekuensi relatif kumulatifnya 0%.
Hasil tabelnya dapat dilihat dalam Daftar 2 (10).
DAFTAR 2 (10)
TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI
RELATIF KUMULATIF “ATAU LEBIH”
HASIL UJIAN TENGAH SEMESTER STATISTIKA
DARI MAHASISWA PROGRAM S -1
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEBUAH
UNIVERSITAS
Hasil Ujian f rel kum (%)
61 atau lebih 100,0
66 atau lebih 90,0
71 atau lebih 67,5
76 atau lebih 40,0
81 atau lebih 35,0
86 atau lebih 25,0
91 atau lebih 7,5
96 atau lebih 0
LATIHAN
54
1. Berikut ini diberikan data mengenai jumlah siswa laki-laki
dan perempuan dari SD, SMP dan SMA yang terdapat di
kota A, B, C. Di Kota A jumlah siswa SD diperinci: 725
orang laki-laki dan 670 orang perempuan, jumlah siswa SMP
diperinci: 510 orang laki-laki dan 400 orang perempuan dan
jumlah siswa SMA diperinci: 520 orang laki-laki dan 470
orang perempuan.
Di kota B jumlah siswa SD diperinci: 875 orang laki-laki
dan 800 orang perempuan, jumlah siswa SMP diperinci: 620
orang laki-laki dan 610 orang perempuan, dan jumlah siswa
SMA diperinci: 515 orang laki-laki dan 505 orang
perempuan.
Di kota C jumlah siswa SD diperinci: 660 orang laki-laki
dan 720 orang perempuan, jumlah siswa SMP diperinci: 600
orang laki-laki dan 615 orang perempuan, dan jumlah siswa
SMA diperinci: 612 orang laki-laki dan 585 orang
perempuan. Susun data di atas ke dalam tabel: baris-kolom.
2. Lihat kembali data pada soal no. 1 di atas. Susun data di atas
ke dalam tabel kontingensi berukuran 3 × 3.
3. Berikut ini diberikan data mengenai berat badan (dicatat
dalam kg) dari sejumlah mahasiswa yang mengikuti mata
kuliah Statistika Dasar di Jurusan Pendidikan Matematika di
sebuah Universitas.
45,8 46,7 49,0 50,5 45,2 42,9 45,1 49,7
55
48,4 49,4 46,6 50,5 53,5 51,2 49,0 49,4
50,9 42,2 52,1 50,3 48,5 50,8 51,7 55,3
54,9 56,9 54,0 52,3 47,7 56,2 55,0 53,7
54,8 56,4 55,0 60,3 59,3 58,8 55,2 57,0
59,0 59,5 46,7 49,7 60,4 59,3 56,7 54,9
59,1 60,4 50,2 51,7
Susunlah data di atas ke dalam tabel distribusi frekuensi dengan
panjang kelas yang sama dan banyak kelasnya 7 buah.
4) Dari soal no. 3 di atas, susun datanya ke dalam tabel distribusi
frekuensi dengan panjang kelas yang sama dan banyak kelasnya
10 buah.
5) Dari soal no. 3 di atas, susun datanya ke dalam tabel distribusi
frekuensi dengan panjang kelasnya 1,9.
6) Perhatikan Daftar 2 (11) berikut.
DAFTAR 2 (11)
BERAT BADAN BAYI YANG BARU LAHIR
DI RUMAH SAKIT BERSALIN “SEHAT” SELAMA SEBULAN
DICATAT DALAM GRAM
56
7) Dari soal no. 6, buat tabel distribusi frekuensi kumulatif “kurang
dari”.
8) Dari soal no. 6, buat tabel distribusi frekuensi kumulatif “atau
lebih”.
9) Dari hasil jawaban soal no. 6, buat tabel distribusi frekuensi relatif
kumulatif “kurang dari”.
10) Dari hasil jawaban soal no. 6, buat tabel distribusi frekuensi
relatif kumulatif “atau lebih”.
57
BAB III
PENYAJIAN DATA DALAM BENTUK DIAGRAM
61
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
SD SMP SMA SMEA STM
b. Diagram Lingkaran
Diagram lingkaran diartikan sebagai cara penyajian
sekumpulan data ke dalam lingkaran, dengan lingkarannya dibagi
menjadi beberapa bagian sesuai dengan pengklasifikasian datanya.
Dalam menggambarkan diagram lingkaran, data yang digunakan
berupa nama-nama kategori yang masing-masing mempunyai nilai
frekuensinya.
Langkah-langkah dalam membuat diagram lingkaran adalah
sebagai berikut:
a. Ubah nilai data absolut ke dalam bentuk persentase untuk
masing-masing kategori.
62
b. Ubah nilai data dalam bentuk persenutase ke dalam satuan
derajat untuk masing-masing kategori.
c. Buat sebuah lingkaran dengan menggunakan jangka, ukuran
lingkarannya jangan terlalu besar dan jangan terlalu kecil.
d. Masukkan kategori yang pertama dengan menggunakan
busur deraajat. Untuk ini harus dimulai dari titik yang
tertinggi.
e. Masukkan kategori-kategori lainnya ke dalam lingkaran
yang sesuai dengan arah jarum jam.
f. Kemudian untuk setiap kategori yang terdapat dalam
lingkaran, hendaknya diberi corak atau warna yang berbeda.
g. Dan terakhir untuk setiap kategori yang terdapat dalam
lingkaran hendaknya diberi identitas.
1) nama kategori disertai nilai persentasenya.
2) nilai persentasenya saja, sedangkan nama kategorinya
dicantumkan pada catatan tersendiri yang terletak di luar
lingkaran disertai dengan corak atau warna yang sesuai
seperti dalam lingkaran.
Contoh 2:
Lihat kembali data dalam contoh 1 mengenai jumlah siswa
SD, SMP, SMA, SMEA dan STM di kota “X” pada tahun
1990. Gambarkan diagram lingkarannya.
Penyelesaian:
Sebelumnya kita harus mengubah dahulu ke dalam bentuk persentase
untuk masing-masing tingkatan sekolah.
63
1500
SD = ×100 %=27 %
5620
900
SMP = ×100 %=16 %
5620
1100
SMA = ×100 %=20 %
5620
1250
SMEA = ×100 %=22 %
5620
870
STM = ×100 %=15 %
5620
Selanjutnya nilai persentase tersebut diubah ke dalam satuan
derajat untuk masing-masing tingkatan sekolah.
1500
SD = ×360 0=97 0
5620
900
SMP = ×360 0=580
5620
1100
SMA = ×360 0=720
5620
1250
SMEA = ×360 0=790
5620
870
STM = ×360 %=54 0
5620
Diagram lingkarannya dapat dilihat dalam gambar 1 (2)
64
Diagram Lingkaran
Gambar 1 (2)
Keterangan : SD = 27%
SMP = 16%
SMA = 20%
SMEA = 22%
STM = 15%
Diagram titik dapat juga dikatakan sebagai diagram
koordinat karena penyajian data melalui diagram ini hanya
merupakan titik-titik koordinat yang memberikan gambaran antara
data atau variabel yang terdapat di sumbu datar (horizontal) dengan
yang terdapat di sumbu tegak (vertikal). Langkah-langkah
menggambarkannya tidak berbeda jauh dengan langkah-langkah
seperti menggambarkan diagram batang, hanya dalam hal ini, yang
terlihat bukan merupakan batang-batang, melainkan berupa titik-titik
yang merupakan koordinat antara absis dan ordinat.
65
Misalnya contoh di bawah ini mengenai banyaknya
penduduk pada daerah tertentu
Banyak
Penduduk
A B C D E F
Daerah
Gambar 1 (3)
Dalam hal ini, antara daerah yang satu dengan daerah
lainnya terpisah (disjoint) oleh sebab itu kita tidak boleh
66
menghubungkan garis antara dua titik yang berdekatan sehingga
menjadi diagram garis. Kecuali jika sumbu horizontal merupakan
“waktu”, dimana waktu tersebut merupakan variabel yang kontinu.
c. Diagram Garis
Diagram garis adalah diagram yang digambarkan
berdasarkan data waktu, biasanya waktu yang digunakan adalah
tahun atau bulan. Langkah-langkah dalam membuat diagram garis
adalah sebagai berikut:
1) Buatlah dua buah sumbu, yaitu sumbu datar dan sumbu
tegak. Pada sumbu datar biasanya menunjukkan waktu,
sedangkan pada sumbu tegak menunjukkan bilangan
frekuensinya. Dalam pembagian skalanya pada masing-
masing sumbu tidak selalu mengambil skala yang sama.
2) Sesuaikan data pada masing-masing sumbu, artinya data
tahun pada sumbu datar ditarik lurus ke samping kanan,
sehingga memotong pada satu titik.
3) Jika semua data sudah disesuaikan pada masing-masing
sumbu, maka akan terdapat sekumpulan titik-titik.
4) Hubungkan titik-titik tersebut, sehingga akan diperoleh
diagram garis.
5) Di bagian tengah bawah diagram diberi nomor agar lebih
mudah dalam pencarian diagram. Biasanya nomor itu
meliputi bab berapa materi itu sedang dibahas dan nomor
67
urut diagram itu sendiri. Kemudian di bawahnya disertai
penjelasan datanya.
Contoh 3:
Berikut ini diberikan data mengenai jumlah siswa yang diterima di
sebuah SMA dari Tahun 1980 sampai 1986.
Tahun 1980 siswa yang diterima sebanyak 150 orang
Tahun 1981 siswa yang diterima sebanyak 162 orang
Tahun 1982 siswa yang diterima sebanyak 175 orang
Tahun 1983 siswa yang diterima sebanyak 200 orang
Tahun 1984 siswa yang diterima sebanyak 225 orang
Tahun 1985 siswa yang diterima sebanyak 230 orang
Tahun 1986 siswa yang diterima sebanyak 240 orang
Jumlah siswa
250
230
210
190
170
68
150
Tahun
Gambar 1 (4)
d. Diagram Lambang
Diagram Lambang adalah suatu diagram yang merupakan
penyajian data yang berbentuk menggunakan lambing-lambang.
Lambang-lambang yang digunakan harus sesuai dengan obyek yang
diteliti. Misalnya data yang digunakan mengenai jumlah siswa, maka
lambing yang digunakannya adalah gambar orang. Langkah-langkah
dalam membuat diagram lambing adalah sebagai berikut:
1) Kita buat tiga buah kolom, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Kolom pertama berisi nama-nama kategori,
b) Kolom kedua berisi lambing yang digunakan,
c) Kolom ketiga berisi frekuensinya.
2) Di bawah diagram diberi catatan berisi satu lambing
(digambarkan) mewakili sejumlah obyek tertentu. Bilangan
yang dipakai untuk satu lambing ini hendaknya jangan
terlalu besar dan jangan terlalu kecil.
3) Tulis nama kategori pertama dan gambarkan lambangnya
pada kolom lambing serta tuliskan banyak datanya pada
kolom frekuensi.
69
4) Banyaknya lambing yang digambarkan tidak sama dengan
banyaknya yang ada tetapi kalau dikalikan dengan bilangan
yang mewakili satu lambing tersebut sama dengan
frekuensinya. Dengan demikian kemungkinan ada lambang
yang digambarkan secara tidak utuh.
5) Untuk kategori lainnya dapat dilakukan seperti pada kategori
pertama.
6) Di bagian tengah bawah diberi nomor agar lebih mudah
dalam pencarian diagram. Biasanya nomor itu meliputi bab
berapa materi itu sedang dibahas dan nomor urut diagram itu
sendiri. Kemudian di bawahnya disertai penjelasan mengenai
datanya.
Contoh 4: Lihat kembali data dalam contoh 1, mengenai jumlah
siswa SD, SMP, SMEA, dan STM di kota “X” pada tahun 1990.
Gambarkan diagram lambangnya!
Penyelesaian:
Dalam hal ini, setiap lambang yang digunakan untuk mewakili 300
orang. Diagram lambangnya dapat dilihat dalam gambar 1 (5).
SMP 900
70
SMA 1100
SMEA 1250
STM 870
Gambar 1 (5)
71
1. Buat dua sumbu, yaitu sumbu datar dan sumbu tegak. Pada
sumbu datar memuat bilangan yang merupakan batas-batas
semua kelas interval (ada juga yang menggunakan titik tengah
atau tanda kelas untuk setiap kelas interval. Sumbu tegaknya
mengenai nilai frekuensi dari data yang didapat.
2. Untuk kelas interval pertama, pada sumbu datar dibatasi oleh
batas bawahnya dan batas atasnya. Pada batas bawah dan batas
atas masing-masing ditarik garis tegak lurus ke atas sampai
menunjukkan bilangan yang sesuai dengan frekuensi pada
sumbu tegak. Selanjutnya hubungkan kedua ujungnya, sehingga
akan terbentuk sebuah batang yang berupa empat
persegipanjang.
3. Untuk kelas interval kedua, pada sumbu datar dibatasi oleh batas
bawahnya dan batas atasnya. Pada batas bawah dan batas atas
masing-masing ditarik garis tegak lurus ke atas sampai
menunjukkan bilangan yang sesuai dengan frekuensi pada
sumbu tegak. Selanjutnya hubungkan kedua ujungnya, sehingga
akan terbentuk sebuah batang yang berupa empat
persegipanjang. Dalam hal ini batas bawah kelas interval kedua
sama dengan batas atas kelas interval pertama, sehingga garis
yang ditarik tegak lurus akan berhimpit.
4. Untuk kelas interval ketiga, pada sumbu datar dibatasi oleh
batas bawahnya dan batas atasnya. Pada batas bawah dan batas
atas masing-masing ditarik garis tegak lurus ke atas sampai
menunjukkan bilangan yang sesuai dengan frekuensinya pada
72
sumbu tegak. Selanjutnya hubungkan kedua ujungnya, sehingga
akan terbentuk sebuah batang yang berupa empat persegi
panjang. Dalam hal ini, batas bawah kelas interval ketiga sama
dengan batas atas kelas interval kedua, sehingga garis yang
ditarik tegak lurus akan berhimpit.
5. Hal yang sama juga dilakukan pada kelas interval keempat,
kelima, keenam dan seterusnya sampai kelas interval terakhir.
Sehingga akan diperoleh batang-batang yang saling berimpit
dan grafik inilah yang dinamakan histogram.
6. Apabila dari histogram ini, titik-titik tengah sisi atas persegi
panjang dihubungkan satu sama lain dan hubungkan sisi atas
pertama dengan setengah jarak dari panjang kelas yang
diukurkan ke kiri batas bawah kelas interval pertama, serta
hubungkan sisi atas terakhir dengan setengah jarak dari panjang
kelas yang diukurkan ke kanan batas alas interval terakhir, maka
akan diperoleh poligon frekuensi.
7. Di bagian tengah bawah grafik diberi nomor agar lebih mudah
dalam pencarian grafik. Biasanya nomor itu meliputi bab berapa
materi itu sedang dibahas dan nomor untuk grafik itu sendiri.
Kemudian di bawahnya disertai penjelasan datanga.
Contoh 1. Misalkan tinggi badan (dicatat dalam cm) dari
sejumlah mahasiswa angkatan 2014/2015 di
Universitas “A” diberikan dalam tabel berikut.
DAFTAR I
TINGGI BADAN (DALAM CM)
DARI SEJUMLAH MAHASISWA ANGKATAN 1989/1990
DI UNIVERSITAS "A"
73
Tinggi Badan Banyak Mahasiswa
152-154 15
155-157 17
158-160 25
161-163 20
164-166 15
167-169 12
170-172 8
Jumlah 112
Penyelesaian:
74
Gambar 2(1)
HISTOGRAM DAN POLIGON FREKUENSI
TINGGI BADAN (DALAM CM)
DARI SEJUMLAH MAHASISWA ANGKATAN 1989/1990
75
DI UNIVERSITAS “A”
76
2. OGIVE (OZAIV)
77
TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI KUMULATIF "KURANG DARI"
Penyelesaian:
78
Sumbu datarnya berisi bilangan-bilangan 61, 66, 71, 76, 81, 86, 91,
96. Sumbu tegaknya berisi bilangan-bilangan 10, 20, 30, 40.
LATIHAN
79
1) Bagaimana Anda menggambarkan diagram batang jika
datanya mempunyai nilai yang besar semua?
2) Hasil penjualan berbagai barang dari merk “A” (dicatat
dalam unit) selama tahun 1989 adalah:
8)
DAFTAR 2 (1)
TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI KUMULATIF “KURANG DARI”
TINGGI BADAN (DALAM CM)
DARI SEJUMLAH MAHASISWA ANGKATAN 1989/1990
DI UNIVERSITAS “A”
Hasil Tentamen fKum
Kurang dari 152 0
Kurang dari 155 15
Kurang dari 158 32
Kurang dari 161 57
Kurang dari 164 77
Kurang dari 167 92
Kurang dari 170 104
Kurang dari 173 112
Gambarkan ozaiv (ogivnya)
9)
DAFTAR 2 (2)
TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI KUMULATIF “ATAU LEBIH”
TINGGI BADAN (DALAM CM)
81
DAN SEJUMLAH MAHASISWA ANGKATA 1989/1990
DI UNIVERSITAS “A”
Hasil Tentamen fKum
155 atau lebih 112
152 atau lebih 97
158 atau lebih 80
161 atau lebih 55
164 atau lebih 35
167 atau lebih 20
170 atau lebih 8
173 atau lebih 0
82
83
BAB IV
UKURAN PEMUSATAN
A. NILAI RATA-RATA
Nilai rata-rata merupakan salah satu ukuran untuk
memberikan gambaran yang lebih jelas dan singkat tentang
sekumpulan data mengenai sesuatu persoalan, apakah tentang sampel
ataupun populasi selain penyajian melalui daftar atau diagram.
Nilai rata-rata merupakan salah satu dari ukuran gejala pusat.
Nilai rata-rata ini merupakan wakil kumpulan data, atau nilai rata-
rata dianggap suatu nilai yang paling dekat dengan hasil ukuran yang
sebenarnya.
Nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil pengukuran sampel
disebut statistik sedangkan nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil
perhitungan populasi disebut parameter. Jadi untuk ukuran yang
sama dapat disebut statistik dan dapat pula disebut parameter, hal ini
tergantung dari pemakaiannya apakah dalam sampel ataukah dalam
populasi.
Selanjutnya nilai rata-rata dapat dibedakan antara nilai rata-
rata hitung, nilai rata-rata ukur, dan nilai rata-rata harmonis.
Untuk memudahkan membaca, akan digunakan simbol-
simbol seperti: X1, X2 dan seterusnya. Simbol-simbol ini adalah nilai-
nilai data kuantitatif, berfungsi untuk menyatakan banyak data atau
ukuran sampel yang digunakan, sedangkan N untuk menyatakan
ukuran populasi. x́ untuk menyatakan nilai rata-rata dari sampel,
82
sedangkan dari populasi dinyatakan dengan µ. Jadi x́ adalah statistik
sedangkan µ parameter.
1. RATA-RATA HITUNG
Rata-rata hitung merupakan ukuran yang banyak dipakai.
x 1+ x 2 + x 3+ …+ x n
x́=
n
2 x 1 +5 x2 +8 x 3
Maka x́= , di sini Anda dapat lihat bahwa
15
setiap nilai xi 15 mempunyai bobot. Ada yang 2, ada yang 5 dan ada
pula yang 8. Jumlah frekuensi merupakan banyak data (yang berarti
83
Untuk menggunakan rumus di atas, sebaiknya disiapkan dulu
daftar distribusi frekuensi seperti berikut.
xi fi fixi
∑ fi ∑ f i xi
Rumus-rumus yang telah diuraikan di atas, umumnya
digunakan untuk data yang tidak terlalu banyak. Tetapi seandainya n
∑ fi ∑ f i xi
Setiap tanda kelas xi dapat ditentukan nilainya dengan
menghitung
84
1
x i= (bi +ai ). Masih ingat pulakah Anda bahwa kegunaan atau
2
fungsi tanda kelas merupakan wakil nilai-nilai yang terdapat dalam
suatu kelas interval. Oleh sebab itu kita anggap x i sebagai nilai data
bare. Nah sekarang, data yang semula terkelompok seolah-olah telah
berubah menjadi data yang berbobot sehingga kita dapat
mempergunakan lagi rumus
x́= AM + p
∑ fd
n
87
Tetapi harus Anda ingat bahwa untuk meletakkan nilai d
positif atau negatif tergantung dari susunan kelas interval yang Anda
kehendaki. Apakah kelas interval yang Anda susun dari nilai yang
kecil ke yang besar atau sebaliknya. Jika kelas interval yang Anda
susun dari nilai yang kecil ke yang besar maka pada kolom d nilai-
nilai d yang bertanda negatif kita letakkan sebelum nilai d yang
harganya sama dengan nol. Perhatikan contoh tabel berikut.
No. Urut Kelas interval Tanda Kelas (x) f d
1. 13 - 15 14 5 a
2. 16 - 18 17 6 -1
3. 19 - 21 20 7 0
4. 22 - 24 23 2 +1
Jika kelas interval yang Anda susun dari nilai yang besar ke
yang kecil, maka nilai-nilai d yang terletak sebelum nilai d yang
harganya sama dengan nol, haruslah bernilai positif dan sesudahnya
negatif. Untuk lebih jelasnya perhatikanlah contoh berikut.
88
∑ fd , untuk itu pada daftar harus kita lengkapi dengan kolom f.d.
n
No. Urut Kelas Interval fi xi di fidi
89
harmonis yang diberi simbol H dapat ditentukan sebagai berikut
n
H=
1 1 1 1
+ + + …+ atau dapat ditulis secara singkat
x1 x 2 x 3 xn
∑ x i2
NRK =
√ N
23 + 42 +6 2+ 82 = 10,96445 sebab
NRK =
√ 4
i = sampai dengan N
90
Biasanya NRK ini digunakan dalam ilmu-ilmu Fisika,
Teknik yang banyak hubungannya dengan Fisika.
Contoh-contoh
1) Nilai rata-rata dari 25, 23, 26 dan 30 dapat kita tulis x i= 23; x2 =
25; x3=26 dan x4=30
∑ x i = 23 + 25 + 26 + 30 = 104; n = 4 maka
104
x́= =26
4
2) Hitung nilai rata-rata dari nilai berbobot di bawah ini.
xi fi fixi ∑ f i xi =476
17 2 34
n=∑ f i=17
20 5 100
31 6 186 476
x́= =28
17
39 4 156
17 476
91
Jumlah 80 6130
6130
∑ f i=80; ∑ f i xi= 6130 maka x́= 80
=76,25
9
x́=75,5+10. =75,5+1,125=76,625
80
92
1
( 81+90 ) =85,5.
2
71
∑ f . d=−71 maka x́=85,5−10 80 =85,5−8,875=76,625
Ternyata hasilnya tetap sama
6) Hitung nilai rata-rata dari 560, 8, 33, 136, 17, 67, 275. Jika data
itu Anda susun, kita, peroleh hasil penyusunan sebagai berikut 8
17, 33, 67, 136, 275, 560 dan kalau Anda bandingkan antara dua
93
U = √7 8.17 .33 .67.136 .275 .560=67,3683 hasil ini didapat
dengan mempergunakan calculator. Anda dapat pula
menghitungnya dengan mempergunakan daftar log.
1
log U = (log 8 + log 17 + log 33 + log 67 + log 136 + log
7
275 + 7 log 560)
1
= (0,9031 + 1,2304 + 1,5185 + 1,8261 + 2,1335 +
7
2,4548 + 2,7482) = 1,8307
U = 67,7174
Kenapa hasilnya lain? Oleh karena bekerja dengan logaritma banyak
sekali pembulatan-pembulatan.
95
dengan pulau Bali. Hal ini disebabkan karena pulau Bali merupakan
gejala yang paling sering mereka dengar dan mereka ketahui.
Jika Anda mengajar dalam kelas tertentu, kebetulan salah
seorang murid Anda membuat kegaduhan ketika Anda mengajar.
Biasanya Anda menyimpulkan bahwa kelas itu merupakan kelas
yang gaduh. Ini disebabkan karena kegaduhan saat Anda mengajar
yang memberikan kesan seolah-olah begitulah kelas itu seharusnya.
Bagi seorang guru "tidak baik" berkata demikian. Janganlah
beranggapan bahwa sesekali seseorang anak berbuat kesalahan maka
selamanya anak tersebut dianggap sebagai anak yang nakal, anak
yang selalu berbuat kesalahan. Atau mungkin sebaliknya, sekali anak
memperoleh nilai baik, untuk selanjutnya anak itu dianggap sebagai
anak yang pandai. Semua ini disebabkan karena pengaruh kesan
pertama yang memberikan rangsangan lebih, seolah-olah begitulah
gejala itu selamanya.
Negara kita sudah bebas buta huruf, artinya frekuensi yang
bebas buta huruf jauh lebih besar dari orang-orang yang masih buta
huruf. Oleh sebab itu Anda tidak usah heran kalau masih banyak
orang yang masih buta huruf. Dan banyak lagi kesimpulan-
kesimpulan yang diambil, semuanya berdasarkan modus. Kematian
di beberapa tempat disebabkan karena wabah malaria, kebanyakan
kecelakaan lalu lintas umumnya karena kecerobohan pengemudi, ini
berarti masing-masing merupakan modus penyebab kematian pada
kecelakaan lalu lintas.
Modus untuk data kuantitatif ditentukan dengan melihat frekuensi
96
tertinggi, misalnya: gejala A ada 5, gejala B ada 11, gejala C ada 19,
gejala D ada 17 dan gejala E ada 10. Gejala dengan, frekuensi
tertinggi adalah gejala C maka dikatakan modusnya adalah C atau
ditulis Mo = gejala C.
Contoh lain misalnya:
Data xi f
20 81
22 56
25 98
29 75
30 72
97
p = Panjang kelas interval.
Perlu diperhatikan istilah "sebelum" dan "sesudah" nya
tergantung dari susunan kelas interval, misalnya:
No. Urut Kelas Interval f
1. ________ f1
2. ________ f2
3. ________ f3
4. ________ f4
5. ________ f5
98
2. MEDIAN
Median adalah nilai data yang terletak di tengah setelah data
itu disusun menurut urutan nilainya sehingga membagi dua sama
besar. Maksudnya, jika median kita sebut Me maka terdapat 50%
dari banyak data yang nilainilainya paling tinggi atau sama dengan
Me dan 50% lagi paling rendah atau sama dengan Me.
Kelompok A Me KelompokB
50% 50%
Nilai tertinggi untuk kelompok A = Me
Nilai tertentu untuk kelompok B = Me
99
10+15
Me= =12,5
2
Untuk data yang terkelompok, artinya yang disusun dalam
daftar distribusi frekuensi, Me dapat dihitung dengan rumus berikut:
n
Me=Bb+ p
2
( )
−F
fm
100
Hubungan empiris yang dapat diandalkan untuk ketiga
besaran pusat kecenderungan itu:
Mo + 2M = 3Me
15 25 21 16 20 17 19 25 21 15 17 16 19 20 17
20 15 25 16 21 19 16 17 25 19 21 20 19 19 21
17 20 16 21 20 21 16 20 17 19 20 19 17 21 19
20 16 19 19 17 20 21 19 19 21 19 17 20 19 15
Jawaban:
Nilai minimum = 15 dan nilai maksimum 25 Rentang = 25 - 15
paling banyak sama dengan 10.
101
8. 23 0
9. 24 0
10. 25 //// 4
Jumlah 60
10
kelas interval hasilnya antara 3 dan 4.
3
Jumlah 60 60
102
6
dan b2 = 26 - 10 = 16, p= 3 maka Mo = 17,5 + 3 ( 6+16 ) =
18,32
Coba Anda bandingkan dengan hasil perhitungan pada contoh 1.
3) Sehubungan dengan daftar distribusi frekuensi pada contoh 2
hitunglah nilai Me.
1 15- 17 20 20
2 18-20 26 46
3 21 -23 10 56
4 24-26 4 60
Jumlah 60
103
Maka Me = 17,5 + 3 ( 30−20
26 )
= 17,5 + 1,1538 = 18,65
LATIHAN
1) Perhatikan daftar di bawah ini
Jenis Barang Disimpan Rusak % Rusak)
A 100 96 96
B 200 92 46
C 160 80 50
D 80 60 75
Jumlah 540 328 ?
Hitung Me
106
107
108
BAB V
UKURAN LOKASI DAN DISPERSI
106
i
Letak Ki = (n + 1), misalnya ada sekelompok data 2, 5, 7, 9, 4
4
1 1
di mana n = 5. Letak K1 = (5 + 1) = 1 . Artinya nilai K, terletak
4 2
1
antara data ke 1 dan data ke 2. Besarnya = nilai data ke 1 + (nilai
2
1 1
data ke 2 - nilai data ke l) = 2 + (5-2)=3 .
2 2
2
Letak K2 = (5 + 1) = 3, artinya nilai K 2 terletak pada data ke 3.
4
Besarnya nilai data ke 3 = 7.
3 1
Letak K3 = (5 + 1) = 4 , artinya nilai K3 terletak antara data ke 4
4 2
1
dan ke 5. Besarnya = nilai data ke 4 + (nilai data ke 5 - nilai data
2
1
ke 4) = 7+ (9-7)=8.
2
Contoh
Ditentukan data tersebar dengan susunan sebagai berikut:
9, 9, 10, 13, 14, 17, 19, 19, 21, 22, 23, 25, 25, 29, 33, 35, 35, 39, 43,
47.
a) Tentukan nilai K3.
Jawab:
107
3 3
n = 20, letak K3 = (20+1)= 15
4 4
3
Nilai K3 = nilai data ke 15 + (nilai data ke 16 - nilai data ke
4
15)
3 1
= 33+ (35 - 33) = 34 .
4 2
b) Tentukan nilai K1
Jawab:
1 1
Letak K1 = (20 + 1) = 5
4 4
1
Nilai K1 = nilai data ke 5 + (nilai data ke 6 - nilai data ke 5)
4
1 3
= 14+ (17-14)= 14 .
4 4
b. Desil
Jika kumpulan data dibagi menjadi 10 bagian yang sama
banyak maka tiap bagian disebut "perseputuhan" atau disebut "desil".
Seperti halnya dengan kuartil begitu pula pada desil (D 1) akan
terdapat D1, D2, D3, ..., D9.
i
Letak Di = (n + 1), i = 1, 2, 3, …, 9.
10
Contoh
1) Misalkan n = 25 dan kita akan mencari nilai D7.
108
Jawab:
7
Letak D7 = (25 + 1) = 18,2 artinya letak nilai D 7 antara data
10
ke 18 ke 19 Besarnya nilai D7 = nilai data ke 18 + 0, 2 nilai data
ke 19 - nilai data ke 18).
2) Tentukan nilai D6 dari data tersebar di bawah ini:
9, 9, 10, 13, 14, 17, 19, 19, 21, 22, 23, 25, 27, 29, 33, 35, 35, 39,
43, 47. Jawab:
6
n = 20, letak D6 = (20 + 1) = 12,6
10
Nilai D6 = nilai data ke 12 + 0,6 (nilai data ke 13 - nilai data ke
12) = 25 + 0,6 (27 - 25)= 26,2.
c. Persentil
Persentil (Pi) merupakan ukuran lokasi yang paling halus
karena pembagiannya 1 s/d 99.
i
Letak Pi = (n + 1); i = 1, 2, 3,...99.
100
Contoh
1) Misalkan banyaknya data (n) = 50 akan dicari nilai P57.
Jawab:
57
Letak P57 = (50 + 1) = 29,07, artinya letak nilai P 57 antara
100
data ke 29 dan data ke 30.
Besar nilai P57 = nilai data ke 29 + 0,07 (nilai data ke 30 - nilai
data ke 29).
109
2) Tentukan nilai P38 dari data tersebar di bawah ini:
9, 9, 10, 13, 14, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 27, 29, 33, 35, 35, 39,
43, 47. Jawab:
38
Letak P38 = (20 + 1) = 7,98, artinya letak nilai P38 antara
100
data ke 7 dan ke 8.
Besarnya nilai P38 = nilai data ke 7 + 0,98 (nilai data ke 8 - nilai
data ke 7) = 19 + 0,98 (20 - 19) = 19,98.
2. DATA TERKELOMPOK
Penulis yakin bahwa Anda masih ingat akan rumus median
untuk data terkelompok.
n
Me=Bb+ p
2
−F
[ ]
f Me
1
Artinya untuk K1 tergantung dari nilai n; untuk K2 tergantung dari
4
2 3
n; dan untuk K3 tergantung dari n. Dengan demikian bentuk
4 4
110
umum nilai kuartil untuk data terkelompok:
i
K i=Bb+ p
4
[ ]
n−F
fK
, i=1, 2,3
i
i = 1, 2, 3, … 9.
Bb = Batas bawah kelas interval yang mengandung Di
P = Panjang kelas interval
n = Banyak data.
F = Frekuensi kumulatif sebelum Di.
fD 1
= Frekuensi kelas interval yang mengandung Pi.
111
i
Nilai Pi=Bb+ p
100
fP [
n−F
i
]
i = 1, 2, 3, … 9.
Bb = Batas bawah kelas interval yang mengandung Pi
P = Panjang kelas interval
n = Banyak data.
F = Frekuensi kumulatif sebelum Pi.
fP 1
= Frekuensi kelas interval yang mengandung Pi.
Contoh :
Pada data terkelompok yang berdistribusi sebagai berikut :
No. Urut Kelas Interval F Fk
1 10- 14 2 2
2 15- 19 3 5
3 20-24 5 10
4 25-29 6 16
5 30-34 7 23
6 35-39 8 31
7 40-44 9 40
8 45-49 11 51
9 50-54 13 64
10 55-59 8 72
11 60-64 4 76
12 65-69 3 79
13 70-74 1 80
Jumlah 80
112
3
K3 terletak pada interval nomor 9 sebab n paling sedikit harus
4
sama 4 dengan 60.
Bb = 49,5
P =5
F = 51
fk3 = 13
60−51
maka nilai K3 = 49,5+ 5 [ 13 ]
=52,96.
113
18,4−16
fP23 = 7 maka nilai P23 = 49,5+ 5 [ 7 ]=31,21.
B. UKURAN DISPERSI
1. UKURAN DISPERSI DENGAN RANGE ATAU RENTANG
Dalam suatu kelompok data kuantitatif mempunyai nilai data
minimum. dan nilai data maksimum. Jarak antara kedua nilai ekstrim
itu disebut "rentang" atau "range" yang diberi simbol dengan huruf
"R".
R inilah yang disebut dengan Dispersi dengan rentang
RAK = K3 – K1
1 1
RSK = RAK = (K3 – K1)
2 2
RS=
∑|x i− x́|
n
115
4. UKURAN DISPERSI DENGAN SIMPANGAN BAKU
Penulis baru saja menjelaskan pada Anda tentang "rata-rata
simpangan". Nilai ini mempunyai kelemahan sebagai akibat bekerja
dengan bilangan mutlak. Jika kita ambit contoh:
|−4|+|−6|+|3| 1
=4
3 3
Sebenarnya terdapat rentang antara nilai maksimum dan nilai
minimum sebesar 9. Tetapi lain halnya dengan:
4+ 6+3 1
=4
2 2
Rentang antara nilai maksimum dan minimum sama dengan
3, padahal mempunyai rata-rata simpangan yang sama. Oleh sebab
itulah nilai rata-rata simpangan tidak dapat membedakan antara
rentang yang lebih besar dengan rentang yang lebih sempit.
Untuk mengatasi kelemahan rata-rata simpangan ini,
dipelajari nilai "simpangan baku". Ukuran penyimpangan inilah yang
umum banyak dipakai.
Kuadrat dari simpangan baku disebut varian. s merupakan
simbol dari simpangan baku suatu sampel sedangkan σ merupakan
simbol simpangan baku suatu populasi.
Jika kita mempunyai sampel berukuran n dengan data x 1, x2,
x3, --- xn dan nilai rata-rata K dan setiap selisih antara K dan xi
dikuadratkan sehingga tidak akan ada lagi masalah negatif atau
positif maka
116
2 2 2
2 ( x 1−x́ ) + ( x 2−x́ ) +…+ ( x n− x́ )
s=
n−1
s2=
∑ ( x i−x́ )2
n−1
∑ ( x i−x́ )2
2
s=
√ n−1
117
s 2
=
∑ ( x i−x́ )2 = ∑ ( x 21−2 x i x́+ x́ 2 )
n−1 n−1
=
∑ ( x 21−2 x́ ∑ x i + ∑ x́ 2 )
n−1
∑ x12−2 x́ ∑ x i+ n x́ 2
=
n−1
∑ xi ∑ x 2i
=
2
∑ x −2 x́
1 +n
n [ ]
n
n−1
2
n ∑ x2i −2 ( ∑ x i) + 2
=
n(n−1)
2
n ∑ x2i −( ∑ x i )
=
n(n−1)
2 2
s =
√
n ∑ x i − ( ∑ x i)
n (n−1)
118
Daftar yang dibutuhkan untuk perhitungan :
x1 fi 2 2
( x i−x́ ) ( x i−x́ ) f i ( x i− x́ )
2
n ∑ f i x2i −( ∑ f i x i )
Atau s =
√ n(n−1)
Daftar yang diperlukan untuk perhitungan :
x1 fi x 2i fixi f i x 2i
d =
( x i−x́ ) xi = dp + x́ , ini kita substitusikan
p
pada
2
2 n ∑ f i x 2i −( ∑ f i x i )
s =
n(n−1)
2
= n ∑ ( dp+ x́ ) −¿ ¿ ¿ ¿
= n ∑ f i (d ¿ ¿ 2 p 2+ x́ 2 +2 dp x́)−¿ ¿¿ ¿ ¿
=
2
[
np2 ∑ f i d 2 +n2 x́2 +2 pn x́ ∑ f i d− p2 ( ∑ f i) + 2 pn x́ ∑ f i d+ n2 x́ 2 ]
n(n−1)
2
np2 ∑ f i d 2 + p2 ( ∑ f i d )
=
n( n−1)
2 2
p 2 ∑ f i d 2 p (∑ f i d )
= −
n(n−1) n(n−1)
120
Contoh :
1) Ditentukan data tersebar sebagai berikut : 25, 37, 28, 29, 35, 30,
21, 31.
Tentukan rata-rata simpangannya.
Jawab :
x́=
∑ x i = 236 =29,5
n 8
RS =
|25−29,5|+|37−29,5|+|28−29,5|+|29−29,5|+|35−29,5|+|30−29,5|
8
30
= =3,75
8
Tentukan pula simpangan bakunya.
Jawab :
s2 =
∑ ( x i−x́ )2
n−1
+(35−29,5)2+(30−29,5)2 +(21−29,5)2+(31−29,5)2
8−1
184
= =26,2857 s = √ 26,2857=5,13
7
121
2) Ditentukan data tersebar 25, 30, 29, 25, 25, 30, 29, 35, 26, 30,
27, 30, 28, 29, 27, 29, 30, 28, 35. Hitung simpangan baku
dengan rumus untuk data berbobot!
Jawab :
2
x1 Turus fi fixi ( x i−x́ ) ( x i−x́ ) f i ( x i− x́ )2
25 /// 3 75 -3.85 14,8225 44,4675
26 / 1 26 -2.85 8,1225 8,1225
27 // 2 54 -1,865 3,4225 6,8450
28 // 2 56 -0,85 0,7225 1,4450
29 //// 4 116 0,15 0,0225 0,0900
30 //// / 6 180 1,15 1,3225 7,9350
35 // 2 70 6,15 37,8225 75,6450
Jumlah 20 577 144,5500
x́=
∑ f i x i = 577 =28,85
n 20
∑ f i ( x i− x́ )2
s=
√ n−1
144,55
¿
√ 19
=2,76
( 20 ) ( 16791 )−5772
s=
√ ( 20 ) (19)
=2,76
44
Untuk banyak kelas interval sama dengan 6; p = = 7 atau 8.
6
44
Untuk banyak kelas interval sama dengan 7, p = = 6 atau 7.
6
123
Dalam hal ini kita ambil p = 7 merupakan nilai rata-rata antara 6 dan
8.
Lakukan tabulasi (menurus) !
No. Urut Kelas Interval Turus f
1 53 – 59 // 2
2 60 – 66 //// // 7
3 67 – 73 //// // 7
4 74 – 80 //// //// / 11
5 81 – 87 //// // 7
6 88 – 94 //// 4
7 95 – 101 /// 2
Jumlah 40
∑ f i ( x i− x́ )2
s=
√ n−1
Tanda
No. Kelas
Urut Interval
f Kelas ( x i−x́ ) ( x i−x́ )2 f i ( x i− x́ )2
(xi)
1 53 – 59 2 56 -19,95 398,0025 796,0050
2 60 – 66 7 63 12,95 167,7025 1173,917
3 67 – 73 7 70 -5,95 35,4025 5
4 74 – 80 11 77 1,05 1,1025 247,8175
5 81 – 87 7 84 8,05 64,8025 12,1275
6 88 – 94 4 91 15,05 226,5025 453,6175
7 95 – 101 2 98 22,05 486,2025 906,0100
972,4050
Jumlah 40 4561,900
0
124
x́ dapat dicari dengan rumus
∑ f i x i , diperoleh = 75,95
n
4561,9
s=
√ 38
=10,82
s= p
√ ∑ f i d2 − ∑ f i d2
n [ n ]
Akan jauh lebih sederhana dan lebih mudah
No.
Kelas Interval fi d fid fid2
Urut
1 53 – 59 2 -3 -6 18
2 60 – 66 7 -2 -14 28
3 67 – 73 7 -1 -7 7
4 74 – 80 11 0 0 0
5 81 – 87 7 7 7 7
6 88 – 94 4 4 8 16
7 95 – 101 2 2 6 18
Jumlah 40 -6 94
94 6 2
s=7
√ −( ) =10,68
40 40
Mengapa berbeda hasil? Karena dengan cara koding ini kita
telah mengadakan pendekatan n cukup besar maka n – 1 sama
dengan n.
125
LATIHAN
1) Jelaskan arti Ki = 28; D7 = 7 dan P10 = 65.
2) Data tersebar 31, 31, 35, 36, 39, 40, 43, 47, 50, 53, 55, 55,
59, 60, 62, 69, 70, 75, 79, 82, 85, 87, 87, 88, 90. Hitung
nilai K3, D4, dan P67. Hitung pula nilai K2, D5, dan P50.
3) Dari data terkelompok dengan distribusi frekuensi sebagai
berikut:
No. Urut Kelas Interval f fk
1 31 -37 1 1
2 38-44 2 3
3 45-51 5 8
4 52-58 12 20
5 59-65 23 43
6 66-72 18 61
7 73-79 10 71
8 80-86 5 76
9 87-93 3 79
10 94- 100 1 80
127
128
BAB VI
UKURAN KEMIRINGAN, UKURAN KERUNCINGAN DAN
KURVA NORMAL
A. UKURAN KEMIRINGAN
Misalkan kita mempunyai sekumpulan data populasi.
Apabila digambarkan grafiknya maka akan diperoleh beberapa
macam model distribusinya. Dari beberapa model distribusi tersebut
ada enam model yang dikaitkan dengan ukuran kemiringan dan
ukuran keruncingan. Oleh karena itu berikut ini akan dibahas kedua
macam ukuran tersebut.
Ukuran kemiringan adalah ukuran yang menyatakan sebuah
model distribusi yang mempunyai kemiringan tertentu. Apabila
diketahui besamya nilai ukuran ini maka dapat diketahui pula
bagaimana model distribusinya, apakah distribusi itu simetrik, positif
atau negatif.
Berikut ini diberikan ketiga macam model distribusi tersebut.
x́−Mo
Koefisien kemiringan=
s
3( x́ −Me)
Koefisien kemiringan=
s
K 3−2 K 2 + K 1
Koefisien kemiringan=
K 3 −K 1
Contoh
Misalkan berat badan bayi (dicatat dalam kg) yang baru lahir
selama seminggu tertentu di rumah sakit bersalin "Sehat" dapat
dilihat-dalam tabel berikut.
Berat Badan bayi yang Baru lahir (dalam kg)
Selama Seminggu tertentu di Rumah Sakit Bersalin "Sehat"
3 = 5 dan f K = 5.
1
Jadi:
7−5
K1 = 2,85 + 0,2 ( ) - 2,85 + 0,08 = 2,93
5
Untuk kuartil kedua, (K2)
Kelas kuartil kedua adalah sebuah kelas interval yang frekuensinya
apabila dijumlahkan dari frekuensi kelas interval pertama mencapai
paling sedikit
2 2
n , yaitu= x 28 orang=14 orang
4 4
129
Ternyata kelas kuartil kedua terletak pada kelas interval keempat,
karena jumlah frekuensinya (2 + 3 + 5 + 7) orang = 17 orang.
Sehingga kita bisa menghitung besaran-besaran yang diperlukan
dalam rumus kuartil kedua, yaitu b = 3,1 - 0,05 = 3,05; P 3,3 - 3,1 =
0,2; F= 2 + 3 + 5 = 10 dan f K = 7.
2
Jadi:
= 0,2; F = 2 + 3 + 5 + 7 = 17 dan f K = 6.
3
Jadi:
130
−0,01
Sehingga, koefisien kemiringannya = =−0,022.
0,45
1
( K −K 1 )
2 3
K=
P90 −P 10
131
dengan: K1 = Kuartil kesatu
K3 = Kuartil ketiga
P10 = Persentil ke 10
P90 = Persentii ke 90
Dari hasil koefisien kurtosis di atas, ada tiga kriteria untuk
mengetahui model distribusi dari sekumpulan data, yaitu:
1. jika koefisien kurtosisnya sama dengan 0,263 maka distribusinya
adalah mesokurtik
2. jika koefisien kurtosisnya lebih dari 0,263 maka distribusinya
adalah leptokurtik.
3. jika koefisien kurtosisnya kurang dari 0,263 maka distribusinya
adalah platikurtik.
Contoh:
Lihat data dalam daftar (1), yaitu mengenai berat badan bayi yang
baru lahir selama seminggu tertentu dari rumah sakit bersalin
"Sehat". Hitung koefisien kurtosisnya.
Penyelesain:
Rumus yang digunakannya adalah:
1
( K −K 1 )
2 3
K=
P90 −P 10
Kita sudah menghitung : K1 = 2,93 dan K3 = 3,38.
Kita akan menghitung P10 dan P90.
132
Untuk Persentil ke 10, P10
Kelas persentil ke 10 adalah sebuah kelas interval yang frekuensinya
apabila dijumlahkan dari frekuensi kelas interval pertama mencapai
paling sedikit
10 10
n , yaitu= x 28 orang=2,8 orang .
100 100
Ternyata kelas persentil ke 10 terletak pada kelas interval kedua,
karena jumlah frekuensinya mencapai (2 + 3) orang = 5 orang.
Sehingga kita bisa menghitung besaran-besaran yang diperlukan
dalam rumus persentil ke 10, yaitu b = 2,7 - 0,05 = 2,65; p = 2,9 - 2,7
133
Jadi: P90=3,45+ 0,2 ( 2,5,2−23
5 )
= 3,45 + 0,2 (0,44) = 3,45 + 0,088 = 3,54
1 1
( K 3−K 1 ) (3,38−2,93)
Berarti : 2 2 0,225
K= = = =0,268
P90 −P 10 3,54−2,70 0,84
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai mated di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Berikut ini diberikan data mengenai tinggi badan (dalam cm)
dari sejumlah mahasiswa:
160,3; 161,8; 160,5; 165,6; 164,9; 166,0; 169,2; 165,1;
165,1; 160,7; 161,9; 166,2; 168,1; 163,0; 162,2; 166,4.
Hitung koefisien kemiringan dengan menggunakan rumus
pertama dari Pearson.
2) Dari soal no 1, hitung koefisien kemiringan dengan
menggunakan rumus kedua dari Pearson.
3) Dari soal no 1, hitung koefisien kemiringan dengan
menggunakan nilai kuarti I.
4) Dari soal no 1, hitung koefisien kemiringan dengan menggunakan
nilai persentil.
5) Diberikan data sebagai berikut:
169, 1; 169,2; 166,0; 164,9; 165,6; 160,5; 161,8; 160,3;
166,4; 162,2; 163,0; 168,1; 166,2;161,9;160,7 dan 165,1
Hitung koefisien kurtosisnya.
134
135
BAB VII
KURVA NORMAL DAN KEGUNAANNYA
A. DISTRIBUSI GAUSS
Distribusi Gauss merupakan salah satu dari distribusi normal
yang berasal dari distribusi dengan peubah acak kontinu. Kurvanya
disebut kurva normal. Distribusi ini merupakan salah satu yang
paling penting serta banyak digunakan. Fungsi distribusi Gauss
diberikan dengan persamaan
2
−1 x−μ
1 2 σ( ) (1)
f ( x )= e
σ √2 π
di mana n = konstanta yang nilainya sama dengan 3,1416
e = konstanta yang nilainya sama dengan 2,7183
= parameter, yaitu nilai rata-rata dari distribusi
populasi
= parameter yang merupakan simpangan baku
distribusi populasi
x = peubah kontinu yang daerah (jangkauan) nilainya -
∞ < x <∞
Sifat distribusi normal:
a) Grafiknya selalu terletak di atas sumbu X.
b) Bentuk grafiknya simetris terhadap x = .
0,3989
c) Modus tercapai pada =
σ
d) Grafiknya asymptotic terhadap sumbu X
e) Luas daerah grafik sama dengan satu satuan persegi.
135
Untuk setiap pasang nilai µ dan sifat-sifat di atas selalu
dipenuhi hanya bentuknya saja berubah. Untuk nilai-nilai yang
besar, kurvanya semakin rendah (platikurtik) sedangkan untuk nilai-
nilai yang semakin kecil, kurvanya semakin tinggi (leptokurtik).
Dalam pemakaian, kita tidak lagi menggunakan rumus di atas
olch karena telah disiapkan daftar distribusi normal baku. Distribusi
Normal baku adalah distribusi normal dengan nilai rata-rata = 0
dan simpangan baku = 1. Fungsi densitinya dinyatakan dalam
peubah acak z seperti:
−1 2
1 2
z
f ( z )= e (2)
σ √2 π
Dengan daerah z ialah interval - ∞ < z <∞
Kalau kita perhatikan hubungan antara rumus (1) dan (2),
distribusi normal ini menjadi distribusi normal baku dengan
menggunakan transformasi.
x−μ x−x́
z= bagi distribusi populasi dan z = bagi distribusi
σ s
sampel.
Mengapa dikatakan fungsi dari z? Mungkin berasal dari kata
"zirro" atau "nol". Seperti telah dikatakan di atas bahwa = 0, berarti
nilai rata-rata dari z sama dengan not dengan simpangan bakunya
sama dengan 1. Dapat dibuktikan bahwa nilai rata-rata dari z sama
dengan 0. Bukti:
136
∞ ∞ −1 2
1 z
μ z= ∫ z f ( z ) dz= ∫
−∞ −∞
( √2 π
e 2
) dz
∞ −1 2
¿
1 (
∫ ze 2
z
) dz
√2 π −∞
∞ −1 2
¿
1
∫e ( 2
z
) dz , misalu= 12 z 2
√2 π −∞
du=zdz
∞
1
¿ ∫ ( e−u ) du=,− 1 e−u ¿∞−∞=0
2 π
√ −∞ √2 π
Begitu pula dapat dibuktikan bahwa = 1.
Bukti :
∞
σ =∫ (z−μ z )2 f ( z ) dz
2
z
−∞
∞
¿ ∫ z2 f ( z ) dz
−∞
∞ −1 2
z2 2
z
¿∫ e dz=1
−∞ √2 π
xi −μ
dari distribusi normal "umum", dengan transformasi z = maka
σ
daftar atau tabel distribusi normal baku dapat digunakan.
Cara menggunakan/membaca Daftar Distribusi Normal Baku
137
(Daftar F)
d) Luas yang tertera dalam daftar F adalah luas daerah antara garis
yang tegak lurus sumbu Z melalui titik z = 0 dan lengkungan
kurva.
e) Dalam daftar F, di bawah kolom z, carilah nilai z sampai dengan
1 desimal sedangkan desimal yang kedua didapat pada baris
paling atas,
f) Dari nilai daerah desimal yang terdapat pada kolom paling kiri
ditelusuri, maju ke kanan dan dari nilai z di baris atas ditelusuri
turun ke bawah sehingga seolah-olah bertemu di satu titik
"koordinat", maka pertemuan pada titik "koordinat" itulah
bilangan yang merupakan luas yang dicari.
Contoh: z = 0,23
139
z 0 1 2 3… 9
0,0
0,1
0,2 0,0910
0,3
140
141
Dikutip kembali dari: SUDJANA, Metode Statistika, Tarsito,
Bandung, 1975.
Contoh-contoh:
Gunakan Daftar F pada halaman sebelumnya. Cari luas daerah:
1) Antara z = 0 dan z = 1,25 Pada kolom z cari 1,2
kemudian ikuti ke kanan
hingga bertemu dengan
bilangan yang terdapat di
bawah kolom angka 5.
Bilangan yang dimaksud
ialah 0,3944.
Maka luas daerah yang
dicari ialah daerah yang
diarsir yaitu 0,3944 atau
39,44%.
142
2) Antara z = 0 dan z = -2,13 Di bawah kolom z cari 2,1
kemudian ikuti ke kanan
sehingga bertemu bilangan
yang berada di bawah
kolom bilangan 3 yaitu
0,4834.
Karena z = -2,13 (tanda
negatif)
maka nilai z tersebut
terletak pada daerah yang
negatif. Luas daerah yang
dicari ialah daerah yang
diarsir = 0,4834 atau
48,34%.
7) Contoh Pemakaian
Nilai rata-rata ujian masuk suatu perguruan tinggi 67,75 dengan
simpangan baku 6,25. Jika distribusinya normal dan banyak calon
144
10000 orang, tentukanlah:
a) Berapa % banyak calon yang nilainya lebih dari 70?
b) Berapa orang calon yang nilainya antara 70 dan 80?
c) Berapa orang calon yang nilainya lebih besar atau sama
dengan 75?
d) Berapa orang calon yang nilainya 75?
Jawab:
x = nilai hasil ujian
x́ = 67,75
s = 6,25
x−x́
a) Dengan rumus z= ; x>70
s
70−67,75
z> =0,36
6,25
Nilai yang lebih besar dari 70 berarti luas daerah yang terletak di
sebelah kanan dari nilai z = 0,36.
z0,36 = 0,1406
Luas daerah yang lebih besar
dari z0,36 = 0,50 - 0,1406 =
0,3594. Jadi banyak calon yang
nilainya lebih besar dari 70
ada 35,94%, atau 3594 orang
b) x1 = 70; x2 = 80
70−67,75
z 1= =0,36
6,25
80−67,75
z 2= =1,96
6,25
Persentase calon terletak antara
nilai z1 dan z2. Luas daerah z,
adalah 0,1406 sedangkan luas
daerah z2 adalah 0,4750 maka
luas daerah antara z1 dan z2
145
adalah 0,4750 - 0,1406 = 0,3344.
Jadi banyak calon yang nilainya
antara 70 dan 80 adalah 0,3344 x
10.000 = 3.344 orang.
c) xi > 75 dalam hal ini nilai 75 sendiri termasuk. Untuk masalah
ini, masih ingatkah Anda tentang nilai batas bawah? Batas
bawah dari 75 adalah 74,5. Agar nilai 75 termasuk
diperhitungkan, maka batas nilai x yang digunakan menjadi
74,5.
74,5−67,75
Maka z = =1,08
6,25
146
75,5−67,75
z 2= =1,24
6,25
Luas daerah antara z1 dan z2
adalah 0,3925 – 0,1401 =
0,2524. Jadi banyak calon
yang bernilai 75 adalah
0,2524 x 10.000 = 2.524 .
Penulis yakin Anda masih ingat akan kejadian sekeping uang
Logam yang dilempar akan muncul bagian muka atau bagian
belakang. Suatu kejadian yang menghasilkan peristiwa A dan bukan
A ( Á ) di mana P(A) = p dan p merupakan nilai kemungkinan terjadi
peristiwa A maka P( Á ) = q = 1 - p. Kejadian yang demikian jika
dilakukan berulang kali, distribusinya disebut distribusi Binomial
yaitu sama dengan distribusi dengan peubah acak deskrit dengan
nilai P(A) = p dan P( Á ) = q = 1 - p.
Antara distribusi Binomial dan distribusi Normal terdapat
hubungan tertentu jika n cukup besar dan p = P(A) yaitu nilai
kemungkinan kejadian A di mana p tidak terlalu dekat dengan nol
namun berdistribusi Binomial dapat didekati oleh distribusi Normal
dengan nilai rata-rata = np dan simpangan bakunya =
x−np
z=
√ np(1−p)
Karena mengubah peubah acak diskret dari distribusi
Binomial menjadi peubah acak kontinu dalam distribusi Normal,
147
maka nilai x perlu mendapat penyesuaian dengan jalan menambah
atau mengurangi dengan 0,5 (SUDJANA, DR., 1975: 140)
Contoh Soal:
15% dari tamatan SMA merupakan hasil PMDK. Sampel acak yang
berukuran 600 tamatan SMA telah digunakan. Tentukan nilai
kemungkinan yang akan terdapat:
a) Paling sedikit 70 orang dan paling banyak 80 sebagai basil
PMDK.
b) Lebih besar atau sama dengan 100 orang yang memperoleh
PMDK.
Jawab:
a) x terletak antara: (70 - 0,5) < x < (80 + 0,5) atau 69,5 < x < 80,5
= 0,15 x 600 = 90
= √ 600 x 0,15 x 0,85=8,75
69,5−90 80,5−90
z 1= =−2,34 dan z 2= =−1,09
8,75 8,75
Luas daerah Z-2,34 adalah 0,4904 dan luas daerah z-1,09 adalah
0,3621.
Luas daerah antara Z-2,34 dan z1,09 adalah 0,4904 - 0,3621 = 0,
1283.
Maka nilai kemungkinan terdapat paling sedikit 70 orang dan
paling banyak 80 orang sebagai hasil PMDK ada 0, 1283.
148
99,5−90
z ≥= =1,09
8,75
Luas daerah zi,og = 0,3621
maka banyak siswa yang
termasuk PMDK lebih besar
atau sama dengan 100
adalah 0,50 - 0,3621 =
0,1379.
B. DISTRIBUSI STUDENT
Distribusi dengan peubah acak kontinu lainnya ialah
distribusi yang ditemukan oleh seorang mahasiswa yang tidak mau
disebut namanya. Untuk menghargai hasil penemuannya itu,
distribusinya disebut distribusi Student yang lebih dikenal dengan
distribusi "t", diambil dari huruf terakhir kata "student". Bentuk
persamaan fungsinya:
K
f ( t )= 1
t2 n
1+( )
n−1
2
149
usah dipilih lagi., Dan untuk itu dk = 2 - 1 = 1.
Jika banyak objek 4 yaitu A, B, C dan D, kita hanya
mungkin melakukan 3 pilihan yaitu:
Pilihan ke-1 kita memilih 1 dari 4 objek.
Pilihan ke-2 kita memilih 1 dari 3 objek.
Pilihan ke-3 kita, memilih 1 dari 2 objek, sisanya karena tinggal 1
objek lagi tidak usah dipilih lagi. Oleh karena itu dalam hal ini dk =
4 - 1 = 3 artinya tingkat kebebasan memilih hanya sebanyak 3 kali.
Bentuk kurva distribusi "t" ini mirip dengan bentuk kurva
normal baku. Untuk perhitungan-perhitungan yang berhubungan
dengan distribusi “t”; seperti halnya dengan distribusi normal baku,
telah disiapkan Distribusi “t” (daftar G).
150
151
Dikutip dari: SUDJANA, Metode Statistika, Tarsito, Bandung, 1975
Coba Anda perhatikan daftar G:
Jawab:
dk = n - 1 = 14 - 1 = 13; α = 5%
maka p = 1.00% - 5% = 95%.
Lihat daftar di bawah kolom dk,
cari bilangan 13 kemudian ikuti
ke kanan hingga bertemu dengan
bilangan yang berada di bawah 1,77
kolom t0,95 diperoleh nilai 1,77.
Artinya t0,95(13) = 1,77.
Luas daerahnya sebesar 0,95% terbentang mulai dari nilai t1,77
153
ke sebelah kiri atau dapat dikatakan luas daerahnya mulai dari -
oo sampai dengan t0,95(13).
Kalau kita peroleh nilai t bagian yang positif, berarti kita telah
memperoleh pula nilai t yang negatif. Luas daerah dari tp ke kiri
atau luas daerah yang lebih kecil dari t p = 0,95 + luas daerah
yang lebih kecil dari -tp = 0,95 + 0,025 = 0,975. Mengapa
bilangan ini kita perlukan? Oleh karena sifat dari kurva distribusi
"t" ini selalu menunjukkan luas dari - ∞ sampai dengan nilai tp
tertentu. Oleh karena itu dalam contoh ini, p sama dengan 0,975.
Jika dk = 17, di bawah kolom dk cari bilangan 17 kemudian ikuti
ke kanan sampai dengan bertemu dengan bilangan yang berada
di bawah kolom t0,975 maka akan dijumpai bilangan 2,11 artinya
nilai t = ± 2,11.
Jawab:
Untuk ini p = 1 - 0,025 = 0,975. Kalau kita lukiskan kurvanya
seperti:
154
Sedangkan yang diminta:
LATIHAN
1) Cari luas daerah untuk:
a. z antara 1,21 dan 2,97
b. z antara -1,17 dan -2,75
c. antara -0,65 dan 1,28
d. z > 0,57
e. z < 1,25.
155
4) Dengan mempergunakan daftar G, tentukan nilai t sehinga luas:
a) dari t ke kanan sama dengan 0,005 dengan dk 5
b) dari t ke kanan sama dengan 0,05 dengan dk 10
c) dari t ke kiri sama dengan 0,20 dengan dk = 11
d) dari t ke kiri sama dengan 0,40 dengan dk = 5
e) dari t ke kiri dan ke kanan masing-masing 0,05 dengan dk= 15
f) didapat t = 1,74. Berapa luas daerah dari t ke kanan dan
berada
pula dk- nya?
g) diketemukan t = -2,05 dengan dk = 28. Berapa luas daerah dari
t ke kiri ?
156
157
BAB VIII
KURVA-KURVA LAIN DAN PENGGUNAANNYA
Umumnya grafik
mempunyai kelandaian
(kemiringan) positif (ke
kanan) untuk dk yang makin
besar, kelandaian semakin
berkurang.
157
Bentuk daftar H
158
159
CARA MEMBACA DAFTAR H
1) Untuk mencari nilai χ 2 dengan p = 0,99 dan dk = 19, maka di
bawah kolom dk cari bilangan 19 kemudian telusuri ke kanan
B. DISTRIBUSI F
Fungsi density distribusi F mempunyai persamaan :
1
(γ −2)
2 1
F
f ( F )=K 1
γ F (γ 1+ γ2)
[ 1+ 1
γ1 ] 2
P = 1% atau 5%
Fp
Seperti halnya dengan distribusi-distribusi lainnya, untuk
distribusi F pun telah disiapkan daftar yang dapat digunakan untuk
perhitungan-perhitungan.
Berbeda dengan daftar yang sudah dibicarakan, khusus
161
mengenai daftar distribusi F ini (daftar I) dalam beberapa buku
statistika diperuntukkan hanya untuk tingkat keberartian (level of
significant atau los) yaitu p = 0,01 dan p = 0,05 saja.
Bentuk daftar I
Contoh
163
Nilai F0,05(12,20) didapat sama dengan 2,28.
Selanjutnya kita perlukan nilai F0,95(20,12) maka dapat digunakan
hubungan di atas.
1 1
F 0,95(20,12)= = =0,44
F p (γ , γ ) 2,28
2 1
LATIHAN
164
Petunjuk Jawaban Latihan untuk no. 4
a) Dari F ke kanan 0,01
berarti p = 0,01
165
166
167
168
169
BAB IX
DISTRIBUSI SAMPLING
Contoh
Andaikan populasi kits berukuran 4 dengan anggota: 40, 45,
47 dan 50. Jika dihitung nilai rata-rata populasi 45,5, dan simpangan
baku populasinya .4,20.
170
Dari populasi itu diambil sampel yang berukuran n = 2.
σ N −n
σ X́ =
√
√ n N−1
4,20 4−2
σ X́ =
√2 √ 4−1
=2,42
171
σ
hampir sama dengan nilai ; dan untuk n yang cukup besar
√n
n σ
dibandingkan dengan N asal saja kurang dari 5% maka σ x́ =
N √n
σ
dan dianggap σ x́ = . σ dinamakan kekeliruan baku dari nilai
√ n X́
rata-rata yang berfungsi untuk mengukur besarnya perbedaan nilai
rata-rata yang diharapkan dari sampel ke sampel.
Tentu saja kita mengharapkan σ X́ sekecil mungkin sebab jika
2. DISTRIBUSI PROPORSI
Distribusi proporsi tidak jauh berbecla dengan distribusi nilai
rata-rata. Tetapi, dalam hal ini, data dinyatakan dalam bentuk
perbandingannya terhadap banyak anggota populasi atau sampel
yang digunakan. Misalnya dalam suatu populasi yang berukuran N
terdapat peristiwa atau kejadian A sebanyak P maka proporsi untuk
P
peristiwa A ialah π= .
N
Dari populasi yang berukuran N, diambil sampel acak yang
berukuran n, sebutlah banyak peristiwa A dalam sampel sebanyak x.
x
Pada sampel ini x terdapat statistik proporsi peristiwa A sebesar .
n
172
Seperti halnya pada distribusi nilai rata-rata, jika dari semua
sampel yang mungkin diambil dari populasi dihitung proporsi
peristiwa A akan terdapat sekumpulan nilai-nilai statistik proporsi.
Dari kumpulan nilai-nilai ini dapat dihitung nilai rata-ratanya,
sebutlah μ x/ n untuk nilai rata-rata itu, dan σ x /n untuk simpangan
bakunya.
Untuk n/N > 5%, artinya ukuran sampel n cukup besar
dibandingkan dengan ukuran populasi, maka dapat digunakan rumus:
μ x/ n=π
σ x /n = π (1−π ) N −n
√ n [
N −1 ]
Tetapi jika n/N < 5% artinya ukuran sampel n tidak cukup
besar dibandingkan dengan populasi, tetapi N sangat besar, maka
dapat digunakan rumus:
μ x/ n=π
σ x /n = π (1−π )
√ n
σ x /n disebut kekeliruan baku proporsi, dan rumus ini
digunakan untuk n 30.
Untuk perhitungan-perhitungan berikutnya, daftar distribusi
normal baku dapat digunakan. Untuk keperluan itu digunakan
transformasi sebagai berikut:
173
x
−π
n
z=
π (1−π )
√ n
Seperti halnya dengan distribusi nilai rata-rata, kita
x
mengharapkan bahwa perbedaan nilai antara sampel dengan
n
sampel dapat sekecil mungkin. Sebutlah nilai perbedaannya itu "d"
maka berlaku hubungan:
π (1−π )
σ x /n ≤d →
√ n
≤d
0,1−0,07
z≥ =1,5
0,02
Z1,5 = 0,4332
Jadi nilai kemungkinan untuk paling sedikit 15 orang siswa yang
lulus melalui PMDK dari 150 orang mempunyai. nilai kemungkinan
0,5 - 0,4332 0,0668 = 0,067.
175
B. DISTRIBUSI SIMPANGAN BAKU DAN DISTRIBUSI
SELISIH / JUMLAH NILAI RATA-RATA
σ
distribusi normal dengan : σ s=
√ 2n
s−σ
Dengan transformasi yang digunakan : z= terdapat distribusi
σs
dari z yang merupakan distribusi normal baku.
Contoh
Simpangan baku suatu populasi 1,8. Dari populasi itu diambil sampel
acak yang berukuran 300. Tentukan nilai kemungkinan sampel
tersebut mempunyai simpangan baku lebih dari 2,0.
Jawab :
176
1,8
n = 300 dan = 1,8. Maka s = 2,0 dan σ s= =0,07
√ 600
2,0−1,8
z= =2,86
0,07
Z2,86 = 0,4979. Untuk z 2,86 , luas daerah yang dicari adalah 0, 5 -
0,4979 = 0,0021 atau sama dengan 0,21 % artinya hanya mempunyai
nilai kemungkinan sebesar 0,21% saja untuk simpangan baku yang
lebih besar dari 2,0 jika menggunakan sampel yang berukuran 300.
σ 21 σ 22
√
σ x́− ý = +
n 1 n2
Dan juga berlaku : μ x́− ý =μ2−μ1
σ 22 σ 21
√
σ ý−x́ = +
n 2 n1
Ternyata σ x́− ý =σ ý−x́ . Ukuran σ ý−x́ ini disebut kekeliruan baku.
3. SELISIH RATA-RATA
Untuk ukuran sampel yang cukup besar, maka distribusi
selisih rata-rata ( x́− ý ) akan mendekati distribusi normal sehingga
dapat ditransformasikan menjadi distribusi normal baku melalui
transformasi:
( x́− ý )−( μ1−μ2 )
z=
σ x́− ý
Analog dengan selisih rata-rata, jumlah rata-rata rumusnya menjadi:
μ x́− ý =μ1−μ2
178
σ 21 σ 22
Ditransformasikan
√
σ x́− ý = +
n 1 n2
menjadi distribusi normal baku melalui
transformasi:
( x́− ý )−( μ1−μ2 )
z=
σ x́+ ý
Contoh:
Rata-rata berat badan seorang atlet pria 55 kg dengan
simpangan baku 3 kg sedangkan untuk atlet wanita rata-rata berat
badannya 47,5 kg dengan simpangan baku 2,5 kg. Dari kedua
kelompok atlet itu diambil sampel secara bebas dan acak untuk
kelompok pria 150 orang, dan untuk kelompok wanita 125 orang.
Berapa nilai kemungkinan rata-rata berat badan atlet jika rata-rata
berat badan atlet pria paling sedikit 8 kg lebih berat dari rata-rata
berat badan atlet wanita?
Jawab:
Jika x́ dan ý berturut-turut menyatakan rata-rata berat
sampel atlet pria dan wanita maka x́− ý 8. Sedangkan µ1 = µx =
55 dan µ2 = µy = 47,5, 1 = x = 3 dan 2 = y = 2,5; n1 = 150 dan n2
= 125.
32 2,5 2
σ x́+ ´y =
√ +
150 125
=0,33
179
8−7,5
z= =1,52 sehingga z ≥1,52
0,33
XI
Dengan demikian dalam sampel ke 1 terdapat proporsi dan
N1
dalam sampel ke 2 terdapat n,
yI
proporsi dengan i = 1, 2, 3,...k.
n1
Secara skematis dapat dijelaskan sebagai berikut:
180
Kejadian A pada Kejadian A pada
populasi ke 1 dengan populasi ke 2 dengan
proporsi 1 proporsi 2
x1 x 2 x 3 xk y1 y2 y3 ym
; ; ;… ; ; ;…
n1 n1 n 1 n1 n2 2 n2 n2
Disusun
x1 y1 x2 y2 x3 y3
( −
n1 n2 )(
; −
n1 n2
; −
n1 n2 )( )
; … kumpulan ini mempunyai
181
π 1 (1−π 1 ) π 2 (1−π 2 )
σ sp =
√ n1
+
n2
jika N1 dan N2 sangat besar.
z=
[− −(π 1−π 2 )
n1 n2 ]
σ sp
Contoh
Ada petunjuk bahwa proporsi sejenis ikan air tawar dari
danau tertentu yang mengandung kadar Hg adalah 70% yang dapat
membahayakan manusia yang memakannya. Dua buah sampel untuk
penelitian diambil secara acak dan tidak saling bergantungan
masing-masing terdiri dari 200 dan 250 ekor.
Beberapa nilai kemungkinan akan terdapat perbedaan
persentase tidak lebih dari 5% yang mengandung kadar Hg.
Jawab:
Dua buah sampel diambil dari sebuah populasi. Dalam hal
ini kita anggap seolah-olah sampel tersebut diambil dari dua populasi
yang sama sehingga 1 = 2 = 0,7.
Jika x menunjukkan banyak ikan yang mengandung Hg dari
sampel ke I dan y banyak ikan yang mengandung Hg dari sampel ke
2 maka yang akan dicari nilai kemungkinan
182
( 200x − 250y ) ≤5 % atau( 250y − 200x ) ≤ 5 % atau dapat digabungkan
menjadi:
0,05−0
z 2= =1,25
0,04
Luas daerahnya = 2 x z1,25
2 x 0,3944 – 0,7888 atau
78,88%
183
yang ternyata berdistribusi t dengan dk = n - 1
Contoh
Nilai rata-rata tinggi mahasiswa 165 cm. dari populasi itu
diambil sampel yang berukuran 30 orang, dan diperoleh simpangan
baku sampel 6,71. Berapa nilai kemungkinan bahwa rata-rata sampel
> 162,5 cm.
Jawab:
Dalam hal ini simpangan baku populasi (σ ) tidak diketahui. Yang
diketahui μ = 165; x́ > 162,5; s = 6,71 dan n = 30.
162,5−165
t> =−2,04
671/ √ 30
2 (n−1) s 2
χ= dengan dk = n – 1
σ2
Atau jika diketahui data dari sampel (x i) dan simpangan baku maka
digunakan rumus :
2 ∑ ( x i− x́)2
X =
σx
Contoh
Suatu sampel dengan data kuantitatif 25, 26, 26, 27, 29, 31,
35, 35 berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan nilai
simpangan baku 4,55. Berapa persenkah sampel sebesar 8 yang nilai
rata-ratanya lebih besar dari nilai rata-rata yang diperoleh dari hasil
perhitungan sampel tersebut?
Jawab:
= 4,55 dari hasil perhitungan sampel diperoleh x́ = 29,25 dan s =
4,03.
2
2 (n−1) s2 ∑ (x i− x́ ) adalah 5,49.
χ yang dihitung dengan 2
atau
σ σ2
Dalam daftar χ 2 tidak ada nilai χ 2 = 5,49 untuk dk = 7. Oleh
karena itu kita gunakan interpolasi untuk dk = 7.
Ternyata nilai 5,49 terletak antara nilai χ 2❑ 2❑
0,25 dan χ 0,50 .
Nilai χ 2❑ 2❑
0,25 = 4,25 dan χ 0,50 = 6,35
1.24
x 0,25=0,15.
2,10
Jadi untuk X 2p =5 ; 49 p = 0,25 + 0,15 = 0,40
Sedangkan yang diminta yang lebih besar, maka luas daerahnya yang
berlaku ialah daerah yang terletak di sebelah kanan dari nilai χ 2 =
5,49 yaitu 1 - 0,40 = 0,60. Artinya terdapat 60% sampel berukuran 8
yang nilai rataratanya melebihi nilai rata-rata yang diperoleh dari
hasil perhitungan sampel tad i.
LATIHAN
1) Nilai rata-rata berat badan seekor ayam ras yang berusia 1 bulan
1.650 gram, simpangan baku 90 gram. Diambil sebuah sampel
yang berukuran 50. Tentukan berapa nilai kemungkinan dari 50
ekor ayam tersebut yang beratnya antara:
a) 1.500 gram dan 1.650 gram.
186
a) paling sedikit 950 gram.
b) paling berat 1.700 gram.
188
189
DAFTAR PUSTAKA
188