LAPORAN AKADEMIK
Contoh Laporan Akademik
Oleh:
Safinatun Najah (Tarbiyah)
Muhammad Syaifuudin (Ushuluddin)
Muhammad Saiin (Tarbiyah)
Badruddin (Ushuluddin)
Umi Rosyidah Zaini (Syari’ah)
1 Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan. Kecamatan Pringkuku dalam Angka 2008. Hal. 8
Gambar 1
Peta Dusun Dringo
2 Kearifan sebenarnya merupakan kemauan untuk melihat, mendengar, dan merasakan serta
menjalani suatu aturan yang telah diciptakan oleh Tuhan sebagai hukum alam. Kearifan
tersebut bersumber dari wahyu sang pencipta. Namun, terkadang hal itu bisa dibelokkan
kepada hal-hal yang berbau klenik.
Ketidakbaikan yang dimaksudkan adalah apabila sampai terjadi pernikahan
yang geyeng, maka rumah tangganya akan banyak menemui godaan, sering
mendapat musibah, susah mencari rezeki, dan punggel. Kebenaran akan hal itu
sangat minim sekali. Kebanyakan, orang yang menikah geyeng rumah
tangganya baik-baik saja. Namun, ada juga yang memang terjadi seperti yang
diprediksikan. Tentu saja, menurut hemat penulis, penyebabnya bukanlah
karena pernikahan yang geyeng, tetapi ada sebab lain. Namun, justru kejadian
yang jarang tersebut yang dijadikan patokan atau legitimasi terhadap teori
tersebut.
Dalam masyarakat Dusun Dringo sendiri, hal itu sedikit banyak sudah
mulai luntur seiring kemajuan zaman. Kepercayaan generasi muda akan hal itu
sudah mulai pudar. Namun, karena persoalan pernikahan merupakan
persoalan keluarga besar yang pasti melibatkan para sesepuh, hal semacam itu
masih saja menjadi alasan untuk melarang seseorang menikah.
Selain itu Dusun Dringo juga mempunyai adat istiadat dan mitos-mitos
yang lain yang sampai sekarang masih dipegang oleh para warga.
1. Bersih Dusun
Bersih dusun merupakan adat istiadat masyarakat Dusun Dringo yang
sudah berlangsung sejak zaman nenek moyang dan masih terus dilestarikan
hingga turun temurun. Pada zaman dahulu, bersih dusun dilakukan oleh para
warga di tempat-tempat keramat dan diperuntukkan untuk para danyang atau
sing mbaurekso Dusun Dringo dengan tujuan untuk mencari keselamatan.
Namun agaknya, seiring perkembangan dusun, kegiatan bersih dusun
tersebut mengalami suatu perubahan meskipun dalam hal maksud dan
tujuannya tetap sama. Pada zaman sekarang, bersih dusun tidak lagi dilakukan
ditempat-tempat keramat, akan tetapi di rumah para pimpinan dusun, kepala
dusun atau para ketua RT.
Bersih dusun tersebut dilaksanakan setahun sekali setelah masyarakat
memanen padi dan jagung yaitu pada bulan Maret. Pada bulan tersebut,
seluruh Dusun Dringo akan terasa sibuk untuk mengadakan bersih dusun.
Biasanya, kegiatan itu dilaksanakan pada hari dan tempat yang sama. Namun,
karena jarak antara satu kelompok rumah dengan kelompok rumah yang lain
saling berjauhan, maka bersih dusun dilaksanakan menurut kelompok rumah
atau lingkungannya sendiri. Misalnya, lingkungan Plethes yang letaknya di
Dusun Dringo bagian selatan, tidak melaksanakan bersih dusun dengan
lingkungan Blimbing yang letaknya di sebelah utara dusun. Kedua lingkungan
tersebut, melaksanakan bersih dusun secara terpisah tempat tetapi tetap dalam
hari yang sama.
Di Dusun Dringo biasanya bersih desa dipimpin oleh Mbah Kadiran (67
tahun). Di dalam kegiatan tersebut, Mbah Kadiran bertindak sebagai imam
atau yang bertugas ngajatne. Menurutnya, bersih dusun yang dilaksanakan
setahun sekali itu berfungsi untuk nulak gudo sengkolo awet bagas waras ngajeng
kulawan wingking ipun (Menolak segala goda dan musibah yang akan melanda
Dusun Dringo dan agar selalu diberi kesehatan dalam masa-masa yang telah
lalu maupun masa yang akan datang). Maksud dan tujuan tersebut diutarakan
oleh Mbah Kadiran pada awal acara di hadapan para hadirin yang hadir dalam
kegiatan bersih dusun tersebut. Setelah mengutarakan maksud dan tujuannya,
kemudian Mbah Kadiran melanjutkan dengan berdo’a untuk meminta
keselamatan. Baru setelah itu, maka hadirin yang hadir boleh makan-makan
apa yang telah dihidangkan sebelumnya.
Masyarakat Dringo sangat percaya akan kekuatan bersih dusun.
Sehingga, ketika ditanya mengenai apa yang akan terjadi jika tidak
melaksanakan, Mbah Kadiran tidak memberikan jawaban secara meyakinkan.
Agaknya, ada rasa takut yang sengaja disembunyikan. Menurutnya,
masyarakat Dringo sama sekali tidak mengharapkan adanya musibah,
sehingga bersih dusun harus terus dilaksanakan setiap tahunnya.
Mengenai makanan yang dihidangkan juga sangat unik. Makanan
utama yang harus ada adalah giling sekul, yaitu nasi yang dikepal-kepal sebesar
tangan orang dewasa dan dibungkus dengan daun jati. Nasi tersebut
dikeluarkan oleh masing-masing keluarga. Adapun untuk lauk yang biasanya
berupa ayam, itu merupakan tambahan. Apabila tidak ada, maka tidak menjadi
soal. Namun, apabila diinginkan biasanya warga iuran untuk membeli ayam.3
2. Megengan
Megengan merupakan adat istiadat yang dilakukan oleh masyarakat
Dusun Dringo sebelum melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan.
Tujuannya adalah untuk meminta keselamatan kepada Allah SWT, agar dalam
menjalankan ibadah puasa, diberi kekuatan dan kesehatan.
3Hasil wawancara dengan Mbah Kadiran, tokoh masyarakat pemimpin kegiatan bersih dusun.
Selasa, 11 Agustus 2009 pukul 16.35 WIB
Megengan ini dilakukan setiap warga secara bergantian. Beberapa tahun
sebelumnya, megengan dilakukan bersama-sama pada hari yang sama,
sehingga banyak sekali hidangan yang disediakan tidak dimakan oleh para
undangan karena sudah merasa kenyang. Untuk mencegah hal tersebut, para
warga setuju merubah waktu megengan menjadi seminggu atau dua minggu
sebelum puasa dan dilakukan secara bergantian, setiap hari satu orang. Dengan
demikian, hidangan yang disajikan akan dimakan oleh para hadirin.
Mengenai hidangan yang disajikan dalam acara megengan tersebut
terdapat beberapa jenis. Yang pertama dan paling penting adalah samiran yaitu
nasi yang dibentuk seperti tumpeng, namun kecil dan atasnya tidak lancip. Di
atasnya juga dilengkapi dengan srondeng (parutan kelapa yang digoreng) dan
lauk. Samiran tersebut, menurut penduduk lokal, berfungsi sebagai media
mengirim do’a kepada para leluhur.
Selain samiran, masih ada kue apem dan jajanan pasar. Kue apem juga
merupakan hal yang penting, sehingga harus selalu ada dalam acara
megengan. Sedangkan jajan pasar hanya sebagai pelengkap atau pencuci
mulut.
3. Kethingan (Kething-Kething)
Kethingan adalah suatu adat-istiadat yang dilakukan masyarakat Dusun
Dringo ketika akan menyapih bayi (supaya tidak menetek lagi). Kegiatan ini
dilakukan ketika bayi sudah berumur 1,5 sampai 2 tahun. Di Dusun Dringo,
adat kethingan dipimpin oleh seorang dukun bayi yang sudah berpengalaman,
yaitu Mbah Warikem (65 tahun). Selain kethingan, Mbah Warikem juga
mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan kelahiran seorang bayi, mulai
dari menolong persalinan, potong pusar, hingga memandikan. Mbah Warikem
akan terus berkecimpung sampai jangka waktu satu bulan pasca melahirkan.
Adat kethingan di Dusun Dringo tergolong unik. Paling awal, memasuki
ritual tersebut, bayi diberi among-amongan, dengan tujuan sebagai mainan sang
bayi agar tidak menangis karena sudah tidak menetek lagi kepada ibunya.
Selanjutnya, Mbah Warikem sebagai pemegang otoritas tertinggi
pelaksanaan kethingan di Dusun Dringo, membuat suatu racikan pilihan yang
pada prosesi selanjutnya akan dipilih oleh bayi yang bersangkutan. Racikan
pilihan tersebut, dimaksudkan untuk memberikan prediksi terhadap si bayi
kalau sudah menginjak masa dewasa. Dalam arti, apabila sudah dewasa kelak,
bayi tersebut akan menjadi apa dan cenderung seperti apa, akan bisa diprediksi
melalui racikan pilihan tersebut.
Racikan pilihan bagi bayi pada acara kethingan terdiri dari pisang, milon
(kaca rias), jungkas (sisir rambut), buku, ikan ayam, dan kebogerang. Selain itu,
terdapat juga kembang wangi, yang nantinya akan digunakan untuk
memandikan4 bayi yang bersangkutan. Setelah racikan pilihan tersebut siap,
4 Prosesi mandi bayi pada acara kethingan juga tergolong unik. Bayi yang sudah waktunya
dikethingi akan dimandikan dengan air kembang wangi yang telah disediakan pada pukul 4
maka bayi dilepas disamping racikan tersebut dan oleh Mbah Warikem
disuruh memilih apa yang disukainya, dan dengan nalurinya, dia akan
memilih sendiri bagian apa yang menurutnya paling menarik.
Pilihan-pilihan tersebut masing-masing mempunyai makna. Menurut
Mbah Warikem, apabila nantinya bayi memilih milon atau jungkas, maka nanti
dia akan suka bersolek, apabila memilih buku maka akan suka bersekolah dan
mencari ilmu. Dan apabila si bayi memilih kebogerang, maka nanti kalau sudah
besar akan menyukai angon.
4. Makam Berjaring
Di Dusun Dringo terdapat suatu keanehan sosial atau kejanggalan yang
mungkin sangat tidak bisa diterima oleh akal sehat manusia. Hal itu terjadi
dalam proses pemakaman seseorang. Dimana setiap ada orang yang
meninggal, makamnya harus diberi jaring dan ditunggui sampai beberapa hari.
Mengenai hal itu, mereka memiliki sebuah mitos yang berkembang
menjadi sebuah realita yang sering muncul dalam masyarakat. Sebuah
keanehan yang sering terjadi setiap setelah proses pemakaman, dimana yang
terjadi mayat selalu hilang dan tidak diketahui keberadaanya ketika hari sudah
memasuki malam. Menurut masyarakat, jenazah tersebut hilang karena
diambil oleh harimau. Selebihnya, masyarakat tidak memahami dan betul-
betul terperangkap dalam suatu kebingungan. Mereka tidak begitu mengerti
kejadian aneh yang telah terjadi sejak lama dalam sejarah Dusun Dringo.
dini hari. Selain itu, juga harus mencari hari yang bagus, yaitu hari-hari pada bulan Besar dan
Sapar.
kesalahan dalam proses pemakaman mayat, yaitu mengenai kedalaman liang
lahat. Mereka menilai proses pengerukan tanah yang dilakukan warga tidak
begitu layak menurut ukuran umumnya karena kondisi tanah Dringo yang
berbatu. Pendapat ini sempat mengalami perdebatan yang begitu pelik dalam
masyarakat dan pada akhirnya pendapat ini ditempatkan menjadi sebuah
hipotesa sementara.
Dan seiring berjalannya waktu, hipotesa tersebut akhirnya terpatahkan
oleh kejadian-kejadian yang menurut kenyataannya tidak mendukung dan
menyudutkan statemen ilmiah tersebut. Misalnya, ada sebuah kejadian pada
makam baru yang berlubang sebesar lengan orang dewasa. Dan di sekitar
makam tersebut telah berserakan kain kafan yang digunakan untuk
membungkus jenazah. Setelah kuburan dibuka untuk menceknya, ternyata
benar, jasad yang terkubur di dalamnya telah lenyap.
Secara logika, tidak mungkin seekor harimau dengan nafsu binatangnya
bisa mengambil jasad yang terkubur di dalam tanah dengan hanya
meninggalkan bekas lubang sebesar lengan orang dewasa dan tidak merusak
gundukan yang lain. Hal itulah yang semakin memperbesar keyakinan
masyarakat bahwa harimau tersebut adalah harimau siluman.
Peristiwa tersebut masih kerap sering terulang. Padahal, berbagai upaya
ilmiah telah di lakukan oleh warga, diantaranya mengupayakan untuk setiap
kegiatan pengerukan liang lahat untuk mengukurnya menurut kaidah Islam,
yaitu sak dedeg sak pengawe atau kalau diukur secara matematis sekitar 1,5
meter. Namun masih saja kejadian-kejadian aneh itu terjadi dan menghantui
penduduk Dringo.
Menurut seorang dukun yang berpikir secara pragmatis, irasionalis, dan
terkesan tidak memberikan solusi, kejadian itu adalah kejadian mistis yang
dilakukan oleh kelompok orang-orang berilmu hitam yang menginginkan
sebuah tumbal atau wejangan sajen untuk suatu pencapaian kekuatan magis
yang lebih tinggi dan tak terkalahkan oleh lawan-lawanya khususnya sesama
penganut ilmu hitam. Mereka berdalih dan berkeyakinan bahwa cara yang
utama untuk meningkatkan ilmu adalah dengan melakukan banyak kerusakan
di bumi, seperti membunuh, mencuri, dan segala bentuk kenistaan di dunia
ini. Tumbal digunakan sebagai perantara atau mahar untuk mewujudkan
kekuatan yang hebat dalam tingkatannya. Dalam modus yang dilakukan untuk
melancarkan aksinya mereka selalu menggunakan media jin yang diwujudkan
dalam bentuk harimau.
Masyarakat Dusun Dringo akhirnya memilih jalannya sendiri untuk
menyelesaikan masalah ini. Mereka menggunakan cara konvensional dengan
memasang jaring di sekeliling makam, selain itu mereka juga menjaga makam
selama 7-20 hari dengan cara bergiliran. Setiap malam dengan diterangi oleh
petromaks, sekitar 6-8 orang warga yang mendapat giliran tidur disekeliling
makam yang masih basah tersebut. Bersama semakin gelap dan dinginnya
malam yang dibalut oleh angin gunung yang datang semilir, kejadian tersebut
membuat kesan angker di Dusun Dringo semakin terasa.
D. Pola Pertanian Masyarakat
Dalam hal pertanian, Dusun Dringo termasuk daerah yang kurang
menguntungkan. Ditinjau dari kondisi fisik daerahnya, Dringo didominasi oleh
perbukitan yang tanahnya kering dan tandus serta berbatu yang hanya cocok
untuk tanaman-tanaman jangka panjang, seperti akasia, jati, dan kelapa.
Pertanian di Dusun Dringo hanya dilakukan sekali dalam setahun pada
saat musim penghujan. Tanaman musiman yang menjadi andalan masyarakat
Dringo adalah padi, jagung, kacang, dan ketela yang ditanam dengan sistem
tumpang sari.
Tabel: 1.1
Kalender Musim Tanam Dan Panen
MAR
NOV
AGU
OKT
APR
JUN
MEI
DES
JAN
FEB
SEP
JUL
Musim Hujan Kemarau Hujan
Curah
Tinggi Sedang Rendah Sedang
hujan
Padi Tanam Panen
Jagung Tanam Panen
Kacang Tanam Panen
Ketela Tanam Panen
Kelapa Petik Petik Petik
Keterangan:
Hasil buah kelapa banyak
Hasil buah kelapa sedikit
6 Masyarakat Dusun Dringo, tidak pernah menyemai bibit padi, tetapi hanya menyebar butir
padinya. Hal itu dikarenakan lahan Dringo yang tidak cocok untuk persemaian bibit serta
minimnya air. Sedangkan persemaian bibit sangat memerlukan air yang berlimpah.
7 Belalang sangit, lembing beserta kutu walang togo, bubar, pergi yang jauh jangan ada di
dalam tanamanku. Makananmu adalah rumput alang-alang, bubar, karena izin Allah SWT.
sebagai pengganti pestisida kimia. Karena memang, masyarakat Dusun Dringo
sendiri sangat antipati dan takut menggunakan pestisida. Menurut mereka,
pestisida hanya berakibat buruk pada padi, berbau, dan bisa mengakibatkan
tanah menjadi cengkar.
Hasil dari ‘pengobatan alternatif’ tersebut sangat luar biasa. Menurut
penuturan masyarakat, setelah diadakan ritual tersebut tidak ada hama yang
datang, kalau pun ada itu hanya sedikit dan masih dalam ambang batas
kewajaran.
Setelah dilakukan ritual tersebut, selanjutnya masyarakat petani hanya
menunggu hingga waktunya panen. Setelah menguning dan mblengker padi
tersebut dipetik. Pemetikannya dilakukan dengan bergotong-royong. Warga
yang rumahnya saling berdekatan, saling gotong-royong dan bergantian.
Misalnya, terdapat enam rumah yang berdekatan, maka enam kepala keluarga
tersebut saling bergotong-royong. Hari ini di sawah Bapak Sayuri, maka jika
sudah selesai, besok dilanjutkan di sawah bapak Tukino, dan seterusnya. Hasil
pertanian padi yang rata-rata 9 kuintal tiap panen, disimpan untuk dikonsumsi
selama satu tahun.
Selanjutnya untuk tanaman jagung, penanamannya dilakukan pada
bulan Desember yang memiliki curah hujan cukup tinggi. Umur jagung sama
dengan umur padi, yaitu tiga bulan, sehingga bisa dipanen pada bulan Maret
bersamaan dengan padi. Jenis jagung yang biasa ditanam adalah jenis hibrida.
Menurut warga, jagung jenis ini sangat menguntungkan. Selain buahnya besar,
hasilnya juga sangat banyak. Biasanya, jagung ditanam bersamaan dengan padi
dan ketela, dan dalam penanamannya harus menggunakan taju dan membuat
lubang, karena jagung harus ditanam dengan jarak tertentu agar
pertumbuhannya bisa optimal.
Untuk kacang, penanaman dilakukan pada bulan April dan dipanen
pada bulan Juni. Hal ini sangat sesuai dengan karakter kacang yang baik
tumbuh pada kondisi tanah yang tingkat kelembabannya kecil atau cukup
kering. Penanamannya dilakukan setelah masa panen padi dan jagung
sehingga tidak memerlukan pupuk lagi, cukup sisa pupuk yang ditaburkan
pada saat menanam padi dan jagung.
Untuk menanam kacang, harus membuat lubang terlebih dahulu. Untuk
mempermudah matun dan agar pertumbuhannya bisa optimal. Dua minggu
pasca penanaman, kacang kemudian disiangi rumputnya. Pada umur 1 bulan
lebih satu minggu kacang mulai berbunga dan diurug agar isinya banyak.
Lahan seluas ¾ ha biasanya menghasilkan kacang basah sebanyak 4 kuintal
dan menjadi sekitar 2,5 kuintal ketika dikeringkan. Harga kacang basah Rp
2.500-3.000/ kg sedangkan kacang kering lebih mahal lagi, yaitu dalam kisaran
Rp 5.000/ kg.
Sedangkan untuk ketela, dalam prosesnya memerlukan waktu selama
delapan bulan. Ketela ditanam pada bulan Desember, bersamaan dengan padi
dan jagung, dan baru panen pada bulan Agustus. Hasil panennya bisa
mencapai 6-10 kuintal. Harga grinting atau gaplek adalah Rp 600-700/ kg.
Buah kelapa di Dusun Dringo cukup melimpah. Hampir di setiap
wilayah pekarangan warga terdapat pohon kelapa yang menjulang tinggi.
Bahkan sepanjang jalan tidak henti-hentinya terlihat pohon kelapa. Hasil
produksi buah kelapa sendiri mengalami intensitas yang tertinggi pada musim
hujan, yaitu antara bulan Oktober hingga Maret. Pada bulan-bulan ini produksi
bisa mencapai 150-200 buah setiap bulan namun karena hasil melimpah, maka
harga menjadi murah yaitu hanya sekitar Rp 600,-/ biji. Sedangkan pada
musim kemarau, bulan April hingga September, produksi buah kelapa lebih
sedikit yaitu antara 75-100 setiap bulan. Ketika buah kelapa jarang, maka
harganya pun meningkat sampai kisaran Rp 1000,-/ biji. Sebagaimana kita
ketahui, untuk memanen kelapa cukup menanam pohonnya sekali untuk
selamanya dan untuk seterusnya hanya perlu dilakukan pemetikan buahnya.
Penduduk Dusun Dringo mempunyai penghasilan yang melimpah pada
saat bulan-bulan panen. Sedangkan selain bulan-bulan panen, penghasilan
mereka dapatkan dari hasil memetik kelapa. Hasil penjualannya harus
disimpan dan dihemat sampai bulan berikutnya hingga memetik kembali.
Selain dari hasil panen kelapa, warga Dringo juga menjadi buruh angkat kayu
untuk menambah penghasilan mereka.
BAB II
MENEROPONG MASALAH MENYINGKAP DERITA
8 Sebrok merupakan nama tempat, termasuk dalam wilayah dusun Gondang sekitar 1 km dari
Dusun Dringo. di tempat tersebut telah dibangun bak penampungan air darurat yang
langsung berasal dari mata air.
Foto: 4 PERJUANGAN, Seorang
warga sedang memikul air dari
penampugan air di Sebrok
9Hasil wawancara dengan Bambang, salah seorang tokoh muda dan pernah memasuki Goa
Plethes, Kamis, 13 Agustus 2009 pukul 19.22 WIB
Gambar: 2
10 Hasil wawancara dengan Pak Sunarto. Jum’at, 7 Agustus 2009. 13.10 WIB
serabutan. Akan tetapi, mereka tidak tinggal dan menetap di Dusun Dringo,
melainkan hanya datang ketika hari raya.
Selain orang–orang tersebut rata–rata kehidupan masyarakat Dringo
berkekurangan. Mereka kebanyakan tetap bekerja apa adanya di dusun. Rata–
rata pekerjaan warga Dusun Dringo adalah bercocok tanam di lahan yang
kondisi tanahnya kurang subur. Selain itu ada juga beberapa warga yang
bekerja sebagai buruh angkat kayu jati.
Berdasarkan hasil diskusi bersama dengan kelompok ibu–ibu atau pun
bapak–bapak tentang perhitungan kebutuhan harian mereka tergolong rendah.
Meskipun kebutuhan mereka tergolong rendah akan tetapi pengasilan mereka
tetap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan harian. Satu hari dana yang
mereka habiskan untuk memenuhi kebutuhan harian kurang lebih sebesar Rp.
5.000,- untuk membeli lauk dan bumbu. Untuk kebutuhan lain seperti beras,
kelapa dan sayuran mereka jarang bahkan hampir tidak pernah membeli,
karena mereka mendapatkannya dari hasil kebun/sawah sendiri. Sedangkan
peralatan masak yang digunakan relatif sederhana yaitu berupa tungku
dengan bahan bakar kayu dan daun kelapa kering, sehingga mereka tidak
perlu merogoh kocek lebih dalam untuk membeli minyak tanah.
Selain menjual hasil panen dan ternak, masyarakat Dusun Dringo juga
mengandalkan hasil dari penjualan tanaman jati jika mereka dalam keadaan
terdesak. Harga jati dengan diameter 25-30 cm adalah sekitar 2 – 3,5 juta
rupiah/ batang. Sebagai contohnya, ketika Pak Sayuri dihutangi kerabatnya
untuk keperluan yang sangat mendesak sebesar 4,5 juta, maka dia cukup
menjual pohon jatinya sebanyak dua batang.
Untuk ke depannya masyarakat Dusun Dringo mengharapkan
terciptanya usaha ekonomi mikro yang lebih berkembang dan alat komunikasi
yang memadai. Dengan demikian, harapan untuk bisa meningkatkan
kesejahteraan hidup dan kekuatan ekonomi keluarga yang lebih baik bisa
terwujud.
Gambar: 4
Diagram Alur Kepercayaan Masyarakat Dusun Dringo
Tokoh Kam
Masyara pus
kat
Musli
Kyai m Taat Elit
Desa Desa
Musli
m
Kejawe Musli
n m
Abang
Duk
an
un
Tabel: 2
PENELUSURAN SEJARAH
PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN AL QUR’AN
TAHUN KEJADIAN
Pengajian rutin setiap sore untuk anak-anak mulai dilakukan
1948
oleh Mbah Simin
Mbah Simin meninggal dan sejak itu pengajian dilakukan oleh
1964
muridnya yaitu Mbah Somorejo
Mbah Ibrahim yang merupakan pendatang dari daerah Dersono
1972 datang ke Dusun Dringo dan membantu Mbah Somorejo dalam
mengajar
1. Pembangunan satu-satunya mushalla di Dusun Dringo di
atas tanah wakaf almarhumah Mbah Sholikinah dan
1994 dikerjakan secara swadaya masyarakat
2. Pengajian yang sebelumnya berada di rumah pemangku
mushalla, dipindah ke mushalla agar lebih intens
Ada juga goa Blimbing yang letaknya di Dusun Dringo sebelah utara.
Sama dengan goa Belikgunung, goa Blimbing juga sangat sulit untuk masuk ke
dalamnya. Mulut goa berbentuk sumur dengan dinding yang tegak lurus
sedalam 10 meter. Menurut warga yang pernah masuk ke dalamnya, batu-batu
yang ada di dalam goa Blimbing dapat berbunyi seperti gamelan ketika
dipukul. Namun sayang, keindahan yang ditawarkan terancam rusak karena
warga sekitar sering mengambil bebatuan yang ada di sekitar mulut goa untuk
dijual. Anehnya, batu-batu tersebut memancarkan cahaya seperti kristal ketika
masih di dalam lambung goa yang gelap. Akan tetapi, ketika sudah dibawa
keluar, batu tersebut sama dengan batu-batu biasa yang tidak lagi bercahaya.
Selain goa Belikgunung dan Goa Blimbing, di Dusun Dringo juga
terdapat satu lagi goa yang bisa dikembangkan menjadi obyek wisata, yaitu
Goa Plethes. Goa ini letaknya sangat strategis karena berada di pinggir jalan
utama Dusun Dringo. Menurut warga, goa ini sangat dalam dan terdapat
sumber air yang berkadar kapur tinggi. Sayangnya, untuk masuk ke dalam
sangat susah, bahkan harus dengan berjongkok, karena mulut goa sangat
sempit dan rendah.
Foto 10: SEMPIT, Mulut goa
Plethes yang sempit, sehingga
untuk masuk ke dalamnya
harus berjongkok
Gambar: 6
POHON MASALAH
KEKURANGAN
AIR
Kandungan
Kurang Warga tidak
kapur sangat Adanya Terjadi
koordinasi punya
tinggi kecurangan sabotase
dengan inisiatif dan
dalam saluran
pihak hanya
pembagian pipa
terkait menunggu
air
Ada
kecemburuan
masyarakat
Dari realitas penyebab dan akibat permasalahan kekurangan air di
Dusun Dringo, maka harapan yang diinginkan oleh masyarakat agar
kekurangan air bisa teratasi adalah seperti dalam pohon harapan berikut:
Gambar: 7
POHON HARAPAN
KETERSEDIAAN
AIR
Kandungan
Koordinasi Warga
kapur sangat Tidak adanya
mempunyai Tidak
rendah dengan kecurangan
inisiatif dan ada
pihak dalam
lebih aktif sabotase
terkait lebih pembagian saluran
meningkat air pipa
Tidak ada
kecemburuan
masyarakat
Ketersedian air dapat dilihat dari sumber air yang layak konsumsi,
terpasangnya pipa bantuan pemerintah, dan berfungsinya saluran pipa yang
ada dengan baik. Air dikatakan layak konsumsi jika kandungan kapurnya
rendah yang sebelumnya telah dilakukan penjernihan dan netralisasi. Air di
Dusun Dringo memiliki kandungan kapur yang cukup tinggi sehingga warga
mengharapkan adanya air dari PDAM untuk memenuhi kebutuhan sehari–
hari. Sedangkan pemasangan pipa bantuan pemerintah dapat terlaksana
dengan cepat jika terjadi koordinasi yang baik antara pemerintah dengan
masyarakat Dusun Dringo. Demikian pula diharapkan adanya peran aktif
kepala dusun sebagai motor penggerak warga yang mampu memberikan
motivasi kepada warga untuk cepat menyelesaikan pemasangan pipa tersebut.
Sebenarnya di Dusun Dringo sudah ada pipa yang berasal dari sumber
air tetapi tidak dapat digunakan karena disabotase oleh masyarakat dusun
lainnya. Oleh karena itu, masyarakat mengharapkan dapat berfungsinya pipa
yang ada dengan baik, tidak terjadi sabotase lagi oleh masyarakat dusun lain,
peraturan desa tentang air berjalan dengan baik. Karena air adalah sumber
kehidupan dan kesejahteraan masyarakat maka diharapkan ketegasan dari
aparat desa untuk bisa membagi air tersebut dengan seadil – adilnya.
Manfaat dari ketersediaan air yang melimpah adalah: terpenuhinya
kebutuhan hidup sehari – hari masyarakat, aktivitas beribadah berjalan dengan
lancar, hasil pertanian yang maksimal, dan sehat dan produktifnya hewan
ternak. Sehingga masyarakat Dusun Dringo tidak perlu lagi mengambil air dari
sumber mata air yang berjarak 1 km serta timbulnya kesejahteraan bagi
masyarakat Dusun Dringo. Demikian pula diharapkan masyarakat akan bisa
meningkatkan kualitas keberagamaannya, karena selama ini alasan masyarakat
tidak mau menjalankan shalat karena sulitnya air untuk mandi dan wudlu.
Diskusi resmi dengan semua warga dilaksanakan pada tanggal 25
Agustus 2009. Diskusi perdana ini membahas sebuah masalah yang tidak
semua warga paham dan mau mengetahui akan masalah tersebut. Dengan
diskusi ini, semua warga mendengar dan aktif berbicara dengan masalah
dusunnya sendiri yang sebelumnya hanya mlongo saja ketika diajak berdiskusi.
Diskusi yang diikuti oleh seluruh warga ini, dilaksanakan di balai
Dusun Dringo, tempat yang sebelumnya belum pernah digunakan berkumpul
seperti ini karena baru selesai dibangun. Dipilihnya balai dusun karena itu
merupakan fasilitas umum untuk seluruh warga. Selain itu, rumah warga tidak
ada yang cukup luas untuk menampung kumpulan semua warga.
Permasalahan utama yang dialami oleh Dusun Dringo seperti dalam
pohon masalah hasil pemetaan, adalah kekurangan air. Sehingga, diskusi pada
malam itu pun sudah langsung menjurus ke masalah perpipaan, meskipun
banyak masalah lain di Dusun Dringo. Warga meminta masalah pipa
didahulukan pembahasannya dan mendapatkan prioritas yang utama.
Proses diskusi tentang pipa ini, pertama kali dimulai dari perkenalan
bantuan pipa yang turun di Dusun Dringo ini. Karena pipa yang dibantukan
tersebut masih menyisakan sedikit permasalahan. Masalah pertama,
sebenarnya, yang diinginkan oleh warga bantuan pipa tersebut adalah pipa
yang terbuat dari besi, karena disesuaikan dengan keadaan alam Dringo yang
berbukit dan berbatu. Namun, bantuan yang datang berupa paralon yang
menurut pihak PDAM kurang layak untuk daerah seperti Dusun Dringo.
Masalah kedua, pipa tersebut belum diserahkan penggunaanya secara
resmi oleh Dinas Sosial Propinsi. Warga setempat merasa takut memegang
pipa tersebut, karena tidak ada serah terima resmi dengan warga. Sejauh ini,
serah terima hanya kepada kepala desa dengan permintaan tanda tangan oleh
tender yang mengirim pipa tersebut. Pipa-pipa ini hanya ditaruh begitu saja di
salah satu rumah warga tanpa ada surat menyurat dan bagaiman cara
penggunaanya. Seharusnya adalah ketika Dinas Sosial Propinsi mengirim
bantuan kepada warga semestinya memberikan pengarahan dan teknis
penggunaan dan pemasangan yang jelas, kalau perlu disertai dengan peta
lokasi pemasangan pipa tersebut sesuai dengan hasil survei dinsos sendiri.
Masalah ketiga, selain dalam jenisnya, bantuan pipa tersebut juga tidak
sesuai dengan ukurannya. Menurut kepala dusun, sejak awal pipa yang
diminta adalah pipa berukuran ø 2 (dim) untuk mengalirkan air dari Desa
Sugihwaras yang berjarak 2600 meter. Permintaan ukuran pipa tersebut bukan
asal-asalan, akan tetapi sudah didiskusikan terlebih dahulu dengan pihak
PDAM Pacitan sebagai teknisi pemasangan dan penyambungan dari pipa
induk. Akan tetapi, bantuan yang datang adalah pipa sebesar ½, ¾, dan 2 ½
dim, sehingga hal itu sempat membingungkan masyarakat.
Masalah keempat adalah bantuan pipa tersebut tidak ada denah dan
teori teknis pemasangan dari pipa induk di Sugihwaras. Adapun survei yang
dilakukan oleh Dinsos dulu, sebelum menurunkan bantuan, pipa akan
disambung dari Desa Sugihwaras dan teknis pemasangannya oleh PDAM
berdasarkan peta yang akan diberikan selanjutnya kepada warga. Akan tetapi,
sampai sebulan lebih bantuan tersebut datang peta pemasangan belum ada.
Diskusi ini berakhir dengan kesepakatan untuk mengatasi masalah
perpipaan ini dengan segera. Namun masalah waktu belum bisa ditentukan
karena masih menunggu hasil dari proses negoisasi dengan dinas sosial.
Harapan warga Dusun Dringo hanya satu, yaitu bagaimana pipa tersebut bisa
segera digunakan untuk mengalirkan air dari Desa Sugihwaras tanpa
memerlukan tambahan dana lagi.
Langkah pertama dimulai dari sebuah keberanian untuk mengusut
masalah-masalah tentang perpipaan tersebut, dengan Dinas Sosial Kabupaten
Pacitan sebagai stakeholder. Akan tetapi, menurut pihak Dinas Sosial Pacitan,
bantuan pipa sepanjang itu bukan wewenangnya. Dalam arti, bantuan tersebut
sepenuhnya turun dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur langsung tanpa
melalui Dinas Sosial Kabupaten Pacitan.
Sedangkan menurut Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur, bantuan yang
turun ke Dusun Dringo, setelah tanggal turunnya bantuan adalah sepenuhnya
milik dusun, dan penggunaannya diserahkan kepada dusun. Dengan
demikian, telah jelas, bahwa bantuan pipa tersebut sudah menjadi hak dusun
dan bisa segera dipasang.
Satu masalah tentang perpipaan telah berhasil dipecahkan. Sudah ada
titik terang mengenai status bantuan tersebut. Bantuan dari Dinsos Propinsi
tersebut, secara sah dan meyakinkan telah menjadi milik warga Dusun Dringo
dan mengenai teknis pemasangannya diserahkan kepada masyarakat Dringo.
Akan tetapi, masih ada satu masalah lagi, yaitu mengenai ukuran pipa yang
tidak sama. Ukuran pipa 2½ dim, terlalu besar untuk disambungkan dengan
ukuran ¾ dim.
Mengenai masalah ini, ada masukan yang tidak terlalu sulit tetapi
lumayan beresiko. Warga menyarankan untuk menukarkan pipa yang
berukuran 2,5 dim dengan yang lebih kecil (2 Dim). Setelah saran tersebut
disepakati dan dilaksanakan, ternyata gagal total. Toko-toko bangunan di kota
Pacitan seperti Enggal Babar, Pelangi, Lestari, dan Bintang Surya, tidak
bersedia untuk bertukar pipa. Hal itu dikarenakan, toko-toko tersebut tidak
mau ambil resiko, meskipun dalam kenyataannya penukaran pipa sangat
menguntungkan mereka. Keuntungannya, pipa merk Maspion yang berukuran
2,5 dim ditukar dengan ukuran 2 dim merk Wavin yang secara kualitas lebih
rendah. Secara harga pun merk Maspion lebih mahal dari pada Wavin. Namun,
justru di sinilah yang menjadikan alasan para pemilik toko untuk menolak
tukar guling dengan alasan takut tidak laku. Karena penjualan pipa merk
Maspion harganya terlalu mahal bagi konsumen kawasan Pacitan.
Selain alasan tidak laku, ada alasan yang cukup mengejutkan namun
wajar. Toko bangunan Lestari tidak berani menukarkan pipanya karena takut
berurusan dengan pihak berwajib. Mereka menganggap, pipa bantuan Dinsos
provinsi yang akan ditukar merupakan pipa hasil penadahan pencurian.
Mereka truma karena sebelumya pernah tertipu dengan pembelian dan
penukaran pipa yang berasal dari masyarakat, yang ternyata hasil penadahan
pencurian.
Kegagalan penukaran pipa bantuan tersebut, menambah berat beban
masyarakat Dusun Dringo. Untuk bisa meneguk air tanpa harus berjalan 1 km
ternyata harus dilakukan dengan usaha yang sangat keras. Para warga dusun
mencoba memutar otak untuk solusi yang lebih baik. Akhirnya, Sunarto (40
tahun) yang juga seorang kontraktor mengutarakan idenya. Menurutnya,
solusi yang terbaik adalah memaksimalkan pipa yang ada. Jumlah pipa yang
bisa disambungkan yaitu ukuran ½ dan ¾ dim dengan total panjang 2500
meter dianggap cukup untuk mengalirkan air dari Desa Sugihwaras ke Dusun
Dringo yang berjarak sekitar 2600 meter. Sedangkan 100 meter kekurangannya
akan diusahakan selanjutnya. Adapun pipa yang berukuran 2 ½ dim dibiarkan
saja dengan catatan sambil diusahakan mencari pipa pengganti dengan ukuran
2 dim. Bagai gayung bersambut, ide tersebut diterima dan disepakati oleh
seluruh warga. Tekad untuk mengalirkan air sudah bulat, sedangkan pipa
yang akan dipakai adalah yang berukuran ½ dan ¾ dim. Selain itu akan segera
dilakukan penggalian tanah di sepanjang jalur yang dilewati oleh pipa.
Selain permasalahan air, masih banyak permasalahan lain yang
menunggu giliran untuk segera ditangani. Meskipun demikian, ratingnya tidak
setinggi permasalahan air. Permasalahan-permasalahan tersebut menyangkut
pemberdayaan sumberdaya serta potensi masyarakat setempat dan
pembangunan fisik. Permasalahan pemberdayaan sumberdaya dan potensi
yang ada misalnya kurangnya pemanfaatan dan pengolahan hasil-hasil bumi.
Sedangkan permasalahan dalam pembangunan fisik misalnya, melanjutkan
pembangunan rabat jalan, serta pemasangan instalasi jaringan listrik.
Berdasarkan persetujuan warga, yang akan diselesaikan terlebih dahulu
adalah berkenaan dengan pembangunan fisik dusun, seperti melanjutkan rabat
jalan dan pemasangan instalasi jaringan listrik. Untuk itu, Tim pendamping
memfasilitasi perwakilan masyarakat untuk mengajukan proposal ke
Binamarga Kabupaten Pacitan yang berisi tentang pelanjutan pembangunan
rabat jalan. Alasan dimasukannya rabat jalan adalah karena pembangunan
rabat jalan yang sebelumnya sudah ada masih setengah-setengah dan belum
mencakup seluruh Dusun Dringo. Masih banyak jalan-jalan utama Dusun
Dringo yang masih berbatu dan tidak layak. Selain itu ketika musim penghujan
kondisinya sangat licin, tergenang air dan becek.
Adapun mengenai masalah listrik, tim pendamping memfasilitasi
masyarakat untuk mengajukan proposal kepada Perusahaan Listrik Negara
(PLN) yang berisi tentang pemasangan instalasi jaringan listrik. Karena selama
ini, warga Dusun Dringo hanya gantol dari rumah warga yang sudah
mempunyai Kwh meter, atau memasang Kwh meter sendiri yang diletakkan di
dusun lain yang sudah terdapat instalasi. Sehingga warga harus memasang
kabel hingga sepanjang 1 km untuk mengalirkan listrik ke rumah mereka.
Biasanya, dalam satu Kwh yang rata-rata berkuatan 450 watt digunakan untuk
5-6 kepala keluarga, sehingga daya yang dihasilkan juga sangat kecil.
Untuk bisa merealisasikannya, pihak PLN mengajukan beberapa
persyaratan yang harus ada sebelum pemasangan instalasi jaringan listrik
dilakukan, antara lain jarak terdekat antara gardu listrik dan rumah yang ber-
Kwh tidak lebih dari 1 km, selain itu harus ada minimal 20 kepala keluarga
sebagai pelanggan. Persyaratan-persyaratan tersebut agaknya mampu
dipenuhi oleh masyarakat Dringo. Syarat pertama, Kwh yang paling dekat
dengan gardu listrik milik Sayuri (51 tahun) jaraknya malah kurang dari 1 km.
Untuk syarat yang kedua tentang batas minimal pelanggan 20 KK, masyarakat
Dringo yang berminat sekitar 35 KK dari 65 KK.
Melihat besarnya minat dan antusiasme masyarakat Dusun Dringo akan
keberadaan instalasi jaringan listrik dan sudah terpenuhinya persyaratan,
proposal yang diajukan mendapat respon positif dari pihak PLN yang juga
setuju untuk melakukan pemasangan instalasi jaringan listrik di Dusun Dringo.
Akan tetapi, waktu realisasi pemasangannya diperkirakan pada tahun 2010.
Hal itu dikarenakan pada tahun 2009 ini, PLN tidak mempunyai program
pengembangan jaringan. Program itu akan ada di tahun 2010.
BAB IV
MEMECAHKAN MASALAH MENUJU PERUBAHAN
Gambar: 11
Gambar: 12