Anda di halaman 1dari 11

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
(Slameto, 2010: 2).
Menurut Slameto dapat disimpulkan bahwa belajar itu merupakan
rangkaian dari segala aktivitas yang dilakukan melalui interaksi dengan
lingkungan untuk mendapatkan perubahan menuju kualitas diri yang lebih
baik. Belajar tidak hanya terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi belajar itu
merupakan serangkaian proses dalam jangka waktu lama. Proses belajar itu
diperoleh melalui pengalaman yang didapatkan dari aktivitas individu dengan
lingkungan. Awalnya seseorang mendapatkan hal yang baru akibat aktivitas
dengan lingkungan. Kemudian, dari hal yang baru itu terjadilah suatu
kebiasaan dan kebiasan itu dapat dikatakan sebagai pengalaman yang
menyebabkan terjadinya suatu perubahan. Perubahan tersebut tentunya
mengarah pada hal yang positif yaitu meningkatkan kualitas diri secara
keseluruhan. Misalnya dalam memahami pelajarn matematika, siswa
dihadapkan pada pengalaman yaitu dengan pembelajaran matematika yang
berawal dari kehidupan nyata. Berdasarkan pengalaman yang terjadi dalam
kehidupan nyata dapat menyebabkan suatu proses berfikir kritis dan logis.
Sehingga siswa mampu membentuk pengetahuannya sendiri melalui
pengalaman. Pengalaman yang telah diperoleh mengakibatkan terjadinya
perubahan tingkah yaitu siswa semakin paham akan pelajaran matematika
yang berawal dari kehidupan nyata.
Menurut Cronbach (dalam Djamarah,2002:13), belajar adalah suatu
aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman.
7

Belajar menurut Cronbach tersebut mempunyai makna bahwa


seseorang dikatakan sudah belajar apabila dalam diri individu tersebut sudah
mengalami perubahan. Perubahan tersebut mencakup kognitif, afektif serta
psikomotorik. Dari segi kognitif yaitu dapat terjadi perubahan dengan
bertambahnya ilmu pengetahuan. Perubahan dari segi afektif dapat dilihat
dari tingkah laku dan sikapnya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Sedangkan dari segi psikomotorik dapat terjadi perubahan dengan
bertambahnya ketrampilan yang dimiliki.
Gagne dan Berliner (dalam Tri Anni, 2007: 2) menyatakan bahwa
belajar merupakan proses dimana sesuatu organisme mengubah perilakunya
karena hasil dari pengalaman.
Menurut Gagne dan Berliner dalam buku Tri Anni dapat disimpulkan
bahwa belajar itu serangkaian usaha individu untuk memperoleh perubahan
perilaku akibat dari pengalaman. Dengan kata lain belajar itu merupakan
proses berfikir. Berfikir itu terjadi ketika mendapatkan suatu respon yang
akhirnya menjadikan suatu pengalaman. Pengalaman itu dapat berupa
pengalaman secara langsung atau pengalaman tidak langsung. Pengalaman
langsung adalah siswa melakukan sendiri dalam belajar untuk membentuk
pengetahuan sehingga akan lebih tertanam lama dibenak siswa. Misalnya
siswa memahami konsep matematika dengan melihatkan pengalaman
langsung dengan kehidupan nyata. Sedangkan pengalaman tidak langsung
seperti siswa membaca buku atau hanya mendengarkan penjelasan guru.
Berdasarkan pengalaman tersebut dapat menyebabkan terjadinya perubahan
perilaku. Perubahan sebagai hasil pengalaman tentunya kearah yang lebih
baik. Misalnya bertambahnya ilmu pengetahuan, ketrampilan serta memiliki
sikap yang baik.
Banyak para ahli pendidikan mengungkapkan pengertian belajar
dengan sudut pandang mereka masing-masing. Berdasarkan definisi-definisi
yang diberikan oleh para ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa
belajar adalah suatu proses atau usaha seseorang yang ditandai adanya
8

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, perubahan
tingkah laku ini berupa pengetahuan atau ketrampilan baru.
B. Hakekat Matematika
Matematika adalah bahasa numerik, matematika adalah berfikir logis
dan sarana berfikir. James (dalam Erman Suherman, 2007 :16 ) dalam
kamusnya matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu
tentang logika mengenal bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak dan
terbagi kedalam tuga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
Menurut James dalam buku Erman Suherman dapat disimpulkan
bahwa matematika adalah ilmu yang mengajak siswa berfikir logis dan
kreatif. Pembelajaran metamtika yang diterapkan guru bukan hanya sekedar
hafalan dan menerima ilmu saja. Tetapi, dalam proses belajar mengajar harus
melibatkan keaktifan siswa untuk memperoleh pengetahuan matematika.
Kerena mempelajari matematika erat kaitannya dengan kehidupan sehari-
sehari dan berkaitan dengan ilmu lainnya seperti Ilmu Pengetahuan Alam.
C. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tolak ukur yang digunakan untuk
menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami
suatu mata pelajaran, biasanya dinyatakan dengan nilai yang berupa huruf
atau angka-angka. Hasil belajar dapat berupa keterampilan, nilai dan sikap
setelah siswa mengalami proses belajar. Melalui proses belajar mengajar
diharapkan siswa memperoleh kepandaian dan kecakapan tertentu serta
perubahan-perubahan pada dirinya.
Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar
dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru (Nasution
2006 : 36). Menurut Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar menunjukkan
kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator
adanya derajat perubahan tingkah laku siswa. Sedangkan menurut dimyati
dan Mudjiono (2002:36) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari
9

suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang
diberikan guru.
Hasil belajar sendiri terdiri dari beberapa aspek, sehubungan ini Bloom
memberikan taksonomi sebagai berikut :
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak). Segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk .
Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari
jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam
jenjang yang dimaksud adalah : a) Pengetahuan/hafalan/ingatan, b)
Pemahaman, c) Penerapan (aplikasi), d) Analisis (pengkajian), e) Sintesis,
f) Evaluasi (penilaian)
2. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah sikap ranah yang berkaitan dengan sikap dan
nilai. Ranah afektif ini dibagi ke dalam lima jenjang, yaitu : a) Menerima
atau memperhatikan (receiving atau attending), b)menanggapi
(responding), c) menilai = menghargai (valuing), d) mengatur dan
mengorganisasikan (organizing), e) karakteristik dengan suatu nilai atau
komplek nilai.
3. Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu. Belajar merupakan suatu proses
dimana seseorang berusaha untuk mendapatkan suatu perubahan yang
relatif mantap dari kegiatan belajar mengajar.
Adapun hasil belajar dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam
diri anak dan faktor yang berasal dari lingkungan. Faktor yang berasal dari
anak terdiri dari :
1. motivasi atau nilai-nilai,
2. harapan untuk berhasil,
3. intelegensi atau penguasaan awal,
10

4. evaluasi kognitif terhadap kewajaran atau keadilan konsekuensi.


Sedangkan faktor yang berasal dari lingkungan terdiri dari :
1. Rancangan dan pengelolaan motivasioal
2. Rancangan dan pengelolaan kegiatan belajar
3. Rancangan dan pengelolaan ulangan penguatan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran
yang ditunjukkan dengan nilai tes maupun non tes yang diberikan oleh guru.
Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh seseorang setelah melakukan
kegiatan belajar. Hasil belajar tampak dari perubahan tingkah laku pada diri
siswa, yang dapat diamati dan diukur daalm bentuk perubahan pengetahuan
sikap dan keterampilan. Dari proses belajar diharapkan siswa memperoleh
prestasi belajar yang baik sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang
ditetapkan sebelum proses belajar berlangsung.
D. Motivasi
Motivasi belajar dapat didefinisikan sebagai keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin
kelangsungan kegiatan pembelajaran, dan memberikan arah pada kegiatan
pembelajaran itu demi mencapai tujuan (Winkel, 1996 : 41). Menurut
Purwanto (1996), motivasi merupakan suatu usaha yang didasari untuk
mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak
melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil dan tujuan tertentu. Sedangkan
menurut Mc. Donald dalam Hamalik (2001), motivation is an energy change
within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal
reaction, yang artinya motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang
yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan
mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi
terkandung adanya keinginan mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan,
dan mengarahkan sikap dan perilaku individu siswa. Ada tiga komponen
dalam motivasi yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan (Dimyati, dkk, 1994).
11

Anderson dan Faust (dalam Prayitno, 1989) menyatakan bahwa


motivasi belajar dapat dilihat dari karakteristik tingkah laku yang menyangkut
minat, perhatian, konsentrasi, ketekunan, dan partisipasi siswa dalam proses
pembelajaran. Siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar
menampakkan minat yang besar dan perhatian yang penuh terhadap tugas-
tugas belajar. Mereka memusatkan sebanyak mungkin energi fisik maupun
psikis terhadap kegiatan tanpa mengenal perasaan bosan apalagi menyerah.
Sebaliknya, siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar akan
menampakkan keengganan, pasif, mudah bosan, dan berusaha menghindar
dari aktivitas belajar. Dengan demikian motivasi belajar akan berdampak
pada hasil belajar siswa.
Menurut Hamalik (2001: 90), motivasi belajar dapat digolongkan
menjadi dua macam yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi instrinsik adalah motivasi yang hidup dalam diri siswa dan berguna
dalam situasi belajar yang fungsional sehingga pujian atau hadiah tidak
diperlukan oleh karena tidak akan menyebabkan siswa belajar untuk
mendapatkan pujian atau hadiah itu. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah
motivasi yang disebabkan oleh faktor dari luar situasi belajar, seperti nilai,
hadiah, atau pujian. Aktivitas yang didorong oleh motivasi instrinsik ternyata
lebih sukses daripada yang didorong oleh motivasi ekstrinsik sehingga dapat
dikatakan bahwa siswa yang termotivasi secara instrinsik aktivitasnya lebih
baik dalam belajar daripada siswa yang termotivasi secara ekstrinsik.
Untuk meningkatkan motivasi siswa tidaklah mudah sehingga guru
perlu mengenal siswa dan mempunyai kreativitas untuk menghubungkan
pelajaran dengan kebutuhan dan minat siswa. Upaya yang dapat dilakukan
untuk menumbuhkan motivasi seperti yang dikemukakan Hamalik (2001)
antara lain : 1) memberi nilai; 2) pemberian pujian; dan 3) menciptakan
suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Berdasarkan pendapat beberapa pakar, dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar merupakan dorongan mental dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar demi mencapai tujuan tertentu. Motivasi
12

belajar dapat dilihat dari tingkah laku siswa yang menyangkut minat,
perhatian, dan ketekunan dalam mengikuti proses pembelajaran. Motivasi
belajar yang berasal dari dalam diri siswa akan lebih bermakna daripada
motivasi yang berasal dari luar diri siswa. Meskipun demikian, guru tetap
perlu membangun motivasi siswa demi tercapainya tujuan pembelajaran,
misalnya dengan memberikan pujian dan menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan.
E. Model Pembelajaran TPS ( Think Pair Share)
Pembelajaran TPS diawali dengan Thinking dengan guru mengajukan
pertanyaan, pairing meminta peserta didik berpasang-pasangan dan Sharing
yaitu hasil diskusi ditiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan
seluruh kelas.(Suprijono, Agus, 2010 :91).
Berdasarkan buku Agus Suprijono tersebut, dapat dikatakan bahwa
model pembelajaran TPS memiliki karakteristik berupa Thinking, Pairing
serta Sharing. Pembelajaran TPS diawali dengan adanya Thinking yaitu guru
memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang telah
disampaikan yang akan tujuannya memberikan kesempatan bagi siswa untuk
berfikir. Selanjutnya Pairing meminta siswa untuk berpasangan yang
bertujuan agar para siswa dapat berdiskusi dan mampu menemukan jawaban
atas pertanyaan yang telah diajukan. Selanjutnya Sharing yaitu hasil diskusi
dari beberapa pasangan disebarkan keseluruh kelas sehingga mereka saling
bertukar pendapat dan saling memahami jawaban atas pertanyaan yang telah
mereka pikirkan.
Langkah-langkah TPS adalah sebagai berikut (Arends, Richard. I,
2008:15-16)
Tahap I: Thinking

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan


pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu
tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap II: Pairing
13

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk


mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi
pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu
pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi.
Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk perpasangan.
Tahap III: Sharing

Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi


dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif
dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dilanjutkan sampai
sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Menurut Arends, pembelajaran TPS dapat disimpulkan bahwa TPS
merupakan salah satu pembelajaran kooperatif dengan ciri khas ada berpikir,
berpasangan dan berbagi dalam langkah pembelajarannya. Berfikir tersebut
memiliki makna bahwa dalam pembelajaran guru memberikan rangsangan
berupa pertanyaan yang harus dipikirkan oleh siswa secara sendiiri-sendiri.
Sedangkan berpasangan itu, siswa diberikan kesempatan untuk saling
berdiskusi bertukar pendapat tentang jawaban yang telah dipikirkan tersebut.
Berbagi tersebut maksudnya setelah berdiskusi maka berbagi keseluruh siswa
mengenai pekerjaan yang telah didiskusikan. Sehingga, dalam model
pembelajaran TPS memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat
mengoptimalisasikan partisipasi siswa yaitu mampu menyumbangkan ide
untuk saling bertukar pendapat dan saling bekerja sama untuk menjadikan
kelompoknya menjadi kelompok yang baik dengan persaingan yang suportif.
Prosedur pembelajaran TPS ( Huda, 2011: 136-137) sebagai berikut.
1) Siswa ditempatkan dalam kelompok. Kelompok terdiri dari 4 anggota.
2) Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
3) Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut
sendiri-sendiri terlebih dahulu.
4) Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan. Setiap
pasangan mendiskusikan pengerjaan individunya.
14

5) Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing


untuk menukarkan hasil diskusinya.
Menurut prosedur pembelajaran TPS dalam buku Miftahul Huda
memiliki makna bahwa dalam pelaksanaan pembelajaraan yang terjadi guru
terlebih dahulu memberikan materi kepada siswa. siswa dibentuk dalam
beberapa kelompok. Selanjutnya dari materi tersebut guru memberikan
permasalahan kepada siswa yang harus dipikirkan sendiri-sendiri terlebih
dahulu. Setelah itu, untuk dapat saling bertukar pendapat siswa berpasangan
dengan anggota kelompoknya. Berarti dalam setiap kelompok memiliki
pasangan lebih dari dua. Apabila setiap pasangan sudah mendapatkan hasil
diskusinya, masing-masing pasangan berkumpul dalam kelompoknya untuk
menggbungkan ide yang telah didiskusikan dari beberapa pasangan yang
masih dalam satu kelompok. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dan semua anggota kelompok mengerti. Jadi, dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TPS tujuannya agar
mengoptimalisasikan partisipasi siswa yaitu siswa mampu saling berinteraksi
sosial, memberikan kesempatan bagi siswa untuk saling menyampaikan
pendapat, memberikan kesempatan bagi siswa agar dapat membangun kerja
sama positif yang menguntungkan semua pihak. Berinteraksi sosial antara
siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Karena model pembelajaran
TPS ini mengutamakan situasi kelas dibentuk dalam kelompok dengan ciri
khasnya ada berfikir, berpasangan dan berbagi.
F. Kerangka Berfikir
Banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan siswa dalam proses
pembelajaran Matematika, diantaranya adalah model pembelajaran yang
digunakan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan kajian
teori yang telah diuraikan dapat dibuat kerangka berpikir penelitian sebagai
berikut.
Pada kondisi awal, proses pembelajaran masih berpusat pada guru
(teacher centered) sehingga peran aktif siswa dalam proses pembelajaran
15

masih kurang. Hal ini menyebabkan motivasi belajar siswa masih rendah dan
berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa.
Untuk mengatasi masalah tersebut, guru harus melakukan tindakan.
Tindakan yang dipilih oleh peneliti adalah melakukan proses pembelajaran
dengan menggunakan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share
dalam dua siklus. Model pembelajaran Think Pair Share meningkatkan
keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Sehingga menimbulkan motivasi
siswa untuk ikut partisipasi pembelajaran yang akan berdampak pada hasil
belajar. Berikut disajikan kerangka berfikir penelitian.

Guru :
Belum melakukan Siswa :
KONDISI pembelajaran dengan Motivasi dan hasil belajar
AWAL menggunakan/ pokok bahasan Keliling
menerapkan Persegi dan Persegi
Model pembelajaran panjang mereka rendah.
kooperatif tipe TPS.
.

TINDAKAN Melakukan Siklus I


pembelajaran dengan Motivasi dan hasil
menggunakan/ belajar pokok bahasan
menerapkan Keliling Persegi dan
model pembelajaran Persegi Panjang
kooperatif tipe TPS. mereka meningkat

Pembelajaran dengan
KONDISI menggunakan/ Siklus II
AKHIR menerapkan Model Motivasi dan hasil
pembelajaran belajar pokok bahasan
kooperatif--
tipe TPS. Keliling Persegi dan
dapat meningkatkan Persegi Panjang
motivasi dan hasil mereka lebih meningkat
belajar siswa pokok
bahasan Keliling
Persegi dan Persegi
Panjang

Gambar 2.1. Skema Kerangka Berpikir


16

G. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Dapat diduga bahwa model pembelajaran Think Pair Share dapat
meningkatkan motivasi belajar Matematika pada pokok bahasan Keliling
Persegi dan Persegi Panjang siswa kelas III SD N Sembaturagung 01
semester 2 semester genap tahun pelajaran 2016/2017.
2. Dapat diduga bahwa model pembelajaran Think Pair Share dapat
meningkatkan hasil belajar Matematika pada pokok bahasan Keliling
Persegi dan Persegi Panjang siswa kelas III SD N Sembaturagung 01
semester 2 semester genap tahun pelajaran 2016/2017.

Anda mungkin juga menyukai