Anda di halaman 1dari 2

Penembakan antar TNI dan Polri, mengapa kerap terjadi, dan bagaimana mengatasinya?

By : Muhammad Hanafi R. ( Mahasiswa Sosiologi Universitas Bangka Belitung)

Akhir-akhir ini terjadi berbagai kasus penembakan yang membuat terkejut masyarakat
Indonesia, yaitu penembakan sesama anggota polisi dan penembakan istri anggota TNI. Di
bulan Juli saja, masyarakat digemparkan dengan kasus penembakan Brigadir Joshua yang
sampai saat ini masih ditemukan kejanggalan terhadap sebab kematiannya, serta penembakan
istri anggota TNI yang dilakukan oleh suaminya Kopda Muslimin yang ditemukan tewas
bunuh diri di Kendal akibat perselingkuhan terhadap wanita yang dicintai. Dua kasus tersebut
tentu saja membuat masyarakat berang dan membuat citra polisi and TNI sebagai pengayom
masyarakat dan perlindung negara dari berbagai ancaman merosot di mata publik. Mengapa
kerap terjadi kasus penembakan terhadap aparat polisi maupun TNI beserta keluarganya?
Apakah karena anggota polisi dan TNI belum paham kode etik selama menjadi bagian dari
personnel TNI dan Polri, atau karena kondisi psikologi anggota TNI/Polri yang selama ini
lemah atau tidak kuat? Bagaimana kita sebagai masyarakat harus berperan agar citra
TNI/Polri dimata masyarakat dapat dibangun kembali?

Dalam peristiwa yang menggemparkan tersebut, kita harus melihat bagaimana kode etik
personil TNI dan Polri selama bertugas di dinas penempatannya masing-masing. Untuk Polri,
terdapat peraturan Kapolri No. 14 tahun 2011 yang mengharuskan anggotanya untuk bersikap
ramah terhadap masyarakat, lembaganya, serta aparat keamanan yang lain, serta dilarang
untuk membuat tindakan yang dapat menyalahgunakan kekuasaannya sebagai anggota polri,
yaitu seperti ancaman pembunuhan, perselingkuhan, serta menyebarkan informasi yang tidak
benar kepada institusi polri. Begitu juga dengan Kode Etik TNI, para anggotanya diwajibkan
untuk menjunjung tinggi kehormatan wanita, bersikap ramah dan sopan terhadap rakyat, dan
juga melarang anggota TNI untuk bertindak tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan
yang berlaku seperti ancaman pembunuhan, penembakan, dsb. Sayangnya, beberapa personil
TNI/Polri ada yang tidak paham dengan etika mereka sebagai anggota TNI/Polri ketika
mereka bertugas dan ada sekali pelanggaran kode etik yang menimpa aparat penjaga
keamanan ini yang membuat banyak kasus yang melibatkan mereka terjadi seperti kasus
penembakan terhadap Brigadir J. Selain itu, lemah atau tidaknya kondisi psikologis juga
mempengaruhi anggota TNI/Polri ketika bertugas, seperti depresi, kecemasan, dan lain-lain
yang membuat anggotanya menghalalkan segala cara agar dapat memperbaiki jiwa diri
mereka sebagai aparat yang baik dan berwibawa namun ujung-ujungnya dapat memperburuk
potensi aparat itu sendiri.

Berkaca dari kasus penembakan antar anggota Polisi dan antar anggota TNI atau istrinya, apa
peran kita sebagai masyarakat dalam upaya membangun kembali citra TNI/Polri agar dapat
berwibawa di tengah masyarakat? Salah satu cara pentingnya adalah dengan memberi energi
positif masyarakat terhadap TNI/Polri agar institusi tersebut bisa diperkuat. Upaya tersebut
dapat dilakukan dengan dukungan dari masyarakat adat serta organisasi kemasyarakatan sipil
(civil society) yang tidak lain adalah komponen pendukung ketertiban masyarakat, yang
mana komponen ini harus aktif dalam melakukan pengawasan terhadap aparat keamanan agar
tidak terjadi penyimpangan yang sewaktu-waktu dapat mengganggu ketertiban umum.
Masyarakat juga harus bisa membangun kerjasama yang baik dengan aparat TNI/Polri dan
memberikan dorongan kepada mereka agar dapat bekerja dan bertugas dengan baik sesuai
dengan cita-cita yang didambakan masyarakat. Masyarakat juga harus bisa menyebarkan
informasi yang positif bahwa TNI/Polri dapat berperan sebagai pamong dalam menjaga
masyarakat agar tetap nyaman saat beraktivitas. Jangan sampai masyarakat bisa jadi
terhakimi apabila terjadi kasus yang melibatkan anggota TNI/Polri.

Anda mungkin juga menyukai