Anda di halaman 1dari 12

1. Menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Atas Kapal ?

Berdasarkan Undang – undang Keselamatan Kerja N0.1. Tahun 1970, pasal 12b dan pasal 12c,
bahwa tenaga kerja diwajibkan :
a. Memahami alat-alat perlindungan
b. Memenuhi atau mentaati semua syarat-syarat keselamatan
Alat pelindung untuk para pekerja adalah gunanya untuk melindungi pekerja dari bahaya-bahaya
yang mungkin menimpanya sewaktu-waktu dalam menjalankan tugasnya seperti :
1. Helm pelindung batok kepala
2. Alat pelindung muka dan mata
3. Alat pelindung badan
4. Alat pelindung anggota badan (lengan dan kaki)
5. Alat pelindung pernafasan
6. Alat pelindung pendengaran
Adapun jenis-jenis perlengkapan kerja, seperti yang dimaksud pada pasal 13 dan pasal 14 Undang-undang
Keselamatan Kerja N0.1 Tahun 1970 adalah :
1. Alat-alat pelindung batok
2. Alat-alat pelindung muka dan
3. Alat-alat pelindung
4. Alat-alat pelindung anggota badan seperti lengan dan
5. Alat-alat pelindung
6. Alat-alat Pencegah
7. Alat-alat pelindung
8. Alat-alat pencegah

Alat-Alat Keselamatan Kegunaan Bagi Pemakai


Topi keselamatan Digunakan pekerja untuk pekerjaan penyemprotan
menggunakan pasir di dok kapal atau pekerja yang
bekerja membersihkan tanki bahan bakar pada
kapal.
Topi penyemprot pasir. Digunakan pekerja untuk pekerjaan penyemprotan
menggunakan pasir di dok kapal atau pekerja yang
bekerja membersihkan tanki bahan bakar pada
kapal.
Masker las yang dilengkapi dengan Digunakan oleh pekerja yang menggunakan las
tangkai pemegang listrik, fungsinya melindungi muka dan mata dari
percikan bunga api listrik.
Masker las yang dilengkapi dengan Digunakan oleh pekerja yang menggunakan las
penutup kepala. listrik, fungsinya melindungi muka, mata dan kepala
dari percikan bunga api listrik.

Masker pelindung muka. Dikenakan     oleh      pekerja      yang     pekerjaannya


berhubungan dengan reaksi kimia.
Digunakan oleh pekerja yang menggunakan las
Pelindung mata. listrik, fungsinya melindungi mata

Kaca mata las acytelin Digunakan   oleh    pekerja   yang   menggunakan   las
acyteline yang fungsinya   melindungi  dari percikan

bunga api.
Untuk    melindungi    pekerja     yang     pekerjaannya
Kaca mata yang terbuat dari karet
berhubungan dengan debu.

Digunakan oleh pekerja yang pekerjaannya mengelas


dengan menggunakan las listrik dan las karbit.
Peralatan pelindung dada.
Fungsinya untuk mencegah anggota badan terutama
dada dari percikan bunga api.

Digunakan untuk   kerjaan mengecat dan melakukan


Sarung tangan yang terbuat dari kain
perawatan dan perbaikan pada motor diesel.

Digunakan oleh pekerja yang pekerjaannya mengelas


dengan menggunakan las listrik dan las karbit,
Sarung tangan las
fungsinya untuk menghindari tangan dari percikan
bunga api.

Dikenakan   oleh   pekerja   untuk   menghindari   dari


Sepatu keselamatan (Safety shoes) terperosot dan terkena beban berat pada waktu
bekerja.

Digunakan pada pekerja yang melaksanakan


Jaring keselamatan
pekerjaan diatas mesin yang beroperasi.

Digunakan untuk menemukan orang yang jatuh


Pengeruk terbenam dalam air, atau barang-barang yang
terjatuh ke dalam air.

Digunakan oleh pekerja untuk menghindari diri dari


Sumbat telinga (Ear plug)
suara bising.

Digunakan oleh pekerja untuk menghindari dari


Tutup telinga (Ear muff)
suara bernada tinggi dan keras

2. Membina Kerjasama

3. Merencanakan Operasi Penangkapan Ikan

Merencanakan operasi penangkapan ikan dan docking kapal Didalam merencanakan operasi penangkapan
ikan sangat diperlukan persiapan-persiapan yang meliputi persiapan yang berhubungan dengan
Departemen Deck / nautika, departemen mesin, departemen penangkapan. Hubungan dari ke tiga
departemen ini semua kebutuhan akan perencanaan operasi penangkapan ikan dapat dipenuhi dengan
lancar dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing departemen. Tahap persiapan ini sangat penting
karena dari sinilah semua rencana dapat dipastikan, dimana daerah penangkapan yang menjadi tujuan
penangkapan, berapa lama operasi dilaksanakan, berapa jumlah yang harus disediakan bahan bakar, bahan
makanan, air tawar, sudah siapkah alat tangkap yang digunakan, dlsb.
Persiapan dalam merencanakan operasi penangkapan ikan dapat dibagi menjadi :
Persiapan di darat meliputi :
1. Pengurusan dokumen kapal, surat ukur kapal, pas tahunan, surat ijin berlayar, sertifikat
kesempurnaan, surat ijin usaha penangkapan dan sijil awak kapal.
2. Pemeriksaan dan uji coba kesiapan peralatan navigasi dapat dioperasikan dan berfungsi dengan
baik.
3. Perlengkapan kapal yang lain seperti Blok, Takal dan Takal Dasar diperiksa diberi gemuk tempat-
tempat yang bergerak, segel-segel rantai jangkar juga diperiksa dan dipersiapkan.
4. Tata dan atur alat tangkap yang akan digunakan serta alat bantu penangkapannya
5. Melengkapi perbekalan kapal antara lain : bahan bakar, minyak pelumas, perlengkapan perbaikan
jaring (benang, jaring, pelampung pemberat, dll.), bahan makanan, obat.
Persiapan di laut meliputi :
1. Kegiatan mempersiapkan alat penangkapan sebelum sampai di tempat daerah penangkapan
2. Tentukan yang pasti posisi penangkapan melalui alat-alat navigasi yang ada

DOCKING KAPAL
Didalam mencapai suatu tujuan usaha atau kegiatan haruslah melalui tahap-tahap dimana akan
mempermudah didalam pelaksanaannya. Mulai dari perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan,
serta pengawasan, semuanya itu akan terwujud bila satu sama lainnya bisa seimbang. Untuk itu peranan
yang sangat penting didalam menentukan keberhasilan ialah pengawasan dan kontroling segala kegiatan.
Salah satu kebutuhan pokok kapal yang harus dilakukan tepat waktu adalah total perawatan atau docking
kapal. Hal ini dilakukan untuk laik laut, sehingga keselamatan kapal beserta isinya dapat terjamin.
Pekerjaan yang dilakukan di dalam docking ini adalah merawat, memeriksa bahkan mungkin mengganti
semua peralatan yang ada di kapal harus di uji kelayakannya.

Persiapan di dalam merencanakan kegiatan docking kapal antara lain :


a) Kesiapan bahan baku dan suku cadang
b) Perkiraan waktu docking
c) Jenis-jenis pekerjaan yang harus dikerjakan dalam dock
d) Tenaga ahli yang menangani (dock enginer)
e) Biaya
f) Prosedur administrasi docking
g) Pengajuan perencanaan perawatan dan docking

Beberapa contoh pekerjaan yang dilakukan dalam docking antara lain meliputi :
a) Pekerjaan lambung kapal
b) Pekerjaan katup-katup sea chest
c) Pekerjaan jangkar, rantai jangkar dan ceruk jangkar
d) Pekerjaan pada sistem propulsi
e) Pekerjaan kalibrasi turbo charger dan fuel injection pump
f) Pekerjaan dll.

Setelah semua kegiatan pekerjaan docking dinyatakan selesai, untuk mendapatkan hasil yang tidak
diragukan lagi atau baik, maka harus dilakukan sea trial. Jika hasil sea trial tidak ada masalah artinya
semua peralatan telah berjalan sempurna maka kapal sudah dinyatakan selesai docking.

Menghitung eksploitasi kapal per trip Besar biaya yang harus dipikul oleh sebuah kapal yang hendak
melakukan operasi penangkapan ikan tergantung dari :
 Biaya tetap dan biaya yang tidak tetap artinya biaya tetap itu seperti biaya penyusutan kapal
dan alat tangkap, sedangkan biaya tidak tetap / berubah-ubah itu seperti jumlah bahan
bakar, makanan, dlsb. Untuk itu besarnya biaya ditentukan seperti jarak tempuh kapal
dalam pelayaran menuju fishing ground, besar mesin penggerak kapal, lama waktu
operasi/trip dan biaya-biaya lainnya. Jika sebuah kapal penangkap ikan dimana biaya total
eksploitasi (TC) yang dikeluarkan sama dengan hasil yang diperoleh (TR) maka kapal
tersebut sudah tidak menguntungkan. Tentu yang menjadi harapan setiap nelayan yang
kelaut keuntungan atau membawa hasil uang.

MENENTUKAN DAERAH PENANGKAPAN


Salah satu persiapan dalam merencanakan operasi penangkapan adalah menentukan daerah
penangkapan. Tujuan dan sasaran ikan yang akan ditangkap juga menjadi satu pertimbangan alat tangkap
yang akan digunakan.
Contoh dalam penangkapan udang, maka alat penangkapan yang digunakan adalah trawl udang
(shrimp trawl), sebelum melakukan operasi penangkapan (setting dan hauling jaring), maka menentukan
daerah penangkapan menjadi faktor yang sangat penting, jika salah maka resiko akan menjadi persoalan.
Menentukan daerah penangkapan udang pertimbangannya bahwa dasar perairan harus rata,
bentuk dasar lumpur atau lumpur berpasir. Jika tidak rata maka kemungkinan alat tangkap trawl akan
mengalami kesulitan bergerak dan bahkan bisa hilang karena tersangkut perairan yang tidak rata itu.
Jadi perlu kita mengetahui habitat dan behavour, migrasi serta jumlah ikan yang akan ditangkap.
Monitoring membuat laporan daerah dan hasil tangkapan Setiap perusahan perikanan mempunyai bentuk
dan sistem yang berbeda-beda. Artinya bahwa laporan hasil tangkap misalnya harus segera dillaporkan
sesuai bentuk laporan yang telah disediakan oleh instansi, dimana satu dengan yang lain mempunyai
bentuk laporan sendiri.
Pada umumnya isi dari laporan hampir mempunyai kesamaan antara perusahaan perikanan yang
satu dengan yang lainnya. Didalam laporan daerah dan hasil tangkapan ikan itu antara lain yang penting
adalah :
 Nama kapal,
 posisi lintang dan bujur setting dan hauling,
 jenis dan berat ikan yang tertangkap,
 cuaca juga perlu disampaikan,
 jumlah alat tangkap yang dioperasikan (hook rate).

Monitoring daerah penangkapan adalah sangat penting dalam upaya untuk meningkatkan hasi tangkapan.
Karena dengan monitoring maka pada setiap musim ikan dapat diprediksikan perkiraan daerah
penangkapan. Oleh sebab itu kegiatan antara monitoring dan laporan daerah penangkapan itu harus
dilakukan dan wajib bagi setiap kapal penangkap ikan yang melakukan operasi penangkapan.
4. Membuat Rute Pelayaran
Peraturan yang ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada
tanggal 30 Desember 2016 dibuat untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan
yang bertanggung jawab, optimal dan berkelanjutan serta mengurangi konflik
pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya ikan.
Peraturan Menteri tersebut mengatur beberapa hal, satu diantaranya adalah mengenai
jalur penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
(WPPNRI), yang terdiri dari Jalur Penangkapan Ikan I, Jalur Penangkapan Ikan II, dan
Jalur Penangkapan Ikan III.
Jalur Penangkapan Ikan I terdiri dari Jalur Penangkapan Ikan IA, meliputi perairan pantai
sampai dengan 2 (dua) mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah,
dan Jalur Penangkapan Ikan IB, meliputi perairan pantai di luar 2 (dua) mil laut sampai
dengan 4 (empat) mil laut.
Sementara Jalur Penangkapan Ikan II, meliputi perairan di luar Jalur Penangkapan Ikan I
sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terendah.
Sedangkan Jalur Penangkapan Ikan III, meliputi Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia
(ZEEI) dan perairan di luar Jalur Penangkapan Ikan II.
Peraturan Menteri tersebut menyatakan bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat
Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2014 dinyatakan
tidak berlaku. (SBO)

5. Merakit Pukat Cincin

Pukat cincin atau “Purse Seine” adalah alat tangkap ikan yang terbuat dari beberapa lembaran
jaring, tali dan bahan lainnya yang ditujukan untuk menangkap gerombolan ikan pada perairan
pelagis. Jenis-jenis ikan yang menjadi sasaran tangkapnya meliputi jenis ikan pelagis kecil seperti
layang, lemuru, kembung, maupun jenis ikan pelagis besar seperti tongkol, cakalang, tuna dan lain
sebagainya
Disebut pukat cicin karena dilengkapi dengan cincin-cincin pada bagian bawah jaring sebagai
tempat untuk memasang tali kerut. Fungsi cincin dan tali kerut pada saat alat dioperasikan adalah
menutup bagian bawah jaring sehingga jaring membentuk kantong untuk mengurung ikan yang
tertangkap.
Prinsip pengoperasian alat tangkap ini, yaitu dengan cara melingkarkan jaring pada gerombolan
ikan sedemikian rupa guna membentuk dinding secara vertical, kemudian menarik tali kerut pada
bagian bawah jaring sampai tertutup sehingga pergerakan renang ikan menjadi terhalang dan tidak
dapat meloloskan diri baik ke arah horizontal (ke samping kanan atau kiri) maupun ke arah vertikal
(ke jaring bagian bawah). Pengoperasiannya dilakukan pada permukaan sampai dengan kolom
perairan yang mempunyai kedalaman yang cukup (kedalaman jaring ≤0,75 kedalaman perairan).
Berdasarkan ukuran besarnya Pukat cincin di bagi menjadi
a. Letak kantong (bunt) pada jaring utama, terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu pukat cincin dengan
letak kantong pada:
 Salah Satu Ujung Jaring
 Tenganh tengah jarring.

b. Bentuk dasar jaring utama, pukat cincin terdiri dari 3 (tiga) bentuk, yaitu : a. bentuk segi
empat; b. bentuk trapezium, dan; c. bentuk lekuk.
c. Ikan yang menjadi tujuan penangkapan, terdiri dari 2 (dua) kelompok yaitu: a. ikan pelagis
kecil dan; b. ikan pelagis besar.

Pembuatan pukat cincin dilakukan dengan cara merakit komponenkomponen pukat seperti
tersebut di atas dengan tahapan sebagai berikut: 1. Menjabarkan disain pukat cincin yang
ditetapkan; 2. Menyiapkan bahan-bahan dan peralatan untuk membuat komponen-kompenen
pukat cincin; 3. Merangkai komponen-komponen pukat sesuai dengan disain yang ditetapkan,
sehingga alat siap dioperasikan.

Bentuk pukat cincin yang digunakan ada 3 macam yaitu : bentuk segi empat, trapesium, dan lekuk.
Gambar 2.Purse Seine Bentuk Lekuk Pusat Pendidikan Kela

Komponen-komponen pukat cincin

1. Badan Jaring
Srampat atau selvadge adalah pinggir jaring bagian atas dan bawah dengan bahan benang lebih
tebal dengan ukuran mata jaring yang lebih besar atau sama dengan bagian jaring lainnya
2. Bagian sayap (B)
Sayap atau wing berada di ujung jaring bagian kanan dan kiri yang berfungsi untuk menggiring
ikan ke areal dalam jaring serta untuk melindungi bagian pundak dan perut jaring terhadap
tekanan beban dari samping. Bagian ini dibuat dari bahan PA, atau poly vinyl alcohol (PVA)
nomor benang 210-D/9 atau R300tex ukuran mata 1¼”. Ukuran mata jaring bagian sayap pada
umumnya lebih besar daripada ukuran mata pada bagian perut dan kantong
3. Bagian pundak (C)
Pundak atau shoulder ini terdiri dari 2 bagian, masing – masing terletak pada luar sisi bagian
perut, atau antara sayap dan perut.
4. Bagian perut jaring.(D)
Perut atau belly berfungsi untuk menghadang dan menggiring ikan terkurung ke dalam kantong.
Bagian ini dibuat bahan PA nomor benang 210-D/9 atau R125tex, ukuran mata 1”.
5. Kantong (E)
Bagian kantong atau bunt terletak pada sisi atas jaring bagian tengah yang paling dalam dan
berfungsi untuk mengurung dan menampung ikan di dalam air saat proses pengangkatan jaring
(hauling) sedang berlangsung

a. salah satu ujung jaring, dan;


b. tengah-tengah jarring.
6. Merakit Rawai Tuna
Alat tangkap rawai tuna merupakan salah satu alat tangkap yang produktif untuk menangkap ikan
pelagis besar seperti tuna berbagai industri perikanan, baik skala kecil maupun besar skala besar
banyak menggunakan menggunakan rawai tuna diberbagai perairan Indonesia.
Rawai tuna mini (mini long line) adalah rawai tuna yang dibuat dengan menggunakan PA
monofilament, dalam setiap basketnya terdiri dari 5 mata pancing atau lebih dan satu kapal
mengoperasikan alat tidak lebih dari 1.000 buah mata pancing yang dioperasikan dengan
menggunakan kapal di bawah 30 GT.
Adapun rawai tuna terdiri dari:
pelampung (buoy),
tali pelampung (buoy line),
tali utama (main line),
tali cabang (branch line)
dan pancing (hook),
susunan satu unit rawai tuna disebut satu basket.
Sedangkan tali cabang terdiri dari :
Tali cabang utama, kili-kili (swivel), skiyama, kanayama.

7. Melakukan penangkapan ikan menggunakan pukat cincin satu kapal ( one boat purse seiner )
1. Lakukanlah pengamatan seperti berikut ini :
a. Pergunakan alat bantu untuk pengamatan dengan Alat teropong (binocular)
b. Lakukan pengamatan ditempat yang terbuka dan di bagian dek kapal yang paling tinggi.
c. Jika kelihatan ada tanda-tanda adanya kawanan ikan, sampaikan kepada yang sedang
mengemudikan kapal.
d. Setelah dekat dengan kawanan ikan, lakukan pendeteksian kawanan ikan dengan alat yang
ada. Pada kapal-kapal besar pendeteksian kawanan ikan dengan menggunakan SONAR.
2. Penurunan jaring (setting)
Urutan pekerjaannya setting adalah sebagai berikut :
 Olah geraklah kapal sampai dengan posisinya tepat terhadap arah angin dan arus.
 Setelah posisi kapal sesuai dengan yang diinginkan, maka turunkanlah ujung jaring
dengan cara ditarik dengan skiff boat.
 Kapal maju pelan dan melingkari kawanan ikan yang akan ditangkap. C. Penarikan tali
kerut (pursing) Setelah jaring diturunkan dan dilingkarkan untuk melingkari kawanan
ikan, kegiatan selanjutnya adalah sebagai berikut : 1. Setelah jaring dilingkarkan, tariklah
tali kerut jaring ( purse line ) dengan menggunakan Pangsi penarik tali kerut ( Purse line
winch ) atau dengan menggunakan Kapstan sampai dengan bagian bawah jaring jadi
satu atau bagian bawah jaring jadi tertutup. Pusat Pendidikan Kelautan dan
3. Penarikan tali kerut (pursing) Setelah jaring diturunkan dan dilingkarkan untuk melingkari
kawanan ikan, kegiatan selanjutnya adalah sebagai berikut :
 Setelah jaring dilingkarkan, tariklah tali kerut jaring ( purse line ) dengan menggunakan
Pangsi penarik tali kerut ( Purse line winch ) atau dengan menggunakan Kapstan sampai
dengan bagian bawah jaring jadi satu atau bagian bawah jaring jadi tertutup. Pusat
Pendidikan Kelautan dan

 Tariklah bagian pelampung jaring yang melengkung ke dalam lingkaran jaring dengan
menggunakan skiff boat

 Lakukanlah penarikan tali kerut sampai dengan semua cincin (ring) terikat di Dewi-dewi
tali kerut (Purse Davit).……
4. Penarikan/pengangkatan jaring ke atas kapal (hauling)
Tahapan Pekerjaan yang dilakukan dalam kegiatan penarikan / pengangkatan jaring ke atas dek
kapal (hauling) adalah sebagai berikut :
 Tariklah ujung jaring yang tidak ada kantongnya secara berurutan dengan menggunakan
alat penarik jaring berupa Power block.
 2. Selanjutnya jaring disusun kemali pada tempatnya, agar siap pada setting yang
berikutnya.
 3. Lakukanlah penarikan jaring sampai dengan ikan terkumpul pada bagian kantong
jaring.
5. Pengangkatan ikan ke atas kapal ( brailling ).
Setelah selesai penarikan jaring, maka ikan akan terkumpul dibagian kantong jaring (bunt).
Tahapan kegiatan berikutnya adalah :
o Siapkanlah pangsi (winch) yang telah dipasangkan serok besar.
o Ulurkanlah serok dengan posisi miring ke jaring bagian kantong dimana ikan
terkumpul.
o Tariklah posisi serok menjadi mendatar, sehingga ikan berada di dalam serok.
o Angkatlah seroknya dengan menggunakan tenaga motor elektronik sampai posisi
serok berada di atas lubang palkah.
o Tariklah tali pengikat ujung serok, sehingga ikan keluar dari serok dan masuk
kedalam palkah yang sudah disiapkan unit pendingin ikan.
o Lakukanlah kegiatan penyerokan ikan sampaidengan semua ikan yang berada di
dalam kantong jaring terangkat semuanya.

8. Melakukan penangkapan ikan menggunakan Rawai Tuna ( Tuna Long Line )

Penurunan rawai tuna (setting) dilaksanakan di buritan kapal, waktu setting dapat dilakukan pagi hari  yaitu
antara pukul 02.00 – 06.00 dan pada waktu siang hari antara pukul– 24.00. Hal ini ditujukan untuk
menghindari umpan dimakan burung laut. Pada siang hari ikan umpan  yang belum tengelam terlalu dalam
dapat terlihat oleh burung laut. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2012, Pasal 41
menyatakan bahwa kapal rawai tuna yang beroperasi di lintang 25o ke arah selatan wajib melakukan
tindakan mitigasi yang tepat untuk mencegah tertangkapnya burung laut. Lama waktu setting berkisar
antara 4 – 6 jam tergantung dari banyaknya pancing yang digunakan.Diperlukan persiapan sebelum setting,
adapun persiapan itu terdiri dari :

1. Dua jam menjelang setting sebaiknya umpan sudah dikeluarkan dari palkah supaya mencair,
kemudian meletakan di dekat meja setting;
2. Siapkan  pelampung, radio buoy, tali pelampung dan tali cabang di dekat tempat setting;
3. Siapkan umpan, radio buoy, basket alat tangkap dan kesiapan anak buah kapal;
4. Tentukan haluan setting, diusahakan angin  berasal dari buritan sebelah Hal ini dimaksudkan supaya
pada saat hauling angin berasal dari depan sebelah anan,sehingga       kapal mudah dikendalikan.
Hauling dilakukan ± 4 - 6 jam setelah alat tangkap berada di dalam air, hauling dapat dilakukan dari
alat terakhir Yang      diturunkan ataupun      yang  pertama      kali diturunkan ;
5. Dua jam menjelang setting sebaiknya umpan sudah dikeluarkan dari palkah supaya mencair,
kemudian meletakan di dekat meja setting;
6. Siapkan pelampung, radio buoy, tali pelampung dan tali cabang di dekat tempat setting;
7. Siapkan umpan, radio buoy, basket alat tangkap dan kesiapan anak buah kapal;
8. Tentukan haluan setting, diusahakan angin berasal dari buritan sebelah Hal ini dimaksudkan supaya
pada saat hauling angin berasal dari depan sebelah kanan,sehingga kapal mudah dikendalikan.

 
Kedalaman pancing dapat ditentukan dengan mengantur anatara lain : kecepatan kapal, kecepatan
menurunkan alat, panjang dari bagian-bagian rawai tuna. Jika penurunan alat tangkap sangat cepat
sedangkan kecepatan kapal pelan, maka jarak antara dua buah pelampung menjadi dekat, sehingga
pancing akan mencapai kedalaman yang lebih dalam. Demikian juga jika kecepatan kapal sangat cepat
sementara penurunan alat tangkap lambat, maka jarak antara dua pelampung jauh sehingga mata pancing
berada pada kedalaman yang lebih dangkal. Pada kenyataannya para awak kapal telah terampil dalam
penurunan rawai tuna, sehingga kecepatan penurunan alat penangkap ikan konstan, oleh karena   itu 
untuk   mengatur   kedalaman   pancing   yang 
 
dinginkan biasanya dengan mengatur laju kapal. Kecepatan kapal waktu setting berkisar antara 5 – 8 knot
tergantung Pengangkatan alat penangkap (hauling) dilakukan setelah rawai tuna berada di dalam air
sekitar 5 – 8 jam. Hauling dilakukaan dari geladak kapal bagian depan sebelah kanan, tali utama ditarik
dengan mesin penarik tali (line hauler). Line hauler dipasang sekitar jarak ± 1 m dari tepi lambung kanan,
sedangkan roller dipasang pada dinding kapal (bullwork) lambung kanan sejajar line hauler. Tali utama
ditarik melewati side roller, kemudian tali hasil tarikan tersebut tertumpuk rapi berbentuk lingkaran pada
meja hauling di bawah roda line hauler (meja hauling).
Sudut yang terbentuk antara tali utama dan lunas kapal sebaiknya diusahakan berkisar antara 22,5o – 45o,
tetapi sebaiknya pada sudut ± 33,5o. Pada saat hauling sebaiknya angin berasal dari arah depan, sehingga
kapal mudah diolah gerak, sedangkan arus berasal dari buritan sehingga pada waktu mendapatkan ikan
hasil tangkapan mudah untuk menariknya.
Lama waktu hauling tergantung dari banyaknya pancing yang digunakan serta hasil tangkapan yang
diperoleh, semakin banyak hasil tangkapan maka waktu hauling akan lebih lama. Kecepatan penarikan
rawai tuna berkisar antara 200 – 300 mata pancing setiap jamnya. Kecepatan hauling ini tergantung dari
jumlah hasil tangkapan yang diperoleh, semakin banyak hasil tangkapan maka semakin lama waktu
hauling.
Pada waktu hauling harus terjadi sinkronisasi dan koordinasi antara pengatur kecepatan (pengemudi) kapal
dan pengatur kecepatan penarikan tal, jika tidak tali akan melintir ataupun tersangkut pada baling-baling
kapal yang berakibat tali putus. Pada penarikan tali yang terlalu cepat dibandingkan dengan kecepatan
kapal, maka tali akan terlalu tegang kemudian melintir dan akhirnya akan putus. Demikian juga jika kapal
terlalu cepat maka tali akan berada di bawah lunas kapal, sehingga tersangkut baling-baling kapal yang
akhirnya akan putus tali tersebut.

9. Melakukan Penanganan Ikan Tuna di Kapal


Langkah penanganan ikan tuna segar dengan asumsi ikan masih hidup sebagai berikut.
1. Cara penangkapan merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu ikan tuna. Agar
diperoleh ikan dengan mutu terbaik, diusahakan agar ikan tetap dalam keadaan hidup dan tidak
terlalu banyak berontak ketika ditarik ke arah kapal ataupun diangkat ke atas kapal. Apabila hal ini
dapat dilaksanakan, ikan tidak terlalu banyak mengalami stres, tidak mengeluarkan banyak energi,
dan tidak segera mengalami rigor mortis.
2. Sesudah ikan berada di sisi kapal, papan peluncur yang licin disiapkan untuk sarana mengangkat
ikan dari air. Gancolah ikan di belakang insang (jika sisi perut ikan menghadap ke sisi perahu) atau
di bagian bawah insang luar jika sisi punggung ikan menghadap sisi perahu. Cara yang terakhir ini
lebih dianjurkan karena umumnya sisi punggung ikan mempunyai kulit yang lebih tebal dan kuat
sehingga lebih tahan gesekan jika ikan diangkat ke atas kapal melalui papan peluncur.
3. Sesampai di atas kapal, apabila ikan tetap berontak, ikan harus ditenangkan dengan
menutup/menekan mata. Hal tersebut dilakukan dengan telapak tangan dan ikan diselimuti dengan
karung goni basah. Selanjutnya, ikan dapat dipingsankan dengan memukul kepalanya menggunakan
palu berkepala karet.
4. Ikan hasil tangkapan segera disemprot dengan air laut yang bersih sesaat tiba di geladak,
kemudian dipisahkan dan dikelompokkan menurut jenis dan ukurannya.
5. Pembunuhan, prinsipnya harus cepat dimatikan. Hal ini disebabkan apabila ikan yang mengalami
waktu kematian lama, laju penurunan mutu yang akan dialaminya juga akan lebih cepat karena
banyaknya energi yang dikeluarkan dan kerusakan fisik yang terjadi akan lebih banyak.
Pembunuhan ikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu memukul titik putih yang terdapat di
antara dua mata atau dengan menusuk otak belakang. Cara lainnya adalah menusuk pusat saraf
(otak) dari belakang mata menggunakan paku pembunuh (killing spike) sedalam 5-10 cm, kemudian
paku diputar-putar untuk merusak otak.
6. Langkah berikutnya adalah pengeluaran darah ikan dengan menusukkan pisau tepat di belakang
sirip dada dengan kemiringan 450 sedalam 5-10 cm, disusul dengan pemotongan urat nadi di tulang
belakang bagian ekor. Pemotongan urat nadi tersebut dilakukan dengan menyisipkan pisau ke
daging antara sirip kecil ekor nomor dua dan tiga sampai mengenai tulang belakang (masuk di
ruasnya), kemudian pisau ditarik sambil terus menekan sampai urat nadi terputus.
7. Pengeluaran isi perut dan insang. Hal ini harus dilakukan secara cepat untuk menghindari
perkembangbiakan yang cepat dari bakteri. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati dan harus
dihindarkan sayatan yang kasar, salah, atau melukai daging.
8. Pisau disisipkan di belakang penutup insang kedua dan didorong ke arah depan sepanjang 5 cm
sampai di penutup insang yang pertama. Hal ini dikerjakan pada sisi yang lain.
9. Untuk memotong sirip perut, ikan ditidurkan pada punggungnya dan sirip perut dipotong sedekat
mungkin ke daging (diupayakan jangan sampai kena daging). Demikian juga halnya dengan sisi yang
lainnya.
10. Kemudian, perut dapat dibelah dengan menggunakan pisau dan ditarik dari daerah di antara
bekas sirip perut ke arah dubur. Pekerjaan ini harus dilakukan secara hati-hati agar isi perut tidak
tersayat. Selanjutnya, isi perut dikeluarkan, ujung usus dipotong pada dubur, dan ikan dibalik
dengan posisi perut di bawah agar sisa-sisa dari rongga perut keluar. Apabila pekerjaan ini sudah
selesai;sirip dubur, sirip punggung pertama, dan kedua dapat dipotong (sedekat mungkin dengan
daging). Pemotongan harus dilakukan dengan hati-hati dan rapi agar tidak ada sisa sirip (duri/tulang
sirip) karena hal ini dapat melukai ikan yang lain.
11. Penutup insang dibuka dan sambungan antara dua insang dan badan yang terletak di bagian
bawah ikan diputuskan. Tahap ini harus dilakukan dengan sempurna sehingga sambungan tersebut
benar-benar terpotong dengan sempurna. Untuk meyakinkan ini, kedua insang bisa dibuka lebar-
lebar. Selaput insang bagian bawah (ke arah perut), kemudian dapat dipotong. Pemotongan ini juga
harus dikerjakan dengan hati-hati agar jangan sampai ada daging yang ikut tersayat.
12. Selanjutnya,sirip dada dipotong hati-hati sedekat mungkin dengan daging. Penarikan sirip pada
waktu dipotong tidak boleh terlalu kuat karena ini dapat meninggalkan lubang pada daging.
13. Penutup insang dipotong dengan cara menyayat dari arah bawah (perut) menggunakan pisau
gergaji, diikuti dengan pemotongan insang bagian depan sehingga insang segera dapat dikeluarkan.
14. Ikan kemudian dapat dicuci kembali. Digunakan sikat halus dan air dingin untuk membersihkan
rongga perut ataupun rongga insang atau sikat plastik/ijuk untuk membersihkan permukaan badan
ikan. Hal-hal yang harus dilakukan antara lain adalah pembersihan kotoran berupa lendir, darah,
dan kotoran lainnya serta penggosokan kulit harus dilakukan searah atau sejajar dengan kemiringan
sisik. Pencucian ikan dilakukan dengan air yang mengalir dan bersuhu rendah.
15. Setelah bersih, ikan segera dibawa ke ruang pendingin (0o C selama 3 jam) untuk selanjutnya
dibekukan apabila kapal dilengkapi dengan sarana pembekuan. Apabila pembekuan akan dilakukan
di darat, ikan harus tetap disimpan dalam ruangan pendingin atau palka pendingin. Langkah
pendinginan harus dilakukan dengan cepat untuk menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.
Pendinginan dilakukan dengan menyelubungi ikan dan dengan es hancuran. Suhu ikan
dipertahankan tetap pada sekitar 0o C selama penyimpanan. Tinggi penimbunan ikan dalam wadah
penyimpan maksimal 50 cm (tergantung jenis ikan) agar ikan tidak mengalami kerusakan. Jika
pendinginan dilakukan dengan menggunakan air laut yang didinginkan, harus dilakukan sirkulasi air,
baik secara manual ataupun mekanis, agar terjadi pemerataan suhu dan terhindar dari penimbunan
kotoran.
16. Hasil tangkapan diberi tanda dalam pengumpulan dan pewadahan berdasarkan perbedaan
angkatan jaring atau hari penangkapan.
17. Penyusunan ikan dalam palka pendingin diatur sedemikian rupa sehingga ikan selalu tidak
bersentuhan dengan dinding palka ataupun sekat, selalu tertutup es curai, dan ekor ikan selalu
mengarah ke lubang palka. Hal ini akan memudahkan saat pembongkaran nantinya. Ikan di dalam
palka dikelompokkan menurut mutu/tangkapan.
18. Isi perut, insang, ataupun sirip harus segera disingkirkan dari tempat penyiangan dan
dikumpulkan di tempat tersendiri dan tidak boleh dibuang ke laut karena mengundang ikan buas,
seperti hiu, yang dapat memangsa hasil tangkapan yang belum diangkat dari air.

10. Melakukan Penanganan Udang di atas Kapal

Tata cara penanganan udang di kapal sebagai berikut.


1) Udang yang telah diangkat ke atas dek kapal harus segera disemprot dengan air laut
bersih untuk menghilangkan lumpur dan berbagai kotoran.
2) Hasil tangkapan udang harus segera dipisahkan dari tangkapan sampingan. Udang
disimpan dalam wadah peti atau keranjang bersih.
3) Udang tidak boleh diinjak-injak dan tidak boleh ditumpuk sampai tinggi di atas
geladak. Kerusakan fisik, seperti hancur atau pecah, akan membantu pembusukan
dan mengurangi nilai udang.
4) Tempat penanganan udang harus terlindung dari terik sinar matahari atau angin
dengan menggunakan tenda atau peneduh. Setiap derajat kenaikan suhu akan
mempercepat pembusukan.
5) Udang yang telah disortir sebaiknya dicuci kembali dengan air laut (yang bersih dan
telah didinginkan untuk menghilangkan endapan) dan apabila mungkin harus
dikelompokkan berdasarkan ukurannya.
6) Apabila pelayaran memakan waktu yang lama (lebih dari dua hari), sebaiknya kepala
udang dibuang untuk menghindari timbulnya bintik hitam (black spot) serta
kerusakan kimia lainnya. Sebagian besar bakteri ada pada bagian kepala
(cephalothorax). Pembuangan kepala udang di laut akan mengurangi jumlah bakteri
yang ada dan juga lebih ekonomis untuk ruang pemberian es dan penyimpanan.
7) Kalau tidak dimasak atau dimasak setengah matang, segera setelah ditangkap udang
harus didinginkan dengan cepat dalam es. Udang didinginkan dengan menyimpan
dalam peti atau palka berinsulasi menggunakan es yang halus dan cukup jumlahnya
agar setiap ekor udang terselimuti dengan es. Untuk penyimpanan yang memakan
waktu lebih lama, udang harus dibekukan.
8) Hasil udang tangkapan sebaiknya dipisahkan dan diberi tanda menurut waktu atau
hari penangkapan sehingga tidak tercampur antara udang yang segar dan udang
yang telah menurun mutunya.
9) Pembongkaran harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan fisik
atau terjadinya kontaminasi, tetapi tidak boleh terlalu lama berhubungan dengan
udara luar.
10) Penanganan udang harus dilakukan secara hati-hati dan tidak sampai melukai fisik
udang. Apabila udang disimpan dingin dengan es, perbandingan lapisan es dan
lapisan udang adalah 2 : 1. Pada penyimpanan suhu 0o C, udang dapat
dipertahankan kesegarannya selama empat hari. Sebaiknya dalam waktu kurang dari
dua hari, udang harus sudah didaratkan. Pada kapal penangkap udang yang
dilengkapi mesin pembeku, udang biasanya langsung dibekukan pada suhu -25o C,
kemudian dipindahkan ke dalam penyimpanan beku bersuhu -9 sampai -12o C.
11) Pembekuan yang sering dilakukan adalah menggunakan contact plate freezer dan air
blast freezerjika udang dibekukan dalam bentuk blok. Jika dibekukan secara individu,
bisa digunakan individual quick freezer. Setelah dibekukan, udang harus di-glazing
atau diberi lapisan es tipis sehingga permukaan udang beku atau blok udang beku
tampak mengilat.

11. Memonitor Proses Produksi

12. Mengembang Rencana Pemasaran

Anda mungkin juga menyukai