Anda di halaman 1dari 70

ANALISIS SEJARAH, DINAMIKA MASYARAKAT, DAN

KEBUDAYAAN JEPANG PADA PERIODE SAKOKU DALAM


MANGA ONE PIECE KARYA EIICHIRO ODA

SKRIPSI

REGI AKBAR PUTRA

2018110034

PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN JEPANG


FAKULTAS BAHASA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
JAKARTA
2022
ANALISIS SEJARAH, DINAMIKA MASYARAKAT, DAN
KEBUDAYAAN JEPANG PADA PERIODE SAKOKU DALAM
MANGA ONE PIECE KARYA EIICHIRO ODA

Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Linguistik

REGI AKBAR PUTRA

2018110034

PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN JEPANG


FAKULTAS BAHASA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
JAKARTA
2022
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang penulis susun sendiri di bawah
bimbingan Bapak Dr. Hermansyah Djaya, M.A. selaku Pembimbing I dan (Bapak
Hargo Saptaji M.A. selaku pembimbing II, bukan merupakan jiplakan atau karya
orang lain. Sebagian atau seluruh isi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis
sendiri.

Nama : Regi Akbar Putra

NIM : 2018110034

Program Studi : Bahasa dan Kebudayaan Jepang

Fakultas : Bahasa dan Budaya

Apabila di kemudian hari terbukti bahwa data dan judul tersebut merupakan hasil
jiplakan/plagiat dari karya tulis orang lain, maka sesuai dengan kode etik ilmiah,
penulis menyatakan bersedia menerima sanksi termasuk pencopotan/pembatalan
gelar akademik oleh Universitas Darma Persada.

Jakarta, Agustus 2022

Regi Akbar Putra


2018110034

ii
HALAMAN PENGESAHAN LAYAK UJI

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : Regi Akbar Putra

NIM : 2018110034

Program Studi : Bahasa dan Kebudayaan Jepang

Fakultas : Bahasa dan Budaya

Judul Skripsi : Analisis Sejarah, Dinamika Masyarakat, dan Budaya


Jepang pada Periode Sakoku dalam Manga One Piece
Karya Eiichiro Oda

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I : Dr. Hermansyah Djaya, M.A. (.................................)

Pembimbing II : Hargo Saptaji, M.A. (.................................)

Ketua Program Studi : Ari Artadi, Ph.D. (.................................)

Untuk diujikan di hadapan Dewan Penguji pada Program Studi Bahasa dan
Kebudayaan Jepang, Fakultas Bahasa dan Budaya, Universitas Darma Persada.

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi sarjana berjudul:

Analisis Sejarah, Dinamika Masyarakat, dan Budaya Jepang pada Periode


Sakoku dalam Manga One Piece

Telah diterima dengan baik dan diujikan pada tanggal .... di hadapan Sidang
Skripsi Sarjana Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Jepang, Fakultas Bahasa
dan Budaya

Oleh
DEWAN PENGUJI
yang terdiri dari

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Hermansyah Djaya, M.A. Hargo Saptaji, M.A

Ketua Penguji

Ari Artadi, Ph.D.

Ketua Program Studi Bahasa Dekan Fakultas Bahasa dan


dan Kebudayaan Jepang Budaya

Ari Artadi, Ph.D. Dr. Diah Madubrangti, S.S., M.Si.

iv
ABSTRAK

Nama : Regi Akbar Putra


NIM : 2018110034
Program Studi : Bahasa dan Kebudayaan Jepang
Judul : Analisis Sejarah, Dinamika Masyarakat, dan Budaya Jepang
pada Periode Sakoku dalam Manga One Piece Karya
Eiichiro Oda

Pada penelitian ini, penulis menganalisis penggambaran sejarah, dinamika


masyarakat dan budaya Jepang pada periode Sakoku dalam komik One Piece
karya Eiichiro Oda. Penelitian ini dilakukan untuk memahami referensi-referensi
terkait sejarah, dinamika masyarakat, serta budaya Jepang yang tergambarkan
dalam cerita serta serta membandingkan referensi-referesi tersebut dengan sejarah
dan fakta aslinya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif
dengan Teori Realitas Sosial oleh Peter L.Badger dan studi kepustakaan. Hasil
dari penelitin ini menunjukkan bahwa dalam komik One Piece tergambar kondisi
sejarah Jepang, dinamika masyarakat, serta kebudayaan Jepang saat
diberlakukannya kebijakan Sakoku pada Zaman Edo. Keadaan ini merupakan
sebuah perbandingan antara fakta dan realitas asli dari sejarah, dinamika
masyarakat, serta budaya Jepang pada Zaman Edo.

kata kunci : sejarah, dinamika, budaya, manga

v
概要

氏名 : レギ・アクバル・プトラ
学生番号 : 2018110034
学科 : 日本語・日本文化学科
タイトル : 尾田栄一郎の「ワンピース」という漫画における日本の歴
史と社会力学と文化の分析

この研究では、著者は、尾田栄一郎の「ワンピース」という漫画における
歴史的描写、鎖国時代の日本社会および文化のダイナミクスを分析してい
ます。 この調査は、物語に描かれている歴史、社会力学、および日本文
化に関連する参照を理解し、これらの参照を元の歴史および事実と比較す
るために実施されました。 この研究では、著者は、ピーター L. バ
ジャーによる社会的現実理論と文学研究を用いた質的手法を使用していま
す。 この研究結果は、ワンピース漫画が日本の歴史の状態、社会の力学、
および日本文化を描いていることを示しています。 江戸時代の鎖国政策
の実施中。 この状況は、事実と歴史の本来の現実、社会のダイナミクス 
と江戸時代の日本文化。

キーワード:歴史、社会力学、文化、漫画

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah Swt. atas karunia dan rahmat-
Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini, Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam

vi
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Linguistik
Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Jepang pada Fakultas Bahasa dan Budaya,
Universitas Darma Persada. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan, dukungan,
dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan hingga penyusunan
skripsi ini, Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Hermansyah Djaya, M.A. selaku Dosen Pembimbing I yang
telah meluangkan banyak waktu, pikiran dan tenaga, serta dengan sabar
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyunan skripsi ini
2. Bapak Hargo Saptaji M.A. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membaca, memeriksa dan
memberikan saran dalam skripsi ini
3. Bapak Ari Artadi Ph.D. selaku Ketua Sidang yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk menghadiri sidang skripsi ini.
4. Ibu Irawati Agustine, S.S., M.Hum. selaku Penasihat Akademik yang telah
memberikan bimbingan selama 4 tahun perkuliahan
5. Ibu Dr. Diah Madubrangti, S.S., M.Si. selaku Dekan Fakultas Bahasa dan
Budaya Universitas Darma Persada yang telah menyetujui dan
memberikan izin kepada penulis untuk menulis skripsi ini.
6. Para dosen pengajar S-1 Bahasa dan Kebudayaan Jepang Fakultas Bahasa
dan Budaya yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.
7. Kepada ibu penulis serta kakak-kakak saya yang telah memberikan
motivasi, nasihat, doa serta memberikan dukungan mental kepada penulis
agar tetap fokus dalam mengerjakan skripsi.
8. Kepada teman-teman dari 01 terutama Juriawan, Hadi,Nugraha serta
sahabat-sahabat saya yaitu Nugroho, Daffa, serta Anin yang telah
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan
penulisan skripsi hingga akhir
9. Kepada Kak Asri yang selalu mendukung penuh penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi hingga akhir.
10. Diri penulis sendiri yang telah menyelesaikan skripsi ini dengan baik

vii
Akhir kata, penulis berharap Allah Swt. senantiasa membalas kebaikan
kepada pihak-pihak yang telah mendukung penulis hingga dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis membutuhkan
kritik dan saran yang membangun agar skripsi dspat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu.

Jakarta, 31 Juli 2022

Regi Akbar Putra

DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................. i

viii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN LAYAK UJI ...................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
概要..................................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR........................................................................................ vii
DAFTAR ISI....................................................................................................... ix
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...................................................................... 1
1.2. Penelitian Yang Relevan....................................................... 3
1.3. Identifikasi Masalah.............................................................. 5
1.4. Pembatasan Masalah............................................................. 5
1.5. Rumusan Masalah ................................................................ 5
1.6. Tujuan Penelitian ................................................................. 5
1.7. Landasan Teori ..................................................................... 6
1.7.1. Budaya Populer ........................................................ 6
1.7.2. Manga ...................................................................... 7
1.7.3. Koentjaraningrat Terkait Budaya ............................. 8
1.7.4. Peter L. Badger ......................................................... 8
1.8. Metode Penelitian ................................................................. 9
1.9. Manfaat Penelitian ............................................................... 9
1.10. Sistematika Penulisan ........................................................... 9

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Sejarah Zaman Edo .............................................................. 10
2.1.1. Sistem Shinokosho ................................................... 11
2.1.2. Bushi (武士) ........................................................... 12
2.1.3. Nomin ( 農民 ) ........................................................ 13
2.1.4. Kosakunin ( 工作人 ) .............................................. 14
2.1.5. Shonin ( 商人 )........................................................ 14
2.1.6. Eta ( 穢多 ) dan Hinin ( 非人 ) .............................. 15

ix
2.2. Kebijakan Sakoku ( 鎖国 ) .................................................. 15
2.2.1. Dampak Kebijakan Sakoku ...................................... 16
2.2.2. Berakhirnya Kebijakan Sakoku ................................ 18
2.3. Dinamika Masyarakat .......................................................... 20
2.4. Ekspresi Budaya sebagai Pembentuk Identitas Nasional…. 23
2.5. One Piece ............................................................................. 24

BAB III : ANALISIS SEJARAH, DINAMIKA MASYARAKAT, DAN


BUDAYA JEPANG SAAT PERIODE SAKOKU DALAM
MANGA ONE PIECE KARYA EICHIIRO ODA
3.1. Analisis Sejarah .................................................................... 28
3.1.1. Kebijakan Sakoku...................................................... 29
3.2. Analisis Dinamika Masyarakat............................................. 33
3.2.1. Masyarakat Kelas Rendah (下人)........................ 34
3.2.2. Kelas Samurai .......................................................... 36
3.2.3. Daimyo dan Yakuza .................................................. 38
3.2.4. Shogun ...................................................................... 44
3.2.4.1. Perbandingan Dinamika Masyarakat ......... 46

3.3. Analisis Budaya .......................................................................... 49

3.3.1 Analisis Sosial Budaya .............................................. 49


3.3.2 Budaya Tradisional Jepang............................................... 53

BAB IV : KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Komik adalah sebuah karya sastra berbentuk cerita bergambar yang
menampilkan aksi karakter dan percakapan dalam cerita, meski terdapat
gambar layaknya karya seni, komik termasuk sebagai salah satu karya sastra
dan juga sebagai sarana menyampaikan informasi. Bonneff (2002 : 27)
mengatakan bahwa komik sangat erat kaitannya dengan budaya suatu
bangsa dan berperan sebagai alat komunikasi massa yang menggabungkan
khayalan dan pandangan tentang kehidupan nyata yang dianggap sesuai
dengan masyarakat luas, Seperti halnya media komunikasi. komik sebagai
sebagai alat komunikasi juga bearti bahwa komik dapat digunakan seorang
penulis untuk menyampaikan sebuah representasi sejarah, masyarakat, dan
kebudayaan dari suatu bangsa, tidak terkecuali komik One Piece ini yang
menjadikan sejarah, dinamika masyarakat, serta kebudayaan Jepang saat
Zaman Edo sebagai tema utamanya.
Representasi adalah sebuah wujud kata, gambar, sekuen, cerita dan
sebagainya yang mewakili ide, emosi, fakta dan sebagaimya. Namun Stuart
Hall (1997 : !5) menjelaskan lebih lanjut bahwa representasi adalah sebuah
produksi konsep makna dalam pikiran melalui bahasa serta merupakan
hubungan antara konsep dan bahasa yang menggambarkan objek, orang,
atau peristiwa nyata ke dalam objek, orang, maupun peristiwa fiksi,
Representasi yang terkandung dalam sebuah karya fiksi adalah sebuah
penggambaran tidak langsung daripada sejarah, dinamika masyarakat atau
kebudayaan aslinya, unsur-unsur tersebut digambarkan melalui cerita
daripada karya fiksi itu sendiri namun tetap tidak terlepas dari fakta dan
sejarah yang ada.
2

Karya sastra yang mengandung cerita tentang sejarah, dinamika


masyarakat serta kebudayaan dari suatu bangsa sejak dahulu sering ditemui
dalam Manga atau komik, film, dan novel. sejarah, dinamika masyarakat,
serta kebudayaan yang sering diangkat dalam karya sastra adalah mengenai
sejarah, dinamika masyarakat, serta kebudayaan Jepang baik sejarah,
dinamika masyarakat, serta kebudayaan modern ataupun Jepang saat zaman
dahulu tidak terkecuali dalam komik One Piece yang pada salah satu
ceritanya banyak membahas tentang sejarah, dinamika masyarakat, serta
kebudayaan Jepan yang terjadi dan berkembang pada Zaman Edo.
Komik One Piece menceritakan seorang anak laki-laki bernama
Monkey D. Luffy yang melakukan perjalanan untuk mencari One Piece
serta menjadi bajak laut, selama perjalanannya Monkey D. Luffy singgah di
sebuah negara yang bernama Wanokuni dimana Wanokuni adalah
penggambaran dari Jepang saat diterapkannya Kebijakan Sakoku pada
Zaman Edo, kebijakan tersebut diceritakan merupakan kebijakan yang
menutup atau mengisolasi seluruh Wanokuni agar pengaruh dan orang dari
luar tidak dapat masuk ke Wanokuni yang berdampak pada terbentukya
proses sosial-budaya serta kebudayaan Wanokuni itu sendiri.
Cerita Wanokuni merupakan sebuah fiksi sejarah yang
menggambarkan kondisi Jepang saat diterapkannya kebijakan Sakoku oleh
Shogun Tokugawa Iemitsu pada tahun 1633, Kebijakan Sakoku merupakan
kebijakan untuk menutup atau mengisolasi total seluruh Jepang dari
hubungan dengan luar negeri padahal semula Tokugawa mewakili Jepang
untuk urusan hubungan luar negeri ( Ishii, 1989), saat kebijakan tesebut
berlangsung, tidak diperkenankan adanya orang, pengaruh, ataupun
kebudayaan asing yang keluar masuk wilayah Jepang, kebijakan tersebut
berdampak pada proses terbentuknya masyarakat feodalisme Jepang serta
berkembangnya sosial budaya dan budaya tradisional Jepang yang
merupakan buah karya dari masyarakat.
3

Representasi kebijakan Sakoku dan Zaman Edo yang menjadi latar


sejarah dari cerita Wanokuni memiliki persamaan dan perbedaan yang dapat
diamati, Sebagai perbandingan, kebudayaan yang tercermin pada cerita
Wanokuni benar benar merupakan kebudayaan yang berkembang pada
Zaman Edo, namun penggambaran dinamika masyarakat yang tercermin
dalam cerita Wanokuni dengan dinamika masyarakat yang terbentuk pada
Zaman Edo, Representasi kebijakan Sakoku serta cerminan masyarakat dan
kebudayaan tradisional Jepang yang terdapat dalam Wanokuni serta
perbandingannya terhadap sejarah aslinya membuat penulis tertarik untuk
menganalisis komik ini.

1.2 Penelitian Yang Relevan


Untuk mendukung analisis penulis, maka penulis perlu untuk
mencari penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tema dan
judul skripsi yang sedang dianalisis oleh penulis, hal ini bertujuan untuk
mendukung materi-materi penelitian penulis dan menghindari kesalahan
informasi antara pembaca dan penulis. Berikut adalah beberapa penelitian
yang penulis dapat temukan :
1) Furqon (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Nilai-Nilai
pendidikan dalam Manga One Piece vol 1-23” menjelaskan bahwa
manga One Piece memiliki peran sebagai sumber pendidikan dalam
bidang sejarah, budaya, dan pembentukan karakter suatu masyarakat
karena memiliki latar tempat, waktu , dan orang-orang yang merupakan
referensi dari karakter asli.
Furqon menyimpulkan bahwa pesan yang disampaikan dalam komik
One Piece bersifat runtut, jelas, dan mudah dipahami sehingga cocok
untuk dijadikan sumber pelajaran bagi semua kalangan dan juga
dijelaskan dalam bagian kesimpulan bahwa komik bukan hanya suatu
media hiburan yang bersifat serius tetapi dapat juga menjadi suatu karya
analisis yang memilik nilai-nilai pendidikan didalamnya, perbedaan
mendasar antara karya ilmiah ini dengan karya ilmiah penulis adalah
4

furqon menggunakan komik One Piece dari vol 1-23 sedangkan penulis
menggunakan komik One Piece vol 91-96 namun kedua karya ilmiah ini
memiliki kesamaan subjek yang diteliti yaitu membahas sejarah, budaya
dan karakteristik masyarakat yang diangkat dalam manga One Piece.

2). Natanael (2017) menjelaskan mengenai manga dalam skripsinya


yang berjudul implementasi diplomasi budaya Jepang melalui budaya
anime dan manga bahwa manga adalah istilah yang di gunakan oleh
orang-orang Jepang sebagai istilah untuk menyebut komik atau cerita
yang di tampilkan dalam bentuk gambar berpanel. hal yang
membedakan antara manga dan komik pada umumnya adalah fakta jika
manga merupakan karya yang cukup melekat di masyarakat Jepang
terutama pada hal yang berkaitan dengan sejarah, politik, ekonomi,
keluarga hingga agama dan gender. hal ini dapat dikaitkan dengan teori
realitas sosial simbolik yang dikemukakan oleh paul l.badger yang
menjelaskan bahwa di dalam karya fiksi terdapat ekspresi simbolik yang
bersifat objektif karena mengacu kepada suatu unsur seperti unsur
sejarah, budaya, masyarakat maupun realitas sosial yang terjadi pada
dinamika masyarakat dan juga bersifat umum karena bagi pembaca
yang mengikuti atau hanya sekedar tahu mengenai One Piece tau bahwa
saat melihat arc wanokuni pertama kali para pembaca akan langsung
tahu bahwa arc wanokuni mengambil tema sejarah, budaya, dan
dinamika masyarakat Jepang pada zaman edo sebagai dasar ceritanya,
kemudian penulis menyimpulkan bahwa penelitian Natanael memiliki
kesamaan dengan penelitian penulis yaitu meneliti implementasi sejarah,
budaya, dan dinamika masyarakat Jepang di dalam manga yang
mengacu pada teori realitas sosial simbolik yang dikemukakan oleh
Peter L. badger.
Perbedaan karya ilmiah ini dengan penelitian penulis adalah manga
yang diteliti tidak spesifik tetapi memiliki relavansi dengan penelitian
penulis yaitu menganalisis manga sebagai literatur yang melekat dalam
5

kehidupan masyarakat Jepang terutama dalam bidang sejarah, politik,


dinamika masyarakat, ekonomi dan lain sebagainya.

1.3 Identifikasi Masalah


1) Representasi Kebijakan Sakoku pada Arc Wanokuni dalam komik One
Piece
2) Penggambaran dinamika masyarakat serta kebudayaan tradisional
Jepang pada komik One Piece
3) Perbandingan Sejarah, Dinamika Masyarakat, dan Kebudayaan Jepang
dalam Arc Wanokuni dengan realitas serta fakta aslinya.

1.4 Pembatasan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah,pembatasan masalah pada
penelitian ini terletak pada referensi-referensi sejarah, budaya, dan
masyarakat Jepang pada periode sakoku yang diangkat pada manga One
Piece dengan menganalisis dan membandingkannya dengan fakta dan realita
yang sebenarnya.

1.5 Rumusan Masalah


1) Bagaimanakah perbandingan referensi-referensi sejarah, masyarakat
dan budaya Jepang pada periode Sakoku dalam komik One Piece
dibandingkan dengan fakta aslinya?
2) Bagaimanakah penggambaran sejarah, budaya, dan dinamika
masyarakat Jepang pada periode Sakoku di dalam komik One Piece?

1.6 Tujuan Penelitian


Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1) Untuk mengetahui perbandingan antara referensi-referensi sejarah,
masyarakat, serta kebudayaan Jepang yang diangkat dalam komik One
Piece dengan fakta aslinya
6

2) Untuk mengetahui penggambaran dari sejarah, dinamika masyarakat


serta budaya Jepang pada periode Sakoku yang diangkat melalui komik
One Piece

1.7 Landasan Teori


Untuk membantu penulis dalam menganalisis permasalahan yang
terdapat dalam skripsi ini penulis menggunakan berbagai macam landasan
teori yang berhubungan dengan unsur kebudayaan, sejarah dan masyarakat
yang dikemukakan oleh para ahli dan juga terdapat landasan teori umum
untuk mempermudah pemahaman terhadap penelitian yang disusun oleh
penulis yang beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

1.7.1 Budaya Populer


Menurut kamus besar bahasa indonesia,budaya populer adalah
budaya yang diproduksi secara massal,komersial dan menjadi ikon
budaya massa, secara harfiah, budaya populer adalah budaya yang
diciptakan oleh masyarakat industrial yang kemudian terjadi
interpretasi makna dan hasilnya diwujudkan dalam kebudayaan yang
ditampilkan secara dominan, serta didukung dengan kemajuan
teknologi produksi, dan penggandaan masal, dengan tujuan agar
dapat lebih mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa
adanya batasan ruang dan waktu. sehingga dalam perkembangannya,
budaya pop membentuk arus perputaran dalam kehidupan yang
dinilai dapat mewakili suatu pandangan tentang suatu
ketergantungan yang saling menguntungkan dalam lingkup yang
relatif kompleks, serta memiliki nilai-nilai yang berpengaruh kuat
pada masyarakat dan lembaga-lembaganya dengan beragam
cara.kebudayaan pop terutama merupakan kebudayaan yang
diproduksi secara komersial dan tidak ada alasan untuk berpikir
bahwa tampaknya ia akan berubah di masa yang akan datang.
budaya populer merupakan serangkaian piranti hiburan serta
7

merupakan produk yang diperdagangkan untuk kepentingan materi


dalam tujuan mencari keuntungan, meskipun terkadang di sisi lain,
budaya populer diciptakan untuk kepentingan lain, seperti halnya
kepentingan dalam menciptakan tipe budaya politik. hal ini
memberikan fakta bahwa budaya populer bertautan pada banyak
aspek, seperti konsumsi, fashion, politik, dan lain-lain.
1.7.2 Koentjaraningrat Terkait Budaya
Menurut kamus besar bahasa indonesia (Depdiknas,2005 : 583)
komik adalah cerita bergambar yang dimuat dalam majalah, surat
kabar atau dalam bentuk buku yang umumnya mudah dicerna dan
lucu sedangkan di Jepang komik sering disebut dengan manga yang
bisanya dirilis per chapter setiap minggu atau ada juga yang rilis
setiap bulan selain itu terdapat pula istilah tankoubon yaitu komik
yang dibukukan yang terdiri dari beberapa chapter manga dan
memiliki jenis genre yang beragam. pada tahun 50-60an manga
sudah menjadi bagian utama dari industri penerbitan di Jepang dan
lambat laun mulai berkembang ke berbagai negara dan
menghasilkan keuntungan yang cukup besar dan pada akhirnya
menguasai seluruh penjualan komik di seluruh dunia dan pada tahun
80-90an manga sudah jadi bagian dari budaya populer yang erat
kaitannya dengan budaya, sejarah, dan masyarakat suatu bangsa dan
berperan sebagai alat komunikasi massa yang menggabungkan
khayalan dan dan pandangan kehidupan nyata yang dianggap sesuai
dengan masyarakat luas (bonneff,2002: 27) hal ini ditafsirkan bahwa
manga adalah salah satu referensi untuk mempelajari sejarah,
budaya, dan kondisi masyarakat Jepang meskipun merupakan
sebuah karya fiksi tetapi manga dapat menyampaikan sebuah
informasi mengenai sejarah, budaya, dan kondisi masyarakat Jepang
kepada pembacanya secara pasif.
8

1.7.3 Komik
Menurut koentjaraningrat seorang antropologi asal indonesia
kebudayaan adalah sebuah sistem gagasan dan rasa,dan sebuah
tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia dalam
kehidupannya yang bermasyarakat, pendapat ini dapat ditafsirkan
bahwasanya ibarat manga One Piece yang merupakan sebuah
gagasan dan kemudian berkembang menjadi sebuah karya yang
menuangkan rasa berupa cerminan sejarah, budaya, dan kondisi
masyarakat Jepang pada zaman edo.
Lebih jauh mengenai pendapat ini adalah kebudayaan memiliki
sebuah wujud yang disebut dengan kebudayaan fisik yang
merupakan keseluruhan hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan
karya manusia dalam masyarakat dan memiliki sifat konkret karena
dapat dilihat, diraba, dan difoto seperti contoh referensi sejarah,
kebudayaan dan masyarakat Jepang pada zaman edo yang
merupakan hasil karya seorang mangaka dan merupakan refleksi
kehidupan dalam masyarakat Jepang yang dapat dilihat secara visual
dengan tujuan agar dapat dicerna dan dipahami oleh pembaca.
1.7.4 Peter L. Badger (2015)
Paul L. Badger memaparkan teori realitas sosial simbolik yang
menjelaskan bahwa di dalam karya fiksi terdapat sebuah ekspresi
berbentuk simbolik dari sebuah kenyataan yang bersifat objektif dan
umum yang sudah pasti diketahui oleh masyarakat hal ini dapat
ditafsirkan bahwa manga yang merupakan karya fiksi memiliki
sebuah penggambaran simbolik berupa realitas kehidupan
masyarakat, unsur budaya, dan sejarah yang bersifat objektif yang
dapat digunakan sebagai contoh adalah penelitian penulis yang
menganalisis mengenai sejarah, budaya, dan dinamika masyarakat
pada zaman edo dalam manga One Piece dan juga memiliki sifat
9

umum yaitu sudah diketahui dan dikenal oleh masyarakat Jepang


dan masyarakat dari luar Jepang
1.8 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dan metode kepustakaan, data diperoleh melalui buku, jurnal,
artikel, website, dan karya ilmiah lain yang memiliki relavansi dengan tema
dan judul penelitian penulis serta diperkuat dengan metode kualitatif untuk
menganalisis berbagai referensi-referensi dalam manga One Piece.

1.9 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memahami dan menambah
wawasan terkait sejarah, budaya, dan dinamika masyarakat yg terjadi pada
periode sakoku dan mengedukasi pembaca dengan pengetahuan yang
penulis implementasikan kedalam analisis serta diharapkan juga mampu
meningkatkan minat pembaca untuk mempelajari sejarah, budaya, dan
dinamika masyarakat Jepang.

1.10 Sistematika Penulisan


Penelitian ini memiliki 4 bab yang masing-masing terdiri dari
1) Bab I : Berisi latar belakang, penelitian yang relavan, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, landasan teori, manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematis penulisan.
2) Bab II : Pemaparan mengenai sejarah periode sakoku dan kehidupan
sosial budaya yang berkembang pada periode tersebut.
3) Bab III : Analisis dan penjabaran referensi-referensi sejarah, budaya,
dan masyarakat saat zaman edo dalam manga One Piece.
4) Bab IV : Berisi kesimpulan, rangkuman dan hasil dari keseluruhan
analisis dalam penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Untuk menganalisis referensi-referensi Sejarah, Budaya dan Dinamika


Masyarakat Jepang pada Arc Wanokuni dalam manga One Piece, Penulis terlebih
dahulu akan menganalisis Zaman Edo yang menjadi latar utama dari Arc
Wanokuni. Analisis mengenai Zaman Edo meliputi Sejarah, Sistem Shinokosho,
kebijakan Sakoku, Budaya, Dinamika Masyarakat serta perkembangan budaya
tradisional. Sebagai identitas nasional yang disertai dengan teori-teori dan konsep-
konsep kebudayaan yang dikemukakan oleh para ahli untuk mendukung
penelitian penulis dengan penjelasan sebagai berikut.

2.1. Sejarah Zaman Edo


Zaman Edo ( 江 戸 時 代 Edo Jidai ) merupakan salah satu
pembagian periode dalam sejarah Jepang yang dimulai sejak didirikannya
Keshogunan Tokugawa ( 徳 川 幕 府 Tokugawa Bakufu ) oleh Tokugawa
Ieyasu ( 徳川 家康 Tokugawa Ieyasu ) pada tahun 1603 dan berlangsung
selama 264 tahun ( 1603-1867 ). Pada Zaman Edo Jepang dipimpin oleh
seorang Shogun ( 征 夷 大 将 軍 ) atau Panglima Militer sehingga dalam
menjalankan roda Pemerintahan Keshogunan Tokugawa menerapkan sistem
Kediktatoran Militer dengan memberlakukan hukum dan aturan yang
bersifat ketat dan memaksa kepada masyarakatnya. Hal tersebut dilakukan
untuk mengawasi masyarakat agar tidak terjadi anarkisme dan
pemberontakan yang mengganggu stabilitas nasional dan juga untuk
mempertahankan Hagemoni kekuasaan Klan Tokugawa (Britannica : 2011).
Selama masa pemerintahannya, Keshogunan Tokugawa berusaha
untuk menciptakan kestabilan keamanan dan persatuan di Jepang, salah satu
strategi Keshogunan Tokugawa untuk menciptakan kestabilan politik adalah
dengan memberlakukan politik isolasi negara atau politik Sakoku ( 鎖国 )
pada tahun 1639.
Politik Sakoku diberlakukan untuk membatasi hubungan
masyarakat Jepang dengan Bangsa Barat karena Bangsa Barat dipandang
dapat mempengaruhi masyarakat Jepang dengan doktrin-doktrin terkait
agama yang dapat mencegah kedudukan Shogun dan membatasi masyarakat
Jepang untuk melakukan perjalanan keluar Jepang maupun orang asing yang
ingin masuk ke Jepang. Walaupun begitu, dalam masa isolasi ini masih ada
toleransi bagi orang Belanda dan Cina untuk melakukan perdagangan
melalui pelabuhan Dejima dan Nagasaki.
Selain memberlakukan kebijakan Sakoku, Pemerintahan
Keshogunan Tokugawa juga berupaya untuk menegakkan hukum serta
memperketat batas dalam stratifikasi sosial masyarakat yang secara tegas
memisahkan antara kelas Samurai dengan kelas-kelas dibawahnya seperti
Kelas Petani, Tukang dan Pedagang. Pemisahan kelas secara tegas ini tidak
memungkinkan masyarakat Jepang untuk berganti status sosial. Stratifikasi
sosial ini dikenal dengan Sistem Shinokosho (Suryohadiprojo, 1981 : 20),
dua kebijakan ini akan diteliti jelaskan secara terperinci sebagai berikut.
2.1.1. Sistem Shinokosho
Shinokosho adalah Sistem Stratifikasi Sosial yang ditetapkan oleh
Keshogunan Tokugawa Pada Zaman Edo. Sistem Shinokosho ini
membagi masyarakat Jepang menjadi empat kelas sosial yaitu Bushi
( 武士 ), Nomin ( 農民 ), Kosakunin ( 工作人 ) dan Shonin ( 商
人). Pembagian empat kelas sosial ini tergantung pada pertimbangan
kelahiran dan status keturunan. Hal ini didasari oleh salah satu
pemikiran Konfusianisme yang diterapkan oleh Keshogunan
Tokugawa adalah pemahaman terhadap hakekat takdir yang
mengatakan “Manusia harus menerima takdir semenjak lahir dan
tidak dapat menggugat takdir”. Dengan adanya pemikiran ini
masyarakat dipaksa untuk menerima status serta keadaan yang
dimilikinya dan tidak dapat mengusahakan kenaikan atau perbaikan
statusnya ke tingkat yang lebih tinggi.
Pada masa kekuasaan Shogun ke-3, Tokugawa Iemitsu sistem
Stratifikasi Sosial ini semakin ketat dan diskriminasi sosial semakin
jelas sehingga masyarakat Jepang menjadi terkotak-kotak sehingga
kebijakan ini menciptakan hubungan atasan dan bawahan. Selain itu
Sistem Stratifikasi Sosial ini ditetapkan agar kelas penguasa tetap
dapat mempertahankan kekuasaannya dan memiliki kekuatan untuk
menekan kelas dibawahnya. Susunan resmi yang diterapkan oleh
Keshogunan Tokugawa mengenai Sistem Stratifikasi Sosial ini
disertai dengan perbedaan penampilan pakaian, tutur bahasa, etika,
tata rambut serta pemakaian jenis pedang bagi Kelas Samurai
(Beasley W.G. 2003). Secara terperinci susunan Sistem Stratifikasi
Sosial yang ditetapkan oleh Keshogunan Tokugawa adalah sebagai
berikut.
2.1.2. Bushi (武士)
Bushi ( 武士 ) atau Samurai adalah kelas prajurit kebangsawanan
di Jepang dan menduduki tingkat pertama dalam Sistem Shinokosho.
Kelas Samurai memiliki populasi sekitar 10% dari total populasi
masyarakat Jepang pada saat itu dan berfungsi sebagai tentara yang
melayani Daimyo atau Shogun serta menjaga keamanan kota
sehingga di antara Daimyo atau Shogun dan Samurai tercipta
hubungan atasan dan bawahan, namun Samurai diperbolehkan untuk
menekan kelas sosial yang ada dibawahnya.
Dalam menjalankan tugasnya seorang Samurai dibekali dengan
Katana atau Tachi dan juga memiliki sebuah kode etik yang tidak
boleh dimiliki oleh kelas sosial lain. Selain itu kelas Samurai juga
membatasi hubungan dengan basis ekonomi dan tidak diperbolehkan
untuk memiliki sebidang tanah karena dikhawatirkan hanya akan
memperkaya diri mereka sendiri dan juga akan melepaskan
tanggung jawab dan tugas mereka sebagai seorang Samurai
(Britannica, 2011).
Di dalam Kelas Samurai juga terdapat Stratifikasi Sosial yang
terbagi menjadi tiga kelas yaitu Samurai tingkat atas memiliki akses
langsung ke Daimyo mereka dan dapat memegang jabatan penting
yang dipercayakan oleh Daimyo. Mereka kemudian terdapat
Samurai tingkat menengah yang memegang posisi militer dan
birokrasi dan melakukan beberapa interaksi dengan Daimyo mereka
jika diperlukan dan yang terakhir terdapat Samurai tingkat rendah
yang bekerja sebagai penjaga, utusan dan juru tulis dibayar dengan
upah yang sedikit, posisi dalam kelas Samurai sebagian besar
diwariskan secara turun temurun dan individu berbakat tidak dapat
langsung naik ke tingkat sosial diatasnya dikarenakan perbedaan
status sosial mereka.
2.1.3. Nomin ( 農民 )
Nomin ( 農民 ) atau petani merupakan kelas sosial yang menempati
tingkat kedua dalam Sistem Shinokosho dan menempati tingkat
pertama dalam kelas rakyat biasa. Kelas Petani sangat dijunjung
tinggi oleh Keshogunan Tokugawa karena mereka menghasilkan
komoditas yang paling penting, yaitu makanan. Menurut filosofi
Konfusianisme masyarakat tidak dapat bertahan hidup tanpa
makanan (Duus Peter, 1998 : 45).
Kelas petani pada Zaman Edo tidak memiliki tanah pertaniannya
sendiri sehingga kelas petani menggarap tanah dari para tuan tanah
atau kelas bangsawan dan hasil panennya harus disetorkan kepada
tuan tanah atau golongan bangsawan sebagai pajak. Dalam
praktiknya kelas bangsawan sangat bergantung pada pasokan beras
dan hasil ladang dari kelas petani dan dianggap sebagai kelas yang
produktif yang juga merupakan tiang atau sumber ekonomi negara
dan menghasilkan bahan makanan bagi masyarakat Jepang berupa
beras dan hasil ladang. Namun, secara realita kelas petani
merupakan kelas yang paling menderita karena dibebani oleh pajak
yang tinggi dan harus menjamin kehidupan kelas bangsawan dengan
upah yang diterima tidak sebanding dengan hasil produksinya.

2.1.4. Kosakunin ( 工作人 )


Kosakunin ( 工作人 ) atau Kelas Pengrajin merupakan kelas sosial
yang menempati peringkat ketiga dalam Sistem Shinokosho dan
menduduki peringkat kedua dalam kelas rakyat biasa. Kelas
Pengrajin menduduki kelas dibawah petani karena pengrajin tidak
menghasilkan barang-barang kebutuhan pokok namun memiliki
pengetahuan dan kecakapan khusus yang dihargai terutama yang
menghasilkan kebutuhan untuk kelas militer dan juga barang-barang
kebutuhan Shogun dan Daimyo.
Untuk memenuhi kebutuhan kelas militer dan kelas bangsawan para
Pengrajin tinggal di daerah perkotaan dan terbagi menjadi 2 bagian
yaitu Goyo Shokunin atau Pengrajin terhormat (pengrajin yang
mendapat pesanan dari Bakufu ) dan Hira Shokunin atau Pengrajin
biasa ( pengrajin yang pesanannya bukan berasal dari Bakufu). Kelas
Pengrajin Goyo Shokunin atau Pengrajin terhormat tinggal di daerah
perkotaan di dekat pusat pemerintahan di Yedo dan bekerja langsung
secara langsung untuk golongan penguasa (Bakufu). Oleh sebab itu,
kelas Pengrajin merupakan kelas rakyat biasa yang paling dekat
dengan kelas bangsawan (Bellah, 1992 : 35; Waltz, 1950 : 215).
2.1.5. Shonin ( 商人 )
Kelas Shonin atau Kelas Pedagang merupakan kelas sosial yang
menempati urutan terakhir dalam Sistem Shinokosho dan menempati
urutan ketiga dalam kelas rakyat biasa. Kelas Pedagang tidak
menghasilkan barang dan hanya berdagang untuk mencari
keuntungan pribadi saja. Oleh sebab itu, Kelas Pedagang dianggap
sebagai kelas sosial yang tidak produktif dan tidak memberikan
sumbangsih kepada negara dan juga dianggap sebagai kelas sosial
yang hina karena hanya mencari keuntungan untuk pribadi saja.
Meskipun dianggap sebagai kelas sosial yang terendah namun dalam
aspek ekonomi kelas pedagang merupakan kelas sosial yang paling
makmur diantara kelas sosial yang lain bahkan terdapat pedagang
yang memiliki kekayaan melebihi para Daimyo. Hal ini mendorong
kedudukan kelas sosial ini dalam sistem Shinokosho naik dengan
cepat ( Hane, 1972 : 31-32; Bellah, 1992 : 36 ).
2.1.6. Eta ( 穢多 ) dan Hinin ( 非人 )
Eta ( 穢多 ) dan Hinin ( 非人 ) adalah kelas sosial yang berada
diluar Sistem Stratifikasi Sosial Shinokosho dan dianggap kelas
sosial yang paling rendah dan kotor karena terdiri dari orang orang
buangan. Kelas Hinin melakukan pekerjaan yang sangat “tercemar”
seperti pencuri, menggali kubur, pengemis, pertunjukkan jalanan dan
pembunuh.
Sedangkan kelas Eta melakukan pekerjaan seperti menguliti hewan
dan penyamakan kulit yang menyebabkan orang yang berada dalam
Kelas Eta dianggap sebagai orang yang penuh dengan dosa karena
menguliti hewan dan penyamakan kulit merupakan sebuah larangan
berat dalam ajaran Buddhisme dan Shinto. Akibat melakukan
pekerjaan pekerjaan tersebut Kelas Eta dan Kelas Hinin kerap
disamakan dengan kelas binatang ( Daisuke, 1963 ) dan sering
dianggap bukan merupakan bagian dari masyarakat Jepang pada
Zaman Edo.

2.2. Kebijakan Sakoku ( 鎖国 )


Sakoku ( 鎖 国 ) atau negara tertutup merupakan kebijakan luar
negeri yang dikeluarkan oleh Keshogunan Tokugawa yang menerapkan
sistem isolasi negara dibawah kepemimpinan Shogun Tokugawa Iematsu
( 徳川 家光, berkuasa tahun 1623-1651 ) yang diterapkan pada tahun 1633
hingga tahun 1853. Kebijakan yang berlangsung selama lebih dari 200 tahun
lamanya ini mengatur tentang hubungan diplomatik hingga hubungan
perdagangan Jepang dengan negara lain diluar Jepang yang dibatasi dengan
sangat ketat. Hal ini dilatarbelakangi oleh anggapan para penguasa Jepang
terhadap perilaku Bangsa Belanda dan Portugis yang menimbulkan kisruh
di Jepang.
Selain untuk berdagang, Bangsa-Bangsa Eropa seperti Portugis dan
Spanyol datang ke Jepang juga memiliki tujuan yang lain yaitu
menyebarkan Agama Katolik yang berujung pada terjadinya peristiwa
Pemberontakan Shimabara (島原の乱, Shimabara no ran) yang berlangsung
pada 17 Desember 1637 hingga 15 April 1638. Pasca Pemberontakan
Shimabara, Shogun Tokugawa Iematsu memperketat kebijakan Sakoku
sehingga segala bentuk pengaruh Bangsa Eropa sangat dibatasi dan
masyarakat Jepang sendiri semakin terisolasi dan apabila mencoba untuk
meninggalkan Jepang akan diancam dengan hukuman mati, sebagaimana
dijelaskan oleh Umesao ( 1990 : 51 ) berikut ini :
“....this isolationalism was in accordance with the shogunate policy
of national seclusion, which “closed” the door of the country, prohiniting
it’s populace from traveling to foreign Nations…” atau “...isolasi ini
berdasarkan kebijakan Keshogunan dalam pengasingan negara, dimana
Jepang menutup pintu negara, melarang para penduduknya untuk
berpergian keluar negeri…”. Berdasarkan penjelasan tersebut, Umesao
mengutarakan bahwa Kebijakan Sakoku merupakan kebijakan yang
diterapkan oleh Keshogunan Tokugawa untuk menutup pintu negara agar
masyarakat Jepang tidak berpergian keluar negeri yang juga merupakan
upaya Keshogunan Tokugawa untuk membatasi pengaruh dari Bangsa
Asing. Sedangkan menurut Ishii (1989), Kebijakan Sakoku juga
didefinisikan sebagai masa isolasi nasional dimana Jepang benar-benar
menjadi negara yang tertutup. Dalam keadaan Jepang yang terisolasi dari
dunia luar dan masyarakat Jepang tidak diperbolehkan untuk meninggalkan
negeri, sudah tentu akan menimbulkan dampak bagi perkembangan Jepang,
Dampak yang ditimbulkan akibat Kebijakan Sakoku akan dijelaskan sebagai
berikut :
2.2.1. Dampak Kebijakan Sakoku
Dampak Kebijakan Sakoku diantaranya Jepang mempunyai
kesempatan yang besar untuk memperbaiki pola pikir
masyarakatnya. Dapat dikatakan pada masa pemberlakuan
Kebijakan Sakoku adalah masa dimana Jepang banyak belajar
memahami bangsanya sendiri dan bangsa lain. Kebijakan ini juga
dapat mencegah Jepang dari pemberontakan dan perang-perang
besar, kemudian juga berhasil membangun Jepang identitas
masyarakat feodal yang kuat sebagai identitas masyarakat Jepang.
Selain itu, kebudayaan Jepang mengalami proses kematangan serta
menghasilkan hasil yang kondusif untuk membangun rasa
nasionalisme masyarakat. Masyarakat Jepang yang dahulunya awam
akan nasionalisme berkembang menjadi masyarakat Jepang yang
terlalu membanggakan negaranya sendiri. Rasa nasionalisme Bangsa
Jepang merupakan dampak positif karena dengan adanya rasa
nasionalisme masyarakat Jepang termotivasi untuk memajukan dan
menjaga nama baik negaranya. Adapun proses kematangan dalam
hal budaya, dimana kebudayaan-kebudayaan asli Jepang mulai
bangkit dan berkembang seperti Kabuki, Geisha, dan sebagainya.
Kesusastraan pun dibina kembali. Kebangkitan ini terjadi pula pada
kepercayaan asli mereka, Shinto. Selain itu, Masyarakat Jepang juga
melahirkan budaya yang original dan unik dalam bidang seni seperti
Ikebana ( 生 花 ) dan Origami ( 折 り 紙 ), kerajinan tangan
( pahatan dan tembikar ), seni teater ( Kabuki, Noh, Rakugo dan
Boneka Bunraku ), dan tradisi ( permainan Jepang, Onsen, dan
upacara minum teh ) serta makanan khas Jepang. Masa Sakoku ini
juga berhasil meningkatkan aktifitas pertanian dan perdagangan
sehingga Jepang menjadi makmur dan stabil. Namun demikian,
seiring berkembangnya sejarah pada masa Kebijakan Sakoku di
Jepang yang berhasil mengembangkan masyarakat dan
kebudayaannya, negara-negara di luar Jepang telah banyak
meninggalkan Jepang dalam hal ilmu pengetahuan, teknologi, dan
informasi tentang perkembangan dunia luar tidak diketahui oleh
Jepang. Dikatakan bahwa Jepang hanya fokus dengan urusan dalam
negeri saja, tidak melihat perkembangan di luar Jepang. Akibatnya
Jepang tertinggal dalam berbagai hal dari Bangsa Barat ( Surajaya,
1993 ). Surajaya mengungkapkan dua pendapat yang berkaitan
dengan dampak Kebijakan Sakoku diterapkannya Kebijakan Sakoku,
yaitu pendapat pertama yang menyatakan bahwa kebijakan Sakoku
yang berlangsung selama lebih dari 200 tahun ternyata telah berhasil
membangun Jepang dengan identitas masyarakat feodal yang kuat
dan kebudayaan Jepang mencapai proses kematangan. Pendapat
kedua, kebijakan Sakoku menyebabkan Jepang mengalami
ketertinggalan dari Bangsa Barat, ketika Bangsa Barat telah menjadi
bangsa yang maju dalam bidang industrialisasi, Jepang masih
menjadi negara feodal yang terbelakang.
2.2.2. Berakhirnya Kebijakan Sakoku
Meskipun cenderung stabil, Jepang pada harekatnya Jepang
mengalami ketertinggalan dari bangsa Barat. Selama Jepang
menjalankan Kebijakan Sakoku muncul berbagai tekanan agar
Jepang kembali membuka diri atau Kaikoku ( 開 国 , Membuka
Negara ) dan menjalin hubungan dengan Negara-Negara Barat. Hal
ini disebabkan oleh keinginan Bangsa Barat untuk meningkatkan
perdagangannya ke luar negeri, untuk itu Bangsa Barat memerlukan
Jepang untuk membuka lalu lintas perdagangannya. Saat itu,
beberapa negara asing tidak berhasil membujuk Jepang untuk
membuka negaranya. Namun mengacu pada kegagalan yang dialami
negara-negara yang menuntut Jepang dibuka. Amerika datang ke
Jepang dengan persiapan yang matang dan persenjataan yang lebih
maju dengan mengirimkan kapal perang modern pada tahun 1853
(Surajaya, 1993). Amerika mengutus Komodor Matthew C. Perry,
Seorang Komandan Angkatan Laut Amerika Serikat yang disertai
dengan 4 buah kapal perang. Komodor Perry membawa surat dari
Presiden Amerika Serikat yang ditulis dalam 3 bahasa ( Inggris,
Belanda, dan Cina ) yang berisi keinginan untuk membuka
hubungan perdagangan dengan Jepang dan membujuk Jepang untuk
membuka pelabuhannya untuk bangsa asing namun ditolak oleh
pihak Keshogunan Tokugawa. Komodor Perry datang kembali ke
Jepang pada tahun 1854 dengan membawa kapal-kapal perang yang
jauh lebih modern pihak Keshogunan Tokugawa tidak dapat berbuat
apa- apa dan bersedia untuk menandatangani Perjanjian
Persahabatan Amerika Serikat dan Jepang atau Nichibei Washin
Jōyaku ( 日米和親条約 ) atau lebih dikenal dengan nama
Perjanjian Kanagawa. Isi perjanjian ini adalah memperbolehkan
kapal-kapal Amerika untuk berlabuh di dua pelabuhan yaitu,
Pelabuhan Shimoda di Provinsi Shizuoka dan Pelabuhan Hakodate
di Hokkaidou. Tujuan dari perjanjian ini adalah agar kapal-kapal
Amerika untuk mengisi bahan bakar, air dan makanan dalam
pelayarannya terutama dari Kanton di China hingga kembali
berlayar ke Amerika ( Surajaya, 1993 ). Kemudian pada tahun 1856
Li Naosuke yang merupakan seorang Daimyo dan seorang Pejabat
dalam Keshogunan Tokugawa juga menandatangani perjanjian
persahabatan dan perdagangan dengan Amerika yang dikenal dengan
perjanjian Nichibei Shuko Tsusho Jōyaku ( 日米修好通商条約 )
yang berisi Jepang akan membuka lima pelabuhannya sebagai
pelabuhan perdagangan yaitu Kanagawa di Yokohama, Hakodate,
Nagasaki, Niigata dan Hyogo di Kobe. Perjanjian serupa juga
ditandatangani oleh Inggris, Prancis, Rusia dan Belanda. Rusia,
Inggris, Prancis dan Belanda pun membuka perdagangan di
pelabuhan-pelabuhan Jepang dengan membawa dan menjual produk
asing. Akibat masuknya bangsa asing yang membawa produk-
produk asing membuat pedagang-pedagang lokal mengalami
kerugian dan pada akhirnya harus gulung tikar. Para pedagang dan
pihak yang merasa dirugikan berfikir bahwa Keshogunan Tokugawa
tidak cakap dalam mengurus dan menjaga negara. Keshogunan
Tokugawa pun pada akhirnya kehilangan wibawanya dan dianggap
telah mengingkari janji kepada masyarakat Jepang. Hal ini
diperburuk dengan semakin banyaknya orang asing yang datang ke
Jepang yang dianggap akan membawa pengaruh negatif bagi Jepang.
Serangkaian kejadian tersebut pada akhirnya Memicu munculnya
kelompok anti pemerintahan dan kelompok anti asing di Provinsi
Satsuma dan Choshu. Namun kedua Provinsi ini menjadi sasaran
pengeboman oleh kapal-kapal perang Amerika dan Eropa. Karena
serangan bombardir dari Amerika dan Eropa kelompok-kelompok
pemberontak di Provinsi Satsuma dan Choshu menyadari bahwa
Amerika dan Eropa terlalu kuat untuk dikalahkan oleh mereka.
Maka pada akhirnya kelompok-kelompok pemberontak dari provinsi
Satsuma dan Choshu menyerah dan mulai menyadari potensi dari
pihak musuh. Kelompok-kelompok pemberontak dari provinsi
Satsuma dan Choshu kemudian menjalin kontak dengan Amerika
Serikat dan Inggris, agar kedua negara tersebut bersedia untuk
membantu memodernisasi dan menggulingkan Keshogunan
Tokugawa melalui jalur militer yang kemudian memicu terjadinya
Perang Boshin ( 戊辰戦争 Boshin sensō ) pada tahun 1868 hingga
1869. Perang Boshin adalah perang saudara antara kelompok anti
Keshogunan Tokugawa dan kelompok loyalis Keshogunan
Tokugawa yang berakhir dengan kekalahan Kelompok Loyalis
Keshogunan Tokugawa dan dilengserkannya Shogun ke-15
sekaligus Shogun terakhir. Keshogunan Tokugawa, Tokugawa
Yoshinobu dan dikembalikannya kekuasaan ke tangan Kaisar yang
menandai dimulainya era modernisasi Jepang yang dikenal dengan
nama Restorasi Meiji.
2.3. Dinamika Masyarakat
Terbentuknya Dinamika Masyarakat Jepang tidak terlepas dari
pengaruh Sistem Stratifikasi Sosial atau Sistem Shinokosho yang ditetapkan
oleh Keshogunan Tokugawa yang membagi masyarakat Jepang menjadi
empat kelas yang terdiri dari Bushi ( Samurai ), Nomin ( Petani ), Komin
(Pengrajin/ Pekerja) dan Shonin ( Pedagang ). Adapun Kelas Sosial yang
tidak termasuk dalam Sistem Shinokosho yaitu Kelas Bangsawan atau
dalam bahasa Jepang disebut dengan Kuge (公家). Kelas Bangsawan tidak
termasuk dalam pengklasifikasian sosial karena dalam sisi kekuasaan kaum
bangsawan tidak memiki pengaruh dan kekuasaan apa-apa ( Dasuki : 58 ),
pemegang kekuasaan pada Zaman Edo adalah Kelas Buke yang terdiri dari
Shogun dan para Daimyo yang berjumlah sekitar 270 Daimyo. Kelas
Samurai, Pengrajin dan Pedagang sebagian besar hidup dan tinggal di
daerah perkotaan, sedangkan Kelas Petani secara umum tinggal di daerah
perdesaan namun terdapat Kelas Petani yang tinggal di dekat daerah
perkotaan karena menggarap tanah milik Shogun atau Daimyo serta
melayani kebutuhan pangan para Daimyo dan Shogun, Secara teori kelas,
Kelas Pengrajin dan Pedagang berada pada urutan dibawah Kelas Samurai
dan Kelas Petani. Namun apabila dilihat dari segi ekonomi Kelas Pengrajin
dan Kelas Pedagang jauh lebih makmur daripada Kelas Samurai dan Kelas
Petani. Terlebih setelah Keshogunan Tokugawa menerapkan kebijakan
Sankinkotai yaitu kewajiban bagi para Daimyo untuk tinggal di Edo dan di
daerahnya sendiri. Sementara itu, keluarga, anak-anak, dan istri harus tetap
tinggal di Edo sebagai jaminan. Para Samurai sebagai pengikut Daimyo ikut
menyertai tuannya kemanapun para Daimyo itu pergi. Keberadaan para
Daimyo dan para pengikutnya di kota Edo, membuat para pengrajin dan
pedagang sibuk melayani kebutuhan para Daimyo dan para pengikutnya.
Para Pengrajin dan Pedagang mendapatkan keuntungan yang besar dari hasil
perdagangan dan hasil usahanya sendiri sehingga kehidupan para Pengrajin
dan Pedagang mengalami peningkatan, dan kedudukannya dari hari ke hari
semakin penting. Terlebih saat Keshogunan Tokugawa juga mengeluarkan
kebijakan dalam bidang moneter, yaitu dengan diberlakukannya sistem
ekonomi baru yang menggantikan sistem barter beras atau padi dengan
sistem pertukaran berupa uang. Kelas Pedagang menguasai perdagangan
yang berdampak pengaruhnya di masyarakat semakin kuat ( Dasuki : 59 ).
Sementara itu, Kelas Samurai semakin terpuruk dengan lilitan utang kepada
Kelas Pedagang. Begitu pula dengan Kelas Petani hidupnya semakin
menderita dengan ditetapkannya pajak berupa uang yang menggantikan
pajak berupa beras yang jauh lebih memberatkan para petani. Kebijakan
Sankinkotai secara tidak langsung memberikan dampak positif bagi
terbentuknya dinamika kehidupan masyarakat Jepang, terutama masyarakat
yang berada di kota-kota besar. Bidang transportasi dan perdagangan
semakin bertambah dan ramai karena semakin bertambah banyaknya kaum
Pedagang yang juga menyebabkan bertambahnya orang-orang kaya dalam
masyarakat. Selain bertambahnya orang-orang kaya dalam masyarakat
terdapat pula masyarakat kelas bawah yang berada di luar sistem
Shinokosho dan dianggap sebagai kelas masyarakat yang hina karena
merupakan sampah masyarakat. Kelas masyarakat ini disebut dengan kaum
Eta ( 穢多 ) atau orang orang kotor dan Hinin ( 非人 ) atau orang yang
lebih rendah daripada binatang yang terdiri dari para penjahat dan pengacau
keamanan ( Mikiso, 1992 : 34 ). Lahirnya dinamika masyarakat yang
demikian berdampak pada kebijakan Keshogunan Tokugawa yang otoriter.
Keshogunan menyadari bahwa untuk menjalankan pemerintahannya
diperlukan sumber daya manusia yang memadai serta handal sehingga
diperlukan cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan mendorong
masyarakat untuk menguasai Ilmu Pengetahuan seperti Rangaku ( 蘭 学 ,
Ilmu Studi Belanda ) dan Kokugaku ( 国学, Studi Nasional ). Akibat nyata
dari suasana kondusif yang demikian berdampak pada kemajuan di berbagai
sektor seperti terbentuknya pasar nasional, perbaikan dalam bidang
komunikasi, majunya sektor pendidikan dan perekonomian. Semua ini
menandakan bahwa pada Zaman Edo telah terjadi perubahan perubahan
sosial dan budaya yang luar biasa. Banyak di antaranya membawa pengaruh
pada lahirnya Restorasi Meiji yang menjadi Tonggak lahirnya “bayi”
Negara Jepang yang modern ( Hari Adji, 1995 : 19 ).

2.4. Ekspresi Budaya sebagai Pembentuk Identitas Nasional


Akibat diberlakukannya Kebijakan Sakoku yang berlangsung selama
lebih dari 250 tahun menyebabkan masyarakat Jepang terisolasi dari dunia
luar dan tidak terpengaruh oleh budaya bangsa asing, sehingga Masyarakat
Jepang mengalami proses untuk dapat mengenali diri sendiri dan juga
merupakan proses untuk mengembangkan kebudayaan-kebudayaan asli
Jepang sebagai pembentukan identitas nasional masyarakat Jepang.
Pada Zaman Edo, setiap golongan masyarakat berperan penting
dalam lahirnya ekspresi-ekspresi budaya budaya asli Jepang oleh sebab itu
dapat dikatakan masyarakat Jepang adalah pusat kebudayaan itu sendiri,
dikarenakan kelahiran eskpresi ekspresi budaya asli Jepang merupakan buah
karya dari masyarakat.
Golongan masyarakat biasa menjadi pionir utama dalam
berkembangnya ekspresi-ekspresi budaya seperti Seni Teater Kabuki,
Bunraku, Geisha, Pertandingan Sumo, serta bidang kesenian, seperti
Pertunjukkan Shamsen dan Seni Lukis Ukiyo-e. Selain itu masyarakat
Jepang juga melahirkan ekspresi-ekspresi budaya dalam bidang
kesusastraan yang kemudian berkembang menjadi filosofis baru dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang.
Selain dari golongan masyarakat biasa, masyarakat dari golongan
Bushi ( 武 士 ) atau golongan Samurai turut serta dalam melahirkan dan
mengembangkan ekspresi-ekspresi budaya asli Jepang, seperti gaya rambut
Chonmage ( 丁 髷 ) dan etika Bushido ( 武 士 道 ). Pada awalnya gaya
rambut Chonmage dan etika Bushido merupakan simbol dari status sosial
seorang Samurai, namun pada masa pemerintahan Keshogunan Tokugawa
masyarakat pria diwajibkan untuk menerapkan gaya rambut Chonmage dan
etika Bushido demi menjaga kedamaian, perdamaian dan ketertiban
(Maggeo, Jeanette, 1999 : 676-677 ).
Etika Bushido dan gaya rambut Chonmage pada masa pemerintahan
Keshogunan Tokugawa semakin mantap diterapkan dan menjadi etika dasar
dalam bermasyarakat dan semakin kuat berkembang dan meluas menjadi
etika dasar bangsa Jepang dan identitas nasional bangsa Jepang hingga
zaman modern ( Bellah, 1985 : 90 ).
Semakin berkembangnya ekpresi-ekspresi Budaya tersebut tidak
terlepas dari stabilnya kondisi keamanan pada Zaman Edo yang
menyebabkan setiap golongan masyarakat memiliki kesempatan untuk
mempelajari setiap ekspresi ekspresi budaya dan dikembangkan dengan
penuh dedikasi oleh seluruh masyarakat Jepang dengan penuh dedikasi serta
diajarkan pada seluruh lapisan masyarakat.
Setelah Zaman Edo berakhir, ekspresi-ekspresi budaya yang pada
awalnya hanya merupakan hiburan bagi masyarakat biasa bertransformasi
menjadi budaya nasional kemudian etika Bushido yang merupakan ekspresi
budaya yang berasal dari golongan Bushi tidak lagi berkaitan dengan
semangat berperang atau pertempuran fisik melainkan dalam bentuk kerja
keras serta disiplin yang tinggi menjalankan aturan-aturan yang ditetapkan
oleh Tenno atau Kaisar ( Rosidi, 1981 : 67 ).

2.5. One Piece


One Piece adalah sebuah anime dan manga tentang sekelompok
bajak laut yang dipimpin oleh Monkey D. Luffy untuk pergi mencari harta
karun peninggalan raja bajak laut Gold D. Roger, One Piece. One Piece
diciptakan oleh Eiichiro Oda seseorang berkebangsaan Jepang, Komik One
Piece dimulaai pada tahun 1997 di Shonen Jump terbitan Shueisha dan
hingga kini masih terus berlanjut, Versi Animenya dimulai pada Oktober
1999 (Dicky, 2018 ).
One Piece menceritakan tentang petualangan seorang anak
bernama Monkey D. Luffy yang bercita-cita menjadi raja bajak laut dan
menemukan “One Piece” setelah terinspirasi oleh Shanks. Sekitar 22 tahun
sebelum cerita dimulai, seorang bajak laut bernama Gol D. Roger. Atau
lebih dikenal sebagai raja bajak laut diesksekusi mati di depan publik,
Tepat sebelum kematannya, ia mengumumkan kepada orang banyak tentang
harta miliknya, One Piece, yang diklaim sebagai harta terbesar yang pernah
ada, Kematian Roger memicu dimulainya era “Zaman Keemasan Bajak
Laut” , ditandai turunnya banyak bajak laut hingga tak terhitung jumlahnya
mencaari harta karun tersebut, Luffy termasuk salah satu yang berniat
menemukan One Piece dan menjadi raja bajak laut berikutnya, turun ke laut
untuk memulai petualangannya serta mulai mengumpulkan beberapa kru
sebagai teman seperjalanan.
Seiring perjalanan waktu, Komik atau Manga One Piece telah
mencapai 1054 chapter serta telah menerbitkan sebanyak 102 Tankoubon
( 単 行 本 ) atau 102 Volume yang telah tercetak sebanyak 480 Juta
Eksemplar ( Comic Book Resources, 12 Juli 2021), Selain itu Anime One
Piece telah mencapai 1026 Episode ( Wikia, One Piece)
Pada saat ini, Manga atau Komik One Piece telah mencapai Arc atau
Cerita Wanokuni yang merupakan penggambaran dari sejarah, dinamika
masyarakat, serta kebudayaan Jepang saat Zaman Edo, lebih lanjut, Arc
WanokunI pada komik atau Manga One Piece mengambil cerita utama
sejarah Jepang yaitu pada saat diterapkannya kebijakan Sakoku oleh
Keshogunan Tokugawa pada Zaman Edo.
Pada Volume yang memasuki Arc Wanokuni yaitu Volume 90-95
terdapat penggambaran dari kebijakan Sakoku sebagai latar belakang cerita,
selain itu terdapat referensi dari penggambaran kondisi dinamika
masyarakat Jepang pada Zaman Edo yang terbagi kedalam beberapa kelas
serta terikat oleh sebuah sistem berupa stratifikasi sosial yang disebut
dengan Shinokosho atau dalam Manga One Piece disebut dengan
Mimbunseido
Dalam Arc Wanokuni dapat diamati pula berbagai kondisi sosial-
budaya Jepang yang berkembang pada Zaman Edo seperti Bushido (武士道)、
gaya rambut Chonmage ( 丁 髷 』 dan Yukata ( 浴 衣 ), serta terdapat
penggambaran dari kebudayaan tradisional Jepang yang berkembang pada
Zaman Edo seperti alat petik Shamisen (三味線)、Olahraga Tradisional
Jepang Sumo ( 相 撲 ) 、 Seppuku ( 切 腹 』 serta Oiran ( 花 魁 ) dan Geisha
(芸者).
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa Arc Wanokuni dalam
komik One Piece secara tidak langsung menggambarkan sejarah, dinamika
masyarakat, serta kondisi sosial-budaya serta kebudayaan tradisional Jepang
yang dimana meskipun sebuah karya fiksi namun komik One Piece
menyampaikan sebuah informasi berupa esensi dari penggambaran
Zaman Edo untuk menghasilkan respon estetik bagi yang meilhatnya
(Mcloud, 2002 : 9 ).
BAB III
ANALISIS SEJARAH, DINAMIKA MASYARAKAT, DAN
BUDAYA JEPANG SAAT PERIODE SAKOKU DALAM
MANGA ONE PIECE KARYA EICHIIRO ODA

Pada bab ini penulis akan menganalisis mengenai latar belakang sejarah,
kondisi dinamika masyarakat dan cerminan budaya Jepang pada masa periode
Sakoku pada Arc Wanokuni dalam komik One Piece, Seperti yang dijelaskan
oleh Peter L. Badger (2015) dalam teori realitas simbolik terdapat sebuah
ekspresi yang berbentuk simbolik dari sebuah kenyataan yang bersifat objektif.
Selain itu, realitas ini umumnya memiliki sifat yang diketahui oleh banyak orang
atau sebuah kenyataan umum yang bentuknya dapat dilihat dari sebuah karya seni,
karya fiksi, hingga berita-berita yang terdapat dalam sebuah media.
Mengacu pada teori tersebut, dapat didefinisikan bahwa dalam sebuah
karya fiksi dan karya seni seringkali terdapat representasi dari sejarah, kondisi
masyarakat serta kebudayaan suatu bangsa, Representasi dari sejarah. kondisi
masyarakat, dan kebudayaan dalam sebuah karya fiksi dan karya seni dapat
merupakan representasi langsung dari sejarah, kondisi masyarakat, serta
kebudayaan suatu bangsa yang diambil dari sebuah referensi-referensi yang
konkrit yang kemudian dikumpulkan menjadi sebuah buku sejarah ataupun
sebuah ensiklopedia, sedangkan representasi tidak langsung merupakan sebuah
penggambaran yang terdiri sejarah, kondisi masyarakat, dan kebudayaan dari
suatu bangsa yang dipadukan dengan penyampaian cerita dari seorang pengarang,
Representasi tidak langsung seringkali digambarkan dalam sebuah komik ataupun
film yang menggabungkan fiksi sejarah dengan realitas yang sebenarnya, Sebagai
contoh dari representasi tidak langsung dalam sebuah karya fiksi adalah Arc
Wanokuni dalam komik One Piece yang mengangkat penggambaran kondisi
Jepang Pada Zaman Edo seperti kondisi masyarakat dan kebudayaan tradisional
Jepang yang Berkembang pada Zaman Edo, Selain meenggambarkan kondisi
masyarakat dan kebudayaan Jepang pada Zaman Edo, Arc Wanokuni dalam
komik One Piece juga mengangkat kebijakan Sakoku atau kebijakan isolasi
negara sebagai dasar ceritanya yang dalam Arc Wanokuni Ini digambarkan
sedikit berbeda namun tetap berdasarkan sejarah aslinya, karena itu selain
menganalisis penulis juga akan menjelaskan dan membandingkan berbagai
representasi-representasi dalam Arc Wanokuni dengan realitas dan fakta aslinya.
Analisis pada bab ini akan dibagi menjadi 3 subbab, yaitu Latar Belakang Sejarah
Arc Wanokuni, Dinamika dan kondisi masyarakat Wanokuni, dan penggambaran
kebudayaan tradisional serta keadan sosial budaya Jepang pada Zaman Edo
dalam Arc Wanokuni.

3.1. Analisis Sejarah


Arc Wanokuni dalam komik One Piece mengambil latar belakang
sejarah Zaman Edo terutama saat diterapkannya kebijakan Sakoku ( 鎖 国 )
oleh Keshogunan Tokugawa pada tahun 1633 hingga tahun 1853, Dalam
Arc Wanokuni pada komik One Piece diceritakan sejak ratusan tahun lalu
Wanokuni menerapkan kebijakan politik isolasi yang disebut kebijakan
Sakoku ( 鎖 国 ) . Istilah Sakoku bermakna negara tertutup yang dapat
dimaknai bahwa Wanokuni menutup diri dari dunia luar dengan dengan
melarang orang datang atau keluar dari negara, Politik isolasi Wanokuni
merupakan sebuah penggambaran dari kebijakan politik isolasi Jepang pada
periode kepemimpinan Keshogunan Tokugawa yang berlangsung dari tahun
1633 hingga secara resmi berakhir pada tahun 1853, Selain kebijakan
Sakoku Arc Wanokuni menggambarkan kondisi masyarakat feodal dan
kebudayaan tradisional Jepang yang berkembang pada Zaman Edo serta
unsur-unsur nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat feodal
Jepang pada Zaman Edo.
Gambar 1.1 Perbandingan penggambaran Jepang (kiri) dan
Wano (kanan) saat diterapkannya Sakoku

3.1.1. Kebijakan Sakoku


Negara Wanokuni secara ketat menerapkan kebijakan isolasionisme
negara atau kebijakan Sakoku ( 鎖 国 ) yang secara harfiah bearti
“negara tertutup” , yang bearti bahwa kontak dengan orang luar
seperti negara lain dilarang. Dalam peraturan yang ditetapkan oleh
Shogun ( 将 軍 ) meninggalkan perbatasan negara dianggap sebagai
kejahatan sedangkan orang dari luar yang memasuki negeri Wano
akan diserang.

Gambar 1.2 Seorang Daimyou(大名)dari daerah Hakumai sedang


mempertahankan pelabuhan dari orang-orang luar
大名   : ワノ国でこの「白舞」こそが唯一正規の「港」を有す
る郷良き客もあれば悪しき客もあり、ゆえに我々は鉄
壁の軍隊でなければ ならぬ1!!!
侍達   : ウオオオ!!
Daimyou : Hakumai adalah satu-satunya desa yang memiiki pelabuhan
legal di Wano..... kalau ada pengunjung yang baik, maka
ada pengunjung yang jahat pula, karena itu kita harus jadi
pasukan yang tak tertembus!!!
Samurai : Uwoooooo!!!!!
( Komik One Piece Volume 93 Chapter 942 )

Dalam dialog diatas, dapat diketahui Wano merupakan sebuah


negara yang benar-benar tertutup, untuk mencegah orang dari luar masuk ke
Wano seorang Daimyou atau tuan tanah sampai harus mengerahkan
Samurai-nya untuk menjaga satu-satunya akses masuk yang legal ke Wano
yaitu melalui pelabuhan yang berada dalam daerah kekuasannya.
Dialog diatas merupakan sebuah penggambaran dari tetutupnya Jepang pada
Zaman Edo, Keshogunan Tokugawa memberlakukan kebijakan Sakoku
untuk membatasi pengaruh dari Luar, salah satu peraturan ketat dalam
kebijakan Sakoku untuk membatasi masuknya orang dari luar adalah dengan
menutup semua akses pelabuhan dan hanya membuka pelabuhan Dejima
dan Nagasaki satu-satunya akses untuk masuk ke Jepang.

Gambar 1.3 Pelabuhan Dejima


Dijelaskan bahwa dampak yang muncul dari diterapkannya kebijakan
Sakoku adalah Wanokuni menjadi sebuah negara yang stabil dan makmur,
karena itu selama ratusan tahun Wanokuni dikenal sebagai Negara Emas (
黄金の国、Ogon no kuni ) selain itu, kebijakan Sakoku juga menciptakan
kesan bahwa Wanokuni adalah sebuah negara yang kuat serta terdapat
pendekar pedang yang tangguh yang disebut dengan Samurai (
侍 ) sehingga kekuatan asing seperti angkatan laut tidak berani untuk
mendekati Wanokuni, hal tersebut dijelaskan oleh salah satu karakter dalam
komik One Piece seperti berikut ini :

Gambar 1.3 salah satu karakter dalam komik One Piece menjelaskan mengenai
kebijakan Sakoku di Wanokuni
ブルック : 「ワノ国」はほ他所者を受けつけない鎖国国家で「世界
政府」にも 加盟していません、“侍”という剣士達
が強すぎて海軍も近いよれな いのだとか
Brook : “Wa no kuni” adalah negara tertutup yang tidak menerima
orang asing bahkan mereka juga tidak bergabung dengan
“Pemerintah Dunia”, para ahli pedang yang disebut “
Samurai” itu terlalu kuat bahkan angkatan laut pun tidak
berani mendekatinya ( Wanokuni)
( Komik One Piece Chapter 665 Vol 63)

Dalam percakapan tersebut dapat diketahui bahwa Wanokuni saat


menerapkan kebijakan Sakoku selain tidak menerima orang asing,
Wanokuni juga tidak bergabung dengan Pemerintah Dunia, Hal ini
merupakan penggambaran dari politik yang diusung oleh Keshogunan
Tokugawa yaitu membatasi hubungan dengan pihak luar serta tidak
menjalinhubungan dengan negara mapaun kecuali Belanda dan
Cina.kemudian dalam bidang politik kelas Samurai merupakan kasta paling
atas dan menjalankan politik militerisme dan diktaktorisme junta miiter atau
Bakufu{幕府}

Gambar 1.4 Ilustrasi Hubungan Jepang dengan Belanda


3.2. Analisis Dinamika Masyarakat
Masyarakat Wanokuni merupakan penggambaran dari terbentuknya
masyarakat feodal Jepang pada Zaman Edo, Terbentuknya masyarakat
feodal Jepang tidak terlepas dari peranan susunan kelas masyarakat yang
disebut sebagai Shinokosho yang terdiri dari Bushi (Samurai), Nomin (
Petani), Kosakunin (Pengrajin) , Shonin (pedagang) serta kelas masyarakat
terendah yaitu Eta atau Hiinin ( kaum budak), Pembentukan sistem
Shinokosho merupakan strategi dari pemerintahan feodal untuk
mempertahankan supremasi pemerintahan di tangan keluarga Tokugawa,
Masyarakat diawasi secara ketat dengan dengan cara mengelompokkan
mereka dalam kelas sosial tertentu, Status yang dilekatkan kepada mereka
berlaku tetap sejak lahir hingga mati, Hal ini membuat siapapun pun orang
tidak dapat mengganti status sosialnya atau meningkatkan statusnya ke
jenjang kelas yang lebih tinggi.

Gambar : 1.5 Karikatur mengenai Shinokosho


Penggambaran kondisi Dinamika Masyarakat Jepanng tersebut
tercermin pada stratifikasi sosial dalam masyarakat Wanokuni yang disebut
dengan Mibunseido (身分制度), Dalam sistem tersebut masyarakat dibagi
menjadi dua kelas yaitu kelas masyarakat atas dan bangsawan yang terdiri
Shogun, Daimyou, Yakuza, dan para pedagang kaya yang diizinkan untuk
tinggal di ibukota dan hidup enak kemudian terdapat masyarakat kelas
rendah yang terdiri dari para penjahat dan masyarakat miskin yang disebut
dengan Genin ( 下 人 ) yang bermukim pada daerah yang disebut dengan
kota Okobore atau kota sisa yang akan penulis jelaskan secara rinci sebagai
berikut.

3.2.1. Masyarakat Kelas Rendah (下人)

Gambar 1.6 Penggambaran masyarakat kelas rendah yang tinggal


di Kota Okobore
(Komik One Piece Volume 91 chapter 917)

Pada panel diatas terdapat seorang anak yang menangis sembari berkata “お
なかついた” yang memiliki arti “Aku lapar” namun sang ibu tidak dapat
berbuat apa-apa dan hanya bisa berkata “ワノ国の男子たるもの!弱音を
口にするんじゃありませんっ!! yang berarti “Kamu itu adalah anak
laki-laki Wano!, Jangan mengeluh!” dan pada panel pojok kanan atas
seorang bapak meminta tolong sembari berkata “お鶴さん!、邪含草はな
いか?!、ウチの子が空腹に耐えね川の水を !!! yang diterjemahkan
menjadi “Nyonya O-Tsuru! Apa ada rumput Jagan!? Anakku meminum air
sungai karena tidak tahan lapar!!”.
Dalam percakapan-percakapan tersebut dapat diketahui bahwa masyarakat
kelas rendah atau Genin ( 下人 ) bermukim di daerah yang sangat kumuh
dan tercemar limbah dan tidak memiliki sumber daya alam yang memadai
sehingga masyarakat Kota Okobore dilanda kelaparan, kemiskinan, serta
terserang penyakit.
Kondisi masyarakat kelas rendah atau Genin ( 下 人 ) merupakan
penggambaran dari Kaum “Eta” dan “Burakumin” yang dalam masyarakat
feodal Jepang adalah kaum yang menempati strata paling rendah dalam
masyarakat, Bahkan mereka dianggap tidak layak menempati salah satu
kasta yang ada.

Gambar 1.7 Kaum Eta


Kaum “Eta” secara harafiah bearti “Orang-Orang kotor atau menjijikkan”
sedangkan Kaum “Burakumin” secara harafiah bearti “Orang-Orang
pemukiman kecil” dimana hal ini merujuk kepada pemukiman Kaum
Eta yang terpisah dari kasta lain dalam masyarakat feodal Jepang.
Selain masyarakat kelas rendah, dalam masyarakat Wanokuni terdapat
masyarakat kelas atas yang terdiri Shogun, Samurai, Daimyo, serta Yakuza
3.2.2. Kelas Samurai
Dalam masyarakat Wanokuni, Kelas Samurai atau Shizoku ( 士 族 ,
Keluarga Ksatria) memiliki status sosial yang tinggi dikarenakan
kelas Samurai adalah Bushi ( 武 士 、 militer) yang melindungi
negara serta merupakan kelas yang memerintah Keshogunan Wano
selama beratus-ratus tahun lamanya.

Gambar 1.8 Penggambaran kelas Samurai dari Wanokuni

Setiap keluarga dari kelas Samurai memiliki kode etik kehormatan


yang disesuaikan dengan status sosialnya, Kelas Samurai dari setiap
keluarga diharapkan menjadi seorang Samurai yang terhormat,
terpelajar,dan sangat displin, Apabila seorang Samurai memilki seorang
tuan, maka perilaku yang tidak pantas dari seorang Samurai mencermikan
buruknya tuan mereka dan bagaimana seorang Samurai berpakaian dan
membawa diri mereka didepan umum juga mempengaruhi persepsi publik
tentang keluarga mereka, karena mereka akan sering menemani tuannya
setiap kali sang tuan berpergian.
Prinsip inti lain dari kode kehormatan Samurai adalah untuk tetap
setia dan patuh kepada tuan atau keluarga setiap saat sampai mati, ketika
tuan dari seorang Samurai meninggal, seorang Samurai terhormat biasanya
melayani keluarga mereka yang masih hidup atau kerabat terdekat yang
masih ada, atau jika tuan dari seorang Samurai terbunuh, seorang Samurai
akan berusaha membalas dendam dengan membunuh orang yang
menyerang tuannya, Mengubah kesetiaan kepada keluarga Samurai lain,
khususnya keluarga Samurai yang bertanggung jawab atas kematian
tuannya, dipandang sangat tidak terhormat dan memalukan.
Dikarenakan kelas Samurai di Wanokuni merupakan kelas tertinggi
dan kelas terhormat dalam masyarakat Wanokuni, Kelas Samurai diizinkan
untuk memerintah, menindas serta membunuh kelas dibawahnya tanpa ada
konsekuensi hukum tidak tergantung kepada apakah hal tersebut untuk
mempertahakan kehormatan mereka atau untuk alasan mementingkan diri
sendiri, Hal tersebut dijelaskan oleh salah satu karakter One Piece dalam
percakapan berikut :

マウスマン : 血縁を皆殺しにして行き場を失わせてもいい、お前
を頼る他生きる 術をなくしちまえばいいお前は 
“士族”!! ワノ国にははっきりとした「身分制
度」が あるんだ
Mouseman : Anda dapat membunuh semua ikatan darah dan
menghancurkan tempat tinggalnya hingga akhirnya
kehilangan cara untkuk hidup dan hanya bisa bergantung
pada anda, Anda adalah keluarga Samurai! Pada
Wanokuni terdapat stratifikasi sosial yang jelas.
( One Piece Volume 91 Chapter 915)
Pada percakapan diatas jelas dapat diketahui bahwa kelas Samurai
dapat membunuh, menghancurkan, serta menindas masyarakat kelas bawah
yang pada percakapan tersebut dapat terjadi karena adanya sistem
strattifikasi sosial yang jelas pada Wanokuni yaitu : Mibunseido [ 身分制度
] dimana dalam sistem stratifikasi sosial tersebut kelas Samurai menduduki
peringkat teratas.
Percakapan tersebut merupakan penggambaran dari adanya
kesenjangan kelas antara kelas Samurai yang menduduki peringkat teratas
dalam sistem stratifikasi sosial Shinokosho dengan masyarakat yang berada
dibawahnya, Pada Zaman Edo kelas Bushi atau kelas Samurai merupakan
kelas yang terhormat karena merupakan kaum ksatria yang melayani
Shogun serta kelas yang menjalankan pemerintahan dikarenakan
Keshogunan Tokugawa adalah pemerintahan yang berbentuk diktaktorisme
militer sehingga dapat disimpulkan bahwa kelas Samurai yang berada pada
Wanokuni merupakan penggambaran dan merupakan referensi dari kondisi
kelas Samurai dalam dinamika masyarakat feodal Jepang pada Zaman Edo.
3.2.3. Daimyo dan Yakuza
Daimyou ( 大 名 ) adalah penguasa wilayah tertentu di Wanokuni,
seorang Daimyo bertanguung jawab atas kesejahteraan wilayah
tersebut dan semua orang didalamnya, Satu-satunya wilayah yang
tidak memiliki Daimyou sendiri adalah ibukota dari Wanokuni,
Karena di ibukota Wanokuni adalah tempat dimana penguasa
tertinggi Wano yaitu Shogun tinggal, Jika Shogun meninggal tanpa
memiliki ahli waris, maka salah satu Daimyo akan diangkat sebagai
Shogun berikutnya : Setiap Daimyo Wanokuni digantikan oleh
seseoang dari garis keturunan mereka sendiri, tetapi Shogun dapat
membuat seseorang menjadi Daimyo jika mereka melakukan sesuatu
sesuatu untuk mendapatkannya, seperti menguasai daerah yang tidak
memiliki seorang Daimyo, Namun, jika seorang Daimyo melakukan
kejahatan keji, seperti membunh Daimyou lain maka mereka akan
dihukum berat dan juga akan dicabut statusnya.
Gambar 1.10 Penggambaran Daimyo dari setiap wilayah di Wanokuni

Daimyo ( 大 名 ) dari Wanokuni merupakan penggambaran dari seseorang


yang memiliki pengaruh besar dalam suatu wilayah yang juga disebut
dengan Damyo ( 大 名 )   yang berasal dari kata Daimyoshu ( 大 名 主 、
kepala keluarga terhormat), Di dalam masyarakat Samurai di Jepang,
istilah Daimyo digunakan untuk Samurai yang memiliki hak atas tanah yang
luas (tuan tanah) dan memiliki banyak Bushi sebagai pengikut.
Perbedaaan antara Daimyo Wanokuni dengan Daimyo pada Zaman Edo
adalah seorang Daimyo dari Wanokuni tidak terikat oleh polittik oligarki
yaitu sebuah kekuasaan politik yang secara efektif dipegang oleh
sekelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menrurut kekayaan,
keluarga, atau militer, Daimyo di Wanokuni digambarkan tidak selalu
berasal dari keluarga Shogun yang berkuasa dan seorang Daimyo yang
bukan berasal dari keluarga penguasa tetapi setia dengan Shogun dapat
menggantikan Shogun yang sedang berkuasa, Sedangkan pada Zaman Edo
Tokugawa Ieyasu selaku penguasa memberikan wewenang kekuasaan
wilayah untuk ketiga orang putranya, Tokugawa ieyasu juga memberikan
wewenang kepada masing-masing putranya untuk menggunakan nama
keluarga Tokugawa, sehingga salah satu garis keturunan putranya dapat
menggantikan garis keturunan utama keluarga Tokugawa jika mata rantai
keturunan utama terputus, Selain itu Keshogunan Tokugawa membagi
Daimyo menjadi 3 jenis yaitu :
1) Kamon Daimyo
Daimyo yang masih mempunyai hubungan kerabat dengan keluarga
Shogun Tokugawa.
2) Fudai Daimyo
Daimyo turun temurun yang sudah setia kepada Shogun Tokugawa jauh
sebelum Pertempuran Sekigahara
3) Tozama Daimyo
Pengikut Keluarga Tokugawa yang menjadi setia setelah ditundukkan
dalam Pertempuran Sekigahara

Seorang Daimyo di Wanokuni tidak terbagi atas 3 Jenis Daimyo


dikarenakan semua Daimyo dari setiap wilayah di Wanokuni melayani dan
tunduk secara langsung kepada keluarga Shogun yang menjadi penguasa
dari Wanokuni. Selain Daimyo dalam masyarakat Wano kuni terdapat
masyarakat yang disebut dengan Yakuza ( ヤ ク ザ ) Yakuza adalah
organisasi dunia bawah di Negara Wano yang melakukan bisnis di luar
hukum.
Yakuza adalah kekuatan utama dalam urusan ekonomi Wano, Para Yakuza
diketahui menjalankan daan mengoperasikan bisnis perjudian dan juga
terlibat dalam bisnis prostitusi pada distrik lampu merah, Salah satu tokoh
Yakuza yang menjalankan bisnis prostitusi pada Wanokuni adalah aeorang
Oyabun atau boss besar yakuza di Wanokuni yaitu Kyoshiro

Gambar 1.11
Kyoshiro sang boss besar Yakuza
(One Piece Vol 91 Chapter 919)
Semenjak dulu, Yakuza selalu bekerja langsung dibawah Keshogunan yang
sedang berkuasa dan memiliki sebuah reputasi yang baik di antara
masyarakat Wano karena perilaku terhormat dari Oyabun ataau boss
mereka, karena hal tersebut keluarga Yakuza yang memiliki reputasi dan
sangat dihormati seperti Keluarga Hyogoro dan Kyoshiro berhak untuk
mengendalikan sepenuhnya keluarga Yakuza lain yang berada di ibukota.
Seperti yag sudah disebutkan diatas, Keluarga Yakuza merupakan keluarga
yang menggerakkan ekonomi di Wanokuni dengan ditunjuk oleh
Keshogunan Wanokuni untuk menjalankan bisnis independen di ibukota
Wano dengan memaksa masyarakat untuk membayar pajak untuk tinggal di
sekitar ibukota dan akan menggunakan kekerasan jika pemilik bisnis
menolak, Selain itu, Keluarga yakuza seperti keluarga Kyoushiro yang
menjalankan bisnis perjudian akan menggunakan kekerasan terhadap orang-
orang yang datang ke tempat perjudian mereka dan menang banyak akan
diperas uangnya oleh keluarga Kyoushiro.
Selain itu hubungan Keluarga Kyoushiro sangat dekat dengan Keshogunan
Wano dibandingkan Oyabun atau boss Yakuza sebelumnya, karena keluarga
Kyoushiro bekerja untuk Keshogunan Wano sebagai penukar uangnya dan
bahkan bertindak sebagai pengawal Shogun hingga Kyoushiro menjuluki
dirinya sendiri sebagai Hamba Shogun
Kemudian dalam Arc Wanokuni dijelaskan bahwa hubungan antara anggota
Yakuza sangatlah dekat , diketahui bahwa Keluarga Kyoshiro bertukar
cangkir sake untuk secara membangun ikatan mereka, dan Keluarga
Kyoshiro akan melakukan pembalasan yang akan dijatuhkan terhadap
siapapun yang bahkan mengncam bawahannya bahkan dalam peringkat
terendah, Selain itu, dalam dunia Yakuza meskpun terdapat keluarga
Yakuza yang dihormati tetap ada persaingan sama lain dan bersaing untuk
menghancurkan satu sama lain, Namun persaingan antara keluarga Yakuza
sangat jarang terjadi karena besarnya pengaruh serta rasa hormat dari
keluarga Yakuza yang lain terhadap Keluarga Yakuza yang sedang berkuasa
di ibukota Wano.
Kyoushiro dan Yakuza di Wanokuni .merupakan penggambaran dari
Kabuki-Mono (“orang gila”) serta Hatamoto-Yakko ( Yakuza yang menjadi
pelayan Shogun ) yang muncul pada Zaman Edo tahun 1612, Menurut
orgcrime.tripod.com Kabuki-Mono adalah seorang Yakuza yang memakai
pakaian, potongan rambut serta perilaku yang aneh, mereka juga membawa
sebuah Katana yang panjang, dimana gaya tersebut membuat mereka
menjadi cukup nyentrik.

Gambar 1.12 Kabuki-Mono

Kabuki-Mono digambarkan memiliki kebiasaan yang buruk yaitu memusuhi


dan meneror siapapun dalam waktu luang mereka, bahkan sampai menusuk
orang hanya untuk kesenangan belaka, Para Kabuki-Mono juga
digambarkan sebagai Samurai eksentrik karena membuat nama-nama yang
aneh untuk kelompok mereka dan banyak berbicara dalam bahasa gaul.
Pada pertengahan Zaman Edo. Yakuza berubah menjadi organisasi
kekeluargaan, dan mengadopsi hubungan yang disebut dengan Oyabun dan
Kobun ( peran ayah dan anak ), “Oyabun” adalah ayah yang memberikan
nasihat, bantuan, dan perlindungan, Sang Kobun bertindak sebagai “anak”
yang bersumpah setia dan melayani dengan teguh kapanpun Oyabun
membutuhkannya.
Gambar 1.13 Cerminan hubungan Oyabun dan Kobun dalam komik One Piece

Gambar 1.13 diatas merupakan penggambaran antara seorang


Oyabun serta Kobun pada Yakuza di Wanokuni, dapat diamati bahwa
keempat Yakuza yang berkuasa atas daerah mereka masing-masing dan
masih terlihat masih setia, menghormati dan melayani sang Oyabun.yang
mengindikasikan hubungan antara sang Oyabun dan Kobun masih
sangat dekat.
Dari penjelasan diatas dapat diamati bahwa penggambaran Yakuza
di Wanokuni mengambil referensi dari Kabuki-Mono serta Hatamoto-Yakko
yang merupakan cikal bakal dari perkembangan organisasi Yakuza pada
Zaman Edo. penggambaran tersebut terlihat dari penampilan serta sifat para
karakter Yakuza di Wanokuni yang mengemban prinsip kekeluargaan dan
menjunjung tinggi hubungan ayah dan anak (Oyabun-Kobun) serta
merupakan seorang “Pelayan Shogun” atau “ Hamba Shogun”
3.2.4. Shogun
Shogun ( 将 軍 ) disebutkan menempati peringkat teratas dalam
stratifikasi Mibunseido, seorang Shogun merupakan satu-satunya
penguasa sah di Wanokuni

Gambar 1.14 Shogun (将軍) Wanokuni, Kozuki Sukiyaki

Seorang Shogun di Wanokuni secara turun temurun berasal dari


sebuah keluarga Bushi atau Samurai , Keluarga Kozuki ( 光 月 家 ,
Kōzuki-ke ) dan Keluarga Kurozumi ( 黒 炭 家 , Kurozumi-ke )
merupakan sebuah keluarga dari golongan Bushi atau Samurai yang
telah menjadi Shogun selama lebih dari 20 tahun.
Shogun dari keluarga Kozuki diceritakan selama ratusan tahun
lamanya menerapkan kebijakan Sakoku atau politik isolasi negara
untuk membatasi pengaruh asing masuk ke Wanokuni sehingga
menciptakan kondisi damai serta stabil dikarenakan Wanokuni tidak
tersentuh sama sekali oleh dunia luar, setelah pemerintahan Shogun
dari Keluarga Kozuki berakhir, Keshogunan Wano diambil alih oleh
Shogun dari Keluarga Kurozumi yang lebih menekankan pada
pendekatan miiiter.
Pada masa pemerintahan Shogun dari Keluarga Kurozumi, peran
seorang Shogun tidak hanya sebagai penguasa Wano tetapi juga
sebagai Jenderal dari para golongan Bushi atau Samurai berpangkat
tinggi yang loyal pada pemerintahan Shogun yang berkuasa yang
disebut dengan Mimawarigumi serta prajurit intelijen Ninja yang
disebut dengan Oniwabanshu.

Gambar 1.15 Mimawarigumi dan Oniwanbanshu


Pendekatan secara militer yang diberlakukan oleh Keshogunan
Wano pada masa Pemerintahan Keluarga Kurozumi bertujuan untuk
menekan masyarakat agar tetap tunduk kepada kekuasaan Shogun
serta menekan masyarakat agar tidak melakukan pemberontakan
terhadap Shogun sehingga kestabilan dan kedamaian negara tetap
terjaga selain itu Shogun dari Keluarga Kurozumi sangat menjunjung
tinggi masyarakat kelas atas terutama dari golongan Bushi atau
Samurai dikarenakan golongan Bushi atau Samurai sangat setia
melayani pemerintahan Shogun serta merupakan golongan yang
mendukung dan akan senantiasa mempertahankan hagemoni
keluarga Shogun yang sedang berkuasa serta menetapkan bahwa
hanya masyarakat kaya dan berpengaruh yang diizinkan untuk
menetap di Ibukota, sedangkan golongan masyarakat yang tidak
patuh serta memiliki potensi akan memberontak kepada Shogun
akan dieksekusi atau dibuang ke Kota Okobore oleh otoritas Shogun
( Komik One Piece Volume 94 Chapter 944-945)
3.2.4.1. Perbandingan Dinamika Masyarakat
Setelah penulis mengamati dan membandingkan
penggambaran stratifikasi sosial Mibunseido dengan sistem
stratifikasi sosial Shinokosho, Penulis dapat menyimpulkan
bahwa terdapat perbedaan di antara sistem stratifikasi sosial
Mibunseido yang tercermin dalam cerita Wanokuni dengan
sistem stratifikasi sosial Shnokosho, dasar perbedaan antara
kedua sistem stratifikasi sosial tersebut terletak kepada
komposisi masyarakat yang terikat oleh sistem Mibunseido
dan sistem stratifikasi sosial Shinokosho, komposisi
masyarakat dalam sistem stratifikasi Shinokosho terdiri atas
empat kelas yaitu Bushi ( Militer ), Nomin ( petani ), Komin
( Tukang dan pekerja ) dan Shomin ( pedagang ), di
samping keempat kelas tersebut terdapat kelas sosial yang
terdiri dari para bangsawan yang disebut dengan kelas Kuge
dan Buke, meskipun merupakan kaum bangsawan, kelas
Kuge tidak memiliki kekuasaan apa-apa atas pemerintahan (
Dasuki, 58 ), Kekuasaan pada Zaman Edo dipegang oleh
kelas Buke yang terdiri dari Shogun dan Daimyo
( Suherman, 2004 : 203 ).
Sedangkan dalam sistem stratifikasi sosial Mibunseido, komposisi
masyarakat hanya terdiri dua kelas masyarakat yaitu kelas masyarakat kelas
bawah yang terdiri dari Genin atau secara harfiah memiliki arti “orang-
orang bawah” dan masyarakat kelas atas yang terdiri dari Bushi, Yakuza,
Daimyo, dan Shogun, berbeda dengan sistem stratifikasi sosial Shinokosho
yang komposisi masyarakatnya terdiri dari masyarakat biasa dan hanya
golongan Bushi yang merupakan masyarakat dengan kelas sosial tinggi dan
kedudukan kaum bangsawan terpisah dari empat kelas sosial dalam
Shinokosho, sistem stratifikasi sosial Mibunseido hanya boleh ditempati
oleh kaum bangsawan, masyarakat kaya raya, Yakuza serta Samurai yang
mengabdi dan loyal tehadap Shogun, sedangkan masyarakat miskin,
penjahat, orang-orang buangan serta Samurai yang tidak tunduk kepada
Shogun diberikan status sosial sebagai masyarakat kelas rendah dan harus
bermukim di daerah yang terpisah dari masyarakat kelas atas dikarenakan
masyarakat kelas rendah dianggap masyarakat yang hina dan kotor sehingga
tidak pantas untuk berdampingan dengan masyarakat kelas atas.
Kendati demikian, sistem stratifikasi sosial Mibunseido dan sistem
stratifikasi sosial Shinokosho sama-sama menempatkan kelas Bushi atau
Samurai sebagai masyarakat dengan status sosial tinggi karena selain
bekerja dalam bidang militer kelas Bushi atau Samurai merupakan kelas
sosial yang paling dekat hubungannya dengan Shogun dan merupakan
seorang abdi Shogun yang loyal serta merupakan kelas sosial yang
memegang kekuasaan atas pemerintahan seperti Keshogunan Tokugawa
serta Keshogunan Wanokuni.
Dari pejabaran perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa
penggambaran dinamika masyarakat Wanokuni merupakan cerminan tidak
langsung dari dinamika masyarakat Jepang pada Zaman Edo, Cerminan
tidak langsung tersebut dapat terlihat pada susunan dan kedudukan
masyarakat yang berbeda dengan susunan dan kedudukan masyarakat
Jepang pada Zaman Edo, Pada susunan dan kedudukan kelas Wanokuni
tidak ada kelas Kuge yang terdiri dari para bangsawan seperti Tennou atau
kaisar yang menjadi kepala negara tetapi kepala pemerintahan dipegang
oleh kelas Buke yang terdiri dari Shogun dan Daimyo, sedangkan dalam
cerita Wanokuni, Shogun merupakan satu-satunya penguasa sah atas
Wanokuni karena tidak adanya peranan Tennou atau kaisar dalam cerita
Wanokuni. Selain itu, dalam masyarakat Wanokuni tidak ada peranan kelas
petani dan pekerja dikarenakan sektor pertanian dan manufaktur diatur oleh
pemerintah ( One Piece Vol 91 Chapter 917).
sedangkan untuk kelas pedagang, hanya kelas pedagang kaya yang diizinkan
untuk tinggal di ibukota tetapi kelas pedagang tidak dimasukkan ke dalam
sistem stratifikasi sosial Mibunseido karena tidak memiliki kontribusi dan
pengaruh apa-apa terhadap pemerintahan berbeda dengan kelas pedagang
pada sistem stratifikasi sosial Shinokosho dimana para pedagang dijadikan
bagian dari sistem stratifikasi sosial Shinokosho dikarenakan pengaruhnya
dalam masyarakat sangat kuat yaitu sebagai salah satu penggerak ekonomi
masyarakat dan penyedia kebutuhan masyarakat ( Dasuki, 59 ) sedangkan
dalam cerita wanokuni penggerak ekonomi masyarakat serta negara adalah
kelas Yakuza.
Pada perbandingan diatas dapat diketahui bahwa pada dasarnya konsep
sistem stratifikasi sosial Mibunsido dengan sistem stratifikasi Shinokosho
adalah membagi masyarakat menjadi beberapa kelas sehingga masyarakat
menjadi terkotak-kotak yang bertujuan untuk mempertahankan status sosial
tinggi yang dimiliki oleh kelas Bushi atau Samurai yang berkuasa atas
pemerintahan, namun komposisi maasyarakat dan pembagian kelas antara
kedua sistem stratifikasi sosial ini sangat berbeda, dimana sistem stratifikasi
sosial Shinokosho membagi masyarakat berdasarkan status sosial dan
kebutuhan para penguasa sedangkan sistem sosial Mibunseido membagi
masyarakat berdasarkan kekayaan dan pengaruh dalam pemerintahan
apabila tidak mempunyai kedua hal tersebut maka masyarakat tidak dapat
berbaur dengan masyarakat kelas atas dan akan dianggap sebagai
masyarakat kelas bawah yang hina dan tidak bisa dianggap sebagai
manusia.
3.3 Analisis Budaya
Pada subbab ini penulis akan menganalisis penggambaran dari budaya-budaya
yang terdapat dalam cerita Wanokuni, penulis mengamati bahwa budaya-budaya
yang tergambar pada cerita Wanokuni merupakan pernggambaran sosial-budaya
dan budaya tradisional Jepang yang lahir dan berkembang pada Zaman Edo.
Dikarenakan terdapat dua macam ragam budaya yang tergambar pada cerita
Wanokuni serta untuk mempermudah analisis penulis akan membagi subbab
analisis budaya menjadi dua macam analisis seperti berikut ini

3.3.1 Analisis Sosial Budaya


Sosial Budaya merupakan suatu totalitas nilai, tata sosial, tata laku manusia
yang diwujudkan dalam pandangan hidup, falsafah Negara dalam berbagai sisi
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang menjadi asas untuk
melandasi pola perilaku dan tata struktur masyarakat yang ada ( Marwan, 2017 :
34 ). Landasan sosial budaya tersebut tercermin pada penggambaran sosial
budaya yang terdapat dalam cerita Wanokuni.

Sosial Budaya yang tecermin dalam cerita Wanokuni merupakan sebuah


nilai-nilai dan etika yanng berasal dari kelas Bushi atau Samurai yang disebut
sebagai Bushido ( 武 士 道 ) atau secara harfiah bearti “ Jalan Ksatria” , Pada
awalnya etika Bushido hanya boleh dimiliki oleh kelas Samurai serta keluarga
Samurai saja, namun dikarenakan kedudukan kelas Samurai yang semakin kuat
dalam masyarakat dan merupakan kelas yang dijunjung tinggi oleh masyarakat
Wanokuni maka masyarakat Wanokuni menerapkan etika Bushido sebagai etika
dasar dalam masyarakat serta landasan pola perilaku dan tata struktur masyarakat
Wanokuni ( Wikia. One Piece ).

Pada cerita Wanokuni, konsep dari etika Bushido adalah untuk menjalani
hidup dengan menerapkan kehormatan, ksatria, kebajikan, kesetiaan serta
keberanian, konsep dari etika Bushido tersebut tercermin pada seorang karakter
wanita dalam cerita Wanokuni seperti berikut ini
Gambar 1.16 Sifat terhormat dari etika Bushido yang dimiliki oleh seorang
karakter Wanita

女の人 ; イヤでありんす、わちきはだれにもへりくだらねぬ!!

Wanita : Tidak Mau. Aku takkan menundukkan kepalaku kepada

siapapun!!

( One Piece Volume 93 Chapter Chapter 932 )

Pada panel diatas sang karakter wanita tersebut menunjukkan salah satu sifat
pada etika Bushido yaitu kehormatan, Hal tersebut tercermin pada sifat karakter
wanita tersebut dimana karakter wanita tersebut tidak akan tunduk kepada
siapapun bahkan kepada seseorang yang memiliki kedudukan lebih tinggi darinya,
selain ttu karakter wanita tersebut juga mencerminkan sifat berani yang terdapat
pada etika Bushido, Hal ini dikarenakan sang karakter wanita tersebut memiliki
keberanian untuk mengatakan hal tersebut padahal sang karakter wanita tersebut
hanyalah seorang wanita penghibur yang kedudukannya berada di bawah kelas
Samurai sehingga dianggap tidak pantas untuk berbicara mengenai hal tersebut.

Selain kehormatan dan keberanian, dalam cerita Wanokuni terdapat


penggambaran dari sifat kesetiaan dan ksatria serta kebajikan, sifat-sifat tersebut
tercermin pada sekelompok Samurai yang disebut dengan Sembilan Samurai
Pedang Merah 「 赤 鞘 九 人 男 , Akazaya Kunin Otoko 」 merupakan sembilan
orang Samurai yang melayani seorang Daimyo yang berasal dari Keluarga
Kozuki.

Dalam cerita Wanokuni diceritakan bahwa saat sang tuan mati dan keluarga
Kozuki tidak lagi menjadi keluarga yang berkuasa Kelompok Akazaya tetap setia
melayani dan melindungi anak dari Daimyo tersebut, Kelompok Akazaya juga
digambarkan memiliki sifat ksatria dikarenakan berani bertaruh nyawa untuk
melindungi anak dari Daimyo tersebut serta mencerminkan sifat kebajikan
dikarenakan melindungi seseorang yang berharga bagi mereka.

Gambar 1.17 Kelompok Akazaya

Dari penjelasan diatas dapat diamati bahwa Bushido merupakan sebuah


landasan hidup dan nilai-nilai norma yang bersifat massal, dalam penjelasan diatas
diketahui tidak hanya kelas Samurai yang memiliki etika Bushido, masyarakat
yang berada di luar kelas Bushido diharuskan menjalani hidup dengan memegang
teguh etika Bushido, etika Bushido pada masyarakat tercermin dalam perilaku
karakter wanita yang sudah penulis jelaskan sebelumnya, karakter wanita tersebut
mencerminkan seseorang yang berani untuk mempertahankan kehormatannya
yaitu untuk tidak mudah tunduk kepada orang lain meskipun sang karakter wanita
hamya memiliki status sebagai wanita penghibur yang notabene merupakan status
yang lebih rendah daripada status sosial masyarakat yang lain, sedangkan
perilaku kelompok Akazaya merupakan sebuah cerminan dari penerapan etika
Bushido pada Samurai yaitu memiliki kesetiaan tinggi kepada tuannya serta
memiliki sifat ksatria yaitu berani untuk mengambil tanggung jawab untuk
melindungi seseorang yang penting bagi mereka dimana sifat tersebut juga
merupakan sebuah bentuk dari kebijakan.

Selain Bushido, masyarakat Wanokuni juga menerapkan sebuah mode yanng


juga lahir dari golongan Samurai yaitu gaya rambut Chonmage. Pada awalnya
gaya rambut Chonmage merupakan gaya rambut dari golongan Samurai untuk
menunjukkan status sosialnya namun karena kelas Samurai merupakan kelas yang
dijunjung tinggi gaya rambut Chonmage menjadi gaya rambut yang umum untuk
kalangan pria, memotong Chonmage merupakan sebuah tanda aib bagi golongan
Samurai dan sebuah bentuk pertobatan atas perbuatan yang tercela ( Wikia, One
Piece).

Gambar 1.18 Poton gan Rambut Chonmage yang digunakan oleh Samurai
3.3.2 Budaya Tradisional Jepang
Budaya tradisional Jepang yang tercermin dalam komik One Piece adalah
sebagai berikut.

3.3.2.1 Shamisen
Shamisen adalah alat musik berdawai tiga yang merupakan alat musik khas
dari Wanokuni, Shamisen berfungsi sebagai pengirng lagu bagi pementasan
Geisha serta berfungsi sebagai hiburan dalam perjamuan-perjamuan penting
seperti perjamuan Shogun.

Gambar 1.19 Pementasan Shamisen

3.3. 2.2. Sumo


Sumo merupakan olahraga populer di Wanokuni, Sumo merupakan sebuah
olahraga yang mengandalkan kekuatan dan karena hal ini termasuk olahraga gulat,
olahraga Sumo merupakan sebuah olahraga yang bersifat massal karena dapat
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Wanokuni

Gambar 1.20 Olahraga Tradisional Sumo


BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis dalam penelitian, penulis menyimpulkan bahwa Arc atau


cerita Wanokuni merupakan cerminan dari penggambaran Jepang saat
diberlakukannya kebijakan Sakoku pada Zaman Edo, Hal tersebut tercermin
dalam penggambaran sejarah pada cerita dimana Wanokuni merupakan negara
yang sangat terisolasi dari luar yang dapat terlihat pada panel dimana masyrakat
Wanokuni sangat anti terhadap orang asing dan penulis juga dapat mengamati
dinamika masyarakat Wanokuni yang cukup kompleks dikarenakan terdapat
sistem stratfikasi sosial Mibunseido yang membagi masyakat Wanokuni menjadi
dua kelas yang merupakan sebuah penggambaran dari sistem stratifikasi sosial
Shinokosho walaupun berbeda cara penerapannya namun tujuan dari
penerapannya sama-sama membagi masyarakat Wanokuni menjadi beberapa kelas

Dari sisi penggambaran budaya dapat juga terlihat berbagai kebudayaan


tradisional Jepang yang berkembang pada Zaman Edo, kebudayaan-kebudayaan
tersebut lahir dari rakyat Wanokuni sendiri dikarenakan Wanokuni tidak tersentuh
oleh kebudayaan luar. Sehingga kebudayaan tersebut dapat lahir dan berkembang
di masyarakat seperti halnya kebudayaan tradisionl Jepang yang lahir pada Zaman
Edo yang terlahir dan berkembang oleh masyarakat Jepang itu sendri
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Beasley W.G. 2003. Pengalaman Jepang : Sejarah Singkat Jepang. Jakarta:


Yayasan Obor Indonesia

Bellah, Robert N (Terjemahan), 1985.Tokugawa Relegion : The Values of Per-


Industrial Japan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Hall, Stuart. 1997. The Work of Representation. Theories of Representation : Ed.


Stuart Hall. London: Sage Publication

Ishii, Ryunosuke.1989. Sejarah Institusi Politik Jepang. Diterjemahkan Oleh :


J.R Sunaryo. Jakarta: Gramedia

Oda, Eiichiro.One Piece, vol.91-96. Tokyo: Shueisha, 2018-2019

Peter, Duus. 1998.Modern Japan. Boston: Houghton Mifflin

Surajaya, Prof. Dr, I Ketut, 1993.Pengantar Sejarah Jepang. Depok: PT.Gelora


Utama

Suryohadiprojo, Sayidiman.1981.Manusia dan Masyarakat Jepang Dalam


Perjoangan Hidup. Jakarta: UIP

Tadao, Umesao. 1990. The Roots of Contemporary Japan. Tokyo: Pheidias


Design

Jurnal

Suherman, E.  2004. Dinamika Masyarakat Jepang Dari Masa Edo Hingga Pasca
Perang Dunia II. Humaniora, Vol 16, 203. https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-
humaniora/article/view/819. Diakses pada 30 Agustus 2022 pukul 13.00

Sumber Online

Asano, Vie. 2015. “Kaum “Eta”. Sisi Gelap Masyarakat Jepang”,


https://japanesestation.com/culture/history/kaum-eta-sisi-gelap-masyarakat-
jepang. Diakses pada 24 Juli 2022 pukul 10.04.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 2005. Komik. https://kbbi.web.id/komik


Diakses pada 25 Juli 2022 pukul 12.05
“Periode Tokugawa”. 2011. Brittanica. https://www.britannica.com/event/
Periode Tokugawa. Diakses pada 25 Juli 2022 pukul 13.01

“Sejarah Yakuza, Sindikat Kriminal Berusia 400 tahun”. 2019. Ourstory.Id.


https://ourstory.id/sejarah-yakuza-sindikat-kriminal-berusia-400-tahun/.
Diakses Pada 25 Juli 2022 pukul 15.00

“Samurai”. One Piece Wikia. https://onepiece.fandom.com/wiki/Samurai.


Diakses pada 25 Juli 2022 pukul 15.30

“Shogun”. One Piece Wikia. https://onepiece.fandom.com/wiki/Shogun.


Diakses pada 26 Juli 2022 pukul 10.00

“ Wanokuni”. One Piece Wikia. https://onepiece.fandom.com/wiki/Wano_Country


Diakses pada 26 Juli 2022 pukul 11.30
Jurnal
Suherman, E.  2004. Dinamika Masyarakat Jepang Dari Masa Edo Hingga Pasca
Perang Dunia II. Humaniora, Vol 16, 203. https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-
humaniora/article/view/819. Diakses pada 30 Agustus 2022

Daftar Buku
Tadao, Umesao. 1990. The Roots of Contemporary Japan. Tokyo: Pheidias
Design

Ishii, Ryunosuke.1989. Sejarah Institusi Politik Jepang. Diterjemahkan Oleh :


J.R. Sunaryo. Jakarta : Gramedia

Beasley W.G. 2003. Pengalaman Jepang : Sejarah Singkat Jepang. Jakarta:


Yayasan Obor Indonesia

Suryohadiprojo, Sayidiman.1981.Manusia dan Masyarakat Jepang Dalam


Perjoangan Hidup. Jakarta: UIP

Bellah, Robert N (Terjemahan), 1985.Tokugawa Relegion : The Values of Per-


Industrial Japan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Surajaya, Prof. Dr, I Ketut, 1993.Pengantar Sejarah Jepang. Depok: PT.Gelora


Utama

Peter, Duus. 1998.Modern Japan. Boston: Houghton Mifflin

Anda mungkin juga menyukai