Anda di halaman 1dari 57

PENGEMBANGAN KAPASITAS ORGANISASI PADA DINAS

KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA MEDAN

USULAN PENELITIAN

Oleh :
Josua Septian A. Nainggolan
170110160091

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan publik merupakan segala bentuk jenis pelayanan dalam rangka pemenuhan

kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara atau penduduk atas

suatu barang, jasa dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara

pelayanan terkait dengan kepentingan publik, yakni oleh instansi pemerintah di pusat

maupun daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik

Daerah. Pelayanan Publik yang berkualitas atau disebut dengan pelayanan prima

merupakan pelayanan terbaik yang sesuai dengan yang diharapkan oleh pengguna

layananan serta memenuhi standar kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan akan tampak

saat terciptanya hubungan yang dinamis antara pengguna maupun pemberi layanan.

Baik buruknya kualitas pelayanan bukan berdasarkan pada persepsi penyedia jasa atau

layanan melainkan berdasarkan pada persepsi pengguna layanan.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat 3 disebutkan bahwa “negara

bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan umum

yang layak”. Selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

pelayanan publik yang mengamanatkan bahwa negara wajib melayani setiap warga

negara dan penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seluruh kepentingan publik harus


dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam berbagai sektor

pelayanan.

Dalam pelayanan publik, keberadaan pemerintah adalah pihak yang berkewajiban

memberikan pelayanan dalam rangka pemenuhan kebutuhan-kebutuhan publik kepada

masyarakat luas. Hal tersebut seiring dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

Tentang Pemerintahan Daerah, dengan diberlakukannya otonomi daerah dan memberi

kewenangan seluas-luasnya kepada daerah termasuk dalam pelayanan publik. Seiring

dengan perkembangan zaman pola pikir masyarakat dalam pelayanan publik lebih

menyukai hal yang serba cepat, berkualitas dan terjangkau. Tuntutan masyarakat

tersebut mengharuskan pemerintah mampu memberikan pelayanan yang baik,

professional sekaligus dapat membangun kualitas masyarakat. Oleh sebab itu,

kedudukan pemerintah dalam pelayanan publik sangat strategis untuk menentukan

sudah sejauh mana pemerintah menjalankan perannya dengan baik. Pelayanan publik

yang disediakan oleh instansi pemerintah senantiasa dituntut kemampuannya dalam

meningkatkan kualitas pelayanan, namun tidak jarang pelayanan publik yang

diselenggarakan belum dapat memenuhi kualitas sesuai dengan keinginan dan harapan

masyarakat luas.

Oleh karena itu, sangat penting untuk melaksanakan pengembangan kapasitas

kelembagaan karena pengembangan kapasitas kelembagaan merupakan bagian vital

dari reformasi birokrasi yang benar-benar mengarah pada upaya mewujudkan

pemerintahan yang memenuhi kriteria good governance, salah satunya di dalam


instansi pemerintahan dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja pemerintah yang

berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik. Pengembangan kapasitas

kelembagaan dipahami sebagai pengembangan kapasitas tradisional yang berfokus

pada pengembangan hampir seluruhnya mengenai permasalahan sumber daya manusia,

proses serta struktur organisasi. Pengembangan kapasitas kelembagaan dilakukan

dengan upaya membantu pemerintah, masyarakat maupun individu dalam

meningkatkan keahlian dan keterampilan yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan-

tujuan mereka. Pengembangan kapasitas sangat sering didesain untuk memperkuat

kemampuan dalam mengevaluasi setiap pilihan kebijakan serta menjalankan keputusan

yang dibuat secara efektif.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dijelaskan bahwa pemerintah wajib

melakukan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah

daerah dengan menyelenggarakan berbagai program pengembangan kapasitas. Pada

regulasi tersebut menjelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja termasuk

meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah melaksanakan pembinaan

serta fasilitasi melalui program pengembangan kapasitas. Hal tersebut juga ditindak

lanjuti melalui terbitnya Peraturan presiden No. 59 Tahun 2012 tentang Kerangka

Nasional Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah.

Membahas tentang topik pelayanan publik, sampai saat ini pelayanan publik di

Indonesia masih menjadi sebuah tantangan yang perlu mendapatkan perhatian dan
penyelesaian secara komprehensif. Hal tersebut dapat dengan mudah dibuktikan

melalui banyaknya keluhan dan tuntutan terkait buruknya kualitas pelayanan publik

dari masyarakat sebagai tanda ketidak puasan mereka. Hal senada dibuktikan oleh

Ombudsman Republik Indonesia yang bertugas sebagai pengawas atas

terselenggaranya pelayanan publik oleh penyelenggara negara. Sepanjang tahun 2019,

laporan masyarakat kepada Ombudsman tentang lemahnya kualitas pelayanan publik

Indonesia masih mendominasi. Faktor penyebab meningkatnya jumlah laporan

keluhan masyarakat atas kualitas pelayanan publik didominasi oleh pemerintah daerah

dengan jumlah laporan lebih dari 41%. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya

permasalahan terkait pelayanan publik paling banyak ditemukan di Pemerintah Daerah.

Berdasarkan laporan tahunan Ombudsman, grafik sektor-sektor pelayanan publik yang

paling sering diadukan oleh masyarakat adalah sebagai berikut :


Grafik 1. 1
Laporan Pengaduan Masyarakat Terkait Pelayanan Publik Oleh Ombudsman
Republik Indonesia Tahun 2019

18,00%
16,00%
14,00% 15,80%
12,00% 13,71%
10,00% 12,04%
8,00% 10,08%
6,00%
4,00% 5,56%
2,00% 3,37% 3,17% 3,15% 3,07% 2,86%
2,56%
0,00%

(Sumber : Diolah oleh Peneliti)

Berdasarkan data grafik diatas dapat diketahui bahwa Administrasi Kependudukan

menempati posisi lima teratas sektor pelayanan publik yang paling banyak diadukan

oleh masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa pelayanan publik di bidang administrasi

kependudukan belum mampu memberikan pelayanan publik yang baik untuk

masyarakat. Mengingat urgensi administrasi kependudukan sebagai bentuk

perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status hukum setiap peristiwa

kependudukan yang dialami oleh penduduk, maka sudah seharusnya instansi yang

bertugas memberikan pelayanan public di bidang administrasi kependudukan selalu

berbenah dalam pelayanan administrasi kependudukan dan selalu memastikan untuk

memberikan pelayanan publik yang prima dan berkualitas kepada masyarakat.


Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara. Kota ini merupakan kota

terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Berikut grafik penduduk

Kota Medan berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Medan tahun 2019

Grafik 1.2
Jumlah Penduduk Kota Medan

Perempuan Laki-laki

(Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan)

Berdasarkan data diatas, penduduk Kota Medan diperkirakan telah mencapai

2.279.894 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.154.627 jiwa >

1.125.267 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap,

sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang

merupakan penduduk komuter.


Dengan demikian Medan merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di

Sumatera dan keempat di Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang besar tentu

pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat Kota Medan,

ditambah dengan jumlah penduduk kota Medan yang semakin padat tentu masyarakat

membutuhkan pelayanan yang maksimal.

Salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pada Pemerintah Kota Medan yang

melakukan penerapan pelayanan publik adalah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

(Disdukcapil) Kota Medan. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan

merupakan salah satu instansi pemerintah daerah yang bertugas melaksanakan urusan

pemerintahan daerah di bidang administrasi kependudukan dan pencatatan sipil

berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Administrasi kependudukan dan

pencatatan sipil berarti seluruh peristiwa penting yang terjadi dalam keluarga perlu

didaftarkan dan dibukukan agar kedudukan hukum setiap orang menjadi tegas dan

jelas. Pelayanan pencatatan sipil yang disediakan oleh Disdukcapil Kota Medan berupa

pengurusan dokumen Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Akta

Kelahiran, Akta Kematian, Akta Perkawinan, Akta Perceraian, Kartu Identitas Anak

(KIA), serta Mutasi Kedatangan dan Kepindahan.

Dalam pelaksanaan tugas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan, ternyata belum dapat memenuhi

kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal tersebut ditandai dengan munculnya

permasalahan yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik yakni sebagai berikut :


Tabel 1.1
Permasalahan Pelayanan Publik di Disdukcapil Kota Medan

No. Permasalahan dalam Pelayanan Publik


1. Belum terisinya sumber daya aparatur yang sesuai dengan latar belakang
pendidikan dan keahlian
2. Lemahnya kemampuan koordinasi dan komunikasi publik dalam
memberikan pelayanan administrasi penduduk kepada publik
3 Sistem penyelenggaraan pelayanan administrasi secara langsung
menyebabkan proses administrasi tidak efektif
4. Keberadaan calo dalam pengurusan administrasi kependudukan masih
cukup banyak ditemukan
(Sumber : LAKIP Disdukcapil Kota Medan Tahun 2019)

Berdasarkan data tabel diatas yang diperoleh dari Laporan Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan

Tahun 2019, ditemukan berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas Pelayanan publik

Disdukcapil Medan. Sumber daya aparatur yang menempati bidang tertentu pada

struktur organisasi belum berdasarkan pada latar belakang pendidikan. Hal tersebut

berpengaruh pada kualitas pelayanan administrasi kependudukan yang kurang optimal.

Hasil observasi peneliti, sumber daya aparatur yang memiliki pengetahuan serta

keterampilan di bidang teknologi informasi masih terbatas. Berikut data staf pegawai

Disdukcapil Kota Medan yang memiliki keterampilan di bidang teknologi informasi.


Grafik 1.2
Rekapitulasi Keterampilan Staf Pegawai Disdukcapil Kota Medan
di Bidang Teknologi Informasi

100%
Staff Pegawai yang
90% Tidak Terampil
80% Staff Pegawai yang
Kurang Terampil
70%
Staff Pegawai yang
60%
terampil dalam IT
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Staff
Pegawai
(112 orang)

(Sumber : Diolah Oleh Peneliti, 2021)

Dari grafik diatas, dijelaskan bahwa dari 112 orang pegawai Disdukcapil Kota

Medan hanya ada 22 orang (19%) pegawai yang terampil dalam bidang Teknologi

Informasi. Sementara dari 90 orang sisanya, 65 orang (58%) belum terampil / masih

gagap, dan 25 orang (23%) tidak memiliki keterampilan sama sekali. Hal ini

berbanding terbalik dengan semakin berkembangnya teknologi dimana pengelolaan

administrasi kependudukan dituntut harus berbasis pada Teknologi Informasi (TI).


Permasalahan lain juga ditemukan pada lemahnya kemampuan komunikasi publik

Disdukcapil Kota Medan sebagai penyedia pelayanan kepada masyarakat sebagai

pengguna pelayanan. Sumber daya aparatur yang bertugas sebagai pihak yang

berhubungan secara langsung kepada masyarakat pada loket pelayanan terkesan acuh

pada standard dan etika komunikasi yang baik. Hal tersebut berakibat pada rasa tidak

puas masyarakat terhadap kualitas pelayanan administrasi yang disediakan oleh

Disdukcapil Medan. Lebih jauh juga berefek pada masyarakat yang merasa enggan dan

risih saat ingin mengurus dokumen administrasi kependudukan, sehingga masyarakat

mengurus dokumen kependudukannya hanya pada saat dibutuhkan dan mendesak saja.

Fenomena permasalahan mengenai kualitas pelayanan Administrasi di

Disdukcapil bukan hanya terjadi di kota Medan saja. Dari beberapa jurnal yang sudah

diteliti sebelumnya juga ditemui keadaan pelayanan administrasi yang buruk, hal ini

dikarenakan para pegawai Disdukcapil dinilai masih belum siap dalam kedisiplinan

memberikan kualitas pelayanan publik yang baik, dan ketepatan waktu penyelesaian di

segala bidang dan fungsi administrasi juga buruk. Salah satu contohnya seperti

kesalahan teknis diakibatkan kurang telitinya pegawai dalam meng-input data, sehingga

output yang dihasilkan juga salah, dan proses administrasi harus diulang dari awal. Situasi

tersebut mengakibatkan warga harus menghabiskan waktu yang lebih lama dalam proses

administrasi kependudukan. (Maulidyah, dkk, 2019; Melinda Tuju, dkk, 2017; Soraya,

2019; Sukmaida, dkk., 2014)


Kemudian, persyaratan dan prosedur untuk memperoleh atau dalam pengurusan

yang dilakukan oleh masyarakat sangat sulit dan berbelit-belit dan masyarakat tidak

puas dengan sikap pegawai yang kurang tanggap dan prosedur yang belum jelas, dalam

hal kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pelayanan. (Maulidyah, dkk., 2019;

Melinda Tuju, dkk, 2017; Salmawati, dkk, 2010; Sukmaida dkk., 2014)

Kompetensi pegawai juga masih sangat buruk, terutama dibidang Teknologi.

Operator yang direkrut untuk mengoperasikan belum seluruhnya memiliki

kemampuan, kompetensi, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan

dalam pelaksanaan tugas. Selan itu, jumlah pelaksana masih kurang dan belum

memadai. Pegawai belum mampu menggunakan perangkat teknologi pendukung

secara baik. Pegawai juga belum memiliki wawasan yang mendalam terkait proses

pelayanan administrasi. (Angkat, dkk., 2017; Maulidyah, dkk, 2019; Purba, 2020)

Selain itu, Sarana dan prasarana penting untuk dilakukan oleh pihak yang

berkepentingan dalam mencapai cita cita atau tujuan hadirnya pemerintahan di tengah

masyarakat. Namun, sarana dan prasarana pendukung kerja seperti komputer, printer,

dan tower pemancar frekuensi radio masih kurang memadai. Kondisi gedung yang

digunakan melayani warga kurang nyaman, dan tidak memadai, kusam, kurang bersih,

lembab dan beberapa ruangan kurang pencahayaan. (Abdussamad, 2019; Angkat,

dkk., 2017; Luh, dkk., 2019)

Adapun faktor– faktor yang dapat memdukung pelayanan publik, antara lain;

tersedianya anggaran yang memadai, Adanya komitmen pemerintah yang kuat dalam
mendukung terlaksananya pelayanan yang baik, motivasi kerja yang diberikan pegawai

satu sama lain, dan kebijakan peraturan daerah sebagai acuan pelayanan publik.

Sementara faktor yang dapat menghambat kualitas layanan adalah kurangnya sumber

daya manusia yang berkompeten secara kuantitas maupun kualitas, dan kurangnya

kedisiplinan pegawai (Aparat). Ditambah kerumitan yang terjadi berkaitan dengan

pengguna atau penduduk yang belum memahami teknologi (Abdussamad, 2019;

Melinda Tuju , dkk, 2017; Salmawati, dkk, 2010; Soraya, 2019; Sukmaida, dkk, 2014)

Dari hasil review jurnal mengenai kualitas pelayanan administrasi di Disdukcapil

yang diteliti oleh beberapa peneliti diatas, dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan di

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil belum bekualitas, dan diketahui bahwa selama

ini tren riset yang dikaji hanya ada pada tingkat organisasi berupa struktur organisasi,

proses pengambilan keputusan, prosedur dan mekanisme pekerjaan, pengaturan sarana

dan prasarana, hubungan-hubungan, dan jaringan organisasi; dan pada tingkat

individual yang membahas tentang pengetahuan, keterampilan, tingkah laku,

pengelompokan pekerjaan, dan motivasi. Sementara penelitian ini befokus pada tingkat

sistem yang membahas tentang kerangka kerja yang berhubungan dengan aturan dan

kebijakan.

Berdasarkan uraian identifikasi berbagai permasalahan diatas, terkait pelayanan

administrasi kependudukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan

telah menunjukkan bahwa pelayanan publik yang diselenggarakan belum terlaksana

dengan baik. Oleh karena itu, penting bagi Disdukcapil Kota Medan melaksanakan

pengembangan kapasitas kelembagaan dengan tujuan untuk memperbaiki dan


meningkatkan kualitas pelayanan publik. Dari adanya permasalahan terkait kualitas

pelayanan publik, menimbulkan pertanyaan bagaimana upaya pengembangan

kapasitas kelembagaan yang dilakukan oleh Disdukcapil Kota Medan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan publik. Maka dari itu peneliti tertarik untuk

mengangkat penelitian terkait “Pengembangan Kapasitas Organisasi Pada Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diatas, rumusan masalah dari

penelitian ini adalah “Bagaimana pengembangan kapasitas organisasi dalam upaya

peningkatan kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kota Medan?”

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk memenuhi syarat menyelesaikan tugas akhir pada

program S1 Sarjana di Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Padjadjaran.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Mengetahui kapasitas organisasi dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik

yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan
1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan memiliki kegunaan yang bersifat akademis maupun

praktis, sebagai berikut:

1.4.1 Kegunaan Akademis

1. Dapat mengetahui tentang pengembangan kapasitas organisasi dalam upaya

peningkatan kualitas pelayanan publik khususnya di Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kota Medan.

2. Diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam menunjang bagi

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang pengembangan kapasitas

dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan yang dapat

memberikan manfaat, sumbangan pemikiran dan informasi bagi masyarakat, dunia

pendidikan dan Disdukcapi Kota Medan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Terdahulu

Pada bagian ini akan menjelaskan penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan

dengan fokus penelitian yang penulis ambil tentang “Analisis Pengembangan

Kapasitas Organisasi dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik” dengan

Studi kasus di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan. Adanya penelitian

terdahulu bertujuan untuk memberikan gambaran bagi peneliti sebagai perbandingan

terhadap penelitian yang akan diambil. Adapaun dalam studi terdahulu yang digunakan

sebagai bahan referensi dengan tema atau topik yang serupa terkait dengan penelitian

yang diambil.

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Teori Hasil Metode


. Peneliti penelitian

1. Andi Pengembangan Penelitian ini Berdasarkan hasil Kualitatif


Samsu Kapasitas menjelaskan penelitian dapat

Alam Organisasi langkah-langkah diketahui bahwa


secara umum
dan dalam yang ditempuh
pengembangan
Ashar Peningkatan dalam
kapasitas organisasi
Kualitas pengembangan
dalam peningkatan
No Nama Judul Teori Hasil Metode
. Peneliti penelitian

Prawitno Pelayanan kapasitas organisasi kualitas pelayanan


(2015) Publik Dinas pemerintahan guna publik pada Dinas
Kehutanan dan peningkatan Kehutanan dan
Perkebunan
Perkebunan kualitas pelayanan
Kabupaten Bone
Kabupaten publik melalui teori
cukup baik.
Bone pendekatan dalam
Pemerintah daerah
pengembangan
Kabupaten Bone
internal organisasi khususnya Dinas
oleh Eade yang Kehutanan dan
berfokus pada tiga Perkebunan
aspek yaitu : Kabupaten Bone
telah menempuh
Pertama,
langkah-langkah
pengembangan
untuk
kapasitas sumber mengembangkan
daya fisik dengan kapasitas organisasi
indikator sumber di daerahnya, baik
daya fisik, struktur pada aspek
organisasi, pengembangan

keuangan, kapasitas sumber

perangkat hukum, daya sumber daya


fisik organisasi,
sarana dan
kapasitas proses
prasarana.
operasional, dan
Kedua, kapasitas sumber

pengembangan daya manusia

kapasitas proses aparatur.


Pengembangan
No Nama Judul Teori Hasil Metode
. Peneliti penelitian

operasional kapasitas sumber


(ketatalaksanaan) daya fisik secara

dengan indikator umum cukup baik,


Dari empat indikator
prosedur kerja,
yang menjadi
budaya kerja, dan
parameter untuk
kepemimpinan.
menilai kapasitas
Ketiga, sumber daya fisik,

pengembangan yaitu kapasitas

kapasitas sumber struktur, kapasitas


keuangan, kapasitas
daya manusia
perangkat hukum
dengan indikator
(aturan), dan
pengetahuan,
kapasitas sarana dan
keterampilan serta
prasarana, hanya satu
perilaku dan etika indikator yang
kerja pegawai. mendapat penilaian
kurang baik, yaitu
kapasitas perangkat
hukum (aturan).

2. Megawat Pengembangan Pada penelitian ini, Hasil penelitian Kualitatif


i Kapasitas indikator yang menunjukkan para
Maransa Pegawai digunakan untuk pegawai mampu
(2018) Negeri Sipil mengukur menjamin dan
dalam pengembangan menyediakan dan
Meningkatan kapasitas pegawai pelayanan yang
Kualitas negeri sipil adalah terpercaya, tanggap
No Nama Judul Teori Hasil Metode
. Peneliti penelitian

Pelayanan pengetahuan, dalam bekerja,


Publik (Studi keterampilan, memiliki sikap
Pada Pusat potensi diri, motif empati serta
Kesehatan bekerja dan moral. didukung oleh
Masyarakat Sedangkan sarana prasarana
Poasia Kota indikator pelayanan yang memadai
Kendari) publik adalah sehingga harapan
berwujud, masyarakat dapat
kehandalan, terpenuhi.
ketanggapan,
jaminan dan
empati.

3. Yunta Pengembangan Pada penelitian ini, Pengembangan Kualitatif


sumber daya
Fa’aubi Kapasitas upaya
aparatur Kel.
Maulidya Sumber Daya pengembangan Pandanwangi
menggunakan:
h, Slamet Manusia dalam kapasitas SDM
a. metode on the
Muchsin Meningkatkan menggunakan teori job melalui:
1) Rotasi pekerjaan
dan Agus Kualitas strategi
di Kelurahan
Zainal Pelayanan pengembangan Pandanwangisu
dan dijalankan
Abidin Publik (Studi sumber daya
secara maksimal.
(2019) Pada Kantor manusia oleh Hal ini bisa dilihat
dari adanya upaya
Kelurahan Wayne. E. Casio:
Lurah
Pandanwangi Pandanwangi
Pertama, metode untuk melakukan
Kecamatan
On The Job, dimana rotasi pekerjaan
terhadap
metode yang pegawainya.
No Nama Judul Teori Hasil Metode
. Peneliti penelitian

Blimbing Kota dilaksanakan hanya 2) Kegiatan


Magang tidak
Malang) melalui rotasi
dilajalankan di
pekerjaan dan kantor kelurahan
pandanwangi. Hal
demonstrasi atau
ini bisa dilihatdari
pemberian contoh tidak adanya upaya
Lurah
dilakukan oleh
Pandanwangi untuk
pegawai yang lebih menunjuk salah
satu pegawai
ahli. Kegiatan
untuk
magang dan melaksanakan
pekerjaan magang.
magang terhadap
3)Bimbingan tidak
pegawai tidak dilaksanakan oleh
Lurah
dijalankan.
pandanwangi,
dapat dilihat dari
Kedua, metode Off tidak adanya
The Job, dimana upaya Lurah
Pandanwangi
metode yang telah untuk
dilaksanakan memberikan
arahan kepada
adalah pendidikan pegawainya.
dan pelatihan serta 4) Demonstrasi
dan pemberian
memberikan contoh dilakukan
kesempatan oleh pegawai
yang lebih ahli
pendidikan formal dengan
kepada para memperagakan
atau memberikan
pegawai. Selain itu contoh
terdapat faktor melakukan
pekerjaan kepada
pendukung dan pegawai lain.
penghambat dalam
No Nama Judul Teori Hasil Metode
. Peneliti penelitian

pengembangan
kapasitas sumber
daya manusia.

4. Marsuq Kapasitas Pada penelitian ini Penekanan pada Kualitatif


dan Kelembagaan menggunakan teori visi organisasi
Kasni dalam kerangka kerja dipahami dengan
(2017) Optimalisasi kapasitas baik oleh individu
Pelayanan kelembagaan yang yang ada dalam
Publik pada terdiri atas 7 organisasi sebagai
Kantor Camat komponen yaitu : bagian dari
Sangatta aspirasi, strategi, pengembangan
Selatan keterampilan kapasitas
Kabupaten organisasi, sumber organisasi.
Kutai Timur daya manusia, Sementara strategi
sistem dan yang dilakukan
infrastrukutur, dan pemerintah
struktur organisasi. Kecamatan
Didukung melalui Sangatta Selatan
strategi dalam pelayanan
pembentukan publik adalah
program PATEN melaksanakan
(Pelayanan PATEN (Pelayanan
Administrasi Administrasi
Terpadu Terpadu
Kecamatan) yang Kecamatan)yang
bertujuan bertujuan untuk
No Nama Judul Teori Hasil Metode
. Peneliti penelitian

memudahkan dan memudahkan dan


melancarkan melancarkan
pelayanan kepada pelayanan kepada
masyarakat serta masyarakat. Selain
memperbanyak itu stretgi laiinnya
pelatihan di adalah
lingkungan memperbanyak
pegawai dalam pelatihan di
rangka peningkatan lingkungan
kapasitas pegawai kecamatan
organisasi. dalam rangka
peningkatan SDM
yang dapat
meningkatkan
kapasitas organisasi
dalam memberikan
pelayanan kepada
masyarakat.

5. Rahmad Peningkatan Dalam penelitian 1. Tingkat Kualitatif


(2015) Kapasitas ini Kantor Camat kapasitas aparatur
Aparatur menganut pemerintah daerah
Pemerintah pelayanan terpadu dalam pelayanan
Daerah dalam namun pelayanan publik di
Pelayanan publik yang Kecamatan
Publik (Studi diberikan belum Peudada menganut
Pada Kantor termasuk yang pelayanan terpadu
No Nama Judul Teori Hasil Metode
. Peneliti penelitian

Camat terbaik. dan sudah


Peudada penyebabnya transparan, tetapi
Kabupaten tingkat kapasitas tingkat pelayanan
Bireuen) aparatur di Kantor Camat
pemerintah daerah masih kurang,
masih kurang pelayanan yang
memadai karena diberikan belum
terbatasnya sarana termasuk
penunjang pelayanan terbaik
pekerjaan . upaya 2. Faktor yang
dalam peningkatan memengaruhi
kapasitas aparatur tingkat kapasitas
pemerintah daerah aparatur
yaitu melalui pemerintah daerah
program dalam pelayanan
peningkatan publik di
sarana-prasarana Kecamatan
termasuk renovasi Peudada adalah
dan pemeliharaan. masih sangat
Serta program terbatasnya sarana
peningkatan penunjang
terhadap efisiensi pekerjaan yang
aparatur negara dimiliki.

3. Upaya yang
dilakukan oleh
Camat Kecamatan
No Nama Judul Teori Hasil Metode
. Peneliti penelitian

Peudada dalam
meningkatkan
kapasitas aparatur
pemerintah daerah
dalam pelayanan
publik adalah
melalui program
peningkatan
prasana dan sarana
aparatur negara,
serta program
peningkatan
efisiensi aparatur
Negara.

Sumber : Diolah Oleh Penulis

2.2 Kerangka Teoritik

2.2.1 Pengembangan Kapasitas Organisasi

Dalam istilah yang paling sederhana, kapasitas organisasi merupakan kemampuan

untuk melakukan aktivitas-aktivitas organisasi (Yu-Lee, 2002). Di sektor publik,

kapasitas organisasi telah luas didefinisikan sebagai kemampuan pemerintah untuk

menyusun, mengembangkan, memimpin dan mengendalikan, manusia, sumber daya


keuangan, fisik dan informasi (Ingraham et al., 2003). Di sector sosial atau nirlaba,

kapasitas organisasi merupakan seperangkat praktek manajemen, proses atau atribut

yang membantu organisasi untuk memenuhi misinya (Eisinger, 2002). Hal senada

diungkapkan oleh Horton et al. (2003) menjelaskan bahwa kapasitas organisasi

merupakan “its potential to perform - its ability to successfully apply its skills and

resources to accomplish its goals and satisfy its stakeholders’ expectations”.

Pada konsep ini terlihat denga jelas kaitan lingkungan eksternal organisasi dalam

aktivitas organisasi. Dalam perkembangannya, konsep kapasitas organisasi memiliki

banyak sudut pandang menurut para ahli. Ada yang menjelaskan bahwa makna

kapasitas hanya sebagai masalah akuisisi sumber daya atau dana (Kushner dan Poole,

1996; Brooks, 2002). Pendapat lain menjelaskan bahwa kapasitas mencakup setiap

kualitas yang dapat menghambat atau mempromosikan keberhasilan dalam mencapai

tujuan organisasi (Chaskin, 2001). Di sisi lain, kapasitas organisasi terkadang

didefinisikan sebagai kualitas internal organisasi, yang terdiri dari sumber daya

manusia dan modal (Brinkerhoff, 2005) dan pada pendapat lain dianggap sebagai

konsep dengan dimensi baik internal maupun eksternal, misalnya dukungan keuangan

eksternal, jaringan hubungan yang mendukung, sumber pelatihan, dan dukungan

politik (Forbes dan Lynn, 2006).

Pengembangan kapasitas organisasi tidak hanya multidimensional, tetapi juga

mampu menjadi dibagi menjadi kategori fungsional yang berbeda. Eisinger (2002),

misalnya mendefinisikan elemen-elemen penting dari kapasitas organisasi sosial

sebagai sumber daya, kepemimpinan yang efektif, keterampilan dan kecukupan staf,
kelembagaan dan hubungan eksternal. Sedangkan Ingraham et al. (2003)

menggambarkan empat subsistem manajemen yang yang dimensi kapasitas organisasi

pemerintah, yakni keuangan, sumber daya manusia, modal dan sistem teknologi

informasi. Horton et al. (2003) menjelaskan bahwa pengembangan kapasitas organisasi

secara umum berhubungan dengan sumber daya, pengetahuan dan proses yang

dilakukan organisasi. Staff, infrastruktur, teknologi dan pembiayaan merupakan

kapasitas sumber daya dasar pada setiap

2.2.2 Teori Organisasi

Organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang

dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai

suatu tujuan (Indriyo Gitosudarmo, 1997). Sebuah organisasi dapat terbentuk karena

dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama

dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat.

Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya

oleh masyarakat disekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan

sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga

menekan angka pengangguran. Orang-orang yang ada di dalam suatu organisasi

mempunyai suatu keterkaitan yang terus menerus.Rasa keterkaitan ini, bukan berarti

keanggotaan seumur hidup. Akan tetapi sebaliknya, organisasi menghadapi perubahan

yang konstan di dalam keanggotaan mereka, meskipun pada saat mereka menjadi

anggota, orang-orang dalam organisasi berpartisipasi secara relatif teratur.


Menurut para ahli terdapat beberapa pengertian organisasi sebagai berikut: Stoner

mengatakan bahwa organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui

mana orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama. Stephen P.

Robbins (2009:5) menyatakan bahwa Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang

dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi,

yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan

bersama atau sekelompok tujuan.

Menurut Sufian (2003;13), mengatakan “organisasi adalah sarana atau alat

mencapai tujuan”, maksudnya adalah dengan adanya organisasi maka memudahkan

untuk menjalin kerjasama yang tertata, yang terstruktur, sehingga personil-personil

didalam organisasi merasa nyaman melaksanakan tugasnya sehingga tujuan organisasi

bisa terlaksana dengan baik. Selanjutnya menurut Waldo (dalam Sufian, 2003;13)

mengatakan “organisasi adalah pribadi yang berdasarkan atas wewenang formal dan

kebiasaan-kebiasaan dalam suatu sistem administrasi”.

Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan organisasi juga sebagai wadah tempat

terselenggaranya administrasi sebagaimana batasan yang di ungkapkan oleh Mooney

(dalam Syafii’e, 2007;113) bahwa organisasi adalah segala bentuk setiap perserikatan

orang-orang untuk mencapai suatu tujuan bersama. Sedangkan menurut Ndraha

(2003;163) ukuran membantu kerja terhadap organisasi pemerintahan yaitu :

a. Efisiensi, yaitu untuk mengukur proses, efektifitas guna mengukur kebaikan

mencapai tujuan.
b. Efektifitas, yaitu jika didefenisikan secara abstrak sebagai tingkat pencapaian tujuan.

c. Kualitas, yaitu membantu kemampuan kerja pelayanan atau tugas-tugas yang

diberikan sebagai berikut yaitu :

a) Kesetiaan

b) Prestasi kerja

c) Tanggung jawab

d) Ketaatan

e) Kejujuran

f) Kerjasama

g) Kepemimpinan

2.2.3 Pelayanan Publik

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan sebuah upaya negara untuk memenuhi

kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa dan pelayanan

administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Berdasarkan

Undang-Undang Dasar 1945, negara mempunyai amanat untuk memenuhi setiap

kebutuhan dasar masyarakat, demi mencapai kesejahteraan masyarakat, sehingga

kualitas dalam sistem instansi/organisasi publik sangat ditentukan oleh baik dan

buruknya penyelenggaraan pada pelayanan publik.

Menurut pendapat Dwiyanto yang berpandangan bahwa pelayanan publik

merupakan:
“Serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi
kebutuhan warga pengguna. Pengguna yang dimaksud di sini adalah warga
negara yang membutuhkan pelayanan publik, seperti pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Gangguan (HO),
Izin Pengambilan Air Bawah Tanah, berlangganan air minum, listrik dan
sebagainya” (Dwiyanto, 2008: 136).

Banyak pakar yang memberikan pengertian mengenai pengertian pelayanan publik,

diantaranya adalah Moenir (2001) menyatakannya bahwa, pelayanan publik adalah

kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor

material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam usaha memenuhi

kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Sedangkan Sinambela mendefinisikan

pelayanan publik sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah disetiap kegiatan yang

menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun

hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

Kemudian terdapat pendapat lain mengenai pelayanan publik dikemukan oleh

Mahmudi yang mengemukakan pengertian tentang pelayanan publik sebagai:

“Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan


publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan
perundang-undangan” (Mahmudi, 2010: 223).

Pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik

adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan

publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, maupun dalam

rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dijelaskan juga bahwa

penyelenggara pelayanan publik dalam hal ini adalah instansi pemerintah, yang dalam
hal ini adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah termasuk Badan Usaha Milik

Negara/Badan Usaha Milik Daerah dan Badan Hukum Milik Negara. Penerima

pelayanan dalam hal ini adalah orang, masyarakat, lembaga instansi pemerintah dan

dunia usaha, yang menerima pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik.

Dari definisi-definisi di atas dapat dikatakan bahwa pelayanan publik merupakan

pelayanan yang diberikan oleh negara melalui instansi/organisasi publik demi

menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan publik harus responsif terhadap

berbagai kepentingan dan nilai-nilai publik. Hal ini dikarenakan masyarakat bersifat

dinamis, dimana karakter pelayanan publik juga harus selalu berubah mengikuti

perkembangan masyarakat, sehingga suatu pelayanan publik harus menyesuaikan

dengan kebutuhan para pelanggan atau pengguna.

i. Jenis Pelayanan Publik

Pelayanan publik hadir untuk memenuhi berbagai kebutuhan mendasar masyarakat dan

kebutuhan masyarakat saat ini semakin kompleks seiring dengan perkembangan

zaman. Berikut merupakan jenis dari pelayanan publik menurut Keputusan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pelayanan Publik:

1. Pelayanan Administratif

Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang

dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat

kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan


sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Pendudukan

(KTP), Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor

(BPKB), Surat Ijin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor

(STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat

Kepemilikan/Penguasaan Tanah dan sebagainya.

2. Pelayanan Barang

Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang

digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air

bersih dan sebagainya.

3. Pelayanan Jasa

Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh

publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan

transportasi, pos dan sebagainya.

2.2.4 Pengembangan Kapasitas Kelembagaan

Sebelum memahami lebih mendalam bagaimana pelaksanaan pengembangan kapasitas

kelembagaan, maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari kapasitas. Morgan

mengartikan kapasitas sebagai kemampuan, pemahaman, keterampilan, nilai-nilai,

sikap, perilaku, hubungan, sumber daya, motivasi serta kondisi-kondisi yang

memungkinkan setiap individu, organisasi, jaringan kerja atau sektor serta sistem yang

lebih luas untuk melaksanakan fungsi-fungsi mereka dalam mencapai tujuan dalam

pembangunan yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu. Kapasitas juga dapat
diartikan sebagai kemampuan seseorang atau kelompok dalam melaksanakan sesuatu

dalam rangka mencapai sebuah tujuan.

Brown mendefenisikan “Capacity Building is a process that increases the ability of

persons, organisations or system to meet its stated purposes and objectives”. Dari

pengertian tersebut dapat diketahui bahwa pengembangan kapasitas (capacity buiding)

merupakan suatu proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang, organisasi

dan sistem dalam mencapai tujuan yang hendak dicapai. Hal tersebut sejalan dengan

defenisi pengembangan kapasitas kelembagaan menurut Milen yaitu pengembangan

kapasitas tradisional dan penguatan organisasi yang berfokus pada permasalahan

sumber daya manusia, proses dan struktur lembaga. Dalam bidang pemerintahan,

Yeremias T. Keban mendefenisikan bahwa pengembangan kapasitas kelembagaan

merupakan serangkaian strategi yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas,

efesiensi, serta responsivitas dari kinerja pemerintahan, melalui pemusatan perhatian

pada pengembangan dimensi, sumber daya manusia, penguatan organisasi, serta

reformasi kelembagaan atau lingkungan.

Pengembangan Kapasitas kelembagaan dimaksud bukan hanya pada satu komponen

saja melainkan diperuntukan bagi seluruh komponen yang bersifat kesatuan dan tidak

terpisahkan atau saling berkaitan antara bagian-bagian yang ada dalam sebuah lembaga

yang mencakup multi dimensi dan bersifat dinamis. Konsep pengembangan kapasitas

kelembagaan adalah pembelajaran, namun dalam penerapannya dapat diukur sesuai

tingkat pencapaiannya, apakah diperuntukan kedalam jangka waktu pendek, menengah


atau panjang, dimana proses pada tingkat terkecil berkaitan dengan individu, kemudian

pada tingkat kelompok, organisasi maupun sistem dipengaruhi dari faktor eksternal

yang merupakan lingkungan pembelajaran.

Program pengembangan kapasitas kelembagaan pada dasarnya didesain untuk

memperkuat kemampuan dalam mengevaluasi pilihan kebijakan serta menjalankan

keputusan yang efisien dan efektif. Pengembangan kapasitas kelembagaan termasuk

kedalamnya pelatihan dan pendidikan, reformasi dalam peraturan dan kelembagaan,

teknologi, pengetahuan dan asistensi finensial. Pengembangan kapasitas kelembagaan

dapat dicirikan sebagai proses yang berkelanjutan, dibangun dari potensi yang telah

ada, memiliki nilai intrinsik tersendiri, mengurus terkait masalah perubahan,

menggunakan pendekatan holistik dan terintegrasi, serta memiliki esensi sebagai

sebuah proses internal. Berdasarakan ciri-ciri tersebut, pengembangan kapasitas

kelembagaan bukan lah sebuah proses yang berangkat dari ketiadaan, melainkan

dimulai dari membangun potensi kemudian selanjutnya diproses untuk meningkatkan

kualitas baik secara individu, organisasi, dan sistem agar bertahan ditengah kondisi

lingkungan yang mengalami perubahan secara terus menerus.

Pengembangan Kapasitas Kelembagaan mencerminkan sudut pandang bahwa

kapasitas berada di dalam individu, organisasi dan sistem. Untuk melaksanakan

Pengembangan Kapasitas kelembagaan secara efektif, mencakup tiga tingkat

sebagaimana diungkapkan oleh Grindle yaitu :


1. Kapasitas Tingkat Individu

Kapasitas di tingkat individu merupakan elemen kapasitas yang paling

mendasar. Hal ini menjadi landasan bagi kapasitas organisasi dan mengacu

pada kemampuan serta kemauan dari seseorang individu dalam menetapkan

tujuan dan mencapainya menggunakan pengetahuan dan keterampilan.

Kapasitas pada tingkat individu meliputi keterampilan, pengetahuan, nilai,

sikap atau tingkah laku, motivasi kerja. Dapat dikembangakan melalui berbagai

cara seperti pendidikan formal, nonformal dan / atau informal, on the job

training, pelatihan dan literasi mandiri. dalam konteks pengembangan

organisasi, hal ini juga disebut sebagai pengembangan sumber daya manusia.

2. Kapasitas Tingkat Organisasi

Kapasitas pada tingkat organisasi akan sangat menentukan bagaimana individu

diperkuat dan dimanfaatkan. Hal ini mengacu pada hal apa pun yang

mempengaruhi kinerja organisasi. Pengembangan Kapasitas tingkat organisasi

meliputi penataan struktur organisasi, proses pengambilan keputusan,

mekanisme dan prosedur kerja, sumber daya fisik, komunikasi antar organisasi,

dan sistem insentif dan penghargaan.

3. Kapasitas Tingkat Sistem

Kapasitas di tingkat sistem mengacu pada kondisi yang diperlukan untuk

mendemonstrasikan kapasitas di tingkat indvidu dan organisasi. Hal ini

termasuk pada sistem dan kerangka kerja yang diperlukan dalam pembentukan

atau implementasi kebijakan serta strategi di luar organisasi dan individu.


Pengembangan kapasitas tingkat sistem meliputi formal institusi seperti hukum

atau peraturan perundang-undangan, serta kebijakan. Kapasitas individu dan

organisasi akan mengikut dibawah kapasitas sistem. Untuk melihat model

tingkat pengembangan kapasitas adalah sebagai berikut :

Gambar 2. 1
Tingkat Pengembangan Kapasitas Menurut Grindle

Ketiga tingkat dalam pengembangan kapasitas kelembagaan tersebut saling

berhubungan dan harus diterapkan secara bersama-sama. Keterkaitan setiap tingkat

menyiratkan bahwa setiap upaya untuk menilai dan mengembangkan kapasitas

kelembagaan perlu mempertimbangkan kapasitas disetiap tingkat, jika tidak maka akan

miring dan tidak efektif. Secara umum, tujuan pengembangan kapasitas (capacity

building) agar individu, organisasi dan sistem yang ada dapat dipergunakan secara

efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dari suatu lembaga. Salah satu contohnya

adalah lembaga yang bertugas memberikan pelayanan publik, dengan adanya

perancangan hingga pelaksanaan program pengembangan kapasitas kelembagaan yang


berorientasi pada peningkatan pelayanan, maka pelayanan publik yang disediakan

semakin berkualitas.

Keban (1999) menjelaskan dasar pemikiran program pengembangan kapasitas dapat

diidentifikasi melalui dimensi-dimensi utama pengembangan organisasi, yakni:

1. Dimensi kebijakan, meliputi perencanaan strategik dan analisis kebijakan

publik. Batasan pengembangan dimensi kebijakan meliputi dua aspek yaitu

bagaimana menentukan rencana strategis yang berfungsi memberi arah bagi

pembangunan dan pelayanan publik pada tingkat lokal, dan bagaimana

merumuskan kebijakan pembangunan dan pelayanan publik yang mengacu

pada arah tersebut.

2. Dimensi desain organisasi, yaitu suatu upaya penyusunan struktur dan proses

kelembagaan yang didasarkan pada rencana strategis dan kebijakan

pembangunan serta kebutuhan pelayanan publik dengan mengu-tamakan

prinsip-prinsip diferensiasi, formalisasi, dan disperse otoritas yang tepat.

3. Dimensi manajemen, yaitu suatu upaya pencapaian tujuan kebijakan

pembangunan dan pelayanan publik dengan mengimplementasikan

keterampilan manajerial dan penerapan pola kepemimpinan yang efektif.

4. Dimensi akuntabilitas, yaitu suatu upaya memprioritaskan tanggung jawab

terhadap masyarakat lokal atau cus-tomer di dalam proses penentuan rencana


strategies, perumusan kebijakan, desain organisasi, dan manajemen

berdasarkan legal dan political accountability.

5. Dimensi moral dan etos kerja, yaitu suatu upaya menggunakan nilai-nilai dasar

kemanusiaan seperti: keadilan, kesamaan dan kebebasan dalam penentuan

rencana strategis, pemilihan alternative ke-bijakan, desain organisasi dan

manajemen, dan menginstitusionalisasikan etos kerja.

2.3 Kerangka Pemikiran

Dengan diberlakukannya Perpres nomor 59 tahun 2012 tentang Kerangka Nasional

Pengembangan Kapasitas Daerah telah menempatkan Pengembangan kapasitas

(capacity building) menjadi faktor yang penting dalam upaya pencapaian tujuan

terhadap suatu instansi/organisasi publik dalam memberikan suatu pelayanan harus

dilakukan secara maksimal dan harus berorientasi kepada kebutuhan masyarakat yang

akan diwujudkan, sehingga apa yang diinginkan oleh masyarakat dapat terpenuhi

dengan baik. Jadi pengembangan kapasitas merupakan salah satu pendukung

pengoptimalan tujuan organisasi. Defenisi pengembangan kapasitas dalam pengertian

tentang pelayanan publik:

“Pengembangan kapasitas adalah sebuah proses untuk meningkatkan individu,


kelompok, organisasi, komunitas dan masyarakat untuk mencapai tujuan yang telah
diterapkan” (Gandara, 2008:9)

Dilihat dari defenisi di atas, dari segi pespektif administrasi publik terlihat jelas

bahwa peningkatan individu, organisasi, dan masyarakat memang salah satu aktivitas

dari administrasi publik. Pengembangan kapasitas yang diselenggarakan oleh


pemerintah memiliki dampak luas dalam masyarakat, baik dalam segi positif maupun

segi negatif. Melalui pelayanan publik yang memadai, penyelenggaraan

instansi/organisasi publik dapat berjalan dengan baik dan mendorong dinamika

masyarakat yang lebih baik.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, menjelaskan bahwa pemerintah wajib

melakukan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah

daerah dengan menyelenggarakan berbagai program pengembangan kapasitas. Pada

regulasi tersebut menjelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja termasuk

meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah melaksanakan pembinaan

serta fasilitasi melalui program pengembangan kapasitas.

Pengembangan Kapasitas Organisasi dipilih sebagai bahan kajian karena

Pengembangan Kapasitas Organisasi mempunyai pengaruh yang besar dalam

peningkatan penyelenggaraan peningkatan kualitas pelayanan publik. Sebagai salah

satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pada Pemerintah Kota Medan yang

melakukan penerapan pelayanan publik, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

(Disdukcapil) Kota Medan bertugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah di

bidang administrasi kependudukan dan pencatatan sipil. Namun, pada pelaksanaannya

masih terdapat kekurangan seperti belum optimalnya implementasi program penataan

administrasi kependudukan Pencatatan Sipil, Kurangnya partisipasi dan daya tanggap

masyarakat juga menjadi masalah, serta masih kurangnya fasilitas dan sarana prasarana
peningkatan kualitas pelayanan karena keterbatasan anggaran juga menjadi

permasalahan. Berdasarkan pemaparan di atas dibutuhkan suatu pengembangan

kapasitas organisasi yang baik dan benar adalam program kerja disducapil kota Medan

bertujuan untuk dapat dirasakan manfaat serta tercapainya tujuan pemerntahan daerah

itu sendiri.

Untuk dapat mengetahui dasar pemikiran program pengembangan kapasitas

Organisasi yang meliputi Disdukcapil kota Medan, penulis menggunakan teori

dimensi-dimensi utama pengembangan organisasi yang dikemukakan oleh Keban

sebagaimana telah diuraikan pada poin sebelumnya, yakni:

1. Dimensi kebijakan, meliputi perencanaan strategik dan analisis kebijakan

publik. Batasan pengembangan dimensi kebijakan meliputi dua aspek yaitu

bagaimana menentukan rencana strategis yang berfungsi memberi arah bagi

pembangunan dan pelayanan publik pada tingkat lokal, dan bagaimana

merumuskan kebijakan pembangunan dan pelayanan publik yang mengacu

pada arah tersebut.

2. Dimensi desain organisasi, yaitu suatu upaya penyusunan struktur dan proses

kelembagaan yang didasarkan pada rencana strategis dan kebijakan

pembangunan serta kebutuhan pelayanan publik dengan mengu-tamakan

prinsip-prinsip diferensiasi, formalisasi, dan disperse otoritas yang tepat.


3. Dimensi manajemen, yaitu suatu upaya pencapaian tujuan kebijakan

pembangunan dan pelayanan publik dengan mengimplementasikan

keterampilan manajerial dan penerapan pola kepemimpinan yang efektif.

4. Dimensi akuntabilitas, yaitu suatu upaya memprioritaskan tanggung jawab

terhadap masyarakat lokal atau customer di dalam proses penentuan rencana

strategies, perumusan kebijakan, desain organisasi, dan manajemen

berdasarkan legal dan political accountability.

5. Dimensi moral dan etos kerja, yaitu suatu upaya menggunakan nilai-nilai dasar

kemanusiaan seperti: keadilan, kesamaan dan kebebasan dalam penentuan

rencana strategis, pemilihan alternative kebijakan, desain organisasi dan

manajemen, dan menginstitusionalisasikan etos kerja.

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil selaku penyedia layanan diharapkan dapat

sebaik mungkin untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat di Kota Medan

sesuai dengan kebutuhan masyarakat, agar masyarakat merasakan kehadiran

pemerintah ditengah-tengah mereka. Penyelenggara layanan perlu melihat seberapa

jauh kemampuannya melaksanakan tugas dalam melayani kepentingan masyarakat

yang ingin membuat Surat. Hal ini penting, karena kualitas suatu layanan

mempengaruhi persepsi seseorang atau masyarakat terhadap instansi atau badan

penyelenggara pelayanan. Untuk lebih jelasnya bagan alur pikir dalam penelitian ini

dengan bagan sebagai berikut :


Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, menjelaskan bahwa pemerintah wajib melakukan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi kinerja
penyelenggaraan pemerintah daerah dengan menyelenggarakan berbagai program pengembangan kapasitas.
Pada regulasi tersebut menjelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja termasuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah melaksanakan pembinaan serta fasilitasi melalui program
pengembangan kapasitas.

Masalah:
1. Masih belum optimalnya implementasi program penataan administrasi kependudukan
Pencatatan Sipil.
2. Kurangnya Perluasan akses pelayanan Pencatatan Sipil serta partisipasi dan daya
tanggap masyarakat
3. Masih kurangnya fasilitas dan sarana prasarana peningkatan kualitas pelayanan karena
keterbatasan anggaran

Pengembangan Kapasitas Kelembagaan


Menurut Duncan (dalam Thoha 2009:15):
1. Komitmen Bersama
2. Kepemimpinan
3. Reformasi Peraturan
4. Reformasi Kelembagaan
5. Pengakuan Kekuatan

Peningkatan kualitas pelayanan melalui pengembangan kapasitas yang dilakukan


pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan

Sumber : Diolah Oleh Peneliti, 2020


BAB III

METODE DAN OBJEK PENULISAN

Pada bab ini, menjelaskan metode penelitian yang digunakan oleh peneliti yang terdiri

dari beberapa bagian antara lain yaitu jenis penelitian yang digunakan, lokasi serta

fokus penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Metode

penelitian merupakan suatu cara untuk mencari, mengambil, mengolah data dan

menuangkannya kedalam bentuk laporan penelitian.

3.1 Metode Penelitian

3.1.1 Metode Penelitian

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Penggunaan penelitian deskriptif ditunjukkan untuk mendeskripsikan atau

menggambarkan fenomena yang ada. sebagaimana yang diungkapkan oleh Furchan

(2004) bahwa peneliti deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh

informasi tentang status suatu gejala saat penelitian dilakukan

Dalam penelitian kualitatif, peneliti dianggap sebagai instrument kunci. Hal

tersebut dikarenakan dalam penelitian kualitatif, peneliti mengumpulkan sendiri data

melalui dokumentasi, observasi, atau wawancara dengan para partisipan. Penulis

melakukan penelitiannya secara langsung dilapangan dengan melihat keadaan yang

terjadi. Peneliti dalam penelitian kualitatif melakukan observasi secara langsung dan
juga mengumpulkan informasi yang dapat digunakan melalui wawancara dan interaksi

secara tatap muka dalam periode waktu tertentu.

Alasan penulis meggunakan metode ini karena dalam penulisan yang dilakukan

akan menggambarkan dan menjelaskan mengenai keefektifan dari pengembangan

kapasitasi organisasi dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik pada

disdukcapil Kota Medan

. Dengan menggunakan metode penulisan deskriptif dengan pendekatan kualitatif

penulis akan memahami secara mendalam mengenai fenomena yang terkait dengan

pengembangan kapasitas organisasi serta mengetahui gambaran realita yang kompleks

dan memperoleh pemahaman makna atas fenomena yang ada.

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data

Tujuan teknik pengumpulan data dalam sebuah penelitian merupakan langkah awal

dimana tujuan utamanya untuk mendapatkan data yang diperlukan. Untuk memahami

realita dilapangan secara komperhensif tentunya memerlukan data yang mampu

menjadi bahan penulis dalam menganalisis, data yang diperlukan dalam penulisan ini

berupa data-data maupun informasi mengenai pelaksaan efektivitas implementasi

kebijakan dana desa di nagari singgalang. Atas dasar itu, diperlukan rincian data yang

berupa data primer dan sekunder.


1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Data primer adalah data yang sifatnya terbaru. Untuk memperoleh data primer, peneliti

harus mengumpulkan data secara langsung. Pada penelitian ini, data primer yang

dibutuhkan berkaitan dengan upaya pengembangan kapasitas serta faktor pendukung

dan penghambat pengembangan kapasitas dalam meningkatkan kualitas pelayanan

publik pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan. Studi Lapangan

(Field Study), yaitu suatu cara untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan

materi pembahasan masalah yang diteliti langsung oleh objek penulisan dengan

menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:

a. Observasi

Pengumpulan data dengan menggunakan teknik observasi bertujuan untuk

mengungkapkan makna suatu kejadian pada setting tertentu. Observasi dilakukan

untuk mengamati obyek penelitian seperti aktivitas pada suatu organisasi. Observasi

data atau informasi dilakukan melalui pengamatan langsung pada tempat penelitian

baik secara terbuka maupun secara terselubung. Pengamat (observer) selama

berlangsungnya observasi dapat berperan sebagai pengamat yang hanya mengamati

dengan tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan subyek, tetapi dapat juga berperan serta

dalam kegiatan subjek dan sedikit perbedaan antara peneliti dengan subyek.

Observasi yang dilakukan dalam proses penulisan ini adalah melalui proses

observasi non-partisipatif yaitu penulis hanya sewaktu-waktu datang ke lokasi

penulisan tanpa ikut serta dalam pelaksaan kegiatan pekerjaan. Penulis hanya sebatas
mengamati dan mencatat kondisi di lapangan lalu mengolah dan menganalisi data yang

diperoleh.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan melalui

tanya jawab langsung dengan pihak yang bersangkutan dan berkompeten. Wawancara

yang dilakukan kepada informan diharapkan memiliki sumber informasi berkaitan

dengan topik yang sedang dibahas. Alat bantu yang digunakan pada saat wawancara

adalah lembar daftar pertanyaan, alat perekam berupa smartphone dan semua alat yang

sekiranya memudahkan selama sesi wawancara.

Dalam penelitian ini informan yang diwawancarai yaitu atau Kepala Dinas,

Sekretaris, Kepala Sub. Bagian Pengusunan Program, Kepala Seksi Inovasi Pelayanan,

Staff Aparatur bidang KTP, Operator website Sibisa dan admin media sosial, dan

masyarakat setempat. Dalam penulisan ini instrument yang digunakan yaitu melalui

proses perekaman saat melakukan wawancara, dan dokumentasi. Wawancara yang

digunakan dalam penulisan iniadalah menggunakan wawancara mendalam (indepth

interview) atau wawancara informal (tidak terstruktur) dan wawancara terstruktur yang

dituangkan kedalam pedoman wawancara dalam hal ini penulis membuat beberapa

daftar pertanyaan yang menyangkut efektivitas program dana desa di nagari singgalang

yang kemudian melakukan wawancara dengan mencatat hasil wawancara tersebut.


2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder berbentuk dokumen resmi, buku maupun website pemerintah yang

diperoleh dari sumber tidak langsung. Dalam penelitian kali ini, data pendukung yang

digunakan oleh peneliti adalah beberapa dokumen resmi dari Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kota Medan terkait pengembangan kapasitas dalam peningkatan kualitas

pelayanan publik, serta dari jurnal, buku berita online atau arsip-arsip lainnya yang

berkaitan dengan judul dan fokus penelitian.

Study Kepustakaan (Library Study) yaitu dimana peneliti melengkapi, mempelajari

dan mengumpulkan data-data atau bahan tertulis seperti buku-buku, hasil penelitian,

dokumen maupun gambar. Untuk menunjang penelitian penulis sendiri, bahan bahan

studi kepustakaan yang penulis kumpulkan yaitu :

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009,

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,

3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

4. Buku-buku yang berhubungan dengan Pengembangan Kapasitas, Organisasi

dan Pemerintahan Daerah

5. Media Masa (Online Maupun Offline) Maupun Website

6. Skripsi, jurnal jurnal maupun bahan bacaan lainya yang terkait dengan dana

desa
3.1.3 Teknik Penentuan Informan

Dalam Penelitian ini, penulis menggunakan Teknik penentuan informan dengan cara
purposive. Dimana purposive merupakan teknik penentuan informan dengan
pertimbangan tertentu berdasarkan kapasitas dan kapabilitas diri seseorang yang
dianggap paling tahu dan memiliki kekuasaan sehingga dapat memberikan akses
kepada penulis untuk menjelajahi objek/situasi yang akan diteliti atau bisa juga
informan terlibat dalam seluruh proses pelaksaan program dana desa di nagari
singgalang sehingga penulis merasa bahwa informasi tersebut merupakan informan
yang tepat karena akan memahami secara keseluruhan mengenai bagaimana
pengembangan kapasitas organisasi dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan
publik yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan.
Pertimbangan dalam memilih informan sebagai narasumber (key informance) dalam
penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Otoritas yang dimiliki oleh informan dalam kaitan dengan fokus peneliutian

2. Dianggap memiliki informasi yang banyak mengenai fokus penelitian penulis

3. Memilki keterkaitan, baik secara individu maupun institusi dengan fokus

penelitian penulis

Adapun sumber sumber yang dijadikan penulis sebagai informan dalam penelitian ini

yaitu :

Tabel 3.1
Daftar Informan Wawancara
No Jabatan Informan Jumlah

1. Kepala Dinas Informan I 1

2. Sekretaris Informan II 1

3. Kepala Bagian Pengusunan Informan III 1


Program
4. Kepala Seksi Inovasi Informan IV 1
Pelayanan
5. Kepala Seksi Aparatur Informan V 1
bidang KTP
6. Operator website Sibisa dan Informan VI 1
admin media sosial
7. Operator website Sibisa Informan VII 1
bidang Akta Kependudukan
dan Kartu Keluarga (KK)
8. Petugas Loket Pelayanan Informan VIII 1
bagian Kartu Tanda
Penduduk (KTP)
9. Masyarakat Informan IX 1

Sumber : Diolah Oleh Peneliti,2021

3.1.4 Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model teknis analisis data oleh Miles dan

Huberman. Miles dan Huberman menyebutkan bahwa data yang sudah dikumpulkan

maka selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan kata-kata yang

disusun kedalam sebuah teks. Setelah data-data yang terkumpul maka harus dilakukan

analisis kemudian diinterpretasikan. Selanjutnya, analisis dan interpretasi data

dilakukan harus mengacu pada teoritis serta pokok permasalahan penelitian. Dalam

teknik analisis data oleh Miles dan Huberman menjelaskan harus melalui empat proses

yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian atau display data serta penarikan

kesimpulan yang kemudian diverifikasi. Berikut empat proses analisis data yang

disampaikan oleh Miles dan Huberman :


1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan sebelum penelitian dan saat penelitian. Sebelum

penelitian dilakukan untuk memastikan pengembangan kapasitas kelembagaan telah

terjadi di Disdukcapil Kota Medan. Pada saat penelitian, pengumpulan data dilakukan

dengan melakukan wawancara kepada pihak terkait yaitu Kepala Dinas Disdukcapil

Kota Medan, Kepala Sub.Bagian Penyusunan Program, Kepala Seksi Inovasi

Pelayanan, aparatur dibagian KTP, Operator website Sibisa, Admin media sosial

Disdukcapil dan perwakilan masyarakat. Wawancara dilakukan secara langsung

dengan tatap muka. Selain itu observasi juga dilakukan melalui pengamatan secara

langsung dengan cara berpartisipasi selama aktifitas pengembangan kapasitas

dilaksanakan. Dokumen-dokumen yang sekiranya diperlukan juga dikumpulkan.

2. Reduksi Data

Reduksi data merupakan tahap paling awal dalam menganalisis data melalui cara

pemilihan pengelompokan, penyederhanaan data yang ditemukan pada catatan saat

berada dilapangan (lokasi penelitian). Tujuannya yakni utuk memilah serta memilih

data yang diperlukan dan tidak diperlukan dalam penelitian. Reduksi data berlangsung

selama proses penelitian kualitatif berjalan, bahkan proses reduksi berjalan sampai

proses penelitian selesai dilapangan. Selanjutnya agar mempermudah saat mereduksi

data, peneliti harus mengetahui dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai. Pada

proses ini peneliti mengerucutkan informasi yang didapatkan melalui beberapa

informan disesuaikan dengan kebutuhan penulis.


Mengolah data dilakukan pertama kali dengan membuat transkrip hasil wawancara

yang dilakukan dengan narasumber terkait, kemudian pernyataan dari narasumber yang

dinilai sesuai dengan kebutuhan penelitian, dijadikan sebagai acuan dalam pembahasan

penelitian. dokumentasi terkait proses pengembangan kapasitas di Disdukcapil Kota

Medan digunakan untuk memperlihatkan adanya upaya pengembangan kapasitas

kelembagaan yang dilakukan. Hasil observasi juga dibuat dalam bentuk transkrip

narasi dan dinilai berdasarkan kebutuhan kebutuhan penelitian. Selain itu, dokumen-

dokumen lain terkait Laporan Kinerja Tahunan Disdukcapil Kota Medan, dokumen

peraturan perundang-undangan terkait pengembangan kapasitas dan struktur organisasi

Disdukcapil, kualifikasi pendidikan aparatur di Disdukcapil Kota Medan dan lain

sebagainya didapatkan di Internet dan di Disdukcapil Kota Medan.

3. Penyajian Data

Setelah melakukan reduksi data, langkah selanjutnya yakni melakukan penyajian data

yang bertujuan agar data hasil reduksi dapat tersusun kedalam suatu pola hubungan

yang saling berhubungan serta untuk mempermudah dalam memahami. Dengan

demikian peneliti lebih mudah dalam menarik kesimpulan dari penyajian data.

Penyajian data dilakukan berupa bentuk teks naratif yang menjabarkan pengembangan

kapasitas kelembagaan yang dilakukan oleh Disdukcapil Kota Medan dalam

meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan adanya penyajian data yang telah tersusun

akan mudah dalam memahami hal yang sedang terjadi sehingga mempermudah

tindakan yang akan diambil oleh peneliti untuk menanggapi hal tersebut.
4. Menarik Kesimpulan

Langkah terakhir yang ditempuh dari teknik analisis data yang disampaikan oleh Miles

dan Huberman adalah menarik kesimpulan. Menarik kesimpulan dilakukan oleh

peneliti dengan cermat dari penyajian data yang telah ada. Kemudian dari kesimpulan

tersebut selanjutnya harus diverifikasi dengan melihat kembali catatan lapangan

sehingga data dapat teruji validitasnya. Kesimpulan yang disajikan adalah berkaitan

mengenai bagaimana pengembangan kapasitas kelembagaan yang dilakukan oleh

Disdukcapil Kota Medan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik

menggunakan teori Tingkat Pengembangan Kapasitas oleh MS Grindle.

Bagan 3. 1
Teknik Analisis Data Miles dan Huberman

Pengumpulan Data / Lapangan

Reduksi Data

Penyajian Data (Display Data)

Penarikan Kesimpulan / Verifikasi


Sumber : M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almansur, Metodologi Penelitian

Kualitatif, Yogyakarta: Ar-Ruzz.

3.1.5 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini untuk menguji dan mendapatkan keabsahan data, maka peneliti

menggunakan teknik Triangulasi. Teknik Triangulasi merupakan teknik dalam

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu

untuk memenuhi keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang

akan dipakai. Dalam penelitian ini menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data

dengan Triangulasi dan sumber. Artinya bahwa peneliti akan melakukan keabsahan

data dengan membandingkan serta mengecek balik kepercayaan suatu informan yang

diperoleh melalui alat dan waktu yang berbeda. Hal tersebut dapat dilakukan melalui

cara ;

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. Dalam

hal ini, Peneliti membandingkan hasil selama mengamati proses

pengembangan kapasitas yang dilakukan oleh Disdukcapil Kota Medan dalam

upaya peningkatan kualitas pelayanan publik dengan hasil wawancara kepada

narasumber yang berkaitan dengan upaya pengembangan kapasitas.

2. Membandingkan apa yang dikatakan oleh orang didepan umum dengan apa

yang dikatakan secara pribadi. Dalam hal ini, peneliti membandingkan

persamaan maupun perbedaan hasil wawancara dengan narasumber yang


dilakukan didepan umum dan wawancara yang dilakukan secara pribadi atau

privat.

3. Membandingkan apa yang dikatakan oleh suatu informan dengan informan

lainnya. Dalam hal ini, peneliti membandingkan apakah terdapat persamaan

maupun perbedaan hasil wawancara antara informan satu dengan informan

yang lain yang berkepentingan dalam upaya pengembangan kapasitas. Salah

satunya, yaitu membandingkan hasil wawancara antara sesama masyarakat

yang melakukan pengurusan administrasi kependudukan di Disdukcapil Kota

Medan

4. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Peneliti membandingkan hasil wawancara dengan para informan apakah sesuai

dengan dokumen berkaitan yang diperlukan untuk mengumpulkan data. Salah

satunya, hasil wawancara terkait berkurangnya jumlah masyarakat yang

mengurus adminduk secara langsung ke Disdukcapil dibandingkan dengan

dokumen jumlah masyarakat yang mengurus adminduk secara online melalui

website Sibisa
3.2 Lokasi dan Jadwal Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penulis melakukan penelitian di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan

3.2.1. Jadwal Penelitian

Berikut ini merupakan jadwal penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari proses studi

literatur sampai dengan penyusunan tugas akhir penelitian. berikut jadwal penelitian

penulis yaitu

2021 2022
No. Kegiatan
Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Studi
1
Literatur
Pengurusan
2
surat izin
Observasi
3
Lapangan
Penyusunan
4 usulan
penelitian
Seminar
5 Usulan
Penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Azwar, Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Ghoni, M. Djunaidi dan Fauzan Almansur. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Hardiansyah, 2011. Kualitas Pelayanan Publik (Konsep, Dimensi, Indikator dan


Implementasinya). Yogyakarta: Gava Media.

Haryanto. 2014. Pengembangan Kapasitas Kelembagaan (Institutional Capacity


Development ) (Teori dan Aplikasi). Jakarta : AP21 Nasional

Hasan, Iqbal. 2002. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia


Indonesia.

M. Grindle. 1997. “Getting Good Government : Capacity Building in the Public


Sectors of Developing Countries”. Boston, MA : Harvard Institute for
International Development.

Moloeng, Lexy J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Mulyawan, Rahman .2016. Birokrasi dan Pelayanan Publik. Bandung : Unpad Press.

Pongtiku, Arry. Dkk. 2017. Metodologi Kualitatif Saja. Jaya Pura : Nulisbuku.Com.

Salim dan Syahrum, 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Ciptakus


Media.

Siyoto, Sandu dan Ali Sosik, 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
Literasi Media Publishing.

United Nation Development Program. 2008. Capacity Development Practice Note.


USA, NY 10017.

Jurnal :
Erwin Indrioko dan Ulfa Rhomaisha, “Pengembangan Kapasitas (Capacity Building)
Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan”, Jurnal Realita, Vol.
15 No. 1, 2017.

Jenivia Dwi Ratnasari Dkk, “Pengembangan Kapasitas (Capacity Building)


Kelembagaan Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Jombang”,
Jurnal Administrasi Publik, Vol. 1 No. 2.

Marsuq dan Kasni, “Kapasitas Kelembagaan dalam Optimalisasi Pelayanan Publik


Pada Kantor Camat Sangatta Selatan Kabupaten Kutai Timur”, Jurnal
Administrasi Publik, Vol.1 No1, 2017.

Megawati dan Maransa, “Pengembangan Kapasitas Pegawai Negeri Sipil dalam


Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik (Studi Pada Pusat Kesehatan
Masyarakat Poasia Kota Kendari)”, Jurnal Rez Publica, Vol. 4 No.2, Juni
2018.

Ningrum Fauziah Yusuf, “Kapasitas Organisasi dalam Meningkatkan Mutu


Pendidikan Madrasah di Indonesia”, Jurnal Responsive, Vol.1 No.1, Oktober
2018.

Prawitno Dkk, “Pengembangan Kapasitas Organisasi dalam Peningkatan Kualitas


Pelayanan Publik Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bone”,
Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 8 No.2, Juli 2015.

Rahmad, “Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah dalam Pelayanan Publik


(Studi Pada Kantor Camat Peudada Kabupaten Bireuen)”, Vol. 1 No.1, 2015.

Yunta Fa’aubi Dkk, “Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia dalam


Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik (Studi Pada Kantor Kelurahan
Pandanwangi Kecamatan Blimbing Kota Malang”, Jurnal Respon Publik,
Vol. 13 No. 4, 2019.

Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 Ayat 3


Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Pasal 1 Ayat 1.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi


Penyelengggaraan Pemerintah daerah.

Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Pedoman


Nomenklatur Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Di Provinsi Dan
Kabupaten Kota
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Pelayanan
Administrasi Kependudukan Secara Daring.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 Tentang


Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 Tentang


Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Website

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan. “Tugas Pokok dan Fungsi”.
diakses dari https://disdukcapil.pemkomedan.go.id/tugas-pokok-dan-fungsi/.
pada 02 November 2020.

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan. “Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2019”. diakses dari
https://disdukcapil.pemkomedan.go.id/wpcontent/uploads/2020/09/LAKIP-
2019.pdf. pada 04 Juli 2021.

Ombudsman. 2019. Buruk, Pelayanan Pemda Paling Banyak Dikeluhkan ke


Ombudsman. diakses dari https://ombudsman.go.id/news/r/buruk-pelayanan-
pemda-paling-banyak-dikeluhkan-ke-ombudsmani. pada tanggal 02 Desember
2020.
Ombudsman Republik Indonesia. 2019. Laporan Tahunan Ombudsman Republik
Indonesia Tahun 2019. Untuk Pelayanan Publik yang Lebih Adil dan Pasti.

Anda mungkin juga menyukai