Anda di halaman 1dari 14

KLIPING MAKALAH

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
PRODUKSI TANAMAN

NAMA : SYAHDAN FIRDAUS


KELAS : AT – 4

SMK NEGERI PP LEMBANG


Pertanian Konvensional

Dunia pertanian diwarnai oleh beragam gejolak isu terkait dengan pembangunan
menuju masa depan yang tentunya kadang masih abu-abu. Di masa lalu, Indonesia pernah
melakukan revolusi hijau di dunia pertanian dan menikmati swasembada beras dengan potret
senyuman lebar di wajah para petani yang tak sadar tengah dibohongi. Masa lalu yang
menjadi cikal bakal berbagai istilah rumit menuju era pembangunan berkelanjutan atau yang
lebih umum dikenal dengan Sustainable Development Goals, khususnya bidang pertanian.
Lalu sebenarnya apa yang dimaksud dengan budidaya pertanian konvensional hingga mampu
memicu terganggunya keberlanjutan ekosistem?
Pengertian budidaya pertanian konvensional merujuk kepada sistem pertanian yang
bertujuan untuk memperoleh produksi pertanian maksimal dengan memanfaatkan teknologi
modern seperti pupuk dan pestisida kimia sintesis dosis tinggi dengan tanpa atau sedikit
pupuk organik (Seufert et al., 2012; Reijntjeset et al., 1999 dalam Sardiana, 2017). Sistem
pertanian konvensional mulai dikenal sejak zaman penjajahan di era VOC berkuasa ketika
orang Belanda mendirikan perkebunan dengan memilih tanah-tanah terbaik. Cara yang
digunakan untuk memperoleh lahan kosong siap tanam adalah dengan menggunduli hutan
dan langsung menanaminya dengan sistem tanam monokultur. Proses perpindahan dari
ladang non produktif untuk menemukan lahan produktif baru juga tidak dapat dibenarkan
karena pribumi menerapkan sistem ladang
berpindah. Disaat tanah sudah mulai kurang
subur maka petani akan meninggalkannya dan
mencari lahan baru yang lebih subur sehingga
banyak merusak keseimbangan lingkungan.
Pendekatan dan praktik pertanian
konvensional untuk meningkatkan produksi
pangan menarik banyak perhatian baik negara
maju maupun berkembang hingga saat ini.
Menurut Gliessmann (2007), teknologi pertanian
konvensional bertumpu pada teknik budidaya
berupa pengolahan tanah intensif, budidaya
monokultur, aplikasi pupuk anorganik secara
berlebihan, perluasan dan intensifikasi jaringan irigasi, pengendalian hama, penyakit dan
gulma menggunakan pestisida dan herbisida anorganik dan manipulasi genom tanaman dan
binatang yang menghasilkan varietas unggu melalui teknologi pemuliaan tanaman dan
rekayasa genetik. Penerapan sistem pertanian konvensional dalam budidaya terbesar adalah
pada tahun 1980-an saat Revolusi Hijau digaungkan di segala penjuru negara. Produktivitas
pertaniannya naik pesat hingga Indonesia mampu menarik tagline swasembada pangan
hingga satu dekade berikutnya. Akan tetapi, bukan berarti pemberian input eksternal besar-
besaran dalam revolusi hijau tidak membawa dampak buruk bagi lingkungan, kondisi sosial
ekonomi hingga kesehatan masyarakat.
Berdasarkan kutipan yang sama dari Gliessmann (2007), dampak negatif dari
penerapan pertanian konvensional adalah degradasi dan penurunan kesuburan tanah,
penggunaan air berlebihan hingga kerusakan sistem hidrologi pencemaran lingkungan berupa
kandungan bahan berbahaya di lingkungan dan makanan, ketergantungan petani pada input
eksternal, kehilangan diversitas genetik seperti berbagai jenis tanaman dan varietas tanaman
pangan lokal, peningkatan kesenjangan global antara negara-negara industri dan negara
berkembang hingga kehilangan pengendalian komunitas lokal terhadap produksi pertanian.
Dampak buruk dari sistem pertanian konvensional dapat bertahan hingga bertahun-
tahun dan pengembalian fungsi lingkungan tidak bisa serta merta dilakukan semudah
membalik telapak tangan. Demi masa depan bumi dan lingkungan praktik pertanian
konvensional secara bertahap harus diubah dan dikonversikan menjadi pertanian modern
yang identik dengan pertanian berkelanjutan yang bertumpu pada kemampuan, kemandirian
dan kreativitas petani dalam mengelola sumber daya lokal yang dimiliki. Dukungan dari
pemerintah terkait perubahan bertahan sistem pertanian konvensional menjadi sustainable
agriculture harus jelas dan konsisten sehingga penyelamatan ekosistem pertanian di
Indonesia tidak berakhir sia-sia.
Pertanian Modern

Pertanian modern adalah salah satu sistem dalam bidang pertanian yang ada dan
dikenal di Indonesia, bahkan di Indonesia sendiri sudah menerapkan sistem peranian ini.
Meskipun seringkali diterapkan pada ulasan kali ini akan memberikan pembahasan
“Pertanian Modern”.

Sistem pertanian modern adalah sistem dalam bidang pertanian yang menggunakan
alat-alat canggih dan dalam skala yang besar. Dalam perkembangannya, kedua sistem
pertanian ini memiliki banyak kelemahan dan justru memberikan dampak negatif, baik itu
dalam aspek ekonomi maupun dalam aspek lingkungan.Sedangkan menurut para ahli,
pertanian modern adalah suatu sistemasisasi penerapan pertanian organik yang lebih
menggunakan bahan-bahan kimiawi dalam budidaya organik yang dilakukannya.

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa pertanian organik dan sistem pertanian
organik adalah pertanian yang memanfaatkan alat-alat modernisasi dalam mencapai hasil
yang diinginkan. Bahsan ini mencangkup alat dan penyuburan pada tahannya.

Sistem pertanian modern ini pada dasarnya memiliki kelebihan, alasannya karena
selalu diawali oleh program revolusi hijau yang mengusahakan pemuliaan tanaman untuk
mendapatkan varietas baru yang melampaui daerah adaptasi dari varietas yang ada.Varietas
tanaman yang dihasilkan merupakan varietas yang respontif terhadap pengairan, pemupukan,
adaptasi geografis yang luas, dan resisten terhadap hama dan penyakit, sehingga yang
dihasilkan adalah tanaman-tanaman yang
berkualitas dan tahan terhadap penyakit.

Revolusi hijau yang lebih


menekankan terhadap pengembangan
tanaman serealis seperti jagung, padi,
dan gandum pada akhirnya merubah
keadaan pertanian di Indonesia,
perubahan tersebut dapat dilihat dari
bergesernya budidaya tanaman dari
praktik budidaya secara tradisional
menjadi praktek budidaya tanaman
secara modern yang menggunakan alat-
alat canggih dalam proses
penggarapannya.

Di satu sisi, revolusi hijau diakui bermanfaat bagi kehidupan manusia namun di sisi
lain terungkap bahwa sistem pertanian modern telah membawa konsekuensi-konsekuensi
negatif terhadap lingkungan. Penggunaan pupuk buatan, pestisida serta praktik-praktik
pertanian modern lainnya yang dilakukan tidak bijak ternyata memiliki andil besar terhadap
kerusakan lingkungan.

Kerusakan yang terjadi dalam sistem pertanian modern antara lain dapat
menyebabkan keracunan, penyakit, kematian pada tanaman, hewan dan manusia. Hai ini juga
yang menjadi penyebab kerusakan pada tanah dan berkurangnya persediaan sumber daya
alam (energi).

Pada dasarnya sistem pertanian modern adalah sistem pertanian yang dicirikan dengan
tingginya pemakaian input dan intensifnya penggunaan lahan, hal inilah yang pada akhirnya
menjadi pemicu munculnya permasalahan baru di dunia pertanian Indonesia.

Hal itu dikarenakan dalam penanaman varietas unggul maka tanaman menjadi sangat
responsif terhadap pemupukan dan resisten terhadap penggunaan pestisida dan herbisida,
sehingga penggunaan pestisida dan herbisida ini yang kemudian menyebabkan kerusakan dan
pencemaran lingkungan, berkurangnya keanekaragaman hayati, terjadinya degradasi lahan,
residu pestisida dan  resistensi hama penyakit, serta gangguan kesehatan manusia akibat
penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia lain yang mencemari lingkungan.

Selain itu, berubahnya sistem pertanian ternyata diikuti oleh berubahnya kondisi lahan
pertanian kita yang makin hari makin menjadi kritis sebagai dampak negatif dari penggunaan
pupuk anorganik, pestisida, dan tindakan agronomi yang intensif dalam jangka panjang
(Departemen Pertanian, 2000 Dalam Prasetyo Syagian, 2012 ). Sehingga pada akhirnya
petani akan kekurangan lahan potensial untuk digarap dan tentunya ini akan menambah
panjang daftar permasalahan pertanian di Indonesia.

Permasalahan  dan tantangan yang dihadapi dalam sistem pertanian modern ini
menjadi semakin kompleks ketika aspek ketersediaan dan produksi pangan menjadi tidak
seimbang,  apalagi produksi pangan disamping banyak dipengaruhi oleh perubahan cepat
pada lingkungan global juga dipengaruhi oleh perubahan iklim, secara umum hal ini terjadi
akibat adanya dua kecenderungan utama yaitu terus bertambahnya kebutuhan pangan seiring
dengan laju pertumbuhan penduduk dan semakin menyempitnya lahan pertanian karena
tekanan penduduk sehingga terjadi konversi lahan untuk berbagai kepentingan lain.

Kondisi ini dipersulit pula oleh kenyataan bahwa minat sumber daya manusia (SDM)
untuk menekuni bidang pertanian semakin berkurang akibat rendahnya pendapatan yang
diperoleh dari usaha tani. Sehingga masyarakat semakin meninggalakan pekerjaan sebagai
petani.
Smart farming

Smart farming adalah cara kita mengelola pertanian di masa depan. Anda mungkin sudah
sering mendengar berbagai hal canggih yang mulai diterapkan di sektor pertanian, misalnya
kamera pengawas dan alat siram otomatis.

Namun smart farming tidaklah puas hanya dengan ‘perangkat lawas’ semacam itu. Untuk
mewujudkan pertanian yang benar-benar smart, kita membutuhkan teknologi yang lebih
‘hidup’ dan ‘berpikir’.

Smart farming bukan lagi uji coba atau pameran inovasi yang hanya bertujuan untuk edukasi
dan hiburan. Lebih dari itu, smart farming telah menjadi kebutuhan yang mesti segera
diimplementasikan secara global.

Apa itu Smart Farming?


Smart farming adalah penggunaan teknologi modern untuk meningkatkan kuantitas
dan kualitas produk pertanian sembari mengurangi tenaga kerja manusia seminimal mungkin.

Beberapa contoh teknologi yang telah tersedia


untuk smart farming, antara lain:

1. Sensor: tanah, air, cahaya, kelembaban,


temperatur
2. Software: software yang dirancang
untuk fungsi IoT farming spesifik
3. Konektivitas: seluler, LoRa
4. Lokasi: GPS, satelit
5. Robotik: traktor otomatis, fasilitas
pemrosesan
6. Analisis data: solusi analitik mandiri
untuk pemrosesan data pertanian

Penggunaan teknologi di atas memungkinkan petani untuk melakukan banyak hal yang
mustahil untuk dilakukan secara manual. Contohnya seperti mengawasi kondisi lahan seluas
puluhan hektar, menganalisis kondisi tanah, mengawasi pertumbuhan tanaman, dan lain
sebagainya, secara otomatis.

Muara dari upaya ini adalah otomatisasi pengelolaan lahan dengan keputusan berbasis data
(data-driven).
Alur Kerja Smart Farming Berbasis IoT
Smart farming adalah strategi pertanian yang mengandalkan data. Cara terbaik untuk
mengumpulkan dan memproses data pada kasus agrikultur adalah dengan menggunakan
solusi IoT pertanian.

Kolaborasi sensor, cloud, software, dan hardware akan menghasilkan sebuah sistem pertanian
pintar yang tidak hanya ekstra produktif, tapi juga lebih efisien dari segala sisi.

Secara umum, keseluruhan proses kerja IoT dalam smart farming dapat dibagi menjadi tiga
tahapan, yaitu:

 Observasi: sensor merekam data dari hasil pengamatan terhadap tanah, tanaman,


hewan ternak, atmosfer, dan variabel lainnya.
 Diagnostik: data dari sensor dikirimkan ke server cloud. Sebuah platform IoT khusus
kemudian mendiagnosa data tersebut berdasarkan seperangkat model dan aturan
(logika bisnis) untuk mengetahui kondisi pertanian dan langkah yang perlu diambil.
 Keputusan: sistem menyimpulkan sebuah keputusan berdasarkan hasil olah data.
Keputusan ini biasanya sangat rinci, misalnya saat petani perlu menyiram area lahan
tertentu dengan volume air sebesar sekian kubik atau dalam durasi sekian menit.
 Aksi: setelah aksi dilakukan dan dievaluasi oleh petani, siklus kerja dimulai lagi dari
awal.

Solusi IoT untuk Mengatasi Masalah Pertanian


Banyak orang percaya bahwa IoT akan mengubah banyak hal dalam bidang pertanian. Dari
hulu ke hilir, IoT dapat menjalankan fungsi pengawasan, perawatan, hingga evaluasi hasil
pertanian.

Beberapa implementasi IoT nyata yang dapat Anda terapkan pada sektor agrikultur antara
lain:

1. Pertanian Presisi
Istilah presisi digunakan untuk menggambarkan tingkat akurasi yang bisa Anda dapatkan dari
IoT. Smart farming adalah teknik pertanian yang menawarkan akurasi superhuman, alias di
atas akurasi yang bisa dicapai oleh kerja manusia.

Salah satu perbandingannya dapat Anda nilai dari segi skala. Metode pertanian konvensional
hanya memungkinkan petani untuk mengawasi lahan per area. Sedangkan dengan IoT, skala
dapat diperkecil ke meter persegi, bahkan per tanaman.

Cara ini tentu saja menghasilkan akurasi yang lebih detail. Petani dapat memantau kondisi
dan perkembangan tanaman mereka sampai level individual. Dengan begitu, petani dapat
memberikan penanganan yang tepat untuk tanaman sesuai hasil penilaian kondisi oleh sensor
IoT.
2. Peternakan Presisi
Kami sengaja memasukkan peternakan ke artikel ini, karena pertanian dan peternakan
seringkali berjalan bersamaan.

Di Indonesia sendiri, sudah banyak praktek serupa dimana petani mengolah ladang sembari
beternak sapi, atau memanfaatkan sawah basah (padi, sayur, dll) sambil budidaya ikan.
Teknik ini sering disebut dengan vertiminaponik.

Smart farming adalah metode yang cocok untuk menjalankan bisnis agrikultur semacam ini.
Dengan dukungan IoT, petani dapat memantau posisi, nutrisi, dan kondisi kesehatan hewan
ternak secara otomatis.

Apabila petani mendapati ternak yang sakit, petani bisa segera memisahkannya dari kawanan
untuk mencegah penularan. Penyakit ternak pun dapat dibatasi penyebarannya sebelum
menjadi wabah di peternakan.

3. Greenhouse Pintar
Greenhouse merupakan ruang agrikultur khusus untuk menanam jenis tanaman
tertentu dengan kebutuhan spesifik. Para petani tentu sudah memahami bahwa ada banyak
varietas yang hanya bisa tumbuh di kondisi tanah, suhu, dan udara tertentu.

Untuk itulah petani membangun greenhouse. Smart farming adalah salah satu revolusi di
bisnis agrikultur berbasis greenhouse.

Metode pertanian greenhouse konvensional memiliki banyak kekurangan. Mulai dari


kapasitas produksi yang rendah, penggunaan energi (air, listrik, dll) yang berlebihan, hingga
biaya tenaga kerja yang mahal.

Dengan smart farming, sensor IoT dapat menggantikan tugas manusia dalam hal pengawasan
dan perawatan tanaman greenhouse. Intervensi manual pun dapat diminimalisir untuk
mengurangi biaya. Selain itu, produk hasil greenhouse juga lebih unggul, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas.

4. Drone Pertanian
Ijinkan drone terbang di atas lahan pertanian Anda dan menjalankan tugas-tugas berikut:

 Membuat indeks kesehatan tanaman


 Menghitung jumlah tanaman
 Memprediksi hasil pertanian
 Mengukur tinggi tanaman
 Memetakan penutup kanopi
 Memetakan kolam air
 Mengukur klorofil
 Mengukur kandungan nitrogen dalam gandum
 Memetakan drainase
 Memetakan tekanan gulma, dan masih banyak lagi
Bayangkan jika Anda harus menjalankan semua tugas di atas secara manual. Berapa banyak
waktu, biaya, dan tenaga kerja yang harus Anda kerahkan. Itu pun dengan hasil yang kurang
memuaskan akibat rendahnya akurasi.
Smart farming adalah otomatisasi semua tugas di atas, salah satunya dengan menggunakan
drone pertanian. Dibandingkan tenaga kerja manusia, penggunaan drone jelas lebih efektif
dan efisien dalam kalkulasi jangka panjang.

Selain empat contoh implementasi di atas, masih banyak yang bisa kita harapkan dari

smart farming di masa depan. Dua di antaranya adalah:

1. Internet of Food
Internet of Food adalah salah satu istilah IoT yang spesifik ke sektor makanan. Uni Eropa
sudah mengkaji rencana ini dengan tajuk Internet of Food and Farm 2020 (IoF2020) sebagai
bagian dari Horizon 2020 Industrial Leadership.

Kolaborasi berbagai perangkat (sensor, robot, drone, dll) yang terhubung membentuk
jaringan IoT akan menghasilkan kontrol dan pengambilan keputusan yang revolusioner.
Smart farming adalah inovasi yang akan mengubah wajah industri tertua di jagat raya ini:
makanan dan pertanian.

2. Green Revolution Ketiga


Green revolution merupakan istilah yang merujuk pada revolusi berorientasi lingkungan.
Salah satu sektor yang turut berperan dalam revolusi ini adalah agrikultur.

Berbagai isu lingkungan di bidang pertanian sudah bukan hal baru bagi kita, contohnya resiko
jangka panjang dari penggunaan pestisida dan luas lahan pertanian yang terus menyempit.

Dengan adanya IoT, berbagai masalah lingkungan yang selama ini disebabkan oleh aktivitas
pertanian dapat dikurangi, bahkan dieliminasi. Akurasi data sensor IoT dapat memberikan
saran yang akurat mengenai pemberian air, pupuk, dan pestisida, sehingga mengurangi
limbah pertanian secara signifikan.

Keterbatasan lahan pun dapat diatasi dengan teknik pengelolaan baru yang lebih pintar.
Berkat IoT, petani dapat meningkatkan jumlah produksi pertanian dengan ukuran lahan yang
sama.

Smart farming adalah revolusi besar di bidang pertanian yang dampak positifnya akan
bermanfaat bagi semua orang di seluruh dunia.
Urban farming

Saat ini, urban farming adalah salah satu peluang usaha kreatif yang bisa dilakukan oleh
masyarakat perkotaan yang suka bercocok tanam. Bagi mereka, keterbatasan lahan  adalah
kendala yang paling utama dalam menyalurkan hobi bercocok tanam tersebut. Oleh karena
itu, lahirlah konsep urban farming.

Urban Farming Adalah
Urban farming adalah cara dalam melakukan cocok tanam di dalam wilayah
perkotaan dengan cara menggunakan lahan ataupun tempat yang sempit dengan variasi teknik
yang unik. Oleh karena itu, urban farming adalah salah satu peluang usaha yang unik untuk
masyarakat kota yang ingin menjadi seorang pengusaha.

Selain uban farming, tentu masih banyak usaha


lainnya yang bisa dilakukan oleh masyarakat
yang ingin menjadi seorang pengusaha. Urban
farming adalah satu dari sekian banyaknya ide
usah kreatif yang saat ini bisa dijalankan
dengan memanfaatkan situasi dan kondisi yang
ada.

Kelebihan Urban Farming
 Urban Farming Tidak Memerlukan Modal Besar
Urban farming tidak memerlukan modal yang sangat besar. Anda hanya harus memanfaatkan
tempat yang ada dan juga biaya pembuatannya juga cenderung lebih kecil dengan
memanfaatkan segala bahan yang murah dan juga mudah diperoleh.

 Menambah Estetika
Kegiatan bercocok tanam tentu mampu menambah keindahan estetika pada tempat tersebut.
Seperti lantai atas rumah yang kosong bisa berubah menjadi lebih hijau dan menarik untuk
dilihat.

 Ramah Lingkungan
Dengan menggunakan perabotan rumah tangga yang ada seperti ember, kaleng atau pipa
plastik sebagai bentuk wadah dari urban farming, akan mampu membuat lingkungan ANDa
menjadi lebih murah. Selain itu, tanaman urban farming juga akan cenderung mampu
mengurangi polusi udara yang ada di sekitar.
 Menghasilkan Produk yang Sehat
Produk dari hasil produksi urban farming sudah terbukti lebih sehat karena minim
penggunaan berbagai bahan kimia. Hal tersebut dikarenakan media yang digunakan pun
tergolong kecil dan jumlah tanaman tidak banyak.

Hal tersebut tentunya berbeda dengan bentuk perkebunan konvensional pada umumnya yang
memang memiliki lahan luas, sehingga dalam pengelolaannya memerlukan beberapa bahan
kimia. Untuk saat ini, masyarakat memang sangat jarang yang peduli dengan makanan sehat,
sehingga konsep urban farming bisa dijadikan sebagai solusi tepat untuk mengatasi hal
tersebut.

Hidroponik dalam konsep Urban Farming


Hidroponik adalah cara menanam tanpa menggunakan tanah sebagai medianya, melainkan
hanya menggunakan media air yang diisi dengan larutan bernutrisi tinggi. Adanya
penggunaan air ini dinilai lebih efisien karena teknik ini cocok untuk lokasi tanpa pasokan air
yang terbatas.

Hal tersebut tentunya akan berbeda dengan bisnis agrobisnis yang biasanya cenderung
mempunyai wilayah dan juga pasokan air yang banyak. Beberapa contoh sederhana dari
tanaman hidroponik adalah tanaman tomat, paprika, terong, cabai, dan juga stroberi

Sedangkan untuk jenis tanaman sayur yang bisa menggunakan cara penanaman hidroponik
adalah bayam brokoli, kangkung, selada air, sawi, kemangi, dan daun seledri.

Apa Saja Metode Hidroponik?


Secara umum, terdapat enam metode hidroponik yang bisa diterapkan dalam melakukan
kegiatan hidroponik. Ke enam metode tersebut adalah metode drip, wick, aeroponik, nutrisi
film, EBB dan Flow, serta Water Culture

 Metode Drip
Metode ini seringkali juga disebut dengan metode sistem tetes, yaitu dilakukan dengan
memanfaatkan tetesan air bernutrisi pada tiap tanaman. Tanaman air ini nantinya diberi
waktu tertentu untuk diatur menggunakan timer dalam memompa penyaluran air metode ini
sedikit agak rumit untuk dikerjakan, namun tidak membutuhkan biaya yang cenderung lebih
mahal.

 Metode Wick
Metode wick adalah salah satu sistem dalam melakukan hidroponik yang sangat mudah untuk
dilakukan. Jadi, yang dilakukan adalah meletakkan tanaman pada suatu tempat penyimpanan
air. Cara ini akan memerlukan sistem kapiler dengan memanfaatkan media tali dan kain
untuk menyerap air yang sebelumnya sudah di nutrisi secara perlahan untuk disalurkan
kembali pada tanah yang subur,
 Metode Aeroponik
Metode aeroponik adalah metode yang menggunakan sistem pengairan yang sebelumnya
sudah dikabutkan dan dialirkan ke akar tanaman, sehingga tanaman akan lebih mudah dalam
menyerap larutan nutrisi yang memiliki kandungan oksigen.  Namun, metode aeroponik ini
menjadi salah satu metode yang paling sulit dan paling mahal, namun bagusnya metode ini
tidak membutuhkan tempat yang terlalu banyak atau besar.

 Metode Nutrient Film


Metode ini dilakukan dengan cara mengalirkan nutrisi yang terlarut dengan air secara terus
menerus tanpa menggunakan pengaturan waktu atau timer pada mesin pompanya.

Dalam hal ini, nutrisi yang dialirkan akan mengalir ke dalam gully dan melewati akar
tanaman untuk kemudian kembali lagi ke penampungan air. Metode ini adalah cara yang
paling populer dalam menerapkan konsep hidroponik.

 Metode EBB dan Flow


Metode EBB dan Flow adalah metode yang memanfaatkan timer yang mengatur waktu
tertentu untuk mengalirkan nutrisi yang ada pada tanaman dan dalam waktu yang sebelumnya
sudah ditentukan. Metode ini juga memanfaatkan tabung untuk mengalirkan air yang berlebih
agar kesehatan tanaman bisa terjaga dengan baik.

 Metode Walter Culture


Metode walter culture adalah metode hidroponik yang dianggap paling sederhana dan tidak
merepotkan. Metode ini memanfaatkan wadah untuk bisa menyangga tumbuhan yang dibuat
dari styrofoam dan mengapung langsung dengan nutrisi.

Lalu, metode ini akan menggunakan pompa yang berfungsi untuk mengalirkan udara ke
dalam batu air yang membuat gelembung oksigen ke akar tanaman.

Peluang Pemasaran Tanaman Hasil Sistem Hidroponik


Perlu Anda ketahui bahwa bisnis pertanian dengan sistem hidroponik ini kian hari kian
digemari. Nah, untuk Anda yang tertarik untuk melakukan bisnis ini, maka ada teknik
pemasaran yang harus Anda perhatikan.

 Bekerjasama dengan Kelompok Tani


Anda bisa bekerjasama dengan koperasi kelompok usaha tani dengan cara melakukan
pendaftaran terlebih dahulu. Dengan menggunakan koperasi ini, maka kegiatan pemasaran
Anda akan menjadi lebih mudah karena Anda bisa menjual berbagai produk tersebut tanpa
adanya nominal jumlah. Namun, bersiaplah karena harga yang ditawarkan ternyata lebih
tinggi daripada harga di pasaran

 Memasok Hasil Pertanian ke Restoran atau Usaha Katering


kebutuhan akan buah dan sayuran pada usaha catering memiliki sifat yang berkelanjutan.
Sehingga, Anda bisa menggunakan peluang tersebut untuk menyediakan berbagai pasokan
sayur dan buah yang segar. Secara permintaan memang akan terlihat lebih kecil, namun
usaha ini memiliki peluang yang besar untuk dilakukan
 Menjualnya secara Langsung ke Pasar
cara terakhir yang bisa Anda lakukan untuk memasarkan produk hidroponik Anda adalah ke
pasar tradisional maupun menjualnya secara langsung dengan sosial media. Peluan ini sangat
baik mengingat semakin banyaknya orang yang mulai sadar untuk mengonsumsi buah dan
sayuran setiap hari.

Penutup
Itulah penjelasan tentang urban farming yang dilakukan dengan metode hidroponik.
Hal terpenting yang harus dilakukan dalam melakukan urban farming adalah tentang
bagaimana Anda mampu memanfaatkan lahan yang sempit agar mampu melakukan cocok
tanam semaksimal mungkin.

Anda mungkin juga menyukai