Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/324861139

Pemetaan Agroklimat Klasifikasi Oldeman di Provinsi Bengkulu


Menggunakan Data Observasi Permukaan dan Multi Satelit (TMPA dan
IMERG) Oldeman Classification of Agroclimate Mapping i...

Conference Paper · October 2017

CITATIONS READS

2 2,496

4 authors:

Jaka Anugrah Ivanda Paski Alpon Sepriando


Meteorological Climatological and Geophysical Agency Meteorological Climatological and Geophysical Agency
32 PUBLICATIONS   90 CITATIONS    15 PUBLICATIONS   72 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Gita Faski Muhammad Fajar Handoyo


Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
2 PUBLICATIONS   19 CITATIONS    4 PUBLICATIONS   20 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Weather Radar Data Extraction and Analysis View project

Simotera : Earthquake Precursors Monitoring System Based on TEC and Radon Data View project

All content following this page was uploaded by Alpon Sepriando on 01 May 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

Pemetaan Agroklimat Klasifikasi Oldeman di Provinsi Bengkulu


Menggunakan Data Observasi Permukaan dan Multi Satelit
(TMPA dan IMERG)

Oldeman Classification of Agroclimate Mapping in Bengkulu Province Based


on Ground Observation and Multisatellite data (TMPA and IMERG)

Jaka Anugrah Ivanda Paski*), Alpon Sepriando, Gita Ivana S. L. Faski, M. Fajar Handoyo

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika


*)
E-mail: jaka.paski@yahoo.com

ABSTRAK - Klasifikasi iklim menurut Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air yang dihubungkan dengan
pertanian menggunakan unsur iklim hujan, terutama pada tanaman pangan (Padi dan Jagung). Penyusunan tipe iklim ini
berdasarkan jumlah bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) yang berlangsung secara berturut-turut. Bengkulu memiliki
lebih dari 60 titik pengamatan hujan, namun data terakhir menujukkan pos hujan yang telah melakukan pengamatan
dengan durasi lebih dari 19 tahun dengan kualitas data baik hanya terdapat 13 pos pengamatan hujan dan 3 stasiun BMKG.
Jumlah titik observasi permukaan yang minim tidak dapat menghasilkan peta agroklimat Oldeman yang baik, karena
banyak wilayah yang tidak diwakili oleh titik pengamatan. Untuk melengkapi kekurangan titik pos hujan maka digunakan
data multi satelit, yaitu produk TMPA dan IMERG. TMPA (TRMM Multisatellite Precipitation Analysis) dan IMERG
(Integrated Multisatellite Retrievals for GPM) level 3(3B43). Produk TMPA dan IMERG adalah data estimasi curah
hujan menggunakan satelit dengan resolusi spasial 0,25o x 0,25o, periode data yang digunakan dari tahun 1998 sampai
2016. Penggunaan data satelit diawali dengan validasi terhadap titik pos hujan terpilih. Hasil penelitian menunjukan
bahwa wilayah Bengkulu memiliki empat tipe iklim Oldeman yaitu: iklim A1, B1, C1, dan D1. Sebagian besar zona
Agroklimat di Bengkulu adalah zona A1.

Kata kunci: agroklimat, satelit, Oldeman, hujan

ABSTRACT - The classification of climate according to Oldeman is based on the amount of water demand associated
with agriculture using rainfall rate, especially in Rice and Corn. The compilation of this type of climate is based on the
number of wet months (BB) and dry months (BK) which occurred simultaneously. Bengkulu has more than 60 points of
rainfall observation. Of all these points, only 16 of them are operational for more than 19 years. 13 of them are the
observation station, and the rest are BMKG stations. These limited amount of observation points would not provide
sufficient Oldeman map. To overcomem the rainfall observation point deficiency, multi-satellite data are used, ie TMPA
and IMERG products. TMPA (TRMM Multisatellite Precipitation Analysis) and IMERG (Integrated Multisatellite
Retrievals for GPM) level 3 (3B43). TMPA and IMERG products are satellite precipitation estimates using satellites with
spatial resolution of 0.25 o x 0.25 o, acquired from 1998 to 2016. These satellite data were used for validation of selected
rain post. The results showed that the Bengkulu region has four types of climate Oldeman namely: climate A1, B1, C1,
and D1. Most of the Agroclimate zone in Bengkulu is zone A1.

Keywords: agroclimate, satellite, Oldeman, rainfall

1. PENDAHULUAN
Informasi iklim sangat diperlukan terutama dalam bidang pertanian. Indonesia yang merupakan negara
agraris, sangat memerlukan informasi iklim terutama klasifikasi iklim pada setiap wilayahnya. Sistem
klasifikasi iklim yang banyak digunakan di Indonesia adalah klasifikasi Oldeman. Klasifikasi Oldeman
digunakan karena mengaitkan hubungan antara iklim, jenis tanaman, dan waktu tanam yang sesuai di suatu
tempat. Klasifikasi iklim Oldeman memakai unsur curah hujan sebagai dasar penentuan klasifikasi iklimnya.
Pola curah hujan dalam setahun memegang peranan penting dalam pembuatan informasi klasifikasi iklim pada
suatu wilayah.
Pola curah hujan di wilayah Indonesia didominasi oleh adanya pengaruh beberapa fenomena, antara lain
sistem Monsun Asia-Australia, El-Nino, sirkulasi Timur-Barat (Walker Circulation) dan Utara-Selatan
(Hadley Circulation) serta beberapa sirkulasi karena pengaruh lokal seperti yang telah dijelaskan Bannu (2003).
Monsun dan pergerakan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) berkaitan erat dengan variasi curah hujan
tahunan dan semi-tahunan di wilayah Indonesia (Aldrian dan Susanto, 2003; Tjasyono, 2004). Monsun ini
485
Pemetaan Agroklimat Klasifikasi Oldeman di Provinsi Bengkulu Menggunakan Data Observasi Permukaan dan Multi Satelit (TMPA
dan IMERG) (Paski, dkk)

mengatur iklim di bagian benua India yang menghasilkan adanya musim hangat basah dan musim dingin
kering (Berliana, 1995). Sirkulasi angin lokal juga turut mempengaruhi kondisi iklim terutama proses sirkulasi
angin darat dan angin laut. Periode angin monsun adalah musiman, sedangkan angin darat dan laut adalah
harian (Tjasyono, 2006).
Provinsi Bengkulu merupakan wilayah pesisir yang terletak di pantai barat Sumatera berbatasan langsung
dengan samudera Hindia dan disebalah timur dikelilingi oleh barisan pegunungan bukit barisan, hal ini
menyebabkan provinsi Bengkulu memiliki kondisi cuaca yang sangat khas. Aliran massa udara yang berasal
dari penguapan tinggi di Samudra Hindia yang bergerak menuju provinsi Bengkulu terangkat naik setelah
terhalang oleh pegunungan Bukit Barisan sehingga pertumbuhan awan-awan konvektif sangat intensif.
Wilayah Bengkulu umumnya memiliki tipe hujan ekuatorial dengan puncak hujan maksimum pada bulan
Maret dan Desember (Paski, 2015).
Jika dilihat dari faktor letak geografis dan topografi, klasifikasi iklim sangat dibutuhkan untuk wilayah
Bengkulu, namun Provinsi Bengkulu hanya memiliki sedikit titik pengamatan hujan. Data terakhir
menujukkan pos hujan yang telah melakukan pengamatan dengan durasi lebih dari 19 tahun dengan kualitas
data yang baik adalah 13 pos hujan kerjasama dan 3 stasiun BMKG. Jumlah titik pos hujan yang minim tidak
dapat menghasilkan peta agroklimat Klasifikasi Oldeman yang optimal, untuk melengkapi kerenggangan titik
pos hujan maka ditambahkan data estimasi curah hujan satelit. Berdasarkan uraian diatas maka perumusan
masalah pada penelitian ini bagaimana persebaran zona agroklimat klasifikasi Oldeman di Provinsi Bengkulu.
Kriteria yang dikemukakan oleh Oldeman didasarkan pada banyaknya Bulan Basah (BB) dan Bulan
Kering (BK). Dari perhitungan yang dilakukan jumlah curah hujan 200mm/bulan dipandang cukup untuk
membudidayakan padi sawah. Untuk curah hujan sebesar 100mm/bulan dipandang cukup untuk
membudidayakan palawija. Oldeman (1975) dalam Tjasyono (2004) juga mendefinisikan bulan basah sebagai
bulan dengan total curah hujan > 200mm/bulan dan bulan kering sebagai bulan dengan < 100mm/bulan, sedang
bulan dengan curah hujan antara 100mm–200mm sebagai bulan lembab. Tipe utama klasifikasi Oldeman
didasarkan pada jumlah bulan basah berturut-turut, yaitu: zona A, zona B, zona C, zona D, dan zona E.
Sedangkan subtipenya didasarkan pada jumlah bulan kering berturut-turut yaitu: zona 1, zona 2, zona 3 dan
zona 4 (Lakitan, 1994). Karakteristik zona-zona tersebut berbeda satu dan lainnya yang disebut zona
agroklimat. Zona agroklimat kemudian dipetakan menjadi peta agroklimat yang dapat dimanfaatkan untuk
menjadi acuan tanam baik pertanian maupun perkebunan.

2. METODE
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Bengkulu yang terdiri dari 1 Kota dan 8 Kabupaten dengan luas
wilayah 19.788 km2. Data yang digunakan adalah data curah hujan bulanan dari 13 titik pos hujan di Bengkulu
juga data estimasi curah hujan satelit TMPA (TRMM Multisatellite Precipitation Analysis) dan IMERG
(Integrated Multisatellite Retrievals for GPM) level 3(3B43). Produk TMPA dan IMERG adalah data estimasi
curah hujan menggunakan satelit dengan resolusi spasial 0,25o x 0,25o, periode data yang digunakan dari tahun
1998 sampai 2016. Grid TRMM dan GPM yang digunakan mencakup wilayah Bengkulu yaitu 5º 40' LS - 2º
0' LS dan 100º 40' BT - 104º 0' BT. Data pos hujan tersebar dari berbagai kota dan kabupaten, seperti Tabel
1.
Jumlah titik pos hujan serta stasiun BMKG berjumlah 16 dan jumlah titik grid satelit (TRMM dan GPM)
berjumlah 169, sehingga jumlah data yang digunakan berjumlah 185 titik (lihat Gambar 1). Keterbatasan data
curah hujan dari pos hujan, melatarbelakangi penggunaan data satelit (TRMM dan GPM), data satelit
digunakan sebagai pelengkap dari kerenggangan titik pos hujan. Pada kajian ini digunakan data TRMM tipe
3B43 Versi 7, disingkat 3B43V7, yang dapat diunduh pada situs http://disc.sci.gsfc.nasa.gov, data TRMM
dan GPM 3B43V7 merupakan data estimasi curah hujan level 3 yang telah dilakukan berbagai koreksi,
termasuk penambahan data satelit lain. Meskipun data satelit telah melalui koreksi, namun untuk penelitian
dan pembuatan peta Agroklimat tetap memerlukan koreksi lanjutan. Format data unduhan TRMM dan GPM
berupa netCDF (network Common Data Form), dimana data netCDF (.nc) diekstraksi sesuai dengan grid yang
ditentukan dan di konversi menjadi format ASCII. Ekstraksi dan konversi data menggunakan bahasa program
Python 2.7.

486
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

Tabel 1. Lokasi Pos Hujan

Lokasi Kota/Kabupaten Lintang Bujur


Air Bening Rejang Lebong -3.518 102.443
Air Muring Bengkulu Utara -3.210 101.680
Batu Roto Bengkulu Utara -3.474 102.299
Bukit Kaba Rejang Lebong -3.486 102.650
Giri Mulya Bengkulu Utara -3.337 102.047
Kabawetan Kepahiang -3.604 102.594
Kanpel Linau Kaur -4.838 103.414
Karang Pulau Bengkulu Utara -3.304 101.740
Kelobak Kepahiang -3.618 102.620
Kembang Mumpo Seluma -4.310 102.756
Stasiun Meteorologi Kota Bengkulu -3.858 102.333
Stasiun Geofisika Kepahyang -3.651 102.581
Stasiun Klimatologi Kota Bengkulu -3.861 102.311

(a) (b)

Gambar 1. Sebaran Pos (a) Hujan dan Sebaran titik grid TMPA dan IMERG (b)

Koreksi data pos hujan menggunakan data TRMM dan GPM dilakukan dengan membandingkan rata-rata
curah hujan bulanan pos hujan dengan data TRMM pada grid yang sama. Perbandingan data pos hujan dan
data estimasi satelit menghasilkan persamaan regresi linier, sehingga didapatkan 12 persamaan regresi linier
pada masing-masing bulan. Persamaan linier tersebut sebagai faktor koreksi untuk menentukan data TRMM
dan GPM terkoreksi. Selanjutnya data estimasi satelit terkoreksi digabungkan dengan data pos hujan, masing-
masing data dilakukan klasifikasi bulan basah (>200 mm) dan bulan kering (<100 mm). Hasil klasifikasi bulan
basah dan bulan kering digunakan sebagai dasar penentuan klasifikasi Oldeman. Untuk klasifikasi Oldeman
sebanyak 185 titik menggunakan bahasa program Python. Hasil klasifikasi Oldeman tiap titik kemudian
dipetakan dengan metode interpolasi IDW (Inverse Distance Weighting) menggunakan aplikasi ArcGIS 10.1.
Klasifikasi iklim Oldeman pada penelitian ini menggunakan data curah hujan rata-rata bulanan selama 19
tahun (1998-2016), curah hujan rata-rata bulanan dibagi menjadi bulan basah dengan kriteria lebih dari 200
milimeter dan bulan kering kurang dari 100 milimeter. Jumlah curah hujan 200 milimeter tiap bulan dipandang
cukup dalam pembudidayaan pada sawah, sedangkan sebagian besar palawija memerlukan minimal 100
milimeter tiap bulan (Tjasyono, 2004). Perhitungan dalam penetuan klasifikasi Oldeman menggunakan
487
Pemetaan Agroklimat Klasifikasi Oldeman di Provinsi Bengkulu Menggunakan Data Observasi Permukaan dan Multi Satelit (TMPA
dan IMERG) (Paski, dkk)

pedoman Tabel 2, klasifikasi Oldeman menghasilkan zona agroklimat dengan inteprtasi seperti pada Tabel 3.
Hasil dari pengolahan data kemudian dipetakan menjadi peta agroklimat klasifikasi iklim Oldeman.

Tabel 2. Tipe Utama Klasifikasi Oldeman

 Bulan basah  Bulan Kering


Tipe
(CH > 200 mm) ( CH < 100 mm)
A1 > 9 bulan < 2 bulan
A2 > 9 bulan 2 bulan
B1 7 - 9 bulan > 2 bulan
B2 7 - 9 bulan 2 - 3 bulan
B3 7 - 9 bulan 4 -5 bulan
C1 5 - 6 bulan < 2 bulan
C2 5 - 6 bulan 2 - 3 bulan
C3 5 - 6 bulan 4 - 6 bulan
C4 5 - 6 bulan 7 bulan
D1 3 - 4 bulan < 2 bulan
D2 3 - 4 bulan 2 - 3 bulan
D3 3 - 4 bulan 4 -6 bulan
D4 3 - 4 bulan 7 - 9 bulan
E1 < 3 bulan < 2 bulan
E2 < 3 bulan 2 - 3 bulan
E3 < 3 bulan 4 - 6 bulan
E4 < 3 bulan 7 - 9 bulan
E5 < 3 bulan 10 -12 bulan

Tabel 3. Interpretasi Klasifikasi Oldeman

Tipe Iklim Keterangan

Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya intensitas
A1 ; A2
radiasi rendah sepanjang tahun
Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik.
B1
Produksi tinggi bila panen musim kemarau
Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang
B2; B3
pendek cukup untuk tanaman palawija
C1 Tanam padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun
Setahun hanya dapat satu kali tanam padi dan penanaman palawija kedua harus berhati-
C2; C3; C4
hati jangan jatuh pada bulan kering
Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bias tinggi karena kerapatan fluks
D1
radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup
Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun, tergantung pada adanya
D2; D3; D4
persediaan air irigasi
Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun
E
tergantung adanya hujan

488
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari data 13 pos hujan kerjasama dan stasiun BMKG di wilayah Bengkulu (Tabel 4), terlihat rata-rata
curah hujan bulanan di beberapa wilayah memiliki bulan basah (>200 mm) lebih banyak dibanding bulan
kering (<100 mm). Bahkan pos hujan Baturoto dalam setahun terdapat 12 bulan basah dengan rata-rata curah
hujan bulanan tertinggi mencapai 598 mm di bulan November dan terendah mencapai 298 mm di bulan Juni.
Dalam penentuan klasifikasi iklim dan pembuatan peta agroklimat, data curah hujan rata-rata bulanan dari
TRMM dikoreksi terhadap data pos hujan. Dari perhitungan kemudian dihasilkan faktor koreksi berupa regresi
linier, dengan y adalah curah hujan estimasi dan x adalah curah hujan TRMM, didapat faktor koreksi seperti
pada Gambar 2.

Tabel 4. Rata-rata Curah Hujan Bulanan 1998-2016 (mm)

Nama_Pos Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Air Bening 267 212 210 288 216 145 179 177 192 249 294 303

Air Muring 287 223 229 259 192 213 192 271 286 355 370 342

Baturoto 512 398 432 532 422 298 377 308 396 421 598 472

Bukit Kaba 257 191 204 284 180 113 142 156 143 237 269 258

Girimulyo 320 266 265 315 280 269 216 236 224 366 399 349

Kabawetan 387 290 326 314 219 139 181 148 164 268 408 426

Kanpel Linau 234 199 177 176 223 153 165 232 255 287 428 342

Karang Pulau 242 182 195 240 167 166 160 241 206 286 350 231

Kelobak 398 331 410 395 272 120 171 139 145 305 474 490

Kembang Mumpo 260 186 195 213 165 135 191 216 290 305 390 309

Kuro Tidur 283 231 227 258 233 211 182 210 218 373 341 306

Manna 284 260 237 235 219 168 269 303 409 414 468 415

Medan Jaya 266 229 173 250 164 171 185 234 250 269 382 291

Stasiun Meteorologi 348 260 293 296 210 173 191 210 196 279 420 447

Stasiun Geofisika 355 302 306 318 196 132 134 114 140 267 384 423

Stasiun Klimatologi 340 271 311 281 213 205 187 203 209 273 437 481

489
Pemetaan Agroklimat Klasifikasi Oldeman di Provinsi Bengkulu Menggunakan Data Observasi Permukaan dan Multi Satelit (TMPA
dan IMERG) (Paski, dkk)

Gambar 2. Regresi Linear Data Observasi dan Satelit perbulan

Dari data observasi pos hujan kerjasama maupun stasiun BMKG di wilayah Provinsi Bengkulu, data
digunakan untuk proses koreksi data estimasi curah hujan satelit TRMM dan GPM. Hasil koreksi data estimasi
satelit seperti yang terlihat pada Gambar 2, digunakan untuk mengolah data estimasi curah hujan satelit setiap
titik grid yang berjumlah 169. Hasil koreksi data tersebut diolah dan disesuaikan dengan klasifikasi iklim
Oldeman hingga pemetaan dan menghasilkan peta agroklimat klasifikasi iklim Oldeman seperti terlihat pada
Gambar 3. Perhitungan dalam penetuan klasifikasi Oldeman di wilayah Provinsi Bengkulu menggunakan
pedoman Tabel 2, klasifikasi Oldeman menghasilkan zona agroklimat dengan inteprtasi seperti pada Tabel 3.
Jika dilihat dari korelasi antara nilai estimasi curah hujan satelit terhadap nilai observasi pos hujan, nilai yang
didapatkan sebagian besar diatas 0,5. Di beberapa bulan seperti Februari dan Oktober, nilai korelasi diatas 0,84.
Hal ini menandakan bahwa curah hujan estimasi satelit sudah cukup baik. Untuk bulan Mei korelasi antara
nilai estimasi curah hujan satelit terhadap nilai observasi pos hujan kurang baik, dimana nilai korelasi hanya
mencapai 0,4392.

490
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017

Gambar 3. Peta Agroklimat Oldeman Provinsi Bengkulu

Berdasarkan peta hasil persebaran agroklimat klasifikasi iklim Oldeman (lihat Gambar 3), Provinsi
Bengkulu memiliki 4 tipe iklim yaitu tipe A1, B1, C1, dan D1. Dari 19.788 km2 luas Bengkulu, mayoritas
bertipe iklim A1 yang mencapai 83,9 %, bertipe iklim A1 sebanyak 4,8%, bertipe iklim C1 sebanyak 1,2%
dan bertipe iklim D1 sebanyak 0,1%. Untuk wilayah Kabupaten Lebong dan Bengkulu Selatan hanya memiliki
satu klasifikasi iklim yaitu A1. Kabupaten Muko-muko dan Kota Bengkulu memiliki 2 tipe iklim yaitu A1 dan
B1. Untuk wilayah kabupaten yang memiliki 3 tipe iklim (A1, B1, dan C1) yaitu Bengkulu Utara, Seluma dan
Kaur. Khusus untuk Kabupaten Rejang Lebong memiliki 4 tipe iklim yaitu A1, B1, C1, dan D1. Luasnya tipe
iklim A1 menandakan bahwa berdasakan faktor curah hujan sebagian besar wilayah di Bengkulu sesuai untuk
padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya intensitas radiasi rendah sepanjang tahun.
Sebanyak 4,8% wilayah di Bengkulu sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam
yang baik dan produksi tinggi bila panen musim kemarau, untuk wilayah yang tanam padi dapat sekali dan
palawija dua kali setahun sebanyak 1,2% dan wilayah tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi
bias tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi dengan waktu tanam palawija cukup sebanyak 0,1%.

4. KESIMPULAN
Dari observasi 13 pos hujan kerjasama dan 3 stasiun BMKG di wilayah Bengkulu menunjukan rata-rata
curah hujan bulanan memiliki bulan basah (>200 mm) yang lebih banyak dibanding bulan kering (<100 mm).
Penambahan data estimasi curah hujan dari citra satelit dapat menambah kerapatan dan sebaran curah hujan di
Provinsi Bengkulu dengan menggunakan koreksi linier, sehingga menghasilkan peta Klasifikasi Oldeman yang
lebih baik. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar wilayah di Provinsi Bengkulu masuk dalam zona iklim
Oldeman A1, yang berarti sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya
intensitas radiasi rendah sepanjang tahun.

5. UCAPAN TERIMA KASIH


Pada akhir penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada kepala sub-bidang pengelolaan
citra satelit BMKG beserta staf yang telah membantu dalam penyediaan dan diskusi dalam pengolahan data
satelit Himawari-8 sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
491
View publication stats

Pemetaan Agroklimat Klasifikasi Oldeman di Provinsi Bengkulu Menggunakan Data Observasi Permukaan dan Multi Satelit (TMPA
dan IMERG) (Paski, dkk)

6. DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, E. dan Susanto, R.D. (2003). Identification of three dominant rainfall regions within Indonesia and their
relationship to sea surface temperature, Int. J. Climatol, 23:12, 1435-1452.
Bannu. (2003). Analisis Interaksi Monsun, Enso dan Dipole Mode serta Kaitannya dengan Variabilitas Curah Hujan dan
Angin Permukaan di Benua Maritim Indonesia, Tesis, ITB, Bandung.
Berliana, S. (1995). The Spectrum Analysis of Meteorological Elements in Indonesia, Thesis, Nagoya University, Japan.
Lakitan, B. (1994). Dasar-dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Oldeman L.R. dan M. Frere. (1982). A Study of the Agroclimatology of the Humid Tropics of South-east Asia. WMO
Interagency Project on Agroclimatology.
Paski, J. A. I dan Anjasman. (2015). Penggolongan Sel Awan Konvektif Penyebab Angin Kencang di Pesisir Barat
Bengkulu Berdasarkan Gema Citra Radar (Studi Kasus 22 Februari 2014). Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika (STMKG Jakarta).
Tjasyono, B. (2004). Klimatologi. Ed. Ke-2. Penerbit ITB, Bandung
Tjasyono, B. (2006). Meteorologi Indonesia 1. Karakteristik dan Sirkulasi Atmosfer. Jakarta, Penerbit BMG, Jakarta.

492

Anda mungkin juga menyukai