Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SOSIOLOGI

PERANAN SOSIOLOGI DAN BUDAYA


DALAM PENGUATAN PENDIDIKAN

Disusun Oleh :
Ibnu Rizkan / P07125121051
Intan Maulida / P07125121052
Intania Zarona.Hr / P07125121053
Lina Fitri Mahara / P07125121054
M. Arif Fadilah / P07125121055
Mohammad Iqbal Alfarizi / P07125121056
Muhammad rifki Munandar / P07125121057
Muhammad yanis / P07125121058

POLTEKKES KEMENKES ACEH


PRODI D-III JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
TAHUN AJARAN 2021-2022
I. PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Allah SWT, Namun tentu saja
potensi yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani
hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki manusia, tentunya harus ada sesuatu
yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang
diharapkan. Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia
harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dilain pihak manusia juga memiliki
kemampuan dan diberikan akal pikiran yang berbeda dengan makhluk yang lain. Sedangkan
pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan terencana untuk membantu perkembangan
potensi dan kemampuan manusia.

Secara sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi kegenerasi, agar
kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial budaya
merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir
setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsure social budaya.

Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan terjadi banyak perubahan
dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi. Dan pada kenyataannya
masyarakat mengalami perubahan sosial yang begitu cepat, maju dan memperlihatkan gejala
desintegratif yang meliputi berbagai sendi kehidupan dan menjadi masalah, salah satunya dirasakan
oleh dunia pendidikan. Tidak hanya perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam dunia
pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup,
berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu
pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut
secara baik dan bijak

II. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang perlu di rumuskan pemecahannya adalah :

1. Apa yang di maksud dengan sosiologi sebagai landasan pendidikan?


2. Bagaimana peranan dan fungsi sosial budaya terhadap penguatan pendidikan.
3. Apa dampak konsep pendidikan terhadap sosial budaya bangsa.
III. PEMBAHASAN

A. SOSIOLOGI DAN PENDIDIKAN

1. Pengertian Sosiologi Pendidikan

Pada dasarnya, sosiologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosiologi umum dan
sosiologi khusus. Sosiologi umum menyelidiki gejala sosio-kultural secara umum. Sedangkan
Sosiologi khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi umum, yaitu menyelidiki suatu aspek
kehidupan sosio kultural secara mendalam. Misalnya: sosiologi masyarakat desa, sosiologi
masyarakat kota, sosiologi agama, sosiologi hukum, sosiologi pendidikan dan sebagainya.
Jadi sosiologi pendidikan merupakan salah satu sosiologi khusus.

Menurut Nasution (2004), Sosiologi Pendidikan dalah ilmu yang berusaha untuk
mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan
kepribadian individu agar lebih baik.

Menurut Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan
dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk
mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari
kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.

Menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang
segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.

Menurut Gunawan (2006), Sosiologi Pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang


berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan
sosiologis.

Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan


adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika,
masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui
analisis atau pendekatan sosiologis.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara
aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral),
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala
sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain. Sosiologi pendidikan terdiri dari dua
kata, sosiologi dan pendidikan. Kedua istilah ini dari segi etimologi tentu saja berbeda
maksudnya, namun dalam sejarah hidup dan kehidupan serta budaya manusia, kedua ini
menjadi satu kesatuan yang terpisahkan. Terutama dalam sistem memberdayakan manusia,
dimana sampai saat ini memanfaatkan pendidikan sebagai instrument pemberdayaan
tersebut.

Beberapa pemikiran pakar mengenai sosiologi pendidikan yang dikemukakan oleh


Ahmadi (1991). Menurut George Payne, yang kerap disebut sebagai bapak sosiologi
pendidikan, mengemukakan secara konsepsional yang dimaksud dengan sosiolgi pendidikan
adalah by educational sosiologi we the science whith desribes andexlains the institution,
social group, and social processes, that is the spcial relationships in which or through which
the individual gains and organizes experiences”. Payne menegaskan bahwa, di dalam
lembagalembaga, kelompok-kelompok sosial, proses sosial, terdapatlah apa yang yang
dinamakan sosial itu individu memproleh dan mengorganisir pengalamannya-
pengalamannya. Inilah yang merupakan asepek-aspek atau prinsip-prinsip sosiologisnya.

Selanjutnya menurut Nasution (2004), Sosiologi pendidikan ialah ilmu yang


berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.Selanjutnya menurut Robbins,
Sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang bertugas menyelidiki struktur dan
dinamika proses pendidikan.

Dengan berbagai definisi tersebut diatas menunjukkan bahwa sosiologi pendidikan


merupakan bagian dari matakuliah dasar-dasar kependidikan di lembaga pendidikan tenaga
kependidikan dan sifatnya wajib diberikan kepada seluruh peserta didik.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-
kelompok dan struktur sosialnya. Sosiologi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Empiris, adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu.


2. Teoritis, adalah peningkatan fase penciptaan yang menjadi salah satu bentuk budaya
yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan pada generasi muda.
3. Komulatif, sebagai akibat dari penciptaan terus-menerus sebagai konsekuensi dari
terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori-teori itu akan berkomulasi
mengarah kepada teori yang lebih baik.
4. Nonetis, karena teori itu menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta individu-
individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.
Untuk mewujudkan cita-cita pendidikan sangat membutuhkan bantuan sosiologi. Konsep
atau teori sosiologi memberi petunjuk kepada guru-guru tentang bagaimana seharusnya
mereka membina para siswa agar mereka bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis,
bersahabat, dan akrab sesama teman. Sosiologi pendidikan meliputi 1) interaksi guru siswa,
2) dinamika kelompok di kelas dan di organisasi intra sekolah, 3) struktur dan fungsi sistem
pendidikan, dan 4) sistem-sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan.

Dalam sosiologi, perilaku manusia bertalian dengan nilai-nilai. Sosiologi berpandangan


bahwa perilaku itu tidak bebas, melainkan mengikuti pola yang kontinu dan pola itu yang
sebagai pengatur perilaku adalah nilai-nilai yang ada di masyarakat. Secara garis besar ada
empat sumber nilai, yaitu norma-norma, agama, peraturan dan perundangundangan, dan
pengetahuan. Sekolah-sekolah harus memperhatikan pengembangan nilai-nilai ini pada
anak-anak di sekolah. Wuradji mengatakan; 1). sekolah sebagai kontrol sosial, yaitu untuk
memperbaiki kebiasaan-kebiasaan jelek pada anak-anak kala di rumah maupun di
masyarakat dan 2). sekolah sebagai pengubah sosial, yaitu untuk menyeleksi nilai-nilai,
menghasilkan warga negara yang baik, dan menciptakan ilmu serta teknologi baru.
2. Tujuan Sosiologi Pendidikan

Francis Broun mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan memperhatikan


pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara individu memperoleh
dan mengorganisasi pengalamannya. Sedang Nasution (1999), mengatakan bahwa sosiologi
pendidikan adalah Ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses
pendidikan untuk memproleh perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Dari
kedua pengertian dan beberapa pengertian yang telah dikemukakan dapat disebutkan
beberapa konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan, yaitu sebagai berikut:

a) Menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun


masyarakat.
Dalam hal ini harus diperhatikan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat
terhadap perkembangan pribadi anak. Misalnya, anak yang terdidik dengan baik dalam
keluarga yang religius, setelah dewasa/tua akan cendrung menjadi manusia yang religius
pula. Anak yang terdidik dalam keluarga intelektual akan cendrung
memilih/mengutamakan jalur intlektual pula, dan sebagainya.

b) Menganalisis perkembangan dan kemajuan sosial.


Banyak orang/pakar yang beranggapan bahwa pendidikan memberikan kemungkinan yang
besar bagi kemajuan masyarakat, karena dengan memiliki ijazah yang semakin tinggi
akan lebih mampu menduduki jabatan yang lebih tinggi pula (serta penghasilan yang
lebih banyak pula, guna menambah kesejahteraan sosial). Disamping itu dengan
pengetahuan dan keterampilan yang banyak dapat mengembangkan aktivitas serta
kreativitas sosial.

c) Menganalisis status pendidikan dalam masyarakat.


Berdirinya suatu lembaga pendidikan dalam masyarakat sering disesuaikan dengan
tingkatan daerah di mana lembaga pendidikan itu berada. Misalnya, perguruan tinggi
bisa didirikan di tingkat propinsi atau minimal kabupaten yang cukup animo
mahasiswanya serta tersedianya dosen yang bonafid.

d) Menganalisis partisipasi orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan sosial.


Peranan/aktivitas warga yang berpendidikan / intelektual sering menjadi ukuan tentang
maju dan berkembang kehidupan masyarakat. Sebaiknya warga yang berpendidikan
tidak segan- segan berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial, terutama dalam
memajukan kepentingan / kebutuhan masyarakat. Ia harus menjadi motor penggerak
dari peningkatan taraf hidup sosial.

e) Membantu menentukan tujuan pendidikan. Sejumlah pakar berpendapat bahwa tujuan


pendidikan nasional harus bertolak dan dapat dipulangkan kepada filsafat hidup bangsa
tersebut. Seperti di Indonesia, Pancasila sebagai filsafat hidup dan kepribadian bangsa
Indonesia harus menjadi dasar untuk menentukan tujuan pendidikan Nasional serta
tujuan pendidikan lainnya.
f) Menurut Payne, sosiologi pendidikan bertujuan utama memberi kepada guru- guru
(termasuk para peneliti dan siapa pun yang terkait dalam bidang pendidikan) latihan-
latihan yang efektif dalam bidang sosiologi sehingga dapat memberikan sumbangannya
secara cepat dan tepat kepada masalah pendidikan. Menurut pendapatnya, sosiologi
pendidikan tidak hanya berkenaan dengan proses belajar dan sosialisasi yang terkait
dengan sosiologi saja, tetapi juga segala sesuatu dalam bidang pendidikan yang dapat
dianalis sosiologi. Seperti sosiologi yang digunakan untuk meningkatkan teknik mengajar
yaitu metode sosiodrama, bermain peranan (role playing) dan sebagainya. Dengan
demikian sosiologi pendidikan bermanfaat besar bagi para pendidik, selain berharga
untuk mengalisis pendidikan, juga bermanfaat untuk memahami hubungan antara
manusia di sekolah serta struktur masyarakat. Sosiologi pendidikan tidak hanya
mempelajari masalah-masalah sosial dalam pendidikan saja, melainkan juga hal-hal
pokok lain, seperti tujuan pendidikan, bahan kurikulum, strategi belajar, sarana belajar,
dan sebagainya.

Menurut Nasution (1999) ada beberapa konsep tentang tujuan Sosiologi


Pendidikan, antara lain sebagai berikut: a) analisis proses sosiologi, b) analisis kedudukan
pendidikan dalam masyarakat, c) analisis intraksi social di sekolah dan antara sekolah
dengan masyarakat, d) alat kemajuan dan perkembangan sosial, e) dasar untuk
menentukan tujuan pendidikan, f) sosiologi terapan, dan g) latihan bagi petugas
pendidikan.

Konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan di atas menunjukkan bahwa aktivitas


masyarakat dalam pendidikan merupakan sebuah proses sehingga pendidikan dapat
dijadikan instrument oleh individu untuk dapat berintraksi secara tepat di komunitas dan
masyarakatnya. Pada sisi yang lain, sosiologi pendidikan akan memberikan penjelasan yang
relevan dengan kondisi kekinian masyarakat, sehingga setiap individu sebagai anggota
masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan berbagai
fenomena yang muncul dalam masyarakatnya.

Namun demikian, pertumbuhan dan perkembangan masyarakat merupakan bentuk


lain dari pola budaya yang dibentuk oleh suatu masyarakat. Pendidikan tugasnya tentu saja
memberi penjelasan mengapa suatu fenomena terjadi, apakah fenomena tersebut
merupakan sesuatu yang harus terjadi, dan bagaimana mengatasi segala implikasi yang
bersifat buruk dari berkembangnya fenomena tersebut, sekaligus memelihara implikasi dari
berbagai fenomena yang ada.

Tujuan sosiologi pendidikan pada dasarnya untuk mempercepat dan meningkatkan


pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan. Karena itu, sosiologi pendidikan tidak
akan keluar dari upaya-upaya agar pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan tercapai
menurut pendidikan itu sendiri. Secara universal tujuan dan fungsi pendidikan itu adalah
memuliakan kemanusiaan manusia. Itulah sebabnya sistem pendidikan nasional menurut
UUSPN No. 20 Tahun 2003 untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu
kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujaun
nasional”. Menurut fungsi tersebut jelas sekali bahwa pendidikan diselenggarakan adalah;
1) untuk mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, 2) meningkatkan mutu
kehidupan manusia Indonesia, 3) meningkatkan martabat manusia Indonesia, 4)
mewujudkan tujuan nasional melalui manusia-manusia Indonesia.

Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan untuk manusia Indonesia sehingga


manusia Indonesia tersebut memiliki kemampuan mengembangkan diri, meningkatkan
mutu kehidupan, meninggikan martabat dalam rangka mencapai tujuan nasional.

Upaya pencapaian tujuan nasional tersebut adalah untuk menciptakan masyarakat


madani, yaitu suatu masyarakat yang berperadaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, yang sadar akan hak dan kewajibannya, demokratis, bertanggungjawab,
berdisiplin, menguasai sumber informasi dalam bidang iptek dan seni, budaya dan agama
(Tilaar, 1999). Dengan demikian proses pendidikan yang berlangsung haruslah menciptakan
arah yang segaris dengan upayaupaya pencapaian masyarakat madani tersebut.

Perubahan nilai-nilai dalam masyarakat bukan berarti tidak terperhatikan oleh


masyarakat. Namun dalam memperhatikan nilai-nilai yang berkembang tersebut, arah yang
menjadi anutan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya tidaklah sama. Tidak
semua masyarakat secara terarah memahami arah dan tujuan hidup secara benar. Arah dan
tujuan yang benar menurut Mulkham (1993:195) adalah “secara garis besar arah dan tujuan
hidup manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap. Tahap pertama, mengenai
kebenaran, tahap kedua, memihak kepada kebenaran dan tahap terakhir adalah berbuat
ikhsan secara dan secara individual maupun sosial yangb terealisasi dalam laku ibadah”.

Sampai saat ini pendidikan dianggap dapat dijadikan sebagai sarana yang efektif
dalam menyadarkan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota komunitas dan
masyarakat. Pendidikan akan mengembangkan kecerdasan dan penguasaan ilmu
pengetahuan, pada sisi yang lain agama akan semakin popular dan terinternalisasi dalam
diri setiap pemeluknya, jika diberikan melalui pendidikan.

3. Sosiologi Sebagai Landasan Pendidikan

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-
kelompok dan struktur sosialnya, selain mempelajari cara manusia berhubungan satu
dengan yang lain dalam kelompoknya serta susunan dan keterkaitan unit-unit masyarakat
atau unit sosial dalam suatu wilayah, dapat pula dikatakan ilmu ini merupakan analisa
ilmiah terhadap proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan.

Kegiatan pendidikan merupakan proses interaksi antara individu dan generasi yang
memungkinkan generasi muda mengembangkan dirinya. Kegiatan pendidikan yang
sistematis terjadi dalam lembaga yang disebut SEKOLAH. Sekolah sengaja dibentuk oleh
masyarakat agar pola dan kegiatan pendidikan semakin intensif

Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik


masayarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan
pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh
sosiologi pendidikan meliputi empat bidang:
a) Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
b) Hubungan kemanusiaan.
c) Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
d) Sekolah dalam komunitas,yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan
kelompok sosial lain di dalam komunitasnya.
Menurut Pidarta, pembentukan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan
melalui empat bentuk; a) Imitasi (peniruan), b) Sugesti (meniru melalui himbauan atau
paksaan), c) Identifikasi (meniru berdasarkan hal-hal kecocokan dalam diri subyek), dan d)
Simpati

(meniru berdasarkan kesenangan)

Menurut Karyono, pembentukan karakter manusia melalui interaksi social; a) Empati, b)


Introspeksi.

Interaksi antar individu, antar kelompok, terjadi karena ada aksi dan reaksi (dalam fisika
dinyatakan sebagai Hukum 3 Newton), yaitu hubungan antara gaya dua benda yang
besarnya sama namun arahnya berlawanan. Interaksi ini terjadi dalam dunia persekolahan
sebagai bagian kecil dari masyarakat pendidikan yang membentuk karakter peserta didik.

Dari interaksi sosial ini akan memunculkan budaya-budaya, seperti : budaya berpakaian,
budaya bertingkah laku, budaya berkarakter, budaya belajar, budaya menulis, budaya
mendengarkan, budaya mengajar, serta budaya-budaya yang lain yang terjadi dari interaksi
sosial tersebut.

Nah, yang menjadi permasalahannya. Sebagai landasan pendidikan, peran dan pandangan
sosial budaya dari kacamata Islam dan Kristen ~ sebagaimana aturan atau norma agama
termasuk aturan yang mengikat keteraturan harmonisasi hubungan antar individu dan
antar kelompok yang perlu dibahas serta dipertajam keberadaannya agar berbagai macam
budaya dan latar belakang sosial yang dibawa oleh peserta didik tidak berbenturan.

Secara normatif benturan-benturan sosiokultural dapat di-asimilasi dalam Budaya Pancasila


sebagaimana butir-butir sila yang ada dan sudah dijalan sejak dulu kala, namun
perkembangan kemajuan, perkembangan zaman, perkembangan pergaulan masyarakat
lokal, nasional, regional, global menuntut adanya peningkatan hubungan tersebut.

Aspek-aspek benturan antara nilai-nilai barat dan timur tidak dapat dihindari lagi, namun
dapat disaring dan disesuaikan agar beresonansi dengan aspek sosial budaya yang sudah
berakar dan berkembang di masyarakat Indonesia terutama dalam kaitannya dengan dunia
pendidikan ini.

Sistem pendidikan Barat sangat menginginkan adanya pluralisme, keberanekaan aspek


kehidupan boleh-boleh saja tetapi tetap satu saja tujuannya bahkan ada yang menyatakan
Agama itu berbeda-beda tetapi tetap saja sama hakikatnya. (Nah, inilah bahaya pluralisme
tersebut). Adat istiadat dan budaya yang terserap dalam pluralisme itu yang perlu
diantisipasi, untuk diselaraskan sebagian dengan nilai-nilai adat, aturan, norma yang sudah
lama berlaku di masyarakat.
Sementara menurut falsafah negara Republik Indonesia, Bhineka Tunggal Ika, biarpun
berbeda-beda tetapi tetap satu jua. menggambarkan adanya masyarakat pluralistis
(memiliki sifat-sifat kemajemukan). Sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara, pemeluk
agama Hindu dan Buddha serta Islam dapat bergandengan tangan, bersatu, bergabung
membentuk cikal-bakal Negara Indonesia. Hingga zaman modern, Negara Republik
Indonesia menyatakan di dalam UUD 1945 melindungi keberagaman agama dan aliran
kepercayaan di Indonesia dengan berbagai macam perbedaan ritual, adat, budaya, dan lain-
lain. Juga memberikan jaminan keamanan kepada berbagai suku daerah di Indonesia untuk
berkembang dan mengembangkan budayanya dengan tetap menjaga stabilitas dan
harmonisasi tanpa benturan yang mengarah pada konflik fisik dan cenderung kriminalis.

Sosial mengacu kepada hubungan antar individu, antar masyarakat, dan individu dengan
masyarakat. Unsur sosial ini merupakan aspek individu secara alami, artinya aspek itu telah
ada sejak manusia dilahirkan. Karena itu, aspek sosial melekat pada diri individu yang perlu
dikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik agar menjadi matang. Di samping
tugas pendidikan mengembangkan aspek sosial, aspek itu sendiri sangat berperan dalam
membantu anak dalam mengembangkan dirinya. Maka segi sosial ini perlu diperhatikan
dalam proses pendidikan.

B. KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN

1. Makna Kebudayaan

Makna kebudayaan, secara sederhana berarti semua cara hidup (ways of life) yang
telah dikembangkan oleh anggota masyarakat. Dari prespektif lain kita bisa memandang
suatu kebudayaan sebagai perilaku yang dipelajari dan dialami bersama (pikiran, tindakan,
perasaan) dari suatu masyarakat tertentu termasuk artefak-artefaknya, dipelajari dalam arti
bahwa perilaku tersebut disampaikan (transmitted) secara sosial, bukan diwariskan secara
genetis dan dialami bersama dalam arti dipraktekkan baik oleh seluruh anggota masyarakat
atau beberapa kelompok dalam suatu masyarakat.

Masyarakat merupakan suatu penduduk lokal yang bekerja sama dalam jangka waktu
yang lama untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan kebudayaan merupakan cara hidup
dari masyarakat tersebut atau hal-hal yang mereka pikirkan, rasakan dan kerjakan.
Masyarakat mungkin saja memiliki satu kebudayaan jika masyarakat tersebut kecil, terpisah
dan stabil.

2. Sifat Kebudayaan
Kebudayaan yang berkembang pada masyarakat memiliki sifat; a) organik dan superorganik
karena berakar pada organ manusia dan juga karena kebudayaan terus hidup melampaui
generasi tertentu, b) terlihat (overt) dan tersembunyi (covert) terlihat dalam tindakan dan
benda, serta bersifat tersembunyi dalam aspek yang mesti diintegrasikan oleh tiap
anggotanya, c) eksplisit dan implisit berupa tindakan yang tergambar langsung oleh orang
yang melaksanakannya dan hal-hal yang dianggap telah diketahui dan hal-hal tersebut tidak
dapat diterangkan, d) ideal dan manifest berupa tindakan yang harus dilakukannya serta
tindakan-tindakan yang aktual, e) stabil dan berubah yang diukur melalui elemen-elemen
yang relatif stabil dan stabilitas terhadap elemen budaya

3. Fungsi Sosial Budaya dalam Pendidikan


Dalam perkembangan landasan sosial budaya memiliki fungsi yang amat penting dalam dunia
pendidikan yaitu :

a. Mewujudkan masyarakat yang cerdas, yakni masyarakat yang pancasilais yang memiliki
cita-cita dan harapan dapat demokratis dan beradab, menjunjung tinggi hak-hak asasi
manusia dan bertanggung jawab dan berakhlak mulia tertib dan sadar hukum, kooperatif
dan kompetitif serta memiliki kesadaran dan solidaritas antar generasi dan antara bangsa.
b. Transmisi budaya, lembaga pendidikan berfungsi sebagai reproduksi budaya
menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini
merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi
ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
c. Pengendalian Sosial, pengendalian sosial berfungsi memberantas atau memperbaiki suatu
perilaku menyimpang. Pengendalian sosial juga berfungsi melindungi kesejahteraan
masyarakat seperti lembaga pemasyarakatan dan lembaga pendidikan.
d. Meningkatkan Iman dan Taqwa kepada Tuhan YME, pendidikan sebagai budaya haruslah
dapat membuat anak-anak mengembangkan kata hati dan perasaannya taat terhadap
ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
e. Analisis Kedudukan Pendidikan dalam Masyarakat, hubungan antara lembaga pendidikan
dengan masyarakat dapat dianalogikan sebagai selembar kain batik. Dalam hal ini motif-
motif atau pola-pola gambarnya adalah lembaga pendidikan dan kain latarnya adalah
masyarakat. Antara lembaga pendidikan dengan masyarakat terjadi hubungan timbal
balik simbiosis mutualisme. Pendidikan atau sekolah memberi manfaat untuk
meningkatkan peranan mereka sebagai warga masyrakat.

4. Pendidikan Sebagai Proses Sosial Budaya


Pendidikan adalah suatu proses pewarisan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh suatu
kelompok masyarakat. Hasil budaya yang berupa tulisan dapat dijadikan sebagai sumber
balajar. Dalam masyarakat berbudaya tulis sumber belajar selain tatap muka dalam
pergaulan juga lewat tulisan dan lembaga pendidikan yang diusahakan seacara formal.
Proses belajar dapat terjadi di mana saja sepanjang hayat. Sekolah merupakan salah satu
tempat proses belajar terjadi. Sekolah merupakan tempat kebudayaan, karena pada
dasarnya proses belajar merupakan proses pembudayaan. Dalam hal ini, proses
pembudayaan di sekolah adalah untuk pencapaian akademik siswa, untuk membudayakan
sikap, pengetahuan, keterampilan dan tradisi yang ada dalam suatu komunitas budaya, serta
untuk mengembangkan budaya dalam suatu komunitas melalui pencapaian akademik siswa.
Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk pewarisan tradisi budaya dari satu generasi
kepada generasi berikutnya, dan adopsi tradisi budaya oleh orang yang belum mengetahui
budaya tersebut sebelumnya. Pewarisan tradisi budaya dikenal sebagai proses enkulturasi,
sedangkan adopsi tradisi budaya dikenal sebagai proses akulturasi. Kedua proses tersebut
berujung pada pembentukan budaya dalam suatu komunitas.

Proses pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara informal dalam keluarga, komunitas
budaya suatu suku, atau komunitas budaya suatu wilayah. Proses pembudayaan enkulturasi
dilakukan oleh orang tua, atau orang yang dianggap senior terhadap anak-anak, atau
terhadap orang yang dianggap lebih muda. Tata krama, adat istiadat, keterampilan suatu
suku/keluarga biasanya diturunkan kepada generasi berikutnya melalui proses
enkulturasi.

Sementara itu, proses akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan. Proses
pembelajaran di sekolah merupakan proses pembudayaan yang formal atau proses
akulturasi. Proses akulturasi bukan semata-mata transmisi budaya dan adopsi budaya, tetapi
juga perubahan budaya. Seseorang yang tidak tahu, diberi tahu dan disadarkan akan
keberadaan suatu budaya, kemudian orang tersebut mengadopsi budaya tersebut. Misalnya,
seseorang yang pindah ke suatu tempat baru, kemudian mempelajari bahasa, budaya,
kebiasaan dari masyarakat di tempat baru tersebut, lalu orang itu akan berbahasa dan
berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana masyarakat di tempat itu.

Kondisi masyarakat secara obyektif merupakan hasil tali temali antara lingkungan alam,
lingkungan sosial serta karakteristik individu. Pada dasarnya perubahan sosial mempunyai
ruang gerak yang berlapislapis, dimulai dari kelompok terkecil seperti keluarga sampai
kelembagaan dalam masyarakat

Menurut Faisal dan Yasik (1985) alur perkembangan diferensiasi pendidikan dapat
diterangkan dalam beberapa poin sebagai berikut.

a) Pendidikan pada masyarakat sederhana yang belum mengenal tulisan. Dalam kehidupan
masyarakatnya mengembangkan pendidikan secara informal yang berfungsi untuk
memberikan bekal keterampilanketerampilan mata pencaharian dan memperkenalkan
pola tingkah laku yang sesuai dengan nilai serta norma masyarakat setempat. Pada
tingkatan ini, peran sebagai siswa dan guru secara murni ditentukan oleh ukuran-ukuran
askriptif. Anak-anak menjadi siswa dilatarbelakangi oleh faktor usia mereka, sementara
guru disimbolkan sebagai representasi orang tua yang memiliki derajat karisma serta
kewibawaan untuk mendidik kaum-kaum muda. Spesifikasi peran para guru itu, juga
ditentukan oleh jenis kelamin (yang wanita mengajarkan memasak sementara para laki-
laki mengajarkan
b) Pada tingkatan yang lebih maju, sebagaian proses sosialisasi teridentifikasi keluar dari
batas keluarga, diserahkan kepada semua pemuda di masyarakat tentu saja dengan
bimbingan para orang tua yang berpengalaman atau berkeahlian. Kurikulum pendidikan
bukan sematamata kumpulan dari latihan memperoleh ketrampilan-ketrampilan namun
juga ditekankan soal-soal metafisik dan budi pekerti. Mengenai siapa yang berperan
sebagai guru, tampaknya sudah mulai mempertimbangkan bakat dan pengalaman
“berguru” yang pernah diperoleh. Dalam hubungan ini, sang guru bukanlah orang yang
memiliki “spesialisasi khusus” seperti halnya spesialisasi-spesialisasi sekarang ini, namun
para “siswa” bisa belajar banyak mengenai nilainilai kehidupan sebab guru dipandang
sebagai sumber segala macam pengetahuan.
c) Dengan berkembangnya diferensiasi di masyarakat itu sendiri, maka meningkat pula
upaya seleksi sosial. Beberapa keluarga atau kelompok meningkat menjadi semakin kuat
dalam segi kekuasaan maupun kekuatan ekonominya dibandingkan warga masyarakat
yang lain. Mereka yang telah menempati posisikuat itu, secara formal membatasi akses
mengenyam pendidikan bagi seluruh warga masyarakat. Pertimbangan utama dalam
menentukan siapa-siapa yang menjadi “siswa”, terletak pada latar belakang kelas atau
kterurunan seseorang. Sedangkan seleksi para “guru”, di samping disyaratkan memiliki
tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, juga diperhitungkan faktor kecerdasan dan
bakatnya. Dari segi kurikulum sudah diperhitungkan kebutuhan-kebutuhan
perkembangan zaman dengan memfokuskan perhatian pendidikan pada budi pekerti,
hukum, teologi, kesenian serta bahasa. Guru masih berperan sebagai figur yang
menguasai segala hal daripada sebagai spesialis dari suatu cabang pelajaran tertentu.
d) Pada tingkatan berikutnya hubungan antara pendidikan dengan masyarakat menjadi kian
rumit dan semakin kompleks. Sejalan dengan arus industrialisasi dan kecenderungan
diferensiasi sosial, maka spesialisasi peranan menjadi cirib istimewa masyarakat pada
tingkatan keempat ini. Di sini pendidikan sudah berjenjang-jenjang begitu rupa, dan
kualifikasi para pengajar sudah tersebar ke dalam bidang keahlian yang beragam pula.
Dalam hubungan beban-beban baru, yaitu sebagai pusat pengajaran bagi masyarakat
luas, sebagai media seleksi sosial serta berperan pula sebagai lapangan pekerjaan.
Masyarakat negara yang maju memiliki nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi
dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilainilai sosial budaya masyarakat itu adalah; a)
Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari, b) Kejujuran dan integritas, c)
Bertanggung jawab, d) Hormat pada aturan & hukum masyarakat, e) Hormat pada hak
orang/warga lain, f) Cinta pada pekerjaan, g) Berusaha keras untuk menabung & investasi, h)
Mau bekerja keras, dan i) Tepat waktu.

5. Masyarakat Indonesia dan Pendidikan


Sebagian besar masyarakat Indonesia sekarang sudah sadar akan pentingnya
pendidikan untuk meningkatkan hidup dan kehidupan. Mengapa masyarakat atau para
remaja bersikap seperti itu, asumsi mereka adalah makin tinggi ijazah yang dapat diraih
makin cepat dapat pekerjaan serta makin besar gaji yang diterima.

Untuk membuat kebudayaan, termasuk pendidikan di masyarakat, sebagai sesuatu


yang tidak selalu disadari olehh pendidik, menjadi wadah proses belajar sehingga anak dapat
berkembang wajar sejak awal, membutuhkan sejumlah pembenahan, yakni; a). Kerjasama
orang tua, masyarakat, dan pemerintah dalam memperbaiki, b) Pendidikan nonformal dan
pendidikan informal, ditangani secara serius, paling sedikit sama intensitasnya dengan
penanganan pendidikan jalur formal, c) Kebudayaan, terutama tayangan televisi, yang paling
banyak pengaruhnya terhadap perkembangan anak dan remaja, dan d) Kebudayaan-
kebudayaan negatif yang lain perlu dihilangkan dengan berbagai cara.
Selanjutnya untuk membuat anak menjadi mandiri dan berkompetensi, yang
sebetulnya juga merupakan cita-cita pendidikan yang telah digariskan, merupakan persoalan
metodologi belajar dan mengajar. Bila dalam belajar mereka sering atau selalu dihadapkan
pada masalah yang nyata terjadi di masyarakat dan diberi kesempatan untuk
memecahkannya, tentu tujuan yang telah dirumuskan tersebut akan tercapai. Untuk itu
sesuai dengan kebijakan perubahan kurikulum 2013 maka perlu adanya inisiatif untuk; a)
Memasukkan materi pelajaran yang diambil dari keadaan nyata di masyarakat atau keluarga,
b) Metode belajar yang mengaktifkan siswa baik individual maupun kelompok, c) Beberapa
kali mengadakan survei di masyarakat tentang berbagai kebudayaan, d) Ikut memecahkan
masalah masyarakat dan keluarga, e) Memberi kesempatan berinovasi atau kreatif
menciptakan sesuatu yang baru yang lebih baik tentang hidup dan kehidupan.

6. Dampak Konsep Pendidikan Terhadap Sosial Budaya


Konsep pendidikan mengangkat derajat manusia sebagai makhluk budaya yaitu
makhluk yang diberkati kemampuan untuk menciptakan kemampuan untuk menciptakan
nilai kebudayaan dan fungsi budaya dan pendidikan adalah kegiatan melontarkan niali-nilai
kebudayaan dari generasi yang satu ke generasi yang berikutnya. Pendidikan sebagai proses
adalah suatu kegiatan memperoleh dan menyampaikan:

a) Nilai-nilai sosial budaya bangsa adalah nilai-nilai yang kita jungjung tinggi, kita amalkan,
kita amankan adalah nilai-nilai yang taat dalam pancasila. Dengan demikian nilai-nilai
hidup kita adalah nilai keagamaan nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan,
dan nilai keadilan sosial.
b) Kesadaran aspirasi pandangan hidup, cita-cita nasional dan tanggung jawab pendidikan
merupakan adanya kesadaran terhadap semua hal (aspirasi pandangan hidup, cita-cita
nasional, dan tanggung jawab pendidikan) merupakan kunci pokok dari keberhasilan
usaha mencapai tujuan.
c) Dinamika ilmu pengetahuan teknologi dan ekonomi.
Ketiga hal di atas sangat erat hubungan dengan kegiatan pendidikan dimanapun
pendidikan itu dilaksanakan. Setelah membahas sosiologi, kebudayaan masyarakat jika
dikaitkan dengan pendidikan maka ditemukan sejumlah konsep pendidikan.

a) Keberadaan sekolah tidak dapat dipisah dengan masyarakat sekitarnya, keduanya saling
menunjang sekolah seharusnya menjadi agen pembangunan di masyarakat.
b) Perlu dibentuk badan kerjasama antara sekolah dengan tokoh-tokoh masyarakat
termasuk wakil-wakil orang tua siswa untuk memajukan pendidikan.
c) Proses sosialisasi anak-anak perlu ditingkatkan.
d) Dinamika kelompok dimanfaatkan untuk belajar.
Kebudayaan menyangkut seluruh cara hidup dan kebudayaan manusia yang
diciptakan oleh manusia ikut mempengaruhi pendidikan atau pengembangan anak dan
sebaliknya pendidikan juga dapat mengubah kebudayaan anak.
D. KESIMPULAN

Sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu
struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam
melalui analisis atau pendekatan sosiologis.

Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, perkembangan dan


kemajuan sosial, partisipasi orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan sosial. Tujuan
sosiologi pendidikan pada dasarnya untuk mempercepat dan meningkatkan pencapaian tujuan
pendidikan secara keseluruhan.

Sosial mengacu pada hubungan antar individu, antar masyarakat, dan individu dengan
masyarakat. Unsur sosial merupakan aspek individu secara alami, artinya aspek ini telah ada
sejak ,manusia dilahirkan. Maka dari itu perlu di kembangkan agar menjadi matang.

Fungsi sosial budaya pendidikan 1) mewujudkan masyarakat yang cerdas, 2) Transmisi


budaya, 3) Pengendalian Sosial, 4) Meningkatkan Iman dan Taqwa kepada Tuhan YME dan 5)
Analisis Kedudukan Pendidikan dalam Masyarakat.

Kebudayaan menyangkut seluruh cara hidup dan kebudayaan manusia yang diciptakan oleh
manusia ikut mempengaruhi pendidikan atau pengembangan anak. Sebaliknya pendidikan juga
dapat mengubah kebudayaan anak

Konsep pendidikan mengangkat derajat manusia sebagai makhluk budaya yaitu makhluk
yang diberkati kemampuan untuk menciptakan kemapuan untuk menciptakan nilai kebudayaan
dan fungsi budaya dan pendidikan adalah kegiatan melontarkan niali-nilai kebudayaan dari generasi
yang satu ke generasi yang berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. Psikologi Sosial. PT. Tineka Cipta, Jakarta, 1991


Batubara, Muhyi. “Sosiologi Pendidikan”. PT. Ciputat Press. Jakarta, 2006
Gunawan, Ary. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta. 2006.
Hartoto. 2013. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online (http://www.fatamorghana. wordpress.com,
diakses 20 Januari 2013)

Made, Pidarta. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta, 2000
Nasution, S. Sosiologi Pendidikan. Bumi Aksara, 2004.

Ruswandi, Uus. Hermawan Heris, A. Nurhamzah. Landasan Pendidikan. Bandung: CV. Insan Mandiri,
2008.

Sutikno Sobry, M. Landasan Pendidikan. Bandung: Prospect, 2008.

Tim Sosiologi. Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Yudhistira, 2003.

Anda mungkin juga menyukai