Disusun Oleh :
Ibnu Rizkan / P07125121051
Intan Maulida / P07125121052
Intania Zarona.Hr / P07125121053
Lina Fitri Mahara / P07125121054
M. Arif Fadilah / P07125121055
Mohammad Iqbal Alfarizi / P07125121056
Muhammad rifki Munandar / P07125121057
Muhammad yanis / P07125121058
Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Allah SWT, Namun tentu saja
potensi yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani
hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki manusia, tentunya harus ada sesuatu
yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang
diharapkan. Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia
harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dilain pihak manusia juga memiliki
kemampuan dan diberikan akal pikiran yang berbeda dengan makhluk yang lain. Sedangkan
pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan terencana untuk membantu perkembangan
potensi dan kemampuan manusia.
Secara sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi kegenerasi, agar
kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial budaya
merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir
setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsure social budaya.
Memasuki abad ke-21 dan menyongsong milenium ketiga tentu akan terjadi banyak perubahan
dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat dari era globalisasi. Dan pada kenyataannya
masyarakat mengalami perubahan sosial yang begitu cepat, maju dan memperlihatkan gejala
desintegratif yang meliputi berbagai sendi kehidupan dan menjadi masalah, salah satunya dirasakan
oleh dunia pendidikan. Tidak hanya perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam dunia
pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup,
berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu
pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut
secara baik dan bijak
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang perlu di rumuskan pemecahannya adalah :
Pada dasarnya, sosiologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosiologi umum dan
sosiologi khusus. Sosiologi umum menyelidiki gejala sosio-kultural secara umum. Sedangkan
Sosiologi khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi umum, yaitu menyelidiki suatu aspek
kehidupan sosio kultural secara mendalam. Misalnya: sosiologi masyarakat desa, sosiologi
masyarakat kota, sosiologi agama, sosiologi hukum, sosiologi pendidikan dan sebagainya.
Jadi sosiologi pendidikan merupakan salah satu sosiologi khusus.
Menurut Nasution (2004), Sosiologi Pendidikan dalah ilmu yang berusaha untuk
mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan
kepribadian individu agar lebih baik.
Menurut Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan
dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk
mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari
kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
Menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang
segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara
aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral),
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala
sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain. Sosiologi pendidikan terdiri dari dua
kata, sosiologi dan pendidikan. Kedua istilah ini dari segi etimologi tentu saja berbeda
maksudnya, namun dalam sejarah hidup dan kehidupan serta budaya manusia, kedua ini
menjadi satu kesatuan yang terpisahkan. Terutama dalam sistem memberdayakan manusia,
dimana sampai saat ini memanfaatkan pendidikan sebagai instrument pemberdayaan
tersebut.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-
kelompok dan struktur sosialnya. Sosiologi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Sampai saat ini pendidikan dianggap dapat dijadikan sebagai sarana yang efektif
dalam menyadarkan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota komunitas dan
masyarakat. Pendidikan akan mengembangkan kecerdasan dan penguasaan ilmu
pengetahuan, pada sisi yang lain agama akan semakin popular dan terinternalisasi dalam
diri setiap pemeluknya, jika diberikan melalui pendidikan.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-
kelompok dan struktur sosialnya, selain mempelajari cara manusia berhubungan satu
dengan yang lain dalam kelompoknya serta susunan dan keterkaitan unit-unit masyarakat
atau unit sosial dalam suatu wilayah, dapat pula dikatakan ilmu ini merupakan analisa
ilmiah terhadap proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan.
Kegiatan pendidikan merupakan proses interaksi antara individu dan generasi yang
memungkinkan generasi muda mengembangkan dirinya. Kegiatan pendidikan yang
sistematis terjadi dalam lembaga yang disebut SEKOLAH. Sekolah sengaja dibentuk oleh
masyarakat agar pola dan kegiatan pendidikan semakin intensif
Interaksi antar individu, antar kelompok, terjadi karena ada aksi dan reaksi (dalam fisika
dinyatakan sebagai Hukum 3 Newton), yaitu hubungan antara gaya dua benda yang
besarnya sama namun arahnya berlawanan. Interaksi ini terjadi dalam dunia persekolahan
sebagai bagian kecil dari masyarakat pendidikan yang membentuk karakter peserta didik.
Dari interaksi sosial ini akan memunculkan budaya-budaya, seperti : budaya berpakaian,
budaya bertingkah laku, budaya berkarakter, budaya belajar, budaya menulis, budaya
mendengarkan, budaya mengajar, serta budaya-budaya yang lain yang terjadi dari interaksi
sosial tersebut.
Nah, yang menjadi permasalahannya. Sebagai landasan pendidikan, peran dan pandangan
sosial budaya dari kacamata Islam dan Kristen ~ sebagaimana aturan atau norma agama
termasuk aturan yang mengikat keteraturan harmonisasi hubungan antar individu dan
antar kelompok yang perlu dibahas serta dipertajam keberadaannya agar berbagai macam
budaya dan latar belakang sosial yang dibawa oleh peserta didik tidak berbenturan.
Aspek-aspek benturan antara nilai-nilai barat dan timur tidak dapat dihindari lagi, namun
dapat disaring dan disesuaikan agar beresonansi dengan aspek sosial budaya yang sudah
berakar dan berkembang di masyarakat Indonesia terutama dalam kaitannya dengan dunia
pendidikan ini.
Sosial mengacu kepada hubungan antar individu, antar masyarakat, dan individu dengan
masyarakat. Unsur sosial ini merupakan aspek individu secara alami, artinya aspek itu telah
ada sejak manusia dilahirkan. Karena itu, aspek sosial melekat pada diri individu yang perlu
dikembangkan dalam perjalanan hidup peserta didik agar menjadi matang. Di samping
tugas pendidikan mengembangkan aspek sosial, aspek itu sendiri sangat berperan dalam
membantu anak dalam mengembangkan dirinya. Maka segi sosial ini perlu diperhatikan
dalam proses pendidikan.
1. Makna Kebudayaan
Makna kebudayaan, secara sederhana berarti semua cara hidup (ways of life) yang
telah dikembangkan oleh anggota masyarakat. Dari prespektif lain kita bisa memandang
suatu kebudayaan sebagai perilaku yang dipelajari dan dialami bersama (pikiran, tindakan,
perasaan) dari suatu masyarakat tertentu termasuk artefak-artefaknya, dipelajari dalam arti
bahwa perilaku tersebut disampaikan (transmitted) secara sosial, bukan diwariskan secara
genetis dan dialami bersama dalam arti dipraktekkan baik oleh seluruh anggota masyarakat
atau beberapa kelompok dalam suatu masyarakat.
Masyarakat merupakan suatu penduduk lokal yang bekerja sama dalam jangka waktu
yang lama untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan kebudayaan merupakan cara hidup
dari masyarakat tersebut atau hal-hal yang mereka pikirkan, rasakan dan kerjakan.
Masyarakat mungkin saja memiliki satu kebudayaan jika masyarakat tersebut kecil, terpisah
dan stabil.
2. Sifat Kebudayaan
Kebudayaan yang berkembang pada masyarakat memiliki sifat; a) organik dan superorganik
karena berakar pada organ manusia dan juga karena kebudayaan terus hidup melampaui
generasi tertentu, b) terlihat (overt) dan tersembunyi (covert) terlihat dalam tindakan dan
benda, serta bersifat tersembunyi dalam aspek yang mesti diintegrasikan oleh tiap
anggotanya, c) eksplisit dan implisit berupa tindakan yang tergambar langsung oleh orang
yang melaksanakannya dan hal-hal yang dianggap telah diketahui dan hal-hal tersebut tidak
dapat diterangkan, d) ideal dan manifest berupa tindakan yang harus dilakukannya serta
tindakan-tindakan yang aktual, e) stabil dan berubah yang diukur melalui elemen-elemen
yang relatif stabil dan stabilitas terhadap elemen budaya
a. Mewujudkan masyarakat yang cerdas, yakni masyarakat yang pancasilais yang memiliki
cita-cita dan harapan dapat demokratis dan beradab, menjunjung tinggi hak-hak asasi
manusia dan bertanggung jawab dan berakhlak mulia tertib dan sadar hukum, kooperatif
dan kompetitif serta memiliki kesadaran dan solidaritas antar generasi dan antara bangsa.
b. Transmisi budaya, lembaga pendidikan berfungsi sebagai reproduksi budaya
menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini
merupakan fungsi pada perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi
ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
c. Pengendalian Sosial, pengendalian sosial berfungsi memberantas atau memperbaiki suatu
perilaku menyimpang. Pengendalian sosial juga berfungsi melindungi kesejahteraan
masyarakat seperti lembaga pemasyarakatan dan lembaga pendidikan.
d. Meningkatkan Iman dan Taqwa kepada Tuhan YME, pendidikan sebagai budaya haruslah
dapat membuat anak-anak mengembangkan kata hati dan perasaannya taat terhadap
ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
e. Analisis Kedudukan Pendidikan dalam Masyarakat, hubungan antara lembaga pendidikan
dengan masyarakat dapat dianalogikan sebagai selembar kain batik. Dalam hal ini motif-
motif atau pola-pola gambarnya adalah lembaga pendidikan dan kain latarnya adalah
masyarakat. Antara lembaga pendidikan dengan masyarakat terjadi hubungan timbal
balik simbiosis mutualisme. Pendidikan atau sekolah memberi manfaat untuk
meningkatkan peranan mereka sebagai warga masyrakat.
Proses pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara informal dalam keluarga, komunitas
budaya suatu suku, atau komunitas budaya suatu wilayah. Proses pembudayaan enkulturasi
dilakukan oleh orang tua, atau orang yang dianggap senior terhadap anak-anak, atau
terhadap orang yang dianggap lebih muda. Tata krama, adat istiadat, keterampilan suatu
suku/keluarga biasanya diturunkan kepada generasi berikutnya melalui proses
enkulturasi.
Sementara itu, proses akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan. Proses
pembelajaran di sekolah merupakan proses pembudayaan yang formal atau proses
akulturasi. Proses akulturasi bukan semata-mata transmisi budaya dan adopsi budaya, tetapi
juga perubahan budaya. Seseorang yang tidak tahu, diberi tahu dan disadarkan akan
keberadaan suatu budaya, kemudian orang tersebut mengadopsi budaya tersebut. Misalnya,
seseorang yang pindah ke suatu tempat baru, kemudian mempelajari bahasa, budaya,
kebiasaan dari masyarakat di tempat baru tersebut, lalu orang itu akan berbahasa dan
berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana masyarakat di tempat itu.
Kondisi masyarakat secara obyektif merupakan hasil tali temali antara lingkungan alam,
lingkungan sosial serta karakteristik individu. Pada dasarnya perubahan sosial mempunyai
ruang gerak yang berlapislapis, dimulai dari kelompok terkecil seperti keluarga sampai
kelembagaan dalam masyarakat
Menurut Faisal dan Yasik (1985) alur perkembangan diferensiasi pendidikan dapat
diterangkan dalam beberapa poin sebagai berikut.
a) Pendidikan pada masyarakat sederhana yang belum mengenal tulisan. Dalam kehidupan
masyarakatnya mengembangkan pendidikan secara informal yang berfungsi untuk
memberikan bekal keterampilanketerampilan mata pencaharian dan memperkenalkan
pola tingkah laku yang sesuai dengan nilai serta norma masyarakat setempat. Pada
tingkatan ini, peran sebagai siswa dan guru secara murni ditentukan oleh ukuran-ukuran
askriptif. Anak-anak menjadi siswa dilatarbelakangi oleh faktor usia mereka, sementara
guru disimbolkan sebagai representasi orang tua yang memiliki derajat karisma serta
kewibawaan untuk mendidik kaum-kaum muda. Spesifikasi peran para guru itu, juga
ditentukan oleh jenis kelamin (yang wanita mengajarkan memasak sementara para laki-
laki mengajarkan
b) Pada tingkatan yang lebih maju, sebagaian proses sosialisasi teridentifikasi keluar dari
batas keluarga, diserahkan kepada semua pemuda di masyarakat tentu saja dengan
bimbingan para orang tua yang berpengalaman atau berkeahlian. Kurikulum pendidikan
bukan sematamata kumpulan dari latihan memperoleh ketrampilan-ketrampilan namun
juga ditekankan soal-soal metafisik dan budi pekerti. Mengenai siapa yang berperan
sebagai guru, tampaknya sudah mulai mempertimbangkan bakat dan pengalaman
“berguru” yang pernah diperoleh. Dalam hubungan ini, sang guru bukanlah orang yang
memiliki “spesialisasi khusus” seperti halnya spesialisasi-spesialisasi sekarang ini, namun
para “siswa” bisa belajar banyak mengenai nilainilai kehidupan sebab guru dipandang
sebagai sumber segala macam pengetahuan.
c) Dengan berkembangnya diferensiasi di masyarakat itu sendiri, maka meningkat pula
upaya seleksi sosial. Beberapa keluarga atau kelompok meningkat menjadi semakin kuat
dalam segi kekuasaan maupun kekuatan ekonominya dibandingkan warga masyarakat
yang lain. Mereka yang telah menempati posisikuat itu, secara formal membatasi akses
mengenyam pendidikan bagi seluruh warga masyarakat. Pertimbangan utama dalam
menentukan siapa-siapa yang menjadi “siswa”, terletak pada latar belakang kelas atau
kterurunan seseorang. Sedangkan seleksi para “guru”, di samping disyaratkan memiliki
tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, juga diperhitungkan faktor kecerdasan dan
bakatnya. Dari segi kurikulum sudah diperhitungkan kebutuhan-kebutuhan
perkembangan zaman dengan memfokuskan perhatian pendidikan pada budi pekerti,
hukum, teologi, kesenian serta bahasa. Guru masih berperan sebagai figur yang
menguasai segala hal daripada sebagai spesialis dari suatu cabang pelajaran tertentu.
d) Pada tingkatan berikutnya hubungan antara pendidikan dengan masyarakat menjadi kian
rumit dan semakin kompleks. Sejalan dengan arus industrialisasi dan kecenderungan
diferensiasi sosial, maka spesialisasi peranan menjadi cirib istimewa masyarakat pada
tingkatan keempat ini. Di sini pendidikan sudah berjenjang-jenjang begitu rupa, dan
kualifikasi para pengajar sudah tersebar ke dalam bidang keahlian yang beragam pula.
Dalam hubungan beban-beban baru, yaitu sebagai pusat pengajaran bagi masyarakat
luas, sebagai media seleksi sosial serta berperan pula sebagai lapangan pekerjaan.
Masyarakat negara yang maju memiliki nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi
dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilainilai sosial budaya masyarakat itu adalah; a)
Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari, b) Kejujuran dan integritas, c)
Bertanggung jawab, d) Hormat pada aturan & hukum masyarakat, e) Hormat pada hak
orang/warga lain, f) Cinta pada pekerjaan, g) Berusaha keras untuk menabung & investasi, h)
Mau bekerja keras, dan i) Tepat waktu.
a) Nilai-nilai sosial budaya bangsa adalah nilai-nilai yang kita jungjung tinggi, kita amalkan,
kita amankan adalah nilai-nilai yang taat dalam pancasila. Dengan demikian nilai-nilai
hidup kita adalah nilai keagamaan nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan,
dan nilai keadilan sosial.
b) Kesadaran aspirasi pandangan hidup, cita-cita nasional dan tanggung jawab pendidikan
merupakan adanya kesadaran terhadap semua hal (aspirasi pandangan hidup, cita-cita
nasional, dan tanggung jawab pendidikan) merupakan kunci pokok dari keberhasilan
usaha mencapai tujuan.
c) Dinamika ilmu pengetahuan teknologi dan ekonomi.
Ketiga hal di atas sangat erat hubungan dengan kegiatan pendidikan dimanapun
pendidikan itu dilaksanakan. Setelah membahas sosiologi, kebudayaan masyarakat jika
dikaitkan dengan pendidikan maka ditemukan sejumlah konsep pendidikan.
a) Keberadaan sekolah tidak dapat dipisah dengan masyarakat sekitarnya, keduanya saling
menunjang sekolah seharusnya menjadi agen pembangunan di masyarakat.
b) Perlu dibentuk badan kerjasama antara sekolah dengan tokoh-tokoh masyarakat
termasuk wakil-wakil orang tua siswa untuk memajukan pendidikan.
c) Proses sosialisasi anak-anak perlu ditingkatkan.
d) Dinamika kelompok dimanfaatkan untuk belajar.
Kebudayaan menyangkut seluruh cara hidup dan kebudayaan manusia yang
diciptakan oleh manusia ikut mempengaruhi pendidikan atau pengembangan anak dan
sebaliknya pendidikan juga dapat mengubah kebudayaan anak.
D. KESIMPULAN
Sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu
struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam
melalui analisis atau pendekatan sosiologis.
Sosial mengacu pada hubungan antar individu, antar masyarakat, dan individu dengan
masyarakat. Unsur sosial merupakan aspek individu secara alami, artinya aspek ini telah ada
sejak ,manusia dilahirkan. Maka dari itu perlu di kembangkan agar menjadi matang.
Kebudayaan menyangkut seluruh cara hidup dan kebudayaan manusia yang diciptakan oleh
manusia ikut mempengaruhi pendidikan atau pengembangan anak. Sebaliknya pendidikan juga
dapat mengubah kebudayaan anak
Konsep pendidikan mengangkat derajat manusia sebagai makhluk budaya yaitu makhluk
yang diberkati kemampuan untuk menciptakan kemapuan untuk menciptakan nilai kebudayaan
dan fungsi budaya dan pendidikan adalah kegiatan melontarkan niali-nilai kebudayaan dari generasi
yang satu ke generasi yang berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Made, Pidarta. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta, 2000
Nasution, S. Sosiologi Pendidikan. Bumi Aksara, 2004.
Ruswandi, Uus. Hermawan Heris, A. Nurhamzah. Landasan Pendidikan. Bandung: CV. Insan Mandiri,
2008.
Tim Sosiologi. Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Yudhistira, 2003.