Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

LANDASAN KURIKULUM (Landasan sosiologi dan psikologis)


Disusun untuk memenuhi mata kuliah pengantar kurikulum

TASYA PUTRI AMANDA


NPM: 216310432

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia sebagai makluk hidup yang dikaruniakan oleh tuhan berbagai kelebihan dan
potensi yang melekat pada dirinya. Dalam upaya mengoptimalkan potesi yang ada dalam diri
manusia harus ada sesuatu yang membimbingnya dan mengarahkannya, agar semua dapat
berjalan dan berkembang serta terarah dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan.
Potensi yang dimiliki oleh manusia sangat besar, maka harus dibekali dengan pendidikan yang
cukup sejak dini sehingga potensi ini dapat menguntungkan bagi dirinya. Secara faktual,
kegiatan pendidikan merupakan bagian penting dalam kehdupan manusia, karena pendidikan
diberikan dan diselenggrakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi manusia kearah
yang positif. Pendidikan merupakan dasar dariproses komunikasi yang di dalamnya
mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan yang
berlangsung sepanjang hayat (Life Long Process). Pendidikan dapat membangun kecerdasan
sekaligus kepribadian anak manusia menjadi lebih baik. Namun, apa jadinya jika pendidikan
hanya mementingkan intelektual semata tanpa membangun karakter peserta
didiknya.Pembangunan karakter dapat dilakukan oleh seorang tenaga pendidik terhadap
muridnya, maka dalam proses ini interaksi berlangsung. Landasan Sosiologis dan Psikologis
merupakan salah satu landasan yang penting dalam Pendidikan.

1.2 Tujuan Penulisan


1) Untuk memahami landasan sosiologis pendidikan
2) Untuk mengetahui sejarah lahirnya landasan sosiologis pendidikan
3) Untuk mengetahui ruang lingkup landasan sosiologis pendidikan
4) Untuk mengetahui implementasi landasan sosiologis pendidikan
5) Untuk mengetahui fungsi kajian landasan sosiologis pendidikan
6) Untuk memahami landasan psikologi pendidikan.
7) Untuk memahami bentuk psikologi dalam pendidikan.
8) Untuk memahami pentingnya landasan psikologi dalam pendidikan?
9) Untuk mengetahui kontribusi landasan psikologi dalam pendidikan
(2.1) B. LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN

Manusia sebagai makluk sosial memiliki hubungan antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok dalam tatanan masyarakat. Hidup
dalam masyarakat merupakan manifestasi bagi perkembangan seorang anak, hal ini
dikarenakan aspek sosial akan melekat pada diri anak tersebut yang akan dikembangkan
dalam perjalanan hidupnya, untuk mencap kehidupan yang hakiki. Di samping itu semua,
Pendidikan juga membantu mengembangkan aspek sosial pada diri peserta didik, aspek sosial
berperan membantu peserta didik mengembangkan dirinya dengan cara mendidik,
membimbing agar kelak dapat hidup serasi dengan masyarakat dimana mereka tinggal.
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan
dua generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan
pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh
masyarakat. Perhatian Sosiologi pada pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatnya
perhatian Sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut maka lahirlah cabang Sosiologi
pendidikan. Ciri-ciri Sosiologis pendidikan :
1. Empiris adalah adalah ciri utama Sosiologi sebagai ilmu, Sebab bersumber dan
diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.
2. Teoritis adalah peningkatan fase penciptaan yang menjadi salah satu bentuk budaya
yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan kepada generasi muda.
3. Komulatif adalah sebagai akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai
konsekuensi dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori – teori itu
akan berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.
4. Nonetis adalah karena teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta
individu – individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.

Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh
pengikutnya, yakni (1) Paham individualisme, (2)Paham kolektivisme, dan (3) Paham
integralistik. Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup
merdeka.Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan tidak
mengganggu keamanan orang lain.
Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan
kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha
untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling
berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat.
Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan
kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya.
Sedangkan paham integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota
masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.
Landasan Sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang
bersumber dari norma kehidupan masyarakat, yaitu;
1) Kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat,
2) Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat
3) Negara melindungi warga anegaranya,
4) Selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.Oleh karena itu, pendidikan
di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia perindividu
melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
Sifat sebagai makhluk sosial sudah dimiliki sejak bayi, dan tampaknya merupakan
potensi yang dibawa sejak lahir. Bahwa manusia merupakan makhluk sosial karena beberapa
faktor berikut:
(1) Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya,
(2)Sifat adaptability dan intelegensi. Manusia sebagai makhluk sosial,

Menjadikan Sosiologi sebagai landasan bagi proses dan pelaksanaan pendidikan,


karena memang karakteristik dasar manusia sebagai makhluk sosial akan berkembang dengan
baik dan menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang bernilai serta peradaban tinggi melalui
pendidikan.

A. SEJARAH LAHIRNYA SOSIOLOGIS PENDIDIKAN


Sosiologi mempelajari berbagai tindakan sosial yang menjelma dalam realita sosial.
Mengingat banyaknya realitas sosial, maka lahirlah berbagai cabang sosiologi, salah satinya
sosiologi pendidikan. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh Agust Comte (1798-
1857), sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang masyarakat.

B. RUANG LINGKUP LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN


Ruang lingkup yang landasan Sosiologis pendidikan meliputi empat bidang, yaitu;
1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat, yang meliputi;
a. Fungsi pendidikan dalam kebudayaan.
b. Hubungan sistem pendidikan dan proses kontrol sosial serta sistem kekuasaan.
c. Fungsi sistem pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan
perubahan kebudayaan.
d. Hubungan pendidikan dengan kelas sosial atau sistem status sosial.
e. Fungsionalisasi sistem pendidikan formal dalam hubungannya dengan ras,
kebudayaan atau kelompok.
2. Hubungan kemanusiaan di sekolah, meliputi;
a. Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar.
b. Pola interaksi sosial dan struktur masyarakat di sekolah

3. Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, meliputi;


a. Peranan sosial guru
b. Sifat kepribadian guru.
c. Perilaku kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa.
d. Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak.

Landasan Sosiologi pendidikan dituntun melakukan tiga fungsi pokok, yaitu;


1. Fungsi eksplanasi, menjelaskan dan memberikan pemahaman tentang fenomena yang
termasuk dalam ruang lingkup pembahasannya. Penjelasan ini dapat menggunakan
berbagai media komunikasi.
2. Fungsi prediksi, meramalkan kondisi dan permasalahan pendidika yang diperkirakan
akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan itu tututan masyarakat akan
berubah dan berkembang akibat faktor-faktor intenal dan eksternal yang masuk ke dalam
masyarakat itu sendiri melalui berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini sangat
dipelukan dalam perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan
tantangan baru.
3. Fungsi utilisasi, menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
masyarakat seperti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran, konflik sosial,
kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang memerlukan dukungan pendidikan dan masalah
penyelenggaraan pendidikan itu sendiri.

Jadi, secara umum Sosiologi pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-


fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi) melalui
pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan, dalam rangka
mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat.
Secara khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang
interaksi sosial di antara orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya
bagi peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya,
dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.

C. Implementasi Landasan Sosiologis Pendidikan


Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan orde
baru telah banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri
unik baik secara horizontal maupun vertical masih dapat ditemukan. Demikian pula halnya
dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya. Namun dengan niat
politik yang kuat menjadi suatu masyarakat bangsa Indonesia serta dengan kemajuan dalam
berbagai bidang pembangunan. Berbagai upaya yang persatuan dan kesatuan yang kokoh,
berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang
kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal terakhir tersebut kini makin mendapat perhatian yag
semestinya dengan antara lain memasukkannya muatan local di dalam kurikulum sekolah.
Muatan lokal yang didasarkan pada kebhinekaan masyaraka Indonesia. Dengan demikian akan
dapat diwujudkan manusia Indonesia dengan wawasan nusantara dan berjiwa nasional akan
tetapi memahami dan menyatu dengan lingkungan.dilakukan, baik melalui jalur sekolah
(seperti mata pelajaran PKn, pendidikan sejarah) maupun jalur pendidikan luar sekolah
(penataran, P4, Pemasyarakaatn P4 non penaratan ) telah mulai menumbuhkan benih-benih.

D. Fungsi Kajian Landasan Sosiologis Pendidikan

1. Fungsi eksplanasi
Menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang fenomena yang termasuk ke dalam
ruang lingkup pembahasannya. Untuk diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai
dari yang bercorak generalisasi empirik sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data dan
informasi mengenai hasil penelitian lapangan yang actual, baik dari lingkungan sendiri maupun
dari lingkungan lain, serta informasi tentang masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan
informasi yang lengkap dan akurat, komunikan akan memperoleh pemahaman dan wawasan
yang baik dan akan dapat menafsirkan fenomena-fenomena yang dihadapi secara akurat.
Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan melalui berbagai media komunikasi.

2. Fungsi prediksi
Meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang diperkirakan akan muncul
pada masa yang akan datang. Sejalan dengan itu, tuntutan masyarakat akan berubah dan
berkembang akibat bekerjanya faktor-faktor internal dan eksternal yang masuk ke dalam
masyarakat melalui berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat diperlukan dalam
perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan tantangan baru.

3. Fungsi utilisasi
Menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat
seperti masalah lapangan kerja dan pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan
lain-lain yang memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan
sendiri.
Jadi, secara umum sosiologi pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-
fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan utilisasi) melalui
pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan pendidikan, dalam rangka
mencari model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat. Secara
khusus, Sosiologi Pendidikan berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang
interaksi sosial di antara orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya
bagi peserta didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya,
dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.
(2.2) A. Landasan Psikologi Pendidikan

Proses kegiatan pendidikan melibatkan proses interaksi psikho-fisik dalam sosio-


kultural yang antropologis-filosofis-normative. Artinya pendidikan adalah suatu kegiatan yang
menyangkut interaksi kejiwaan antara pendidik dan peserta didik dalam suasana nilai- nilai
budaya suatu masyarakat yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan selalu
melibatkan aspek- aspek yang tidak dipisahkan satu sama lain yaitu aspek kejiwaan,
kebudayaan, kemasyarakatan, norma- norma, dan kemanusiaan.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Psikologi berasal dari kata Yunani
“psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi
psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya
maupun latar belakangnya”. Secara umum, psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari gejala kejiwaan yang ditampakkan dalam bentuk perilaku baik manusia ataupun
hewan yang pemanfaatannya untuk kepentingan manusia ataupun aktivitas-aktivitas individu
baik yang disadari ataupun yang tidak disadari yang diperoleh melalui suatu proses atau
langkah-langkah ilmiah tertentu serta mempelajari penerapan dasar-dasar atau prinsip-prinsip,
metode, teknik, dan pendekatan psikologis untuk memahami dan memecahkan masalah-
masalah dalam pendidikan.
Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa
manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat
dipengaruhi oleh alam sekitar. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani.
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis
pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai
informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan
aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan
menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk
memudahkan proses pendidikan.
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti mengalami
perubahan, karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan usaha atau kegiatan
berinteraksi antara pendidik, anak didik dan lingkungan. Perubahan tersebut adalah merupakan
gejala yang timbul secara psikologis. Di dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu
memahami perubahan yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun
pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut
psikologis.
Dalam perkembangan jiwa dan jasmani inilah seharusnya anak-anak belajar, sebab pada masa
ini mereka peka untuk belajar, punya waktu yang banyak untuk belajar. Masa belajar ini
bertingkat-tingkat sejalan dengan fase-fase perkembangan mereka. Oleh karena itu, layanan-
layanan pendidikan terhadap mereka harus pula dibuat bertingkat-tingkat, agar pelajaran itu
dapat dipahami oleh anak-anak.
Psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan
pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subjek dan objek pendidikan
adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan
demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat
mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak
didik dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan
pendidikan secara efektif (Yusuf, 2000:2).
Landasan Psikologis Pendidikan adalah kajian tentang dasar-dasar psikologi yang dapat
menjadi landasan teori maupun praktik pendidikan. Adapun tujuan pendidikan adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu pendidik tidak hanya mencerdaskan intelektualnya
saja, tetapi pendidik juga harus mengembangkan kecerdasan spiritual, emosional, sosial,
dan kecerdasan kognitif.
Pada umumnya para ilmuwan membagi psikologi menjadi 2 golongan, yaitu
1. Psikologi metafisika, yang menyelidiki hakikat jiwa seperti yang dilakukan oleh
Plato dan Ariestoteles
2. Psikologi Empiris, yang menyelidiki gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku manusia
dengan menggunakan pengamatan atau observasi, percobaan atau eksperimen dan
pengumpulan berbagai macam data yang ada hubungannya dengan gejala-gejala kejiwaan
manusia.

B. Bentuk-Bentuk Psikologi dalam Pendidikan


1. Psikologis Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud
adalah (Nana Syaodih, 1989).
• Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu.
Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap
yang lain.
• Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang individu-individu itu memiliki kesamaan-
kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok–
kelompok. Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah
kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi.
• Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja
disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan, yang dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan
pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh
akan mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam
menyusun tahap-tahap perkembangan, sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang
faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya
pentahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson.
Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat
tahap yaitu :
1) Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
2) Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup
manusia primitif.
3) Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan
kemauan untuk berpetualang.
4) Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati,
dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.

2. Psikologi Belajar
Di kalangan ahli psikologi terdapat keragaman dalam cara menjelaskan dan mendefinisikan
makna belajar (learning). Namun, baik secara eksplisit maupun secara implisit pada akhirnya
terdapat kesamaan maknanya, ialah bahwa definisi manapun konsep belajar itu selalu
menunjukkan kepada suatu proses perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan
praktik atau pengalaman tertentu.
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya
dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa
belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan
perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara
sadar. Maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang
sebagai Proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang sebagai Hasil
belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu proses
belajar dan hasil belajar.
Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola tingkah laku manusia sebagai
suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim
disebut dengan Teori Belajar.
1) Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal
perkalian dan melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam
pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup.
2) Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku nyata,
seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.
3) Teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang
membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk mengembangkan ide
(Pidarta, 2007:218).
3. Psikologi Sosial
Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang
di masyarakat, yang mengkombinasikan ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari
pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu (Pidarta, 2007:219).
Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang menentukan motivasi belajar
adalah.
1. Minat dan kebutuhan individu.
2. Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
3. Harapan sukses.

C. Pentingnya Landasan Psikologi dalam Pendidikan


Landasan psikologi pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam pelaksanaan
pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh
pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus
dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda dari bayi hingga
dewasa
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti mengalami
perubahan,karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan usaha atau kegiatan berinteraksi
antara pendidik, Anak didik dan lingkungan. Perubahan tersebut adalah merupakan gejala yang
timbul secara psikologis. Di dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu memahami
perubahan yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar
itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis.
Dengan demikian, psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi
dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek
pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia.
Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat
mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik
dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan
secara efektif.

D. Kontribusi Psikologi Pendidikan dalam Proses Belajar


1. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan
terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar.
Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian
psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in put, proses dan out pendidikan
dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis
dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh
setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan,sikap,motivasi,
perasaan,serta karakterisktik-karakteristik individulainnya.
Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap
individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal
subject matter maupun metodepenyampaiannya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan
saat ini adalah kurikulum berbasis kompetensi, yang pada intinya menekankan pada upaya
pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus
menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian psikologis
terutama berkenaan dengan aspek-aspek:
(1) kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks;
(2) pengalaman belajar siswa;
(3) hasil belajar (learning outcomes), dan
(4) standarisasi kemampuan siswa
2. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem
pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori classical
conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-
teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing
masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan
yang signifikan dalam proses pembelajaran.
Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-
prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002)
mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
1) Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan
2) Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan
karena dipaksakan oleh orang lain.
3) Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan
tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
4) Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
5) Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
6) Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
7) Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk
pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
8) Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
9) Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami.
Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
10) Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-
tujuan lain.
11) Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
12) Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
13) Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.

3. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian


Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna
memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis kita dapat
memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan
pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-
potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes
psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.
Kita mengenal sejumlah tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur
potensi seorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT),
EPPS dan alat ukur lainnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran
psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang
bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal.
KESIMPULAN
Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma
kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan bermasyarakat
suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan antar pribadi dan antar
kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan
damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial
yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota
masyarakat.
Landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang
membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang
berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk
mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan
untuk memudahkan proses pendidikan. Bentuk-bentuk landasan psikologi pendidikan mencakup,
Psikologis Perkembangan,belajar, sosial. Dalam perkembangannya landasan psikologis pendidikan
memiliki peranan sebagai perkembangan kurikulum dalam sistem pembelajaran dan penilaian.
Pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci
keberhasilan pendidikan

Anda mungkin juga menyukai