Anda di halaman 1dari 3

SINOPSIS CERITA RAKYAT

BANTA BARENSYAH

MADRASAH IBTIDAIYAH NEGERI 13 PIDIE JAYA


Pada jaman dahulu kala, di sebuah dusun terpencil di daerah Nanggro Aceh Darussalam, hiduplah
seorang janda bersama seorang anak laki-lakinya yang bernama Banta Berensyah. Banta Berensyah seorang
anak yang rajin dan mahir bermain suling. Kedua ibu dan anak itu tinggal di sebuah gubuk bambu yang
beratapkan ilalang dan beralaskan dedaunan kering dengan kondisi hampir roboh. Untuk bertahan hidup, ibu
dan anak itu menampi sekam di sebuah kincir padi milik saudaranya yang bernama Jakub. Jakub adalah
saudagar kaya di dusun itu. Namun, ia terkenal sangat kikir, loba, dan tamak. Pada suatu hari, janda itu
berangkat sendirian ke tempat kincir padi tanpa ditemani Banta Berensyah, karena sedang sakit. Betapa
kecewanya ia saat tiba di tempat itu. Tak seorang pun yang menumbuk padi. Dengan begitu, tentu ia tidak dapat
menampi sekam dan memperoleh upah beras. Dengan perasaan kecewa dan sedih, perempuan paruh baya itu
kembali ke gubuknya. Setibanya di gubuk, ia langsung menghampiri anak semata wayangnya yang sedang
terbaring lemas. Wajah anak itu tampak pucat dan tubuhnya menggigil, karena sejak pagi perutnya belum terisi
sedikit pun makanan.
Janda itu hanya terdiam sambil menatap lembut anaknya. Sebenarnya, hati kecilnya teriris-iris
mendengar rengekan putranya itu. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena tidak ada sama sekali makanan
yang tersisa. Hanya ada segelas air putih yang berada di samping anaknya. Dengan perlahan, ia meraih gelas itu
dan mengulurkannya ke mulut Banta Berensyah. Seteguk demi seteguk Banta Berensyah meminum air dari
gelas itu sebagai pengganti makanan untuk menghilangkan rasa laparnya. Setelah meminum air itu, Banta
merasa tubuhnya sedikit mendapat tambahan tenaga. Dengan penuh kasih sayang, ia menatap wajah ibunya.
Lalu, perlahan-lahan ia bangkit dari tidurnya seraya mengusap air mata bening yang keluar dari kelopak mata
ibunya.
Kasih sayang dan perhatian ibunya itu benar-benar memberi semangat baru kepada Banta Berensyah.
Tubuhnya yang lemas, tiba-tiba kembali bertenaga. Ia kemudian menatap wajah ibunya yang tampak pucat. Ia
sadar bahwa saat ini ibunya pasti sedang lapar. Oleh karena itu, ia meminta izin kepada ibunya hendak pergi ke
rumah pamannya, Jakub, untuk meminta beras. Namun, ibunya mencegahnya, karena ia telah memahami
perangai saudaranya yang kikir itu.
Berkali-kali ibunya mencegahnya, namun Banta Berensyah tetap bersikeras ingin pergi ke rumah
pamannya. Akhirnya, perempuan yang telah melahirkannya itu pun memberi izin. Maka berangkatlah Banta
Berensyah ke rumah pamannya. Saat ia masuk ke pekarangan rumah, tiba-tiba terdengar suara keras
membentaknya. Suara itu tak lain adalah suara pamannya. Pamanya menghardiknya dengan kata-kata kasar.
Betapa kecewa dan sakitnya hati Banta Berensyah. Bukannya beras yang diperoleh dari pamannya,
melainkan cacian dan makian. Ia pun pulang ke rumahnya dengan perasaan sedih dan kesal. Tak terasa, air
matanya menetes membasahi kedua pipinya. Dalam perjalanan pulang, Banta Berensyah mendengar kabar dari
seorang warga bahwa raja di sebuah negeri yang letaknya tidak berapa jauh dari dusunnya akan mengadakan
sayembara. Raja negeri itu mempunyai seorang putri yang cantik jelita nan rupawan. Ia bagaikan bidadari yang
menghimpun semua pesona lahir dan batin. Kulitnya sangat halus, putih, dan bersih. Saking putihnya, kulit putri
itu seolah-olah tembus pandang. Jika ia menelan makanan, seolah-olah makanan itu tampak lewat
ditenggorokannya. Itulah sebabnya ia diberi nama Putri Terus Mata. Setiap pemuda yang melihat kecantikannya
pasti akan tergelitik hasratnya untuk mempersuntingnya. Sudah banyak pangeran yang datang meminangnya,
namun belum satu pun pinangan yang diterima. Putri Terus Mata akan menerima lamaran bagi siapa saja yang
sanggup mencarikannya pakaian yang terbuat dari emas dan suasa.
Mendengar kabar itu, Banta Berensyah timbul keinginannya untuk mengandu untung. Ia berharap
dengan menikah dengan sang Putri, hidupnya akan menjadi lebih baik. Siapa tahu ia bernasib baik, pikirnya. Ia
pun bergegas pulang ke gubuknya untuk menemui ibunya. Setibanya di gubuk, ia langsung duduk di dekat
ibunya. Sambil mendekatkan wajahnya yang sedikit pucat karena lapar, Banta Berensyah menyampaikan
perihal hasratnya mengikuti sayembara tersebut kepada ibunya. Ia berusaha membujuk ibunya agar
keinginannya dikabulkan.Perempuan paruh baya itu tak mampu lagi menyembunyikan kekagumannya kepada
anak semata wayangnya itu.  Ia pun memeluk erat Banta dengan penuh kasih sayang.
Setelah mendapat restu dari ibunya, Banta Berensyah pun pergi ke sebuah tempat yang sepi untuk
memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Setelah semalam suntuk berdoa dengan penuh khusyuk,
akhirnya ia pun mendapat petunjuk agar membawa sehelai daun talas dan suling miliknya ke perantauan. Daun
talas itu akan ia gunakan untuk mengarungi laut luas menuju ke tempat yang akan ditujunya. Sedangkan suling
itu akan ia gunakan untuk menghibur para tukang tenun untuk membayar biaya kain emas dan suasa yang dia
perlukan. Keesokan harinya, usai berpamitan kepada ibunya, Banta Berensyah pun pergi ke rumah pamannya,
Jakub. Ia bermaksud meminta tumpangan di kapal pamannya yang akan berlayar ke negeri lain dan diturunkan
di tengah lautan.
Jakub tersentak mendengar permintaan aneh dari Banta Berensyah. Ia berpikir bahwa kemanakannya itu
akan bunuh diri di tengah laut. Dengan senang hati, ia pun mengizinkannya. Ia merasa hidupnya akan aman jika
anak itu telah mati, karena tidak akan lagi datang meminta-minta kepadanya. Akhirnya, Banta Berensyah pun
ikut berlayar bersama pamannya. Begitu kapal yang mereka tumpangi tiba di tengah-tengah samudra, Banta
meminta kepada pamannya agar menurunkannya dari kapal.Saudagar kaya itu pun segera memerintahkan anak
buahnya untuk menurunkan Banta ke laut. Namun sebelum diturunkan, Banta mengeluarkan lipatan daun talas
yang diselempitkan di balik pakaiannya. Kemudian ia membuka lipatan daun talas itu seraya duduk bersila di
atasnya. Melihat kelakuan Banta itu, Jakub menertawainya.
Namun, betapa terkejutnya saudagar kaya itu dan para anak buahnya setelah menurunkan Banta
Berensyah ke laut. Ternyata, sehelai daun talas itu mampu menahan tubuh Banta Berensyah di atas air. Dengan
bantuan angin, daun talas itu membawa Banta menuju ke arah barat, sedangkan pamannya berlayar menuju ke
arah utara. Setelah berhari-hari terombang-ambing di atas daun talas dihempas gelombang samudra, Banta
Berensyah tiba di sebuah pulau. Saat pertama kali menginjakkan kaki di pulau itu, ia terkagum-kagum
menyaksikan pemandangan yang sangat indah dan memesona. Hampir di setiap halaman rumah penduduk
terbentang kain tenunan dengan berbagai motif dan warna sedang dijemur. Rupanya, hampir seluruh penduduk
di pulau itu adalah tukang tenun. Banta pun mampir ke salah satu rumah penduduk untuk menanyakan kain
emas dan suasa yang sedang dicarinya. Namun, penghuni rumah itu tidak memiliki jenis kain tersebut. Ia pun
pindah ke rumah tukang tenun di sebelahnya, dan ternyata si pemilik rumah itu juga tidak memilikinya. Berhari-
hari ia berkeliling kampung dan memasuki rumah penduduk satu persatu, namun kain yang dicarinya belum
juga ia temukan. Tinggal satu rumah lagi yang belum ia masuki, yaitu rumah kepala kampung yang juga tukang
tenun.
Beberapa saat kemudian, seorang laki-laki paruh baya membuka pintu dan mempersilahkannya masuk
ke dalam rumah.Setelah memperkenalkan diri dan menceritakan asal-usulnya, Banta pun menyampaikan
maksud kedatangannya.Kepala kampung itu tersentak kaget mendengar permintaan Banta, apalagi setelah
melihat penampilan Banta yang sangat sederhana itu.Banta pun menceritakan alasannya sehingga ia harus
berjuang untuk mendapatkan kain tersebut. Karena iba mendengar cerita Banta, akhirnya kepala kampung itu
memenuhi permintaannya. Dengan keahliannya, Banta pun memainkan sulingnya dengan lagu-lagu yang
merdu. Kepala kampung itu benar-benar terbuai menikmati senandung lagu yang dibawakan Banta. Setelah
puas menikmatinya, ia pun memberikan kain emas dan suasa miliknya kepada Banta.
Setelah mendapatkan kain emas dan suasa tersebut, Banta pun meninggalkan pulau itu. Ia berlayar
mengarungi lautan luas menuju ke kampung halamannya dengan menggunakan daun talas saktinya. Hati anak
muda itu sangat gembira. Ia tidak sabar lagi ingin menyampaikan berita gembira itu kepada ibunya dan segera
mempersembahkan kain emas dan suasa itu kepada Putri Terus Mata.
Namun, nasib malang menimpa Banta. Ketika sampai di tengah laut, ia bertemu dan ikut dengan kapal
Jakub yang baru saja pulang berlayar dari negeri lain. Saat ia berada di atas kapal itu, kain emas dan suasa yang
diperolehnya dengan susah payah dirampas oleh Jakub. Setelah kainnya dirampas, ia dibuang ke laut. Dengan
perasaan bangga, Jakub membawa pulang kain tersebut untuk mempersunting Putri Terus Mata. Sementara itu,
Banta yang hanyut terbawa arus gelombang laut terdampar di sebuah pantai dan ditemukan oleh sepasang
suami-istri yang sedang mencari kerang. Sepasang suami-istri itu pun membawanya pulang dan mengangkatnya
sebagai anak. Setelah beberapa lama tinggal bersama kedua orang tua angkatnya tersebut, Banta pun memohon
diri untuk kembali ke kampung halamannya menemui ibunya dengan menggunakan daun talas saktinya. Setiba
di gubuknya, ia pun disambut oleh ibunya dengan perasaan suka-cita. Kemudian, Banta pun menceritakan
semua kejadian yang telah dialaminya.
Tanpa berpikir panjang, Banta segera berpamitan kepada ibunya lalu bergegas menuju ke tempat pesta
itu dilaksanakan. Namun, setibanya di kerumunan pesta yang berlangsung meriah itu, Banta tidak dapat berbuat
apa-apa. Ia tidak mempunyai bukti untuk menunjukkan kepada raja dan sang Putri bahwa kain emas dan suasa
yang dipersembahkan Jakub itu adalah miliknya. Sejenak, ia menengadahkan kedua tangannya berdoa meminta
pertolongan kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Begitu ia selesai berdoa, tiba-tiba datanglah seekor burung elang
terbang berputar-putar di atas keramaian pesta sambil berbunyi dan mengatakan kalau kain emas dan suasa
adalah milik Banta Barensyah.
Mendengar bunyi elang itu, seisi istana menjadi gempar. Suasana pesta yang meriah itu seketika menjadi
hening. Bunyi elang itu pun semakin jelas terdengar. Akhirnya, Raja dan Putri Terus Mata menyadari bahwa
Jakub adalah orang serakah yang telah merampas milik orang lain. Sementara itu Jakub yang sedang di
pelaminan mulai gelisah dan wajahnya pucat. Karena tidak tahan lagi menahan rasa malu dan takut mendapat
hukuman dari Raja, Jakub melarikan diri melalui jendela. Namun, saat akan meloncat, kakinya tersandung di
jendela sehingga ia pun jatuh tersungkur ke tanah hingga tewas seketika.
Setelah peristiwa itu, Banta Berensyah pun dinikahkan dengan Putri Terus Mata. Pesta pernikahan
mereka dilangsungkan selama tujuh hari tujuh malam dengan sangat meriah. Tidak berapa lama setelah mereka
menikah, Raja yang merasa dirinya sudah tua menyerahkan jabatannya kepada Banta Berensyah. Banta
Berensyah pun mengajak ibunya untuk tinggal bersamanya di istana. Akhirnya, mereka pun hidup berbahagia
bersama seluruh keluarga istana.

Anda mungkin juga menyukai