Contoh Kasus Beda Tetap, Beda Waktu, Koreksi Positif dan Negatif Dalam
Rekonsiliasi Fiskal
A. BEDA TETAP
Secara definisi, beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun
biaya antara akuntansi komersial dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
sifatnya permanen.
Apabila dalam suatu tahun atau periode saat ini suatu penghasilan/biaya tidak dapat
diakui sebagai penghasilan/biaya menurut undang-undang, maka pada tahun atau periode
yang akan datang juga tidak dapat diakui sebagai penghasilan/biaya di dalam laporan
laba/rugi.
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan penghasilan/biaya yang tidak boleh diakui
di dalam laporan laba/rugi.
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan penghasilan/biaya yang tidak boleh diakui
di dalam laporan laba/rugi.
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan penghasilan/biaya yang tidak boleh diakui
di dalam la poran laba/rugi.
Berdasarkan data dalam laporan laba /rugi di atas dapat dilihat bahwa ada komponen
penghasilan bunga deposito sebesar Rp200.000.000. Menurut Pasal 4 ayat (2), penghasilan
bunga deposito ini merupakan salah satu penghasilan yang tergolong final maka penghasilan
bunga deposito ini harus dilakukan koreksi/penyesuaian fiskal.
Hal yang sama juga berlaku atas penghasilan berupa sumbangan atau donasi yang
diterima PT ABC sebesar Rp300.000.000. Menurut Pasal 4 ayat (3) UU PPh, penghasilan
sumbangan di atas jelas termasuk dalam penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak
maka harus dilakukan koreksi fiskal.
Selain itu, pada laporan laba rugi PT. ABC di atas terdapat biaya sanksi pajak sebesar
Rp100.000.000. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) UU PPh, sanksi administrasi PPh tidak boleh
menjadi pengurang penghasilan bruto. Ketiga koreksi di atas merupakan bentuk koreksi fiskal
beda tetap.
Dengan demikian, setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal, laporan laba/rugi PT ABC
pada Tahun 2020 menurut komersial dan fiskal adalah sebagai berikut:
B. Beda Waktu
Selain Beda Tetap(Permanent Different),ada satu koreksi fiskal yang disebut dengan
beda waktu (time different). Beda waktu adalah perbedaan pengakuan baik penghasilan
maupun biaya antara akuntansi komersial dengan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang sifatnya sementara.
Artinya, koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak
tahun-tahun pajak berikutnya. Dalam hal ini, apabila suatu penghasilan atau biaya pada
periode tahun/periode saat ini tidak dapat diakui di dalam laporan laba/rugi, kemungkinan
akan dapat diakui pada periode tahun/periode yang akan datang.
Contoh Kasus
Di dalam perhitungan laba rugi, ketiga metode di atas akan menghasilkan laba yang
berbeda, sehingga konskuensinya terhadap pajak yang berbeda. Sebagai ilustrasi dapat dilihat
pada contoh berikut ini:
Berdasarkan data di atas, berikut perhitungan nilai persediaan, harga pokok penjualan,
dan laba PT ABC dengan menggunakan ketiga metode.
METODE LIFO
Dengan metode yang digunakan LIFO maka harga yang digunakan adalah harga yang
pertama dibeli. Jadi nilai persediaan akhir menjadi
= 5 Unit X Rp1.000 = Rp5.000.
Jadi jika menggunakan metode LIFO diperoleh laba Rp35.500.
METODE AVERAGE
Masih menggunakan hasil persediaan pada metode FIFO sebesar 5 Unit Karena
Metode yang digunakan Average maka harga yang digunakan adalah harga rata-rata.
B. Koreksi Positif
Koreksi Positif dilakukan untuk menambah laba secara fiscal akan bertambah , antara
lain koreksi tersebut adalah :
1. Beban-beban atau pengeluaran yang tidak diakui oleh fiskal.
2. Penyusutan komersial yang berbeda dengan penyusutan fiskal.
3. Amortisasi komersil yang berbeda dengan penyusutan fiskal.
4. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
5. Penyesuaian fiskal positif lainnya.
C. Koreksi Negatif
Koreksi negatif adalah suatu koreksi dimana koreksi ini akan menyebabkan laba fiscal
akan menjadi menurun atau berkurang. Sebaliknya, tujuan dari koreksi fiskal negatif adalah
mengurangi laba komersial atau laba PhKP. Hal ini disebabkan oleh pendapatan komersial
yang lebih tinggi daripada pendapatan fiskal dan biaya-biaya komersial yang lebih kecil
daripada biaya-biaya fiskal.
Koreksi Negatif yaitu koreksi-koreksi untuk mengurangi Laba komersial sehingga
laba fiscal akan lebih kecil, koreksi tersebut antara lain :
1. Penghasilan yang dikenakan PPh final.
2. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
3. Penyesuaian fiskal negatif lainnya.
4. Untuk akun perkiraan yang telah dan sesuai dengan ketentuan Perpajakan tidak perlu
lagi dilakukan koreksi.
REKONSILIASI FISKAL
Format I
Format II
Rekonsiliasi Fiskal
Menurut Menurut
Uraian
Akuntansi Beda Semetara Beda Tetap Fiskal
Penjualan
HPP
Laba Bruto
Biaya Operational
Biaya -Biaya
Total Biaya Operational
Laba Bersih
L/K KOMERSIAL & FISKAL
A. PENGERTIAN PPN
PPN merupakan pajak yang dikenakan atas barang kena pajak (BKP) atau jasa kena
pajak (JKP) di dalam daerah PABEAN.
UNSUR-UNSUR PPN
1. Subjek yang melakukan penyerahan BKP atau JKP adalah pengusaha kena pajak
(PKP).
2. Objek pengenaan PPN adalah kegiatan penyerahan (konsumsi) BKP/JKP.
3. Wilayah pengenaan PPN adalah di dalam daerah PABEAN.
4. Dasar pengenaan pajak adalah dasar bagi penghitungan tarif pajak pertambahan nilai.
B. Karakteristik PPN
1) Pajak objektif
2) Mekanisme pengkreditan
Setiap akhir masa pajak, pengusaha kena pajak akan melaporkan SPT masa PPN
yang merupakan tempat untuk membandingkan pajak keluaran dengan pajak masukan. Pajak
masukan menimbulkan aliran uang keluar (cash out flow) sedangkan pajak keluaran
menimbulkan aliran uang masuk (cash in flow), pajak masukan merupakan uang muka pajak,
sedangkan pajak keluaran merupakan utang pajak. Saldo keduanya akan saling
diseimbangkan (offset) didalam SPT masa PPN setelah masa pajak berakhir perbandingan
antara pajak masukan dan pajak keluaran akan menghasilkan tiga kemungkinan, yaitu:
C. Objek PPN.
1) Penyerahan barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak di dalam daerah
pabean menjadi terutang apabila:
a. Barang kena pajak tersebut merupakan barang dagangan termasuk
turunannya, baik berupa produk sampingan maupun barang sisa yang laku dijual.
Contoh: pabrik busana memiliki produk laku dijual yang terdiri dari:
1) Produk utama berupa busana
2) Produk sampingan berupa sapu tangan
3) Barang sisa berupa kain perca (potongan-potongan kain)
4) Barang sisa kemasan bekas pembungkus kain
PPN adalah pajak objektif dimana kondisi objeknya merupakan pertimbangan utama
untuk menggunakan jenis pajak ini, yakni apakah barang yang diserahkan adalah barang yang
dikenakan pajak atau barang yang tidak kena pajak.
Penentuan jenis barang yang tidak kena pph ini diatur dalam UU PPN Pasal 4A Ayat
1 dan Ayat 2. UU ini mengatur kelompok jenis barangnya sendiri diatur dalam peraturan
pemerintah. Jenis barangnya sendiri diatur dalam peraturan pemerintahan diataranya, yaitu:
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya.
b. Barang kebutuhan yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di trmpat maupun
tidak, temasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
ketring.
d. Uang, emas batangan, dan surat berharga.
UU No.42 Tahun 2009 Pasal 4A mengatur mengenai kelompok dan jenis barang
yang tidak dikenakan PPN diantaranya, yaitu:
Huruf a
Barang hasil pertambangan atau hasil pegeboran yang diambil langsung dari
sumbernya meliputi:
1) Minyak mentah (crude oil).
2) Gas bumi, tidak temasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh
masyarakat.
3) Asbes, batu tulis, batu setegah permata, batu kapur, batu apung, batu permata,
betonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit, endesit, gips,
kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oke, pasir, dan kerikil,
pasir kuarsa, pelrit, fosfat, (phosfat), talk, tanah serap, (fullers earth), tanah diatome,
tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit.
4) Panas Bumi.
5) Batubara sebelum diproses mejadi briket batubara dan
6) Biji besi, biji timah, biji emas, biji tembaga, biji nikel, biji perak, serta biji bauksit.
Huruf b
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyakmeliputi:
1) Beras
2) Gabah
3) Jagung
4) Sagu
5) Kedelai
6) Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.
7) Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah tetapi telah melalui proses disembelih,
dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami,
dikapuri, diasamkan., diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus.
8) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau
dikemas.
9) Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui prses didinginkan maupun dipanaskan,
tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak
dikemas.
10) Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melaui proses
dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris di-grading, dan/atau dikemas.
11) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci,ditiriska, dan/atau disimpan
pada suhu redah, temasuk sayuran segar yang dicacah.
Huruf c
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pegenaan pajak berganda karena
sudah merupakan objek pengenaan Pajak Daerah.
E. TARIF PAJAK
F. FAKTUR PAJAK
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP), yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP).
Artinya, ketika PKP menjual suatu barang atau jasa kena pajak, ia harus menerbitkan faktur
pajak sebagai tanda bukti dirinya telah memungut pajak dari orang yang telah membeli
barang/jasa kena pajak tersebut. Perlu diingat bahwa barang/jasa kena pajak yang
diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain harga pokoknya.
G. Perhitungan Pajak
1. Pak Agus seorang PKP menjual tunai BKP dengan harga jual Rp. 50.000.000
2. Pak Umar seorang PKP menjual BKP dengan harga Rp. 30.000.000 (termasuk PPN
10%). Hitunglah berapa PPN yang terutang.
3. Sepanjang bulan Agustus 2016 PT. Utama mempunyai data sebagai berikut:
a. Membeli bahan baku Rp. 150.000.000
b. Membeli bahan penolong Rp. 120.000.000
c. Menjual produknya Rp. 200.000.000
Hitunglah berapa PPN yang kurang / lebih bayar?
Jawaban :
1. Harga jual Rp. 50.000.00
PPN Terutang = Rp. 50.000.000 x 10%
= Rp. 5.000.000
2. Harga jual BKP Rp. 30.000.000
PPh Terutang = Rp. 30.000.000 x 10% = Rp. 3.000.000
Harga barang = Rp. 30.000.000 x 100 110 = Rp. 27.272.727
PPN Terutang = 10% x Rp. 27.272.727 = Rp.27.272.727
30.000.000
3. Membeli bahan baku Rp. 150.000.000
PPN Masukan = Rp. 150.000.000 x 10% = Rp. 15.000.000
Membeli bahan penolong = Rp. 120.000.000
PPN Masukan = Rp. 120.000.000 x 10% = Rp. 12.000.00
PPN Keluaran
= Rp. 200.000.000 x 10%
= Rp. 20.000.000
PPN Masukan > PPN Keluaran
Rp. 27.000.000 – Rp 20.000.000 = Rp. 7.000.000 (lebih bayar)
H. AKUNTANSI PPN
Yaitu akuntansi yang kegiatannya dapat memberikan informasi yang diperlukan dan
rangka pemenuhan kewajiban penyelenggaraan pembukuan dan memberikan informasi bagi
perusahaan untuk dapat menghitung dan melaporkan PPN yang terutang.
1. PEMBELIAN
Berikut ini adalah contoh transaksi-transaksi PPN-nya.
Contoh Transaksi:
1) PT. Dinamika membeli barang dagang untuk persediaan pada tanggal 7 Agustus 2010
seharga Rp. 60.000.000 dari PT. Kita Maju secara kredit. Jurnal untuk mencatat
transaksi tersebut adalah:
Sistem Periodik
Pembelian Rp 60.000.000,00
PPN Masukan Rp 6.000.000,00
Utang Usaha Rp 66.000.000,00
Sistem Perpetual
Persediaan Rp 60.000.000,00
PPN Masukan Rp 6.000.000,00
Utang Usaha Rp 66.000.000,00
Contoh Transaksi:
2) Pada Tanggal 1 Agustus 2010 PT. Dinamika membeli aktiva berupa mesin photocopy
dari PT. Selaras utama dengan harga sebesar Rp. 30.000.000. Jurnal untuk mencatat
transaksi tersebut adalah:
Aktiva Tetap (mesin Photocopy) Rp 30.000.000,00
PPN Masukan Rp 3.000.000,00
Kas Rp 33.000.000,00
(PPN tersebut tidak dapat dikreditkan sehingga harus dibebankan pada pendapatan
pada periode yang bersangkutan).
Masa manfaat dari barang tersebut lebih dari 1 tahun maka PPN-nya merupakan biaya
(cost) dari barang tersebut dan PPN-nya tidak dapat dikreditkan.
2. PENJUALAN
a. Penjualan Biasa
Selama bulan Mei 2010 PT. Dinamika menjual barang dagangan sebanyak Rp.
100.000.000 dengan HPP 80% dari harga jual. Semua penjualan dilakukan secara kredit.
Jurnal untuk mencatat transaksi diatas adalah:
Sistem Periodik
Sistem Perpetual
b. Retur Penjualan
Pada tanggal 10 Mei 2010 PT. Dinamika menerima retur barang dagang dari pembeli
yaitu senilai Rp. 10.000.000. Jumlah ini belum termasuk PPN. HPP sebesar 80% dari
penjualan retur tersebut tidak diganti dengan barang dagangan yang lain Jurnal untuk
mencatat transaksi diatas adalah:
Sistem Periodik
Sistem Perpetual
Kas Rp 16.500.000,00
Uang Muka Penjualan Rp 15.000.000,00
PPN Keluaran Rp 1.500.000,00
Kas Rp 16.500.000,00
Uang Muka Penjualan Rp 15.000.000,00
Penjualan Rp 30.000.000,00
PPN Keluaran Rp 1.500.000,00
d. Penjualan Cicilan
Pada tanggal 20 Mei 2010 PT. Dinamika menjual barang dagangan sebesar Rp.
100.000.000 kepada PT. Bulan Bintang. PT. Bulan Bintang membayar dengan cicilan sebesar
20% perbulan selama 5 tahun dan dibayar setiap tanggal 20. Jurnal untuk mencatat transaksi
diatas adalah:
Kas Rp 22.000.000,00
Piutang Dagang Rp 22.000.000,00
Catatan:
Setiap penerimaan cicilan, PPN terutang sudah sudah tidak dicatat karena PPN
terutang sudah terjadi dan dicatat pada saat penyerahan barang.