Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT SERTA UPAYA


DA’I DALAM PEMBINAAN AKHLAK NARAPIDANA LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KLAS II.A JAMBI

A. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Pembinaan Akhlak


Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi

Hak asasi bidang keagamaan dalam bentuk permbimbingan akhlak bagi


narapidana sesuai dengan agama dan kepercayaan asing-masing, karena
pembimbingan akhlak merupakan hak dari setiap narapidana dan harus didapatkan
dalam menjalani proses pembimbingan di setiap Lembaga Pemasyarakatan.
Pelaksanaan ibadah bagi narapidana haruslah dilaksanakan sebagaimana
semestinya, oleh karena itu wajib bagi pihak Lembaga Pemasyarakatan untuk
berupaya membina akhlak narapidana yang sedang dalam proses pembinaan.
Akhlak sangatlah urgen bagi umat manusia di dunia. Urgensi akhlak ini
tidak saja dirasakan oleh manusia dalam kehidupan perseorangan, tetapi juga
dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, bahkan juga dirasakan dalam
kehidupan berbangsa atau bernegara. Dengan demikian, jika akhlak telah lenyap
dari diri masing-masing manusia, kehidupan ini akan kacau balau, masyarakat
menjadi berantakan.
Melaksanakan kegiatan dakwah sudah dipastikan mengalami beberapa
faktor yang menjadi penghambat maupun pendukung dalam kegiatan tersebut.
Terlebih jika melaksanakan kegiatan dakwah didalah Lembaga Pemasyarakatan
yang notabene memiliki latar belakang mad’u yang berbeda-beda. Mulai dari
perbedaan latar belakang pendidikan sampai dengan perbedaan latar belakang
kasus-kasus yang dilakukan.
Menyadari akan tidak mudahnya suatu pembinaan akhlak narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan, maka dari itu pembinaan tersebut dilakukan secara
bertahap dan membutuhkan suatu proses serta dukungan yang lebih dari beberapa

60
61

faktor yang dapat membantu. Hal-hal yang menjadi dapat memperlancar kegiatan
pembinaan akhlak disebut dengan faktor pendukung, sedangkan hal yang dapat
mempersulit kegiatan pembinaan akhlak disebut juga faktor penghambat.
Kemudian dari hasil penelitian, peneliti menghimpun yang hal-hal yang
menjadi faktor pendukung dan penghambat kegiatan pembinaan akhlak
narapidana di Lembaga Kemasyarakatan Klas II.A Jambi diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Faktor pendukung dalam pembinaan akhlak warga binaan Lembaga
Pemasyarakatan Klas II.A Jambi
Faktor pendukung adalah semua faktor yang sifatnya turut mendorong,
menyokong, melancarkan, menunjang, membantu, mempercepat terjadinya
sesuatu. Dalam hal ini, faktor pendukung tersebut berfungsi sebagai faktor yang
menunjang keberhasilan pembinaan akhlak narapidana di Lembaga
Kemasyarakatan Klas II.A Jambi.
Keberhasilan pembinaan akhlak warga binaan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II.A Jambi tak terlepas dari beberapa faktor pendukung
yang menunjang kegiatan dakwah tersebut.
a. Tingginya antusias dari warga binaan
Tingginya antusiasme menjadi salah satu faktor yang krusial dalam
pembinaan akhlak narapidana. Seperti yang disebutkan oleh bapak Emanuel
Harafea selaku kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi.
“Tingginya antusias para warga binaan sangat mempengaruhi
keberhasilan dakwah dalam pembinaan akhlak. Hal ini dibuktikan terlihat
dari semangat para warga binaan dalam melaksanakan kegiatan yang
telah kami berikan, khususnya kegiatan kerohanian.”1
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dicermati bahwa faktor
internal dari narapidana itu sendiri menjadi faktor yang paling utama dalam
keberhasilan pembinaan akhlak di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi.
Hal ini dikarenakan niat yang kuat untuk berubah dan bertaubat merupakan hal

1
Hasil wawancara bapak Emanuel Harafea selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas
II.A Jambi, pada tanggal 7 september 2021
62

yang sangat dibutuhkan oleh seseorang yang ingin membuka lembaran baru
dalam hidupnya.
Keinginan narapidana yang kuat, menjadi dorongan tersendiri bagi para
pendakwah untuk semangat dalam membina akhlak narapidana menjadi lebih
baik. Selain itu, antusiasme yang tinggi menjadikan warga binaan tersebut ikut
berperan dalam pembinaan akhlak, seperti mengajak rekan-rekan yang lain
untuk ikut dalam pembinaan akhlak sehingga para pendakwah merasa terbantu
dengan narapidana yang memiliki antusiasme yang tinggi dalam membina
akhlak narapidana di Lembaga Kemasyarakatan Klas II.A Jambi.
b. Sarana dan prasarana yang cukup memadai
Adanya sarana dan prasarana yang cukup memadai menjadi faktor yang
tidak bisa dilupakan dalam keberhasilan pembinaan akhlak narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi. Selain faktor dari para warga
binaan sendiri, Ilham selaku warga binaan menambahkan bahwa sarana dan
prasarana yang diberikan oleh pihak LAPAS sudah cukup membantu dalam
perbaikan akhlak.
“Sarana dan prasarana terhadap keperluan kerohanian sangat lengkap,
sehingga warga binaan dapat belajar dengan khusyuk.”2

Dari hasil wawancara tersebut dapat dicermati bahwa sarana dan


prasarana yang ada dinilai sudah cukup, meskipun masih kurang dalam hal
kapasitas. Seperti adanya masjid yang digunakan untuk tempat ibadah
narapidana yang beragama islam. Selain digunakan untuk beribadah, masjid
tersebut juga digunakan untuk kegiatan belajar mengajar serta kegiatan
pembinaan akhlak narapidana.
c. Koordinasi yang solid antara pegawai LAPAS dan warga binaan
Setiap unsur yang ikut serta dalam pembinaan akhlak, haruslah solid dan
kompak, serta harus saling mengerti mengenai tugas pokok dan fungsinya
dalam melaksanakan masing-masing posisi. Kekompakan itu dilakukan demi
mencapai suatu tujuan yang sama, yaitu demi tercapainya pembinaan akhlak

2
Hasil wawancara bapak Ilham, salah satu warga binaan yang menjadi Da’i, tanggal 7
september 2021
63

narapidana sesuai dengan apa yang harapkan. Oleh karena itu, bapak Ilham
menjelaskan kekompakan yang terjadi disetiap unsur Lembaga
Pemasyarakatan termasuk kekompakan antara warga binaan dengan pegawai
yang bertugas sebagai berikut.
“Selain itu, pegawai LAPAS disini juga sangat membantu dalam
perbaikan akhlak warga binaan, koordinasi yang solid antara kami
(warga binaan) dengan pegawai menjadi salah satu faktor yang sangat
penting.”3

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dicermati bahwa koordinasi


yang solid menjadi kunci suksesnya pembinaan akhlak narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II. A Jambi. Solidnya koordinasi disemua unsur yang
terjadi, memperlancar proses pembinaan akhlak narapidana. Dimulai dari pihak
atasan yang mendukung setiap kegiatan, sampai dengan warga binaan yang
senantiasa ikut mengikuti kegiatan pembinaan tersebut, sehingga terciptalah
keharmonisan dengan satu tujuan yang sama yaitu demi menjadikan
narapidana menjadi manusia yang lebih baik lagi ketika sudah melaksanakan
pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II. A Jambi.
d. Dukungan penuh dari pihak LAPAS
Dukungan dari pimpinan Lembaga Pemasyarakatan juga menjadi faktor
yang sangat penting. Karena setiap program yang berjalan di suatu Lembaga
Pemasyarakatan haruslah memiliki persetujuan dari Kepala Lembaga
Pemasyarakatan.
Setiap kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan selalu didukung
penuh oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan. Seperti menyediakan sarana dan
prasarana demi menunjang suksesnya pembinaan akhlak narapidana, maupun
dukungan moral yang menjadi motivasi narapidana untuk menjadi manusia
yang lebih baik lagi. Seperti yang dijelaskan oleh Hasil bapak Ilham, salah satu
warga binaan yang menjadi Da’I sebagai berikut.

3
Hasil wawancara bapak Ilham, salah satu warga binaan yang menjadi Da’i, tanggal 7
september 2021
64

“Selanjutnya setiap kegiatan kerohanian disini selalu didukung oleh


pihak LAPAS sehingga warga binaan maupun pegawai LAPAS disini
menjalankan kegiatan dengan sepenuh hati.”4

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dicermati bahwa dukungan


materi dan immateri selalu diberikan terhadap semua kegiatan yang
berhubungan dengan agama, serta dukungan penuh dalam pembinaan akhlak
narapidana ddi Lembaga Kemasyarakatan Klas II.A Jambi.
e. Fasilitas wali asuh untuk warga binaan
Konseling merupakan proses bimbingan yang dilakukan oleh seorang
konselor dan klien (orang yang meminta bimbingan), tujuannya untuk
membantu mengarahkan solusi dari problematika yang dihadapi klien. Juga
membantu klien mengenal pribadinya lebih dalam dan mengetahui potensi-
potensi yang selama ini terpendam dan tidak disadari, untuk dieksplor menjadi
kelebihan yang baru dalam dan patut untuk disyukuri.5
Dalam hal ini, bimbingan konseling yang disediakan oleh pihak Lembaga
Pemasyarakatan diberikan melalui adanya wali asuh untuk membimbing psikis
narapidana serta memotivasi mereka dalam hal yang positif. Dengan adanya
bimbingan konseling juga bisa menjadi salah satu cara yang efektif dalam
pembimbingan akhlak narapidana tersebut.
Memberikan wali asuh juga menjadi faktor yang sangat penting dalam
perbaikan akhlak. Wali asuh adalah beberapa pengurus yang bertugas dalam
pembinaan spiritual dan emosional narapidana. Untuk pembinaan emosional
narapidana adalah mengayomi dan membina dalam pembentukkan karakter
narapidana serta menjadi konselor bagi narapidana yang kurang disiplin dalam
mentaati peraturan Lembaga Pemasyarakatan.
Adanya wali asuh diharapkan dapat meningkatkan efektifitas kegiatan dan
memudahkan pemantauan psikis narapidana secara perorangan. Selain itu, wali
asuh menjadi sesuatu yang penting dalam praktek pembinaan akhlak
narapidana krena wali asuh berperan urgen dalam kegiatan pembinaan serta
4
Hasil wawancara bapak Ilham, salah satu warga binaan yang menjadi Da’i, tanggal 7
september 2021
5
Hamdani Bakrana Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Fajar
Pustaka. 2002), 189.
65

mendidik narapidana sebagaimana orang tua kepada anaknya atau secara garis
besar wali asuh adalah pengganti orang tua sementara selama narapidana dalam
masa pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.
Lebih lanjut, Ilham menambahkan adanya wali asuh yang diberikan oleh
pihak LAPAS menjadikan warga binaan menjadi lebih nyaman dalam
melaksankan kegiatan-kegiatan yang sudah terjadwal.
“Kami semua (warga binaan) diberikan wali asuh oleh pihak LAPAS
agar kami dapat menceritakan keluh kesah kami sehingga kami (warga
binaan) menjadi nyaman dengan kegiatan yang sudah dijadwalkan.”6

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dicermati bahwa adanya wali


asuh dangat bermanfaat bagi pembinaan akhlak narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II.A Jambi. Adanya wali asuh menjadi solusi yang efektif
dalam pembinaan akhlak narapidana dalam menanggulangi problematika yang
dihadapi beberapa narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
f. Memberikan jadwal kegiatan yang padat
Kegiatan yang dijadwalkan oleh Lembaga Pemasyarkatan membuat
narapidana menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan yang telah diberikan.
Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang bersifat positif. Adapun kegiatan
tersebut terdiri dari kegiatan kerohanian, kegiatan jasmani dan olahraga,
kegiatan kesenian dan perpustakaan, kegiatan kepramukaan, serta kegiatan
pembinaan kemandirian, pelatihan dan keterampilan.
Padatnya jadwal kegiatan yang diberikan, juga dapat menjadi faktor
pendukung keberhasilan pembinaan akhlak warga binaan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II.A Jambi. Seperti yang disebutkan Bapak Sudarto
selaku Ketua Bagian Tata Usaha Lembaga Pemasyarakatan Jambi.

“Kami menjadwalkan kegiatan kerohanian yang cukup padat, sehingga


warga binaan terus menerus melaksanakan kegiatan tersebut setiap hari.
Hal ini kami lakukan agar pembinaan kerohanian dapat berjalan sesuai
dengan harapan kami.”7

6
Hasil wawancara bapak ilham, salah satu warga binaan yang menjadi Da’i, tanggal 7
september 2021
7
Wawancara dengan Bapak Sudarto selaku KASUBAG Tata Usaha LAPAS Jambi,
tanggal 7 september 2021
66

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dicermati bahwa kegiatan-


kegiatan positif dapat menunjang pembinaan akhlak narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II.A Jambi. Hal ini dikarenakan narapidana disibukkan
dengan hal-hal positif yang dilakukan secara berulang-ulang setiap harinya.
Sehingga dengan dijadwalkannya kegiatan positif diharapkan menjadi
kebiasaan yang dapat dilakukan narapidana sampai dengan selesai masa
pembinaan dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan
masyarakat luas.

2. Faktor penghambat dalam pembinaan akhlak warga binaan Lembaga


Pemasyarakatan Klas II.A Jambi
Setelah penulis melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Klas
II.A Jambi, maka penulis menghimpun faktor-faktor yang menjadi penghambat
dalam melaksanakan pembinaan akhlak warga binaan di LAPAS. Faktor tersebut
antara lain sebagai berikut :
a. Perbedaan tingkat pendidikan warga binaan
Perbedaan tingkat pendidikan menjadi salah satu tantangan dalam
melakukan dakwah, karena pendidikan yang minim (pendidikan formal
maupun non-formal) dari warga binaan sehingga tidak mampu
mengembangkan potensi yang ada pada diri warga binaan.
Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi, banyak sekali perbedaan
pendidikan dari para warga binaan. Ada yang lulusan sekolah dasar, sampai
dengan sarjana universitas islam. Ini menjadikan tantangan bagi para Da’i
dalam mencari metode dakwah yang tepat sehingga dapat diterima dengan baik
antara warga binaan yang hanya lulusan sekolah dasar dengan warga binaan
yang lulusan sarjana universitas islam. Seperti yang disebutkan oleh Ilham,
salah satu warga binaan yang ikut berperan penting dalam perbaikan akhlak
warga binaan.
“Jadi kami (warga binaan) tidak ada yang sama, perbedaan tingkat
pendidikan dari warga binaan sangat berpengaruh dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar. Karena daya tangkap dari warga binaan sudah
pasti berbeda pula, kita tidak bisa membandingkan warga binaan yang
67

hanya tamat sekolah dasar dengan warga binaan yang sarjana universitas
islam. Oleh karena itu, perbedaan ini juga bisa disebut faktor penghambat
dari pelaksanaan kegiatan dakwah di LAPAS ini.”8
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dipahami bahwa perbedaan
tingkat pendidikan dari objek dakwah (narapidana) berpengaruh dalam proses
kegiatan pembinaan akhlak. Karena dari perbedaan tingkat pendidikan, juga
mempengaruhi metode dakwah yang digunakan oleh da’i dalam melaksanakan
kegiatan pembimbingan akhlak narapidana.
Metode dakwah yang digunakan oleh seorang da’i dalam membimbing
akhlak narapidana yang berlatar belakang pendidikan sarjana tentunya tidak
dapat diterapkan kepada narapidana yang berlatar belakang pendidikan sekolah
dasar. Hal ini menjadi hambatan tersendiri bagi para pendakwah dalam
melaksanakan tugasnya.
b. Perbedaan tingkat pengetahuan agama
Sama halnya dengan perbedaan latar belakang pendidikan. Perbedaan
pengetahuan agama juga menjadi faktor pengahambat yang ditemukan para
Da’i dalam memperbaiki akhlak warga binaan di Lembaga Pemasyarkatan
Klas II.A Jambi. Karena banyak warga binaan yang belum bisa membaca Al-
Qur’an sehingga membuat kegiatan belajar mengajar mengulang dari awal
yaitu dari mengajarkan bagaimana membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar.
Perbedaan pengetahuan agama dari narapidana membuat para da’i
menggunakan metode pembelajaran yang berbeda pula. Beberapa narapidana
memulai ajaran agama dari dasar, ada juga narapidana yang sudah memahami
dasar keagamaan. Sehingga proses pembelajaran agama haruslah bervariasi
agar ilmu yang diberikan diterima secara merata dan dapat diterapkan oleh
setiap narapidana secara utuh.

c. Faktor lingkungan keluarga warga binaan


Dalam hal ini keluarga paling banyak berperan di dalam pembentukan
karakter seseorang (bisa baik dan bisa juga buruk). Karena keluarga adalah

8
Hasil wawancara bapak Ilham, salah satu warga binaan yang menjadi Da’i, tanggal 7
september 2021
68

lingkungan yang pertama sekali dikenal seseorang sejak orang tersebut


dilahirkan. Baik atau buruk seseorang tergantung pada orang-tua (ibu dan
ayah) membentuk karakter dari seseorang atau anaknya kejalan yang baik dan
diinginkan setiap orang. Jika seorang ayah atau ibu memperlakukan seorang
anak dengan perlakuan yang buruk atau kasar, maka perlakuan dari ibu atau
ayah tersebut pasti membekas diusia dewasa dan tuanya. Hal inilah sebagai
salah satu faktor pemicu terjadinya tindak kejahatan atau tindak pidana.
d. Faktor lingkungan tempat tinggal warga binaan
Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya kejahatan atau tindak
pidana maksudnya bahwa lingkungan tempat tinggal tersebut dapat membawa
pengaruh besar terhadap tingkah-laku seseorang dalam kehidupan
sehariharinya. Sebagai contoh, karena sering melihat orang yang mempunyai
kehidupan yang berlebihan atau kaya yang dapat memiliki sesuatu dengan cara
yang mudah, maka ada kecendrungan atau keinginan untuk melakukan hal
yang sama tanpa melalui kerja keras seperti mencuri, merapok, menipu, berjudi
dan sebagainya. Pada hal si kaya tersebut bisa memiliki segalanya bukan tanpa
kerja keras atau datang dengan sendirinya, tetapi harus dengan kerja keras baru
bisa terwujud. Dalam hal tersebut bisa juga dikatakan bahwa, lingkungan
tempat tinggal yang dominan orang-orangnya berprilaku jahat, maka perbuatan
tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi seseorang. Namun jika kesemua
hal yang buruk dari lingkungan tersebut dapat dibentengi dengan pendidikan
agama dan pendidikan di lingkungan keluarga yang baik dan disiplin.9
e. Faktor kurangnya jumlah pembimbing di LAPAS
Unsur tenaga pengajar merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam pelaksanaan proses pembinaan akhlak narapidana. Proses
pembimbingan akhlak warga binaan yang dilaksanakan tidak dapat berhasil
dengan baik tanpa didukung oleh da’i dan pembimbing yang memadai, baik
dan segi kualitas maupun kuantitas. Menurut bapak Amin selaku pegawai
LAPAS bagian kerohanian agama Islam, mengatakan bahwa :

9
Hasil wawancara bapak Amin, selaku pegawai LAPAS bagian kerohanian agama Islam,
tanggal 7 September 2021
69

“jumlah tenaga pengajar yang membimbing akhlak warga binaan dirasa


kurang sebanding dengan jumlah warga binaan, juga menjadi salah satu
kendala dalam proses pembinaan akhlak.”10

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disumpulkan bahwa jumlah


tenaga pengajar menjadi salah satu faktor yang penting dalam pembinaan
akhlak. Karena jumlah tenaga pengajar tidak sebanding dengan jumlah warga
binaan yang ada, membuat tenaga pengajar atau da’i tersebut bekerja lebih
keras dalam membina akhlak narapidana.
Selain itu, bapak Sudarto selaku KASUBAG Tata Usaha LAPAS
menambahkan tentang tenaga pengajar yang ada di Lembaga Pemasyarakatan
Klas II.A Jambi sebagai berikut :
“Sebelum pandemi covid-19 berlangsung, kami bekerjasama dengan
ustadz-ustadz dan tuan-tuan guru dari luar LAPAS. seperti bapak Taher,
mantan Kanwil Kemenag Jambi. Beliau ikut andil dalam memperbaiki
akhlak warga binaan disini.”11

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dipahami bahwa sebelum


masa pandemic Covid-19, Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi
bekerjasama dengan pihak lain dalam pembinaan akhlak narapidana, seperti
mantan Kanwil Kemenag Jambi yang ikut andil dalam pembinaan akhlak
narapidana, dan juga masih banyak lagi tenaga pengajar dari luar Lembaga
Pemasyarakatan yang ikut serta dalam pembinaan akhlak narapidana. Namun,
setelah terjadinya pandemi Covid-19 kerjasama pihak Lembaga
Pemasyarakatan dengan pihak luar diberhentikan demi menjaga keamanan
warga binaan dari persebaran virus Covid-19.

f. Sarana dan prasarana yang masih kurang


Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang memegang
peranan dan tidak dapat diabaikan dalam melaksanakan proses pembimbingan

10
Hasil wawancara bapak Amin, selaku pegawai LAPAS bagian kerohanian agama
Islam, tanggal 7 September 2021
11
Wawancara dengan Bapak Sudarto selaku KASUBAG Tata Usaha LAPAS Jambi,
tanggal 7 september 2021
70

akhlak narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Sarana dan prasaran yang


masih kurang tidak saja menghabat jalannya pelaksana proses pembimbingan
akhlak tersebut, tetapi akibatnya juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan dan efektifitasnya. Seperti yang disebutkan oleh bapak Sudarto
selaku KASUBAG Tata Usaha di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi
sebagai berikut.
“Kurangnya sarana dan prasarana contohnya kami mempunyai masjid
yang kapasitasnya hanya untuk 400 orang namun warga binaan disini
lebih dari 1000 orang.”12

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dicermati bahwa jumlah warga


binaan dan jumlah kapasitas masjid berbanding jauh, dimana hampir setiap
kegiatan pembinaan akhlak narapidana dilakukan di masjid. Sehingga dapat
dipastikan kegiatan pembinaan akhlak tersebut menjadi kurang optimal karena
kurangnya sarana dan prasarana pembinaan.
Selain sarana yang kurang memadai, prasarana yang digunakan dalam
pembimbingan akhlak narapidana juga kurang memadai. Prasarana merupakan
penunjang utama terselenggaranya proses pembinaan.
Kebutuhan bahan ajar seperti buku, sangatlah penting dalam kegiatan
pembinaan akhlak narapidana. Mengingat banyaknya jumlah warga binaan
yang membutuhkan pembimbingan, tentunya bahan ajar yang digunakan juga
membutuhkan jumlah yang besar sesuai dengan jumlah warga binaan yang ada.
Agar warga binaan bisa mendapatkan pembimbingan yang sesuai dengan
kebutuhan mereka. Sehingga adanya bahan ajar yang cukup, menjadi salah satu
faktor penting dalam menunjang pembinaan akhlak narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II. A Jambi.
Bahan ajar seperti buku, kitab-kitab fiqih, dan lain sebagainya yang dapat
menunjang pembinaan sangat dibutuhkan. Namun, ketersediaan bahan ajar
tersebut dirasa kurang memadai di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi.

12
Wawancara dengan Bapak Sudarto selaku KASUBAG Tata Usaha LAPAS Jambi,
tanggal 7 september 2021
71

hal ini lebih lanjut disampaikan oleh bapak Sudarto selaku KASUBAG Tata
Usaha Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi sebagai berikut :
“Sebenarnya kami sudah mempunyai buku-buku bahan ajar, akan tetapi
buku-buku tersebut belum mencukupi kebutuhan belajar dari warga
binaan disini.”13

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dicermati bahwa pihak


Lembaga Pemasyarakatan telah menyediakan bahan ajar yaitu buku-buku serta
kitab-kitab yang digunakan untuk menunjang kegiatan pembinaan akhlak bagi
narapidana. Namun, jumlah narapidana yang overkapasitas membuat bahan
ajar tersebut dirasa kurang untuk menunjang pembinaan akhlak tersebut.

g. Over kapasitas sehingga proses pengajaran kurang optimal


Over kapasitas menjadi problematika umum yang dialami oleh hamper
seluruh Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia. Over kapasitas disebabkan
oleh tingginya jumlah narapidana yang masuk dan tidak sebanding lurus
dengan kapasitas Lembaga Pemasyarakatan.
Kemudian dengan kondisi SDM petugas pemasyarakatan yang ada, maka
terlihat bahwa hal ini dapat berpengaruh serta memperlambat proses
pembinaan dari LAPAS tersebut termasuk memperlambat proses pembinaan
akhlak narapidana yang ada. Selain itu, permasalahan over kapasitas tentu
menjadi penyebab kurang optimalnya pengawasan serta perawatan yang
dilakukan oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan dan mengakibatkan tidak
tercapainya tujuan dari system pembinaan. Maka dijatuhkannya hukuman
pemidanaan kepada pelaku kejahatan, seharusnya tidak hanya dilihat sebagai
suatu balasan atas perbuatan jahat pelaku yang merugikan atau penjaraan
semata, namun ada suatu tujuan tertentu yaitu dalam pelaksanaan hukuman
pidana ketika dijatuhkan adalah untuk merehabilitasi perilakunya dan
menyatukan Kembali narapidana dengan masyarakat.14

13
Wawancara dengan Bapak Sudarto selaku KASUBAG Tata Usaha LAPAS Jambi,
tanggal 7 september 2021
14
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan dari Retribusi ke Reformasi, Prad
Pramita, (1986), hlm. 28.
72

Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi mengalami kelebihan daya


tamping yang tinggi, Lembaga Pemasyarakatan dulunya dibangun untuk
menampung 218 orang, pada tanggal 20 desember 2014 dihuni oleh 1016
orang, dengan demikian telah mengalami kelebihan kapasitas 466,06 % dan
pada tanggal 19 desember 2019 berjumlah 1349 orang.15 Dari hasil penelitian
tersebut, membuktikan bahwa jumlah narapidana yang berbanding jauh dengan
kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi.
Banyaknya warga binaan yang melibihi kapasitas LAPAS, sangat
berpengaruh dalam kegiatan pembinaan akhlak. Hal ini dapat mengakibatkan
kurangnya komunikasi dari pemuka agama terhadap warga binaan yang lain.
seperti yang disampaikan oleh bapak Sauqi selaku staff bagian Registrasi
Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi sebagai berikut :
“Pemuka agama pun juga tidak bisa menemui setiap warga binaan satu
persatu karena over kapasitas tadi. Oleh karena itu overkapasitas menjadi
salah satu faktor pernghambat yang paling utama disini.”16
Dari hasil wawancara diatas dapat dicermati bahwa pemuka agama yang
bertugas untuk membina akhlak narapidana terkendala oleh jumlah warga
binaan yang tidak sebanding dengan fasilitas yang ada. Karena itu para da’i
ataupun pegawai LAPAS diharuskan bekerja lebih keras dalam melaksanakan
pembinaan akhlak narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi.
Lebih lanjut lagi, akibat dari over kapasitas membuat tidak semua
narapidana dating ke masjid untuk melakukan kegiatan pembinaan akhlak,
dikarenakan kapasitas masjid tidak sebanding dengan banyaknya narapidana
yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi. seperti yang diucapkan
bapak Sauqi.

“Untuk komunikasi secara personal atu persatu warga binaan, sepertinya


itu hal yang mustahil. Karena sudah seharusnya warga binaan tersebut
datang ke masjid untuk belajar agama. Memang ada warga binaan yang
tidak hadir ke masjid untuk mengikuti kegiatan belajar, itu dikarenakan

15
Dokumentasi Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi, profil LAPAS Jambi, tanggal
7 sempember 2021
16
Wawancara dengan bapak Sauqi selaku salah satu pegawai bagian Registrasi LAPAS
Jambi, tanggal 7 september 2021
73

kapsaitas di masjid tidak cukup untuk menampung setiap warga binaan


yang ingin belajar tadi”17
B. Upaya-Upaya yang Dilakukan dalam Memperbaiki Akhlak Narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi

Upaya yang dilakukan baik dari pihak LAPAS maupun para Da’i yang
berdakwah di LAPAS dalam mencari jawaban sebagai salah satu bentuk tanggung
jawab dalam memperbaiki akhlak warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas
II. A Jambi agar para warga binaan dapat kembali diterima oleh masyrakat
sekitarnya dan memulai hidup yang lebih baik lagi.
Seperti yang disebutkan oleh Bapak Sudarto selaku KASUBAG Tata
Usaha Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi sebagai berikut.
“Harapan kami, warga binaan dapat berubah sikapnya setelah kami bina
disini (LAPAS Klas II.A Jambi) sehingga mereka dapat berbaur kembali
dengan masyarakat sekitar. Akan menjadi sebuah kebanggan yang besar
bagi kami apabila mantan narapidana tersebut benar-benar telah berubah
dan diterima dengan baik oleh masyarakat luas. Maka dari itu, sudah
menjadi kewajiban kami untuk memperbaiki akhlak para warga binaan
disini.”18
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dicermati bahwa perubahan
akhlak narapidana menjadi lebih baik lagi menjadi tujuan utama dalam proses
pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambiu, hal tersebut juga
menjadi suatu kebanggaan tersendiri terhadap pihak LAPAS apabila tujuan
tersebut dapat dicapai. Bukan hanya sebagai proses penghukuman semata,
melainkan untuk membentuk karakter narapidana menjadi lebih baik dan dapat
diterima kembali di lingkungan masyarakat luas.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaiki akhlak
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi yang sudah penulis
himpun adalah sebagai berikut :
a. Memperdayakan sumber daya manusia yang ada di LAPAS

17
Wawancara dengan bapak Sauqi selaku salah satu pegawai bagian Registrasi LAPAS
Jambi, tanggal 7 september 2021
18
Wawancara dengan Bapak Sudarto selaku KASUBAG Tata Usaha LAPAS Jambi,
tanggal 7 september 2021
74

Untuk mengatasi kurangnya tenaga pengajar, pihak LAPAS


memanfaatkan warga binaan yang memiliki latar belakang agama yang tinggi
dan warga binaan yang berasal dari universitas islam. Sehingga kegiatan
belajar mengajar untuk memperbaiki akhlak narapidana di Lembaga
Pemasyarkatan Klas II.A Jambi tetap berjalan dengan lancar. Seperti adanya
bapak Ilham selaku warga binaan terkait kasus tindak pidana korupsi yang
telah menjalani masa tahanan selama 3 tahun 4 bulan yang ikut berperan aktif
dalam memperbaiki akhlak warga binaan di Lembaga Pemasyarkatan Klas II.A
Jambi sebagai ustadz yang membina narapidana.
b. Memilih pemuka agama yang berlatar pendidikan pesantren atau memiliki
pemahaman agama yang luas
Seorang pemuka agama atau pendakwah haruslah memiliki pengetahuan
agama yang lebih luas jika dibandingkan dengan objek dakwahnya. Hal
tersebut sangat penting karena mengingat banyaknya permasalahan keagamaan
yang timbul dari masyarkat atau narapidana yang menjadi objek dakwahnya.
Kemampuan mengolah kata juga sangat dibutuhkan dalam berdakwah, agar isi
dakwah dapat sampai dengan utuh terhadap objek dakwahnya.
“Disini kalau pemuka agama itu dipilih karena Pendidikan sebelumnya
itu pesantren atau memang pemahaman agamanya lebih luas dari warga
binaan yang lainnya. Karena yang namanya dakwah itu pasti
menggunakan dali-dalil Al-Qur’an dan Hadits Nabi.”19

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dicermati bahwa warga binaan


yang memiliki pengetahuan lebih tentang agama, akan diamanahkan menjadi
tenaga pengajar di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi.

c. Menggunakan teori dakwah yang bersifat defensif


Untuk mengatasi perbedaan latar belakang dari warga binaan, para Da’i
dituntut untuk mempraktekkan teori dakwah yang bersifat defensif. Hal ini
diperlukan agar para warga binaan tidak merasa tertekan ataupun merasa

19
Wawancara dengan bapak Sauqi selaku salah satu pegawai bagian Registrasi LAPAS
Jambi, tanggal 7 september 2021
75

terpaksa. Karena pintu taubatnya seseorang berawal dari luluhnya hati


seseorang yang mau bertaubat dengan sungguh-sungguh.
“Kami menjalankan dakwah dengan defensif, karena kami tidak bisa
memaksakan siapa yang ingin bertaubat dan urusan hidayah taubatnya
seseorang itu Allah yang mengatur. Kita cukup mengajak dan
mengingatkan, selebihnya itu urusan Allah SWT.”20

Beradasarkan hasil wawancara diatas dapat dicermati bahwa dakwah


secara perlahan terbukti efektif dalam kegiatan pembinaan akhlak narapidana.
Seorang da’i wajib mengajak dan membimbing seseorang yang menjadi objek
dakwahnya. Ajakan dakwah secara lemah lembut dan perlahan menjadi kunci
suksesnya pembimbingan akhlak narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas
II.A Jambi. Tak lupa pula seorang da’i berdoa kepada Allah SWT agar
dibukakan pintu hidayah-Nya sehingga objek dakwah tersebut menerima serta
mengamalkan apa yang didakwahkan kepadanya. Kesabaran seorang da’i
sangat diuji dalam melaksanakan dakwah tersebut, mengingat yang menjadi
objek dakwahnya adalah narapidana yang telah melakukan kejahatan yang
berat sebelumnya.
d. Dakwah secara perlahan bagi warga binaan
Pelaksanaan pembinaan akhlak bagi narapidana dilakukan secara step by
step, karena hal pertama yang harus diketahui dan dipahami adalah masalah
akidah tauhid, yang menjadi dasar agama. Mengenal Tuhan, mengenal ajaran
Rasulullah, mengenal kitab suci, sampai dengan belajar mengamalkan perintah
Tuhan. Dakwah Tauhid sangat penting untuk ditekan bagi manusia yang ingin
bertaubat.
Pengajaran secara perlahan dapat membuat narapidana yang mengikuti
kegiatan pembimbingan akhlak tidak merasa terbebani oleh materi-materi
dakwah yang diberikan. Karena mereka diajarkan untuk mengenal dasar-dasar
agama terlebih dahulu. Setelah itu mereka akan diajarkan secara lanjut oleh
da’i yang bertugas untuk membina akhlak narapidana.

20
Hasil wawancara bapak Amin, selaku pegawai LAPAS bagian kerohanian agama
Islam, tanggal 7 September 2021
76

Pendekatan ini bertujuan agar tertanam rasa kepercayaan diri narapidana


bahwa penyuluhan agama Islam yang diberikan akan dapat membantu untuk
menyelesaikan segala persoalan yang dihadapinya.
e. Motivasi yang selalu diberikan kepada warga binaan
Memberikan motivasi keagamaan agar narapidana tergugah hatinya
adalah salah satu upaya yang dilakukan melalui da’i maupun wali asuh yang
diberikan kepada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
Motivasi untuk mengikuti kegiatan bimbingan kerohanian hendaknya
senantiasa diberikan. Hal itu akan sangat bermanfaat bagi diri narapidana
sendiri untuk bekal kembali bergabung bersama masyarakat setelah keluar dari
lembaga pemasyarakatan, dengan ditemukannya solusi dari segala hambatan
yang ada dan disertai adanya faktor penunjang tersebut maka pelaksanaan
metode perbaikan akhlak di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi akan
dapat berjalan lancar, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Warga
binaan akan mampu mengurangi tekanan batin maupun moral yang mereka
rasakan serta mempunyai akhlak yang baik sehingga mampu melakukan
kegitan sehari-hari.
f. Pendekatan secara personal oleh Pembina LAPAS
Pendekatan secara personal oleh Pembina LAPAS dilakukan agar proses
pembinaan akhlak narapidana berjalan dengan lancar serta terbagi dengan
merata.
“Untuk mengatasi warga binaan yang masih segan atau belum
menampakkan diri ke masjid, jadi kita melakukan pendekatan secara
personal oleh pegawai LAPAS dan pemuka agama yang ada. Jadi proses
pembinaan akhlak tersebar secara merata.”21

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dicermati bahwa pendekatan


secara personal juga digunakan dalam pembimbingan akhlak narapidana.
Pendekatan ini berbentuk bimbingan konseling bagi warga binaan agar mereka
mendapatkan kenyamanan dalam hal psikis serta mendapatkan kepusasan batin
dalam melaksnakan setiap kegiatan pembimbingan akhlak .

21
Wawancara dengan bapak Sauqi selaku salah satu pegawai bagian Registrasi LAPAS
Jambi, tanggal 7 september 2021
77

Kembali lagi kepada peran dari wali asuh yang berperan sebagai orang
tua narapidana ketika menjalani masa bimbingan di Lembaga Pemasyarakatan.
Memberikan saran serta motivasi tentang perubahan merupakan tugas utama
dari wali asuh sebagai bentuk upaya pendekatan secara personal di Lembaga
Pemasyarakatan.
Dari hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa banyak upaya yang
dilakukan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan baik itu staff kepegawaian
maupun upaya-upaya yang dilakukan oleh para Da’i dalam hal pembinaan akhlak
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi. Upaya tersebut
dilakukan demi perubahan sikap maupun kualitas dari warga binaan agar menjadi
manusia yang seutuhnya serta dapat diterima oleh masyarakat luas.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka penulis dapat menyimpulkan
hasil penelitian tersebut sebagai berikut :
1. Metode dakwah yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi
sejauh ini sudah sesuai dengan teori dakwah yang ada. Perpaduan antara tiga
metode dakwah, yaitu metode dakwah hikmah, mauizhaah hasanah, dan
mujadalah, terbukti berhasil dalam memperbaiki akhlak para warga binaan di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi. Hal ini dibuktikan dengan
tingginya antusias warga binaan dalam mengikuti setiap kegiatan yang ada.
2. Kendala dalam pembinaan aklak narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Klas II.A Jambi diantaranya : perbedaan tingkat pendidikan warga binaan,
perbedaan tingkat pengetahuan agama, faktor lingkungan keluarga warga
binaan, faktor lingkungan tempat tinggal warga binaan, faktor kurangnya
tenaga pengajar di LAPAS, dan kurangnya buku bahan ajar.
3. Keberhasilan dalam pembinaan akhlak di Lembaga Pemasyarakatan Klas II
A. Jambi, tentunya banyak upaya yang dilakukan oleh Da’i maupun dari
pihak LAPAS sendiri. Upaya tersebut diantaranya : memperdayakan sumber
daya manusia yang ada di LAPAS, menggunakan teori dakwah yang bersifat
defensif, dakwah secara perlahan bagi warga binaan, berbagai pendekatan
dilakukan, dan motivasi yang selalu diberikan kepada warga binaan.
B. Implikasi Penelitian
Adapun implikasi penulisan yang dapat penulis berikan untuk kegiatan
perbaikan akhlak narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi adalah
sebagai berikut :
1. Menambah jumlah Da’i yang ikut andil dalam perbaikan akhlak narapidana
di Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi.
2. Lembaga Pemasyarakatan Klas II.A Jambi saat ini sudah memiliki sarana dan
prasarana yang sudah memadai. Namun, banyaknya kapasitas warga binaan

78
79

yang lebih banyak daripada fasilitas yang ada, membuat sarana dan prasarana
terlihat kurang memadai. Oleh sebab itu, diharapkan pemerintah pusat untuk
menambah fasilitas-fasilitas yang ada di Lembaga Pemasyarakatan yang ada
di seluruh wilayah Republik Indonesia pada umumnya dan pada khususnya
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A. Jambi untuk mendukung program-
program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.
3. Menambahkan bahan ajar untuk warga binaan, agar dapat menjalani program
perbaikan akhlak dengan sungguh-sungguh.

Anda mungkin juga menyukai