Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS KASUS PEMALSUAN

Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4199401/duh-kades-hingga-camat-di-bekasi-terlibat-
mafia-tanah?_ga=2.171696992.1305082672.1639676531-1960290589.1639676531

A. FAKTA
1. Tim Subdit Harda Ditrkrimum Polda Metro Jaya membongkar kasus mafia tanah di
Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
2. Pelaku terlibat dari kepala desa hingga camat.
3. Kasus ini terjadi di Segaramakmur, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi pada Juli 2014.
4. Kasus ini terbongkar setelah polisi menerima laporan dari salah seorang warga yang
merasa keberatan karena terbit akta jual-beli atas tanahnya.
5. Polisi menetapkan tersangka yang terdiri dari staf dan kepala Desa Segaramakmur,
kemudian Camat Tarumajaya dan orang yang berperan serta aktif menjadi figure
seolah-olah penjual dan pemilik tanah.
6. Total pelaku yang ditangkap dalam kasus ini sebanyak 11 orang.
7. Dagul, Jaba Suyatna, dan Agus berperan sebagai penjual. Melly Siti Fatimah sebagai
pembeli. Herman Sujito, Agus Sopyan, Amran, Barif, Syafii, dan Suhermansyah
merupakan pihak yang membantu membuat surat tersebut sebagai staf pemerintahan.
8. Modus yang dilakukan oleh para pelaku adalah membuat dokumen palsu.
9. Dagul, Jaba, dan Agus berperan membuat surat palsu seperti surat kematian dan
keterangan waris atas nama almarhumah Raci, dan dibantu oleh Barif sebagai staf
pemerintahan.
10. Faktanya, Raci tidak mempunyai tanah sama sekali di Desa Segramakmur.
11. Barif menyiapkan data seperti alas hak tanah berupa girik, surat penguasaan fisik,
keterangan tidak sengketa, dan surat-surat lain.
12. Surat-surat tersebut dilegalisasi dan disahkan oleh Amran sebagai kepala desa dan
Agus Spoyan sebagai sekdes.
13. Para aparat setempat kongkalikong agar dokumen tentang tanah tersebut terlihat asli.
14. Setelah dokumen lengkap, transaksi dilakukan antara pihak pembeli dan penjual.
Melly Siti Fatimah sebagai pihak pembeli menyerahkan uang sebesar Rp. 600 juta
untuk Barif.
15. Uang itu kemudian dibagikan oleh Barif kepada sejumlah pihak yang telah
membantu proses pembuatan dokumen palsu tersebut.
16. Polisi juga menemukan adanya dugaan pemalsuan 163 akta jual beli tanah yang
dilakukan oleh Herman, yang menjabat camat saat itu.
17. Akta jual-beli itu bahkan tertulis dalam buku catatan resmi Kecamatan Tarumajaya.

B. FAKTA HUKUM
1. Tersangka melakukan tindak pidana membuat surat atau memalsukan surat berupa
surat kematian, keterangan waris, dan surat-surat lainnya.
2. Surat palsu tersebut dapat menimbulkan sesuatu hak, sesuati perikatan, sesuatu
pembebasan utang dan diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal.
3. Surat palsu tersebut dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian surat
tersebut berupa adanya korban yang memprotes akta jual-beli atas tanahnya yang
korban sendiri tidak pernah membuat akta jual beli tersebut.
4. Maksud memalsukan surat tersebut untuk memakai atau menyuruh memakai seolah-
olah isinya benar dan tidak dipalsu.
5. Surat-surat tersebut ada yang tediri dari akta otentik yang dibuat oleh pegawai negeri
umum seperti akta kematian.
6. Melly Siti Fatimah menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik
mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan dengan akta seperti akta
kematian ke pegawai negeri umum.

C. ANALISIS
Dalam kasus tersebut, para tersangka dapat dikenakan Pasal 263 KUHP yang berbunyi
“(1) Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat
menimbulkan sesuatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan
sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika
pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan
pidana penjara paling lama enam tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama,
barangsiapa dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu,
seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan
kerugian.” Berikut adalah unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 263 KUHP:
1. Unsur Obyektif
a) Perbuatannya Membuat Surat Palsu atau Memalsu Surat
Membuat surat palsu adalah membuat yang isinya bukan semestinya (tidak
benar), atau membuat surat sedemikian rupa, sehingga menunjukkan asal surat
itu yang tidak benar. Sedangkan memalsu surat adalah mengubah surat
sedemikian rupa, sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli atau sehingga
surat itu menjadi lain dari pada yang asli.1 Dalam kasus ini tersangka membuat
surat palsu seperti surat kematian dan keterangan waris serta surat-surat alas hak
1
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi
Pasal, Politeia, Bogor, 1995, hlm. 195.
tanah berupa girik yang merupakan surat kuasa atas lahan termasuk penguasaan
tanah.

b) Obyeknya Surat
Surat dalam pasal ini dapat diartikan segala surat baik yang ditulis tangan, cetak,
maupun memakai mesin tik, dan lainnya. Serta surat palsu tersebut harus surat
yang:
1) Dapat menerbitkan suatu hak (ijazah, karcis tanda masuk, dsb);
2) Dapat menerbitkan suatu perjanjian (surat perjanjian piutang, perjanjian
jual-beli, perjanjian sewa, dsb);
3) Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang (kwitansi atau surat
semacam ini);
4) Suatu surat yang boleh digunakan sebagai suatu keterangan bagi sesuatu
perbuatan atau peristiwa (surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku
kas, dsb).2
Dalam kasus tersebut tersangka membuat surat palsu yang dapat menerbitkan
suatu hak seperti surat penguasaan fisik, alas hak tanah, keterangan waris. Serta
membuat surat palsu surat yang dapat digunakan sebagai suatu keterangan bagi
suatu perbuatan/peristiwa seperti surat kematian.

c) Dapat Menimbulkan Kerugian dari Pemakaian Surat Tersebut


Penggunaan surat itu harus dapat mendatangkan kerugian, baru kemungkinan
akan adanya kerugian itu sudah cukup. Kerugian tidak hanya meliputi kerugian
materiil, akan tetapi juga kerugian di lapangan kemasyarakatan, kesusilaan,
kehormatan, dsb.3 Dalam kasus ini surat palsu tersebut sudah mendatangkan
kerugian, terbukti dari adanya warga yang melapor keberatan tentang akta jual-
beli atas tanahnya.

2. Unsur Subyektif

2
Ibid, hlm. 195
3
Ibid, hlm. 196
d) Maksud Untuk Memakai atau Menyuruh Memakai Seolah-olah Isinya
Benar dan Tidak Dipalsu
Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau
menyuruh orang lain untuk menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak
dipalsu, yang dibuktikan dengan aparat setempat kongkalikong agar surat
tentang tanah tersebut terlihat asli (fakta 13).

Tidak hanya Pasal 263 KUHP saja, tersangka dapat dikenakan Pasal 264 KUHP yang
berbunyi “(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan
tahun, jika dilakukan terhadap:
1) Akta-akta otentik;
2) Surat hutang dan sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun
daru suatu lembaga umum;
3) Surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan
yayasan, perseroan, atau maskapai;
4) Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan
dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat
itu;
5) Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat
tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak benar atau yang dipalsu seolah-olah
benar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.” Adapun
unsur dalam Pasal 264 KUHP adalah:
a) Semua Unsur Obyektif dan Subyektif pada Pasal 263 KUHP

b) Unsur Pemberat Berupa Obyek Tertentu


Surat-surat yang terdapat dalam pasal ini adalah bersifat umum dan harus tetap
mendapat kepercayaan dari umum. Memalsukan surat semacam ini berarti
membahayakan kepercayaan umum, sehingga menurut pasal ini diancam hukuman
yang lebih berat dari pada pemalsuan surat biasa.4 Adapun tersangka dalam kasus ini

4
Ibid, hlm. 197
memalsukan surat kematian, alas hak tanah, dan surat penguasaan tanah yang
temasuk akta otentik, yaitu akta yang dibuat di hadapan seorang pegawai negeri
umum yang berhak untuk itu, seperti notaris, pegawai pencatatan jiwa, dsb.

Tersangka pemalsuan surat ini pun dapat terkena Pasal 266 KUHP yang berbunyi “(1)
Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik
mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah
keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat
menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (2) Diancam
dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-
olah isinya sesuai dengan kebenraran, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan
kerugian.” Adapun unsur-unsur dalam pasal tersebut adalah:
1. Unsur Obyektif
a) Perbuatannya Menyuruh Memasukkan
Yang dapat dihukum menurut pasal ini adalah orang yang memberikan
keterangan tidak benar kepada pegawai negeri umum untuk dimasukkan ke
dalam surat yang harus dibuat oleh pegawai tersebut. Tidak hanya orang yang
memberikan keterangan tidak benar saja, tetapi juga orang yang dengan sengaja
menggunakan surat yang memuat keterangan tidak benar itu.5 Dalam kasus ini
Melly Siti Fatimah sebagai pembeli sengaja menggunakan surat yang memuat
keterangan tidak benar tersebut.

b) Obyeknya Keterangan Palsu ke Dalam Akta Otentik


Dalam pasal ini keterangan palsu tersebut haruslah dimasukkan ke dalam akta
otentik, yaitu surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang
ditetapkan oleh undang-undang oleh pegawai umum.

c) Mengenai Kebenaran yang Harus Dinyatakan oleh Akta Tersebut

5
Ibid, hlm. 197
Dalam kasus ini terdapat surat kematian yang memuat kebenaran apakah orang
tersebut benar sudah meninggal atau surat penguasaan tanah yang memuat
kebenaran siapa yang berhak menguasai tanah tersebut, sehingga jika surat-surat
otentik tersebut dipalsukan maka akan dipertanyakan kebenarannya.

d) Dapat Menimbulkan Akibat Kerugian dari Pemakaian Surat Tersebut


Penggunaan surat itu harus dapat mendatangkan kerugian, baru kemungkinan
akan adanya kerugian itu sudah cukup. Kerugian tidak hanya meliputi kerugian
materiil, akan tetapi juga kerugian di lapangan kemasyarakatan, kesusilaan,
kehormatan, dsb.6 Dalam kasus ini surat palsu tersebut sudah mendatangkan
kerugian, terbukti dari adanya warga yang melapor keberatan tentang akta jual-
beli atas tanahnya.

2. Unsur Subyektif
a) Maksud Untuk Memakai atau Menyuruh Memakai Seolah-Olah
Keterangan Itu Sesuai dengan Kebenaran
Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau
menyuruh orang lain untuk menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak
dipalsu, yang dibuktikan dengan aparat setempat kongkalikong agar surat
tentang tanah tersebut terlihat asli (fakta 13).

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Moeljatno, S.H., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), PT. Bumi
Aksara, Jakarta, 2018.

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-


Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1995.

6
Ibid, hlm. 196

Anda mungkin juga menyukai