Anda di halaman 1dari 37

PEMBELAAN NOTARIS DALAM

MENGHADAPI MASALAH PIDANA

Zul Fadli, S.H., M.Kn.


Ig: @notariszulfadli
Sabtu, 5 Februari 2022
Perkumpulan Intelektual Hukum Indonesia (PIHI)
Zoom Meeting
Kenapa Notaris Perlu Paham Hukum
Pidana?
• “Para mahasiswa atau sarjana hukum, apapun
peminatan atau program kekhususannya, juga
perlu mengenal hukum pidana, meski tidak
selalu menjadi advokat, jaksa, atau hakim.
Pengetahuan hukum pidana itu sangat
bermanfaat karena di bidang apa pun
pekerjaan mereka, bisa saja bertemu
persoalan hukum pidana” (Prof. Topo Santoso,
Hukum Pidana Suatu Pengantar, 2020).
Pembelaan
• Pemahaman mengenai kenotariatan yang
baik;
• Dari sisi unsur-unsur delik;
• Alasan Penghapusan pidana;
• Doktrin;
• Putusan Badan Peradilan.
Pembelaan dengan Penguasaan Materi
Kenotariatan
• Membuat akta kuasa tanpa dihadiri penerima
kuasa, Pasal 1793 BW.
• Upah mengurus pendaftaran tanah. Pasal 1808
KUHPerdata perihal upah bagi penerima kuasa dan
Pasal 1 angka 10 PMNA 3/1997 perihal definisi
kuasa pendaftaran tanah.
• Kesalahan dalam memasukan klausul dalam akta.
Contoh: Disertifikat atas nama pewaris, di dalam
akta atas nama ahli waris. Pasal: 584 KUHPerdata.
Pasal 263 WvS
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat
yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau
pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti
daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau
menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah
isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian
tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan
surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan
sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-
olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan
kerugian.
Unsur-Unsur Pemalsuan Surat
• Subjeknya: Barang siapa;
• Perbuatannya: membuat palsu (valschelijk opmaaken)
atau memalsu (vervalschen);
• Objeknya: surat yang dapat menimbulkan suatu hak; surat
yang menimbulkan perikatan; surat yang menimbulkan
pembebasan hutang; surat yang diperuntukan sebagai
bukti daripada suatu hal;
• Kesalahannya: dengan maksud (opzet als oogmerk) untuk
memakai atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah
isinya benar dan tidak dipalsu;
• Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian.
Kesengajaan
• Menurut Prof. Moejatno, kesengajaan itu ada 3 corak:
1. Kesengajaan sebagai maksud;
2. Kesengajaan sebagai kepastian;
3. Dolus eventualis (Asas-Asas Hukum Pidana, Kesengajaan, hlm. 191).
• “...kejahatan selalu diperlukan adanya kesengajaan, kecuali ditentukan
dengan nyata lain (kealpaan). Oleh karena itu, dalam hal kesengajaan
tidak ternyata dalam rumusan, maka hal itu disebabkan karena
dianggap sudah tersimpul dalam kata kerja yang dipakai. Misalnya
dalam Pasal 160 KUHP dalam kata ‘menghasut’ sudah tersimpul
kesengajaan. Tidak dapat dikatakan menghasut kalau tidak sengaja
menganjurkan. Begitu pula dalam kata ‘mengambil’ tersebut Pasal
362. Tidak mungkin” dikatakan mengambil kalau tidak sengaja
memindahkan barang. Ini mudah diterima” (Ibid. hlm. 197-198).
Pasal 264 WvS
(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika
dilakukan terhadap:
1. akta-akta otentik;
2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau
bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dan suatu
perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai;
4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang
diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan
sebagai pengganti surat-surat itu;
5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat
tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan
seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan
kerugian.
Pemalsuan Akta Autentik
• Ancaman pidananya lebih berat, yakni paling
lama 8 tahun. Kemudian, orang yang
memakainya juga diancam pidana 8 tahun.
Sedangkan Pemalsuan surat biasa
ancamannya 6 tahun.
• Pasal 264 merupakan lex spesialis terhadap
263 KUHP.
• Pemberatannya terletak pada jenis suratnya,
salah satu jenisnya adalah akta autentik.
Kenapa Lebih Berat?
• Menyerang kepentingan hukum terhadap
kebenaran isi surat-surat tersebut lebih besar;
• Karena surat-surat itu mengandung
kepercayaan masyarakat yang lebih
besar/tinggi dari pada surat-surat biasa;
• Misalnya akta autentik yang kekuatan
pembuktiannya sempurna, lebih tinggi
daripada surat di bawah tangan.
Pasal 266 WvS
(1) Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu
ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang
kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai akta itu seolah-olah keterangannya ,sesuai
dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat
menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun;
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan
sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai
dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut
dapat menimbulkan kerugian.
Menyuruh Memasukan Keterangan Palsu
dalam Akta Autentik
• Subjeknya/pelakunya adalah penyuruh;
• Inisiatif/kehendak berasal dari penyuruh
(penghadap);
• Pejabat umum/notaris sebagai manus
ministra;
• Pemakaiannya menimbulkan kerugian;
Manus Ministra
Tidak dapat dipidana karena hanya sebagai
alat/instrumen kejahatan.
• Karena disesatkan: KTP Palsu, dokumen palsu, dll;
• Karena kekerasan: Daya paksa absolut maupun
relatif, misalnya hipnotis atau penodongan pistol;
• Tidak memenuhi unsur kesalahan delik: misalnya
pemalsuan mesti dengan kesengajaan sebagai
maksud, tidak memenuhi unsur jika karena
kelalaian.
Pasal 372 WvS
Barang siapa dengan sengaja dan melawan
hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya
atau sebagian adalah kepunyaan orang lain,
tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan
karena kejahatan diancam karena penggelapan,
dengan pidana penjara paling lama empat tahun
atau pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah.
Unsur-Unsur Penggelapan
• Barang siapa;
• sengaja (opzettelijk);
• melawan hukum (wederrechtelijk);
• memiliki (zicht toe.igenen);
• sesuatu benda (eenig goed):
• yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain;
• yang berada dalam kekuasaanya bukan karena
kejahatan.
Penggelapan (Verduistering)
• Pasal 372 KUHP, penggelapan dalam bentuk
pokok.
• Contoh sederhana penggelapan pada
pokoknya: A memiliki mobil, kemudian
menitipkan mobil tersebut dan kuncinya
kepada B untuk dijaga sementara waktu.
Karena B membutuhkan uang, lalu B menjual
mobil itu kepada orang lain tanpa
sepengetahuan A.
Perbedaan Penggelapan dan Pencurian
• Perbedaan pokok antara penggelapan dan pencurian
terletak pada siapa yang secara nyata menguasai
barang.
• Apabila barang diambil dari kekuasaan orang lain tanpa
izin maka hal ini dinamakan pencurian.
• Sedangkan penggelapan keberadaan barang tidak dalam
penguasaan pemiliknya, akan tetapi pemilik telah
menyerahkan, menitipkan atau mempercayakan
penguasaan barang pada pelaku, kemudian pelaku
menyalahgunakan barang yang berada dalam
pengusaannya itu.
Pasal 374 WvS
Penggelapan yang dilakukan oleh orang
yang penguasaannya terhadap barang
disebabkan karena ada hubungan kerja
atau karena pencarian atau karena
mendapat upah untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima
tahun.
Penggelapan Diperberat
(Gequalificeerde Verduistering)
• Pasal 374 mengandung unsur khusus yakni:
penguasaan barang disebabkan adanya
hubungan kerja atau karena pencarian atau
karena mendapat upah.
• Ancaman pidananya lebih berat, yakni
maksimal 5 tahun penjara, sendangkan Pasal
372 diancam dengan pidana penjara maksimal
4 tahun atau denda.
Penghapusan Pidana
• Pasal 48 KUHP:
Barang siapa melakukan perbuatan karena
pengaruh daya paksa, tidak dipidana.
• Pasal 50 KUHP:
Barang siapa melakukan perbuatan untuk
melaksanakan ketentuan undang-undang,
tidak dipidana.
Pendapat Ahli
• Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah menjelaskan, dalam
bukunya yang berjudul Deik-Delik Tertentu
(Speciale Delicten) di dalam KUHP (Edisi
Kedua), Sinar Grafika, Cetakan Ke-dua, 2016,
hlm. 130: Notaris dan Penyidik tidak dipidana
jika membuat akta yang isinya tidak benar
yang diajukan oleh para pihak/saksi, karena
dia hanya mencatat apa yang disampaikan
oleh para pihak/saksi.
Putusan Badan Peradilan
• Dalam Putusan MA No. 385 K/Pid/2006, MA berpendapat
bahwa terdakwa selaku Notaris tidak berwenang untuk
mengkaji sah atau tidaknya Surat Kuasa di bawah tangan
yang diajukan oleh saksi Yapi Kusuma pada saat
melakukan ikatan jual beli tanah berikut rumah dengan
saksi Kurniawati. Kenyataan bahwa tanda tangan di
dalam Surat Kuasa di bawah tangan tersebut palsu,
tanggung jawab pidana tidak dapat dibebankan kepada
Terdakwa (Notaris), sehingga seharusnya dakwaan tidak
terbukti dan Terdakwa tidak dilepas dari tuntutan pidana
melainkan dibebaskan dari dakwaan.
Putusan Badan Peradilan (2)
• Putusan MA No. 702 K/Sip/1973, 5 September
1973, MA berpendapat: "Notaris fungsinya
hanya mencatatkan dan menuliskan apa-apa
yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para
pihak yang menghadap di hadapan notaris
tersebut"
Putusan Badan Peradilan (3)
• Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri
Bukittinggi Nomor 53/Pid.B/2017/PN Bkt menimbang:
menyimpan serta menguasai sertifikat HGB tersebut
adalah sebagai uapaya dan tanggung jawab Terdakwa
untuk menjamin dapat dilaksanakannya jual beli
sebagaimana telah disepakati dalam Pengikatan Jual Beli
(PJB) untuk ditingkatkan menjadi Akta Jual Beli (AJB), hal
mana dapat dibenarkan dan patut dilakukan karena
selaku Notaris/PPAT, Terdakwa harus bersikap netral dan
tidak memihak serta memberikan perlindungan
terhadap kepentingan kedua belah pihak.
Unsur-Unsur Pasal 216 ayat (1) WvS
1. Barang siapa;
2. dengan sengaja;
3. tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undan-undang oleh pejabat yang
tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa
untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; atau
4. mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang
yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut.
Putusan Badan Peradilan (4)
• Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri
Bukittinggi Nomor 53/Pid.B/2017/PN Bkt
menimbang: bahwa berdasarkan fakta hukum
tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa
tindakan Terdakwa yang menolak dilakukan
penyitaan karena tidak adanya Surat Izin Penyitaan
dari Ketua Pengadilan (vide Pasal 38 ayat (1)
KUHAP) dan meminta adanya Berita Acara
Penyitaan (vide Pasal 129 ayat (2) KUHAP)
merupakan alasan yang sah secara hukum.
Putusan Badan Peradilan (5)
Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi Nomor
53/Pid.B/2017/PN Bkt menimbang: bahwa tindakan Terdakwa yang
menolak dilakukan penyitaan karena Surat Izin Penyitaan ditandatangani
oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri adalah keliru karena penyebutan Ketua
Pengadilan bukanlah dalam arti jabatan akan tetapi hak/kewenangan untuk
mewakili Lembaga Pengadilan sebagaimana ditegaskan oleh ahli DR. Eva
Achjani Zulva, MH dan dalam Buku II Mahkamah Agung menegaskan bahwa
apabila Ketua Pengadilan berhalangan maka yang berhak/berwenang
bertindak mewakili Lembaga Pengadilan adalah Wakil Ketua, maka dengan
demikian Wakil Ketua memiliki kewenangan untuk memberikan Izin
Penyitaan tersebut, walaupun demikian tindakan Terdakwa yang menolak
dilakukannya penyitaan karena terdapat kekeliruan dalam Surat Izin
Penyitaan tersebut karena terdapat kekeliruan dalam penyebutkan
kedudukan Terdakwa yang bukan sebagai Tersangka melainkan Terlapor
adalah alasan yang sah secara hukum karena secara administrasi terdapat
cacat formal dalam Surat Izin Penyitaan tersebut.
Putusan Badan Peradilan (6)
• Pertimbangan Putusan MA Nomor 1138 K/PID/2017:
1. Putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi Nomor
53/Pid.B/2017/PN Bkt dibuat berdasarkan pertimbangan
hukum yang benar;
2. Bukan penggelapan dari terdakwa;
3. Petugas negara tersebut terbukti dalam meminta/menyita
keempat sertifikat tidak memenuhi syarat Undang-
Undang, setelah petugas atau polisi melengkapi syarat-
syarat sebagaimana ditetapkan Undang-Undang, Terdakwa
mematuhi bahkan menyerahkan dan menunjukan itikad
baik dalam penyerahan keempat sertifikat tersebut.
Saksi
• Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13/2006 tentang
Perlidungan Saksi Dan Korban sebgaimana telah diubah oleh
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014: Saksi adalah orang
yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan tentang suatu tindak pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri.
• Menurut Pasal 1 angka 26 UU 8/1981 (KUHAP): Saksi adalah
orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara
pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami
sendiri.
Saksi (2)
• Putusan MK Nomor 65/PUU-VIII/2010, Saksi:
orang yang dapat memberikan keterangan
dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan
peradilan suatu tindak pidana yang tidak
selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia
alami sendiri.
Hak Saksi Menurut UU 31/2014
1. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, Keluarga,
dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang
berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah
diberikannya;
2. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk
perlindungan dan dukungan keamanan;
3. memberikan keterangan tanpa tekanan;
4. mendapat penerjemah;
5. bebas dari pertanyaan yang menjerat;
6. mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
7. mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
Hak Saksi ... (2)
8. mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
9. dirahasiakan identitasnya;
10. mendapat identitas baru;
11. mendapat tempat kediaman sementara;
12. mendapat tempat kediaman baru;
13. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan
kebutuhan;
14. mendapat nasihat hukum;
15. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas
waktu Perlindungan berakhir; dan/atau
16. mendapat pendampingan.
Hak Saksi Menurut KUHAP
1. Penyidik yang melakukan pemeriksaan,
dengan menyebutkan alasan pemanggilan
secara jelas, berwenang memanggil tersangka
dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa
dengan surat panggilan yang sah dengan
memperhatikan tenggang waktu yang wajar
antara diterimanya panggilan dan hari seorang
itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut
(Pasal 112 ayat (1) KUHAP).
Hak Saksi Menurut KUHAP (2)
2. Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil
memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia
tidak dapat datang kepada penyidik yang
melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke
tempat kediamannya (Pasal 113 KUHAP).
3. Keterangan tersangka dan atau saksi kepada
penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa
pun dan atau dalam bentuk apapun (Pasal 117
ayat (1) KUHAP).
Hak Saksi Menurut KUHAP (3)
4. Dalam hal tersangka dan atau saksi tidak
mau membubuhkan tanda tangannya,
penyidik mencatat hal itu dalam berita acara
dengan menyebut alasannya (118 KUHAP).
5. Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak
boleh diajukan baik kepada terdakwa
maupun kepada saksi (Pasal 166 KUHAP).
Pendampingan MKNW
• Saat Notaris dipanggil memberikan keterangan dalam
proses peradilan, di hadapan penyidik, penuntut
umum, atau hakim, terkait akta atau protokol yang
disimpan, maupun memberikan foto kopi minuta/surat-
surat yang dilekatkan pada minuta akta/protokol
Notaris mesti mendapatkan persetujuan dari MKNW.
• Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dapat
mendampingi Notaris dalam proses pemeriksaan di
hadapan penyidik, penuntut umum, atau hakim (Pasal
33 ayat (3) Permenkumham 17/2021).
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai