Anda di halaman 1dari 3

Legal Opinion

A. Posisi Kasus

Pada tanggal 17 September 2020 telah diajukan gugatan perdata di PN Balikpapan dengan
Nomer Register 182/Pdt.G/2020 oleh para pihak kepada PT. KCM terkait tanah perwatasan
yang dimiliki pleh para pihak penggugat yang berasal dari kakek / orang tua penggugat
yang bernama H. Muhammad Noor / H. Achmad Nur (alm) sesuai dengan surat tanggal 16
Desember 1929 yang terletak di Teluk Waru Rt.09 Tanjung Batu, Kec. Balikpapan Barat,
Kota Balikpapan berupa tanah seluas lebih dari 350 Hektar yang diketahui kembali oleh
kepala Kampung Jene Bora tanggal 3 Maret 1975

B. Dasar Hukum

1. Surat No.235/ 1929 tanggal 16 Desember 1929


2. Surat Pernyataan tanggal 3 maret 1975
3. Surat Pernyataan tanggal 17 mei 1975

C. Isu Hukum

1. Dapatkah dalam hal ini para pihak dilaporkan dalam perkara pidana Pasal 263 KUHP?

D. Analisis Hukum

Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (“KUHP”) berbunyi:

 (1)  Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan
sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti
daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat
tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam
tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu
atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Tindak pidana pemalsuan surat yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur
dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut:

1. Unsur subjektif: dengan maksud untuk menggunakannya sebagai surat yang asli dan tidak
dipalsukan atau membuat orang lain menggunakan surat tersebut.

2. Unsur-unsur objektif:

a. Barang siapa;
b. Membuat secara palsu atau memalsukan;
c. Suatu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, suatu perikatan atau suatu
pembebasan utang atau;
d. Suatu surat yang dimaksudkan untuk membuktikan suatu kenyataan;
e. Penggunaannya dapat menimbulkan suatu kerugian.

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 195-196) menjelaskan bentuk-bentuk pemalsuan
surat dalam Pasal 263 KUHP sebagai berikut:

1. Membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar), atau membuat
surat sedemikian rupa sehingga menunjukkan asal surat itu tidak benar;
2. Memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang
asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat
pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu;
3. Memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat pasal ini;
4. Demikian pula penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto
dalam ijazah sekolah) harus dipandang sebagai pemalsuan surat.

Dengan penjelasan diatas dikaitkan dengan surat milik penggugat yakni Surat No.235/1929
tanggal 16 Desember 1929 terkait pelaporan perkara pidana dengan Pasal 263 KUHP. Pada
dasarnya pihak kepolisian dapat melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana
pemalsuan surat hanya apabila terdapat bukit permulaan yang cukup. Yang dimana sekurang-
kurangnya ada dua alat bukti yang sah.

Dalam hal ini alat bukti yang bisa dipersiapkan adalah

1. Keterangan saksi yang mengetahui bahwa surat tersebut adalah palsu atau menggunakan
keterangan saksi ahli bahasa yang mengetahui bahwa surat tersebut adalah palsu karena
bukan merupakan surat yang dibuat berdasarkan ejaan lama atau Ejaan Van Ophuijsen
yang berlaku pada tahun 1901-1947.
2. Surat / Dokumen Asli, yang dimana untuk menunjukkan bahwa surat yang dimiliki oleh
penggugat adalah palsu (sebagai pembanding). Contoh apabila tanda tangan palsu maka
pihak kepolisian akan melakukan pengujian di bagian laboratorium forensik kriminalistik.

E. Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Apabila perkara ini akan diadakan pelaporan ke kepolisian terkait pidana Pasal 263 KUHP
maka perlu dipersiapkan minimal dua alat bukti yang telah dijelaskan diatas;

2. Perlu diperhatikan pula pada saat terlapor diminta keterangan di kepolisian dan bukti asli
masih digunakan oleh terlapor dalam perkara perdata maka kepolisian dapat menolak
pelaporan pidana yang diajukan dengan dalil menunggu hasil keputusan hakim dalam
perkara perdata (dalam hal ini asas ultimum remedium berlaku);
3. Dapat melakukan kordinasi dengan pihak kepolisian terkait hal ini lebih mendalam.

Anda mungkin juga menyukai