Anda di halaman 1dari 5

AFP: Dua spesimen tinja sebesar 8 gram (sebesar satu ruas ibu jari orang dewasa) atau 1 sendok

makan
(bila penderita diare) dikumpulkan dalam tenggang waktu minimal 24 jam, dengan waktu
pengumpulan kedua spesimen tidak lebih dari 14 hari sejak terjadi kelumpuhan, dari setiap kasus AFP
yang kelumpuhannya kurang dari 2 bulan.

Campak-Rubela: spesimen serum sebanyak

minimal 1 mL (didapat dari pengambilan

darah vena sebanyak 3-5 mL) diambil pada 3

- 28 hari setelah timbul ruam. Spesimen urin

diambil pagi hari sebanyak volume 15-50 mL

pada 0 - 5 hari setelah timbul ruam dari setiap

kasus suspek campak yang disertai gejala khas

3C (Cough/batuk, Coryza/pilek, Conjungtivitis/

mata merah)

3. Difteri: spesimen usap tenggorok atau usap

hidung (jika ditemukan difteri kulit atau mata,

maka dilakukan pengambilan spesimen di

lokasi tersebut) dengan menggunakan swab

dan media Amis. Sebaiknya spesimen diambil

sebelum pemberian antibiotik. Apabila sudah

diberikan antibiotik maka tetap dilakukan

pengambilan spesimen.

4. CRS: spesimen darah minimal 1 mL diambil oleh

laboratorium RS sentinel. Jika laboratorium RS

telah terakreditasi maka pemeriksaan spesimen

dapat dilakukan di laboratorium di RS. Jika

laboratorium RS belum terakreditasi maka

untuk kepentingan klinisi sebagian spesimen


dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium

di RS, sementara sisanya disimpan pada suhu

2-8°C. Spesimen yang telah disimpan akan

dikirim ke laboratorium nasional campakrubela.

5. Tetanus Neonatorum: tidak ada pengambilan

spesimen.

6. Pertusis: spesimen usap tenggorok atau usap

hidung dengan menggunakan swab dan media

Amis. Sebaiknya spesimen diambil sebelum

pemberian antibiotik. Apabila sudah diberikan

antibiotik maka tetap dilakukan pengambilan

spesimen.

Penggunaan APD pada pengambilan spesimen

1. Pada pasien tanpa kecurigaan COVID-19,

maka pada pengambilan spesimen yang

mengharuskan adanya kontak langsung

dengan pasien maka direkomendasikan untuk

menggunakan yaitu berupa penutup kepala,

goggles/face-shield, masker bedah, sarung tangan, apron/gown, dan sepatu.

2. Khusus pada pengambilan spesimen kasus

Difteri, maka dilakukan di ruangan berventilasi

baik dan menggunakan APD yaitu berupa

penutup kepala, gown/apron, goggles, masker

N95, sarung tangan, dan boots.

3. Pengambilan spesimen pada kasus PD3I


yang dicurigai juga sebagai kontak erat/

suspek/probable/konfirmasi COVID-19 maka

mengikuti petunjuk teknis penggunaan APD

pada COVID-19

3. Penyimpanan dan pengiriman spesimen

Dalam situasi COVID-19 ada potensi terkendalanya

pengiriman spesimen ke laboratorium rujukan. Oleh

karena itu, spesimen dapat disimpan dalam kondisi

tertentu sambil menunggu tersedianya transportasi

untuk mengirimkan spesimen.

a. Secepat mungkin mengirimkan spesimen

langsung ke laboratorium rujukan untuk mencegah

kerusakan spesimen dan juga mempercepat

pertimbangan respon jika terjadi KLB.

b. Apabila ada kendala dalam pengiriman, maka

spesimen disimpan di provinsi sesuai prosedur

penyimpanan yang tercantum di pedoman

nasional.

c. Spesimen tinja AFP, serum Campak dan serum CRS

dapat disimpan lebih dari 7 hari pada suhu -20°C.

d. Spesimen swab Difteri harus dapat dikirimkan

dalam 24 jam dan sampai di laboratorium rujukan

dalam 2 hari pada suhu 2-8°C. Penyimpanan yang


terlalu lama akan berpengaruh pada kemampuan

isolasi bakteri dan hasil pemeriksaan

laboratorium.

e. Sebelum mengirimkan spesimen ke laboratorium

rujukan, perlu dilakukan koordinasi terlebih dahulu

dengan petugas laboratorium rujukan.

Tatalaksana Klinis Kasus

Tatalaksana klinis kasus dan kontak erat, sebagai

contoh pemberian antibiotik profilaksis untuk kontak

erat difteri, dapat merujuk pada bab tatalaksana

klinis kasus pada pedoman nasional dan pedoman

tatalaksana kasus di fasilitas layanan kesehatan. Tautan

pedoman nasional surveilans PD3I dapat diunduh di

bagian referensi.

Pemeriksaan Laboratorium

Dengan semakin meningkatnya jumlah kasus

COVID-19, maka kapasitas laboratorium rujukan

surveilans PD3I menjadi berkurang karena laboratorium

lebih banyak laboratorium rujukan COVID-19. Oleh

karena itu prioritas pemeriksaan spesimen PD3I pada KLB PD3I dapat dilakukan berdasarkan informasi

gambaran klinis dan situasi epidemiologi dimana kasus

tersebut dilaporkan*.

(*Gambaran klinis misalnya pada kasus suspek campak

(demam dan ruam) tetapi dengan tambahan gambaran


3 C (cough/batuk, coryza/pilek, conjungtivitis/mata

merah). Situasi epidemiologi misalnya jika ditemukan

lebih dari satu kasus dengan gejala yang sama dan

berasal dari wilayah yang sama).

Anda mungkin juga menyukai