Disusun Oleh :
BILQIS ZUHRIYAH
NIM : 12219021
SYARIAH DI INDONESIA
Fakultas Hukum
Universitas Narotama Surabaya
Disusun Oleh :
BILQIS ZUHRIYAH
NIM : 12219021
ii
ABSTRAK
PERAN NOTARIS TERHADAP FINANCIAL TECHNOLOGY DALAM AKAD
SYARIAH DI INDONESIA
vi
ABSTRACT
vii
RINGKASAN
penulis mengenai fakta hukum atau isu hukum yang akan diteliti. Isu hukum yang
yang menjelaskan gambaran umum dari penelitian yang akan ditulis oleh penulis.
online. Bab ini mengulas sekaligus menjawab rumusan masalah pertama. Hasil
analisis bab kedua ini adalah bahwa Penerapan akad syariah dalam financial
technology berbasis online yang merupakan fenomena yang baru namun masih
berlaku asas-asas hukum kontrak pada umumnya maupun hukum kontrak sesuai
syariah. Dalam segi perikatan sesuai hukum Islam atau sesuai syariah, kontrak
melalui media teknologi informasi tetap harus memenuhi rukun dan syarat akad.
Bab III, peran notaris dalam pelaksanaan akad online pada financial
technology syariah. Hasil analisis bab kedua ini adalah bahwa peran notaris dalam
pembuatan akta otentik dalam setiap perjanjian bisnis khususnya dalam hal ini
adalah akad yang dilakukan pada Fintech syariah sangatlah penting. Pada
viii
umumnya para pihak sangat menghendaki dituangkan akad syariah di dalam
bentuk akta notaris, sehingga seorang notarispun dituntut untuk membekali diri
dengan pengetahuan yang cukup memadai tentang jenis-jenis akad dan produk-
bab dalam tesis ini yang menghasilkan suatu konklusi, selanjutnya dari konklusi
tersebut dalam bab keempat ini diberikan saran untuk dijadikan alternatif
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala Rahmat, Taufik dan
dapat terselesaikan dengan baik. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan
Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, untuk itu
dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
yang terhormat:
1. Bapak Dr. Ir. H. Sri Wiwoho Mudjanarko, S.T., M.T., IPM , selaku Rektor
2. Bapak Dr. Rusdianto Sesung, S.H., M.H , selaku Dekan Fakultas Hukum
3. Bapak Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum , selaku Ketua Prodi Magister
4. Bapak Dr. H. R. Ibnu Arly, S.H., M.Kn , selaku Dosen Pembimbing yang telah
Hukum Universitas Narotama Surabaya, yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, dan telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
x
6. Seluruh staf administrasi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
7. Kepada Keluarga saya, Ibu saya Hj. Indah Nunik terimakasih atas doa yang
tiada henti, Paklek saya dr. Moch. Fatchul Karim atas dukungannya untuk
Suami saya, Aditya Indiarto yang selalu support saya dalam menyelesaikan
Tesis ini.
semua pihak yang telah membantu penulis namun tidak dapat saya sebutkan
kekurangan yang perlu dilengkapi. Karena itu, dengan rendah hati penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................i
LEMBAR PERSYARATAN GELAR ............................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING DAN KAPRODI ......................iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA PENGUJI ...........................................iv
SURAT PERNYATAAN ................................................................................v
ABSTRAK........................................................................................................vi
RINGKASAN ...................................................................................................viii
KATA PENGANTAR ......................................................................................x
DAFTAR ISI ....................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
1.1. Latar Belakang ...............................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................8
1.3.1. Tujuan Penelitian ..................................................................8
1.3.2. Manfaat Penelitian ................................................................8
1.4. Originalitas Penelitian .....................................................................9
1.5. Tinjauan Pustaka ............................................................................12
1.5.1. Teori Perlindungan Hukum ...................................................12
1.5.2. Teori Kepastian Hukum……………………………………14
1.5.3. Akad Syariah .........................................................................15
1.5.4. Tugas Jabatan Notaris ............................................................18
1.5.5. Financial Technology ............................................................21
1.6. Motede Penelitian ...........................................................................22
1.6.1. Tipe Penelitian ......................................................................22
1.6.2. Pendekatan Masalah ..............................................................23
1.6.3. Sumber Bahan Hukum ..........................................................23
1.6.4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum ..........24
1.6.5. Analisis Bahan Hukum ..........................................................25
1.7. Sistematika Penulisan .....................................................................25
xii
BAB II PENERAPAN AKAD SYARIAH DALAM FINANCIAL
TECHNOLOGY BERBASIS ONLINE ............................................................27
2.1. Hukum Islam Dalam Sektor Ekonomi Syariah .................................27
2.2. Perkembangan Financial Technology Syariah di Indonesia………...37
2.3. Rukun dan Syarat Syahnya Akad .....................................................46
2.4. Pelaksanaan Akad Syariah Online Dalam Financial Technology......51
BAB III PERAN NOTARIS DALAM PELAKSANAAN AKAD ONLINE
FINANCIAL TECHNOLOGY SYARIAH .......................................................61
3.1. Perkembangan Regulasi Financial Technology ................................61
3.2. Potensi Resiko Financial Technology di Indonesia ..........................76
3.3. Agunan Dalam Financial Technology ..............................................82
3.4. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik dan Akta Di Bawah Tangan .....83
3.5. Peran Notaris Terhadap Financial Technology Dalam Akad Syariah94
BAB IV PENUTUP ..........................................................................................114
4.1. Kesimpulan ………………………………………………………. ...114
4.2. Saran ……………………………………………………………... ...115
DAFTAR PUSTAKA
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
syariah saat ini, karena notaris memiliki peranan dalam pembuatan akta-akta
dunia perbankan dewasa ini tentu sangat membutuhkan notaris yang mampu
keuangan dan perbankan syariah merupakan suatu hal yang mutlak dan harus
Menurut Aunur Rohim Faqih, hal ini terjadi pada perjanjian pembiayaan syariah
dengan tegas dan jelas mendorong seutuhnya pada setiap subyek hukum yang
terdiri dari individu maupun badan ketika mengadakan suatu kontrak perjanjian
(akad) agar berhati-hati dan senantiasa menaati rukun dan syarat sahnya
1
2
Menurut Noor Hafidah, baik dari segi teori maupun praktisnya, yaitu
masalah dari suatu aspek jaminan dan dalam lembaganya di dalam perbankan
syariah di Indonesia, yang tidak atau belum tentu mengikuti pada prinsip-prinsip
syariah itu sendiri. Pemakaian badan jaminan konvensional seperti dalam hak
tanggungan dan fidusia menjadi pilihan dari bank-bank syariah. Syarat adanya
simpanan yaitu berupa tabungan dan deposito dan melaksanakan kegiatan dengan
pengiriman uang, save deposit dan jasa-jasa perbankan lainnya. Kegiatan tersebut
negara yang penduduknya mayoritas Islam. Karena tujuan pokok dalam prinsip
syariah adalah sesuai aturan dalam hukum Islam yang melarang adanya riba,
terdapatnya maisir, sifat gharar, barang haram dan zalim dalam kegiatan
1
Aunur Rohim Faqih, Kontrak Bisnis Syariah Studi Mengenai Penerapan Prinsip-
Prinsip Syari’ah dalam Pembiayaan Pada Bank Syariah di Indonesia, Ringkasan Desertasi,
Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia, 2014, hlm.28.
2
Noor Hafidah, Hukum Jaminan Syariah; Implementasinya dalam Perbankan Syariah di
Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2017, h. 8.
3
Nugroho Any. Hukum Perbankan Syariah, Aswaja Pressindo, Yogyakarta 2015, h. 4.
3
usahanya. 4
jasa hukum notaris dalam setiap kontrak bisnisnya, seperti akad dalam
syariah. Namun sekarang ini bank-bank syariah merupakan bagian dari sistem
perbankan nasional yang sudah diatur dalam perundangan khusus yaitu Undang-
Undang Perbankan Syariah juga memanfaatkan jasa hukum dari seorang Notaris
pada setiap usaha perkembangan bisnisnya, terutama dalam hal Akta Akad
Pembiayaan (AAP). Hal ini dapat diketahui bahwa produk dari bank syariah harus
demikian, dalam hal pencatatan dari suatu kontrak bisnis yang dituangkan dalam
akta notarisnya pun harus merujuk kepada aturan-aturan hukum secara ekonomi
syariah. 5
Notaris adalah berupa akta-akta yang bersifat otentik dan mempunyai kekuatan
alat bukti yang sempurna. Akta ialah suatu surat yang bisa dijadikan sebagai alat
kejadian yang menjadi landasan suatu hak atau perikatan, dibuat dari awal dengan
4
Ibid h. 11.
5
Deni K Yusup, “Peran Notaris dalam Praktek Perjanjian Bisnis di Perbankan Syariah
(Tinjauan dari Perpektif Hukum Ekonomi Syariah” dalam Al-‘ADALAH Volume XII. No 4,
Desember 2015
4
sengaja untuk suatu pembuktian. 6 Salah satu akta yang wajib dibuat dengan akta
Notaris adalah Akta Jaminan Fidusia. Akta Jaminan Fidusia sebagai akta Notaris
saat itu dan hal tersebut dinyatakan secara tegas dalam akta tersebut.
2. Akta dibawah tangan adalah “suatu akta yang dibuat dan ditandatangani
oleh para pihak saja dengan tanpa bantuan seorang pejabat umum”. 8
Selain akta otentik yang dibuat oleh notaris, terdapat akta lain yang disebut
sebagai akta dibawah tangan, yaitu akta yang disengaja dibuat oleh para pihak
untuk pembuktian tanpa perantara dari seorang pejabat pembuat akta. Dengan kata
lain, akta dibawah tangan atau onderhands acte adalah akta yang dibuat tanpa
6
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga kenotariatan Indonesia prespektif hukum dan
Etika, Yogyakarta : UII Pres, hlm 18
7
Pasal 1868 B.W.
8
Racmadi Usman, 2009, Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta : Sinar Grafika, hlm 87
9
R. Soeroso., Perjanjian Di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan dan Aplikasi
Hukum , Jakarta : Sinar Grafika, 2010, hlm.8
5
Dalam hal apabila para pihak yang terlibat penandatanganan dalam surat
tanda tangannya, tidak menyangkal isi dan yang tertuang pada surat tersebut,
maka akta dibawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sama
dengan suatu akta otentik. Pasal 1875 KUH Perdata menyatakan bahwa :
“Suatu tulisan dibawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan
itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang-undang dianggap
sudah diakui, memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya
serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak dari
mereka,bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik”.
Dan demikian pula berlakulah ketentuan Pasal 1871 untuk tulisan itu yang dalam
“Jika apa yang termuat disitu sebagai sebagai suatu penuturan belaka tidak ada
hubungannya langsung dengan pokok isi akta, maka itu hanya dapat berguna
sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan”.
banyak berdiri bank-bank berbasis Syariah, dan berakibat para Notaris untuk
dapat mampu membuat akta Syariah yang pada umumnya di buat antara Bank
dengan Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mulai dari kelembagaan, kegiatan
usaha, dan cara serta proses saat melakukan kegiatan usahanya. Kemudian yang
Perbankan Syariah adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah dan pihak lain
yang memuat adanya hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan
6
prinsip syariah.10 Hal tersebut diakui saat ada kata sepakat dari para pihak
kemudian dituangkan dalam akta notaris itu sesuai dengan ketentuan prinsip
syariah.
konvensional. Hal tersebut dapat dilihat dari industri financial technology yang
sehingga produk atau jasa yang berlabelkan halal sangat diminati oleh hampir
seluruh penduduk Negara Indonesia. Para pelaku usaha tentunya sangat gencar
dalam mendapatkan label halal untuk dapat bersaing dalam pemasaran produk.
Hal ini juga berdampak pada produk yang ditawarkan dalam financial technology.
menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat
10
Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
7
modal, dan jasa finansial lainnya. Usaha dibidang ini menggunakan prinsip-
syariah, dan harus disesuaikan terhadap hal tersebut karena merupakan bagian dari
sesuatu yang tak dapat terpisahkan darinya dan sesuatu tidak utuh jika tanpa
keduanya. Dalam suatu transaksi yang dilakukan harus memenuhi aturan yang
berbasis syariah termasuk dalam rukun serta syarat dalam pelaksanaan akad.
surah Al-Baqarah ayat (208) yang maknanya: Hai kalian orang-orang yang
langkah-langkah syaitan. Sunnguh syaitan itu adalah musuh yang jelas bagi
kalian.
berbasis online?
8
2. Apa peran notaris dalam pelaksanaan akad online pada financial technology
syariah ?
berbasis online.
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
judul penelitian yang serupa dan juga peneliti mencari alat ukur untuk mengukur
originalitas penelitian. Peneliti menemukan beberapa judul yang serupa dan alat
11
Estelle Phillips dalam Rusdianto Sesung, Prinsip Kesatuan Hukum Nasional Dalam
Pembentukan Produk Hukum Pemerintah Daerah Otonomi Khusus atau Sementara, Disertasi
Program Pasca sarjana Universitas Airlangga Surabaya, 2016.
10
tesis dan tulisan ilmiah yang terkait dengan judul tesis dan jurnal hukum yang
tentang Jabatan Notaris, peran Notaris dalam pelaksanaan pembuatan akta akad
12
Sentiya Dwi Ningsih, Peran Notaris Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta akad
pembiayaan di Bank Syariah Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan
Notaris, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan
Agung, 2017.
11
Penelitian Sentia Dwi Ningsih berbeda dengan penelitian yang ditulis oleh
dalam hal ini melakukan penelitian tentang peran notaris terhadap financial
Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris serta akibat hukum yang timbul.
atas Tanah yang belum Bersertifikat dan resiko bank terhadap pembiayaan
dalam hal ini melakukan penelitian tentang peran notaris terhadap financial
membahas mengenai peran Notaris dalam Pembuatan Akta Jaminan dalam Akad
Tesis Ida Fitriyana yang berjudul “Kepastian Hukum Akad Syariah yang
13
Yudi Mashudi, Kajian Hukum Terhadap Peran Notaris Dalam Pembuatan Akad
Pembiayaan Murabahah Dengan Jaminan Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat, Tesis, Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2011.
12
Syariah yang dibuat dalam bentuk Akta Notaris sesuai dengan UUJN baik dari
segi Format maupun Substansi dan bagaimana kepastian akta dan perlindungan
hal ini melakukan penelitian tentang peran notaris terhadap financial technology
Akad Syariah dan kepastian akta dan perlindungan hukum dalam akta tersebut.
menjelaskan bahasan ini, antara lain yaitu Fitzgerald, Satjipto Raharjo, Phillipus
14
Ida Fitriyana, Kepastian Hukum Akad Syariah yang dibuat Dalam Bentuk Akta Notaris
(Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2011.
13
lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh
masyarakat.15
pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-
bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan resprensif.
lembaga peradilan..17
15
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum , Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 53
16
Ibid , hlm.69
17
Ibid, hlm. 54
14
Sedangkan menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra bahwa hukum dapat
hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif maupun
dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak
jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian
undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga
aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian
bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati. 19 Teori
a. Tersedia aturan -aturan yang jelas (jernih), konsisten dan mudah diperoleh,
18
Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung : Remaja
Rusdakarya, 1993, hlm. 118
19
Asikin zainal, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2012, hlm.
30
20
Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Pt. Sinar Grafika, 2011, hlm. 45
15
tersebut.
sengketa hukum.
bunga Bank (interest System). Perbankan yang saat kemerdekaan sampai dengan
adanya deregulasi perbankan pada tahun 1988 merupakan bank yang secara
keuangan bebas dari bunga (riba), maka dibutuhkan rangkaian upaya secara
secara eksplisit telah membuka peluang kegiatan usaha dalam perbankan yang
memiliki dasar operasional bagi hasil yang kemudian secara rinci dijabarkan lebih
16
Bank adalah suatu badan lembaga yang mengumpulkan modal masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya kepada masyarakat dalam sistem
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat
banyak. Lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa Bank Umum
adalah bank yang dapat melaksanakan suatu kegiatan usaha secara konvensional
atau menerapkan prinsip Syariah dalam kegiatannya serta memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. Kemudian dalam Pasal 1 ayat (4) dinyatakan bahwa Bank
konvensional atau dengan Prinsip Syariah yang dalam hal tersebut tidak
telah diakui. Hal ini tampak dalam kata-kata bank berdasarkan Prinsip Syariah.
bahwa Prinsip Syariah adalah peraturan perjanjian dari hukum Islam antara bank
dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan/atau pembiayaan suatu usaha, atau
21
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2009, hlm. 36.
22
Ibid, hlm. 39.
17
tanpa pilihan (ijarah) atau dengan pilihan pemindahan kepemilikan atas barang
yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).23
Syariah dapat terealisasikan jika antara kedua belah pihak melakukan kesepakatan
Ittifa’ atau Akad. Sedangkan menurut Bahasa Indonesia dikenal dengan kontrak,
perjanjian atau persetujuan yang diartikan suatu perbuatan di mana seseorang atau
20 ayat (1) adalah menyatakan: suatu kesepakatan dalam perjanjian antara kedua
belah pihak atau lebih untuk melakukan dan/atau tidak melakukan suatu perbuatan
hukum tertentu.25 Dan sahnya suatu perjanjian, harus dipenuhi rukun dan syarat
dari suatu akad. Rukun adalah unsur yang mutlak harus terpenuhi dalam sesuatu
hal, peristiwa dan tindakan. Sedangkan syarat adalah unsur yang harus ada untuk
sesuatu hal, peristiwa dan tindakan tersebut.26 Rukun akad yang utama adalah Ijab
dan Kabul. Syarat yang harus ada dalam rukun bisa menyangkut subyek dan
23
Ibid
24
Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K Lubis, Hukum Perjanjian Dalam
Islam, Jakarta: SInar Grafika, 2004, hlm. 1.
25
Lihat Pasal 20 ayat (1) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Edisi Revisi,
Jakarta: Kencana, 2009.
26
Fathurahman Djamil (et. al), Hukum Perjanjian Syariah dalam Kompilasi
Hukum Perikatan, Bandung: PT. Citra Aditya, 2001, hlm. 252.
18
obyek dari suatu perjanjian. Adapun syarat yang harus dipenuhi agar kesepakatan
a. Ijab dan kabul harus didapatkan dari pernyataan orang yang sekurang-
kurangnya telah mencapai umur tamyiz yang secara sadar dan memahami
keinginan apa yang dimaksud. Dengan kata lain harus oleh orang yang
b. Ijab dan kabul nantinya akan berhubungan langsung dalam suatu Majelis
c. Jumhur ulama mengatakan bahwa Ijab dan Kabul ialah unsur penting
Dari penjelasan tersebut maka rukun dan syarat suatu perjanjian harus
mutlak terpenuhi agar suatu perjanjian tersebut terdapat akibat hukum dan kedua
27
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),
Yogyakarta: UII Press, 2000, hlm. 66
19
dengan bijaksana. Atas dasar ini lah setiap profesional dituntut untuk bertindak
sesuai dengan tuntutan profesi serta diharuskan memiliki nilai moral yang baik.
Seorang profesional juga harus bertindak objektif, artinya bebas dari rasa malu,
sentimen dan sifat pemalas. Daryl Koehn mengatakan ada beberapa kriteria
Indonesia merdeka yaitu pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Dewasa ini
sebuah surat berharga, seperti sertifikat tanah, pendirian perseroan dan surat
sejenis lainnya. Notaris adalah profesi kepercayaan yang berlainan dengan profesi
memihak.
28
Daryl Koehn, Landasan Etika Profesi, Ctk. Keenam, Yogyakarta: Kanisius, 2009,
hlm.,75.
20
Notaris adalah pejabat umum yang satu- satunya berwenang untuk membuat akta
oleh sebuah peraturan umum untuk dituangkan ke dalam suatu akta autentik.29
Peraturan Jabatan Notaris juncto Pasal 1 ayat (1) UUJN-P tidak hanya
dalam Pasal tersebut dapat disimpulkan dari kalimat: Notaris ialah pejabat umum
akta, memberi grosse, salinan serta kutipan akta, sepanjang pembuatan akta-
akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain
29
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta:Erlangga,1992,
hlm.31
21
khusus;
3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
bersangkutan;
Selain hal tersebut di atas, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-
dibuatnya;
dibuat;
Salah satu yang tidak asing beberapa tahun terakhir khususnya di dunia
menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat
penggabungan dari jasa keuangan dengan teknologi, yang dapat merubah model
bisnis dari konvensional menjadi moderat. Selain itu, National Digital Research
Centre (NDRC), merujuk pada inovasi dalam bidang finansial atau inovasi
finansial yang diberi sentuhan teknologi modern atau dikenal dengan “innovation
dahulu dilakukan face to face dan membawa sejumlah uang, saat ini tindakan
tersebut dapat dilakukan dalam bentuk jarak jauh serta pembayaran pun hanya
perintah atau larangan, dan adakah tindakan dari seseorang sesuai dengan norma
30
Nuzul Rahmayani, “Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen Terkait Pengawasan
Perusahaan Berbasis Financial Technology di Indonesia”, Pagaruyuang Law Journal, Edisi No. 1
Vol. 2, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, 2018, hlm.25.
23
hukum dan apakah norma itu sesuai dengan prinsip hukum,, norma hukum atau
prinsip hukum. 31
yaitu, diantaranya:
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
mengkaji lebih lanjut mengenai akad syariah dan peranan notaris terhadap
financial technology.
konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang
dihadapi. 33
31
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Prenada Media Group, 2014
selanjutnya disebut Peter Mahmud Marzuki III, hlm. 47.
32
Ibid, hlm.133
33
Ibid, hlm.135-136
24
perundang-undangan.
minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu
yang digunakan adalah dengan cara deduktif, yaitu menjelaskan suatu hal
Sistematika penulisan pada tesis ini, peneliti membagi menjadi empat bagian
sebagai berikut :
mengenai fakta hukum melahirkan isu hukum yang akan diteliti. Isu hukum yang
timbul dari fakta hukum tersebut kemudian dirumuskan ke dalam rumusan masalah.
Dari rumusan masalah, timbul tujuan penelitian ini dilakukan dengan manfaat
penelitian yang akan dirasakan bagi kepentingan akademis dan kepentingan praktisi.
guna menentukan hasil penelitian. Setelah itu sistematika penulisan yang menjelaskan
34
Peter Mahmud Marzuki II, Op. Cit., hlm. 14.
26
BAB III Pembahasan atas rumusan yang kedua yaitu menganalisis dan
mengetahui peran Notaris dalam pelaksanaan akad online pada financial technology
syariah.
BAB IV Penutup yang terdiri dari simpulan atas pembahasan dari rumusan
masalah pertama dan kedua, kemudian disebutkan saran atas pokok permasalahan dari
BERBASIS ONLINE
Pada era modern saat ini, manusia memiliki kehidupan dengan segala
dengan cepat. Salah satu perkembangan yang sedang marak di Indonesia adalah
dilaksanakan di Indonesia adalah jual beli online, dalam hukum Islam transaksi
jual beli online tersebut dapat dilakukan dengan ijab Kabul. Namun dalam
Hanafi tersebut memiliki prinsip adanya rasa kepercayaan dan ketertarikan antar
pembeli dan penjual sehingga tidak perlu melakukan pertemuan secara langsung.
Penggunaan Fintech ini dapat dikatakan bentuk dari muamalah dalam Islam yang
35
Iska Sri Mawarni, Analisis Presepsi Masyarakat Pengguna Layanan Transaksi Digital
Pada Financial Technology (Studi kasus terhadap layanan Go-Pay “Gojek” di Kota Bandung
2017), Universitas Telkom, 2017.
36
Pegadaian Syariah, Posisi Financial Technology di Mata Ekonomi Islam, dalam skripsi
Sri Devi Febrianti, 2018, “Financial technology dalam sistem ekonomi islam”, Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri Palangkaraya, hlm. 107.
27
28
technology tidak sejalan dengan ekonomi Islam yaitu sebagai berikut :37
macam peraturan dan kaidah- kaidah yang bisa digunakan untuk mendalami
dan merumuskan hukum Islam melalui sumber yang terpercaya. Ilmu ini
diterapkan sebagai penetapan dalil untuk suatu hukum. Selain itu juga
Sunnah Rasul yang berkaitan dengan perbuatan muslim yang telah dikenai
perbuatan hukum dalam bentuk hukum Fiqh agar bisa digunakan dan
dalil.
dalil-dalil syari yang bersumber dari hukum dalam ketentuan Islam. Selain
37
Ibid, hlm 107 – 108.
29
sebagai berikut: 38
c. Relasi antara ushul fiqh dan masalah sosial. Ushul fiqh merupakan
merupakan salah satu uraian dari ushul fiqh yang menguraikan tentang
38
Mohammad Mufid, Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan Kontemporer dari Teori ke
Aplikasi, Prenadamedia Group, 2018 .hlm 11-12.
30
luas. Transaksi jual beli pun di atur dalm Islam berdasarkan hukum utama
Islam yang bersumber dari Al-Qur’an sebagai sumber hukum umat Islam.
Spirit jual beli dalam Islam dapat ditemukan dalam beberapa ayat, yang artinya
Kebalikan dari itu, ayat tersebut juga menuju status yuridis dari kegiatan yang
mengandung unsur riba, termasuk juga tadli dan taghrir. Tadlis merujuk pada
pemahaman bahwa para pihak yang ikut serta didalam sebuah bisnis memiliki
dengan objek atau barang yang dibisniskan. Setidaknya ada empat informasi
utama yang melekat sebagai hak kedua belah pihak (penjual atau pembeli,
kualitas, harga dan waktu pengiriman. Apabila dalam transaksi tidak tersirat
empat informasi tersebut kedua belah pihak, maka menurut hukum Islam telah
terjadi kebohongan terhadap satu pihak dan raktek semacam ini disebut
tadlis.39
transaksi yang dilakukan kedua belah pihak. Hukum Islam tidak memberikan
39
Muhammad & Rahmad Kurniawan, Visi dan Aksi Ekonomi Islam: Kajian Spirit Ethico
– Legal Atas Prinsip Taradin Dalam Praktik Bank Islam Modern, Malang: Intimedia, 2014,
hlm.61
31
keuntungan dari bisnis akan memperoleh keuntungan dari bisnis yang tidak
jelas. Praktek semacam ini tidak dapat dibenarkan dalam hukum Islam karena
tujuannya adalah mencegah terjadinya praktek yang tidak merugikan pihak lain
dan tidak membuka ruang terjangkitnya model transaksi bisnis yang tidak
An-Nisa [4] : 29, QS. Al-Hadid [57] : 25 dan QS. Al-Maidah [5] : 2, dapat
menguntungkan, asas manfaat dan kehalalan komoditas, asas suka sama suka, asas
keadilan dan asas saling tolong menolong. Dengan demikian, seluruh aktivitas
ekonomi harus didasarkan pada konfirmasi dari Al-Qur’an dan Hadis. Karena
pada prinsipnya, segala sesuatu yang diajarkan Al-Qur’an dan Hadis sudah pasti
muamalah, maka hal tersebut merupakan tujuan dari hukum Islam, karena Islam
Selain Al-Qur’an, dasar hukum akad yang kedua adalah hadist Nabi.
Anjuran akad yang dilakukan atas dasar saling meridhoi, sebagaimana dijelaskan
dalam beberapa surat di atas, juga ditemukan dalam beberapa hadis yang
40
Ibid.., h. 62.
41
Ibid,. h. 22-25.
32
menghedaki akad jual beli hendaklah dilakukan dengan rela dan suka sama suka
dilantarkan oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Majah dan Abu Daud yaitu: Jual beli harus
dipastikan harus saling meridhai. (HR Baihaqi dan Ibnu Majjah). Dan
Sesungguhnya jual beli adalah yang dilakukan dengan suka sama suka.(HR. Abu
Daud).42
3. Ijma
manusia senantiasa memerlukan keterlibatan dan peran aktif orang lain dalam
bagi umatnya, bahkan Islam pasti memudahkan pemeluknya agar lebih mudah.
Hal tersebut diuraikan dalam surah Al-Baqarah ayat 185 yang artinya bahwa
bagi umatnya.
melaksanakan kegiatan bisnis keuangan. Oleh karena itu, berdasarkan uraian ayat
tersebut, Fintech bisa dipraktekkan dalam kegiatan ekonomi islam. Bahkan DSN-
MUI pun telah mengeluarkan fatwa mengenai uang elektronik syariah dan fatwa
42
Ibid., h. 63.
33
Fintech ini berdasarkan dari prinsip-prinsip ekonomi Islam, agar terhindar dari
Semuanya berarti terdapat manfaat, baik secara asal maupun melalui suatu proses,
bisa menentukan hukum Islam tidak mengacu kepada nass tertentu, tetapi hanya
syara’. Kesimpulannya bahwa jika Financial Technology harus sejalan dan tidak
tersebut secara teknis berbeda dengan yang dipraktekkan pada masa Nabi dan
Sahabat, maka hal tersebut menjadikan ijtihad menjadi suatu kebutuhan yang
sektor Fintech dalam ekonomi syariah, ijtihad berperan menjadi makin sentral.
Indonesia adalah sebuah keniscayaan dalam ijtihad. Segalanya dimulai dari dalil
berdasarkan pada ketentuan dalil qathi yakni jual beli dihalalkan dan riba
diharamkan. Oleh sebab itu supaya mencapai konsep tanpa riba, semua wasilah
hukum baru adalah fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI. Bahkan fatwa DSN-
MUI ini sudah memperoleh lokasi sebagai mitra Bank Indonesia dalam
Technology
sebagai berikut :
43
Ijtihad untuk Perbankan Syariah pada Kasus Bai’u Hukmi dan Qabdlu Hukmi, diakses
dalam https://islam.nu.or.id/post/read/84854/ijtihad-untuk-perbankan-syariah-pada-kasus-baiu-
hukmi-dan-qabdlu-hukmi, pada tanggal 29 Juni 2021 pukul 22.23 WIB.
44
M.Roem Syibly, Ms.Si dan Prof. Dr. Amir Mu’allim, MIS, “Ijtihad Ekonomi Islam
Modern”, digilib.uinsby.ac.id, Surabaya, hlm. 1822.
35
pihak yang andil dalam transaksi uang elektronik dan prinsip umum yang
uang elektronik adalah akad wadi’ah dan qardh. Akad yang bisa dipakai
transaksi yang riba, gharar, maysir, tadlis, riswah, dan israf serta transaksi
dan terkait kartu yang dipakai sebagai sarana uang elektronik hilang maka
jumlah nominal uang yang terdapat pada penerbit tidak boleh hilang.45
MUI/II/2018
45
Dewan Syariah Nasional MUI, Uang Elektronik Syariah, Fatwa Dewan Syariah
Nasional–Majelis Ulama Indonesia No. 116/DSN-MaUI/IX/2017.
46
Dewan Syariah Nasional MUI, Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
Berdasarkan Prinsip Syariah, Fatwa Dewan Syariah Nasional–Majelis Ulama Indonesia No.
117/DSN-MUI/IX/2017.
36
muamalah yaitu asas kerelaan kedua belah pihak pihak yang melaksanakan
kedua belah pihak guna penyampaian proses ijab dan qabul. Syarat yang
47
Ibid.
37
untuk melaksanakan akad dan rukun yang harus berwujud adalah harus
Dewasa ini tugas utama digital sangat luar biasa, hampir semua
cepat dan lebih mudah untuk peredaran informasi yang digunakan untuk membuat
perkembangan ekonomi semakin mudah dan cepat dan tidak ada batas dengan
perekonomian. Hal ini diketahui dengan adanya perkembangan usaha pada bidang
industri keuangan yang bisa mendukung tumbuhnya alternatif alat transaksi untuk
Fintech tersebut merupakan hal yang baru dalam bidang perekonomian yang
bermunculan di Indonesia. Selain itu, kemudahan lain yang dapat ditandai dari
melaksanakan fintech ini bisa menjadi pertimbangan orang untuk memulai bisnis.
48
Murniati Mukhlisin, Fintech syariah dan keuangan keluarga kita, Sekolah Tinggi
Ekonomi Islam Tazkia. 2017.
49
Aan Ansori, Digitalisasi Ekonomi Syariah, Jurnal Ekonomi Keuangan dan Bisnis
Islam, Volume 7 No. 1 Januari- Juni 2016 P-ISSN: 2085-3696: E-ISSN, h. 1.
38
pemerataan. Jika satu dekade lalu, daftar 10 situs paling sering dikunjungi di
Indonesia hanya diisi oleh situs pencari informasi dan komunikasi, kini dalam
daftar tersebut muncul beberapa situs platform untuk bertransaksi. Ini menjadi
fakta bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai bertransaksi secara online. 51 Salah
Technology.
konsumen serta harapan konsumen antara lain yaitu bisa membuka dan
menjangkau data dan informasi kapanpun dan dimanapun. Selain itu juga bisa
menyamakan bisnis kecil dan besar supaya cenderung mempunyai harapan tinggi
Asia Tenggara dan terbesar ke empat di dunia, Indonesia adalah pasar besar bagi
50
Sasmita Flouridaningrum, Mengapa Memilih Fintech Syariah, Jurnal Hukum Fintech,
Teknologi, Telekomunikasi & Perbankan Syariah Prihatwono Law Research Vol. 1, Juni
2018.
51
Fintech Talk, Fintech dalam E-commerce: Motor Pendorong Pemerataan Ekonomi
Secara Digital, Fintech Indonesia. 2017.
52
Muzdalifa, et. al., “Peran Fintech Dalam Meningkatkan Keuangan Inklusif Pada
UMKM di Indonesia (Pendekatan Keuangan Syarian)”, Jurnal Masharif al-Syariah:Jurnal
Ekonomi dan Perbankan Syariah, No. 1 Vol. 3, Surabaya, 2018.
39
uangnya antara lain sebagai kebutuhan kendaraan, layanan keuangan, dan rumah
tangga.53
inovatif serta teknologi baru yang berpotensi untuk mengubah atau mengganggu
industri jasa keuangan. Fintech melalui digitalisasi saat ini telah ada tanpa batas
layanan bank. 54
diawali dari inovasi kartu kredit sekitar tahun 1960 an, kartu debit dan terminal
teller machiine, ATM) sekitar tahun 1970an. selanjutnya diikuti dengan hadirnya
mengikuti deregulasi pasar modal dan obligasi sekitar tahun 1990an. Kemudian,
hadir internet banking yang selanjutnya mendukung tenarnya perbankan tidak ada
cukup jauh, melalui pergantian ini nasabah-nasabah tidak lagi dperlukan untuk
53
Posma Sariguna Johnson Kennedy, “Tantangan terhadap Ancaman Disruptif dari
Financial Technology dan Peran Pemerintah dalam menyikapinya”. Jurnal Forum Keuangan dan
Bisnis Indonesia (FKBI), VI, 2017, hlm.174.
54
Rizal Silalahi & Dynda Puspa Pramedia, Analisis Faktor Keberhasilan Fintech
Payment dengan Menggunakan Delone dan Mclean, Universitas Bakrie, 2018.
40
Industri Financial technology adalah salah satu cara layanan jasa keuangan
yang sudah dikenal secara global di era digital saat ini. 56 Secara Global
Indonesia masih lebih banyak yang berbisnis payment (43%), pinjaman (17%),
pembayaran digital menjadi salah satu sektor dalam industri Financial technology
55
Muhammad Afdi Nizar, Teknologi Keuangan (Fintech): Konsep dan Implementasinya
di Indonesia, Warta Fiskal, edisi 5/2017, hlm. 7.
56
Irma Muzdalifa, dkk, “Peran Fintech Dalam Meningkatkan Keuangan inklusif Pada
UMKM Di Indonesia (Pendekatan Keuangan Syariah)”, Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal
Ekonomi dan Perbankan Syariah/Vol. 3, No. 1, 2018
57
Mekar, Fintech di Indonesia: Perkembangannya di 2017 dan Proyeksi untuk 2018,
dalam www.mekar-fintech-di-indonesia2018.id , diakses pada 14 Februari 2021 pukul 20.05
WIB.
58
Irma Muzdalifa, dkk, 2018, Op.Cit.
41
masyarakat termasuk pula dibidang jasa sistem pembayaran, baik dari sisi
digital, diperkokoh dengan realita baru sekitar 36% manusia dewasa di Indonesia
yang mempunyai rekening di bank atau sekitar 160 juta manusia yang masuki
kategori unbanked.60
atau telephone genggam. 61 Dalam jangka waktu 4 tahun sesudah itu cuma terjadi
59
Iska Sri Mawarni, Analisis Presepsi Masyarakat Pengguna Layanan Transaksi Digital
Pada Financial Technology (Studi kasus terhadap layanan Go-Pay “Gojek” di Kota Bandung
2017), Universitas Telkom, 2017.
60
Ivan Mulyadi, Perkembangan Financial Technology (Fintech) Tahun 2018, diakses
dalam www.marketing.co.id,
61
R. Andi Kartiko Utomo, Bisnis Model Baru Bank-Tekfin dan Ekonomi Digital, Fintech
Talk Indonesia Journal. 2017.
42
sekitar 60%.62
pada tahun 2015-2016, ketika itu jumlah pelaku Fintech di Indonesia berkembang
78%, sampai November 2016, IFA mendata sekitar 135 hingga 140 perusahaan
mengalami kenaikan yang cepat mulai tahun 2014 yang jumlahnya 88 juta
keuangan di Indonesia.66
tiba-tiba pada bidang industri keuangan islam terhitung dari beberapa waktu
diimbangi dengan kemajuan dalam hal fasilitas teknologi yang dapat menampung
62
Muhammad Afdi Nizar, Teknologi Keuangan (Fintech) : Konsep dan Implementasinya
di Indonesia, Warta Fiskal, edisi 5/2017, hlm. 7
63
Posma Sariguna Johnson Kennedy, “Tantangan terhadap Ancaman Disruptif dari
Financial Technology dan Peran Pemerintah dalam menyikapinya”. Jurnal Forum Keuangan dan
Bisnis Indonesia (FKBI), VI, 2017, hlm.174
64
Muhammad Afdi Nizar, Teknologi Keuangan (Fintech): Konsep dan Implementasinya
di Indonesia, Warta Fiskal, edisi 5/2017, hlm. 7.
65
R. Andi Kartiko Utomo, Bisnis Model Baru Bank-Tekfin dan Ekonomi Digital, Fintech
Talk Indonesia Journal. 2017.
66
Budi Rahardjo, Fintech: Layanan Baru, Ancaman Baru, Fintech Talk Indonesia
Journal. 2017.
43
keseimbangan kenaikan industri keuangan islam dan supaya bisa bertahan, maka
b. tingkat literasi keuangan yang masih dibawah, hal itu dibuktikan dengan
37% saja.
d. tingkat pemakai internet di Indonesia cukup tinggi sekitar 54,7% dari total
67
Sulayman, H. I. (2015). Growth and Sustaining of Islamic Finance Practice in the
Financial System of Tanzania: Challenges and Prospects. Procedia Economics and Finance, 361-
366.
68
Rahadiyan, I., & Sari, A. R. S. (2019). Peluang dan Tantangan Implementasi Fintech
Peer-to-Peer Lending sebagai Salah Satu Upaya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Indonesia, Jurnal Defendonesia, 4(1), 18–28.
44
Hal tersebut pasti menjadi kesempatan bagi Fintech syariah guna mengalihkan
syariah.
:69
3) Penurunan harga.
69
Bank Indonesia, “Financial Technology Perkembangan dan Respons Kebijakan Bank
Indonesia”, Bank Indonesia-Fintech Office, hlm.11.
45
ketentuan yang ketat dan adanya industri perbankan yang terbatas dalam
biaya pelayanan keuangan yang efisien dan menjangkau untuk masyarakat umum
di Indonesia.70
Akad yang dapat digunakan dalam jasa tersebut diantaranya adalah jual-
beli, musyarakah,, mudharabah, ijarah, wakalah, wakalah bil al-ujrah, dan qardh.
Ketentuan itu juga mengatur macam-macam ketentuan syariah yang secara umum
memunculkan gharar, maysir tadlis, dharar dan haram. Selain itu, transaksi harus
70
Muliaman D. Hadad, Financial Technology (Fintech) di Indonesia, Kuliah Umum
Tentang Fintech-IBS, Jakarta, 2017, hlm. 4.
46
elektronik yang relevan dan valid. Sebagai imbuhan bahwa transaksi yang
dilaksanakan harus memastikan porsi bagi hasil, harga, biaya jasa (ujroh) yang
sejalan dengan prinsip syariah. Dengan demikian Fintech syariah dapat menjamin
Dalam Islam, akad dikenal dengan penyebutan 2 istilah yaitu rukun dan
syarat akad. Rukun bisa diterjemahkan sebagai unsur esensial dalam menyusun
a. Subjek Akad
Merupakan pihak yang melaksanakan akad yang terdiri dari minimal 2 pihak
yang sudah dewasa, mempunyai akal yang sehat serta mampu melaksanakan
bentuk dan wujudnya. Di dalam murabahah, objek akad merupakan suat benda
yang dilakukan jual-beli dengan harga yang disepakati. Suatu akad bisa disebut
1) Benda telah ada pada waktu akad dilangsungkan. Objek akad harus
berwujud dan telah ada pada saktu akad dilangsungkan. Menurut pendapat
fukaha, barang yang belum tersedia pada saat akad dilakukan tidak dapat
71
Rifqi Muhammad dan Izzun Khoirun Nissa, Analisis Resiko Pembiayaan Dan Resolusi
Syariah Pada Peer-To-Peer Financing, EQUILIBRIUM Jurnal Ekonomi Syariah , Volume 8,
Nomor 1, 2020, 63- 88.
72
Ascarya, Diana Yumanita, Bank Syariah: Gambaran Umum, Seri Ke bank sentralan
Nomor 14, Bank Indonesia Pusat Pendidikan dan Studi Ke bank sentralan, Jakarta, 2005, hlm.14.
47
dijadikan objek akad karena penyebab terjadinya hukum dan akibat akad
dilakukan jual-beli wajib memiliki nilai dan harga untuk kedua belah pihak
3) Objek akad diketahui dan dapat ditentukan. Objek akad harus dapat
diketahui dan ditentukan oleh kedua belah pihak yang berakad. Objek akad
persyaratan ini, para pihak yang melangsungkan akad dilandasi sikap rela
4) Objek akad bisa diserahkan ketika dilakukan akad. Pada saat akad
bukan berarti objek akad bisa langsung diberikan. Maksud dari objek akad
diberikan pada waktu akad adalah objek akad sudah harus dikuasai oleh
Secara garis besar, syarat objek akad yang disebutkan diatas dapat
dikatakan bahwa suatu hal bisa dijadikan objek akad dalam hal bisa
terakhir dalam pemaparan diatas mewajibkan objek akad harus berwujud, dapat
Sighat akad merupakan sebuah cara yang dilakukan untuk ijab dan kabul
dimana hal tersebut adalah rukun sebuah akad itu dibentuk. Sighat akad bisa
dilaksanakan dengan lisan, tulisan, perbuatan atau isyarat yang sudah dijadikan
kebiasaan dalam hal tersebut. Mazhab Hanaf i mempunyai pendapat bahwa rukun
akad hanya satu yaitu, sighatal-‘aqd. Bagi Mazhab Hanafi, pengertian dari rukun
akad adalah unsur dasar dan pokok yang menyusun sebuah akad. Unsur tersebut
berbentuk pernyataan kehendak dari para pihak yang berupa ijab dan qabul.
Kedua belah pihak dan objek akad adalah bagian luar, bukan bentuk esensi dari
akad sehingga kedua belah pihak dan objek akad bukan suatu rukun. Namun
melangsungkan akad dan objek akad adalah bagian yang wajib terpenuhi dalam
akad. Hal tersebut disebabkan oleh letaknya yang di luar esensi, pihak dan objek
rukun akad. Sehingga keabsahan akad bergantung terhadap seberapa rukun dan
73
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan
Syariah, Yogykarta : Logung Pustaka, 2009, hlm. 34.
49
syarat akad dapat terpenuhi, dimana syarat keabsahan perjanjian sebagai berikut
:74
a. Tidak bertentang dengan hukum syariah yang disepakati. Maksud dari syarat
ini adalah bahwa akad yang dilakukan oleh para pihak merupakan bukan
suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum atau perbuatan yang bertentangan
dengan syariah, hal tersebut dikarenakan akad yang bertolak belakang dengan
hukum syariah adalah tidak sah sehingga para pihak tidak mempunyai
disepakati atau dengan kata lain dalam hal isi akad merupakan perbuatan
b. Perjanjian dilakukan atas dasar ridho dan terdapat pilihan, hal tersebut tidak
dilaksanakan antara para pihak harus berdasar pada kesepakatan para pihak,
yaitu para pihak saling ridho dan rela terhadap perjanjian yang dibuat
tersebut, atau dengan maksud lain perjanjian itu harus kehendak bebas kedua
belah pihak. Dalam hal ini berarti tidak diperbolehkan terdapat paksaan dari
kekuatan hukum dalam hal tidak dilandasi kebebasan keinginan kedua belah
74
Ascarya, dan Diana Yumanita, 2005, Loc.Cit.
50
c. Isi perjanjian harus gamblang dan jelas. Maksudnya adalah sesuatu yang akan
dilakukan perjanjian oleh kedua belah pihak diharuskan sudah merasa jelas
para piha yang melaksanakan perjanjian atau yang melakukan pengikatan diri
dalam perjanjian harus memiliki interpretasi yang sama tentang apa yang
diperjanjikan, baik terhadap isi atau akibat yang muncul daripada perjanjian
itu. Sama halnya dengan perjanjian BW, perjanjian dalam hukum Islam juga
berdasar pada kesepakatan para pihak dengan syarat objek perjanjian wajib
Selain itu, notaris harus menguasai rukun dan syarat keabsahan akad seperti yang
diatur dalam syariat Islam, kalimat yang termuat setiap pasal di akad syariah dapat
diperjelas konstruksi hukumnya apakah sesuai dengan hukum kontrak syariah atau
tidak.
Akad pembiayaan pada perbankan syariah dapat dibuat dalam dua jenis,
yakni akta yang disusun di bawah tangan dan akta yang disusun secara notariil.
Sejauh ini, belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang bentuk-bentuk akta
yang disepakatai antara bank dan debitur masih berdasar pada hukum yang
Akad pembiayaan yang disusun secara notariil supaya disebut akta otentik,
ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata harus terpenuhi di akad tersebut dimana
“suatu akta otentik adalah sebuah akta yang disusun dalam bentuk yang
diatur undang-undang oleh dan/atau didepan pejabat umum yang
mempunyai kewenangan terhadap hal tersebut dimana akta tersebut
disusun”.
secara riil maupun secara maknawi, dari dua segi maupun satu segi.” Sedangkan
dalam hukum Indonesia lebih dikenal dengan “perjanjian”. Definisi akad secara
terminologis ulama fikih dilihat dari dua segi yaitu secara khusus dan secara
umum. Secara umum definisi akad dalam pengertian yang lebih luas hampir sama
dengan definisi akad dari segi bahasa menurut pendapat ulama Mazhab Syafii,
Maliki dan Hambali yaitu: “Segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang
yang penyusunannya memerlukan kehendak dua orang seperti jual-beli gadai, dan
perwakilan”. 75
Sedangkan definisi akad dalam arti yang lebih sempit diuraikan oleh
ulama fikih , antara lain: “Ikatan antara Ijab dan Kabul berdasarkan ketentuan
memberikan beberapa pilihan kepada para pengguna layanan baik itu peminjam
harus mencermati aturan yang diatur oleh regulator supaya dapat menyediakan
pengguna layanan.
ketentuan yang ada dalam POJK Nomor 77/POJK.01/2016 yang menjadi dasar
dalam pelaksanaan pada Investree maupun Dana Syariah masih terdapat hal hal
yang harus ada dan dilengkapi oleh lembaga jasa keuangan yang melaksanakan
75
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Indonesia, Jakarta, Kencana, 2006, h. 45.
76
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003, hlm. 44.
53
disebut sebagai (lender) atau Investor yang memiliki modal dan hendak di
77
Sovia Hasanah, “Dasar Hukum Layanan Pinjam-meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi”, dalam https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5a8a27073caf8/dasarhukum-
layanan-pinjam-meminjam-uang-berbasis-teknologi-informasi, diakses 07/03/2021, pukul 20.51
WIB.
54
Informasi.
penyelenggara layanan.
sesuai aturannya, maka tidak semua tagihan bisa diterima untuk pinjam-
Namun bagi penerima pinjaman yang memiliki sifat perorangan yang tidak
dengan sumber pengembalian dalam bentuk slip gaji dan fotcopy rekening
tabungan.
78
Admin, “General FAQ Syariah”, dalam https://www.investree.id/how-itworks/general-
faq-syariah, diakses pada tanggal 07 Maret 2021, pukul 21.45 WIB.
55
pembayarannya.
ada pihak yang mengajukan pinjaman yang pantas diberi pinjaman serta
taat dan patuh terhadap aturan yang terdapat dalam UU ITE dan hukum
perjanjian lainnya.
pihak.
56
ketentuan syariah yang berkaitan dengan usaha tersebut. Ketaatan pada aturan
Lembaga Jasa Keuangan Syariah wajib memperhatikan hal hal berikut antara lain
:79
satu yang sangat penting bagi pengguna layanan. Beberapa ketentuan yang
informasi :
berlaku.
79
Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Jakarta:
Ghalia, 2009, hlm. 145.
57
layanan.
g. Semua dan berasal dari sumber yang halal dan sah sesuai syariah.
dalam syariah tidak hanya profit oriented, namun juga falah oriented
kemenangan didunia dan di akhirat menjadi salah satu yang ingin dicapai
80
Trisadini UP dan Abdul Shomad, Hukum Perbankan, Surabaya : FH Universitas
Airlangga dan Lutfansah Media, 2015, hlm. 60.
58
keuangan serta bisnis lainnya yang ada kaitannya secara konsistensi, dan
merupakan fenomena yang baru namun masih berlaku asas-asas hukum kontrak
pada umumnya maupun hukum kontrak sesuai syariah. Dalam segi perikatan
sesuai hukum Islam atau sesuai syariah, kontrak melalui media teknologi
informasi terkait rukun dan syarat akad harus tetap terpenuhi. Dalam ketentuan
81
Adrian Sutedi, 2009, h.147. Loc Cit.
59
yaitu:82
pihak, terhindar dari keterpaksaan karena teknan salah satu pihak atau pihak
lain.
cermat dan dengan tujuan yang jelas supaya dapat menghindari praktik-
mempunyai kedudukan yang sejajar dan memiliki hak dan kewajiban yang
sama rata.
82
Trisadini Prasastinah Usanti, Pengantar Lembaga Keuangan Syariah, Sidoarjo:
Zifatama Jawara , 2017, hlm. 9.
60
kedua belah pihak, sehingga bagi pihak terkait tidak menjadikan beban yang
berlebih.
11. Sebab yang halal; sejalan dengan hukum, diperbolehkan oleh hukum dan
halal.
BAB III
transportasi umum sebagai contoh perusahaan taksi online, maka bidang jasa
risikonya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Kementerian
yang terkait atas hal tersebut masih menyiapkan dan melakukan penyusunan
PIDEK yang didalamnya terdapat dari kumpulan beberapa satuan kerja di OJK
61
62
mengatur Fintech sangat diperlukan.83 Oleh karena itu, OJK menyusun dua satuan
kerja baru yang ada hubungannya dengan Fintech, yaitu Grup Inovasi Keuangan
Pengawasan Fintech.
dan para pihak yang terkait dengan pelaksana start-up Fintech berlangsung
Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain itu juga dari Kliring
Kriminal Kepolisian RI, Bursa Efek Indonesia, Himpunan Bank Milik Negara
83
Rudi Saleh Susetyo dkk, Kajian Perlindungan Konsumen sektor Jasa Keuangan:
Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta: Departemen Perlindungan Konsumen-Otoritas
Jasa Keuangan, 2017, hlm.48.
63
kewenangan OJK atau tidak, yang terdiri dari macam-macam jenis usaha sebagai
(peer to peer lending), crowd funding, chanelling kredit dan lain sebagainya.
84
Ibid.., h. 49.
85
Ibid.., h. 51.
64
koperasi (Pasal 2 ayat (2)). Aktivitas usaha yang bisa dilaksanakan oleh
pelaporan dengan cara berkala tiap tiga bulan kepada OJK. Setelah itu,
izin kepada OJK selama jangka waktu yang telah ditentukan, maka surat
86
Ibid., h. 52.
65
bersumber dari dalam negeri dan/atau luar negeri (Pasal 16). Perjanjian
87
Ibid.., h. 55.
66
semua data yang dikelola mulai data didapatkan sampai data itu
Di sisi lain, jika ada suatu bank umum yang ingin menggunakan
umum dan RBB, maka bank umum tersebut harus juga mengacu dan
88
Ibid.., h. 56.
89
https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/financial-technology/Pages/Penyelenggara-
Fintech-Lending-Terdaftar-dan-Berizin-di-OJK-per-10-Juni-2021.aspx , diakses tanggal 9 Juli
2021, pukul 19.00.
90
https://infokomputer.grid.id/read/121852524/terdaftar-di-ojk-inilah-deretan-fintech-
syariah-di-indonesia , diakses jam 11.55 12 nov 2020
67
Amartha, Investree, dan masih banyak yang lain. Hal yang membedakan
P2P lending syariah dengan P2P lending konvensional selain tidak ada
bunga atau riba adalah adanya konsep akad yang dipakai dalam proses
pinjam meminjam.
investasi atau pinjamannya. Kemudian pihak ketiga itu memiliki hak untuk
mengelola uang pinjaman atas nama pemberi kuasa dan akan memperoleh
imbalan dalam bentuk upah atas jasa dalam menyediakan media untuk
pinjaman.
selaku lender atau pemberi pinjaman dan pengelola dana. Apabila terdapat
dua pihak atau lebih bertujuan melaksanakan beberapa usaha yang telah
91
https://www.idntimes.com/business/economy/ridwan-aji-pitoko-1/mengenal-p2p-
lending-syariah-pinjol-halal-tanpa-riba/3 , diakses jam 08.46, 17 Juli 2021
68
batas waktunya.
sama-sama telah memenuhi hak dan kewajibannya , tidak akan ada satu
pemulihan bencana
92
Ibid.., h. 58.
69
mitigasi risiko, asesmen, dan evaluasi atas model bisnis dan produk/layanan
dari Fintech serta inisiator riset yang berhubungan dengan aktivitas layanan
model bisnis dan produk yang disediakan. Hasil dari asesmen itu akan jadi
unit usaha Fintech melaksanakan aktivitas secara terbatas, tentu saja seusai
sandbox berlaku supaya pelaksana Fintech yang lebih banyk adalah perusahaan
93
Ibid.., h. 59.
71
media untuk pertukaran ide inovatif antara pelaku Fintech sekaligus kolaborasi
penerbit;
94
Ibid.., h. 60.
72
b) jumlah dana yang disimpan melalui elektronik dalam media server atau
chip;
berdasarkan PBI E-Money adalah Bank atau Lembaga Selain Bank. Untuk
Lembaga Selain Bank yang akan melaksanakan aktivitas usaha uang elektronik
berbentuk PT. Lembaga yang dimaksudkan dalam PBI E-Money terdiri dari
Uang Elektronik yang data identitas Pemegangnya tercatat dan terdaftar di dalam
Penerbit (registered); dan Uang Elektronik yang data identitas Pemegangnya tidak
penyelenggara.
73
jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilaksanakan dengan cara kerjasama
dengan pihak ketiga dan memakai media dan seperangkat teknologi berbasis
mobile ataupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif. LKD cuma bisa
Elektronik dengan jumlah Uang Elektronik yang lebih kecil atau lebih besar dari
pada jumlah uang yang disetor pada Penerbit. Penerbit harus melaksanakan
pengelolaan dan/atau pembukuan jumlah yang sama rata dengan jumlah uang
atau memblokir secara sepihak nilai uang elektronik, memakai biaya akhir
Elektronik
95
Ibid.., h. 61.
74
sistem elektronik wajib melaksanakan sistem yang aman dan handal, dan
Electronic.
96
Ibid.., h. 62
75
penelitian terkait aspek non teknis dan aspek teknis tentang pelaksanaan
aspek non teknis yakni mencakup bentuk bisnis pelaksanaan. Uji coba
97
Ibid.., h. 63.
98
Ibid.., h. 64.
76
Sampai saat ini Otoritas Jasa Keuangan maupun Dewan Syariah Nasional Majelis
syariah.
Terdapat celah dan perbedaan yang luas diantara sistem syari’ah dan
sejalan dengan al-hadis dan al-Quran. Pada intinya akad yang ada didalam Fintech
sepanjang masih sejalan dengan prinsip syariah maka hal itu tidak dilarang.
Disamping itu fintech memilih kepada salah satu asas muamalah yang lain yakni
an-taradhin yang artinya sama-sama ridho antar kedua belah pihak. Perlu
dan hifzal-mal. Dengan adanya fintech ini merupakan upaya untuk mempermudah
landasan prinsip syariah. Prinsip syariah tersebut memuat aturan tentang tata cara
dan proses hingga pada tujuan akhir supaya bisa dilaksanakan dengan baik dan
benar. 99
99
Salman, A., & Nawaz, H. (2018). Islamic Financial System and Conventional Banking:
A Comparison. Arab Economic and Business Journal, 155-167.
77
Dewasa ini masalah yang sedang dialami oleh fintech berbasis syariah,
yakni mengenai bedanya akad yang digunakan. Beberapa jenis fintech yang sudah
syariah yang pada dasarnya juga bisa dimanfaatkan oleh industri fintech syariah.
Standar yang dilansir pada tahun 2005 menguraikan adanya 6 (enam) risiko yang
risiko kredit, risiko investasi berbasis ekuitas, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko
tingkat bagi hasil, dan risiko operasional. Pada bagian akhir standar juga
yang dilakukan oleh fintech syariah yang diakibatkan oleh kurangnya kecermatan
dalam hal pengelolaan dan dalam hal monitor terhadap pertumbuhan usaha atau
100
IFSB. (2005). Guiding Principles of Risk Management for Institutions ( Other Than
Insurance Institutions ) Offering Only Islamic Financial Services. In Islamic Financial Service
Board (Issue December). IFSB.
78
kemampuan bayar nasabah atau mitra usaha yang ada. Terlebih lagi pembiayaan
konvensional yang sekedar memakai satu sarana penelitian harga yakni tingkat
bunga (interest rate). Sementara pembiayaan syariah bisa menggunakan pola jual
beli, bagi hasil, dan sewa menyewa dimana masing-masing skema pembiayaan
memakai pola bagi hasil dimana modal pokok kemungkinan tidak dikembalikan
Terdapat beberapa risiko yang mungkin terjadi pada fintech syariah, antara
lain :
kedua akad ini berorientasi pada pembiayaan dengan pola kerja sama dan
model bagi hasil baik dengan bagi pendapatan atau Profit or Loss Sharing
(PLS).
101
Muhammad, R. (2019). Akuntansi Keuangan Syariah: Konsep dan Implementasi
PSAK Syariah. P3EI Press.
79
harga komoditas tertentu yang fluktuatif di pasar, dan perubahan nilai aset
tertentu. Dalam transaksi fintech syariah dengan pola P2P lending sangat
jual beli barang yang melibatkan komoditas tertentu dimana provider perlu
menyediakan barang yang dipesan oleh nasabah atau mitra dengan jangka
sebelum itu.
likuiditas tidak dijadikan aspek yang utama dalam bisnis yang dijalankan
nasabah dengan investor. Terkait hal itu, risiko paling besar akan
4. Risiko bagi hasil adalah risiko yang akan dihadapi oleh investor yang
mana tingkat bagi hasil yang akan dihadapi memiliki kemungkinan jauh
fintech syariah adalah keterkaitan antara mitra usaha dan investor, tetapi
pada keberhasilan pembiayaan dan tingkat bagi hasil yang dihadapi oleh
yang didapat tidak sejalan dengan ekpektasi yang diperkirakan, maka akan
mitra usaha sehingga didapatkan tingkat bagi hasil yang optimal yang
102
Yusof, R. M., Bahlous, M., & Tursunov, H. (2015). Are profit sharing rates of
mudharabah account linked to interest rates? An investigation on Islamic banks in GCC
Countries. Jurnal Ekonomi Malaysia, 49(2), 77–86. https:// doi.org/10.17576/JEM-2015-4902-07.
81
risiko ini antara lain: (a) membuat sistem dan prosedur monitoring
dan kepatuhan syariah dengan adanya auditor internal dan DPS; dan (c)
103
Todorof, M, 2018, Shariah-compliant FinTech in the banking industry. ERA Forum,
19(1), 1–17. https://doi.org /10.1007/s12027-018-0505-8.
82
(OJK) tidak mengatur soal bentuk aset yang bisa diagunkan ke perusahaan
menentukan apa-apa saja yang harus dijaminkan oleh calon peminjam. Dalam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi tidak diatur masalah agunan, jadi
20 yang mengatur mengenai perjanjian antara para pihak dalam fintech tidak
Sesungguhnya dalam peraturan ini telah muncul terkait pencantuman jika adanya
objek jaminan dalam dokumen elektronik yang disebutkan dalam Pasal 20 ayat
(2), tetapi tetap tidak dinyatakannya kewajiban jaminan kredit tersebut. Objek
jaminan inilah salah satu hal yang seharusnya dikembangkan oleh OJK terkait
bagaimana penggunaan objek jaminan dan bentuk dari objek jaminan tersebut
dalam bentuk regulasi agar terciptanya kepastian hukum atas resiko gagal
bayar. 105 Dalam hal terkait dengan akad yang memerlukan jaminan, maka ada
104
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20191002092810-78-435951/fintech-p2p-
lending-izinkan-kekayaan-intelektual-jadi-agunan , 20 Juli 2021, 19.30
105
https://kliklegal.com/pencegahan-dan-penanggulangan-kehilangan-uang-kreditur-
dalam-siklus-peer-peer-lending-ailrc/ , 31 Juli 2021, 15.00
83
Adapun akta jaminan yang mempunyai kekuatan akta otentik adalah akta
jaminan fidusia dan pembuatan APHT. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5
ayat (1) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, “Pembebanan Benda
dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan
adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditor
ada pengeculian tanpa harus ada kehadiran fisik dalam pembuatan akta yang
terdapat dalam Pasal 5 ayat (4) UU ITE yaitu mengecualikan akta notaris dalam
adalah hal yang digunakan sebagai penyediaan alat-alat bukti yang sah menurut
hukum pada hakim yang melakukan pemeriksaan terhadap suatu perkara untuk
106
R. Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2004, hlm. 83.
107
Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Jakarta: Citra Aditya
Bakti, 2004.
84
dapat menampakkan kebenaran, baik ia merupakan saksi atau sesuatu yang lain. 108
Didalam Hukum Acara Perdata, alat-alat bukti sah atau yang telah diakui
oleh hukum salah satunya adalah alat bukti tulisan. Pembuktian dalam bentuk
tangan. Tulisan-tulisan otentik dalam bentuk akta otentik yang disusun kedalam
bentuk yang telah diatur oleh undang-undang, disusun berhadapan dengan pejabat
umum yang mempunyai kewenangan atas itu dan di lakukan ditempat akta itu
dibuat.109
monumentta atau akta publicca. Akta-akta itu disusun oleh pejabat publik. Melalui
beberapa istilah tersebut selanjutnya timbul istilah publicaree dan insinuarri, acctis
Menurut A.Pitlo akta itu sebagai surat-surat yang ditanda tangani, disusun
dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat bukti, dan dipergunakan oleh orang,
untuk kebutuhan siapa akta tersebut disusun. Kemudian menurut Sudikno Merto
kusumo akta merupakan surat yang ditandatangani, yang mencakup peristiwa atau
108
Hasbie As Shiddieqie, Filsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hlm.139.
109
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia; Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2009),hlm.120.
110
Muhammad Adam,Ilmu Pengetahuan Notariat, Sinar Baru, Bandung, 1985, hlm.252.
85
kronologi tertentu, yang menjadi landasan dari suatu perjanjian atau perikatan,
yang disusun sejak awal untuk pembuktian dengan unsur kesengajaan. 111
Pasal 1867 KUH Perdata menguraikan mengenai alat bukti melalui tulisan
dilangsungkan melalui akta autentik maupun dengan akta dibawah tangan. Makna
dari pasal tersebut dapat dibedakan antara akta autentik dan akta dibawah tangan
sebagai berikut :
a. Akta otentik
Mengenai akta otentik diatur dalam Pasal 165 HIR, yang bersamaan
bunyinya dengan Pasal 285 Rbg, bahwa akta otentik merupakan akta yang
disusun oleh dan atau di hadapan pejabat yang mempunyai kewenangan atas
itu, dan juga merupakan bukti yang komplit antara para pihak.112
Pasal 165 HIR dan Pasal 285 Rbg mencakup penjelasan dan kekuatan
pembuktian akta otentik sekaligus. Pengertian akta otentik dapat ditemui juga
dalam Pasal 1868 KUHPerdata, pasal tersebut menjelaskan bahwa suatu akta
mempunyai kuasa atas itu dilokasi pembuatan akta tersebut. Akta yang disusun
dihadapan atau oleh notaris sebagai akta otentik menurut bentuknya dan tata
111
Daeng Naja, Teknik Pembuatan Akta, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2012, hlm. 1.
112
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta: Erlangga, 1996, hlm.42.
86
1. Bedanya tulisan dan akta terdapat pada tandatangan yang ada dibawah
tulisan.
akta otentik yang disusun oleh atau dihadapan Notaris sesuai dengan bentuk
dan mekanisme yang ditentukan didalam UUJN, dan secara tidak langsung
dalam Pasal 58 ayat (2) UUJN dijelaskan bahwa Notaris harus menyusun
Daftar Akta dan mencatat setiap akta yang disusun oleh atau dihadapan
Notaris.
Selain akta otentik, terdapat akta lainnya yang disebut sebagai akta
dibawahtangan, yakni akta yang disusun oleh pihak yang berkepentingan untuk
alat bukti tanpa dibantu dari pejabat pembuat akta. Artinya adalah akta
dibawah tangan atau onderhands acte merupakan akta yang disusun tanpa 6
113
Tan Thong Kie, Studi Notariat, Beberapa Mata Pelajaran dan Serba-Serbi praktek
notaris, Buku I, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, cet. ke-2, 2000, hlm.14.
87
bantuan dari seorang pejabat. Artinya seolah-olah disusun antara para pihak
berkepentingan. 115
Telah disebut bahwa akta dapat dibedakan dalam akta dibawah tangan
dan akta otentik, maka akta dibawah tangan merupakan akta yang memang
114
R. Soeroso., Perjanjian Di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan dan Aplikasi
Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm.8.
115
Sudikno Mertokusumo, Op Cit, h. 125.
88
tidak dibantu oleh pejabat lain. Tidak sama halnya dengan akta otentik yang
Akta yang disusun oleh atau dihadapan pejabat umum menjadi akta
tujuannya menyusun akta itu jika timbul adanya cacat pada akta tersebut, yang
mana hal tersebut diuraikan pada Pasal 1869 KUHPerdata bahwa akta, yang
pegawai yang dimaksud tidak cakap atau karena cacat dalam hal bentuknya,
maka tidak bisa dianggap menjadi akta otentik, tetapi memiliki kekuatan
tangan, yakni akta diharuskan penulisannya dengan tangan oleh pihak yang
dengan pihak-pihak merupakan suatu yang mencakup nilai atau jumlah barang
persyaratannya tidak bisa dipenuhi, maka akta itu sekedar menjadi suatu
menurut pasal 1902 KUHPerdata yakni semua akta tertulis, yang bersumber
dari pihak-pihak kepada siapa tuntutan diajukan atau dari pihak-pihak yang
yang diajukan oleh pihak tersebut. Jadi, dalam halnya adanya pengecualian dari
89
akta dibawah tangan tersebut, maka untuk menjadi bukti yang lengkap harus
atas akta itu. Akta otentik cara pembuatannya oleh dan/atau dihadapan pegawai
dan/atau dihadapan pegawai umum, namun hanya oleh para pihak yang memiliki
kepentingan. Tugas Notaris sebagai pejabat umum tidak dibatasi untuk pembuatan
bersangkutan.
Tujuan dari pembuatan akta adalah untuk dipergunakan sebagai alat bukti,
dalam Peraturan Jabatan Notaris (ordonansi staatblad 1860, Nomor 3 yang sudah
pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk menyusun akta otentik tentang
semua perbuatan perjanjian dan penetapan yang diwajibkan oleh aturan umum
suatu akta otentik, tanggalnya sudah terjamin kepastiannya, menyimpan akta dan
90
memberikan grosse akta, salinan dan kutipannya, semua selama pembuatan akta
tersebut oleh aturan umum tidak dikecualikan pada pejabat atau orang lain. 116
satunya yang memiliki kewenangan atas itu, bukan pejabat lain, semua pejabat
yang lain hanya memangku jabatan tertentu saja. Artinya kewenangan pejabat lain
tersebut bukan melakukan pembuatan akta otentik yang dengan tegas diberikan
tugas kepada Notaris oleh undang-undang. Itulah sebabnya apabila didalam suatu
otentik, kecuali telah ditentukan secara tegas bahwa selain Notaris, pejabat umum
tahun 1954 mengenai Wakil Notaris dan Wakil Sementara Notaris, sehingga
jabatan Notaris telah eksis sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta
otentik.118
Notaris sekedar memenuhi keinginan para pihak yang menghadap berdasar data-
116
G.H.S.Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga. Jakarta.
hlm.40.
117
Ibid, h. 45
118
Irawan Soeroredjo, Makalah Pembuatan Akta Tanah Sebagai Profesi, Pusat
Pengkajian Hukum, Newsletter Nomor.29/juni/1997, hlm.13.
91
data yang disampaikan kepada kepadanya. Dalam hal apabila para pihak yang
melakukan tanda tangan surat perjanjian tersebut mengaku dan tidak menentang
tandatangannya, tidak menentang isi dan apa yang telah ditulis didalam surat
Fungsi akta yang paling penting di dalam hukum adalah akta sebagai alat
suatu surat yang terlihat seperti akta, seharusnya diberlakukan layaknya akta,
“actaa publicca probantt sesseipsa”, yang artinya bahwa akta yang lahir sebagai
akta otentik, serta syarat-syarat yang ditentukan telah terpenuhi, maka akta itu
pembuktian sebaliknya.
Beda dengan akta otentik yang disusun oleh atau dihadapan pejabat, yang
mana tandatangan pejabat tersebut adalah jaminan otentisitas dari akta tersebut,
oleh karena akta tersebut memiliki kekuatan pembuktian lahir, maka akta
119
Teguh Samudera, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Bandung: Alumni, 2004,
hlm..47.
92
artinya bahwa akta dibawahtangan dapat dikatakan sah jika yang melakukan
apa yang terdapat dalam akta. Pembuktiannya bersumber atas kebiasaan dalam
adalah keterangannya.
dalam akta, bahwa perkara hukum yang ditentukan dalam akta tersebut benar
pada kehendak agar orang lain yang menilai bahwa isi keterangan itu berlaku,
sebagai benar dan persetujuan sebagai pengadaan alat bukti untuk dirinya
terhadap si penanda tangan. Seperti halnya suatu surat yang berlaku balik juga
undang;
mempunyai kewenangan
hukumnya.
namun bebas;
kepentingan;
eksekutorial;
kemungkinannya;
120
Otong Satyagraha, Aspek Hukum Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Di Pengadilan,
Tesis Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2016, hlm. 40 – 41.
94
e. Jika proses tanda tangan diakui oleh para pihak yang melakukan tanda
tangan akta atau tidak menentang kebenarannya, akta itu sama dengan
akta otentik.
dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUJN, yang bisa
Notaris yakni menyusun akta secara umum, hal tersebut dapat dikatakan
menyusun akta autentik tentang semua prilaku, perikatan, dan ketentuan yang
berkepentingan. 121
121
Habib Adjie, 2007, op.cit, h.78.
95
Notaris dan termasuk pula kewenangan pejabat atau instasi lain, seperti akta
pengakua anak di luar kawin, akte berita acara mengenai kealpaan pejabat
pembayaran konsinyasi dan tunai, akta proteswesel dan cek, Surat Kuasa
lelang. 122
pihak-pihak yang menganggap bahwa akta itu tidak dapat dibenarkan, maka
penilaian atau pernyataan yang sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.
122
Ibid, h. 78 - 80.
96
ayat (2) yang menjelaskan tentang wewenang khusus bagi Notaris guna
salinan yang berisi uraian yang dituliskan dan digambar dalam surat yang
diatas, yakni menyusun akta berupa InOriginali, yakni akta yang dalam
atau tidak diterima terkait surat berharga, akta kuasa, keterangan kepemilikan,
123
Ibid, h. 80 – 81.
124
Ibid, h. 81-82.
97
membenarkan jika terjadi salah tulis atau salah pengetikan yang ada didalam
Pembenaran, dan Salinan atas Berita Acara Pembenaran itu Notaris harus
undangan adalah bahwa semua aturan yang memiliki sifat terikat secara
125
Ibid.
98
terikat secara umum, dengan batas-batas seperti ini maka aturan undang-
saja, karena hal tersebut telah dicakup dalam kewenangan umum Notaris.
Tetapi bisa juga dilakukan untuk mewajibkan agar tindakan hukum tertentu
wajib disusun melalui akta Notaris, contohnya dalam pendirian partai politik
dengan akta yang dibuatnya. Yang dimaksud adalah bahwa tidak semua akta
boleh disusun oleh Notaris. Akta-akta yang boleh disusun oleh Notaris hanya
akta tertentu yang dikecualikan bagi Notaris berdasar pada aturan undang-
undang.
126
Ibid. h. 83.
127
Ibid.
128
G.H.S. Lumban Tobing. Peraturan Jabatan Notaris. Cet. II, Erlangga, Jakarta, 1983,
hlm. 15.
99
pihak. Sebagai contoh Notaris tidak dipebolehkan menyusun akta bagi dirinya
sendiri, suami atau istri, orang-orang yang memiliki iikatan keluarga dengan
keturunan lurus keatas atau kebawah tanpa dibatasi oleh derajat, dan dalam
garis kesamping hingga derajat ketiga, serta menjadi pihak bagi dirinya
Pelanggaran pada aturan itu mengakibatkan akta Notaris tidak lagi disebutkan
c. Notaris wajib memiliki kewenangan terkait lokasi pembuatan akta itu. Yang
menyusun akta yang terdapat didalam wilayah jabatan Notaris. Akta yang
dibawahtangan.
masa cuti dan/atau dipecat dari jabatan. Demikian pula Notaris tidak memiliki
yang disusun dan berhadapan dengan Notaris tidak mempunyai status sebagai akta
jika akta tersebut ditandatangani para pihak yang menghadap. Notaris dalam
kepada kewajiban yang diatur oleh UUJN dan Kode Etik Notaris serta diwajibkan
aturan undang-undang bisa didapatkan dengan tiga cara yakni atribusi, delegasi,
atributif digariskan atau berasal dari adanya pembagian kekuasaan Negara oleh
UUD 1945. Wewenang secara atributif adalah kewenangan yang asalnya dari
Effendi adalah wewenang yang tidak dapat terbagi bagi siapa pun. Dalam
tanggungggugatnya ada pada pejabat atau badan yang mana telah ada dalam
aturan dasar.
wewenang yang asli berdasarkan konstitusi atau ketentuan hukum tata Negara.
pemerintah yang lainnya. Sedangkan pada kewenangan atas dasar mandate tidak
terdapat penyerahan apa pun dalam arti penyerahan kewenangan, tetapi pejabat
Kewenangan yang sah dapat pula dilihat dari segi batas kewenangan,
dalam arti suatu kewenangan itu dibatasi oleh isi/materi, wilayah dan waktu.
pembagian kekuasaan Negara oleh UUD 1945. Wewenang secara atributif adalah
yang wajib dilakukan baik berdasar pada aturan dalam undang-undang yang
mengatur tentang Notaris, yakni UUJN ataupun aturan undang-undang lain yang
publik dan tidak untuk keperluan dirinya sendiri. Maka dari itu kewajiban Notaris
c. membuat Grosse Akta, Salinan Akta, dan Kutipan Akta yang berdasar
e. menjaga kerahasiaan atas sesuatu tentang akta yang disusun dan semua
f. melakukan penjilidan akta yang dibuat dalam satu bulan menjadi buku
yang berisi tidak lebih dari lima puluh akta, dan apabila akta berjumlah
tidak bisa menjadi satu buku, maka akta titu bisa dijilid menjadi lebih dari
satu buku, dan menulis jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun
g. menyusun daftar dari akta protes yang tidak dibayar atau tidak diterima
surat berharganya;
i. mengirim daftar akta yang mana dimaksud dalam huruf “h” atau daftar
akhirbulan;
pada garis yang melingkari ditulis nama, jabatan, dan wilayah kedudukan
Notaris;
104
l. membaca akta didepan para penghadap dan disaksikan paling sedikit dua
orang saksi dan ditandatangani pada waktu itu juga oleh para penghadap,
menutup keperluan pihak yang membutuhkan bukti autentik. Maka dari itu
dalam lain bisa melakukan penolakan guna memberikan layanan dengan alasan-
alasan tertentu (Pasal 16 ayat 1 huruf d UUJN). Dari uraian pasal itu secara
liminatif dijelaskan yang dimaksud dengan alasan untuk menolak, alasan yang
Yunirman Rijan dalam Ke Notaris (2009), bahwa notaris harus berperilaku jujur,
seksama, dan tidak berpihak. Berperilaku jujur sangat penting karena apabila
akan sangat merugikan pemilik akta. Karena di mata hukum orang yang ada
129
Habib Adjie, 2017, op.cit. h. 87.
105
masyarakat karena hal tersebut merupakan salah satu tugas pokok Notaris. Notaris
logis untuk menolak maka hal itu boleh dilakukan. Sebagai contoh adalah orang
Berdasar pada aturan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN, dalam
alasan tertentu. Pada uaraian pasal tersebut, dijelaskan bahwa “alasan untuk
dengan adanya keterikatan darah atau semenda dengan Notaris sendiri atau
melakukan perbuatan, Notaris tidak mengenal para pihak, para pihak tidak bisa
Notaris harus menyusun daftar dari akta-akta yang sudah dikeluarkan dan
menyimpan minuta akta dengan baik. Minuta akta adalah asli akta notaris yang
mana telah diatur pada Pasal1 angka8 UUJN. Setelah minuta akta ditandatangani
130
Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Mengenal Profesi Notaris,
Memahami Praktik Kenotariatan, Ragam Dokumen Penting yang diurus Notaris, Tips agar tidak
tertipu Notaris, CV. Raih Asa Sukses, Jakarta, 2009, hlm. 42.
106
para pihak di atas meterai dan telah sesuai dengan ketentuan, selanjutnya
ditandatangani oleh saksi-saksi, dan terakhir oleh notaris. Setelah itu, notaris akan
mengeluarkan salinan akta resmi untuk pegangan para pihak. Hal ini perlu
dilakukan agar jika terjadi sesuatu terhadap akta yang dipegang kedua belah
dipahami oleh pihak-pihak yang membuat akta karena tidak sedikit peristiwa yang
memohon penyusunan akta dan para saksi. Setelah para pihak dan saksi paham
dan setuju atas subtansi akta kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan akta
oleh para pihak, para saksi, dan Notaris. Pembacaan akta tersebut adalah poin
penting sebab apabila tidak bacakan maka akta yang dibuat dapat dikatakan
alat bukti berupa tulisan yang mempunyai sifat autentik tentang perbuatan,
perikatan, penetapan dan perkara hukum yang disusun oleh atau dihadapan
Notaris.
131
Ibid., hlm. 43.
132
Ibid.
107
ekonomi, pada tingkat nasional maupun internasional. Adanya akta autentik bisa
menjamin kepastian hukum bagi pemegang akat tersebut, dan terhindar dari
tersebut tidak bisa terhindar, akta autentik itu merupakan alat pembuktian tertulis
Keperluan masyarakat terhadap peran Notaris dan akta yang dibuat oleh
Notaris berkembang semakin luas. Masyarakat dewasa ini semakin sadar akan
bidang perikatan bisnis dan perbankan maupun aktivitas-aktivitas sosial lain yang
memakai jasa Notaris untuk menyusun akta autentik yang mengikat pihak-pihak
133
Lihat penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
108
dan waarmerrking, serta peran lain dari Notaris yang sudah ditentukan oleh aturan
undang-undang.
teori yang bisa dipakai untuk dilakukan pengkajian terhadap tugas Notaris dalam
yakni teori iltizâm, teori perjanjian dan teori kritik hukum. Ketiga teori tersebut
bisa di reduksi dengan pendekatan filsafat hukum melalui prinsip universal hukum
ekonomi syariah yang tertuang dalam Al-Quran, al-Sunnah, dan ijtihad. 134
tadhmin terhadap suatu kerugian yang tertimpa atas orang lain, baik langsung
ataupun tidak langsung. Iltizâm merupakan tindakan hukum yang menjadi sebab
134
Deni K. Yusup, Peran Notaris Dalam Praktik Perjanjian Bisnis Di Perbankan Syariah
(Tinjauan Dari Perpektif Hukum Ekonomi Syariah), Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, H. 4.
135
‘Abd. al-Razâq al-Sanhûrî, Mashâdir al-Haqq fi al-Fiqh al-Islâmî, Dirâsah Muqâranah
bî al-Fiqh al-Gharbî, (Bayrût: Dâr al-Hana li al-Thibâ‘ah wa al-Nasyr, 1958), Jilid I, h. 130-131.
109
yang dirugikan. Maka nafkah kerabat yang fakir atas kerabat yang kaya dalam
pihak, yaitu: multazim (orang yang diharuskan untuk memenuhi hak) dan
multazam lahu (seseorang yang harus dipenuhi haknya). Apakah kedua belah
pihak harus tertentu sejak pada permulaan iltizâm ataukah tidak. Hal tersebut
tidak dipertentangkan karena multazim harus ada dan tertentu orangnya sejak dari
(mukallaf), atau dialah yang dikatakan madin dalam masalah ini. 137
menjadi dasar bagi perindahan hak milik antara individu dengan individu atau
korporasi. Menurut Wahbah al-Zuhaylî, hak milik atas harta, baik individu
maupun kolektif, merupakan hak bagi manusia untuk mengelola dan mengambil
manfaat atas harta itu (tasharruf ‘ala al-mâl). Penggunaan fungsi atas pengelolaan
terkait harta dibetulkan berdasarkan aturan syara’ dengan pembatasan yang diatur
bahwa sesuatu yang dikeluarkan dari manusia dengan kehendak nya dan syara’
menetapkan beberapa haknya. Para ahli hukum telah membagi kategori akad
136
Penulis mengutip contoh iltizâmdari Yahya Abdurrahman, “Al-Iltizâm”, artikel yang
dipublikasikan dalam http://fiqh1. wordpress.com/2010/05/15/al-iltizâm/ diunduh pada tanggal 28
Februari 2011. Lihat pula penjelasan T.M. Hashbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Muamalah, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 58.
137
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam: Fiqh Muamalat, cet. 1,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 44.
138
Wahbah Zuhaylî, al-Fiqh al-Islâm wa Adillatuh, (Damsyiq: Dâr al-Fikr, 1989), juz 4,
hlm.102-103.
110
menjadi dua, yakni akad dengan ucapan (‘aqd al-qawlî) dan akad dengan
perubatan (‘aqd al-fi‘lî). Maka dari itu, semua bentuk perjanjian bisnis
diperbankan syariah dinilai sah jika ia sejalan dengan prinsip, asas, syarat, rukun,
Berdasarkan opini para ulama mazhab, suatu akad wajib dipenuhi dulu
syarat dan rukunnya. Disatu sisi, rukun menunjuk bahwa ada atau tidaknya suatu
perbuatan. Disisi lain, syarat menunjuk pada unsur dari rukun namun bukan isi
dari perbuatan. Oleh karena itu wajib dipenuhi syarat dan rukunnya.139 Rukun
yang pertama ialah adanya Ijâb dan Qâbul yang menunjukkan maksud dari kedua
belah pihak, seperti keselarasan das sein dan das sollen, serta dilakukan dalam
satu tempat dan terhubungkan satu sama lain. Rukun kedua adalah mukallaf,
membuat pihak-pihak yang bersangkutan dalam akad diharuskan cakap dan terikat
dari segi hak ataupun kewajibannya. Rukun ketiga adalah ada obyek akad dalam
bentuk riil, baik untuk sekarang atau dimasa depan, objek yang halal, dan bisa
kuantitatif maupun kualitatif. Terakhir yakni akad bertujuan harus sejalan dengan
Mengarah pada teori akad tersebut, dapat ditarik dikatakan bahwa adanya
Notaris sangat penting untuk menyusun akta autentik atas sebuah perjanjian bisnis
139
Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2002, cet. 1, hlm. 79.
111
diperbankan syariah. Keberadaan notaris yang paham terkait akad syariah akan
terjamin atas semua bentuk perjanjian bisnis dikalangan kaum Islam berdasarkan
dirintis oleh para anggota Institute for Social Research, University of Frankfurt,
Jerman. Pada umumnya mereka merupakan para sarjana hukum yang berhaluan
kiri. Tetapi “teori kritis” dimaknai menjadi tidak terlalu jelas batasannya
yakni oleh sarjana atau perkumpulan dari sarjana lain dalam beberapa teori antara
lain : Teori Marxisst dari Frankfurtt Schoool, Teori Semiotick and Linguistick
dari Juliya Kristeva dan Roland Barthess, Teori Psychoanaliythic dari Jackquest
Lackan, Critikal Legal Theoriy dari Robertho Ungeer dan Duncan Kennediy
dengan Teori Queerr, Teori Gendeer, Teori Kulturall, Teori Criticall Racee, dan
Berdasarkan teori kritik hukum, hukum tidak dapat dilepas dari ekonomi,
begitu teriak Marx. Hukum adalah “alat legitimasi” dari kelas ekonomi tertentu.
Menurut Marx, hukum dibidang perburuhan lebih membuat gelisah para buruh
karena pemilik modal telah menguasi hukum. Permasalahan yang utama dalam
140
Roberto Mangabeira Unger, The Critical Legal Studies Movement, Harvard:
University Press, 1986, hlm. 114.
112
orang yang mempunyai kepentingan atas itu. Hukum tidak lebih dari media
adanya Notaris pada perbankan syariah adalah penting dalam setiap praktik
digaransi baik dari legislasi UUJN Syariah atau amandemen pada UUJN yang
telah ada. Oleh sebab itu kepastian hukum untuk setiap perjanjian bisnis
Kajian terhadap fakta akta Notaris pada sistem hukum Indonesia tidak
sederhana mengumpulkan dua kutub hukum yaitu hukum perdata barat dan
hukum perdata Islam. Kenyataan ini tidak terlepas oleh keberadaan dan
pengakuan terkait hukum Islam dalam negara hukum Indonesia yang memang
Abdul Gofur Ansori berpendapat bahwa akta adalah surat yang digunakan
sebagai pembuktian yang mencakup perkara yang menjadi dasar atas hak atau
surat harus dilaksanakan supaya bisa berbentuk akta namun tidak dapat berlaku
menjadi akta autentik sebab di sahkan oleh pejabat yang tidak mempunyai
kewenangan atau cakap. Akta yang telah dilakukan penandatanganan oleh para
pihak mempunyai kekuatan yang disebut tulisan dibawahtangan. Ada dua teori
141
Ibid. h. 115.
113
dalam penyusunan akta autentik. Secara teoritis, akta yang ditandatangani oleh
bisnis khususnya dalam hal ini adalah akad yang dilakukan pada Fintech syariah
itu, tetapi juga perjanjian lain yang disusun antara perbankan syariah dengan
nasabah untuk lebih memperoleh kepastian hukum yang terjamin untuk para
pihak. Pada umumnya para pihak berkehendak untuk menuangkan akad syariah
didalam bentuk akta Notaris, sehingga seorang Notaris pun dianjurkan untuk
membekali diri dengan ilmu yang memadai mengenai jenis-jenis akad dan
142
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan
Etika, Yogyakarta: UII Press, 2009, hlm. 23.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
hukum kontrak sesuai syariah. Dalam segi perikatan sesuai hukum Islam atau
prinsip syariah dalam melakukan aktivitas usahanya seperti jenis akad yang
Otoritas Jasa Keuangan juga mengatur tentang hal tersebut di POJK Nomor
114
115
hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak, Keberadaan akta otentik
yang dibuat oleh Notaris yang merupakan alat bukti yang kuat dapat
financial technology syariah berbasis online. Namun sejauh ini, tidak terdapat
4.2. Saran
online. Akta otentik yang dikeluarkan oleh Notaris menjadi pengaman bagi
para pihak yang melakukan transaksi. Oleh karena itu, Otoritas Jasa
financial technology syariah berbasis online. Selain itu, Notaris yang ikut
terlibat dalam aplikasi financial technology syariah berbasis online juga harus
dan syarat akad sesuai prinsip syariah. Aplikasi financial technology syariah
berbasis online saat ini semakin banyak ditemukan di media online. Harapan
kedepan bisa lebih dipermudah untuk proses pengajuan pinjamannya dan bila
A. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah.
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016
Tentang Sistem Manajemen Pengamanan Informasi.
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2016
Tentang Uji Coba Teknologi Telekomunikasi, Informatika, Dan Penyiaran.
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016
Tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik.
Dewan Syariah Nasional MUI, Uang Elektronik Syariah, Fatwa Dewan Syariah Nasional-
Majelis Ulama Indonesia No. 116/DSN-MaUI/IX/2017.
Dewan Syariah Nasional MUI, Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
Berdasarkan Prinsip Syariah, Fatwa Dewan Syariah Nasional–Majelis Ulama
Indonesia No. 117/DSN-MUI/IX/2017.
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18 /SEOJK.02/2017 Tentang Tata Kelola Dan
Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi.
B. Buku
Abd. Al-Razaq al-Sanhuri Mashadir al-Haqq fi al-Fiqh al-Islami, Dirasah Muqaranah bi al-
Fiqh al-Gharbi, Bayrut: Dar al-Hana li al-Thiba’ah wa al-Nasyr, Jilid I, 1958.
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika, UII
Press, Yogyakarta, 2009.
Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Ghalia, Jakarta
2009.
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), UII
Press, Yogyakarta, 2000.
Ascarya, Diana Yumanita, Bank Syariah: Gambaran Umum, Seri Ke bank sentralan Nomor
14, Bank Indonesia Pusat Pendidikan dan Studi Ke bank sentralan, Jakarta, 2005.
Asikin Zainal, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2012.
Daryl Koehn, Landasan Etika Profesi, Ctk. Keenam, Kanisius, Yogyakarta, 2009.
Deni K Yusup, “Peran Notaris dalam Praktek Perjanjian Bisnis di Perbankan Syariah
(Tinjauan dari Perpektif Hukum Ekonomi Syariah” dalam Al-‘ADALAH Volume
XII. No 4, Desember 2015.
Fathurahman Djamil (et. al), Hukum Perjanjian Syariah dalam Kompilasi Hukum
Perikatan, PT. Citra Aditya, Bnadung, 2001.
Fintech Talk, Fintech dalam E-commerce: Motor Pendorong Pemerataan Ekonomi Secara
Digital, Fintech Indonesia. 2017.
G.H.S. Lumban Tobing. Peraturan Jabatan Notaris. Cet. II, Erlangga, Jakarta, 1983.
Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, Raja Grafindo Persada, cet. 1, Jakarta,
2002.
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia; Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2009.
Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Mengenal Profesi Notaris, Memahami
Praktik Kenotariatan, Ragam Dokumen Penting yang diurus Notaris, Tips agar
tidak tertipu Notaris, CV. Raih Asa Sukses, Jakarta, 2009.
Irawan Soeroredjo, Makalah Pembuatan Akta Tanah Sebagai Profesi, Pusat Pengkajian
Hukum, Newsletter Nomor.29/juni/1997
Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rusdakarya,
Bandung,1993.
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam: Fiqh Muamalat, cet. 1, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
Muhammad & Rahmad Kurniawan, Visi dan Aksi Ekonomi Islam: Kajian Spirit Ethico –
Legal Atas Prinsip Dalam Praktik Bank Islam Modern, Malang, Intimedia, 2014.
Mohammad Mufid, Ushul Fiqh Ekonomi dan Keuangan Kontemporer dari Teori ke Aplikasi,
Prenadamedia Group , 2018.
Murniati Mukhlisin, Fintech syariah dan keuangan keluarga kita, Sekolah Tinggi Ekonomi
Islam Tazkia. 2017.
Noor Hafidah, Hukum Jaminan Syariah; Implementasinya dalam Perbankan Syariah di
Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2017.
Pegadaian Syariah, Posisi Financial Technology di Mata Ekonomi Islam, dalam skripsi Sri
Devi Febrianti, “Financial technology dalam sistem ekonomi islam”, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri Palangkaraya, 2018.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Prenada Media Group, 2014.
Rizal Silalahi & Dynda Puspa Pramedia, Analisis Faktor Keberhasilan Fintech Payment
dengan Menggunakan Delone dan Mclean, Universitas Bakrie, 2018.
Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Citra Aditya Bakti, Jakarta,
2004.
Roberto Mangabeira Unger, The Critical Legal Studies Movement, Harvard: University
Press, 1986.
Rudi Saleh Susetyo dkk, Kajian Perlindungan Konsumen sektor Jasa Keuangan:
Perlindungan Konsumen Pada Fintech, Jakarta: Departemen Perlindungan
Konsumen-Otoritas Jasa Keuangan, 2017
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung , 2000.
Tan Thong Kie, Studi Notariat, Beberapa Mata Pelajaran dan Serba-Serbi Praktek Notaris,
Buku I, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, cet. ke-2, 2000.
Teguh Samudera, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Alumni, Bandung, 2004.
Wahbah Zuhaylî, al-Fiqh al-Islâm wa Adillatuh, Damsyiq: Dâr al-Fikr, juz 4, 1989.
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah,
Logung Pustaka,Yogyakarta, 2009.
C. JURNAL
Aan Ansori, Digitalisasi Ekonomi Syariah, Jurnal Ekonomi Keuangan dan Bisnis Islam,
Volume 7 No. 1 Januari- Juni 2016 P-ISSN: 2085-3696: E-ISSN.
Budi Rahardjo, Fintech: Layanan Baru, Ancaman Baru, Fintech Talk Indonesia Journal.
2017.
IFSB, Guiding Principles of Risk Management for Institutions ( Other Than Insurance
Institutions ) Offering Only Islamic Financial Services. In Islamic Financial Service
Board (Issue December). IFSB, 2015.
Irma Muzdalifa, dkk, “Peran Fintech Dalam Meningkatkan Keuangan inklusif Pada UMKM
Di Indonesia (Pendekatan Keuangan Syariah)”, Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal
Ekonomi dan Perbankan Syariah/Vol. 3, No. 1, 2018
Iska Sri Mawarni, Analisis Presepsi Masyarakat Pengguna Layanan Transaksi Digital Pada
Financial Technology (Studi kasus terhadap layanan Go-Pay “Gojek” di Kota
Bandung 2017), Universitas Telkom, 2017.
Muhammad, R., Akuntansi Keuangan Syariah: Konsep dan Implementasi PSAK Syariah.
P3EI Press, 2019.
Muzdalifa, et. al., “Peran Fintech Dalam Meningkatkan Keuangan Inklusif Pada UMKM di
Indonesia (Pendekatan Keuangan Syarian)”, Jurnal Masharif al-Syariah:Jurnal
Ekonomi dan Perbankan Syariah, No. 1 Vol. 3, Surabaya, 2018.
Posma Sariguna Johnson Kennedy, “Tantangan terhadap Ancaman Disruptif dari Financial
Technology dan Peran Pemerintah dalam menyikapinya”. Jurnal Forum Keuangan
dan Bisnis Indonesia (FKBI), VI, 2017.
R. Andi Kartiko Utomo, Bisnis Model Baru Bank-Tekfin dan Ekonomi Digital, Fintech Talk
Indonesia Journal. 2017.
Rahadiyan, I., & Sari, A. R. S., Peluang dan Tantangan Implementasi Fintech Peer-to-Peer
Lending sebagai Salah Satu Upaya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Indonesia. Jurnal Defendonesia, 4(1), 2019.
Rifqi Muhammad dan Izzun Khoirun Nissa, Analisis Resiko Pembiayaan Dan Resolusi
Syariah Pada Peer-To-Peer Financing, EQUILIBRIUM Jurnal Ekonomi Syariah,
Volume 8, Nomor 1, 2020.
Salman, A., & Nawaz, H. Islamic Financial System and Conventional Banking: A
Comparison. Arab Economic and Business Journal, 2018.
Sulayman, H. I, Growth and Sustaining of Islamic Finance Practice in the Financial System
of Tanzania: Challenges and Prospects. Procedia Economics and Finance, 2015.
D. INTERNET
Ijtihad untuk Perbankan Syariah pada Kasus Bai’u Hukmi dan Qabdlu Hukmi, diakses dalam
https://islam.nu.or.id/post/read/84854/ijtihad-untuk-perbankan-syariah-pada-kasus-
baiu-hukmi-dan-qabdlu-hukmi, pada tanggal 29 Juni 2021 pukul 22.23 WIB.
Mekar, Fintech di Indonesia: Perkembangannya di 2017 dan Proyeksi untuk 2018, dalam
www.mekar-fintech-di-indonesia2018.id , diakses pada 14 Februari 2021 pukul
20.05 WIB.
Ivan Mulyadi, Perkembangan Financial Technology (Fintech) Tahun 2018, diakses dalam
www.marketing.co.id,
Todorof, M, 2018, Shariah-compliant FinTech in the banking industry. ERA Forum, 19(1),
1–17. https://doi.org /10.1007/s12027-018-0505-8.
https://infokomputer.grid.id/read/121852524/terdaftar-di-ojk-inilah-deretan-fintech-syariah-
di-indonesia , diakses pada pukul 11.55 tanggal 12 november 2020
https://www.idntimes.com/business/economy/ridwan-aji-pitoko-1/mengenal-p2p-lending-
syariah-pinjol-halal-tanpa-riba/3 , diakses pada pukul 08.46 tanggal 17 Juli 2021
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20191002092810-78-435951/fintech-p2p-lending-
izinkan-kekayaan-intelektual-jadi-agunan , diakses pada pukul 19.30 WIB tanggal
20 Juli 2021.
https://kliklegal.com/pencegahan-dan-penanggulangan-kehilangan-uang-kreditur-dalam-
siklus-peer-peer-lending-ailrc , diakses pada pukul 15.00 WIB tanggal 31 Juli 2021.
Aunur Rohim Faqih, Kontrak Bisnis Syariah Studi Mengenai Penerapan Prinsip-Prinsip
Syari’ah dalam Pembiayaan Pada Bank Syariah di Indonesia, Ringkasan Desertasi,
Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Universitas Islam Indo nesia, 2014.
Estelle Phillips dalam Rusdianto Sesung, Prinsip Kesatuan Hukum Nasional Dalam
Pembentukan Produk Hukum Pemerintah Daerah Otonomi Khusus atau Sementara,
Disertasi Program Pasca sarjana Universitas Airlangga Surabaya, 2016.
Ida Fitriyana, Kepastian Hukum Akad Syariah yang dibuat Dalam Bentuk Akta Notaris
(Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), Tesis, Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2011.
Otong Satyagraha, Aspek Hukum Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Di Pengadilan, Tesis
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2016.
Sentiya Dwi Ningsih, Peran Notaris Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta akad
pembiayaan di Bank Syariah Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
Tentang Jabatan Notaris, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Islam Sultan Agung, 2017.
Yudi Mashudi, Kajian Hukum Terhadap Peran Notaris Dalam Pembuatan Akad Pembiayaan
Murabahah Dengan Jaminan Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat, Tesis, Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2011.