Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Di Indonesia pendidikan merupakan kebutuhan yang diperlukan bagi setiap

orang. Tanpa adanya pendidikan, maka orang tersebut tidak memiliki ilmu

pengetahuan, sikap dan keterampilan. Oleh karena itu, dengan adanya pendidikan

pemerintah mengharapkan bahwa pendidikan dapat menghasilkan sumber daya

manusia yang berkualitas, berpikir secara kritis, kreatif, inovatif dan berwawasan

luas. Langeveld (1979) mengatakan bahwa tujuan dari adanya pendidikan yaitu

dapat membawa seseorang untuk menuju ke taraf kedewasaan yang mencakup

adanya sikap bertanggung jawab, mempunyai kecakapan dalam mengambil

keputusan, dapat melakukan tindakan yang sesuai dengan norma dan nilai moral.

Selain itu, dapat membentuk self dan memiliki peran yang aktif di lingkungan

masyarakat (Sitat dalam Firmantyo & Alsa, 2016). Menurut Hidayah (2013)

kemampuan seseorang dalam pendidikan dapat diukur secara komprehensif yang

meliputi: kognitif, afektif maupun psikomotorik dalam membentuk watak serta

kepribadian.

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menjelaskan bahwa salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI) yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, Peraturan

Pemerintah pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem

Pendidikan Nasional mengatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

1
2

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif,

mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

(Hidayah, 2013).

Ujian nasional merupakan kebijakan yang telah ditentukan oleh pemerintah

sebagai bentuk evaluasi dalam pengendalian mutu pendidikan di Indonesia yang

merupakan bentuk dari akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan kepada

pihak-pihak yang berkepentingan. Pada tahun 2015 pemerintah Indonesia mulai

membagi dua sistem pelaksanaan ujian nasional yaitu dengan menggunakan naskah

soal dan lembaran jawaban ujian nasional (LJUN) atau yang disebut dengan ujian

nasional berbasis kertas (Paper Based Test). Kedua menggunakan sistem komputer

dalam menampilkan soal dan proses pengerjaan dalam menjawab soal-soal ujian

(Computer Based Test) atau yang lebih dikenal dengan ujian nasional berbasis

komputer (UNBK) (Andriansyah & Sari, 2017). Dengan menggunakannya sistem

ujian nasional berbasis komputer siswa dituntut untuk mampu mengerjakan soal

ujian nasional dengan baik dan benar. Selain itu siswa juga dituntut untuk mampu

mengoperasikan komputer.

Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengenai

penyelenggaraan ujian nasional berbasis komputer pertama kali dilaksanakan pada

tahun 2015 secara online. Pada tahun 2015 dilaksanakan rintisan ujian nasional

berbasis komputer sebanyak 556 sekolah yang terdiri dari 42 SMP/MTs, 135

SMA/MA dan 379 SMK di 29 Provinsi di Indonesia. Pada tahun 2016 sebanyak
3

4382 sekolah yang terdiri dari 984 SMP/MTs, 1298 SMA/MA dan 2100 SMK yang

menggunakan sistem ujian nasional berbasis komputer. Sedangkan, pada tahun

2017 sebanyak 1.812.035 siswa berasal dari 20.557 sekolah mengikuti ujian

nasional yang terdiri dari 9.652 sekolah dengan peserta 1.144.294 mengikuti ujian

nasional berbasis komputer (UNBK) dan 10.905 sekolah atau 667.741 peserta

masih menggunakan ujian nasional kertas pensil (UNKP) (Galih, 2017).

Ujian nasional berbasis komputer dilaksanakan untuk penghematan anggaran

negara, dapat pula mengurangi biaya percetakan soal dan lembar jawaban dan

pengawasan distribusi soal ujian nasional. Dengan adanya pelaksanaan ujian

nasional berbasis komputer, pemerintah mengharapkan adanya perbaikan dalam

mutu pendidikan di Indonesia agar lebih berkualitas (Harmiyuni, 2017). Selain itu,

ujian nasional dilaksanakan di Indonesia sebagai penentuan kelulusan yang dapat

dirasakan sebagai beban oleh siswa yaitu dengan adanya peningkatan angka

standart kompetensi lulusan yang setiap tahun semakin meningkat (Andriansyah &

Sari, 2017). Sehingga siswa yang akan menghadapi ujian nasional mempersepsikan

bahwa ujian nasional merupakan sesuatu yang sulit, menantang dan mengancam.

Akibatnya, seringkali siswa tersebut merasa bahwa dirinya tidak sanggup atau tidak

mampu mengerjakan soal ujian nasional dengan baik dan benar (Agustiar dan Asmi,

2010).

Kecemasan siswa saat akan menghadapi ujian nasional dapat berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa. Kecemasan yang dirasakan oleh siswa dapat membuat

siswa mengalami kebingungan dan distorsi terhadap persepsi, adanya distorsi

tersebut dapat mengganggu siswa dalam belajar dengan cara menurunkan


4

kemampuan siswa dalam memusatkan perhatian, dapat menurunkan daya ingat dan

menurunkan kemampuan siswa dalam menghubungkan satu hal dengan hal yang

lainnya (Mamuaya, Elim & Kandou, 2016). Menurut Agustiar & Asmi (2010)

kecemasan yang dialami oleh siswa saat akan menghadapi ujian nasional berbasis

komputer merupakan perasaan yang normal tergantung bagaimana cara siswa

tersebut dapat mengatasi rasa cemasnya dan bagaimana kemampuan siswa dalam

merespon kecemasan yang dialaminya. Kecemasan yang dialami oleh siswa

merupakan salah satu penyebab timbulnya masalah dalam psikologis. Dalam dunia

pendidikan sendiri, kecemasan siswa saat menjelang ujian atau yang dikenal dengan

test anxiety, baik dalam menggunakan sistem tertulis maupun menggunakan sistem

elektronik yang dirasakan dapat memunculkan masalah yang sering dialami oleh

siswa saat menjelang ujian nasional (Andriansyah & Sari, 2017).

Harmiyuni (2017) mengatakan bahwa penggunaan sistem ujian nasional

berbasis komputer mempunyai keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari sistem

ujian nasional berbasis komputer yaitu: kecemasan siswa terhadap tidak terbacanya

lembar jawaban yang disebabkan kesalahan siswa dalam pembulatan dapat hilang

dan mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh siswa

maupun pihak sekolah. Sedangkan kelemahan dari sistem ujian nasional berbasis

komputer yaitu: kurangnya persiapan sarana dan prasarana sekolah yang belum

memadai, kurangnya kesiapan mental siswa, adanya jaringan internet yang

bermasalah dan pemadaman listrik yang terjadi secara tiba-tiba yang dapat

menghambat siswa dalam melaksanakan ujian nasional berbasis komputer.


5

Kecemasan merupakan suatu perasaan atau kondisi yang tidak menyenangkan

yang dianggap dapat membahayakan dirinya yang disertai dengan reaksi psikologis

dan fisiologis. Reaksi psikologis yang muncul seperti: adanya perasaan khawatir,

sulit untuk berkonsentrasi, gelisah dan sensitif. Sementara itu reaksi fisiologis yang

muncul antara lain: sakit kepala, gemetaran, badan mudah lelah dan tangan terasa

dingin (Agustiar & Asmi, 2010). Munculnya kecemasan akibat adanya perasaan

takut dan tegang pada sesuatu yang akan terjadi. Adanya perasaan tersebut

membuat seseorang merasa terganggu dalam pelaksanaan tugas dan aktivitasnya.

Selain itu, kecemasan dapat mengganggu pola pikir dan respon fisik serta perilaku

seseorang dalam belajar (Sanitiara, Nazriati & Firdaus, 2014). Terdapat banyak hal-

hal yang dapat memunculkan kecemasan, seperti: saat menghadapi ujian, relasi

sosial, karier, kesehatan dan kondisi lingkungan yang menjadi sumber dari perasaan

khawatir.

Etiafani & Listiara (2015) mengatakan bahwa kecemasan memiliki faktor-

faktor yang dapat berpengaruh terhadap kondisi akademis seseorang. Menurut

Nevid, Rathus & Greene (2005) faktor dari kognitif merupakan salah satu faktor

yang dapat memunculkan adanya gangguan pada kecemasan, seperti: adanya

ketakutan yang berlebihan, sensitivitas berlebihan terhadap ancaman dan self-

efficacy yang rendah. Menurut Wibowo, Widowati & Rusmawati (2013) bahwa

proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik apabila siswa mempunyai

kemampuan dalam kognitif.

Kecemasan merupakan perasaan yang muncul akibat dari bermacam-macam

sebab. Selain itu, menurut Nevid, Rathus & Greene (2005) kecemasan merupakan
6

suatu keadaan khawatir akan sesuatu yang buruk terjadi pada dirinya. Kecemasan

merupakan suatu proses yang tidak terlihat untuk melihatnya diperlukan adanya

penelaan dengan seksama untuk dapat mengenali gejala-gejala yang dirasakan serta

adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya (Andriansyah & Sari, 2017).

Menurut Taylor kecemasan merupakan perasaan subjektif yang dapat

memunculkan adanya ketegangan mental. Selain itu, kecemasan dapat

menimbulkan perilaku gelisah sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan

seseorang untuk mengatasi permasalahan sehingga dapat menimbulkan adanya rasa

tidak aman (Sitat dalam Revilla, 2009).

Peneliti tertarik untuk mengangkat fenomena ujian nasional berbasis komputer

(UNBK), karena fenomena ujian nasional berbasis komputer berbeda dengan ujian

nasional yang sebelumnya mulai dari proses pengerjaanya yang mana dulu masih

menggunakan naskah soal dan lembaran jawaban dalam mengerjakan sekarang

menampilkan soal dan proses pengerjaan mulai menggunakan sistem komputer.

Selain itu, ujian nasional berbasis komputer baru dilaksanakan 2 tahun terakhir.

Menurut Wren & Bonsen (2004) kecemasan siswa saat menghadapi ujian nasional

berbasis komputer terbagi menjadi tiga tahap yang saling berkaitan, yaitu kondisi

pikiran, reaksi diri dan tindakan yang dilakukan oleh siswa saat mengerjakan ujian

nasional berbasis komputer.

Hal tersebut didukung dari hasil wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti

pada tanggal 14 April 2017, sebanyak 5 siswa yang pernah mengikuti ujian nasional

berbasis komputer mengatakan bahwa sarana-prasarana dapat mempengaruhi

kecemasan siswa saat menghadapi ujian nasional berbasis komputer. Selain itu,
7

adanya pikiran untuk tidak dapat mengingat rumus yang diperlukan dalam

pengerjaan soal, tidak dapat mengerjakan soal sesuai dengan target atau waktu yang

telah ditentukan dan terdapatnya soal yang diluar ekspektasi siswa. Saat siswa

mengalami hal tersebut terdapat pula gejala fisik yang dialami, seperti jantung

berdebar-debar, munculnya keringat dingin dan adanya rasa takut akan kegagalan

yang dialami oleh siswa tersebut. Fasikhah & Fatimah (2013) mengatakan bahwa

salah satu keterampilan dari belajar yang dapat memberikan hasil yang baik yaitu

dengan memiliki kemampuan self-regulated learning dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu Etiafani & Listiara (2015) hasil dari

penelitian terdahulu menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara

self-regulated learning dengan kecemasan akademis pada siswa SMKN 6 di

Semarang. Semakin tinggi tingkat self-regulated learning yang dimiliki, maka

semakin rendah kecemasan akademis siswa tersebut. Siswa yang memiliki self-

regulated learning yang tinggi merupakan siswa yang mampu mengelola

metakognisi, seperti mengevaluasi dirinya sendiri dalam belajar, mampu

mengontrol, merencanakan dan memonitor dirinya sendiri.

Kecemasan yang dialami siswa saat akan menghadapi ujian nasional

merupakan adanya perasaan takut yang dirasakan oleh siswa apabila siswa tersebut

mengalami kegagalan dalam mengerjakan soal, mendapatkan hasil yang tidak

memuaskan dan tidak dapat mengerjakan soal ujian nasional dengan baik. Perasaan

cemas saat akan menghadapi ujian nasional merupakan hal yang wajar. Adanya

perasaan cemas dapat mendorong siswa untuk semangat dalam belajar dan siswa

dapat termotivasi dalam mengerjakan soal ujian nasional (Andriansyah & Sari,
8

2017). Akan tetapi adanya perasaan cemas yang berlebihan dapat membuat siswa

menjadi tidak normal apabila perasaan cemas yang berlebihan atau tidak sesuai

(Nevid, Rathus & Greene, 2005). Apabila siswa memiliki informasi yang akan

terjadi dikemudian hari, maka siswa tersebut akan merasa lebih tenang dalam

menghadapi ujian nasional berbasis komputer. Informasi yang dimiliki oleh siswa

tersebut termasuk dalam proses self-regulated learning (Azhari & Mirza, 2016).

Self-regulated learning sangat penting digunakan untuk mengembangkan

kemampuan anak dalam prestasi belajar. Menurut Mukhid (2008) self-regulated

learning merupakan kemampuan siswa dalam belajar untuk menjadi aktif secara

metakognitif, motivasi dan perilaku. Secara metakognitif, self-regulated learning

merupakan suatu proses belajar siswa dalam merencanakan, mengorganisasi,

mengarahkan, memonitoring dan mengevaluasi dirinya sendiri pada tingkatan yang

berbeda-beda dari apa yang telah dipelajari sebelumnya. Secara motivasi, siswa

yang telah belajar akan merasa bahwa dirinya lebih kompeten, memiliki keyakinan

diri (self-efficacy) dan memiliki kemandirian. Sedangkan secara perilaku, siswa

dituntut untuk belajar dalam menyeleksi, menyusun dan menata lingkungan agar

lebih optimal dalam belajarnya.

Menurut Fasikhah & Fatimah (2013) self-regulated learning merupakan suatu

kegiatan belajar dimana siswa dituntut untuk belajar secara aktif sebagai perencana

dalam proses belajar, mulai dari merencanakan, memantau, mengontrol dan

mengevaluasi dirinya sendiri untuk mencapai tujuan dalam belajarnya, serta dengan

menggunakan berbagai strategi lainnya baik kognitif, motivasi maupun perilaku.

Zimmerman (1990) mengatakan bahwa self-regulated learning merupakan


9

gambaran tingkatan dalam belajar yang meliputi keaktifan siswa baik secara

metakognisi, motivasi dan perilaku saat proses belajar untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan.

Menurut Santrock (2007) siswa dapat dikatakan memiliki self-regulated

learning apabila siswa tersebut dapat mengatur tujuan dalam belajar, dapat

mengendalikan emosi agar tidak mengganggu kegiatan dalam belajar, memantau

kemajuan target dalam proses belajar serta mengevaluasinya dan membuat adaptasi

yang diperlukan untuk menunjang prestasi belajar siswa (Sitat dalam Savira &

Suharsono, 2013).

Self-regulated learning merupakan suatu strategi dalam belajar yang dilakukan

untuk meningkatkan proses dalam pembelajaran dan pemantauan prestasi yang

diperoleh siswa. Maka dari itu, dengan adanya self-regulated learning siswa yang

akan melaksanakan ujian nasional berbasis komputer dapat mengelola atau

mengatur kecemasan yang dirasakannya oleh siswa dengan tujuan dalam belajar,

merencanakan dan mengawasi. Sedangkan pengetahuan dan informasi yang telah

dimiliki oleh siswa merupakan bagian dari self-regulated learning yang dapat

memunculkan terjadinya kecemasan yang dapat menjadi berkurang. Semakin

banyak informasi yang dimiliki oleh siswa, maka siswa tersebut akan merasa lebih

merasa tenang dalam menghadapinya ujian nasional berbasis komputer (Azhari &

Mirza, 2016).

Pintrich mengatakan bahwa fase dalam self-regulated learning terbagi menjadi

empat fase, yaitu fase perencanaan, fase monitoring, fase kontrol dan fase evaluasi.

Dimana pada setiap fasenya terbagi kedalam empat area, yaitu kognitif, motivasi,
10

perilaku dan konteks (Mukhid, 2008). Fase-fase self-regulated learning dapat

menggambarkan rangkaian dalam pembelajaran yang terjadi secara serempak dan

dinamis. Self-regulated learning merupakan rencana yang dapat digunakan dalam

proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau diinginkan.

Dengan menggunakan strategi self-regulated learning dapat mengurangi

kecemasan yang dirasakan oleh siswa dan dapat meningkatkan self-efficacy yang

berhubungan dengan pencapaian tujuan dan prestasi akademik (Mukhid, 2008).

Di dukung dari hasil wawancara awal yang dilakukan pada tanggal 27 Maret

2018 dengan salah satu partisipan yang akan menghadapi ujian nasional berbasis

komputer (UNBK). Partisipan tersebut mengatakan bahwa partisipan kurang

memiliki strategi dalam pengerjaan soal-soal ujian nasional berbasis komputer

sehingga membuat partisipan mengalami kesulitan, seperti: kesulitan dalam

mengatur waktu belajar yang dapat memunculkan terjadinya kecemasan. Apabila

partisipan dapat mengatur strategi dalam pengerjaan soal-soal ujian nasional

berbasis komputer maka partisipan tidak mengalami kecemasan dan merasa lebih

tenang dalam mengerjakan soal-soal ujian nasional.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning

merupakan strategi siswa dalam belajar yang diperlukan untuk dapat diterapkan

dalam proses belajar siswa yang akan menghadapi ujian nasional berbasis

komputer. Self-regulated lerning merupakan strategi yang dapat mengurangi

kecemasan yang dapat memunculkan adanya gejala fisik, seperti: kepala terasa

pusing, jantung berdebar-debar, munculnya keringat dingin dan adanya rasa takut

akan kegagalan yang dialami oleh siswa yang akan menghadapi ujian nasional
11

berbasis komputer. Dari permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

bagaimana hubungan antara self-regulated learning dengan kecemasan

menghadapi ujian nasional berbasis komputer (UNBK) pada siswa SMA X. Dalam

penelitian ini, subjek yang diperlukan yaitu siswa/siswi SMA kelas XII yang akan

menghadapi ujian nasional dengan menggunakan sistem komputer.

1.2. BATASAN MASALAH

Untuk menghindari kesalahan dalam pemahaman terkait dengan pembahasan

pnelitian ini, maka peneliti akan membatasi penelitian ini mengenai hubungan

antara self-regulated learning dengan kecemasan menghadapi ujian nasional

berbasis komputer (UNBK) pada siswa SMA, sebagai berikut:

1. Menurut Wren & Benson (2004) kecemasan merupakan perasaan khawatir

yang dapat berpengaruh terhadap keadaan fisik dan psikologis siswa yang

dapat berdampak pada hasil ujian.

2. Zimmerman (1990) mengatakan bahwa self-regulated learning merupakan

keterampilan siswa dalam proses belajar dengan menggunakan aspek

kognitif, motivasi dan perilaku dalam mengarahkan dirinya sendiri untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3. Pengambilan data dilakukan pada hari Selasa, 3 April 2018 sedangkan ujian

nasional berbasis komputer (UNBK) dilakukan pada hari Senin, 9 April

2018.
12

4. Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa sekolah menengah atas (SMA)

kelas XII yang akan menghadapi ujian nasional berbasis komputer di salah

satu SMA Swasta yang berada di Surabaya.

1.3. RUMUSAN MASALAH

Apakah ada hubungan antara self-regulated learning dengan kecemasan

menghadapi ujian nasional berbasis komputer (UNBK) pada siswa SMA X?

1.4. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian survey yang dilakukan untuk mengetahui

kecemasan siswa terhadap ujian nasional berbasis komputer (UNBK) yang

dikembangkan oleh Wren & Benson (2004). Mengenai hubungan antara self-

regulated learning dengan kecemasan menghadapi ujian nasional berbasis

komputer (UNBK) pada siswa SMA.

1.5. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat pada penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1.5.1. MANFAAT TEORITIS

Manfaat teoritis dalam penelitian ini, yaitu peneliti dapat memberikan manfaat

bagi perkembangan ilmu psikologi terutama dalam bidang Psikologi Pendidikan.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan terkait hubungan

antara self-regulated learning dengan kecemasan menghadapi ujian nasional

berbasis komputer (UNBK) pada siswa SMA.


13

1.5.2. MANFAAT PRAKTIS

Manfaat praktis dalam penelitian dibedakan menjadi dua perspektif, yaitu

perspektif bagi guru dan perspektif bagi siswa.

a. Bagi Guru

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi guru, terutama di

SMA. Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai acuan untuk

memberikan berbagai cara penanganan dan pencegahan dalam mengurangi

kecemasan yang dialami oleh siswa saat menghadapi ujian nasional berbasis

komputer serta mengoptimalkan strategi yang digunakan dalam self-

regulated learning.

b. Bagi Siswa

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi siswa yaitu siswa dapat

mengenali ciri-ciri kecemasan yang dialami saat menghadapi ujian nasional

berbasis komputer. Selain itu, siswa juga diharapkan dapat meningkatkan

strategi self-regulated learning dalam proses belajar agar siswa yang akan

menghadapi ujian nasional berbasis komputer jauh lebih tenang dan dapat

mengurangi kecemasan.

Anda mungkin juga menyukai