Anda di halaman 1dari 10

MENGENAL TES INTELEGENSI KOLEKTIF INDONESIA

Nur Eva1*, Aas Nurasiah2, Alvina Mellandri Cahyono3, Alwiyah Salsabila4, dan Annisyah Rahmania
Rayhan5
1,2,3,4,5)
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Malang, Malang

* Email: nur.eva.fppsi@um.ac.id

Abstrak
Tes psikologi adalah tes yang terdiri dari sekumpulan item, dirancang untuk mengukur dan
memberikan informasi tentang karakteristik pribadi yang berkaitan dengan perilaku dan tes
intelegensi merupakan salah satu alat tes psikologi yang sering digunakan secara umum. Salah satu
jenis tes intelegensi adalah Tes Tiki. Tes ini memiliki tiga jenis tes, yaitu Tiki-D, Tiki-M, Tiki-T yang
dibedakan sesuai dengan jenjangnya. Tujuan dari tes ini adalah untuk mengecek standar intelijen
Indonesia dan membuat paket tes intelijen sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Tes
Tiki memiliki 12 sub-tests yang didasarkan pada teori the Factor-Model dari French dkk dan Structure
of Intellect model (SI theory) Joy Paul Guilford. Berdasarkan jenjangnya, tes Tiki memiliki sasaran
penelitian anak SD kelas enam, SMP, SMA dan mahasiswa atau orang dewasa yang merupakan
warga Indonesia. Tes Tiki berlangsung selama 100 menit dan dalam melakukan administrasi tes,
diperbolehkan minimal sarjana psikologi yang dapat mengetahui skor IQ berdasarkan norma dari
jenis alat tes TIKI yang digunakan.

Kata Kunci: intelegensi, tes intelegensi, tes intelegensi kolektif Indonesia

1. Pendahuluan
Tes intelegensi merupakan tes yang dikenal untuk mengukur intelegensi di mana dalam
prosedur pengukurannya peserta akan diminta untuk menunjukkan kemampuannya secara
maksimal selama menjalani tes tersebut. Tes intelegensi juga merupkan instrumen tes psikologis
yang dapat memberikan fungsi-fungsi tertentu terkait data yang dapat membantu peserta untuk
meningkatkan pemahaman diri, penilaian diri, dan penerimaan dirinya (Rohmah, 2011). Definisi
dari intelegensi sendiri menurut Santrock (2002) adalah kemampuan verbal yang dimiliki
seseorang, kemampuan untuk menyelesaikan masalah, dan kemampuan seseorang untuk dapat
menyesuaikan diri dan belajar dari pengalaman hidupnya sehari-hari. Istilah intelegensi sendiri
merupakan istilah yang sudah umum di kalangan masyarakat. Meskipun istilah intelegensi ini
kerap digunakan oleh masyarakat, diketahui bahwa dalam Woolfolk dan Nicolich (1984) para ahli
masih belum mendapatkan kesepakatan mengenai definisi dari intelegensi sesungguhnya.

Pengukuran intelegensi sendiri secara umum dapat membantu individu untuk lebih
memahami dirinya, sehingga individu tersebut dapat mengambil keputusan, perencanaan, dan
pemecahan masalah secara cerdas dan bijak (Aprilianti, 2017).

Tes intelegensi ini memiliki banyak sekali jenis dalam skala pengukurannya, salah satu
yang paling populer digunakan adalah Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS). Tes WAIS ini
merupakan tes berjenis individu yang terdiri dari 6 sub-tes, tes tersebut terbit pertama kali pada
tahun 1939 dengan nama Wechsler Bellevue Intellegent Scale (WBIS) (Rohmah, 2011). Hasil dari
tes intelegensi ini pada umumnya berupa IQ (Intelligence Quotient) (Nur’aeni, 2012).
Selain Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) yang popular digunakan di dunia saat ini
terdapat pula tes intelegensi yang dikembangkan sendiri oleh negara kita yaitu Indonesia, alat tes
tersebut adalah Tes Intelegensi Kolektif Indonesia (TIKI), tes ini dibuat berdasarkan kerjasama
antara fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung dan “Department of
Industrial and Organizational Psychology and Test Development, Vrije Universiteit (UV)” di
Amsterdam. Tes TIKI ini terbagi menjadi 3 kategori yaitu, tingkat dasar (TIKI-D), tingkat menengah
(TIKI-M) dan tingkat tinggi (TIKI-T) (Aprilianti, 2017). Perlu bagi kita untuk mengetahui lebih dalam
terkait apa itu tes TIKI. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan bagaimana
sejarah, pengembangan, dasar teori, karakteristik tes, prosedur administrasi, tata cara skoring
dan pelaporan yang ada dalam tes TIKI.

2. Hasil dan Pembahasan


2.1 Sejarah dan Pengembangan Alat Tes
Menurut Elton (2015), Proyek pengembangan tes di Indonesia menjadi awal dimana
Tes Intelegensi Kolektif Indonesia (TIKI) dikembangkan dan divalidasi. Proses proyek
pengembangan tes di Indonesia tersebut diperuntukkan pada murid SD di tahun pertama
mereka.

Proyek pengembangan tes di Indonesia diprakarsai oleh Fakultas Psikologi


Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung dan Department of Industrial and Organizational
Psychology and Test Development yang merupakan cabang fakultas Psikologi Vrije
Universiteit (UV) di Amsterdam, Belanda yang sekarang bernama Laboratory of
Psychodiagnostic and Industrial Psychological Research.

Penanggung jawab dalam proyek ini adalah Prof. Dr. P. J. Drent dari UV dan B.
Dengah, Dipl. Psych. Dari Universitas Padjajaran (UNPAD) dengan bantuan dari tim riset
(untuk TIKI) yaitu Drs. N. Bleichrodt dari Vrije Universiteit (UV), Soemarto, Dipl. Psych. Dan
Drs. P. Poespadibrata yang berasal dari Universitas Padjajaran (UNPAD). Kelima orang
tersebutlah yang menjadi penulis dan penyusun dari Tes Intelegensi Kolektif Indonesia (TIKI).

Dalam penyusunan dan pengumpulan data tes dan pembuatan norma tes
melibatkan banyak orang didalamnya antara lain adalah staf universitas, murid-murid,
asisten dosen dan para mahasiswa dari Universitas Padjajaran (UNPAD).

Munculnya ide pengembangan tes tersebut diawali dengan permintaan dari Drs. J.
Wullur, dosen yang bertanggungjawab pada pelatihan di psikologi industri Fakultas Psikologi
Universitas Padjajaran (UNPAD), dimana permintaan beliau yaitu membantu proyek yang
digunakan untuk keberhasilan dalam pengembangan dan seleksi para mahasiswa Universitas
Padjajaran (UNPAD). Namun, seiring berjalannya waktu, ruang lingkup proyek tersebut
diperluas menjadi beberapa tes untuk level pendidikan yang berbeda dan populasi yang ada
di luar kota Bandung. (Elton, 2015)

Kedua universitas yang berkontribusi dalam proyek tersebut mengumpulkan dana


finansial untuk proyek tes ini dan mendaftarkannya ke Netherland Universities Foundation
For International Cooperation (NUFFIC) dengan judul “Proyek Standadisasi Tiga Baterai Tes”.
Proyek tersebut akhirnya diterima oleh pihak NUFFIC. Pada tanggal 12 September 1970,
Pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan dari Kementrian Luar Negeri yang
menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia menerima dengan senang hati pihak Dutch Aid
sehingga proyek tes ini dimulai pada tanggal tersebut.

Permulaan rangkaian tes diujicobakan pada siswa-siswa di Bandung yang bertujuan


untuk meningkatkan skill dan menambah pengalaman mereka ehadap serial tersebut dan
untuk mendapatkan lebih banyak informasi dalam melalui fase studi tersebut.

Menurur Elton (2015), hasil akhir dari tes tersebut menghasilkan 14 subtes yang
menyusun rangkaian tes eksperimen tersebut, diantaranya adalah :

1. Membandingkan Nama (Name Comparison)

2. Perhitungan(Computation)

3. Visualisasi (Visualization)

4. Hubungan Kata (Word Relations)

5. Membandingkan Objek (Object Comparison)

6. Penalaran Aritmatika (Arithmetic Reasoning)

7. Pencocokan Bentuk (Form Matching)

8. Perbandingan Angka (Figure Comparison)

9. Perkalian Huruf (Letter Muplication)

10. Orientasi Spasial (Spatial Orientation)

11. Komponen (Components)

12. Ketepatan dan Kecepetan (Accuracy and Speed)

13. Pengecualian Kata (Word Exclusion)

14. Komposisi Kata (Word Composition)

Pemilihan sampel untuk tes ini adalah sekitar 397 siswa pada kelas 1 SMA yang
diantaranya 211 siswa laki-laki dan 186 siswa perempuan. Para siswa berasal dari 10 SMA
Negeri dan Swasta berbeda di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jumlah waktu atau
durasi dalam tes tersebut adalah sekitar 3 - 3,5 jam. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan-
bulan pertama pada tahun ajaran baru. Seiring berjalannya waktu, tes ini memiliki hasil akhir
ang terdiri dari 12 subtes dengan menghlangkan 2 subtes sebelumnya yaitu Membandingkan
Nama (Name Comparison) dan Pencocokan Bentuk (Form Matching).

Saat ini, Tes Intelegensi Kolektif Indonesia (TIKI) yang ada di Indonesia menggunakan
3 tipe jenis tes yang dibedakan berdasarkan jenjang usia. terdiri dari tiga jenis tes , yaitu TIKI
Dasar, TIKI Menengah, dan TIKI Tinggi. TIKI Dasar (TIKI - D) adalah tes pertama dari
serangkaian TIKI. Tes ini diperuntukan untuk anak yang berada dalam bangku SD kelas enam
sampai SMP kelas dua (Aprilianti, 2017). TIKI M (TIKI Menengah) diperuntukan untuk siswa
SMP kelas tiga sampai kelas tiga SMA (Rachmawati & Andriani, 2014) dan jenis tes yang
terakhir yaitu TIKI-T (TIKI Tinggi) yang digunakan khusus untuk mahasiswa dan orang dewasa
(Aprilianti, 2017).

2.2 Dasar Teori


Tes TIKI disusun sesuai dengan landasan teori milik French dkk. yaitu the Factor-
Model pada tahun 1963 dan the Structure of Intellect model (SI theory) milik Guilford tahun
1971 (Drenth & Dengah, 1977). Disebutkan dalam Stricker (2017) bahwa pada penelitian
French, Ekstrom, & Price (1963) menghasilkan dengan apa yang disebut sebagai Kit of
Reference Tests for Cognitive Factors yang menghasilkan 24 faktor dari tes penanda (Gambar
1). Penelitian tersebut dilakukan guna membantu menentukan faktor-faktor kognitif apa saja
yang dianggap cukup baik untuk membenarkan dikeluarkannya rujukan atau tes "penanda"
(Carroll, 2004).

Gambar 1. Tabel Kit of Reference Tests for Cognitive Factors (Carroll, 2004)
Gambar 2. Tabel Kit of Reference Tests for Cognitive Factors (Carroll, 2004)

Teori yang kedua adalah teori yang dikembangkan oleh Joy Paul Guilford, di mana
Guilford mengatakan bahwa intelegensi tidak hanya tersusun dari satu faktor saja melainkan
tersusun dari total 120 faktor (Purwanto, 2010). Teori yang Ia namakan sebagai Structure of
Intellect model (SI theory) ini dikemukakan pada tahun 1959 dan terus berkembang hingga
1988. Penyusunan tes TIKI sendiri menggunakan teori Guilford yang ada pada tahun 1971. Di
mana dari total 120 faktor tersebut diantaranya terbagi menjadi 90 faktor kemampuan
intelektual dan 30 faktor kemampuan perilaku. Faktor-faktor tersebut didapatkan dari
kombinasi antara tiga dimensi intelegensi yaitu operation (proses berpikir), content (isi
informasi yang ada pada operation), dan product (hasil berfikir). Operation atau cara
bagaimana informasi ini diproses terdiri dari terdiri dari lima jenis cara yaitu melalui
cognition (kognisi), memory (ingatan), convergent production (produksi konvergen),
divergent production (produksi divergen), evaluation (evaluasi). Selanjutnya yaitu Content
yang terdiri dari empat faktor yaitu figural, simbolik, semantik dan perilaku. Dan product
yang terdiri dari enam faktor yaitu unit (satuan), class (kelas), relation (relasi), system
(sistem), transformation (transformasi), dan implication (implikasi) (Azwar, 2002)

Berdasarkan dua teori tersebut kemudian dihasilkanlah 12 subtes TIKI. Ke dua belas
subtes TIKI tersebut yaitu, Berhitung Angka, Gabungan Bagian, Hubungan Kata, Eksklusi
Gambar, Berhitung, Meneliti, Membentuk Benda, Eksklusi Kata, Bayangan Cermin, Berhitung
Huruf, Membandingkan Benda, dan Pembentukan Kata (Drenth & Dengah, 1977).

2.3 Karakteristik Alat Tes


2.3.1 Tujuan Alat Tes
Tes TIKI (Tes Intelegensi Kolektif Indonesia) bertujuan untuk mengukur tingkat
kecerdasan atau standar intelegensi berdasarkan norma yang berlaku di Indonesia
dalam bentuk IQ (Aprilianti, 2017).
2.3.2 Sasaran Alat Tes

Sasaran dari Tes Intelegensi Kolektif Indonesia atau TIKI adalah:

1. Anak SD kelas enam, SMP, SMA, mahasiswa dan orang dewasa


2. Orang yang berada atau tinggal di Indonesia. Hal ini disebabkan karena TIKI
dibuat sesuai dengan kultur Indonesia.

2.3.3 Jenis dan Komponen Alat Tes


i. Jenis Alat Tes

Tes Intelegensi Kolektif Indonesia atau TIKI terdiri dari tiga jenis, yaitu
TIKI Dasar, TIKI Menengah, dan TIKI Tinggi.

a) TIKI Dasar
TIKI dasar (TIKI - D) adalah tes pertama dari serangkaian TIKI.
Tes ini diperuntukan untuk anak yang berada dalam bangku SD
kelas enam sampai SMP kelas dua. Tes ini berfungsi untuk
mengetahui karakteristik pengambilan keputusan individu
(Apriliantri, 2017). Menurut Nur’aeni (2012) ada sepuluh subtes
di TIKI - D, yaitu berhitung angka, labirin, esklusi kata, gabungan
bagian, hubungan kata, eksklusi gambar, berhitung huruf,
membandingkan gambar, mencari pola dan mencari segitiga.
b) TIKI Menengah
TIKI menengah (TIKI-M) adalah salah satu dari serangkaian
TIKI yang dikembangkan pada tahun 1977 (Rachmawati &
Andriani, 2014). Tes ini diperuntukan untuk siswa SMP kelas tiga
sampai kelas tiga SMA. Tes ini memiliki fungsi untuk mengetahui
sejauh mana seorang siswa dapat melanjutkan pendidikannya di
jenjang sekolah menengah atas (Aprilianti, 2017). Menurut
Departemen Pendidikan Nasional (dalam Rachmawati &
Andriani, 2014) tes TIKI-M biasanya digunakan untuk selesksi
masuk sekolah, seleksi siswa Rintisan Sekolah Berstandar
Internasional (RSBI), seleksi Peserta Didik Cerdas Istimewa dan
Berbakat Istimewa (PDCI-BI) . TIKI Menengah terdiri dari dua
belas subtes, yaitu berhitung angka, ekslusi gambar, berhitung
huruf, berhitung soal, meneliti, hubungan kata, eksklusi kata,
gabungan bagian, membentuk benda, bayangan cermin,
pembentukan kata, dan membandingkan benda (Nur’aeni,
2012)
c) TIKI Tinggi

TIKI tingkat tinggi (TIKI-T) digunakan bagi mahasiswa dan


orang dewasa. Tes ini lebih kompleks dan sulit dari dua tes
lainnya. Terdapat dua belas subtes di dalam tes ini, yaitu
berhitung angka, meneliti, gabungan bagian, abstraksi non-
verbal, deret angka, hubungan kata, membentuk benda, analogi
kata, bentuk tersembunyi, eksklusi kata, pembentukan kata dan
bayangan cermin (Nur’aeni, 2012)

ii. Komponen Tes


a. TIKI bisa digunakan oleh indvidual dan klasikal
b. TIKI termasuk tes non proyektif karena itemnya bersifat pilihan.
c. TIKI termasuk tes objektif karena menggunakan ukuran yang
telah ditentukan.
d. Subtes dalam TIKI yang termasuk dalam komponen verbal
adalah: berhitung angka, berhitung huruf, berhitung soal,
eksklusi kata, hubungan kata, meneliti, membentuk kata, deret
angka, analogi kata
e. Subtes dalam TIKI yang termasuk komponen performance (non-
verbal) adalah: membentuk benda, gabungan bagian, abstraksi
non-verbal, bayangan cermin, labirin, bentuk tersembunyi,
eksklusi gambar, membandingkan benda, mencari pola, mencari
segetiga, membandingkan gambar
f. Subtes yang berada di dalam TIKI mengukur empat faktor
intelegensi yaitu:
g. Numerical aptitude: diukur oleh subtes berhitung huruf,
berhitung angka dan berhitung soal.
h. Perseptual speed: diukur oleh subtes membandingkan benda
dan meneliti
i. Space and non-verbal reasoning: pengukuran oleh subtes
bayangan cermin, gabungan bagian, membentuk benda dan
eksklusi gambar
j. Verbal reasoning: subtes membentuka kata, eksklusi kata dan
hubungan kata.

2.4 Prosedur administrasi tes

Alat tes ini merupakan jenis alat tes tipe A sehingga biasanya untuk pengadministrasian
alat tes ini dilakukan oleh minimal sarjana psikologi. Dalam pengetesan biasanya peralatan
yang digunakan adalah:
Buku soal yang terdiri dari subtest dan lembar jawaban. Pada Tiki-Dasar (kelas 6-8) terdapat
10 subtest yang terdiri dari:

1. Sub-test 1 > berhitung


2. Sub-test 2 > Gabungan Bagian
3. Sub-test 3 > Eksklusi Gambar
4. Sub-test 4 > Hubungan Kata
5. Sub-test 5 > Membandingkan Gambar
6. Sub-test 6 > Labirin
7. Sub-test 7 > Berhitung Huruf
8. Sub-test 8 > Mencari Pola
9. Sub-test 9 > Ekslusi Kata
10. Sub-test 10 > Mencari Segitiga

Pada sub-test tersebut, terdapat short form test atau bentuk singkat, yaitu sub-
test 1,2,4 dan 6. Untuk TIKI-menengah (kelas 9-10), sub-testnya adalah berhitung angka,
gabungan bagian, hubungan kata, eksklusi gambar, berhitung soal, meneliti, membentuk
benda, eksklusi kata, bayangan cermin, berhitung huruf, membandingkan benda,
pembentukan kata (Drenth & Dengah, 1977 dalam Apriliantri, 2017).

TIKI tinggi (kelas 11- tahun awal universitas) memiliki sub-test: berhitung angka,
gabungan bagian, hubungan kata, abstraksi non-verbal, deret angka, meneliti,
membentuk benda, eksklusi kata, bayangan cermin, analogi kata, bentuk tersembunyi,
pembentukan kata (Drenth & Dengah, 1977 dalam Apriliantri, 2017).

Test Tiki memiliki total waktu 100 menit untuk dikerjakan (41 menit untuk
mengerjakan TIKI short form), ditambah dengan waktu instruksi per sub tes 3-5 menit.

a. Test Tiki-T sub-test 5 Deret angka


Dalam pertanyaan ini, angka atau huruf dengan pola akan
ditampilkan. Anda dapat memilih salah satu jawaban dengan pilihan yang
benar untuk menyelesaikan rangkaian setiap pertanyaan. A, B, C atau D
sebagai pilihan jawaban Anda. Waktu yang diberikan adalah 20 menit.
Setelah 20 menit, segera berhenti bekerja.

Gambar 3. Contoh soal deret angka (Stevan Gultom, 2019)

2.5 Tata cara skoring dan pelaporan


Skoring dilakukan dengan menghitung jawaban benar pada setiap subtes. Setelah itu
dijumlahkan total jawaban benar dari keseluruhan subtes. Cara mengetahui skor IQ dapat
dilihat melalui norma dari jenis alat tes TIKI yang digunakan. Alat tes TIKI memiliki mean 100
dan standar deviasi 10.
i. Klasifikasi Skala Weschler
a) 128 ke-atas: Very Superior
b) 120-127: Superior
c) 111-119: Bright Normal (High Average)
d) 91-110: Average
e) 80-90: Dull Normal (Low Average)
f) 66-79: Borderline-Defective
g) 65 ke-bawah: Mentally Defective

∑ Jawaban ∑ Jawaban ∑ Tidak


NO SUBTES SUBTES Nilai Standar
Benar Salah Diisi
1 BERHITUNG ANGKA 31 2 7 19
2 GABUNGAN BAGIAN 12 12 2 13
3 HUBUNGAN KATA 25 14 1 13
4 ABSTRAKSI NONVERBAL 24 6 0 26
5 DERET ANGKA 7 3 10 18
6 MENELITI 59 1 40 16
7 MEMBENTUK BENDA 22 8 0 21
8 BAYANGAN CERMIN 27 6 7 19
9 ANALOGI KATA 11 7 0 23
10 BENTUK TERSEMBUNYI 8 12 0 14
11 PEMBENTUKAN KATA
46 1 0 18

JUMLAH ANGKA TIKI 200


DEVIASI IQ 117
KATEGORI TINGKAT GOLONGAN IQ High
Average
Tabel 1. Contoh laporan Tes TIKI-T (Nurul Faizah, 2013)
Rujukan
Anita Woolfolk Hoy & McCune-Nicolich, Lorraine (1984). Educational psychology for teachers (2nd
ed). Englewood Cliffs, N.J Prentice-Hall
Aprilianti. (2017). Realibilitas dan Validitas Konstruk Tes Intelegensi Kolektif Indonesia Tingkat Tinggi
(TIKI-T). Skripsi, Bandung : FIP Universitas Pendidikan Indonesia.
Ariani, F., Andriani, R., Farida, K., Rachmawati, A., Pendidikan, D., Perkembangan, D., dkk. Surabaya,
S. (2014). Confirmatory Factor Analysis Tes Inteligensi Kolektip Indonesia Tingkat Menengah
(TIKI-M). Jurnal Psikologi Pendidikan Dan Perkembangan, 3(1).
Azwar S. (2002). Pengantar Psikologi Intelegensi. Pustaka Pelajar : Yogyakarta
Carroll, J. B. (2004). Human cognitive abilities: A survey of factor-analytic studies. Cambridge:
Cambridge Univ. Press.
Drenth, P. J., & Dengah, B. (1977). Manual Tes Inteligensi Kolektip Indonesia Tingkat Menengah.
Bandung: Universitas Padjadjaran.
Elton, Y. (2015). TES TIKI-M SEJARAH.
Faizah, N. (n.d.). Laporan tes TIKI CFIT. Www.academia.edu. Retrieved March 1, 2021, from
https://www.academia.edu/5513673/Laporan_tes_TIKI_CFIT
Nur’aeni. (2012). Tes Psikologi : Tes Intelegensi dan Bakat. Purwokerto : Universitas Muhamadiyah
Malang (UM) Purwokerto Press.
Purwato. (2010). Intelegensi: konsep dan pengukurannya. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 16(4),
477-485. https://doi.org/10.24832/jpnk.v16i4.479
Rachmawati, F.A., & Andriani, F. (2014). Confirmatory Factor Analysis Tes Inteligensi Kolektip
Indonesia Tingkat Menengah (TIKI-M). Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. (3) 1 ,
69 – 76. http://journal.unair.ac.id/JPPP@confirmatory-factor-analysis-tes-inteligensi-kolektip-
indonesia-tingkat-menengah-(tiki-m)-article-7479-media-53-category-10.html
Rohmah, U. (2011). Tes intelegensi dan pemanfaatannya dalam dunia. Cendekia: Jurnal
Kependidikan Dan Kemasyarakatan, 9(1), 125–139.
https://doi.org/10.21154/cendekia.v9i1.869
Santrock, J. W. (2002). Life-span Development Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Stevan Gultom. (2019). PSIKOTES IST – TES INTELEGENSI Sub test 1: Tes Pengetahuan Umum.
Academia.edu.https://www.academia.edu/7209500/PSIKOTES_IST_TES_INTELEGENSI_Sub_te
st_1_Tes_Pengetahuan_Umum
Stricker, L. J. (2017). Research on Cognitive, Personality, and Social Psychology: I. Methodology of
Educational Measurement and Assessment, 391–412. https://doi.org/10.1007/978-3-319-
58689-2_13

Anda mungkin juga menyukai