Abstrak.
Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan-tantangan yang terjadi dalam
penerapan karakter pendidikan di sekolah dasar di Indonesia. Penelitian ini menerapkan
tinjauan sistematis literatur dengan menggunakan protokol pencarian berdasarkan pernyataan
rekomendasi PRISMA. Langkah awal penelitian ini adalah rumusan masalah penelitian,
kemudian pencarian hasil penelitian yang relevan dari jurnal nasional Database Garuda dan
website jurnal. Kemudian dilakukan analisis terhadap hasil penelitian yang relevan kaitannya
dengan tantangan pelaksanaan program pendidikan karakter sekolah dasar di Indonesia.
Kurangnya dukungan seperti sosialisasi, pelatihan, sarana dan prasarana menjadi tantangan
utama yang berasal dari pemerintah. Tantangan dari guru sebagian besar terfokus pada
kesulitan dan ketidakmampuan dalam menilai karakter siswa. Tantangan dari orang tua
sebagian besar berkaitan dengan kurangnya dukungan seperti perhatian, partisipasi dan
pengawasan terhadap pendidikan karakter siswa.
PERKENALAN
sebagai kurikulum baru. Kebijakan pemerintah ini dilakukan untuk memenuhi tuntutan
zaman yang memerlukan pembaharuan kurikulum guna menghasilkan lulusan yang lebih
berkualitas. Terdapat perbedaan yang signifikan dengan kurikulum 2006 dan Kurikulum
2013 terkait standar kompetensi kelulusan, materi, proses dan penilaian. Perubahan proses
pembelajaran dan penilaian ditandai dengan penekanan pada aspek sikap. Dengan kata lain,
kurikulum terbaru Indonesia menuntut adanya pendidikan yang seimbang sikap, pengetahuan
dan keterampilan siswa. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang
penguatan pendidikan karakter, terdapat 18 nilai pendidikan karakter bangsa yaitu religius,
jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, nasionalisme,
Pendidikan karakter merupakan suatu pendekatan yang terencana dan sistematis serta
bertujuan untuk mendidik peserta didik menjadi warga negara yang baik yang ditunjukkan
dengan sikap bertanggung jawab, jujur dan bangga (Çubukçu, 2012). Selain sebagai
siswa (Almerico, 2014) dan pengembangan diri berupa pengembangan moral dan sikap yang
baik (Pattarro, 2016). Dengan memiliki karakter yang baik, siswa mempunyai kecenderungan
untuk meningkatkan prestasi akademiknya (Nurhasanah & Nida, 2016) dan mengurangi
Pendidikan karakter adalah dilakukan secara sadar berupa pembiasaan berulang-ulang untuk
mempengaruhi perilaku siswa (Abu, Mokhtar, Hassan, & Suhan, 2015). Pendidikan terkait
pengembangan karakter perlu ditanamkan sejak dini sekolah dasar karena merupakan faktor
yang menentukan kualitas siswa ketika dewasa nanti (Ferdiawan & Putra, 2013).
Implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar yang efektif akan memiliki dampak
jangka panjang seiring transisi siswa ke pendidikan tinggi seperti tahun-tahun sekolah
menengah (Khoury, 2017). Selain itu, usia siswa sekolah dasar (6-12 tahun) merupakan usia
krusial untuk membangun solidaritas landasan pembentukan karakter siswa (Rokhman, Hum,
Dampak positif penerapan pendidikan karakter pada siswa sekolah dasar di Indonesia masih
belum terlihat meskipun implementasi pendidikan karakter untuk SD siswa sekolah telah
diatur secara sistematis dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017. Pendidikan
karakter telah menjadi isu utama di Indonesia sejak tahun 2012 (Istiningsih, 2016). Nasional
Krisis karakter banyak terjadi terutama di kalangan generasi muda seperti siswa sekolah dasar
(Abdi, 2018).
membolos, mengejek teman sekelas, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh siswa sekolah
dasar masih banyak kita jumpai di berbagai media dan di kehidupan sehari-hari. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan jumlahnya sekitar 153 orang kasus
kekerasan terhadap anak di sekolah. Sebanyak 60 orang dari jumlah total tersebut merupakan
kasus perundungan siswa sekolah dasar (Koagouw, 2019, 31 Desember). Kasus tawuran
tersebut dilakukan dengan menggunakan senjata tajam di kalangan siswa sekolah dasar juga
pernah terjadi di Kabupaten Sukabumi. Faktanya, para siswa ini dilaporkan membawa senjata
tajam saat tawuran seperti arit, plat besi bergerigi, dan roda gigi (Alamsyah, 2020, 1 Maret)).
Selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program for International Student
Assessment (PISA), nilai kompetensi siswa Indonesia pada PISA tahun 2018 adalah 371,
sama nomor sejak tahun 2000 (Putra, 2020, 7 April). Artinya belum ada perbaikan selama ini
20 tahun dan manajemen yang buruk dalam minat membaca siswa Indonesia dan rendahnya
kemampuan literasi Pelajar Indonesia Hal ini menunjukkan bahwa sekolah masih belum
sekolah dasar bermacam-macam sekolah di Indonesia baik dari faktor internal maupun
Hambatan internal terkait dengan kebijakan dan kurikulum (Almerico, 2014). Sementara itu,
hambatan eksternal adalah berkaitan dengan lingkungan sosial (Sultoni, 2016). Tantangan
lainnya termasuk kurangnya program dan komunikasi antara orang tua dan sekolah (Wibowo,
2014; Fahmi & Susanto, 2018; Wijanarti, Degeng & Untari, 2019), kompleksitas sistem
penilaian karakter siswa (Anwar, 2014; Latip, 2013; Siagian, 2015), kurangnya sarana dan
prasarana, serta ketidakseimbangan jumlah guru dan pelajar (Morelent & Syofiani, 2015;
Salam, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa tantangan terkait dengan pelaksanaan pendidikan
karakter di sekolah dasar di Indonesia berasal dari pemerintah, sekolah dan orang tua.
Jenis tantangan di suatu sekolah dasar dengan sekolah dasar lainnya dapat menunjukkan
perbedaan hasil. Hal ini dipengaruhi oleh dukungan pemerintah, sekolah (guru dan kepala
sekolah) dan orang tua selaku aktor dalam implementasi pendidikan karakter. Dukungan
pemerintah sangat diperlukan dalam hal ini kaitannya dengan pemberian dukungan berupa
sosialisasi dan pelatihan serta supervisi kepada SD sekolah. Sekolah yaitu guru dan kepala
sekolah juga memegang tanggung jawab dan tugas perencanaan untuk melaksanakan
penilaian karakter siswa, misalnya berkaitan dengan perencanaan a program penanaman
karakter yang cocok untuk siswa SD dan penyiapan karakter indikator penilaian. Dukungan
orang tua juga berperan penting dalam memberikan dukungan berupa perhatian, pengawasan
dan komunikasi antara orang tua dan guru berkaitan dengan karakter siswa sekolah dasar.
Temiz (2016) menyatakan bahwa mitra paling penting untuk solusi permasalahan karakter
adalah guru, manajer, staf lain dan orang tua. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk
melakukanny menciptakan lingkungan di mana siswa dapat belajar dan menegakkan nilai-
nilai yang menjadi dasar karakter yang baik (Chou, Yang, & Huang, 2014).
Penelitian terkait pendidikan karakter sebagian besar berfokus pada penerapan model
misalnya. (Anggraini & Kusniarti, 2016), model RPP mis. (Temiz, 2019), strategi mis.
(Fahmi & Susanto, 2018; Mislia, Mahmud, & Manda, 2016), dan media misalnya. (Turan &
Ulutas, 2016) untuk mengembangkan karakter tertentu siswa. Sedangkan penelitian lain
hanya membahas dukungan kepala sekolah misalnya. (Salam, 2017), dan dukungan guru mis.
(Ülger, Yiğittir, & Ercan, 2014; Malinda, Mwania & Maithya, 2017) dalam melaksanakan
pendidikan karakter di sekolah dasar. Misalnya, hasil studi Salam (2017) menunjukkan
kepala sekolah mendapat dukungan dalam melaksanakan pendidikan karakter, yaitu menjalin
kerjasama antar anggota sekolah, memberikan contoh yang baik, & mengawasi. Selain itu,
beberapa yang terbaru dan terkini Studi yang menonjol dalam pendidikan karakter berfokus
pada implementasi, misalnya. (Anwar, 2014; Latip, 2013; Sujatmiko, Arifin, & Sunandar,
2019; Siagian, 2015), dampak pendidikan karakter di Indonesia misalnya (Fahmy, Bachtiar,
Rahim, & Malik, 2015), dan pentingnya pendidikan karakter tertentu misalnya. (Panel &
Patriana, 2015).
Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan studi literatur yang dapat memberikan gambaran,
informasi, bimbingan dalam melaksanakan pendidikan karakter yang efektif di sekolah dasar
di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hasil penelitian tahun 2013-
2020 terkait tantangan dari pemerintah, sekolah dan orang tua dalam pelaksanaan pendidikan
karakter di sekolah dasar di Indonesia. Penulis berharap hasil peninjauan sistematis pada
penelitian ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi pemerintah, kepala sekolah, guru
dan warga sekolah lainnya terkait tantangan dan solusi atas tantangan terkait penerapan
pendidikan karakter yang efektif. Inilah kuncinya untuk mewujudkan generasi emas
Pertanyaan pertama adalah apa saja tantangannya pemerintah dalam implementasi pendidikan
Kedua, apa saja tantangan guru dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar di
Indonesia?’.
Ketiga, apa saja tantangan yang dihadapi pemerintah dalam hal ini implementasi pendidikan
METODE
berdasarkan PRISMA (Item Pelaporan Pilihan untuk Tinjauan Sistematis dan Analisis Meta)
pernyataan rekomendasi (Moher, Liberati, Tetzlaff, & Altman, 2009). Tinjauan sistematis
dapat diartikan sebagai peninjauan secara jelas pertanyaan yang dirumuskan dengan
mengidentifikasi, memilih, dan menilai secara kritis penelitian yang relevan, dan juga untuk
mengumpulkan dan menganalisis data dari penelitian yang ada termasuk dalam ulasan
Proses pencarian literatur dilakukan melalui pencarian pada website jurnal. Untuk menjamin
kualitas artikel tersebut, kami mencari artikel dari jurnal yang terakreditasi “Sinta 2” oleh
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Pencarian ini
menghasilkan 75 artikel tentang pendidikan karakter. Namun lokasi penelitian paling banyak
dilakukan di Sekolah Dasar di Pulau Jawa. Lalu, secara berurutan untuk memastikan semua
penelitian yang relevan teridentifikasi termasuk penelitian dari provinsi lain di Indonesia
seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali, kami juga mencari di database Garuda
pada Mei 2020. Kami mengetikkan kata kunci “karakter”, “pendidikan karakter”,
disempurnakan berdasarkan tahun 2013 hingga 2020, sehingga menghasilkan 624 artikel.
Kriteria kelayakan;
Kriteria kelayakan dilakukan dengan menerapkan kriteria inklusi untuk memilih studi yang
1. artikel diterbitkan pada jurnal nasional yang terindeks Sinta (mulai dari kelas 5 sampai
dengan kelas 2). Sinta adalah sistem indeks yang dibuat oleh Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi. Ini adalah sebuah platform untuk memfasilitasi pengumpulan
2. artikel diterbitkan dari tahun 2013 hingga 2020 agar mendapatkan informasi yang akurat
3. tempat penelitian merupakan salah satu dari 37 provinsi di Indonesia sebagai representasi
dari pelaksanaan pendidikan karakter sekolah dasar di berbagai daerah di Indonesia seperti
karakter di suatu Sekolah Dasar di Indonesia. Oleh karena itu, artikel studi literatur tidak
dimasukkan.
Setelah dilakukan seleksi artikel berdasarkan kriteria inklusi, tersisa 178 artikel. Penulis
kemudian membaca teks lengkap setiap artikel. Akibatnya, tantangan dalam penerapan
karakter pendidikan sekolah dasar di Indonesia ditemukan dalam 16 artikel. Kami hanya
menyertakan tantangan dari hasil dan diskusi, dan mengabaikan tantangan dari tinjauan
literatur sebuah artikel. Gambar 1 di bawah ini memberikan ikhtisar protokol pencarian
HASIL
Bagian ini menjawab pertanyaan penelitian penelitian ini dengan membahas berbagai macam
tantangan yang ada terjadi terkait dengan implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar
relevan, tantangannya dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu tantangan dari pemerintah,
sekolah dan orang tua. Pembagiannya didasarkan pada sumber tantangan atau aktor-aktor
yang telah dibuat. Ada 2 tantangan dari pemerintah, 3 tantangan dari sekolah (guru & kepala
indonesia?
Tantangan dari pemerintah ada 2 macam, yaitu kurangnya dukungan, dan tantangan dalam
perencanaan, pemantauan dan evaluasi. Tantangan pertama dan utama terkait dengan
kurangnya dukungan berupa pelatihan, dana, sarana dan prasarana. Darmayanti & Wibowo
(2014) menemukan bahwa pemerintah hanya memberikan sosialisasi melalui kelompok kerja
guru.
Tidak ada pelatihan langsung untuk para guru di Sekolah Dasar Negeri di Yogyakarta.
Sosialisasi dan pelatihan yang telah dilakukan yang disediakan oleh Pemerintah selama ini
masih kurang. Bentuk dukungan yang paling dibutuhkan oleh sekolah adalah pelatihan dan
petunjuk teknis yang jelas tentang pendidikan karakter. Tabel 1 berikut menunjukkan
Pemerintah cenderung fokus pada sekolah dasar di perkotaan. Akibatnya terjadi kekurangan
akses terhadap informasi dan sumber belajar tentang implementasi pendidikan karakter
khususnya untuk sekolah dasar yang berlokasi di pedesaan (Latip, 2013). Namun, masalah
yang paling umum adalah kurangnya dana sarana dan prasarana sekolah untuk mendukung
Hal ini tidak hanya terjadi di SD Negeri saja (Darmayanti & Wibowo, 2014; Morelent &
Syofiani, 2015) tetapi juga SD Swasta (Wibowo, 2014; Sujatmiko, Arifin & Sunandar, 2019).
Program pembangunan dapat terganggu karena kurangnya sarana dan prasarana pendukung.
Retnawati, Apino & Anazifa, 2018). Kegiatan ini memerlukan biaya yang besar. Untuk
mengantisipasi biaya kegiatan, pihak sekolah memperoleh dana dari komite sekolah,
pemerintah, dan sumbangan alumni. Masalah ini menjadi bukti dan sering terjadi di Sekolah
Dasar Negeri karena jumlahnya yang sangat banyak siswa. Siswa mengalami kesulitan untuk
menggunakannya secara bersamaan (Morelent & Syofiani, 2015). Guru kreativitas juga
menurun karena sarana dan prasarana yang kurang memadai. Hal ini menyebabkan
kurangnya variasi pengembangan program pendidikan karakter bagi siswa sekolah dasar
(Morelent & Syofiani, 2015). Tantangan kedua terkait dengan perencanaan, pemantauan dan
sekolah-sekolah yang tersebar di beberapa tempat tempat. Selain itu, jumlah pengawas
sekolah yang ada masih kurang (Darmayanti & Wibowo, 2014). Evaluasi yang dilakukan
oleh Dinas Pendidikan juga belum maksimal karena tidak melakukan penilaian pelaksanaan
pendidikan karakter di sekolah dan hanya terfokus pada kelengkapan dokumen (Darmayanti
& Wibowo, 2014). Padahal, kegiatan monitoring dan evaluasi sangat penting dilakukan untuk
Informasi ini dapat bermanfaat sebagai gambaran untuk melakukan perbaikan terhadap
belajar ibadah, tempat mencari barang hilang, visi dan tata tertib sekolah, absensi, poster dan
slogan, media komunikasi dan informasi, ruang baca, dan peralatan alat kebersihan seperti
Solusi yang dapat dilakukan antara lain dengan memasang kata-kata mutiara, slogan, ayat Al-
Qur'an, hadis, dan karya siswa (Siagian, 2015), memperbaiki sistem pengelolaan sarana &
prasarana sebagai serta mengedepankan pemanfaatan dan pemeliharaan yang optimal dengan
melibatkan semua pihak (Darmayanti & Wibowo, 2014). Kurangnya sosialisasi dari
Menurut Budiarta, Artini, Seken, dan Santosa (2018), pemerintah perlu berbuat lebih banyak
pelatihan dan workshop intensif tentang pendidikan karakter. Topik lokakarya dan pelatihan
harus mencakup model pembelajaran, metode dan media pembelajaran yang inovatif dalam
penerapan karakter pendidikan. Selain itu, dukungan lain berupa dukungan finansial juga
diperlukan agar bisa menjalankan program secara optimal. Pemerintah juga bisa menerapkan
sekolah praktik terbaik atau berkarakter sekolah percontohan pendidikan dan mendukung
Aktor yang berpengaruh untuk mencapai keunggulan dalam pendidikan sekolah tidak hanya
kepala sekolah namun juga seluruh individu termasuk guru (Grissom, Kalogrides & Loeb,
2015). Guru merupakan hal yang fundamental dalam mencapai apa yang diinginkan
karakteristik individu (Sahin, 2019). Terkait dengan implementasi pendidikan karakter pada
sekolah dasar, guru mempunyai dukungan yang penting. Salah satunya adalah mampu
mendesain secara elaboratif dan kegiatan eksploratif dalam penyusunan RPP dan proses
sekolah dan guru menjadi bingung, dankewalahan. Hal ini disebabkan karena guru lebih erat
hubungannya dengan pembelajaran siswa kontak garis depan dibandingkan kepala sekolah
(Pang & Miao, 2017). Ada 3 jenis tantangan dari sekolah, yaitu tantangan dalam
Tantangan pertama terkait dengan perencanaan program. Menurut Sadia, Arnyana &
Muderawan (2013), hanya 28,79% guru Sekolah Dasar di provinsi Bali yang pernah
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar guru sekolah dasar di provinsi Bali belum pernah
mengikuti pelatihan terkait penerapan pendidikan karakter. Hal ini menyebabkan Guru
menjadi bingung karena tidak mempunyai pemahaman yang jelas tentang teori dan praktek
bagaimana menerapkan pendidikan karakter di sekolah (Nitte & Bulu, 2020). Sosialisasi atau
pelatihan kok penting karena merupakan cara bagi guru untuk mendapatkan informasi,
berbagi informasi dan mendiskusikan masalah berkaitan dengan pendidikan karakter.
secara optimal.
1. Pertama, ketidakmampuan guru memilih yang cocok model, metode & media
pembelajaran (Latip, 2013; Sadia, Arnyana & Muderawan, 2013; Parida, Sirhi &
Dike, 2019; Wijanarti, Degeng & Untari, 2019; Latip, 2013 2013).
4. Keempat, rumusan nilai karakter yang acak dan tidak jelas (Darmayanti & Wibowo,
2014).
Tantangan kedua terkait dengan implementasi program. Salah satu masalahnya adalah
kesulitan dalam menanamkan nilai-nilai karakter melalui model pendukung (Latip, 2013).
Idealnya, milik guru perilaku dan perkataan harus dapat menunjukkan karakter yang baik di
sekolah agar dapat mendorong siswa untuk melakukan hal tersebut meniru mereka dan
menciptakan kesadaran pada siswa. Namun, kepala sekolah, guru, dan staf belum
melakukannya mampu memberikan contoh yang baik kepada siswanya (Nitte & Bulu, 2020).
Hal ini ditunjukkan oleh perilaku dan tutur kata guru dan kepala sekolah yang masih belum
mencerminkan kesantunan, keramahan, dan nilai kerapian. Sedangkan pada proses
Hal ini terlihat karena guru masih fokus pada bagaimana membuat siswa memahami materi
pembelajaran baik (Darmayanti & Wibowo, 2014). Kegiatan pembelajaran sebagian besar
terfokus pada konsep dan tidak langsung praktik. Misalnya pada pembelajaran materi tentang
lingkungan hidup, kegiatan pembelajaran terfokus pada pembahasan pengertian, jenis dan
pentingnya lingkungan hidup. Hasilnya, siswa memiliki pemahaman yang baik terhadap
lingkungan, namun mereka belum mampu menunjukkan karakter positif peduli terhadap
lingkungan. Di dalam Selain itu, guru juga kurang dalam mengawasi siswa (Sujatmiko,
Arifin & Sunandar, 2019). Dulu dibuktikan dengan kegiatan penilaian karakter yang tidak
rutin dilakukan (Suprio, Hanurawan & Sutarno, 2020). Hal ini disebabkan oleh banyaknya
Akibatnya guru menjadi kewalahan dan tidak aktif dalam melakukan pembinaan karakter
pendidikan (Morelent & Syofiani, 2015; Salam, 2017). Tabel 2 di bawah ini menunjukkan
tidak melibatkan pihak lain Guru Untari, 2019) (Nitte & Bulu,
Bulu, 2020)
dan visi dan misi sekolah Kurangnya 2014),(Nitte & Bulu, 2020)
guru
(Anwar, 2014), (Latip, 2013),
Tantangan di Kesulitan merumuskan indikator (Siagian, 2015), (Wijanarti,
Degeng & Untari, 2019)
Penilaian nilai karakter Ketidaksesuaian antara (Anwar, 2014),
(Siagian ,2015) (Anwar,
pembelajaran nilai materi dan 2014) (Sadia, Arnyana &
Muderawan, 2013),
karakter Kesulitan mengidentifikasi (Darmansyah, 2014) (Sadia,
Arnyana & Muderawan,
nilai karakter Kesulitan memilih 2013), (Narut & Nardi,
2019), (Darmayanti &
penilaian yang sesuai Kurangnya Wibowo, 2014) , (Wijanarti,
Degeng & Untari, 2019)
perhatian pada karakter penilaian (Wijanarti, Degeng & Untari,
2019) (Nitte & Bulu, 2020)
dan dokumentasi Kurangnya waktu (Morelent & Syofiani ,2015),
(Salam, 2017)
Kurangnya kompetensi teknologi
Jenis tantangan di suatu sekolah dasar dengan sekolah dasar lainnya dapat
menunjukkan hasil yang berbeda karena dipengaruhi oleh dukungan pemerintah, sekolah
(guru/kepala sekolah) dan orang tua selaku aktor pelaksana pendidikan karakter. Penelitian
ini membahas tantangan berdasarkan sumbernya masalah atau aktor yang memegang
tanggung jawab. Ada tantangan dari pemerintah, sekolah dan orang tua, seperti yang
dikemukakan oleh (Temiz, 2016) bahwa mitra yang paling penting untuk solusi karakter
permasalahannya adalah guru, manajer, staf lain, dan orang tua. Gambar 2 di bawah
menunjukkan taksonomi tantangan dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar
di Indonesia.
pelatihan, fasilitas dan infrastruktur merupakan tantangan utama yang datang dari
bersamaan (Morelent & Syofiani, 2015). Menurut Budiarta, Artini, Seken, dan
Santosa (2018), pemerintah juga perlu melakukan pelatihan dan lokakarya yang lebih
intensif mengenai pendidikan karakter. Itu topik lokakarya dan pelatihan harus
mencakup model pembelajaran, metode dan pembelajaran yang inovatif media dalam
Kedua, tinjauan kami menemukan bahwa tantangan dari guru sebagian besar berfokus
pada kesulitan dan ketidakmampuan dalam menilai karakter siswa. Menurut Anwar
(2014), tidak ada rinciannya instrumen yang digunakan guru untuk mengamati
karakter siswa. Penilaian sebagian besar sudah dilakukan secara spontan. Guru
(Latip, 2013; Siagian, 2015; Wijanarti, Degeng & Untari, 2019), kesulitan dalam
model penilaian (Sadia, Arnyana & Muderawan, 2013; Darmansyah, 2014). Idealnya,
ada pertemuan yang diadakan oleh kepala sekolah dan guru di setiap sekolah baru
jenis-jenis kegiatan penanaman itu perlu dilakukan dan permasalahan yang mungkin
dihadapi guru dalam melaksanakan pendidikan karakter. Dia Penting juga bagi para
guru untuk berpartisipasi aktif dalam sosialisasi dan pelatihan yang dilakukan oleh
pemerintah .
Ketiga, penelitian kami menemukan bahwa tantangan dari orang tua sebagian besar
terhadap pendidikan karakter siswa. Menurut Fahmi & Susanto (2018), terdapat
ketidakseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Orang tua tidak aktif
mengubah karakter anak-anak. Solusi terkait kurangnya dukungan orang tua dapat
aktif, buku doa dan pekerjaan rumah (Siagian, 2015). Lainnya kegiatannya juga
meliputi membaca bersama anak dan mengikuti program pendidikan karakter yang
Keempat, tinjauan kami menemukan bahwa tantangan dari pemerintah, sekolah, dan
orang tua tidak bersifat timbal balik eksklusif, mereka melintasi batas. Misalnya saja
kesulitan yang dihadapi guru tentang cara menilai karakter terkait dengan kurangnya
sosialisasi dari pemerintah. Begitu pula dengan dukungan dari orang tua kolaborasi
dan komunikasi antara sekolah dan orang tua. Harus ada pertemuan yang diadakan
oleh sekolah kepala sekolah dan guru pada setiap tahun ajaran baru terkait diskusi
tentang nilai-nilai karakter yang dikembangkan, jenis kegiatan penanaman yang perlu
karakter
Artikel ini mengidentifikasi tantangan saat ini dari pemerintah, sekolah (kepala
sekolah dan guru), dan orang tua dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah
pada sumber masalah atau aktor yang bertanggung jawab. Ada tantangan dari
pemerintah, tantangan dari sekolah dan tantangan dari orang tua. Padahal kami sudah
Indonesia dan kompleksnya perilaku manusia. Selain itu, ini review hanya terfokus pada
tingkat sekolah dasar. Oleh karena itu, kami mengusulkan rekomendasi penelitian di
masa depan tentang evaluasi pendidikan karakter di sekolah dasar, sekolah menengah