Anda di halaman 1dari 14

MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan,

Volume 4(1), Maret 2019

PURWADHI

Pembelajaran Inovatif dalam Pembentukan


Karakter Siswa
ABSTRAKSI: Pembelajaran inovatif di sekolah merupakan strategi pembelajaran yang menekankan
kepada penyampaian materi pembelajaran kepada siswa, yang berupa ekspositori, inkuiri, pembelajaran
berbasis masalah, peningkatan kemampuan berpikir, pembelajaran koperatif, pembelajaran kontekstual,
pembelajaran afektif, dan pendekatan ilmiah. Pembentukan karakter siswa yang perlu dikembangkan dalam
pilar pendidikan nasional adalah merujuk pada pengolahan nilai dalam kawasan pikiran, perasaan, fisik atau
raga, dan pengolahan hati yang menjadi spirit dalam menggerakan pikiran, perasaan, dan kemauan; atau
dikenal dengan istilah olah-pikir, olah-rasa, olah-hati, dan olah-raga. Pembentukan karakter siswa juga harus
dikembangkan, antara lain, karakter toleransi dan cinta damai untuk lebih ditonjolkan, karena kemajemukan
bangsa dan negara Indonesia. Nilai kejujuran dan tanggung jawab juga sangat urgen di saat bangsa Indonesia
kini tengah menghadapi berbagai kasus korupsi. Dengan menggunakan metode dan pendekatan kualitatif,
serta studi literatur atau kepustakaan, artikel ini mencoba mengelaborasi tentang pembelajaran inovatif
dan kaitannya dengan pembentukan karakter siswa. Didalamnya dikaji dan dianalisis tentang Pembelajaran
Inovatif; Pembentukan Karakter Siswa; serta Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter di Indonesia.
KATA KUNCI: Pembelajaran Inovatif; Pembentukan Karakter Siswa; Gerakan Penguatan Pendidikan
Karakter di Indonesia.

ABSTRACT: “Innovative Learning in Forming the Student Characters”. Innovative learning in the schools
is a learning strategy that emphasizes the delivery of learning material to students, in the form of expository,
inquiry, problem-based learning, increased thinking ability, cooperative learning, contextual learning,
affective learning, and scientific approaches. The formation of student character that needs to be developed
in the pillar of national education is referring to the processing of values in ​​ the domains of mind, feeling,
physical, and processing of the heart, which becomes the spirit of moving thoughts, feelings, and will; or
known as thought, taste, care, and exercise. The formation of student character must also be developed, among
others, the character of tolerance and peace of mind to be more highlighted, because of the diversity of the
nation and state of Indonesia. The value of honesty and responsibility is also very urgent, when the Indonesian
nation currently is facing various the corruption cases. By using qualitative methods and approaches, as well
as literature studies or reviews, this article tries to elaborate on innovative learning and its relation to student
character formation. Inside it is reviewed and analyzed about Innovative Learning; Formation of Student
Characters; and the Character Education Strengthening Movement in Indonesia.
KEY WORD: Innovative Learning; Formation of Student Characters; Character Education Strengthening
Movement in Indonesia.

About the Author: Dr. Purwadhi adalah Dosen Senior dan sekarang menjabat sebagai Rektor Universitas BSI (Bina Sarana
Informatika), Jalan Terusan Sekolah No.1-2 Antapani, Cicaheum, Kiaracondong, Bandung 40282, Jawa Barat, Indonesia.
Untuk kepentingan akademik, penulis bisa dihubungi dengan alamat emel: purwadhi@bsi.ac.id
Suggested Citation: Purwadhi. (2019). “Pembelajaran Inovatif dalam Pembentukan Karakter Siswa” in MIMBAR
PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Volume 4(1), Maret, pp.21-34. Bandung, Indonesia: UPI [Indonesia
University of Education] Press, ISSN 2527-3868 (print) and 2503-457X (online).
Article Timeline: Accepted (December 27, 2018); Revised (February 15, 2019); and Published (March 30, 2019).

© 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 21
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik
PURWADHI,
Pembelajaran Inovatif

PENDAHULUAN strategi bagi guru itu sendiri dan strategi


Pendidikan merupakan salah satu faktor belajar bagi peserta didik (Aqib, 2002;
yang sangat penting dalam membentuk Komara, 2014; dan Dalyono, 2016).
sebuah peradaban bangsa. Pendidikan Semakin banyak informasi yang diterima
akan melahirkan perubahan dan penemuan dan semakin matang sistem kepercayaan
baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan dan pola pikir terbentuk, maka semakin jelas
teknologi (Oviyanti, 2013; Ngafifi, 2014; tindakan, kebiasaan, dan karakter unik dari
dan Susilo & Sarkowi, 2018). Dalam hal masing-masing individu. Dengan kata lain,
ini, faktor yang mempunyai peranan yang setiap individu akhirnya memiliki sistem
sangat penting yaitu guru. Sehubungan kepercayaan (belief system), citra diri (self-
dengan hal tersebut, Oemar Hamalik image), dan kebiasaan (habit) yang unik.
(2002), dan sarjana lainnya, menjelaskan Jika sistem kepercayaan benar dan selaras
bahwa profesionalisme guru kini semakin karakternya baik, dan konsep dirinya juga
menyeruak ke ruang publik, seiring dengan bagus, maka kehidupan akan terus baik
meningkatnya tuntutan dan mutu pendidikan dan semakin membahagiakan. Sebaliknya,
(Hamalik, 2002; Christy, 2017; dan jika sistem kepercayaannya tidak selaras,
Solehudin, 2018). karakternya tidak baik, dan konsep dirinya
Guru akhirnya menjadi sorotan, karena buruk, maka hidupnya akan dipenuhi oleh
merekalah yang menjadi patokan terdepan banyak permasalahan dan penderitaan
dalam berinteraksi langsung dengan (Fatimah, 2006; Zuriah, 2011; dan Kusuma
siswa dalam proses pembelajaran. Dalam et al., 2013).
kondisi seperti itu, guru dituntut untuk Dalam konteks ini, Thomas Lickona
mengembangkan keahlian, pengetahuan, dan (1991 dan 2013), sebagaimana dikutip
melahirkan hal-hal yang baru (Nasehudin, dalam Sri Lestari (2013), mengungkapkan
2016; Christy, 2017; dan Solehudin, 2018). bahwa nilai dasar yang menjadi landasan
Seperti dijelaskan oleh Endang Komara dalam membangun karakter adalah hormat
(2014), dan sarjana lainnya, bahwa guru (respect). Hormat tersebut mencakup respek
yang mampu berinovasi berarti menandakan baik pada diri sendiri, orang lain, semua
guru tersebut bisa mengembangkan ide-ide bentuk kehidupan, maupun lingkungan yang
kreatif yang mereka miliki (Hasan, 2009; mempertahankannya. Dengan memiliki
Komara, 2014; dan Kusumaningtyas, 2017). hormat, maka individu memandang dirinya
Kemampuan utama yang harus dimiliki dan orang lain sebagai sesuatu yang berharga
oleh para pendidik adalah dalam strategi dan memiliki hak yang sederajat (Lickona,
pembelajaran. Artinya, seorang guru tidak 1991 dan 2013; dan Lestari, 2013).
hanya dituntut untuk menguasai mata Karakter kita terbentuk dari kebiasaan.
pelajaran yang diajarkannya, tetapi juga Kebiasaan saat anak-anak biasanya
harus menguasai dan mampu mengajarkan bertahan sampai masa remaja. Orang tua
pengetahuan tersebut pada peserta didik. bisa mempengaruhi baik atau buruk, serta
Dalam konteks ini, metode lebih penting berperan dalam pembentukan kebiasaan
daripada materi, dan guru lebih penting anak-anak mereka (Lickona, 1991 dan 2013;
daripada metode dan materi pelajaran. Lestari, 2013; dan Supriyono, Iskandar &
Mengingat kondisi para pendidik dan calon Gutama, 2015).
pendidik, maka usaha untuk mendalami Unsur penting dalam pembentukan
serta mengaplikasikan pembelajaran karakter adalah pikiran, karena pikiran
inovatif menjadi salah satu alternatif yang didalamnya terdapat seluruh program
pembelajaran. Pembelajaran inovatif jelas yang terbentuk dari pengalaman hidupnya
berimplikasi dan dapat meningkatkan merupakan pelopor segalanya. Program ini

22 © 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik
MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan,
Volume 4(1), Maret 2019

kemudian membentuk sistem kepercayaan, inovatif sendiri bisa dilakukan dengan


yang akhirnya dapat membentuk pola cara, diantaranya, mengukur daya
berpikir yang bisa mempengaruhi kemampuan serap ilmu masing-masing
perilakunya. Jika program yang tertanam siswa. Menurut Darmadi (2017), dan sarjana
tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip lainnya, bahwa pembelajaran inovatif
kebenaran universal, maka perilakunya dapat menyeimbangkan fungsi otak kiri
berjalan selaras dengan hukum alam. dan kanan, apabila dilakukan dengan cara
Hasilnya, perilaku tersebut membawa mengelola media yang berbasis teknologi
ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, dalam proses pembelajaran, sehingga
jika program tersebut tidak sesuai dengan terjadilah proses dalam membangun rasa
prinsip-prinsip universal, maka perilakunya percaya diri pada siswa (Amri & Ahmadi,
membawa kerusakan dan menghasilkan 2010; Komara, 2014; dan Darmadi, 2017).
penderitaan. Oleh karena itu, pikiran harus Dengan pembelajaran yang inovatif
mendapatkan perhatian yang serius dari diharapkan siswa mampu berpikir kritis
berbagai pihak (Lickona, 1991 dan 2013; dan terampil dalam memecahkan masalah.
Fahrudi & Wiratmoko, 2016; Riadi, 2017). Siswa yang seperti ini akan mampu
Artikel ini, dengan menggunakan menggunakan penalaran yang jernih
metode dan pendekatan kualitatif, serta dalam proses memahami sesuatu dan
studi literatur atau kepustakaan (Zed, 2004; mudah dalam mengambil pilihan serta
Satori & Komariah, 2010; dan Sugiyono, membuat keputusan. Hal ini dimungkinkan,
2012), mencoba mengelaborasi tentang karena pemahaman yang terkait dengan
pembelajaran inovatif dan kaitannya dengan persoalan yang dihadapinya. Kemampuan
pembentukan karakter siswa. Didalamnya dalam mengidentifikasi dan menemukan
dikaji dan dianalisis: (1) Pembelajaran pertanyaan tepat juga dapat mengarah
Inovatif; (2) Pembentukan Karakter Siswa; kepada pemecahan masalah secara lebih
dan (3) Gerakan Penguatan Pendidikan baik. Informasi yang diperolehnya akan
Karakter di Indonesia. dikembangkan dan dianalisis, sehingga
dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN baik (Amri & Ahmadi, 2010; Komara, 2014;
Pembelajaran Inovatif. Pembelajaran dan Christy, 2017).
inovatif mengandung arti pembelajaran yang Menurut Sartono Wahyuari (2012), dan
dikemas oleh guru, atau instruktur, yang sarjana lainnya, bahwa ciri-ciri pembelajaran
merupakan wujud gagasan atau teknik yang inovatif, antara lain: (1) memiliki prosedur
dipandangn baru, agar mampu memfasilitasi yang sistematik untuk memodifikasi perilaku
siswa untuk memperoleh kemajuan dalam siswa; (2) hasil belajar yang ditetapkan
proses dan hasil belajar. Pembelajaran secara khusus, yaitu perubahan perilaku
inovatif bisa mengadaptasi dari model positif siswa; (3) penetapan lingkungan
pembelajaran yang menyenangkan, atau belajar secara khusus dan kondusif; (4)
learning is fun, dan merupakan kunci yang ukuran keberhasilan siswa setelah mengikuti
diterapkan dalam pembelajaran inovatif. pembelajaran, sehingga bisa menetapkan
Jika siswa sudah menanamkan hal ini kriteria keberhasilan dalam proses belajar-
dalam pikirannya, maka tidak ada lagi mengajar; serta (5) interaksi dengan
siswa yang pasif di kelas, perasaan tertekan, lingkungan agar mendorong siswa aktif
kemungkinan gagal, keterbatasan pilihan, dalam lingkungannya (cf Wahyuari, 2012;
dan tentu saja rasa bosan (Jacobsen, 2009; Burhanuddin, 2014; dan Komara, 2014).
Amri & Ahmadi, 2010; dan Komara, 2014). Ada beberapa teori yang berkenaan
Membangun metode pembelajaran dengan pembelajaran inovatif ini,

© 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 23
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik
PURWADHI,
Pembelajaran Inovatif

diantaranya adalah sebagai berikut: sama membangun suasana pembelajaran


Pertama, Teori Kognitif. Teori ini yang menyenangkan didalam kelas, sehingga
mengandalkan pikiran dan konsep dasar apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran
yang dimiliki oleh peserta didik. Namun tersebut bisa terwujud (Ismail, 2003;
dalam proses pembelajarannya, ia mampu Burhanuddin, 2014; dan Komara, 2014).
mengelaborasi dalam mengembangkan Pembelajaran inovatif akan merangsang
konsep yang diberikan pada pserta didik perkembangan kemajuan berfikir siswa
dan memecahkan masalah yang ada di kelas untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
(Komara, 2014; dan Winarno, 2015). dengan tepat. Pembelajaran inovatif juga
Kedua, Teori Humanistik. Teori ini akan membuat siswa berfikir kritis dalam
mengandalkan komunikasi dengan individu menghadapi masalah (Ismail, 2003;
lainnya. Menurut teori ini, manusia akan Burhanuddin, 2014; dan Komara, 2014).
membutuhkan empat fase dalam belajar, Pembelajaran inovatif dapat membuat
yaitu: perhatian, retensi, reproduksi, dan pendidikan di sekolah lebih relevan dengan
motivasi (Komara, 2014; dan Annisa, 2015). kehidupan, khususnya dunia kerja. Dunia
Ketiga, Teori Gestalt. Teori ini pendidikan akan lebih berwarna, tidak
memandang bahwa dalam proses belajar- monoton, dan akan terus berkembang
mengajar, yang merupakan fasilitas dari menjadi semakin baik. Hal ini akan
potensi yang dimiliki oleh peserta didik mempengaruhi dunia kerja, yang nantinya
dalam belajar, adalah munculnya motivasi akan dijalani oleh setiap orang (Ismail, 2003;
berupa pengalaman pada diri anak itu sendiri Burhanuddin, 2014; dan Komara, 2014).
(dalam Hidayati, 2012; dan Komara, 2014). Pembelajaran inovatif merupakan proses
Manakala menurut Ismail (2003), pembelajaran yang dirancang, disusun,
dan sarjana lainnya, bahwa kelebihan dan dikondisikan untuk siswa agar mampu
pembelajaran inovatif, antara lain, melatih belajar. Siswa harus menempatkan diri dengan
siswa untuk mendesain suatu penemuan. baik, siswa tidak boleh hanya diam, tapi
Pembelajaran inovatif melatih siswa untuk harus berusaha memotivasi dirinya sendiri
berpikir kreatif, sehingga siswa mampu agar berkembang. Pembelajaran inovatif
memunculkan ide-ide baru yang positif. akan membangkitkan semangat siswa
Didalam pembelajaran ini, siswa dapat untuk menjadi yang terbaik (Ismail, 2003;
mengembangkan kreativitasnya sehingga Burhanuddin, 2014; dan Komara, 2014).
bisa menemukan hal-hal baru di era Adapun kelemahan pembelajaran
globalisasi ini (Ismail, 2003; Burhanuddin, inovatif, antara lain, (1) siswa yang kurang
2014; dan Komara, 2014). aktif dalam proses belajar akan semakin
Pembelajaran inovatif juga menuntut tertinggal; (2) memerlukan alokasi waktu
kreativitas guru dalam mengajar. Dalam yang lebih panjang dibandingkan dengan
hal ini, guru dituntut untuk tidak monoton; metode pembelajaran yang lain; serta (3)
maksudnya, guru harus memunculkan kurangnya kreativitas guru (Wena, 2009;
inovasi baru dalam proses pembelajaran. Burhanuddin, 2014; dan Komara, 2014).
Kreativitas guru sangat diperlukan agar Menurut Ali Mudlofir & Evi Fatimatur
proses pembelajaran inovatif itu tidak Rusydiyah (2017), dan sarjana lainnya,
membosankan (Ismail, 2003; Burhanuddin, bahwa pembelajaran inovatif meliputi hal-
2014; dan Komara, 2014). hal, sebagai berikut:
Pembelajaran inovatif mensyaratkan Pertama, Pembelajaran Ekspositori, yaitu
adanya hubungan antara siswa dan guru strategi pembelajaran yang menekankan
menjadi hubungan yang saling belajar dan kepada penyampaian materi secara verbal
saling membangun. Guru dan siswa bersama- dari seorang guru kepada sekelompok

24 © 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik
MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan,
Volume 4(1), Maret 2019

peserta didik, dengan maksud agar peserta dengan membuat konfrontasi kepada
didik dapat menguasai materi pembelajaran peserta didik, dengan masalah-masalah
secara optimal. Pembelajaran ekspositori ini praktis, dapat berbentuk ill-structured,
dengan ciri utamanya adalah: penyampaian atau open ended, melalui stimulus dalam
secara verbal, dimana proses bertutur belajar. Pembelajaran berbasis masalah
secara lisan merupakan alat utama dalam merupakan suatu pendekatan pembelajaran,
melakukan strategi ini; materi pelajarannya dimana peserta didik mengerjakan
sudah jadi, seperti data atau fakta; serta permasalahan yang autentik dengan maksud
strategi pembelajaran berorientasi kepada untuk menyusun pengetahuan mereka
guru atau teacher centered (cf Komara, sendiri. Mengembangkan pembelajaran
2014; Mudlofir & Rusydiyah, 2017; dan berbasis masalah dimaksudkan untuk
Randa, Lumbantoruan & Putra, 2018). mengembangkan keterampilan berpikir
Kedua, Pembelajaran Inkuiri, yang tingkat lebih tinggi, mengembangkan
merupakan kegiatan pembelajaran dengan kemandirian, dan percaya diri siswa (Dasna
melibatkan secara maksimal seluruh & Sutrisno, 2007; Komara, 2014; dan
kemampuan peserta didik untuk mencari dan Mudlofir & Rusydiyah, 2017).
menyelidiki sesuatu (benda, manusia, atau Ciri utama pembelajaran berbasis
peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, dan masalah, antara lain, belajar dimulai
analitis, sehingga mereka dapat merumuskan dengan suatu masalah dan masalah yang
sendiri penemuannya dengan penuh percaya diberikan berhubungan dengan dunia
diri. Proses berpikir itu sendiri biasanya nyata peserta didik; mengorganisasikan
dilakukan melalui tanya-jawab antara guru pelajaran seputar masalah, bukan di
dan peserta didik. Strategi pembelajaran seputar disiplin ilmu atau interdisipliner;
inkuiri sering juga dinamakan strategi memberikan tanggung jawab yang besar
heuric, yang berasal dari Bahasa Yunani, kepada peserta didik dalam membentuk dan
yang berarti “saya menemukan” (Komara, menjalankan secara langsung proses belajar
2014; Burhanuddin, 2017; dan Mudlofir & mereka sendiri, dalam kerangka berpikir
Rusydiyah, 2017). ilmiah; serta menuntut peserta didik untuk
Ciri utama pembelajaran inkuiri adalah: mendemonstrasikan apa yang telah mereka
menekankan kepada aktivitas peserta pelajari dalam bentuk kerangka berpikir
didik secara maksimal untuk mencari dan ilmiah (Dasna & Sutrisno, 2007; Komara,
menemukan, dengan demikian strategi ini 2014; dan Mudlofir & Rusydiyah, 2017).
menempatkan peserta didik sebagai subjek Keempat, Pembelajaran Berpikir Kritis,
belajar; seluruh aktivitas yang dilakukan yakni peningkatan kemampuan berpikir,
peserta didik diarahkan untuk mencari dan yang merupakan strategi pembelajaran
menemukan jawaban sendiri dari sesuatu dengan bertumpu kepada pengembangan
yang dipertanyakan; tujuan pembelajaran kemampuan berpikir peserta didik melalui
inkuiri adalah mengembangkan kemampuan telaahan fakta atau pengalaman anak sebagai
berpikir secara sistematis, kritis, logis, dan bahan untuk memecahkan masalah yang
analitis; pembelajaran berbasisi masalah diajukan. Ciri utama strategi pembelajaran
(problem based learning) dan merupakan berpikir kritis, antara lain: menekankan
salah satu model pembelajaran inovatif yang kepada proses mental peserta didik secara
dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada maksimal dan menghendaki aktivitas
peserta didik (Komara, 2014; Lahadisi, 2014; peserta didik dalam proses berpikir;
dan Mudlofir & Rusydiyah, 2017). dibangun dalam nuansa dialogis dan
Ketiga, Pembelajaran Berbasis proses tanya-jawab secara terus-menerus,
Masalah. Pendekatan pembelajaran ini dimana proses pembelajaran melalui

© 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 25
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik
PURWADHI,
Pembelajaran Inovatif

dialog dan tanya-jawab tersebut diarahkan Pembelajaran kooperatif bukan hanya


untuk memperbaiki dan meningkatkan mempelajari materi saja, tetapi peserta didik
kemampuan berpikir peserta didik; serta juga harus mempelajari keterampilan khusus
model pembelajaran yang menekankan pada yang disebut “keterampilan kooperatif”.
sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar Fungsi keterampilan kooperatif adalah untuk
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan melancarkan hubungan kerja dan tugas.
berpikir, sedangkan hasil belajar diarahkan Untuk membuat keterampilan kooperatif
untuk mengkonstruksi pengetahuan atau dapat bekerja, guru harus mengajarkan
penguasaan materi pembelajaran yang baru. keterampilan kelompok dan sosial yang
Tahapan strategi pembelajaran berpikir kritis dibutuhkan, meliputi: keterampilan sosial,
adalah pra-instruksional, instruksional, dan keterampilan berbagi, berperan-serta,
evaluasi (cf Komara, 2014; Mudlofir & komunikatif, dan keterampilan kelompok
Rusydiyah, 2017; dan Puspaningtyas, 2018). (Slavin, 1995; Komara, 2014; dan Mudlofir
Kelima, Pembelajaran Kooperatif, yakni & Rusydiyah, 2017).
merupakan kumpulan strategi mengajar Keenam, Pembelajaran Konstektual,
yang digunakan guru agar peserta didik yakni konsep belajar yang membantu guru
saling membantu dalam mempelajari dalam mengaitkan antara materi yang
sesuatu. Oleh karena itu, belajar kooperatif diajarkannya dengan situasi dunia nyata
juga dinamakan “belajar teman sebaya”. peserta didik. Strategi belajar ini dapat
Adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif melatih peserta didik dalam membuat
adalah: peserta didik bekerja dalam hubungan antara pengetahuan yang
kelompok secara kooperatif untuk dimiliki dengan penerapannya dalam
menyelesaikan materi belajar; kelompok hubungan mereka sehari-hari, baik sebagai
dibentuk oleh peserta didik yang memiliki anggota keluarga maupun sebagai anggota
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; masyarakat. Dengan konsep itu, hasil
jika mungkin, anggota kelompok berasal pembelajaran diharapkan lebih bermakna
dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin bagi peserta didik. Proses pembelajaran
yang berbeda-beda; serta penghargaan berlangsung alamiah dalam bentuk
lebih berorientasi pada kelompok daripada kegiatan dimana peserta didik bekerja dan
individu (Slavin, 1995; Komara, 2014; dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan
Mudlofir & Rusydiyah, 2017). dari guru kepada peserta didik (Berns &
Pembelajaran kooperatif disusun Ericson, 2001; Komara, 2014; dan Mudlofir
dalam sebuah usaha untuk meningkatkan & Rusydiyah, 2017).
partisipasi peserta didik, memfasilitasi Strategi pembelajaran lebih dipentingkan
peserta didik dengan pengalaman sikap daripada hasil. Dan ciri-ciri pembelajaran
kepemimpinan dan membuat keputusan konstektual adalah sebagai berikut: belajar
dalam kelompok, serta memberikan tidak hanya sekadar menghafal, dimana
kesempatan kepada peserta didik untuk peserta didik harus mengkonstruksi
berinteraksi dan belajar bersama-sama pengetahuan di benak mereka; anak belajar
dengan latar belakang yang berbeda. Dengan dari mengalami, anak mencatat sendiri
bekerja secara kolaboratif untuk mencapai pola-pola yang bermakna dari pengetahuan
sebuah tujuan bersama, maka peserta didik baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru;
akan mengembangkan keterampilan yang peserta didik perlu dibiasakan memecahkan
berhubungan dengan sesama manusia dan masalah, menemukan sesuatu yang berguna
akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide;
luar sekolah (Slavin, 1995; Komara, 2014; serta melibatkan enam komponen utama
dan Mudlofir & Rusydiyah, 2017). pembelajaran, yaitu: konstruktivisme,

26 © 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik
MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan,
Volume 4(1), Maret 2019

bertanya, menemukan, masyarakat belajar, dapat dipadankan dengan suatu proses


pemodelan, dan penilaian yang sebenarnya ilmiah. Karena itu, Kurikulum 2013
(Berns & Ericson, 2001; Komara, 2014; dan mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah
Mudlofir & Rusydiyah, 2017). dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah
Ketujuh, Pembelajaran Afektif. Afektif diyakini sebagai titian emas perkembangan
erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki dan pengembangan sikap, keterampilan,
oleh seseorang. Manakala sikap juga dan pengetahuan peserta didik. Dalam
merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki. pendekatan atau proses kerja yang
Oleh karena itu, pendidikan sikap pada memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan
dasarnya adalah pendidikan nilai. Nilai lebih mengedepankan penalaran induktif
adalah suatu konsep yang berada dalam ketimbang penalaran deduktif. Penalaran
pikiran manusia, yang sifatnya tersembunyi deduktif melihat fenomena umum, untuk
dan tidak berada dalam dunia empiris. Nilai kemudian menarik kesimpulan yang
berhubungan dengan pandangan seseorang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif
tentang baik dan buruk, indah dan tidak memandang fenomena atau situasi spesifik
indah, layak dan tidak layak, adil dan tidak untuk kemudian menarik kesimpulan secara
adil, dan lain sebagainya. Dengan demikian, keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif
pendidikan afektif dapat diartikan sebagai menempatkan bukti spesifik kedalam
pendidikan untuk pengembangan sikap relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah,
sosial individu, perasaan, emosi, moral, dan umumnya, menempatkan fenomena unik
etika. Sedangkan perkembangan afektif adalah dengan kajian spesifik dan detail untuk
proses perkembangan individu atau perubahan kemudian merumuskan simpulan umum
internal untuk menjadi individu yang baik (Yuniar, 2014; Mulyasa, 2015; dan Mudlofir
dan menjadi anggota sosial masyarakat yang & Rusydiyah, 2017).
baik pula (Mufidah, 2009; Komara, 2014; dan Metode ilmiah merujuk kepada teknik
Mudlofir & Rusydiyah, 2017). investigasi sesuatu, atau beberapa fenomena,
Penilaian pendidikan afektif dapat untuk memperoleh pengetahuan baru, atau
dilakukan dengan cara: mencakup penilaian mengoreksi, dan memadukan pengetahuan
sikap, tingkah-laku, minat, emosi, motivasi, sebelumnya. Untuk dapat disebut “ilmiah”,
kerja sama, dan koordinasi dari setiap metode pencarian harus berbasis pada bukti
peserta didik; dilakukan melalui pengamatan dari objek yang dapat diobservasi, empiris,
dan interaksi langsung secara terus-menerus, dan terukur dengan prinsip penalaran
yang pada umumnya dilakukan secara yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah
non-ujian (misalnya, untuk mengetahui umumnya memuat serangkaian aktivitas
siapa peserta didik yang bisa dipercaya, pengumpulan data melalui observasi atau
siapa peserta didik yang disiplin, siapa eksperimen, mengolah informasi atau data,
yang berminat ke Jurusan Ilmu Sosial menganalisis, kemudian memformulasi,
atau Ilmu Alam, dan lain-lain); setiap dan menguji hipotesis. Adapun
informasi yang diperoleh dikumpulkan dan langkah-langkah pembelajaran dengan
disimpan sebagai referensi dalam penilaian menggunakan pendekatan ilmiah adalah
berikutnya; serta penilaian afektif dibagi mengamati, menanya, menguji informasi/
atas penilaian afektif secara umum (budi mencoba, menalar/mengasosiasi, dan
pekerti) dan penilaian afektif per mata mengkomunikasikan (Yuniar, 2014; Mulyasa,
pelajaran (Mufidah, 2009; Komara, 2014; 2015; dan Mudlofir & Rusydiyah, 2017).
dan Mudlofir & Rusydiyah, 2017). Pembentukan Karakter Siswa. Orang
Kedelapan, Pendekatan Ilmiah dalam yang berkarakter bisa disebut dengan
Pembelajaran. Proses pembelajaran sifat alami, yakni seseorang dalam

© 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 27
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik
PURWADHI,
Pembelajaran Inovatif

merespon situasi secara bermoral yang dan berkembang melalui proses panjang
dimanifestasikan dalam tindakan nyata latihan dan kedisiplinan yang dilakukan
melalui perilaku yang memiliki kemampuan setiap hari, sehingga menjadi kokoh dan
interpersonal (berhubungan dengan dirinya kuat. Di sisi lain, pengkategorian nilai
sendiri) dan antarpersonal (berhubungan didasarkan pada pertimbangan bahwa
dengan orang lain), serta kemampuan pada hakikatnya, perilaku seseorang yang
menggunakan logika (akal pikiran) dan berkarakter merupakan perwujudan fungsi
dapat merasa (cf Zubaedi, 2011; Komara, totalitas psikologis yang mencakup seluruh
2014; dan Hidayat, 2015). Tinjauan filosofis potensi individu manusia (kognitif, afektif,
pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara dan psikomotorik), dan fungsi totalitas
(2011), sebagaimana dikutip oleh H. social cultural dalam konteks interaksi
Suparlan (2015), menegaskan tentang (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan
perilaku berkarakter, yang merupakan masyarakat) yang berlangsung sepanjang
keterpaduan antara olah-hati, olah-pikir, hayat (Suwirta, Saripudin & Abdulkarim
olah-rasa, dan olah-raga (Dewantara, 2011; eds., 2008; Komara, 2014; dan Arfin, 2017).
dan Suparlan, 2015). Konfigurasi karakter dalam koteks
Tinjauan teoritis perilaku berkarakter, totalitas proses spikologis, sosial, dan
secara psikologis, merupakan perwujudan kultural dapat dikelompokkan dalam olah-
dari potensi IQ (Intelligence Quotient), hati (spiritual and emotional development);
EQ (Emotional Quotient), SQ (Spiritual olah-pikir (intellectual development); serta
Quotient), dan AQ (Adverse Quotient), yang olah-raga dan karsa (affective and creativity
dimiliki oleh seseorang (Muttaqiyathun, development). Keempat proses psiko-
2010; dan Al-Ahyadi, 2015). Menurut sosial tersebut secara holistik dan koheren
pandangan agama Islam, orang berkarakter memiliki saling keterkaitan dan saling
pada dirinya terkandung potensi-potensi, melengkapi, serta masing-masing proses
yaitu: sidiq, amanah, fathonah, dan psiko-sosial secara konseptual merupakan
tabligh (Tasbih, 2014; dan Alhasan, gugus nilai luhur yang didalamnya
2017). Sementara itu, menurut pandangan terkandung sejumlah nilai (Lickona, 1991
Sosiologi dikenal dengan potensi: thinker, dan 2013; Zubaedi, 2011; dan Wahyuni,
believer, doer, dan networker. Artinya 2014). Seperti juga yang dijelaskan oleh
bahwa seseorang yang berkarakter memiliki Kemdiknas RI (Kementerian Pendidikan
kemampuan berpikir, memiliki keyakinan/ Nasional Republik Indonesia), pada tahun
komitmen, mampu melakukan, dan bisa 2011, sebagai berikut:
membangun jaringan kerja (Lickona, 1991
dan 2013; dan Komara, 2014). Sedangkan Olah-pikir, yang meliputi: cerdas, kritis,
menurut teori pendidikan dari Benjamin S. kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka,
produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif.
Bloom et al. (1956), dan sarjana lainnya, Olah-hati: beriman dan bertakwa, jujur,
orang berkarakter memiliki potensi amanah, adil, bertanggung jawab, berempati,
kogniitif, afektif, dan psikomotor (cf Bloom berani mengambil resiko, pantang menyerah,
et al., 1956; Sukmadinata, 2005; dan rela berkorban, dan berjiwa patriotik.
Suyitno, 2009). Olah-raga: bersih dan sehat, disiplin,
sportif, tangguh, andal, berdaya tahan,
Pembentukan karakter di sekolah bersahabat, kooperatif, determinatif,
dituntut dapat menciptakan suasana sekolah kompetitif, ceria, dan gigih.
yang menyenangkan dengan memasukan Olah-rasa/karsa: ramah, saling
nilai-nilai karakter dasar, seperti yang menghargai, toleran, peduli, suka menolong,
dikemukakan di atas. Karakter ibarat otot gotong-royong, nasionalis, kosmopolit,
mengutamakan kepentingan umum, bangga
yang sudah terbentuk pada binaragawan

28 © 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik
MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan,
Volume 4(1), Maret 2019

menggunakan bahasa dan produk Indonesia, agama dan kepercayaan lain, serta hidup
dinamis, kerja keras, dan beretos kerja rukun dan damai dengan pemeluk lain.
(Kemdiknas RI, 2011).
Nilai karakter religius ini meliputi tiga
Di antara berbagai jenis nilai yang dimensi relasi religius, yaitu hubungan
dikembangkan, maka dalam pelaksanaannya individu dengan Tuhan, individu dengan
dimulai dari sedikit, yang esensial, yang sesama, dan individu dengan alam semesta
sederhana, dan yang mudah dilaksanakan atau lingkungan (Komara, 2014; dan
sesuai dengan kondisi masing-masing Kemdikbud RI, 2017).
sekolah/wilayah, misalnya: jujur, Nailai karakter religius juga ditunjukkan
bertanggung jawab, cerdas, kreatif, bersih, dalam perilaku mencintai dan menjaga
disiplin, peduli, dan suka menolong. Dalam keutuhan ciptaan Tuhan. Sub-nilai
konteks ini, Kemdiknas RI (Kementerian religius, antara lain: cinta damai, toleransi,
Pendidikan Nasional Republik Indonesia), menghargai perbedaan agama dan
pada tahun 2011, mengidentifikasi bahwa kepercayaan, teguh pendirian, percaya
ada 18 nilai didalam pendidikan budaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan
dan karakter bangsa, yang bersumber dari kepercayaan, anti-buli dan kekerasan,
agama, Pancasila, budaya, dan tujuan persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan
pendidikan nasional, yaitu: religius, jujur, kehendak, mencintai lingkungan, serta
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, melindungi yang kecil dan tersisih
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, (Komara, 2014; Kemdikbud RI, 2017; dan
semangat kebangsaan, cinta tanah air, Kusnoto, 2017).
menghargai prestasi, bersahabat atau Kedua, Nasionalis. Nilai karakter
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, nasionalis merupakan cara berpikir,
peduli lingkungan, peduli sosial, dan bersikap, dan berbuat yang menunjukan
tanggung jawab (cf Kemdiknas RI, 2011; kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
Alawiyah, 2012; dan Sunarya, 2016). yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
Gerakan Penguatan Pendidikan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik
Karakter di Indonesia. Gerakan ini, bangsa; serta menempatkan kepentingan
biasa disingkat GPPK, dicanangkan oleh bangsa dan negara di atas kepentingan diri
Kemdikbud RI (Kementerian Pendidikan dan kelompoknya. Sub-nilai nasionalis,
dan Kebudayaan Republik Indonesia) pada antara lain: apresiasi budaya bangsa sendiri,
tahun 2017, yang mengidentifikasi lima menjaga kekayaan budaya bangsa, rela
nilai utama karakter yang saling berkaitan berkorban, unggul dan berprestasi, cinta
dan membentuk jejaring nilai yang perlu tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum,
dikembangkan sebagai prioritas, yaitu: disiplin, serta menghormati keragaman
religius, nasionalis, mandiri, gotong-royong, budaya, suku, dan agama (Koesoema, 2010;
dan integritas (Kemdikbud RI, 2017). Kemdikbud RI, 2017; dan Kusnoto, 2017).
Uraian kelima nilai utama karakter bangsa Ketiga, Mandiri. Nilai karakter mandiri
itu dapat dijelaskan, sebagai berikut: merupakan sikap dan perilaku yang
Pertama, Religius. Nilai karakter religius tidak bergantung pada orang lain dan
mencerminkan keberimanan terhadap mempergunakan segala tenaga, pikiran, serta
Tuhan Yang Maha Esa, yang diwujudkan waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi,
dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan cita-cita. Sub-nilai mandiri, antara lain:
dan kepercayaan yang dianut, menghargai etos kerja (kerja keras), tangguh dan tahan
perbedaan agama, menjunjung tinggi banting, daya juang, profesional, kreatif,
sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah keberanian, serta menjadi pembelajar
sepanjang hayat (Komara, 2014; Kemdikbud

© 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 29
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik
PURWADHI,
Pembelajaran Inovatif

RI, 2017; dan Kusnoto, 2017). pembelajaran yang menyenangkan. Juga


Keempat, Gotong-Royong. Nilai dapat menyeimbangkan fungsi otak kiri
karakter gotong-royong mencerminkan dan kanan, apabila dilakukan dengan cara
tindakan menghargai semangat kerja mengelola media yang berbasis teknologi
sama dan bahu-membahu menyelesaikan dalam proses pembelajaran, sehingga terjadi
persoalan bersama, menjalin komunikasi proses dalam membangun rasa percaya diri
dan persahabatan, serta memberi bantuan pada siswa. Pembelajaran inovatif akan
atau pertolongan kepada orang-orang berjalan dengan baik bila menggunakan
yang membutuhkan. Sub-nilai gotong- Teori Kognitif, Teori Humanistik, dan Teori
royong, antara lain: menghargai, kerjasama, Gestalt.
inklusif, komitmen atas keputusan bersama, Pembentukan karakter siswa yang
musyawarah dan mufakat, tolong-menolong, harus dikembangkan, antara lain, karakter
solidaritas, empati, anti diskriminasi, toleransi dan cinta damai menjadi sangat
anti kekerasan, serta sikap kerelawanan penting untuk lebih ditonjolkan, karena
(Kemdikbud RI, 2017; Kusnoto, 2017; dan kemajemukan bangsa dan negara Indonesia.
Wahono & Priyanto, 2017). Nilai kejujuran dan tanggung jawab
Kelima, Integritas. Nilai karakter sangat urgen di saat bangsa ini tengah
integritas merupakan nilai yang mendasari menghadapi berbagai kasus korupsi. Nilai
perilaku dan didasarkan pada upaya disiplin menjadi sangat penting juga, karena
menjadikan dirinya sebagai orang yang bangsa ini terkenal memiliki mentalitas
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, budaya yang kurang disiplin. Nilai peduli
tindakan, dan pekerjaan, serta memiliki dan suka menolong menjadi sangat perlu
komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai dikembangkan, di saat berbagai musibah
kemanusiaan dan moral, atau integritas bencana alam melanda Indonesia dan
moral. Karakter integritas meliputi sikap menelan banyak korban. Akhirnya, untuk
tanggung jawab sebagai warga negara, penambahan nilai-nilai lain yang akan
aktif terlibat dalam kehidupan sosial, serta dikembangkan, tentunya disesuaikan dengan
konsistensi dalam tindakan dan perkataan kepentingan dan kondisi sekolah.1
yang berdasarkan kebenaran. Sub-nilai
integritas, antara lain: kejujuran, cinta
pada kebenaran, setia, komitmen moral,
anti korupsi, keadilan, tanggung jawab, Referensi
keteladanan, serta menghargai martabat Al-Ahyadi, Amal. (2015). “Emotional Spiritual
individu, terutama penyandang disabilitas Quotient (ESQ) Menurut Ary Ginanjar Agustian
(Lickona, 1991 dan 2013; Kemdikbud dan Relevansinya dengan Pengembangan
RI, 2017; Kusnoto, 2017; dan Wahono & Kompetensi Spiritual dan Kompetensi Sosial
Priyanto, 2017). Kurikulum 2013”. Skripsi Sarjana Tidak
Diterbitkan. Semarang: Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN [Universitas Islam Negeri]
KESIMPULAN Walisongo. Tersedia secara online juga di: http://
Pembelajaran inovatif merupakan
pembelajaran yang dikemas oleh guru, 1
Pernyataan: Saya, dengan ini, menyatakan bahwa ar-
atau instruktur lainnya, yang merupakan tikel ini, beserta seluruh isinya, adalah benar-benar karya saya
sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau penguti-
wujud gagasan atau teknik yang dipandang pan dengan cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan
baru agar mampu memfasilitasi siswa yang berlaku dalam masyarakat akademik. Atas pernyataan
untuk memperoleh kemajuan dalam proses ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan
kepada saya, apabila kemudian ditemukan adanya pelangga-
dan hasil pembelajaran. Pembelajaran ran terhadap etika keilmuan dalam karya saya, atau ada klaim
inovatif bisa mengadaptasi dari model dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

30 © 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik
MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan,
Volume 4(1), Maret 2019

eprints.walisongo.ac.id/5030/1/113111099.pdf uin-alauddin.ac.id/index.php/Inspiratif-Pendidikan/
[diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 28 article/viewFile/5762/4997 [diakses di Bandung,
Oktober 2018]. Jawa Barat, Indonesia: 9 Oktober 2018].
Alawiyah, Faridah. (2012). “Kebijakan dan Christy, Rehmenda. (2017). “Pembelajaran Inovatif
Pengembangan Pembangunan Karakter melalui Bernuansa Kontekstual” dalam Prosiding Seminar
Pendidikan di Indonesia” dalam Aspirasi, Vol.3, Nasional Tahunan, yang diselenggarakan oleh
No.1 [Juni], hlm.87-101. Fakultas Ilmu Sosial UNIMED [Universitas
Alhasan, Dian Na’imatul Fauzia. (2017). “Menggali Negeri Medan]. Tersedia secara online juga
Sifat Shidiq, Amanah, Fathanah, Tabligh (SAFT) di: http://semnasfis.unimed.ac.id/wp-content/
melalui Layanan Bimbingan Konseling Islami uploads/2017/06/PEMBELAJARAN-INOVATIF-
di SDIT Ar-Risalah Kartasura, Tahun Ajaran BERNUANSA-KONTEKSTUAL.pdf [diakses di
2016/2017”. Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan. Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 1 Oktober 2018].
Surakarta: FKIP UMS [Fakultas Keguruan dan Dalyono, Bambang. (2016). “Strategi Pembelajaran
Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Inovatif untuk Mencapai Kompetensi
Surakarta]. Tersedia secara online juga di: http:// Pembelajaran” dalam Prosiding TING (Temu
eprints.ums.ac.id/51838/1/naskah%20publikasi. Ilmiah Nasional Guru) VIII. Tersedia secara
pdf [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: online juga di: http://repository.ut.ac.id/6471/1/
28 Oktober 2018]. TING2016ST1-01.pdf [diakses di Bandung, Jawa
Amri, Sofan & Ii Khoiru Ahmadi. (2010). Proses Barat, Indonesia: 1 Oktober 2018].
Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Darmadi. (2017). Pengembangan Metode
Kelas: Metode, Landasan Teoritis, Praktis, dan Pembelajaran: Dasar Dinamika Belajar Siswa.
Penerapannya. Jakarta: Prestasi Pustaka. Jakarta: Penerbit Depublish.
Annisa, Akmala. (2015). “Teori Belajar Humanisme” Dasna, I Wayan & Sutrisno. (2007). “Pembelajaran
dalam KOMPASIANA: Byond Blogging, Berbasis Masalah”. Tersedia secara online di:
tanggal 26 Juni. Tersedia secara online juga https://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/19/
di: https://www.kompasiana.com/akmala- pembelajaran-berbasis-masalah/ [diakses di
04/5508e7368133118c1cb1e1fd/teori-belajar- Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 9 Oktober 2018].
humanisme [diakses di Bandung, Jawa Barat, Dewantara, Ki Hadjar. (2011). Pendidikan: Bagian
Indonesia: 9 Oktober 2018]. Pertama. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan.
Aqib, Zainal. (2002). Profesionalisme Guru dalam Fahrudi, Erista Zulki & Dheny Wiratmoko. (2016).
Pembelajaran. Surabaya: Insan Cendekia. “Peran Pendidikan sebagai Pondasi Penumbuhan
Arfin, Muhammad. (2017). “Implementasi Nilai- Karakter Bangsa Indonesia” dalam Prosiding
nilai Pendidikan Karakter pada SD Negeri Seminar Nasional Reforming Pedagogy. Tersedia
Mannuruki Makassar”. Tesis Magister Tidak secara online juga di: https://www.usd.ac.id/
Diterbitkan. Makassar: Program Pascasarjana seminar/snrp2016/wp-content/uploads/2017/01/
UIN [Universitas Islam Negeri] Alauddin. SNRP52.pdf [diakses di Bandung, Jawa Barat,
Tersedia secara online juga di: http://repositori. Indonesia: 1 Oktober 2018].
uin-alauddin.ac.id/3425/1/tesis%20yula%20band. Fatimah, Enung. (2006). Psikologi Perkembangan:
pdf [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Pustaka
28 Oktober 2018]. Setia.
Berns, R.G. & P.M. Ericson. (2001). “Contextual Hamalik, Oemar. (2002). Pendidikan Guru
Teaching and Learning: Preparing Students Berdasarkan Pembelajaran Inovatif. Bandung:
for the New Economy” in The Highlightzone Bumi Aksara.
Research @ Work, No.5. Hasan, Yunani. (2009). “Pentingnya Inovasi Guru
Bloom, Benjamin S. et al. (1956). Taxonomy of dalam Proses Kegiatan Belajar dan Mengajar”.
Educational Objectives: Handbook 1, Cognitive Tersedia secara online di: http://eprints.unsri.
Domain. New York: David McKay. ac.id/3972/1/Pentingnya_Inovasi_Guru_Dalam_
Burhanuddin, Afid. (2014). “Konsep Dasar Proses_Kegiatan_Belajar_Dan_Mengajar.pdf
Pembelajaran Inovatif”. Tersedia secara [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 17
online di: https://afidburhanuddin.wordpress. Oktober 2018].
com/2014/02/05/konsep-dasar-pembelajaran- Hidayat, Muhammad Fajar. (2015). “Metode
inovatif/ [diakses di Bandung, Jawa Barat, Pembentukan Karakter Anak di Rumah Tahfidz
Indonesia: 9 Oktober 2018]. Yatim dan Dhuafa Panti Al-Falah Yogyakarta”.
Burhanuddin, H. (2017). “Pengaruh Pembelajaran Skripsi Sarjana Tidak Diterbitkan. Yogyakarta:
Inkuiri terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Peserta Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Didik”. Tersedia secara online di: http://journal. [Universitas Islam Negeri] Sunan Kalijaga.

© 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 31
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik
PURWADHI,
Pembelajaran Inovatif

Tersedia secara online di: http://digilib.uin-suka. Jakarta: Penerbit Kencana.


ac.id/19687/1/11220070_BAB-I_IV-atau-V_ Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character:
DAFTAR-PUSTAKA.pdf [diakses di Bandung, How Our Schools Can Teach Respect and
Jawa Barat, Indonesia: 28 Oktober 2018]. Responsibility. New York: Bantam Books.
Hidayati, Titin Nur. (2012). “Implementasi Teori Lickona, Thomas. (2013). Mendidik untuk
Belajar Gestalt pada Proses Pembelajaran”. Membentuk Karakter: Bagaimana Sekolah dapat
Tersedia secara online di: https://jurnalfalasifa. Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat
files.wordpress.com/2012/11/1-titin-nur-hidayati- dan Bertanggung Jawab. Jakarta: Bumi Aksara,
implementasi-teori-belajar-gestalt-pada-proses- terjemahan Juma Abdu Wamaungo.
pembelajaran.pdf [diakses di Bandung, Jawa Mudlofir, Ali & Evi Fatimatur Rusydiyah. (2017).
Barat, Indonesia: 9 Oktober 2018]. Desain Pembelajaran Inovatif: Dari Teori ke
Ismail. (2003). Model-model Pembelajaran. Jakarta: Praktek. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Mufidah, Lukluk Nur. (2009). “Pendidikan Afektif
Depdikbud RI [Departemen Pendidikan dan dan Implikasinya terhadap Model Dan Desain
Kebudayaan Republik Indonesia]. Pembelajaran” dalam Tadris, Vol.4, No.2,
Jacobsen, David A. (2009). Metode-metode hlm.262-274.
Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Mulyasa, E. (2015). Guru dalam Implementasi
Terjemahan. Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kemdikbud RI [Kementerian Pendidikan dan Muttaqiyathun, Ani. (2010). “Hubungan Emotional
Kebudayaan Republik Indonesia]. (2017). Quotient, Intelectual Quotient, dan Spiritual
Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Quotient dengan Entrepreneur’s Performance:
Karakter. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Sebuah Studi Kasus Wirausaha Kecil di
Kebudayaan Republik Indonesia. Yogyakarta” dalam INTEGRITAS: Jurnal
Kemdiknas RI [Kementerian Pendidikan Nasional Manajemen Bisnis, Vol.2, No.3 [Desember 2009 –
Republik Indonesia]. (2011). Pedoman Maret 2010], hlm.221-234.
Pelaksanaan Pendidikan Karakter: Bardasarkan Nasehudin. (2016). “Pengembangan Pendidikan
Pengalaman di Satuan Pendidikan Rintisan. melalui Interaksi Pembelajaran dan Proses
Jakarta: Kemdiknas RI. Tersedia secara online Komunikasi”. Makalah Tidak Diterbitkan,
juga di: https://mapendademak.files.wordpress. tersedia dan dimiliki oleh Penulis.
com/2012/11/01-pedoman-pelaksanaan-pendikar- Ngafifi, Muhamad. (2014). “Kemajuan Teknologi
rev-ks.pdf [diakses di Bandung, Jawa Barat, dan Pola Hidup Manusia dalam Perspektif
Indonesia: 28 Oktober 2018]. Sosial Budaya” dalam Jurnal Pembangunan
Koesoema, Doni A. (2010). Pendidikan Karakter: Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol.2, No.1,
Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. hlm.33-47.
Jakarta: Penerbit Grasindo. Oviyanti, Fitri. (2013). “Tantangan Perkembangan
Komara, Endang. (2014). Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Keguruan di Era Globalisasi” dalam
Interaktif. Bandung: Penerbit Refika Aditama. Jurnal Pendidikan Islam, Vol.7, No.2 [Oktober],
Kusnoto, Yuver. (2017). “Internalisasi Nilai-nilai diterbitkan oleh Jurusan Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan” IAIN [Institut Agama Islam Negeri] Raden Fatah
dalam SOSIAL HORIZON: Jurnal Pendidikan di Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.
Sosial, Vol.4, No.2 [Desember], hlm.247-256. Puspaningtyas, Nur Astuti. (2018). “Peningkatan
Kusuma, Dharma et al. (2013). Pendidikan Karakter. Higher Order Thinking Skills (HOTS) melalui
Bandung: Remaja Rosdakarya. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan
Kusumaningtyas, Endang. (2017). “Menjadi Guru Berpikir (SPPKB) pada Pembelajaran Ekonomi
yang Kreatif dan Inovatif” dalam KOMPASIANA: Kelas X SMK Muhammadiyah 1 Wates”. Skripsi
Byond Blogging, tanggal 24 Maret. Tersedia Sarjana Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas
secara online juga di: https://www.kompasiana. Ekonomi UNY [Universitas Negeri Yogyakarta].
com/kusuma_tyas/58d527a660afbd4115a718ac/ Tersedia secara online juga di: http://eprints.
menjadi-guru-yang-kreatif-dan-inovatif?page=all uny.ac.id/59666/1/Skripsi_Nur%20Astuti%20
[diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 1 Puspaningtyas_14804244003.pdf [diakses di
Oktober 2018]. Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 9 Oktober 2018].
Lahadisi. (2014). “Inkuiri: Sebuah Strategi Menuju Randa, Sozy, Jagar Lumbantoruan & Irdhan Epria
Pembelajaran Bermakna” dalam Jurnal Al-Ta’dib, Dharma Putra. (2018). “Penggunaan Strategi
Vol.7, No.2 [Juli-Desember], hlm.85-98. Ekspositori pada Pembelajaran Musik Tradisional
Lestari, Sri. (2013). Psikologi Keluarga: Penanaman Minangkabau di SMA Negeri 3 Padang” dalam
Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. E-Jurnal Sendratasik, Vol.7, No.1 [September],

32 © 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik
MIMBAR PENDIDIKAN: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan,
Volume 4(1), Maret 2019

hlm.48-53. Susilo, Agus & Sarkowi. (2018). “Peran Guru


Riadi, Muchlisin. (2017). “Pengertian, Unsur, dan Sejarah Abad 21 dalam Menghadapi Tantangan
Pembentukan Karakter” dalam KajianPustaka. Arus Globalisasi” dalam HISTORIA: Jurnal
Com, tanggal 24 Agustus. Tersedia secara online Pendidik dan Peneliti Sejarah, Vol.II, No.1
juga di: https://www.kajianpustaka.com/2017/08/ [Oktober], hlm.43-50.
pengertian-unsur-dan-pembentukan-karakter.html Suwirta, Andi, Didin Saripudin & Aim Abdulkarim
[diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 1 [eds]. (2008). Lifelong Education in Southeast
Oktober 2018]. Asian Countries: A Retrospect and Prospect for
Satori, Djam’an & Aan Komariah. (2010). Metode Gaining and Enhancing Prosperity, Proggress
Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. and Democracy. Bandung: Penerbit ASPENSI
Slavin, Robert E. (1995). Cooperative Learning: [Asosiasi Sarjana Pendidikan Sejarah Indonesia].
Theory, Research, and Practice. Massachusets: Suyitno, Y. (2009). “Tokoh-tokoh Pendidikan
Allyn & Bacon. Dunia: Dari Dunia Timur, Timur Tengah, dan
Solehudin, Imam. (2018). “Momentum Barat”. Makalah Tidak Diterbitkan. Bandung:
Meningkatkan Profesionalisme Guru di Abad SPs UPI [Sekolah Pascasarjana, Universitas
ke-21” dalam JawaPos.Com, tanggal 27 Pendidikan Indonesia]. Tersedia secara online
November. Tersedia secara online juga di: https:// juga di: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._
www.jawapos.com/pendidikan/27/11/2018/ PEDAGOGIK/195009081981011-Y._SUYITNO/
momentum-meningkatkan-profesionalisme-guru- TOKOH-TOKOH_PENDIDIKAN_DUNIA.pdf
di-abad-ke-21/ [diakses di Bandung, Jawa Barat, [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 28
Indonesia: 27 Desember 2018]. Oktober 2018].
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Tasbih. (2014). “Pembinaan Karakter Menurut
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Hadis Nabi SAW: Analisis terhadap Hadis-hadis
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2005). Landasan Kejujuran” dalam Al-Irsyad al-Nafs: Jurnal
Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Bimbingan Penyuluhan Islam, Vol.1, No.1
Remaja Rosdakarya. [Desember], hlm.71-97.
Sunarya, Erwin. (2016). “Implementasi Pendidikan Wahono, Margi & A.T. Sugeng Priyanto. (2017).
Karakter Terintegrasi kedalam Kegiatan “Implementasi Budaya Sekolah sebagai Wahana
Pembelajaran Siswa Jurusan Teknik Kendaraan Pengembangan Karakter pada Diri Siswa” dalam
Ringan di SMK Negeri 2 Yogyakarta”. Skripsi INTEGRALISTIK, Th. XXVIII, No.2 [Juli-
Sarjana Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Jurusan Desember], hlm.140-147.
Pendidikan Teknik Otomotif, Fakultas Teknik UNY Wahyuari, Sartono. (2012). Metode Pembelajaran
[Universitas Negeri Yogyakarta]. Tersedia secara Inovatif. Jakarta: Penerbit Grasindo.
online juga di: http://eprints.uny.ac.id/43426/1/ Wahyuni, Akhtim. (2014). “Membentuk Pribadi Positif
ERWIN%20SUNARYA_10504244040.pdf melalui Pendidikan Karakter di Sekolah”. Tersedia
[diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 28 secara online juga di: http://eprints.umsida.
Oktober 2018]. ac.id/399/1/MEMBENTUK%20PRIBADI%20
Suparlan, H. (2015). “Filsafat Pendidikan Ki Hadjar POSITIF%20MELALUI%20PENDIDIKAN%20
Dewantara dan Sumbangannya bagi Pendidikan KARAKTER.pdf [diakses di Bandung, Jawa
Indonesia” dalam Jurnal Filsafat, Vol.25, No.1 Barat, Indonesia: 28 Oktober 2018].
[Februari]. Tersedia secara online juga di: https:// Wena, I Made. (2009). Strategi Pembelajaran
www.researchgate.net/publication/307523746_ Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.
FILSAFAT_PENDIDIKAN_KI_HADJAR_ Winarno, Joko. (2015). “Teori Perkembangan
DEWANTARA_DAN_SUMBANGANNYA_ Kognitif Jean Piaget dan Implementasinya
BAGI_PENDIDIKAN_INDONESIA [diakses di dalam Pendidikan” dalam KOMPASIANA:
Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 28 Oktober 2018]. Byond Blogging, tanggal 26 Juni. Tersedia
Supriyono, Haris Iskandar & Gutama. (2015). secara online juga di: https://www.kompasiana.
Pendidikan Keluarga dalam Pembentukan com/jokowinarto/550094a28133115318fa799e/
Karakter Bangsa. Jakarta: Direktorat Jenderal teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget-dan-
Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan implementasinya-dalam-pendidikan?page=all
Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan [diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia:
Kebudayaan Republik Indonesia. Tersedia secara 9 Oktober 2018].
online juga di: http://repositori.kemdikbud. Yuniar, Avianti Permata. (2014). “Penerapan
go.id/6173/1/PKPKB%20OK%20PRINT.pdf Pendakatan Scientific pada Kurikulum 2013
[diakses di Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 1 sebagai Upaya Meningkatkan Daya Kreativitas
Oktober 2018]. Peserta Didik”. Tersedia secara online di: https://

© 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia 33
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik
PURWADHI,
Pembelajaran Inovatif

www.academia.edu/6441291/Penerapan_Metode_ Obor Indonesia].


Pendekatan_Scientific_pada_Kurikulum_2013_ Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter:
sebagai_Upaya_Meningkatkan_Daya_ Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Kreativitas_Peserta_Didik [diakses di Bandung, Pendidikan. Jakarta: Penerbit Kencana.
Jawa Barat, Indonesia: 28 Oktober 2018]. Zuriah, Nurul. (2011). Pendidikan Moral dan Budi
Zed, Mestika. (2004). Metode Penelitian Pekerti dalam Prespektif Perubahan. Jakarta:
Kepustakaan. Jakarta: Penerbit YOI [Yayasan Bumi Aksara.

34 © 2019 by UPI (Indonesia University of Education) Press in Bandung, West Java, Indonesia
ISSN 2527-3868 (print), 2503-457X (online), and http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik

Anda mungkin juga menyukai