Anda di halaman 1dari 13

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DI INDONESIA

(PMRI) DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA

Oleh :

SYIFA FAUZANI
MUSLIYAN
NPM. 191000284202012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA
BARAT PADANGPANJANG
2022
PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA
(PMRI) DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA

ABSTRAK
Dalam dunia pendidikan baik ranah kognitif, ranah psikomotor, maupun ranah
efektif adalah tiga ranah yang saling berhubungan. Oleh karena itu, upaya untuk
mencerdaskan siswa dalam realita kehidupan sehari – hari yang harus diimbangi
dengan pendidikan karakter. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
mendeskripsikan PMRI dalam membangun karakter siswa?. Adapun tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan PMRI dalam membangun karakter siswa.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu
meninjau secara kritis argumen atau temuan mengenai PMRI dalam membangun
karakter siswa dalam suatu literatur. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah dokumentasi. Penulis menggunakan dua literatur sebagai sumber data utama
penelitian dan tiga literatur sebagai sumber data pendukung penelitian. Data yang
telah terkumpul kemudian dianalisis sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk
menyelesaikan topik permasalahan dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa PMRI dapat membangun
karakter siswa. PMRI yang dapat membangun karakter siswa melalui landasan
filosofis (minat yang kuat, apresiasi, dan humanis), prinsip – prinsip PMRI (motivasi,
rasa ingin tahu yang tinggi, berkerja keras, jujur, keyakinan, keberanian
mempertahankan pendapat, bertanggungjwab, menerima pendapat teman, mandiri dan
berpikir yang kreatif), karakteristik PMRI (rasa ingin tahu, mandiri, berpikir yang
kreatif, kejujuran, kemandirian, kegigihan, dan kerja keras), dan langkah – langkah
PMRI (mandiri, bersahabat/komunikatif, jujur, bekerja keras dalam menyelesaikan
masalah, kreatif, demokratis, dan rasa ingin tahu yang tinggi) menjamin bahwa PMRI
sangat potensial dalam menumbuhkan dan membangun karakter – karakter tersebut.

Kata Kunci: PMRI dan Pendidikan Karakter

1
2
A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan sumber
daya manusia. Apalagi di era globalisasi pada saat ini, pendidikan merupakan hal
yang paling utama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan
kata lain kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang
didapatkan. Pendidikan erat kaitannya dengan belajar dan pembelajaran, ini terlihat
dari adanya suatu proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dimaksud yaitu
kegiatan yang aktif untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Untuk meningkatkan
kualitas pendidikan, pemerintah telah melakukan berbagai usaha diantaranya
melalui penyempurnaan kurikulum, melakukan penataan guru, serta berusaha
melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan dalam pendidikan. Dalam
pelaksanaan pendidikan di Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan
kurikulum. Kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini adalah kurikulum 2013.
Kurikulum ini merupakan kurikulum yang diterapkan pemerintah untuk
menggantikan kurikulum 2006 yang sering disebut sebagai Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum 2013 merupakan sebuah pembelajaran yang
menekankan pada aspek efektif atau perubahan perilaku dan kompetensi yang ingin
di capai adalah kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
Seiring dengan kemajuan zaman, perkembangan teknologi informasi yang
bergitu pesat maka pengetahuan siswa menjadi lebih banyak terutama dalam
mengakses materi pembelajaran sebagai bekal disekolah. Menurut Kencanawaty
(2019: 195) yang menyatakan bahwa:
Kenyataan yang terjadi adalah sebagian besar siswa menggunakan
gadget masih sebagai untuk media sosial dan games, atas dasar itulah
maka ada dampak negatif lebih banyak ketimbangan dampak positif
dari perkembangan teknologi informasi terutama bagi siswa yang
berada diusia sekolah.
Perlu adanya penangkal dan benteng diri untuk tetap berada pada budaya
timur bangsa. Pengaruh budaya barat terhadap kehidupan berbangsa tidak dapat
dipungkiri lagi, hal ini berdampak pada nilai – nilai karakter. Terjadi hal ini
dikarenakan kurangnya penerapan dan pemahaman terhadap pentingnya nilai – nilai
karakter. Sedangkan menurut Panoyo, et al (2019: 112) yang menyatakan bahwa:
Di Indonesia saat ini, proses pembelajaran masih menitikberatkan pada
pengembangan intelektual (kognitif) dibandingkan dengan
memperhatikan moral peserta didik atau soft skill yang bersifat non
akademik sebagai unsur utama dalam pendidikan moral, sehingga dalam
kehidupan nyata siswa menghadapi sesuatu yang kontradiktif karena
dalam pengajaran pendidikan moral ataupun budi pekerti hanya sebatas
teks semata.
Metematika sebagai ilmu dasar yang memegang peranan yang sangat penting
dalam mengembangkan sains dan teknologi, karena matematika merupakan salah
satu sarana berpikir logis, sistematis, dan kritis. Menurut Rakhmawati & Alifia
(2018: 186) yang menyatakan bahwa: “Matematika sering dianggap pelajaran yang
sulit dan menakutkan bagi siswa, sehingga menimbulkan sikap malas belajar, tidak
senang, dan merasa menjadi beban yang berat bagi siswa”. Untuk itu, matematika
disekolah perlu difungsikan sebagai sarana untuk menumbuhkan kembangkan
kecerdasan, kemampuan, keterampilan untuk membentuk kepribadian siswa.

3
Berdasarkan permasalahan yang telah disajikan tersebut maka penulis
melakukan penelitian kepustakaan tentang Pembelajaran Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) dalam membangun karakter siswa. Hal ini bertujuan untuk
membangun karakter siswa, sehingga siswa tidak hanya pandai dalam pelajaran saja
akan tetapi juga matang secara kepribadian yang unggul sebagai tujuan dari
pendidikan karakter.
PMRI sebagai adaptasi dari RME dalam konteks keindonesiaan mengusung
landasan filosofis, prinsip, dan karakteristik yang tepat sama dengan RME, namun
dalam implementasi di kelas harus memperlihatkan keindonesiaan yang kuat.
Menurut Freundenthal (dalam Fatmahanik , 2016: 113) landasan filosofi PMRI
diadopsi dari RME yang menyatakan bahwa: Matematika harus dihubungkan
dengan realita dan materi matematika diajarkan sebagai aktivitas manusia.
Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) lebih menekankan pada
proses dari pada hasil hal ini sejalan dengan pendapat Wijaya (dalam Najwa, 2018:
577) yang menyatakan bahwa: “Dalam pendekatan matematika realistik digunakan
istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata”. Sedangkan
menurut Yuwono (dalam Najwa, 2018: 577) yang menyatakan bahwa: “Ada dua
jenis matematisasi yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal”.
Pembelajaran matematika realistik Indonesia dikembangkan berdasarkan
pemikiran konsep pemodelan matematika realistik, dimana konsep matematika
disusun berdasarkan realita. Proses ini digambarkan oleh De Lange (dalam Hadi,
2005: 20), sebagai lingkaran tanpa ujung seperti pada gambar 2.1:

Dunia nyata

Matematisasi Matematisasi dan


dalam aplikasi refleksi

Abstraksi dan
formalisasi

Ada tiga prinsip utama pembelajaran matematika realistik Indonesia menurut


Zulkardi (dalam Simanulang, 2013: 29), yaitu:
a. Penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi progresif
(guided reinvention and progressive mathematizing)
b. Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology)
c. Pengembangan model sendiri (self-develoved models)
Menurut Gravemeijer & De Lange (dalam Murdani, et al, 2013: 25) yang
mengungkapkan karekteristik Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
sebagai berikut: Menggunakan masalah kontekstual (the use of context),
menggunakan model (the use of models, bridging by vertical instrument),

4
menggunakan kontribusi siswa (student contribution), interaktivitas (interactivity),
dan terintegrasi dengan topik lainnya (intertwining).
Sedangkan pendidikan menurut Marimba (dalam Kurniawan, 2016: 26)
merumuskan bahwa: “Pendidikan sebagai bimbingan atau didikan secara sadar oleh
pendidik terhadap perkembangan anak didik, baik jasmani maupun rohani, menuju
terbentuknya kepribadian yang utama”. Sedangkan karakter mengacu pada
serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan
keterampilan (skills). Karakter seseorang terbentuk karena kebiasaan yang
dilakukan, sikap yang diambil dalam menanggapi keadaan dan kata – kata yang
diucapkan kepada orang lain.
Karakter ini pada akhirnya menjadi sesuatu yang menempel pada seseorang
dan sering orang yang bersangkutan tidak menyadari karakternya. Orang lain
biasanya lebih mudah untuk menilai karakter seseorang. Widjajanto (dalam
Kurniawan, 2016: 29) menyatakan bahwa: “Kebiasaan seseorang terbentuk dari
tindakan yang dilakukan berulang – ulang setiap hari”. Individu yang berkarakter
baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal yang terbaik
terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa, dengan kesadaran, dan
penuh perasaan.
Pendidikan karakter menurut Sunaryo (dalam Kurniawan, 2016: 30) yang
menyatakan bahwa: “Pendidikan karakter menyangkut bakat (potensi dasar alami),
harkat (derajat melalui penguasaan ilmu dan teknologi), dan martabat (harga diri
melalui etika dan moral)”. Sedangkan pendidikan karakter menurut Rahardjo
(dalam Kurniawan, 2016: 30) yang menyatakan bahwa:
Pendidikan karakter adalah suatu proses pendidikan yang holistik yang
menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan
peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang
berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu
kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.
Budi pekerti adalah watak atau tabiat khusus seseorang untuk berbuat sopan
dan menghargai pihak lain yang tercermin dalam perilaku dan kehidupannya.
Sementara watak adalah merupakan keseluruhan dorongan, sikap, keputusan,
kebiasaan, dan nilai moral seseorang yang baik. Budi pekerti juga mengandung
watak moral yang baku dan melibatkan keputusan berdasarkan nilai – nilai hidup.
Watak seseorang dapat dilihat dari perilakunya yang diatur oleh usaha dan
kehendak berdasarkan hati nurani sebagai pengendali bagi penyesuaian diri dalam
hidup bermasyarakat.
Tujuan pendidikan karakter menurut Judiani (2010: 283) adalah:
a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan
warna negara yang memiliki nilai – nilai karakter bangsa.
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan
dengan nilai – nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai
generasi penerus bangsa.
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri.
e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang
aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta rasa kebangsaan yang
tinggi, dan penuh kekuataan.

5
Fungsi utama pendidikan karakter sesuai Kebijakan Nasional Karakter
Bangsa menurut Judiani ( 2010: 282), adalah: Pendidikan karakter berfungsi
sebagai pengembangan peserta didik agar berfikiran baik, berhati baik, dan
berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup pancasila. Dengan fungsi ini siswa
diharapkan memiliki sikap dan perilaku etis, sesuai tuntunan agama, sesuai dengan
citra budaya bangsa. Pendidikan karakter berfungsi perbaikan yaitu memperkuat
peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut
berpartisipasi serta bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara
dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera.
Pendidikan karakter berfungsi penyaringan, yaitu untuk menseleksi budaya bangsa
lain yang tidak sesuai dengan nilai – nilai budaya dan karakter bangsa yang
bermartabat.
Nilai – nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter bersumber dari:
Agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional (Judiani: 2010).
Kementerian Pendidikan Nasional (dalam Judiani: 2010) menjelaskan nilai – nilai
yang perlu dikembangkan dalam pendidikan karakter meliputi: Religius, jujur,
toleransi, disiplin,kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggungjawab.
Selanjutnya menurut Lickona (dalam Komalasari & Wihaskoro, 2016),
menyatakan bahwa ada tiga komponen karakter yang baik (component of good
character), yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral) meliputi: Moral
awareness, knowing moral values, perspective-taking, moral reasoning, decision
making, dan self-knowledge moral feeling. Moral feeling (perasaan tentang moral),
meliputi: Conscience, self-esteem, emphaty, loving the good, self-control, dan
humility. Dan moral action (perbuatan secara moral), meliputi: Competence, will,
dan habit. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu
akan dapat berbeda antara satu sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu
tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing – masing.
Diantaranya berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat
dimulai dari nilai esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan
kondisi masing – masing sekolah.

B. METODOLOGI
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Menurut
Sari & Asmendri (2020: 920) yang menyatakan bahwa:
Penelitian kepustakaan adalah kegiatan penelitian dilakukan dengan
cara mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai
macam material yang ada di perpustakaan seperti buku referensi, hasil
penelitian sebelumnya yang sejenis, artikel, catatan, serta berbagai
jurnal yang berkaitan dengan masalah yang ingin dipecahkan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data utama dan data
pendukung. Data utama merupakan data yang diambil langsung oleh peneliti dari
sumbernya tanpa perantara, dengan cara menggali sumber asli secara langsung.
Sedangkan untuk data pendukung merupakan data yang diperoleh bukan dari data
utama. Akan tetapi data tersebut diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti – peneliti terdahulu. Sumber data pendukung yang dimaksud berupa
buku dan laporan ilmiah primer atau asli yang terdapat didalam artikel atau jurnal

6
berkenaan dengan pembelajaran matematika realistik Indonesia dalam membangun
karakter siswa.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dokumentasi. Menurut Mirzaqon & Purwoko ( dalam Sari & Asmendri, 2020: 921)
yang menyatakan bahwa: “Dokumentasi yaitu mencari data yang mengenai hal –
hal atau variabel yang berupa catatan, buku, makalah atau artikel, jurnal, dan
sebagainya”. Data – data yang telah didapatkan dari berbagai literatur dikumpulkan
sebagai suatu kesatuan dokumen yang digunakan untuk menjawab permasalahan
yang telah dirumuskan dan Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
aplikasi mendeley.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi
(content analysis), analisis isi adalah suatu teknik analisis data yang difokuskan
pada konten aktual dan fitur internal media. Teknik ini dapat digunakan penulis
untuk mengkaji perilaku manusia secara tidak langsung melalui analisis terhadap
komunikasi mereka seperti: buku teks, jurnal, artikel, dan prosiding yang dapat
dianalisis.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalam membangun
karakter siswa. Melihat dari landasan filosofi PMRI, prinsip – prinsip PMRI,
karakteristik PMRI, dan langkah – langkah PMRI maka pembelajaran matematika
realistik Indonesia adalah pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan dan
aktivitas siswa dalam belajarnya, baik secara individual maupun secara kelompok.
Kita awali pembahasan ini dari filosofi pembelajaran matematika realistik
Indonesia. Menurut Prabowo & Sidi (2010) ada dua landasan filosofi PMRI adalah:
a. Matematika harus dihubungkan dengan kenyataan (mathematics must be
connected to reality), ini berarti matematika harus dihubungkan dengan
kenyataan yang dekat, akrab, dialami, dan relevan dengan kehidupan siswa atau
mereka yang sedang belajar matematika.
Pada landasan filosofi yang pertama ini dimana pembelajaran matematika
itu konkret secara fisik dan kasat mata, namum juga dapat dibayangkan oleh
pikiran siswa. Pada landasan ini tentunya akan menimbulkan karakter siswa
yaitu: Minat yang kuat terhadap pembelajaran matematika bagaimana
matematika itu dalam kehidupan sehari – hari, apresiasi atau kesadaran kita
bahwa belajar matematika itu penting dalam kehidupan kita sehari – hari, dan
perhargaan terhadap pembelajaran matematika.
b. Matematika diajarkan sebagai aktifitas manusia (mathematics should be as a
human activity), dalam pembelajaran materi matematika harus diajarkan sebagai
aktifitas manusia, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk reinvent
(menemukan atau menciptakan kembali) matematika melalui praktek (doing
math), sehingga tidak diberikan dalam bentuk yang sudah jadi berupa rumus
matematika.
Pada landasan ini siswa diberi kesempatan seluas – luasnya untuk
menemukan kembali ide dan konsep matematika itu sendiri, ini mendorong
siswa ke arah pembelajaran matematika sebagai suatu proses yang disebut
dengan proses pematematikaan (matematisasi) yang meliputi matematisasi
horizontal, sebagai kegiatan mengubah masalah kontekstual kedalam masalah

7
matematika dan matematisasi vertikal, proses formulasi masalah kedalam
beragam penyelesaian matematika dengan menggunakan sejumlah aturan yang
sesuai.
Prinsip – prinsip Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI),
adalah:
1. Penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi progresif (guided
reinvention and progressive mathematizing)
Fatmahanik (2016: 144) menurut prinsip Guided Reinvention “Peserta
didik harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses
yang dilalui oleh para ahli ketika konsep – konsep matematika ditemukan”, hal
ini dilakukan dengan cara siswa diberi masalah kontekstual atau nyata yang
mempunyai berbagai kemungkinan solusi atau beragam prosedur penyelesaian,
sehingga terjadi perbedaan penyelesaian atau prosedur dalam memecahkan
masalah. Pada prinsip ini proses belajar diatur sedemikian rupa sehingga siswa
menemukan sendiri konsep, prosedur, prinsip atau hasilnya. Pada prinsip yang
pertama ini akan muncul karakter siswa yaitu: Melatih siswa untuk memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi terhadap pembelajaran matematika, ada nya motivasi
dalam diri siswa untuk belajar matematika, melatih siswa untuk bekerja keras
dalam mengerjarkan soal matematika dan menyelesaikan tugas dengan sebaik –
baiknya, dan berfikir yang kreatif dalam melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari persoalan yang ada.
2. Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology).
Pada prinsip yang kedua ini dilakukan dengan menyediakan situasi
masalah – masalah khusus yang dapat digeneralisasi dan digunakan sebagai
dasar untuk matematisasi vertikal. Masalah kontekstual yang diberikan kepada
siswa akan diselesaikan oleh siswa berdasarkan tingkat pengetahuan yang
dimiliki masing – masing siswa. Sehingga akan terjadi kemungkinan proses
penyelesaian masalah yang berbeda – beda (Prabowo & Sidi: 2010). Pada prinsip
yang kedua akan muncul karakter siswa yaitu: Melatih siswa memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi terhadap pembelajaran matematika, siswa jujur dalam
menyelesaikan soal baik dalam perkataan, tindakan, dan maupun pekerjaan, kerja
keras dalam dalam mengatasi hambatan dalam belajar dan tugas yang diberikan
oleh guru, siswa berfikir kreatif dalam menghasilkan cara atau hasil baru dengan
diberi arahan oleh guru, dan juga melatih siswa untuk percaya diri dengan
kemampuan sendiri.
3. Pengembangan model sendiri (self-develoved models).
Menurut Fatmahanik (2016: 144) menyatakan bahwa: “Model yang
dibangun siswa merupakan jembatan bagi peserta didik dari situasi nyata atau
situasi kongret ke matematika formal, artinya siswa membuat model sendiri
dalam menyelesaikan masalah”. Pada prinsip ini siswa membuat model sendiri
dalam menyelesaikan masalah, model tersebut adalah suatu model dari situasi
yang dekat dengan alam pikiran siswa. Kemudian digeneralisasi dan
diformalisasi yang mendasarkan keadaan – keadaan khusus dari penyelesaian
masalah kontekstual. Pada akhirnya akan menjadi pengetahuan dalam
matematika formal bagi siswa. Pada prinsip yang ketiga akan muncul karakter
siswa yaitu: Siswa mempunyai keyakinan dalam menyelesaikan soal dengan
kemampuan yang dimilikinya, keberanian mempertahankan pendapat,
kepercayaan terhadap diri sendiri, siswa bertanggungjawab dengan hasil yang

8
telah dibuat, siswa menerima pendapat teman yang lain jika jawaban kita kurang
tepat, kerja keras dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan persoalan yang
ada, berpikir kreatif menggunakan model yang dimiliki, siswa bersepakat
menerima jawaban yang benar dari teman yang lain, dan siswa mandiri dalam
menyelesaikan masalah tidak melihat jawaban teman.

Sedangkan untuk karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia


(PMRI), adalah:
1. Menggunakan masalah kontekstual (the use of context)
Pembelajaran matematika diawali dengan masalah kontekstual.
Pembelajaran harus dirancang dengan benar – benar memperhatikan jangkauan
daya pikir dan tingkat berpikir atau kemampuan berpikir (sebagian besar) yang
dimiliki oleh siswa. Belajar matematika adalah belajar membuat hubungan antara
pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan pengetahuan yang akan
dipelajarinya, oleh karena itu pentingnya bahwa konteks yang digunakan adalah
konteks yang telah dipahami atau dapat dibayangkan oleh siswa (Prabowo &
Sidi: 2010). Karakter yang muncul pada karakteristik pertama adalah: siswa
memiliki rasa ingin tahu terhadap matematika yang ada dalam kehidupan sehari
– hari dan permasalahan seperti apa yang ada dalam kehidupan sehari – hari
yang berhubungan dengan matematika, dan mandiri dalam permasalahan
matematika seperti apa dalam kehidupan sehari – hari.
2. Menggunakan model (the use of models, bridging by vertical instrument)
Model yang dibuat siswa haruslah berupa model yang bergerak meningkat
dari model yang kongkrit ke model yang abstrak, sehingga dapat diketahui
bagaimana siswa berpikir dan perubahan cara berpikir siswa, jadi fokusnya
bukan apa yang dikatakan siswa atau dituliskan siswa (Prabowo & Sidi: 2010).
Penggunaan masalah yang langsung dapat diselesaikan dengan rumus
matematika dihindari, karena masalah ini hanya akan berhasil membelajarkan
siswa – siswa yang tahu/hafal rumus, mampu menggunakannya, dan mematikan
potensi siswa yang tidak tahu/lupa rumusnya. Pada tahap ini tentunya akan
membangun karakter siswa yaitu: Siswa jujur dalam mengerjakan soal
matematika baik dalam perkataan, tindakan, maupun pekerjaan, mandiri dalam
menyelesaikan masalah (soal) yang diberikan oleh guru, kegigihan, dan siswa
kerja keras dalam menyelesaikan model yang digunakan.
3. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution)
Dalam PMRI siswa tidak hanya dituntut untuk hafal dan bisa
menggunakan rumus saja tetapi siswa mampu menyelesaikan masalah dengan
menggunakan dan mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa.
Tuntutan ini mengajak siswa untuk aktif dalam memberikan kontribusi pada saat
pembelajaran berlangsung dengan cara memproduksi dan mengonstruksi sendiri
matematika dengan menggunakan seluruh pengetahuan yang dimiliki siswa.
Pada tahap ini dapat membangun karakter siswa untuk kerja cerdas dengan
pemikiran yang ada pada siswa, keberanian dalam menyampaikan pendapat
kepada teman yang lain, dan kemauan berbagi hasil pemikirannya dengan teman
yang lain.

9
4. Interaktivitas (interactivity)
Interaksi antar siswa, antara guru dengan siswa merupakan hal yang
penting dalam PMRI, guru harus memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengkomunikasi ide – ide mereka sendirii melalui proses belajar yang interaktif,
seperti: Kerja kelompok, diskusi kelompok, maupun diskusi kelas. Pembelajaran
matematika dilakukan secara aktif. Oleh karena itu, guru harus menghindari
dominasi pembelajaran melalui ceramah, tetapi harus menciptakan dan
mengembangkan pengalaman belajar yang mendorong aktivitas bersama diantara
mereka untuk membangun karakter toleransi dalam suasana yang demokratis
(Fatmahanik: 2016). Pada tahap ini pembelajaran matematika berlangsung secara
kontruktif dengan memperhatikan interaksi siswa dengan siswa, dan siswa
dengan guru, negosiasi, kerja sama dalam menyelesaikan masalah (soal) dalam
kelompok, demokratis dengan teman yang lain, toleransi, antusiasme, saling
berbagi ilmu dengan teman yang lain, dan berdiskusi dengan sesama siswa atau
guru, guru menjadi teladan (panutan dan idola).
5. Terintegrasi dengan topik lainnya (intertwinning)
Konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep
matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep matematika
tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah. Melalui keterkaitan satu
pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih
dari satu konsep matematika secara bersamaan.

Sedangkan untuk langkah – langkah Pembelajaran Matematika Realistik


Indonesia (PMRI) menurut (Fatmahanik: 2016) adalah:
1. Memahami masalah kontekstual
Memberikan masalah kontekstual selain terjadi proses guru memberikan
masalah atau soal kontekstual dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa, guru
juga meminta siswa untuk memahami masalah tersebut secara individual. Pada
tahap ini karakteristik yang muncul menggunakan masalah kontekstual dan
interaksi. Pada tahap ini tentunya membangun karakter siswa untuk mandiri
dalam memahami masalah atau kontekstual serta bersahabat/komunikatif dengan
memahami masalah nyata.
2. Menyelesaikan masalah kontekstual
Pada tahap penyelesaikan masalah kontekstual siswa diminta untuk
menyelesaikan masalah secara individu sehingga dimungkinkan adanya
perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Pada tahap ini
karakteristik yang muncul menggunakn model dan menggunakan kontribusi
siswa. Pada tahap ini tentunya akan membangun karakter siswa untuk jujur
dalam menyelesaikan masalah nyata, bekerja keras dalam menyelesaikan
masalah dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan siswa, mandiri dalam
menyelesaikan masalah tidak menyontek jawaban teman yang lain, siswa kreatif
dalam menenukan cara atau hasil baru dalam menyelesaikan masalah, dan rasa
ingin tahu yang tinggi terhadap permasalahn yang ingin diselesaikan.
3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban siswa
Pada tahap membandingkan dan mendiskusikan jawaban siswa terjadi
kerja sama untuk mendiskusikan penyelesaian masalah – masalah yang telah
diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Pada
tahap ini karakteristik yang muncul menggunakan model dan interaksi. Pada

10
tahap ini tentunya membangun karakter siswa diantaranya jujur dalam
mengerjakan soal dengan anggota antar kelompok, siswa bertanggungjawab atas
tugas dan hasil kelompok, saling toleransi antar kelompok, saling menghargai
pendapat teman maupun antar kelompok, bersahabat/komunikatif, dan
demokratis.
4. Menyimpulkan
Tahap menyimpulkan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan
dari topik yang dipelajari. Dalam menyimpulkan adanya interaksi antara siswa
dengan guru. Hal ini tentunya dapat membangun siswa untuk melatih
bersahabat/komunikatif dalam bergaul, dan senang dalam berbicara.

D. PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa,
melalui PMRI dapat membangun karakter siswa seperti landasan filosofis (minat
yang kuat, apresiasi, dan humanis), prinsip PMRI (motivasi,rasa ingin tahu yang
tinggi, berkerja keras, jujur, keyakinan, keberanian mempertahankan pendapat,
bertanggungjwab, menerima pendapat teman, mandiri dan berpikir yang kreatif),
karakteristik PMRI (rasa ingin tahu, mandiri, berpikir yang kreatif, kejujuran,
kemandirian, kegigihan, dan kerja keras), dan langkah – langkah PMRI (mandiri,
bersahabat/komunikatif, jujur, bekerja keras dalam menyelesaikan masalah,
kreatif, demokratis, dan rasa ingin tahu yang tinggi).
b. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan hal - hal sebagai berikut:
1. Penelitian ini dibatasi oleh penggunaan data kepustakaan sehingga disarankan
penelitian ini lebih lanjut untuk mendapatkan data pada lapangan hendaknya
dilakukan agar mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat.
2. Hasil penelitian studi kepustakaan mengenai PMRI dalam membangun
karakter siswa sebaiknya segera diterapkan dalam lapangan agar siswa
mengetahui tentang karakter.
3. Guru bidang studi matematika diharapkan mampu mengaitkan pembelajaran
matematika realistik Indonesia dengan pendidikan karakter.
4. Untuk pembaca, agar dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan.

E. DAFTAR KEPUSTAKAAN

Fatmahanik, U. (2016). Membentuk Karakter Peserta Didik Melalui Pembelajaran


Matematika Realistik Di MI. Cendekia: Jurnal Kependidikan dan
Kemasyarakatan, 14(1), 107–122.

Hadi, Sutarto. (2015). Pendidikan Realistik Dan Implementasinya, Banjarmasin:


Tulip Banjarmasin.

Judiani, S. (2010). Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Melalui


Penguatan Pelaksanaan Kurikulum. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan,
16(9), 280–289.

11
Kencanawaty, G. (2019). Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan
Lokal Pada Pelajaran Matematika. Jurnal MathEducation Nusantara, 2(2),
194–200.
Komalasari, M. D., & Wihaskoro, A. M. (2016). Pembelajaran Matematika
Realistik Yang Terintegrasi Nilai Karakter dan Kearifan Lokal Untuk Siswa
SD. In Seminar Nasional PGSD Universitas PGRI Yogyakarta.
Kurniawan, syamsul. (2016). Pendidikan Karakter, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Murdani, Johar, R., & Turmudi. (2013). Pengembangan perangkat Pembelajaran
Matematika Dengan Pendekatan Realistik Untuk Meningkatkan Penalaran
Geometri Spasial Siswa di SMP Negeri Arun Lhokseumawe. Jurnal Peluang,
1(April), 22–32.
Najwa, W. A. (2018). Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam
Pembelajaran Matematika. Prisma, Prosicing Seminar Nasional Matematika,
1, 575–581.
Panoyo, P., Riyanto, Y., & Handayaningrum, W. (2019). Manajemen Penguatan
Pendidikan Karakter Pada Sekolah Menengah Atas. Halaqa: Islamic
Education Journal, 3(2), 111-117.
Prabowo, A., & Sidi, P. (2010). Memahat Karakter Melalui Pembelajaran
Matematika. In Proceedings of The 4th International Conference on Teacher
Education; Join Conference UPI & UPSI Bandung, Indonesia, November,
165–177.
Rakhmawati, I. A., & Alifia, N. N. (2018). Kearifan Lokal dalam Pembelajaran
Matematika sebagai Penguat Karakter Siswa. Jurnal Elektronik
Pembelajaran Matematika, 5(2), 186–196.
Sari, M., & Asmendri. (2020). Penelitian Kepustakaan ( Library Research ) dalam
Penelitian Pendidikan IPA. NATURAL SCIENCE: Jurnal Penelitian Bidang
IPA dan Pendidikan IPA, 6(1), 41–53.
Simanulang, J. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Materi Himpunan Konteks
Laskar Pelangi Dengan Pendekatan Pendidkan Matematika Realistik
Indonesia (PMRI) Kelas VII Sekolah. Jurnal Pendidikan Matematika, 7(2),
26–36.
Tim Penyusun. 2014. Buku Panduan Penulisan Skripsi. Padangpanjang: Universitas
Muhammadiyah Sumatera Barat.

12

Anda mungkin juga menyukai