Anda di halaman 1dari 20

Tugas Mata Kuliah Seminar Akuntansi

PENGARUH TEKNOLOGI INFORMASI, KECURANGAN AKADEMIK


TERHADAP HASIL BELAJAR SELAMA COVID-19 DENGAN
KECERDASAN SPIRITUAL SEBAGAI
VARIABEL MODERASI
(STUDI PADA MAHASISWA AKUNTANSI DI KOTA MAKASSAR)

Artikel/Riset Jurnal

Oleh:
Kelompok 1
Adrianti (90400118111)
Rahmadani (90400118095)
Qadriyana (90400118123)

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Tahun 2021

1
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi yang semakin berkembang pesat dengan
cepat dan modern bersama dengan kemajuan zaman. Teknologi informasi
memberikan pengaruh yang cukup besar dan menjadi sangat penting dalam
kehidupan terutama pada dunia akademik, seperti di perguruan tinggi yang
menjadikan teknologi informasi sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas bagi
pendidikan dan proses pembelajaran yang lebih mudah untuk dilakukan.
Perkembangan teknologi dibidang akademik khususnya bagi mahasiswa sangat
membantu untuk menyelesaikan tugas kuliah serta mengakases internet dengan
cepat. (Laurensya, 2019)
Teknologi informasi secara umum sebagai panduan antara teknologi
komputer dengan teknologi lainnya. Teknologi informasi didefinisikan secara
lengkap sebagai teknologi komputer yang digunakan untuk memproses dan
menyimpan informasi serta teknologi komunikasi dengan tujuan mengirimkan
informasi. Agar sebuah perusahaan dapat berkembang secara produktif
diperlukan adanya profesionalisme sumber daya manusia. (Aron et al., 2020, p.
1)
Kemudian di tengah mewabahnya virus corona yang terjadi pada awal
tahun 2020 mengakibtkan semua kegiatan dilakukan dari rumah untuk
mencegah terjadinya penularan virus. Pemerintah telah mengambil kebijakan
yang sangat signifikan dalam bidang pendidikan, yaitu seluruh aktivitas
pembelajaran dilaksanakan dengan metode daring, online dengan program e-
learning. Apapun program pembelajarannya, yang paling penting dan prinsipnya
pelaksanaan pembelajaran tidak boleh dilakukan tatap muka secara langsung di
dalam kelas dengan tujuan untuk menghindari terjadi penularan Coronavirus
Disease (Covid-19). Sehingga perlu tindakan menjaga jarak antara satu dengan
yang lainnya dalam berinteraksi. Pemberlakuan kebijakan physical distancing
yang kemudian menjadi dasar pelaksanaan belajar dari rumah, pemanfaatan
teknologi informasi yang berlaku secara tiba-tiba, tidak jarang membuat
pendidik dan mahasiswa kaget termasuk orang tua. Pembelajaran teknologi
informasi memang sudah diberlakukan dalam beberapa tahun terakhir dalam

2
sistem pendidikan di Indonesia. Pembelajaran daring yang berlangsung sebagai
dampak dari pandemi Covid-19, membuat kaget dunia dari kabupaten/kota,
provinsi, pusat bahkan dunia internasional. (Suharwoto, 2020)
Teknologi digital dalam lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai
pendukung dalam pembelajaran, baik sebagai sarana dalam mengakses
informasi sumber belajar ataupun sebagai sarana kegiatan belajar dan berkaitan
dengan tugas. Perkembangan teknologi yang semakin berkembang dari zaman
ke zaman mengakibtkan banyak platform yang dapat membantu pelaksanaan
pembelajaran daring seperti e-learing, Google Clasroom, Edmodo, Moodle,
Rumah belajar, dan bahkan platform dalam bentuk video conference sudah
semakin banyak diantaranya seperti Google meet, Zoom, dan Visco Webex.
(Hanifah Salsabila et al., 2020)
Menurut Handarini (2018), Pembelajaran online atau daring
memperlihatkan bagaimana penggunaan internet dan teknologi mampu
merusak bahkan memperburuk cara penyampaian pengetahuan dan menjadikan
alat alternatif pembelajaran yang dilakukan dalam kelas. Faktor yang
menyebabkan kemudahan tersebut salah satunya yaitu dari penggunaan sistem
teknologi, seperti handphone (hp) laptop, dan teknologi lainnya yang dapat
digunakan sebagai alat alternatif untuk belajar. Mengikhtiarkan integritas
akademik dalam kelas khususnya pada saat online tidaklah mudah untuk
dilakukan. (Eriany, 2021, p. 1).
Mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan masih sangat banyak yang
melakukan tindakan kecurangan pada lingkungan akademik yang merupakan
pelanggaran etika. Kecurangan yang dilakukan mahasiswa memiliki alasan
tertentu diantaranya adalah untuk medapatkan nilai sesuai dengan apa yang
diinginkan (Hadijah & Jamaluddin, 2020). Mahasiswa yang melakukan
tindakan kecurangan selama duduk di bangku kuliah cenderung untuk
melakukan kecurangan di dunia kerja yang bisa merugikan perusahan bagi
mahasiswa yang menempati posisi strategi sebagai seorang akuntan.
Kecurangan yang dilakukan mahasiswa juga dipengaruhi oleh integritas
mahasiswa itu sendiri. Menurut Arens et al (2008), integritas berarti bahwa

3
seseorang bertindak sesuai dengan kata hatinya, dalam situasi seperti apapun.
Sedangkan menurut Mulyadi (2002), integritas adalah suatu karakter yang
menunjukkan kemampuan seseorang untuk mewujudkan apa yang telah
disanggupinya dan diyakini kebenarannya tersebut ke dalam kenyataan.
Menurut Aprida (2017), Belajar didefinisikan sebagai proses perubahan
tingkah laku dan penambahan pengetahuan yang pada mulanya seorang anak
tidak dibekali dengan potensi bakat serta bawaan dan kemudian dengan
dilakukannya proses pembelajaran maka seorang anak akan berubah tingkah laku
dan pemahamannya semakin bertambah. Buktinya pada saat ini seorang pelajar
menjadikan tujuan belajar hanya untuk mendapatkan nilai yang cukup baik
sesuai dengan keinginannya dan sebagai tanda kelulusan. Sehingga dalam proses
pembelajaran seorang pelajar bisa melakukan tindakan-tindakan yang akan
merugikan diri sendiri maupun orang lain. (Aron et al., 2020)
Dengan berdasar pada penjelasan tersebut, sehingga kemudian penulis
tertarik untuk melakukan riset yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh penyalahgunaan teknologi informasi dan integritas mahasiswa selama
adanya Covid-19. Dengan alas an tersebut, penulis memilih judul “Pengaruh
Teknologi Informasi, Kecurangan Akademik Terhadap Hasil Belajar
Selama Covid-19 Dengan Kecerdasan Spiritual Sebagai Variabel Moderasi
(Studi Pada Mahasiswa Akuntansi Di Kota Makassar)”.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Landasan Teori
Teory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan)
Teori of Reasoned Action (TRA) Pertama kali diperkenalkan oleh Martin
Fishbein dan Ajzen (1975), asumsi dasar dari Teori of Reasoned Action
menunjukkan bahwa asumsi dasar TRA adalah bahwa manusia ada secara akal
dan menggunakan informasi secara sistematis dengan cara yang diatus sebaik
mungkin. Manusia mempertimbangkan dampak dari perilakunya sebelum
melakukan suatu perilaku tertentu. Teori ini diperkenalkan pada bidang psikologi
sosial yang dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku individu (Albarq, 2013).

4
Teori Of Reasoned Action menggabungkan antara kenyakinan (belief), sikap
(attitude), kehendak (intention) dan perilaku (behavior). Sikap mempengaruhi
perilaku melalui proses pengambilan keputusan yang hati-hati dan rasional,
dampaknya terbatas pada tiga hal: Pertama, perilaku tidak ditentukan oleh sikap
umum, tetapi oleh sikap khusus terhadap sesuatu; Kedua, perilaku tidak hanya
ditentukan oleh sikap. Pengaruh juga dipengaruhi oleh norma subjektif, yaitu
keyakinan kita tentang apa yang orang lain ingin kita lakukan, ketiga, Sikap
terhadap perilaku dan norma subjektif bersama-sama membentuk niat atau niat
untuk bertindak dengan cara tertentu. (Ajzen, 1991)
Pada tahun 1988, Ajzen mengembangkan teori tindakan rasional dengan
menambahkan keyakinan pribadi dan persepsi pribadi tentang kontrol perilaku,
yaitu keyakinan bahwa individu dapat melakukan perilaku berdasarkan
kemampuan mereka untuk melakukan perilaku (Kotler, 2011). Teori ini disebut
teori perilaku terencana. Inti dari teori perilaku terencana mencakup tiga hal, yaitu
keyakinan akan kemungkinan hasil dan evaluasi perilaku (behavior belief),
keyakinan pada norma yang diharapkan dan motivasi untuk memenuhi harapan
yang diharapkan (normative belief), dan keyakinan pada faktor yang dapat
mendukung atau menghambat perilaku. dan kesadaran akan kekuatan faktor-
faktor tersebut (Alex Maulana Muqarrabin, SE, 2017).
Proses pengendalian ditentukan oleh keyakinan individu tentang
ketersediaan sumber daya dalam bentuk peralatan, kompatibilitas, kemampuan
dan kesempatan dukungan atau menghambat perilaku yang dapat diprediksi.
Ukuran peran sumber daya memepengaruhi adanya penyebab perilaku tersebut.
Kepercayaan diri, ketersediaan sumber daya yang kuat dan peluang pribadi
dengan perilaku tertentu dan semakin besar dampak dari sumber daya ini semakin
kuat persepsi kontrol pribadi terhadap perilaku. Pribadi yang memiliki rasa
kontrol yang tinggi akan terus didorong dan bekerja keras demi mencapai sukses
serta percaya pada sumber daya dan peluang dan kesulitan yang ditemukan dapat
diatasi (Mahyarni, 2013)
Teori Interaksionisme Simbolik

5
Interaksionisme simbolik terangkum dalam prinsip-prinsip, tidak seperti
hewan, manusia memiliki kemampuan untuk berpikir. Kemampuan berpikir
dibentuk oleh interaksi sosial, dalam interaksi sosial, orang mempelajari makna
dan simbol sehingga dapat melatih kemampuan berpikir manusia. Makna dan
simbol memungkinkan orang untuk bertindak dan berinteraksi. Manusia dapat
mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi
berdasarkan interpretasi mereka terhadap situasi. Manusia dapat memodifikasi dan
mengubah kebijakan sebagian kkemampuan mereka untuk berinteraksi dengan
diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka untuk memeriksa serangkaian
peluang tindakan, menilai kekuatan dan kelemahan relatif mereka dan kemudian
memilih satu dari serangkaian peluang tindakan. Tindakan dan pola interaksi yang
saling terkait ini membentuk kelompok masyarakat. (George Ritzer dan
Goodman, 2007: 289)
Fokus utama dari interaksionisme simbolik adalah pengaruh makna dan
simbol terhadap perilaku dan interaksi manusia. Manusia mempelajari simbol dan
makna dalam interaksi sosial. Makna dan simbol memberikan ciri khusus pada
perilaku sosial dan interaksi sosial. Orang sering menggunakan simbol untuk
menyampaikan informasi tentang diri mereka sendiri. (Ningsi, 2018b). Simbol
sangat penting akan terjadinya sesorang bertindak dengan cara manusiawai yang
khas. Simbol juga memiliki fungsi untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan
menaikkan kemampuan manusia untuk mengatasi segala masalah yang terjadi.
(Ningsi, 2018a)
Teknologi Informasi
Secara umum teknologi informasi diartikan sebagai proses,pelaksanaan,
pengembangan dan manajemen sistem informasi informasi yang berbasis
komputer. Teknologi Informasi tidak hanya digunakan sebagai alat komunikasi
melalui elektronik, tetapi merupakan perangkat yang sangat penting untuk
melakukan koordinasi dan mengarsipkan dokumen-dokumen penting didalam
sebuah bisnis. Revolusi teknologi informasi sudah menjadi sebuah tantangan
yang wajib didunia pendidikan, kita akan tertinggal jauh jika tidak
memperdulikan atau mengabaikan tantangan tersebut. Hal yang membahayakan

6
dari perkembangan ilmu pengetahuan adalah kecepatan dalam berkomunikasi
sehingga tanpa kita sadari pengentahuan kita akan tersingkirkan oleh perubahan
zaman yang akan mendatang. (Hadijah & Jamaluddin, 2020)
1. Penyalahgunaan Teknologi Informasi
Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) penyalahgunaan adalah
proses, cara, perbuatan yang menyalahgunakan, dengan arti lain disebutkan
sebagai penyelewengan. Teknologi informasi merupakan hal yang paling penting
bagi dunia pendidikan, dengan mengetahui dan memahami fungsi dari teknologi
informasi dengan cepat dapat memberikan pengaruh yang sangat baik (Kinasih
et al., 2021)

Menurut Sarastini (2013) dampak penyalahgunaan teknologi informasi


sebagai berikut:
1. Kemajuan Teknologi Informai Komunikasi (TIK) juga akan semakin
mempermudah adanya pelanggaran terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI) semakin mudah sesorang mengakses data akan menyebabkan
sesorang dapat melakukan kecurangan. .
2. Meskipun sistem administrasi suatu lembaga pendidikan berhubungan
dengan sistem tanpa celah, akan tetapi jika adanya kecerobohan ketika
menjalankan sistem tersebut bisa saja akan berakibat fatal.
3. Penyalahgunaan pengetahuan yang dilakukan orang-orang tertentu untuk
melakukan tindakan kriminal.
4. Mahasiswa dan tenaga pendidik, bisa kecanduan akan teknologi, bukan
hanya tentang pelajaran, akan tetapi topik yang dapat diajarkan melalui
teknologi informasi komunikasi (TIK) tidak pasti bahwa apa diajarkan
secara efektif melalui via teknologi informasi komunikasi.
Kecurangan (Fraud)
Albrecht et al. (2012) mendefinisikan “Fraud is theft by deception. There
are two ways to get something from someone illegally-through force or by
trickery. Fraud involves all the different ways of using trickery to get another
person’s or organization’s assets.” Dapat dikatakan bahwa kecurangan mencakup
semua cara yang digunakan oleh seseorang untuk melakukan sesuatu demi

7
mendapatkan keuntungan lebih dari yang lain dengan cara yang tidak adil.
Tindakan ini dilakukan dengan sengaja yang mengakibatkan kerugian bagi korban
dan memberikan keuntungan bagi pelaku.
Menurut ISA no. 240 (paragraph 11-a) fraud adalah “an intentional act by
one or more individuals among management, those charged with governance,
employees, or third parties, involving the use of deception to obtain an unjust or
illegal advantage”. Fraud dapat dilakukan oleh berbagai kalangan dan berbagai
lapisan sosial seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan
sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Association of Certified Fraud Examiners
(2020) di dalam Report to the Nation on Occupational Fraud and Abuse
menyatakan “Fraud is a global problem affecting all organizations worldwide.”
- Fraud Triangle Theory
Donald R. Cressey pada tahun 1950 mengembangkan fraud triangle theory
yang didasarkan pada penelitiannya mengenai penyebab dari orang-orang
memutuskan untuk melakukan fraud yang dia sebut sebagai trust violator (Irianto
& Novianti, 2018). Teori fraud triangle memberikan gambaran tentang berbagai
faktor yang pada akhirnya menjadi pemicu bagi seseorang dalam melakukan
fraud. Albrecht et al. (2012) menyebutkan bahwa skema fraud triangle terdiri dari
tekanan (perceived pressure), kesempatan (perceived opportunity), dan
rasionalisasi (rationalization).

8
- Elemen Tekanan (perceived pressure). Tekanan merupakan kondisi yang
mendorong seseorang untuk melakukan fraud. Tekanan tersebut dapat
berasal dari tekanan keuangan, tekanan akibat kebiasaan yang buruk,
tekanan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan tekanan lain-lain.
- Elemen Kesempatan (perceived opportunity). Persepsi adanya kesempatan
untuk melakukan tindak fraud didasarkan atas sebuah ide untuk melakukan
fraud dengan menyembunyikan, atau menghindari hukuman. Pelaku melihat
adanya kesempatan untuk melakukan tindakan fraud.
- Elemen Rasionalisasi (rationalization). Setiap tindakan dapat dipastikan
dilandasi dengan rasionalisasi tertentu untuk memberikan justifikasi atas
tindakan tersebut, demikian pula fraud (Irianto & Novianti, 2018).
Rasionalisasi dalam tindakan fraud adalah disaat pelaku meyakinkan diri
sendiri bahwa tindakan tersebut diperbolehkan dengan berbagai argumentasi
yang mendukung.
Kecurangan Akademik
Kecurangan Akademik merupakan suatu masalah dalam dunia pendidikan
yang bisa terjadi kapanpun dan dimanapun. Salah satu cara untuk mengatasi
sebuah masalah kecurangan akademik yang terjadi dengan cara mengubah
perilaku dan tanggapan mahasiswa itu sendiri. Kecurangan akademik muncul
sebagai interaksi berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun yang
bersifat eksternal (Purnamasari, 2013). Penyebab utama terjadinya tindakan
kecurangan karna adanya intervensi terutama pada variabel situasional. Agar
bisa mengatasi masalah kecurangan yang terjadi, keadaan yang sebenarnya harus
dilakukan ialah merubah perilaku dan tanggapan mahasiswa dikarnakan
mahasiswa sebagai pelaku kecurangan akademik yang terbiasa melakukan
tindakan curang sehingga dapat membentuk keprilakuan atau keperibadian yang
negatif. Keperibadian negatif misalnya bergantung pada orang lain dan selalu
mengharapkan hasil yang maksimal tanpa tidak mempercayai kemampuan diri
dan ketidakjujuran serta timbulnya perilaku yang tidak disiplin, tidak kreatif dan
tidak memiliki prestasi. (Roig, 2013)
Kecurangan akademik yang menjadi kebiasaan dan akan berakibat negatif

9
bagi diri mahasiswa sendiri.Mahasiswa melakukan tindakan kecurangan
akademik karena memiliki berbagai macam alasan,melakukan kecurangan
akademik karena malas belajar, ada yang takut bila mengalami kegagalan, dan
yang dituntut oleh orang tuanya untuk memperoleh nilai yang baik. Dorongan
untuk melakukan kecurangan akademik mahasiswa merasakan tingkat
persaingan yang tinggi dan merasa tidak percaya diri dengan kemampuannya
akan terdorong untuk melakukan kecurangan akademik. (Davis,dkk 2009)
menyatakan bahwa perilaku curang merupakan “deciving or depriving by
trickery, defrauding misleading or fool another”. Mahasiswa yang sudah
terbiasa melakukan kecurangan akademik akan merasa senang menggantungkan
pencapaian hasil belajarnya pada orang lain atau sarana tertentu dan bukan pada
kemampuan yang dimilikinya. (Solikhatun, 2013)
Pembahasan
Efektifitas Pembelajaran Daring
Disaat kegiatan pembelajaran berlangsung perlu diperhatikan keefektifan
dengan kata lain tingkat keberhasilan yang dicapai. Ciri-ciri keefektifan program
pembelajaran adala berhasil mengantarkan siswa mencapai tujuan-tujuan
instruksional yang telah ditentukan, memberikan pengalaman belajar yang
atraktif, melibatkan siswa secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan
instruksional dan memiliki sarana-sarana yang menunjang proses belajar mengajar
(Rohmawati, 2015 dalam Hikmat, 2020). Bukan hanya hasil dari pembelajaran
keefektifan pembelajaran dapat dilihat, namun proses belajar juga dapat dinilai
sebagai tolak ukur untuk menilai keefektifan suatu pembelajaran.
Menurut Dilon dalam Andrianto (2019) berdasarkan studi yang dilakukan
sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat 3 hal yang dapat memberikan efek
terkait pembelajaran secara daring: (1) teknologi, secara khusus pengaturan
jaringan harus memungkinkan untuk terjadinya pertukaran sinkronisasi dan
asinkronisasi; (2) karakteristik pengajar, pengajar memainkan peran sentral dalam
efektivitas pembelajaran secara daring, bukan sebuah teknologi yang penting
tetapi penerapan instruksional teknologi dari pengajar yang menentukan efek pada
pembelajaran, siswa yang hadir dalam kelas dengan instruktur yang memliki sifat

10
positif terhadap pendistribusian suatu pembelajaran dan memahami akan sebuah
teknologi akan cenderung menghasilkan suatu pembelajaran yang lebih positif. (3)
karakteristik siswa (Leidner, 1993 dalam Andrianto, 2019) mengungkapkan
bahwa siswa yang tidak memiliki keterampilan dasar dan disiplin diri yang tinggi
dapat melakukan pembelajaran yang lebih baik dengan metode yang disampaikan
secara konvensional, sedangkan siswa yang cerdas serta memiliki disiplin serta
kepercayaan diri yang tinggi akan mampu untuk melakukan pembelajaran dengan
metode daring.
Pengaruh Teknologi Informasi, Kecurangan Akademik Terhadap Hasil
Belajar Selama Pandemi Covid-19
Teknologi informasi merupakan sebuah bidang ilmu pengetahuan berbasis
komputer yang dirancang sedemikian rupa untuk membantu para pengguna dalam
bekerja dan perkembangannya sangat pesat. Kemajuan teknologi yang canggih
mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Ketika seseorang menggunakan
teknologi informasi yang canggih, maka segala kemudahan dapat dicapai, akan
tetapi jika penggunaan tersebut disalah artikan dan berubah menjadi suatu bentuk
penyalahgunaan, maka segala bentuk kecurangan pun dapat dilakukan dengan
mudah. Ketika penggunaan teknologi informasi semakin kuat disalahgunakan,
maka tingkat kecurangan yang dilakukan oleh mahasiswa akan semakin tinggi.
Dengan demikian teknologi informasi berpengaruh terhadap perilaku kecurangan
akademik.
Di lain sisi, selama mewabahnya covid-19 maka proses pembelajaran
kemudian dialihkan ke pembajaran daring (online). Disinlah kemudian teknologi
informasi sangat berperan penting. Namun terlepas dari perannya yang vital ini,
maka peluang untuk melakukan kecurangan dapat terjadi karena adanya lack of
internal control, lack of audit trail, dan failure to discipline (Albrecht, Albrecht,
Albrecht, & Zimbelman, 2015). Selama pembelajaran daring, hanya sekitar 30%
perguruan tinggi yang mampu melakukan pembelajaran daring dengan baik
(CNN, 2020). Hal tersebut dapat disebabkan oleh keterbatasan fasilitas/teknologi
perguruan tinggi, mahasiswa, maupun dosen dalam pelaksanaan pembelajaran
daring. Perguruan tinggi yang sudah siap dengan pembelajaran daring tentu

11
memiliki sistem pengendalian yang lebih baik. Dengan adanya sistem pengawasan
yang baik, peluang mahasiswa untuk melakukan kecurangan saat pembelajaran
daring menjadi sangat kecil atau bahkan tidak memungkinkan.
Revolusi teknologi informasi dan komunikasi merupakan sebuah tantangan
besar bagi dunia pendidikan di Indonesia. Ketika teknologi informasi semakin
banyak dimanfaatkan dalam berbagai hal, banyak pihak-pihak yang dengan
sengaja maupun tidak sengaja menyalahgunkan teknologi informasi tersebut. Jika
mahasiswa mampu menggunakan teknologi informasi dengan benar, maka
teknologi informasi akan menghasilkan dampak yang positif dan akan bermanfaat
bagi para penggunanya.
Menurut Novia, dkk (2020) kelebihan pembelajaran secara daring memiliki
kelebihan sebagai berikut:
1. Mahasiswa/siswa dapat belajar (mereview) bahan ajar setiap saat dan
dimana saja apabila diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di
komputer.
2. Bila mahasiswa/siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan
dengan bahan yang dipelajarinya, mahasiswa dapat melakukan akses di
internet.
3. Mahasiswa/Siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat
diikuti dengan jumlah peserta yang banyak.
4. Berubahnya peran mahasiswa dari yang pasif menjadi aktif.
Keberhasilan pembelajaran daring tidak hanya dipengaruhi dari peran
teknologi internet saja, tetapi juga dipengaruhi dari kualitas Sumber Daya
Manusia. Teknologi internet tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan
apabila SDM sebagai operator atau pengguna tidak memiliki pengetahuan serta
keterampilan yang baik dalam penggunaan dan pengelolaan teknologi. Untuk itu
pemahaman megenai teknologi menjadi faktor utama dalam keberhasilan
pembelajaran daring. Teknologi internet dalam pembelajaran daring berperan
sangat penting, dikarenakan tanpa adanya teknologi internet dapat menghambat
pembelajaran yang dilakukan secara online. Teknologi internet juga berpengaruh
bagi siswa atau mahasiswa untuk mencari bahan pembelajaran yang kurang

12
mereka pahami. Teknologi internet dapat memberikan manfaat yang banyak
dalam menunjang kegiatan pembelajaran

Sementara faktor-faktor yang menyebabkan sehingga kecurangan akademik


dapat terjadi adalah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pertama adalah orientasi mahasiswa pada nilai bukan pada ilmu. Nilai
menjadi suatu kebanggaan bagi diri sendiri maupun orang lain. Tingkat
kelulusan diukur dari nilai yang didapatkan kebiasaan didalam lingkungan
kampus, lingkungan keluarga dan dalam masyarakat sudah menjadi
budaya tersendiri untuk bertanya berapa nilai yang didapatkan.
2. Kedua adalah tidak paham dan malas berusaha. Dimasa pandemi aktivitas
pembelajaran dilakukan secara daring dengan mengunakan alat
komunikasi yang telah disediakan dari pihak kampus.
3. Ketiga adalah mendapatkan nilai dengan mudah. Mendapat nilai yang baik
merupakan keinginan setiap mahasiswa. Dimasa pandemi mendapatkan
nilai dengan baik tentu sangat mudah untuk didapat. Biasanya kita
melakukan ujian secara langsung dengan adanya pengawas dimasa
pandemi melakukan ujian dirumah saja tanpa adanya pengawasan dari
dosen.
4. Keempat adalah kurangnya rasa percaya diri pada mahasiswa mendorong
kebiasaan mahasiswa untuk melakukan kecurangan akademik.
Tekanan berpengaruh positif terhadap kecurangan pembelajaran daring
Tekanan yang dirasakan oleh seorang mahasiswa dapat berupa tekanan
keuangan (financial pressure), khususnya selama masa pandemi. Akibat krisis
pada masa pandemi COVID 19, angka putus kuliah sudah hampir mencapai 50%
(Ridwansah, 2020). Mahasiswa yang berasal dari keluarga dengan kondisi
finansial yang buruk akan berusaha untuk meningkatkan hasil pembelajarannya
dengan harapan dapat memperoleh bantuan misalnya dalam bentuk beasiswa.
Selain tekanan keuangan, seorang mahasiswa juga dapat merasakan tekanan dari
kebiasaan buruk. Dalam hal ini, kebiasaan buruk tersebut dapat berupa kebiasaan
seorang mahasiswa yang seringkali menunda pekerjaan saat pembelajaran daring.

13
Hal tersebut menyebabkan waktu untuk melakukan sebuah pekerjaan menjadi
lebih sedikit. Keterbatasan waktu tersebut dapat mendorong mahasiswa untuk
melakukan kecurangan selama pembelajaran daring dengan tujuan pekerjaan
tersebut dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Tekanan juga dapat dirasakan dari
lingkungan belajar di sekitar mahasiswa. Mahasiswa cenderung melakukan
kecurangan akademik sehingga nilai yang diperoleh setara dengan rekan
mahasiswa. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hasil penelitian dapat
mendukung salah satu dimensi dari teori fraud pentagon yang menyatakan bahwa
tekanan dapat menjadi salah satu penyebab seseorang melakukan kecurangan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian) Fadersair & Subagyo (2019);
Mushin, Kardoyo, dan Nurkin (2018).
Peluang tidak berpengaruh terhadap kecurangan pembelajaran daring
Peluang untuk melakukan kecurangan dapat terjadi karena adanya lack of
internal control, lack of audit trail, dan failure to discipline (Albrecht, Albrecht,
Albrecht, & Zimbelman, 2015). Namun, hasil pengujian menyatakan bahwa
variabel peluang tidak berpengaruh terhadap kecurangan pembelajaran daring. Hal
tersebut dapat terjadi karena sistem pengawasan setiap perguruan tinggi di
Indonesia berbeda-beda yang dapat mengakibatkan peluang setiap mahasiswa
juga berbeda. Selama pembelajaran daring, hanya sekitar 30% perguruan tinggi
yang mampu melakukan pembelajaran daring dengan baik (CNN, 2020). Hal
tersebut dapat disebabkan oleh keterbatasan fasilitas/teknologi perguruan tinggi,
mahasiswa, maupun dosen dalam pelaksanaan pembelajaran daring. Perguruan
tinggi yang sudah siap dengan pembelajaran daring tentu memiliki sistem
pengendalian yang lebih baik. Dengan adanya sistem pengawasan yang baik,
peluang mahasiswa untuk melakukan kecurangan saat pembelajaran daring
menjadi sangat kecil atau bahkan tidak memungkinkan.
Ketidaksiapan perguruan tinggi dalam melakukan pembelajaran daring
dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti ketersediaan infrastruktur digital
yang tidak merata, kesenjangan keterampilan digital tenaga pengajar dan
mahasiswa. Perguruan tinggi yang sudah siap untuk melakukan pembelajaran
daring cenderung memiliki sistem pengawasan yang baik dan efisien.

14
Dengan adanya sistem pengawasan yang baik dan efisien, mahasiswa akan
cenderung bersikap disiplin dengan tidak menggunakan kesempatan yang ada
untuk melakukan kecurangan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hasil
penelitian ini tidak dapat membuktikan salah satu dimensi teori fraud pentagon
yang menyatakan bahwa peluang dapat menjadi salah satu faktor seseorang dalam
melakukan kecurangan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Fadersair dan Subagyo (2019).
Rasionalisasi berpengaruh positif terhadap kecurangan pembelajaran daring
Semakin tinggi tingkat rasionalisasi seorang mahasiswa, maka semakin
tinggi juga kemungkinan mahasiswa tersebut akan melakukan kecurangan selama
pembelajaran daring. Rasionalisasi merupakan sebuah pembenaran diri atas
perilaku yang salah karena perilaku tersebut dianggap tidak merugikan orang lain
(Albrecht, Albrecht, Albrecht, & Zimbelman, 2015). Tindakan kecurangan
seringkali dianggap sebagai hal yang biasa di kalangan mahasiswa, khususnya
ketika pembelajaran dilakukan secara daring. Salah satu penyebab mahasiswa
melakukan kecurangan selama pembelajaran daring adalah karena semua teman-
temannya melakukan hal yang sama sehingga ketika melakukan kecurangan
mahasiswa cenderung merasa bahwa hal tersebut tidak merugikan bagi orang lain.
Mayoritas responden pada penelitian ini menganggap bekerja sama dengan teman
saat ujian daring merupakan bentuk solidaritas. Persepsi mahasiswa sekarang ini
menganggap bahwa kecurangan sebagai bentuk kerja sama bukan lagi sebagai
kompetisi (Jamaluddin, Adi, & Lutfityanto, 2020) Solidaritas pertemanan berarti
mengangaap berbagi jawaban satu sama lain sebagai hal yang wajar dilakukan.
Adanya pembenaran seperti banyaknya teman yang juga melakukan kecurangan
selama pembelajaran daring dapat mendorong siswa untuk melakukan
kecurangan.
Pembenaran diri atas tindakan kecurangan selama pembelajaran daring juga
dapat terjadi karena adanya perbedaan antara budaya pendidikan di daerah barat
dan timur. Pendidikan di daerah barat cenderung mengutamakan pemahaman
seorang mahasiswa selama pembelajaran. Sebaliknya, pendidikan di daerah timur
cenderung mengutamakan hasil pembelajaran mahasiswa melalui ujian dan tugas

15
(Hassan & Jamaludin, 2010). Mahasiswa yang berorientasi pada hasil ujian atau
tugas cenderung melakukan segala cara untuk memperoleh hasil yang baik selama
tidak merugikan orang lain. Oleh karena itu, hasil penelitian dapat membuktikan
salah satu dimensi teori fraud pentagon di mana rasionalisasi dapat menjadi salah
satu faktor seseorang melakukan kecurangan. Hasil penelitian ini konsisten
dengan yang dilakukan oleh Murdiansyah, Sudarma, dan Nurkolis (2017),
Mushin, Kardoyo dan Nurkhin (2018), Widianto dan Sari (2019).
Kemampuan berpengaruh positif terhadap kecurangan pembelajaran daring
Mahasiswa yang sering melakukan kecurangan akademik cenderung
memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk memanfaatkan kelemahan sebuah
sistem pembelajaran. Seseorang yang memiliki kemampuan untuk merencanakan
dan melakukan kecurangan selama pembelajaran daring pada umumnya memiliki
pengetahuan, sikap hati-hati dan tenang saat melakukan kecurangan. Sikap tenang
selama melakukan kecurangan selama pembelajaran daring tentunya dapat
mendorong kemampuan seseorang untuk melakukan kecurangan. Seseorang yang
mampu mengendalikan stressnya saat melakukan kecurangan selama
pembelajaran daring akan mampu bersikap tenang saat melakukan kecurangan
sehingga kecurangan yang ia lakukan akan sulit terdeteksi. Sulitnya mendeteksi
kecurangan juga dapat terjadi karena kurangnya interaksi dosen dalam masa
pembelajaran jarak jauh sehingga mahasiswa mampu membuat strategi untuk
melakukan kecurangan. Selama pembelajaran jarak jauh, ditemukan bahwa dosen
sudah jarang menciptakan interaksi dengan mahasiswa. Kondisi seperti ini bahkan
sudah tercipta sebelum pandemi COVID-19 terjadi (CNN, 2020). Hasil penelitian
ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Artani dan Wetra
(2017), Rahman, Pradana dan Hariri (2018), dan Fadersair dan Subagyo (2019).
Arogansi tidak berpengaruh terhadap kecurangan pembelajaran daring
Arogansi merupakan sebuah sikap superioritas seseorang yang menganggap
bahwa peraturan tidak berlaku baginya. Berdasarkan hasil pengujian, variabel
arogansi tidak berpengaruh terhadap kecurangan pembelajaran daring. Hal
tersebut dapat terjadi karena mahasiswa akuntansi memiliki tidak memiliki sikap
superioritas dan cenderung mematuhi peraturan yang berlaku saat pembelajaran

16
daring. Mahasiswa akuntansi cenderung memiliki tingkat egoisme yang rendah
dan memahami bahwa aturan akademik berlaku untuk dirinya. Lembaga
pendidikan dengan sanksi pelanggaran akademik yang tegas dapat mendorong
mahasiswa untuk memikirkan konsekuensi sebelum melakukan kecurangan
akademik. Dalam hal ini, konsekuensi dari kecurangan akademik tersebut dapat
membuat mahasiswa dikeluarkan dari perguruan tinggi (drop out). Oleh karena
itu, hasil penelitian ini tidak dapat membuktikan salah satu dimensi teori fraud
pentagon yang menyatakan bahwa arogansi dapat mendorong seseorang
melakukan kecurangan akademik. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian
yang dilakukan oleh Mushin, Kardoyo dan Nurkhin (2018) dan Febriana (2019).

KETERBATASAN PENELITIAN
Terdapat beberapa keterbatasan selama proses penelitian, yaitu:
1. Kurang detailnya informasi yang didapatkan karena penelitian ini hanya
mengumpulkan literatur-literatur yang berkaitan dengan judul yang
diangkat, kemudian dianalisis
2. Variabel yang digunakan dalam penelitian hanya 6 variabel yaitu
berdasarkan perspektif teori Fraud Pentagon (tekanan, peluang,
rasionalisasi, kemampuan, dan arogansi)

KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan teori dan pembahasan, maka kemudian dapat
disimpulkan bahwa Teknologi informasi merupakan sebuah bidang ilmu
pengetahuan berbasis komputer yang dirancang sedemikian rupa untuk membantu
para pengguna dalam bekerja dan perkembangannya sangat pesat. Selama
mewabahnya covid-19 maka proses pembelajaran kemudian dialihkan ke
pembajaran daring (online). Disinlah kemudian teknologi informasi sangat
berperan penting. Namun terlepas dari perannya yang vital ini, maka peluang
untuk melakukan kecurangan dapat terjadi karena adanya lack of internal control,
lack of audit trail, dan failure to discipline. Sementara selama pandemi covid-19
salah satu yang tidak dapat terelakkan adalah kecurangan akademik yang tentunya
sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa/mahasiswa. Beberapa faktor

17
penyebabnya adalah orientasi bukan pada ilmunya tetapi nilai, tidak paham dan
malas berusaha, mendapatkan nilai yang mudah, dan kurangnya rasa percaya diri.

REFERENSI
ALBRECHT, W. S., ALBRECHT, C. O., ALBRECHT, C. C., & ZIMBELMAN,
M. F. 2012. Fraud Examination. South Western: Cengage Learning
Albrecht, W. S., Albrecht, C. O., Albrecht, C. C., & Zimbelman, M. F. 2015.
Fraud Examination. Boston: Cengage Learning (5ed).
Alex Maulana Muqarrabin, SE, M. 2017. Teori Yang Biasa Digunakan Untuk
Mengukur Perilaku Konsumen–Theory of Reasoned Action.
https://bbs.binus.ac.id/gbm/2017/07/07/teori-yang-biasa-digunakan-
untuk-mengukur- perilaku-konsumen-theory-of-reasoned-action
Aron, E. F., Diana, N., & Junaidi. 2020. Analisis Pengaruh Penyalahgunaan
Teknologi Informasi Terhadap Perilaku Academic Fraud Mahasiswa
Akuntansi Pada Masa Pandemi Covid-19 Dengan Motivasi Belajar
Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus Terhadap Mahasiswa
Program Studi Akuntansi Pada Pergurua. E-Jra, 09(02), 47–57.
CNN. (2020, June 19). APTISI: Cuma 30 Persen Kampus Bisa Belajar Online.
CNN Indonesia.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200619132333-20-515148/apt
isi-cuma-30-persen-kampus-bisa-belajar-lewat-online

Fadersair, K., & Subagyo. (2019). Perilaku kecurangan akademik mahasiswa


akuntansi: dimensi fraud pentagon (studi kasus pada mahasiswa prodi
akuntansi ukrida). Jurnal Akuntansi Bisnis, 12(2), 122-147.
http://dx.doi.org/10.30813/jab.v12i2.1786

Febriana, N. R. (2019). Analisis pengaruh dimensi fraud pentagon terhadap


perilaku kecurangan akademik mahasiswa pada uji kompetensi. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa FEB, 8(1), 1-22.

Hadijah, S., & Jamaluddin. 2020. Pengaruh Penyalahgunaan Teknologi


Informasi Dan Integritas Mahasiswa Terhadap Perilaku Kecurangan
Akademik Mahasiswa Akuntansi Sebagai Calon Akuntan. Journal of
Economic, Public, and Accounting (JEPA), 2(2), 158–168.
https://doi.org/10.31605/jepa.v2i2.701

Hanifah Salsabila, U., Irna Sari, L., Haibati Lathif, K., Puji Lestari, A., &
Ayuning, A. 2020. Peran Teknologi Dalam Pembelajaran Di Masa
Pandemi Covid-19. Al- Mutharahah: Jurnal Penelitian Dan Kajian Sosial
Keagamaan, 17 (2), 188–198. https://doi.org/10.46781/al-
mutharahah.v17i2.138

18
Irianto, G., & Novianti, N. 2018. Dealing With Fraud. UB Press
Jamaluddin, S., Adi, S. P., & Lutfityanto, G. 2020. Social Influences on Cheating
in Collectivistic Culture: Collaboration but Not Competition. Group
Dynamics: Theory, Research, and Practice, 1, 1-17.
Kotler, L. 2011. Teori Yang Biasa Digunakan Untuk Mengukur Perilaku
Konsumen–Theory Of Reasoned Action. Hal. 198.
Https://bbs.binus.ac.id/gbm/2017/07/07/teori-yang-biasa-digunakan-
untuk-mengukur- perilaku-konsumen-theory-of-reasoned-action/
Laurensya, dkk. 2019. __________________________. Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952., 1–5.
Mahyarni, M. 2013. Theory Of Reasoned Action Dan Theory Of Planned
Behavior (Sebuah Kajian Historis tentang Perilaku). Jurnal EL-
RIYASAH, 4(1), 13. https://doi.org/10.24014/jel.v4i1.17
Mushin, Kardoyo, & Nurkhin, A. 2018. What determinants of academic fraud
behavior? from fraud triangle to fraud pentagon perspective.
International Conference on Economics, Business and Economic
Education, 154-167. https://doi.org/10.18502/kss.v3i10.3126
Ningsi, E. H. (2018a). Pengaruh Teknologi Informasi, Integritas,
Dankepercayaan Diri Terhadap Perilakukecurangan Akademik (Studi
Pada Mahasiswa Akuntansi STIE Eka Prasetya).
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:8skC59RqxfkJ:repository.umsu.ac.id/bitstream/
123456789/5258/1/TESIS.pdf+&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id
Ningsi, E. H. (2018b). Pengaruh Teknologi Informasi, Integritas dan
Kepercayaan Diri Terhadap Perilaku Kecurangan Akademik (Studi pada
Mahasiswa Akuntansi STIE Eka Prasetya).
Suharwoto, D. G. 2020. Pembelajaran Online di Tengah Pandemi Covid-19,
Tantangan yang Mendewasakan. Plt. Kapusdatin Kemendikbud.
https://pusdatin.kemdikbud.go.id/pembelajaran-online-di-tengah-
pandemi-covid-19- tantangan-yang-mendewasakan/
Purnamasari, D. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecurangan Akademik
Pada Mahasiswa. Educational Psychology Journal, 2(1), 13–21.
file:///D:/My Documents/Downloads/2581-Article Text-5082-1-10-
20131203.pdf
Ridwansah, D. 2020. Krisis Pandemi Covid-19, Angka Putus Kuliah Sudah 50
Persen. JawaPos. https://new-indonesia.org/krisis-pandemi-covid-19-
angka-putus-kuliah-sudah-50-persen/
Roig. 2013. On The Causes Of Academic Dishonesty. The Journal of The
European Medical Writers Association Vol 15 No 4 120-121.

19
Solikhatun, Y. U. 2013. Educational Psychology Journal. Educational
Psychology Journal, 2(1), 65–72.

20

Anda mungkin juga menyukai