Anda di halaman 1dari 7

Merumuskan Desain Pengembangan Aplikasi Belajar

untuk Siswa Sekolah Menegah Atas

Prasetio Utomo
flash.prasetio@gmail.com
Universitas Negeri Malang

Abstrak
Fakta bahwa pengguna internet dan gawai cerdas di Indonesia didominasi
pelajar menimbulkan dikotomi pemikiran. Pertama, fakta tersebut
menunjukkan generasi muda Indonesia adalah generasi cakap teknologi.
Kedua, fakta tersebut menunjukkan rendahnya kebijaksanaan generasi muda
dalam memanfaatkan teknologi sebagai pendukung belajar. Menanggapi hal
tersebut, pengembangan aplikasi belajar perlu dilakukan dalam rangka
memberikan referensi alat digital yang bermanfaat bagi mereka. Dalam
pembuatannya, prinsip-prinsi ideal tentang pondasi teknologi pembelajaran
perlu diperhatikan yaitu mencakup komunikasi, interaksi, lingkungan, budaya,
pembelajaran dan instruksi. Fakta yang ada pebelajar menyukai media belajar
yang instruksinya mudah dipahami, memiliki ragam konten belajar, mudah
dioperasikan, dan mendukung layanan konsultasi via Whatsapp Messenger.
Kata Kunci : Pengembangan aplikasi belajar, Tepat guna, Pelajar SMA

Abstract
The fact that internet users and smart devices in Indonesia are dominated by
students creates dichotomous thinking. First, these facts show that Indonesia's
young generation is a technology-savvy generation. Second, these facts show
the low level of expertise of the younger generation in using technology as a
learning support. In response to this, the development of learning applications
needs to be carried out in order to provide useful digital tool references for
them. In making it, it is necessary to pay attention to the ideal principles of
singing learning technology, which include communication, interaction,
environment, culture, learning, and instruction. The fact is that there are
students who like learning media whose instructions are easy to understand,
have a variety of learning content, are easy to operate, and support consulting
services via Whatsapp Messenger.
Keywords: Development of learning applications, Appropriate, High
School Students

Pendahuluan
Beberapa dekade yang lalu, pendidikan menjadi kebutuhan yang sangat eksklusif.
Padahal, proses penyelenggaraannya dapat dikatakan tergolong masih sangat sederhana.
Hal ini dapat diamati dari pola kegiatan belajar mengajarnya. Kala itu, guru teramat
mendominasi kegiatan di kelas. Dominasi tersebut terjadi karena dukungan media dan
sumber belajar masih terbatas. Alhasil, siswa menjadi bergantung dengan penuturan
guru, catatan di papan tulis, dan fotokopi modul.

1
Hari ini, zaman telah berkembang secara signifikan. Peningkatan rata-rata
ekonomi masyarakat Indonesia dan kesiapan menuju era informasi membuat pendidikan
menjadi terasa inklusif. Sekarang, semua orang dapat mengakses berbagai ilmu
pengetahuan hanya bermodal gawai cerdas dan internet. Tidak heran jika kemudian
kurikulum pendidikan mengamanatkan sekolah-sekolah untuk mengintegrasikan
teknologi di dalam kegiatan belajar mengajar (Kemdikbud, 2022).
Meski demikian, integrasi teknologi sebagai pendukung pembelajaran saat ini
baru berjalan efektif di lingkungan sekolah. Sementara itu, penggunaan gawai cerdas
sebagai sarana pendukung pembelajaran di luar sekolah masih tergolong rendah. Badan
Pusat Statistik (2020:143—145) mencatat pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA)
mendominasi penggunaan gawai cerdas beserta layanan internetnya sebesar 35,25%.
Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pelajar SD, SMP, dan mahasiswa. Namun, fakta
ini cukup mengkhawatirkan karena 95,56% siswa memiliki kecenderungan
menggunakan gawai cerdas untuk mengakses hiburan di media sosial. Sementara itu,
kecenderungan untuk mengakses sumber-sumber belajar hanya berkisar 39% saja.
Berangkat dari permasalahan di atas, maka diperlukan adanya aplikasi yang dapat
digunakan remaja sebagai media pembelajaran. Tujuan yang hendak diraih adalah
memberikan variasi sumber belajar dan mengurangi porsi penggunaan gawai cerdas
untuk kepentingan hiburan. Manfaatnya, hasil belajar pebelajar menjadi lebih baik.
Adapun standar media pembelajaran yang baik yaitu harus mampu menyalurkan isi
pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa sehingga
dapat mendorong proses belajar mengajar (Ibrahim & Syaodih, 2003:19).

Relevansi Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan Teknologi


Siswa sekolah menengah atas secara umum didominasi rentang usia 15—18 tahun.
Pada usia ini, perubahan perkembangan siswa dapat dilihat secara signifikan dibanding
pada masa sekolah menengah pertama. Suralaga (2021:22) membagi perkembangan
siswa ke dalam empat kategori yaitu perkembangan fisik, pengetahuan, personal, dan
sosial moral. Sesuai konteks penelitian ini, pembahasan akan diarahkan pada
perkembangan pengetahuan.
Perkembangan pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh ekosistem dimana dia
berada. Bronfenbrenner (dalam Suralaga, 2021:44) menerangkan bahwa kualitas
lingkungan akan mempengaruhi kualitas perkembangan seseorang. Siswa SMA saat ini,
mereka lahir pada rentang tahun 2004—2007. Artinya, mereka memasuki tahap

2
operasional konkret (menalar logis) sejak tahun 2011—2014.. Tahap ini dimulai pada
usia 7—11 tahun (Suralaga, 2021:35).
Mengacu pada model ekologi yang diajukan Bronfenbrenner, maka dapat dipastikan
bahwa perkembangan siswa SMA saat ini terbentuk berdasarkan karakteristik manusia
pada era informasi. Pada tahun 2011 (jenjang Sekolah Dasar), teknologi informasi dan
komunikasi di Indonesia telah berkembang dengan baik. Gawai cerdas berbasis Android
dan konektivitas 3G telah menyebar di berbagai daerah. Pada tahun 2016 (jenjang
Sekolah Menengah Pertama), masyarakat di Indonesia telah terbiasa untuk menggunakan
berbagai layanan media sosial seperti Facebook, Whatsapp, dan Instagram. Selain itu
juga memanfaatkan layanan Google dan Youtube sebagai sumber informasi. Pada tahun
2019 (Sekolah Menengah Atas), kebiasaan untuk mengakses teknologi yang telah eksis
pada tahun 2016 berkembang semakin masif. Bahkan, pada tahun 2020 masyarakat
Indonesia dengan rentang usia 16—64 tahun dapat menghabiskan waktu hingga 7 jam 59
menit per hari untuk mengakses internet (databoks, 2020).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
perkembangan siswa Sekolah Menengah Atas saat ini memiliki kaitan erat dengan gawai
cerdas dan internet. Jadi, dapat diasumsikan bahwa informasi atau konten yang mereka
akses memberikan pengaruh besar terhadap karakter, pola pikir dan kualitas pengetahuan
yang mereka miliki.

Kriteria Pengembangan Media Pembelajaran Digital Tepat Guna


Kegiatan belajar mengajar tidak akan bisa dipisahkan dari peranan media
pembelajaran. Arsyad (dalam Sukiman, 2012:28) mendefinisikan segala sesuatu yang
dapat dimanfaatkan sebagai alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap,
memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal maka dapat
dikategorikan sebagai media pembelajaran. Keberadaan media pembelajaran tidak
menjamin kegiatan belajar mengajar menjadi unggul dan bermakna. Hal ini bergantung
pada kesesuaian konten dan desain media itu sendiri. Ramli (2012:13) menjelaskan
bahwa dalam memilih media pembelajaran, sekolah atau pendidik harus memperhatikan
kriteria seperti; tujuan pembelajaran, ketepatan desain dan materi belajar, metode
mengajar, keadaan siswa, mutu teknis, dan biaya. Oleh karena itu, sangat penting untuk
memperhatikan kriteria tersebut agar media pembelajaran dapat digunakan secara efektif
dan efisien.

3
Selanjutnya, Spector (2016) merumuskan integrasi teknologi di dalam pendidikan
harus memuat pondasi sebagai berikut;
1. Komunikasi tentang tujuan dan panduan penggunaan teknologi dibuat dengan
memperhatikan aspek personal.
2. Teknologi yang dipilih mendorong pebelajar berkomunikasi dan berinteraksi secara
aktif.
3. Penggunaan teknologi tidak mengganggu orang dan lain dan tidak memicu perilaku
buruk.
4. Teknologi yang dipilih dapat diterima oleh budaya yang ada.
5. Pemilihan dan penggunaan teknologi didasarkan pada data dan tujuan yang kuat.
6. Efektivitas penggunaan teknologi dalam meningkatkan hasil belajar dievaluasi
dengan bukti yang valid.
Sementara itu, Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ayyub dkk (2018),
keberadaan MOOC dalam pembelajaran dengan melibatkan 250 responden dengan metode
survey question dan analisis data dengan Kirkpatrick’s Model ditemukan hasil sebagai
berikut;
1. Pebelajar dapat menentukan bagaimana mereka belajar (memiliki ragam konten dan
asesmen).
2. Kursus MOOC memiliki desain yang sederhana dan mudah dioperasikan.
3. Sajian materi ajar dikemas dengan interaktif (pebelajar dapat berkolaborasi dan
diskusi bersama meskipun terpisah jarak dan ruang).
4. Terdapat panduan aktivitas yang jelas dan mudah dipahami.

Manajemen Komunikasi Menjadi Kunci Keberhasilan Long Distance Learning


Pembelajaran dengan integrasi media digital seringkali identik dengan long distance
learning. Maka jika pembelajaran diselenggarakan dengan prinsip tersebut efektivitas
penerapannya tergantung pada kualitas komunikasi antara pembelajar dan pengajar
(Moghaddam & Moradi, 2022). Artinya, komunikasi menjadi elemen penting dalam
mengontrol distorsi antara pembelajar dan pebelajar karena jarak dan ruang yang berbeda.
Selanjutnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lalduhawma dkk (2022) dengan
melibatkan 356 pebelajar dan 60 pembelajar dari instansi dan tingkatan sekolah yang
berbeda di Mizoram, India, pola long distance learning dengan bantuan digital based
learning menjadi lebih mudah diterima dengan indikator sebagai berikut;
1. Platform digital learning dapat diakses dengan gawai cerdas.

4
2. Tersedia layanan konsultasi via Whatsapp Messenger.
3. Terdapat batasan privasi yang harus dihormati.
Sementara itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan Kumar dkk (2020) dengan
melibatkan 59 responden mahasiswa teknik di Malaysia ditemukan preferensi pemanfaatan
aplikasi komunikasi pendukung belajar sebagai berikut;

Diagram di atas menunjukkan aplikasi Whatsapp menjadi pilihan favorit untuk melakukan
komunikasi di dalam pembelajaran. Temuan ini memiliki kemiripan dengan hasil
penelitian Lalduhawma (2022). Dengan demikian, penyelenggara pendidikan tidak perlu
menghabiskan waktu dan biaya untuk mengembangkan platform baru layanan konsultasi.

Simpulan
Saat ini, pelajar Indonesia memiliki tingkat relevansi terhadap penggunaan teknologi
yang tinggi. Namun, rendahnya intensitas penggunaan perangkat gawai cerdas sebagai
pendukung pembelajaran menimbulkan kecemasan tersendiri. Oleh karena itu,
pengembangan aplikasi pendukung belajar perlu dilakukan. Selain untuk mengurangi
intensitas akses hiburan, aplikasi ini juga dikembangkan untuk meningkatkan hasil belajar
siswa.
Selanjutnya, Pengemabngan aplikasi dapat dilakukan dengan memperhatikan hasil
penelitian yang dilakukan Ayyub (2018) yaitu pebelajar menyukai media belajar yang
instruksinya mudah dipahami, memiliki ragam konten belajar, mudah dioperasikan, dan
mendukung layanan konsultasi via Whatsapp Messenger.

5
Saran
Merefleksi tingginya intensitas masyarakat Indonesia dengan usia pelajar dalam
mengakses hiburan, maka pihak-pihak yang ingin mengembangkan aplikasi belajar harus
memperhatikan unsur berikut dalam membangun aplikasinya;
1. Mudah dioperasikan.
2. Menyenangkan (menghibur).
3. Konten materi jelas dan mudah dipahami.
4. Memberikan layanan konsultasi via Whatsapp Messenger.

REFERENSI
Internasional
Ayyub, Enna dkk. 2018. Exploring Factors Affecting Learners’ Acceptance of MOOC
Based on Kirkpatrick’s Model. Conference Paper, 2—4.

Lalduhawma, L.P dkk. 2022. Effectiveness of Online Learning during the COVID -19
Pandemic in Mizoram. Journal of Education and e-Learning Research, 9 (3), 175—183.

Spector, J. Michael. 2016. Foundation of Educational Technology: Integrative


Approaches and Interdisciplinary Perspectives. Routledge: London & New York.

Kumar, Jeya Amantha dkk. 2020. Exploring the Use of Mobile Apps for Learning: A
Case Study on Final Year Engineering Undergraduates in Malaysia. ASM Sc. J., 13,
Special Issue 3, 2020 for CIIDT2018, 63-67.

Dalam Negeri
Badan Pusat Statistik. 2021. Statistik Telekomunikasi Indonesia 2020. Jakarta : Badan
Pusat Statistik.

Databoks. 2020. Orang Indonesia Habiskan Hampir 8 Jam untuk Internet. (Online),
(https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/26/indonesia-habiskan-hampir-8-
jam-untuk-berinternet), diakses 19 Maret 2022.

Ibrahim, R. & Syaodih, Nana. 2003. Perencanaan Pendidikan. Jakarta : Rineka Tjipta.

Kemdikbud. 2022. Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.

Munir. 2012. Multimedia : Konsep & Aplikasi dalam Pendidikan. Bandung : Penerbit
Alfabeta.

6
Ramli, Muhammad. 2012. Media dan Teknologi Pembelajaran. Banjarmasin : IAIN
Antasari Press.

Sukiman. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta : Pedagogia.

Suralaga, Fadilah. 2021. Psikologi Pendidikan : Implikasi dalam Pembelajaran. Depok :


PT Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai