NIM : F1081171023
Kelas : 5B Reguler
Dari seluruh sekolah di Indonesia, 90.749 ruang kelas mengalami rusak berat dan 60.760
ruang kelas rusak total. (data: Pusat Data dan Statistik Kemendikbud | Rangkuman
Statistik Persekolahan 2017-2018)
Dari 214.409 sekolah SD/SMP/SM (negeri dan swasta), hanya 144.293 sekolah yang
memiliki perpustakaan. Dari 144.293 perpustakaan, 6.436 perpustakaan mengalami rusak
berat dan 5.529 perpustakaan rusak total. (data: Pusat Data dan Statistik Kemendikbud |
Rangkuman Statistik Persekolahan 2017-2018)
Dari 214.409 sekolah SD/SMP/SM (negeri dan swasta), hanya 50.150 sekolah yang
memiliki laboratorium science. (data: Pusat Data dan Statistik Kemendikbud |
Rangkuman Statistik Persekolahan 2017-2018)
Kondisi sekolah dan kelas banyak yang tidak memenuhi standar fasilitas, unsur
kenyamanan belajar, keamanan (karena kondisi rusak) dan kesehatan murid. Ini
melanggar ketentuan Permendiknas no. 24 tahun 2007 mengenai ketentuan sarana dan
prasarana. Peraturan Menteri ini tampaknya masih digunakan BSNP.
Akses ke sekolah dari rumah murid di daerah-daerah banyak yang terhambat masalah
jarak, transportasi, keamanan, infrastruktur (seperti jembatan dan jalan) yang tidak ada
atau rusak.
Buku pelajaran sering tidak terseleksi dengan baik. Banyak yang tidak memenuhi kriteria
pedagog yang baik dan kesalahan-kesalahan teknis percetakan.
Materi-materi dasar pelajaran di sekolah seharusnya sama. Untuk menekan biaya
kebutuhan buku, apakah pemerintah seharusnya memiliki perusahaan non-profit sendiri
untuk memproduksi semua buku-buku pelajaran dasar untuk dibagikan/digunakan
secaraa gratis/murah di sekolah? Dan membiarkan penerbit komersil memproduksi buku-
buku yang bersifat sebagai buku tambahan?
Masalah yang sering terjadi dalam kegiatan praktek adalah biaya. Bagaimana pemerintah
membantu sekolah-sekolah untuk hal ini?
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia ambil. Tetapi akhir-akhir
ini bangsa Indonesia sedang dihadapkan oleh permasalahan krisis moral yang terjadi di
kalangan generasi muda bangsanya. Semakin hari Permasalahan mengenai krisis moral
ini sudah semakin memprihatinkan.maraknya kenakalan yang dilakukan oleh remaja
yang masih duduk di bangku sekolah seperti mencontek, membolos,tauran, pergaulan
bebas, dan berbagai prilaku menyimpang lainnya merupakan bukti bahwa moral generasi
penerus bangsa ini sudah sangat rusak. Jika disebutkan secara terperinci tentang potret
kerusakan moral yang terjadi pada generasi muda bangsa, mungkin tidak akan ada
habisnya. Tetapi hal ini dapat kita rasakan secara nyata dampak yang ditimbulkan oleh
kekerisisan moral yang terjadi pada saat ini.
Gadget bukan hanya dijadikan pembantu kehidupan ataupun alat komunikasi dengan
dunia luar, tapi juga bisa dijadikan teman untuk mengisi waktu luang. Dengan
canggihnya fitur-fitur yang tersedia di gadget seperti : aplikasi, kamera, permainan
(games) akan mengganggu siswa dalam menerima pelajaran di sekolah? Tidak jarang
mereka disibukkan dengan menerima panggilan, sms, miscall dari teman mereka bahkan
dari keluarga mereka sendiri.
Lebih parah lagi ada yang menggunakan gadget untuk mencontek (curang) dalam
ulangan. Bermain game saat guru menjelaskan pelajaran dan sebagainya. Kalau hal
tersebut dibiarkan, maka generasi yang kita harapkan menjadi budak teknologi.
Gadget telah menjadi bagian dari kehidupan pelajar, sehingga keberadaan gadget
menyebabkan adanya dampak positif maupun negatif. Dampak positif dari gadget adalah
mempermudah dalam pencarian informasi dan komunikasi, selain itu, dapat menjadikan
pelajar tidak gagap teknologi. Adapun dampak negatifnya, yaitu mengganggu belajar
siswa, berakibat buruk pada perilaku,kesehatan, dan sikap siswa, serta mengakibatkan
pemborosan. Untuk itu sangat diperlukan pembatasan serta arahan dari orang tua dalam
menggunakan gadget.
Tidak terkecuali untuk dunia pendidikan, banyak guru disekolah yang melakukan proses
belajar dengan memanfaatkan teknologi gadget. Penggunaan internet di sekolah oleh
pengajar yaitu pengumpulan tugas, persentasi jarak jauh menggunakan (video call) dan
chatting, publikasi jurnal dan materi.
Kurikulum 2013 adalah pengembangan dari Kurikulum tahun 2006 yang disusun
mengacu pada Tujuan Pendidikan Nasional dan berdasarkan evaluasi kurikulum
sebelumnya dalam menjawab tantangan yang dihadapi bangsa di masa depan.
Jadi penerapan kurikulum 2013 memang menuntut guru untuk inovatif, pro aktif, dan
bisa membuat siswa aktif dalam pembelajaran. Melalui kurikulum 2013 ini siswa
diharapkan mempunyai keterampilan abad 21 dengan memiliki softskill 4C
(Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creativity
and Innovation). Selain itu juga siswa akan dilatih untuk mengasah kemampuan berpikir
kritis, logis, reflektif, metakognitif, serta berpikir kreatif yang merupakan kemampuan
berpikir tingkat tinggi (Higher Order of Thinking Skill/HOTS).
Beban yang lain yang dirasakan guru adalah dokumen administratif kurikulum 2013 yang
menurut guru sangat banyak. Dokumen ini mulai dari penyusun RPP, pendesainan
instrumen penilaian, dan pengolahan dan pelaporan hasil penilaian. Sebetulnya dokumen
administratif untuk kurikulum 2013 ini tidak terlalu sulit, namun terkadang dianggap
beban karena belum terbiasa. Kendati demikian, hal ini sebenarnya bisa disiasati.
Apabila ada kesulitan dalam template dan cara menyusun dokumen, hal ini bisa
ditanyakan pada rekan guru yang lebih mengerti atau sudah ikut pelatihan. Selain itu
mencari referensi di internet juga bisa dijadikan pilihan.
Yang jelas, bila diberi kesempatan untuk ikut pelatihan kurikulum 2013, guru tersebut
harus pro aktif, sehingga dalam penyusunan dokumen administratif untuk kurikulum
2013 dan permasalahan-permasalahan dalam penerapan kurikulum 2013 dapat dicarikan
solusinya. Guru juga bisa meminta bantuan kepada rekan guru, atau berbagi tugas dengan
sesama guru di komunitas sekolah dalam menyusun dokumen administratif kurikulum
2013 di awal tahun pembelajaran.
Jalan lain yang bisa ditempuh adalah mengefektifkan peran komunitas (KKG/MGMP)
dengan saling berbagi informasi dan membuka forum diskusi. Ini tentunya akan sangat
membantu guru dalam menerapkan kurikulum 2013. Akan lebih baik lagi bila komunitas
tersebut bisa membuat kegiatan yang dapat memberikan penguatan kurikulum 2013 dan
pelatihan kurikulum 2013 secara mandiri.
a. Judul penelitian : Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Kompetensi dan Kualitas Guru
b. Rumusan masalah (deskriptif dan asosiatif) :
1) Rumusan masalah deskriptif :
a) Seberapa tinggi tingkat pendidikan guru SD di sekolah tersebut?
b) Bagaimanakah pengaruh teknik pembelajaran oleh guru yang berbeda tingkat
pendidikan maupun status PNS/non PNS?
c) Seberapa tinggi efektivitas pembelajaran yang disampaikan oleh guru berdasarkan
usia kurang 40 tahun dan daiatas 40 tahun?
2) Rumusan masalah asosiatif :
a) Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan guru terhadap kompetensi dan kualitas
guru?
c. Variabel : Variabel independen dan dependen. Dalam sebuah penelitian untuk
menentukan apakah tingkat pendidikan guru mempengaruhi kemampuan dan kualitas
guru, maka variabel independennya adalah tingkat pendidikan guru sementara variabel
dependennya adalah kemampuan dan kualitas guru.
d. Jenis analisis : Jenis analisis penelitian kualitatif. Data yang diperoleh, selanjutnya
dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan dari data
tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga dapat
disimpulkan apakah hipotesis itu dapat diterima atau ditolak berdasarkan data yang
terkumpul. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah data dalam satuan yang dapat
dikelola.
e. Gambar diagram kerangka berpikir dan hipotesisnya :
Hipotesisnya adalah Apakah pengaruh tingkat pendidikan guru terhadap kemampuan dan
kualitas guru?
Daftar Pustaka :
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Afabeta
Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Afabeta