Anda di halaman 1dari 117

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga Buku Teori dan Aplikasi Perencanaan, Pemantauan, dan Penilaian Program
Kesehatan di Puskesmas dapat terselesaikan dengan baik. Buku ini merupakan salah satu
tugas yang diajukan untuk Mata Kuliah Perencanaan, Pemantauan, dan Penilaian Program
Kesehatan. Diharapkan dari penyusunan Buku ini, teman mahasiswa lain dapat belajar
bersama dan memahami secara jelas mengenai materi P4K (Perencanaan, Pemantauan, dan
Penilaian Program) serta implementasinya pada Puskesmas. Diharapkan juga buku ini dapat
memberikan informasi dan pengetahuan secara lengkap mengenai pemantauan, dan penilaian
program kesehatan yang berasal dari berbagai sumber terpercaya yang berguna sebagai
tambahan wawasan mengenai bab-bab yang dipelajari tersebut. Tentunya kami berharap buku
ini dapat bermanfaat bagi semua orang, tidak hanya mahasiswa tetapi juga para bapak/ibu
dosen pengajar.
Terima kasih kami sampaikan kepada Dr. Ede Surya Darmawan S.K.M., M.D.M.
yang telah membimbing kami dalam Mata Kuliah Perencanaan, Pemantauan, dan Penilaian
Program Kesehatan serta telah membantu memberikan wawasan dan bimbingan kepada kami
sebelum maupun ketika menulis buku Kumpulan Materi P4K ini.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam Buku ini. Oleh karena itu, kritik
dan saran terhadap Buku ini sangat kami harapkan. Semoga buku ini dapat memberi manfaat
bagi mahasiswa FKM UI khususnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Depok, 17 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR 5

DAFTAR SINGKATAN 6

BAB 1: KONSEP PUBLIC HEALTH 1


1.1 Batasan Kesehatan Masyarakat 3
1.2 Sepuluh Layanan Esensial Kesehatan Masyarakat 5
1.3 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 10

BAB 2: PERENCANAAN (PLANNING) 15


2.1 Batasan Perencanaan 17
2.2 Prinsip Perencanaan 19
2.3 Jenis Perencanaan 20
2.4 Unsur Perencanaan 22
2.5 Proses Perencanaan 24

BAB 3: PENGORGANISASIAN (ORGANIZING) 25


3.1 Batasan Pengorganisasian 27
3.2 Prinsip Pokok Organisasi 29
3.3 Langkah-Langkah Pengorganisasian 30
3.4 Mengelola Sumber Daya Manusia 32

BAB 4: PENGGERAKKAN DAN PELAKSANAAN (ACTUATING) 34


4.1 Batasan Penggerakkan dan Pelaksanaan 36
4.2 Motivasi dan Kebutuhan Manusia akan Motivasi 37
4.3 Komunikasi 40
4.4 Kepemimpinan 46
4.5 Pengarahan 53

BAB 5: PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN (CONTROLLING) 58

ii
5.1 Pengertian Controlling 60
5.2 Tujuan Controlling 60
5.3 Langkah-langkah dalam Melakukan Pemantauan 60
5.4 Metode Pelaksanaan Pemantauan 61
5.5 Contoh Pemantauan 62
5.6 Tipe-tipe Pemantauan 63
5.7 Pemantauan yang Efektif 64

BAB 6: EVALUASI (EVALUATING) 67


6.1 Definisi Evaluasi Program 69
6.2 Tujuan Evaluasi Program 70
6.3 Manfaat Evaluasi Program 72
6.4 Jenis Evaluasi 73
6.5 Dimensi Evaluasi Program 74
6.6 Metode Evaluasi Program 75
6.7 Kriteria Efektivitas Evaluasi Program 77

BAB 7: PELAKSANAAN POACE DI PUSKESMAS GANG SEHAT, PONTIANAK 79


7.1 Profil Puskesmas Gang Sehat 81
7.2 Latar Belakang Narasumber 90
7.3 Implementasi Planning, Organizing, Actuating, Controlling, dan Evaluating di
Puskesmas Gang Sehat 90
7.3.1 Implementasi Perencanaan (Planning) 90
7.3.2 Implementasi Pengorganisasian (Organizing) 92
7.3.3 Implementasi Penggerakan dan Pelaksanaan (Actuating) 93
7.3.4 Implementasi Pengawasan dan Pengendalian (Controlling) 94
7.3.5 Implementasi Evaluasi (Evaluating) 95

DAFTAR PUSTAKA 97

LAMPIRAN 102
Lampiran 1. Dokumentasi Wawancara dengan Narasumber 102

ii
Lampiran 2. Power Point (PPT) Laporan Buku P4K 102

DAFTAR INDEKS 103

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Tatanan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 11


Gambar 5.1 Tipe-Tipe Pengawasan 64
Gambar 7.1 Struktur Organisasi Puskesmas Gang Sehat 89
Gambar 7.2 Matriks Laba-Laba Puskesmas Gang Sehat Tahun 2016 91

DAFTAR SINGKATAN

iii
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APHA : American Public Health Association
APN : Asuhan Persalinan Normal
ASI : Air Susu Ibu
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
CDC : Centers for Disease Control and Prevention
DBD : Demam Berdarah Dengue
HIV : Human Immunodeficiency Virus
IKM : Indikator Kepuasan Masyarakat
IPKS : Indeks Potensi Keluarga Sehat
IPMS : Indikator Potensi Masyarakat Sehat
IPTS : Indikator Potensi Tatanan Sehat
ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut
IPKS : Kerangka Acuan Kegiatan
KB : Keluarga Berencana
KBBI : Kamus Besar Berbahasa Indonesia
KBK : Kapitasi Berbasis Komitmen
KIA : Kesehatan Ibu dan Anak
MBE : Management By Exception
MEM : Monitoring dan Evaluasi Manfaat
MIS : Management Information System
Musrenbang : Musyawarah Perencanaan Pembangunan
NAPZA : Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif
PCare : Primary Care
Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan
PHBS : Pola Hidup Bersih dan Sehat
PIS-PK : Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga
PKP : Penilaian Pekerja Puskesmas
PKPR : Program Kesehatan Peduli Remaja
POACE : Planning Organizing Actuating Controlling Evaluating
PONED : Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
Posbindu : Pos Binaan Terpadu
Poskestren : Pos Kesehatan Pesantren
Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu

iii
Prolanis : Program Pengelolaan Penyakit Kronis
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
PWS : Pemantauan Wilayah Setempat
RBA : Rencana Bisnis Anggaran
RKA : Rencana Kegiatan Anggaran
RKO : Rencana Kerja Operasional
RNS : Rujukan Non Spesialistik
RPK : Rencana Pelaksanaan Kegiatan
RSB : Rencana Strategi Bisnis
RT : Rukun Tetangga
RUK : Rencana Usulan Kegiatan
RW : Rukun Warga
SBH : Saka Bakti Husada
SDM : Sumber Daya Manusia
SIKDA : Sistem Informasi Kesehatan Daerah
SMART : Specific Measurable Achievable Relevant Time
SMD : Survei Mawas Diri
SOP : Standard Operating Procedure
SP2TP : Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas
UKBM : Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
UKGS : Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
UKK : Upaya Kesehatan Kerja
UKM : Upaya Kesehatan Masyarakat
UKP : Upaya Kesehatan Perorangan
UKS : Usaha Kesehatan Sekolah
USG : Ultrasonografi
WFPHA : World Federation of Public Health Associations

iii
BAB I

KONSEP PUBLIC HEALTH

1
2
1.1 Batasan Kesehatan Masyarakat

1.1.1 Pengertian Sehat

Menurut WHO, sehat adalah kondisi seseorang yang sejahtera secara


fisik, mental, maupun sosial. Artinya sehat bukan hanya tidak ada penyakit
maupun cacat tetapi juga secara sosial di mana akan memungkinkan setiap
orang untuk hidup lebih produktif secara sosial dan ekonomi. Aspek sehat jiwa
atau mental menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yaitu ketika
seseorang mampu merasa senang dan bahagia, mampu menyesuaikan diri
dengan aktivitas hidupnya, mampu menerima kelebihan dan kekurangan diri
sendiri dan orang lain, serta mampu untuk melakukan kegiatan yang
bermanfaat. Berdasarkan pada penjelasan mengenai definisi sehat, dapat
dikatakan bahwa kondisi sehat merupakan sesuatu hal yang sangat penting
bagi kehidupan manusia, karena dengan memiliki kondisi sehat maka manusia
dapat terus bertahan hidup dan melakukan aktivitas.

1.1.2 Pengertian Kesehatan Masyarakat

Dalam KBBI, kesehatan masyarakat merupakan ilmu tentang


pencegahan penyakit, perpanjangan hidup, serta peningkatan kesehatan dan
efisiensinya melalui organisasi yang resmi.
Menurut Winslow (1920), kesehatan masyarakat dapat diartikan
sebagai ilmu dan seni untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan
meningkatkan kualitas hidup dengan melakukan upaya-upaya terorganisir
untuk peningkatan sanitasi lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat,
pendidikan individu tentang kebersihan perorangan, pengorganisasian
pelayanan medis dan perawatan, diagnosis dini, pencegahan penyakit dan
pengembangan aspek sosial yang akan mendukung agar setiap orang di
masyarakat mempunyai standar kehidupan yang kuat untuk menjaga
kesehatannya.
Kemudian, menurut CDC Foundation (2016), kesehatan masyarakat
dapat diartikan sebagai ilmu untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan
manusia dan komunitasnya. Pekerjaan ini dicapai dengan mempromosikan
gaya hidup sehat, meneliti penyakit dan pencegahan cedera, mendeteksi,
mencegah dan menangani penyakit menular. Secara keseluruhan, kesehatan

3
masyarakat berkaitan dengan melindungi kesehatan seluruh populasi. Populasi
yang dimaksud dapat berupa lingkungan lokal atau negara atau dunia.
Lalu, menurut American Public Health Association (APHA) (2016),
kesehatan masyarakat bertujuan untuk mempromosikan dan melindungi
kesehatan orang dan komunitas di mana mereka tinggal, belajar, bekerja dan
bermain. Kesehatan masyarakat juga berusaha mencegah orang sakit atau
terluka sejak awal serta mendorong perilaku sehat.

1.1.3 Fokus Utama Kesehatan Masyarakat

Kesehatan masyarakat berfokus pada upaya-upaya pencegahan


penyakit (preventif) dan meningkatkan kesehatan (promotif) sebelum
terjadinya penyakit. Menurut World Federation of Public Health Association
(WFPHA, 2020), secara umum terdapat 3 layanan utama kesehatan
masyarakat, yaitu:
1) Promotion, merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat yang berfokus pada upaya kesehatan individu,
peningkatan determinan kesehatan, dan peningkatan taraf hidup
masyarakat.
2) Prevention, merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah
penyakit dan masalah kesehatan agar tidak terjadi pada populasi, serta
berfungsi untuk mencegah tingkat keparahan penyakit agar tidak
semakin parah (untuk yang sudah terkena penyakit) melalui vaksinasi
dan skrining.
3) Protection, merupakan upaya perlindungan pada populasi agar
terlindungi dari penyakit seperti melakukan pengendalian penyakit
menular, pengelolaan lingkungan, memastikan keselamatan dan
kesehatan pekerja di tempat kerja, dan pengelolaan kegawatdaruratan
kesehatan.

1.2 Sepuluh Layanan Esensial Kesehatan Masyarakat

Fungsi inti kesehatan masyarakat merupakan sebuah hal yang penting dalam
sistem kesehatan masyarakat. Fungsi inti kesehatan masyarakat dibagi menjadi tiga
fungsi, yaitu assessment (pemantauan dan penilaian), policy development
(pengembangan kebijakan), dan assurance (jaminan). Ketiga fungsi inti tersebut

4
kemudian dikembangkan menjadi 10 pelayanan esensial kesehatan masyarakat yang
menjadi dasar framework kegiatan upaya kesehatan masyarakat. Fungsi inti dan 10
layanan esensial kesehatan masyarakat tersebut adalah:

1.2.1 Assessment (Pemantauan dan Penilaian)

Fungsi inti kesehatan masyarakat sebagai assessment berguna untuk


mengumpulkan informasi terkait status kesehatan kelompok atau populasi
orang supaya dapat mengidentifikasi masalah dan faktor risiko kesehatan yang
terjadi. Pada proses assessment, petugas kesehatan masyarakat akan
mengumpulkan data mulai dari faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko
penyakit, seperti pendapatan, status sosial, kondisi rumah/lingkungan sekitar,
kondisi lingkungan kerja, pendidikan, dan kemampuan pergi ke fasilitas
kesehatan untuk mencari perawatan. Fungsi inti assessment memiliki dua
pelayanan esensial kesehatan masyarakat, yaitu:

1) Memantau status kesehatan untuk mengidentifikasi dan memecahkan


masalah kesehatan masyarakat. Pelayanan ini mencakup kegiatan:
a) Melakukan pemantauan dan penilaian status kesehatan
masyarakat secara periodik untuk mengidentifikasi risiko
kesehatan, terutama kelompok yang memiliki risiko tinggi
terhadap suatu penyakit akibat kondisi lingkungan, sosio-
ekonomi, atau dari perilaku hidupnya.
b) Mengidentifikasi sumber daya kesehatan di suatu wilayah.
c) Mengumpulkan data dan informasi untuk mengidentifikasi akar
penyebab disparitas dan ketidakadilan dalam sektor kesehatan.
d) Menggunakan metode dan teknologi untuk menginterpretasikan
data, seperti mapping technology.

2) Mendiagnosa dan menyelidiki masalah kesehatan dan bahaya-bahaya


kesehatan di masyarakat. Pelayanan ini mencakup kegiatan:
a) Mengantisipasi, mencegah, dan melakukan mitigasi terhadap
ancaman kesehatan melalui identifikasi epidemiologi.
b) Mengidentifikasi secara langsung terkait status kesehatan dan
mengidentifikasi pola perkembangan penyakit untuk membentuk

5
strategi mengatasi penyakit, terutama penyakit kronis dan
kecelakaan.
c) Surveilans penyakit menular dan penyakit kronis untuk
investigasi wabah.
d) Identifikasi ancaman kesehatan yang muncul dan memerlukan
kapasitas laboratorium untuk melakukan screening dan
pengujian.

1.2.2 Policy Development (Pengembangan Kebijakan)

Fungsi policy development berguna untuk menggunakan data yang


telah dikumpulkan ketika proses assessment yang kemudian dapat digunakan
untuk membentuk program-program kesehatan, mengembangkan kebijakan
publik, dan menyusun strategi implementasi program kesehatan supaya dapat
mengurangi suatu risiko penyakit dan meningkatkan derajat kesehatan, dengan
kolaborasi kerjasama multisektor. Fungsi policy development memiliki tiga
layanan esensial kesehatan masyarakat, yaitu:
1) Menginformasikan, mendidik, dan memberdayakan masyarakat
tentang masalah masalah kesehatan. Pelayanan ini mencakup:
a. Melakukan edukasi kesehatan dan mengkomunikasikannya
kepada masyarakat untuk membentuk pengetahuan, perilaku,
dan kemampuan untuk melakukan kehidupan yang sehat.
b. Melakukan promosi kesehatan serta melakukan kemitraan
dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan, fasilitas kesehatan,
maupun sekolah-sekolah untuk mendukung terjadinya healthy
living.
c. Menggunakan media-media komunikasi yang efektif untuk
mencapai seluruh individu.

2) Memobilisasi kemitraan dan partisipasi masyarakat untuk


mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah kesehatan.
Pelayanan ini mencakup:
a. Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mengembangkan
solusi kesehatan masyarakat.

6
b. Mengumpulkan dan memfasilitasi masyarakat untuk
mendefinisikan apa yang mereka butuhkan dan memberikan
sumber daya yang berguna untuk perbaikan/peningkatan status
kesehatan.
c. Menggunakan kekuatan masyarakat dalam menerapkan
program-program kesehatan.

3) Mengembangkan kebijakan dan rencana yang mendukung upaya


kesehatan perorangan dan masyarakat. Pelayanan ini mencakup:
a. Pengembangan kebijakan untuk memelihara kesehatan dan
pedoman praktik program-program kesehatan.
b. Perencanaan respons darurat jika terjadi wabah.
c. Penyelarasan sumber daya untuk membentuk perencanaan
program-program kesehatan.
d. Monitoring dan terus mengembangkan kebijakan dan
perencanaan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, kesiapsiagaan, serta memperkuat kesehatan
masyarakat.

1.2.3 Assurance (Jaminan)

Fungsi assurance memiliki fokus terhadap penegakan hukum, aturan,


maupun peraturan yang dapat melindungi dan mempertahankan kesehatan,
serta meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas secara
kuantitas dan kualitas, bagi seluruh masyarakat. Fungsi assurance memiliki
lima pelayanan esensial kesehatan masyarakat, yaitu:

1) Menegakkan hukum dan peraturan yang melindungi kesehatan dan


memastikan keamanan. Pelayanan ini mencakup:
a. Mengkaji ulang, evaluasi, dan jika dibutuhkan maka melakukan
revisi terhadap peraturan atau kebijakan terkait kesehatan yang
sudah dibuat.
b. Memastikan bahwa peraturan atau kebijakan yang dibuat sesuai
dengan kondisi masyarakat.
c. Melakukan sosialisasi terhadap peraturan terkait kesehatan
kepada masyarakat.

7
d. Melakukan advokasi peraturan untuk melindungi dan
mempromosikan kesehatan.
e. Mendukung upaya kepatuhan dan penegakannya sesuai dengan
kondisi masyarakat.

2) Memberikan perawatan untuk masyarakat yang membutuhkan layanan


kesehatan perorangan. Pelayanan ini mencakup:
a. Identifikasi populasi terhadap hambatan apa yang
menyebabkan mereka sulit mendapatkan pelayanan kesehatan.
b. Membentuk sistem perawatan klinis yang terkoordinasi dan
efektif.
c. Manajemen perawatan yang berkelanjutan.
d. Memberikan informasi kesehatan yang tepat sasaran untuk
kelompok populasi berisiko penyakit.
e. Memberikan akses yang luas, termasuk transportasi dan
layanan pendukung lainnya, untuk seluruh masyarakat supaya
mudah mendapatkan perawatan.

3) Memastikan kompetensi tenaga kesehatan masyarakat dan perorangan.


Pelayanan ini mencakup:
a. Penilaian terhadap kinerja tenaga kesehatan masyarakat dan
tenaga kesehatan lainnya.
b. Mempertahankan standar tenaga kesehatan masyarakat melalui
proses pemberian lisensi sesuai dengan syarat yang berlaku dan
meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan masyarakat.
c. Melakukan pengembangan kemampuan dan kompetensi tenaga
kesehatan masyarakat secara berkelanjutan, contohnya
mengembangkan kemampuan kepemimpinan.

4) Mengevaluasi efektivitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan kesehatan.


Pelayanan ini mencakup:
a. Mengevaluasi pelayanan kesehatan perorangan, pelayanan
population-based, dan sistem kesehatan masyarakat.

8
b. Mengumpulkan informasi terkait alokasi sumber daya dari
program kesehatan yang dilakukan untuk analisis
keefektifannya.
c. Meningkatkan kualitas performa manajemen program-program
kesehatan.

5) Penelitian untuk wawasan baru dan solusi-solusi inovatif dalam


menghadapi masalah masalah kesehatan. Pelayanan ini mencakup:
a. Mengidentifikasi dan pemantauan inovasi untuk solusi serta
penelitian untuk mengembangkan sistem kesehatan masyarakat.
b. Mempererat hubungan antara lembaga praktik kesehatan
masyarakat dengan lembaga akademik/penelitian untuk
melakukan studi epidemiologi, analisis kebijakan, dan
penelitian sistem kesehatan masyarakat.

Di Indonesia, pelayanan kesehatan masyarakat dituangkan dalam bentuk


Upaya Kesehatan Masyarakat atau UKM. Pelayanan kesehatan masyarakat dapat
dituangkan melalui kegiatan:

1) Promosi kesehatan dengan cara penyuluhan di sekolah, perawatan antenatal


dan menyusui, penyuluhan kesehatan jiwa dan Napza termasuk pada populasi
berisiko (lanjut usia, anak-anak, remaja), perilaku menjaga kebersihan diri,
kesehatan gigi dan mulut, imunisasi, konseling kesehatan reproduksi remaja,
dan sebagainya.
2) Pemberdayaan masyarakat melalui tokoh masyarakat.
3) Pelatihan kader tentang PHBS, teknik komunikasi, penggunaan obat dan
pengobatan sendiri.
4) Advokasi tentang praktik PHBS dan penanggulangan masalah kesehatan
tertentu, dan kelompok dukungan perawatan masalah gizi.
5) Kesehatan lingkungan, termasuk pemantauan tempat-tempat umum,
pengelolaan makanan, dan sumber air bersih.
6) Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dan Keluarga Berencana (KIA dan KB),
termasuk pelayanan imunisasi, pemeriksaan kesehatan anak sekolah dasar, dan
pendidikan keluarga berencana untuk wanita usia reproduksi.

9
7) Pelayanan gizi, termasuk deteksi dini/penemuan kasus gizi di masyarakat dan
surveilans gizi dan asuhan keperawatan pada kasus gizi di masyarakat.
8) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit, termasuk pencegahan dan
pengendalian penyakit tidak menular serta penyakit menular (filariasis,
kecacingan, Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, HIV/AIDS, Infeksi
Menular Seksual (IMS), zoonosis, dan penyakit yang dapat dicegah dengan
vaksin).

1.3 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Menurut Kementerian kesehatan, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau PHBS
merupakan kesadaran individu untuk berperilaku sehat sehingga seluruh anggota
keluarga dapat menolong kesehatannya serta aktif dalam aktivitas masyarakat. PHBS
juga merupakan upaya untuk menularkan pengalaman mengenai perilaku hidup sehat
lewat individu, kelompok, atau masyarakat luas dengan jalur-jalur komunikasi
sebagai media informasi. Pendekatan PHBS dapat dilakukan oleh pemuka
masyarakat, pembinaan, suasana, dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan utama
gerakan PHBS yakni meningkatkan kualitas kesehatan melalui proses kesadaran dan
ketahuan yang merupakan langkah awal individu untuk berkontribusi. Manfaat PHBS
yang paling utama ialah menciptakan masyarakat yang sadar kesehatan dan bekal
pengetahuan dan kesadaran untuk menjalani perilaku kesehatan.
Terdapat lima tatanan PHBS saling memengaruhi yang melibatkan beberapa
elemen bagian dari tempat beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Berikut 5 tatanan
tersebut:

Gambar 1.1 Tatanan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (promkes.kemkes.go.id)

1) PHBS di Rumah Tangga

10
Perlu mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan kegiatan PHBS dalam
rumah tangga, seperti persalinan ditolong tenaga kesehatan, memberi bayi ASI
eksklusif, menimbang balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci
tangan dengan air bersih dan sabun, pengelolaan air minum dan makan di rumah
tangga, menggunakan jamban sehat, pengelolaan limbah cair rumah tangga, dan
lain sebagainya.

2) PHBS di Institusi Pendidikan


Di tatanan ini, PHBS dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan sabun,
mengonsumsi makanan dan minuman sehat, menggunakan jamban sehat,
membuang sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak mengkonsumsi
NAPZA, tidak meludah sembarang tempat, dan lain sebagainya.

3) PHBS di Tempat Kerja


Perilaku Bersih dan Sehat di tempat kerja hampir sama dengan PHBS di Institusi
pendidikan, diantaranya mencuci tangan dengan sabun, mengonsumsi makanan
dan minuman sehat, tidak merokok, membuang sampah di tempat sampah, dan
lain sebagainya.

4) PHBS di Sarana Kesehatan


Dalam sarana kesehatan, seperti klinik; puskesmas; RS perlu dilakukan PHBS,
misalnya mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban sehat, membuang
sampah di tempat sampah, tidak merokok, tidak mengkonsumsi NAPZA, tidak
meludah sembarangan, dan lain sebagainya.

5) PHBS di Tempat Umum


Di tempat umum, seperti tempat ibadah, pasar, pertokoan, terminal, dermaga, dll
sangat perlu untuk melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti
mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di
tempat sampah, tidak merokok, tidak mengkonsumsi NAPZA, tidak meludah di
sembarang tempat, memberantas jentik nyamuk, dan lain sebagainya.
Perilaku yang sehat (Healthy behavior) dapat membuat masyarakat hidup
lebih sehat sehingga dapat hidup lebih lama. Studi di John Hopkins terhadap 6000
pria dan wanita selama 8 tahun mengamati mereka yang melakukan 4 perilaku sehat
dapat mengurangi 80% kemungkinan kematian akibat penyakit, dalam jangka waktu
tersebut. Perilaku-perilaku tersebut, yakni:

11
1) Tidak Merokok
Dengan merokok sama saja dengan menyumbangkan penyakit kanker paru,
stroke, ataupun ISPA di masa mendatang. Semakin banyak orang yang merokok
semakin cepat dan berat penyakit yang akan diderita.

2) Menjaga berat badan


Berat badan yang sehat umumnya merupakan cerminan dari upaya kumulatif
dalam kepatuhan terhadap diet dan olahraga. Dengan menjaga berat badan, akan
mengurangi resiko Obesitas yang tentunya akan berdampak pada masalah jantung,
diabetes, dll. Mencapai angka tertentu pada berat badan memang patut dipuji,
namun mempertahankan berat badan itu selama bertahun-tahun adalah investasi
dalam kesehatan.

3) Aktif secara fisik


Aktivitas fisik dapat dilakukan dengan konsisten dan bergerak 30 menit/hari akan
cukup menyehatkan tubuh. Aktivitas fisik tidak harus berat, asalkan tetap
konsisten dan bergerak selama 30 menit/hari maka hal itu akan cukup untuk
menyehatkan tubuh.

4) Gizi seimbang melalui makanan sehat


Makanan yang sehat adalah makanan yang cukup memenuhi kebutuhan tubuh.
Dalam sebuah porsi, tentunya harus ada sayuran, protein melalui ikan/daging-
dagingan, karbohidrat bisa melalui nasi/roti/kentang, dan tak kalah penting buah-
buahan. Selain itu, penting juga untuk mengetahui kebutuhan harian tubuh agar
dapat memenuhinya melalui makanan.

5) Personal Hygiene
Kebersihan diri merupakan faktor penting dalam usaha pemeliharaan kesehatan.
Hasil penelitian membuktikan bahwa personal hygiene dapat mengurangi hingga
51,9% penyakit kulit, terutama scabies. Personal hygiene berkaitan dengan
menjaga kebersihan diri yang meliputi kulit seperti mandi satu sampai dua kali
dalam sehari, tidak menggunakan sabun dan handuk bergantian dengan orang lain,
tangan dan kuku seperti mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
memotong dan menjaga kuku agar pendek, serta mencuci kaki setelah beraktivitas
dari luar dan kebersihan genital membersihkan alat kelamin dari depan ke
belakang, serta membersihkan alat kelamin dengan air bersih dan mengalir.

12
Dengan demikian, kesehatan masyarakat tidak hanya berfokus pada
pencegahan penyakit, tetapi juga tentang bagaimana cara membuat seseorang hidup
lebih lama dengan cara perencanaan pada komunitas, dalam hal ini masyarakat,
melalui sanitasi lingkungan, edukasi, serta pengorganisasian pelayanan kesehatan.
Lalu, kesehatan masyarakat juga membangun dan menjamin setiap orang untuk bisa
hidup lebih lama dan dapat memelihara kesehatannya sendiri.

Maka dari itu, untuk dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal


kesehatan masyarakat harus memiliki aspek pengorganisasian dan administratif yang
baik, terutama dalam hal pengorganisasian masyarakat agar mau melaksanakan pola
hidup sehat. Untuk dapat menjalankan aspek administratif dengan baik, kesehatan
masyarakat harus mampu memahami dan mampu menyusun suatu sistem atau
program kesehatan berlandaskan fungsi-fungsi manajemen POACE, yaitu planning,
organizing, actuating, controlling dan evaluating. Sehingga calon ahli kesehatan
masyarakat perlu belajar mengenai POACE tersebut agar dapat menjalankan tugasnya
dengan baik.

13
BAB II

PERENCANAAN

(PLANNING)

14
15
2.1 Batasan Perencanaan

2.1.1 Pengertian Perencanaan


Secara bahasa, perencanaan berasal dari kata ‘rencana’ yang memiliki
makna sebuah proses (KBBI, 2021). Beberapa pengertian perencanaan
tentunya memiliki beberapa arti sesuai dengan sudut pandang dari setiap ahli
dan belum ada deskripsi khusus untuk bisa digunakan secara umum.
Menurut Aristo (dalam Bahua, 2018) mendefinisikan perencanaan
sebagai suatu kebijaksanaan yang dianalisis berdasarkan tindakan yang
berpola logika dari ilmu manajemen, kepemimpinan, administrasi, kebijakan
publik, teknologi dan komunikasi serta ilmu sibernetik dengan tujuan
mencapai visi atau misi tertentu. Dalam hal ini, Aristo memiliki makna bahwa
perencanaan bukan hanya milik masa depan, tetapi anggapan bahwa
perencanaan dihitung sejak masa kini dengan seksama. Sejalan dengan
pengertian perencanaan oleh ahli lain yaitu pemilihan fakta dan penghubungan
fakta-fakta serta pembuatan dan penggunaan perkiraan-perkiraan atau asumsi-
asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan
merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan (Qona’ah, 2018). Sementara itu, ahli lain mendefinisikan
perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan pilihan
dari tujuan, kebijaksanaan, prosedur dan program dari alternatif yang ada
(Hasibuan, 2015). Dengan demikian, perencanaan dapat disimpulkan adalah
sebuah proses untuk menganalisis pilihan yang berhubungan dengan masa
depan, tujuan, dan bagian dari fungsi manajer dalam kolaborasi dari berbagai
bidang ilmu.

2.1.2 Manfaat Perencanaan


Manfaat perencanaan organisasi antara lain, yaitu sebagai berikut.
1) Membantu organisasi untuk dapat beradaptasi dengan perubahan-
perubahan lingkungan yang terjadi.
2) Membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah
utama.
3) Memungkinkan organisasi memahami lebih mendalam mengenai
gambaran keseluruhan tugas yang dimiliki oleh masing-masing
anggota.

16
4) Membantu organisasi dalam penempatan tanggung jawab lebih tepat.
5) Memberikan cara pemberian perintah untuk bertugas.
6) Memudahkan koordinasi diantara berbagai bagian yang berada di
dalam organisasi.
7) Membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami

2.1.3 Fungsi Perencanaan


Dalam bukunya, Robbins dan Coulter (2016) menjelaskan empat
fungsi perencanaan sebagai berikut:
1) Perencanaan memberikan arah
Perencanaan dapat mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh karyawan dalam suatu organisasi. Ketika para
karyawan ini mengetahui dan memahami apa yang hendak dicapai oleh
organisasi serta apa yang harus dikontribusikan, mereka dapat saling
bekerja sama dan melakukan hal-hal yang diperlukan untuk mencapai
tujuan. Tanpa adanya perencanaan, baik departemen maupun individu
dalam organisasi dikhawatirkan akan bekerja sendiri-sendiri dan
menghalangi organisasi mencapai tujuannya secara efisien.

2) Perencanaan mengurangi ketidakpastian


Terjadinya perubahan dalam organisasi merupakan keniscayaan yang
tidak dapat dihindari. Adanya perubahan ini nantinya akan
menimbulkan berbagai ketidakpastian. Maka dari itu disinilah fungsi
perencanaan sebagai hal yang mampu meminimalisasi dan
mengantisipasi ketidakpastian yang dapat timbul di masa mendatang.

3) Perencanaan meminimalisasi pemborosan sumber daya


Jika aktivitas organisasi dikoordinasikan dengan baik dan sesuai
rencana, hal-hal yang dapat menimbulkan ketidakefisienan terkait
sumber daya akan dapat teridentifikasi, sehingga organisasi mampu
memperbaiki maupun menghilangkannya.

4) Perencanaan menetapkan tujuan dan standar


Perencanaan berfungsi untuk menetapkan standar yang harus dicapai
oleh organisasi. Tujuan dan rencana ditetapkan dalam perencanaan
oleh manajer, sedangkan untuk mengetahui apakah tujuan yang

17
ditetapkan telah terpenuhi dan rencana yang disusun telah dilaksanakan
dapat terlihat ketika manajer melakukan pengendalian. Tanpa adanya
perencanaan, tujuan tidak akan dapat digunakan untuk mengevaluasi
usaha kerja.

2.2 Prinsip Perencanaan


Pada dasarnya, perencanaan mengacu kepada suatu proses untuk memutuskan
apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukan sesuatu. Suatu perencanaan
dapat dikatakan efektif apabila dalam prosesnya memperhitungkan berbagai
perspektif dan dampak yang akan dihasilkan, serta memungkinkan pengambil
keputusan untuk mengidentifikasi dan menerapkan cara yang paling efektif untuk
mencapai tujuan. Perencanaan yang baik tentu membutuhkan suatu proses metodis
yang secara jelas dapat mendefinisikan langkah-langkah yang mengarah pada solusi
yang optimal. Proses perencanaan yang baik tersebut harus dapat mencerminkan
prinsip-prinsip sebagai berikut.
1) Komprehensif
Perencanaan yang baik harus berwawasan luas, komprehensif dan strategis.
Perencana harus benar-benar memahami masalah, bukan hanya dari satu
perspektif saja. Perencanaan yang efektif juga membutuhkan proses
pendefinisian masalah dengan benar dan mengajukan pertanyaan yang kritis.
Proses perencanaan juga tidak boleh terbatas pada satu solusi yang diajukan
atau perhatian dari stakeholder terkait melainkan juga harus
mempertimbangkan semua pilihan dan dampak yang kemungkinan terjadi.

2) Efisien

Prose perencanaan tidak boleh membuang waktu dan biaya. Perencana harus
dapat memahami berbagai faktor yang akan mempengaruhi masa depan.

3) Inklusif
Suatu perencanaan juga harus inklusif atau mengikutsertakan pihak yang akan
terkena dampak dari rencana sehingga mereka memiliki kesempatan untuk
terlibat dalam proses perencanaan.

4) Informatif

18
Hasil akhir dari proses perencanaan harus dapat dipahami oleh para pemangku
kepentingan serta orang-orang yang terpengaruh oleh keputusan. Perencana
juga harus dapat mengelola arus informasi, mulai dari pengumpulan,
pengorganisasian dan distribusi. Perencana harus mengantisipasi pertanyaan
yang timbul dengan memberikan informasi yang akurat dan dapat dipahami.
Oleh karena itu, dalam prosesnya perencanaan dapat memanfaatkan informasi
yang telah tersedia seperti grafik data, peta, tabel, dll mengingat pertanyaan
dan informasi baru sering kali muncul di akhir proses.

5) Terintegrasi
Perencanaan terintegrasi artinya keputusan jangka pendek harus mendukung
tujuan strategis jangka panjang. Suatu perencanaan membutuhkan persiapan
untuk masa depan yang seringkali tidak dapat diprediksi.

6) Logis
Perencanaan juga harus logis dimana setiap langkah harus mengarah ke
langkah berikutnya.

7) Transparan
Perencanaan yang transparan berarti semua orang yang terlibat dapat
memahami bagaimana setiap proses dapat dilaksanakan.

2.3 Jenis Perencanaan

Penting untuk mengetahui dan memahami terlebih dahulu jenis rencana apa
yang ingin kita buat sebelum memulai proses perencanaan. Adapun beberapa
klasifikasi yang membedakan jenis-jenis dari rencana menurut buku Robbins dan
Coulter (2016), antara lain:

1) Jangkauan
Jenis rencana berdasarkan jangkauan dibedakan menjadi dua, yaitu rencana
strategis yang merupakan rencana yang disusun pada suatu organisasi secara
keseluruhan yang umumnya bersifat jangka panjang, memberi arahan, dan
digunakan hanya satu kali. Sedangkan rencana operasional merupakan
rencana yang meliputi area operasional tertentu pada suatu organisasi dan
rencana ini bersifat jangka pendek, spesifik, dan siaga.

19
2) Kerangka Waktu
Jenis rencana berdasarkan waktu dibedakan menjadi dua, yaitu rencana
jangka panjang dan rencana jangka pendek. Rencana jangka panjang
merupakan rencana yang dengan jangka waktu lebih dari tiga tahun,
sedangkan rencana jangka pendek merupakan rencana yang berjangka waktu
satu tahun atau kurang.

3) Spesifikasi
Jenis rencana berdasarkan spesifikasi dibedakan menjadi dua, yaitu rencana
arahan dan rencana spesifik. Rencana arahan merupakan rencana yang
fleksibel dan memberikan panduan umum dan rencana ini digunakan jika
terjadi ketidakpastian yang begitu tinggi dan pemimpin harus fleksibel agar
dapat merespon perubahan yang tidak terduga. Sedangkan rencana spesifik
adalah rencana yang didefinisikan secara jelas dan tidak memberi ruang bagi
interpretasi sehingga menghilangkan ambiguitas.

4) Frekuensi Penggunaan
Jenis rencana berdasarkan frekuensi penggunaan dibedakan menjadi dua,
yaitu rencana sekali pakai dan rencana siaga. Rencana sekali pakai adalah
rencana yang digunakan hanya satu kali yang bersifat spesifik sehingga
didesain untuk memenuhi kebutuhan pada situasi tertentu. Sedangkan
rencana siaga merupakan rencana berkelanjutan yang memberikan panduan
untuk aktivitas yang dilakukan berulang kali.

2.4 Unsur Perencanaan

Terdapat sebelas unsur-unsur perencanaan (Darmawan dan Sjaaf, 2016).


Unsur-unsur perencanaan tersebut, yaitu sebagai berikut:

1) Misi
Penjelasan mengenai misi mencakup berbagai bidang, meliputi latar belakang,
cita-cita, tugas pokok, dan ruang lingkup kegiatan organisasi. Misi dapat
dikatakan sebagai unsur yang sangat penting dalam rencana karena misi tidak
hanya digunakan sebagai pedoman bagi pelaksana rencana, tetapi misi dapat
juga digunakan untuk memperoleh dukungan dari pihak ketiga.

2) Masalah

20
Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam rumusan masalah, yaitu
rumusan harus dapat menggambarkan kualitas dan kuantitas masalah dan
gambaran kualitas dan kuantitas yang dimaksud harus dapat diukur.

3) Tujuan Umum dan Tujuan Khusus


Tujuan Umum merupakan tujuan yang tidak disertai dengan uraian tentang
tolak ukurnya sehingga terkadang ditemukan kesulitan dalam pengukuran
keberhasilan dan ataupun kegagalan pencapaiannya. Sementara tujuan khusus
merupakan tujuan yang dilengkapi dengan tolak ukurnya.

4) Kegiatan
Kegiatan yang dimaksud disini, yaitu agenda kegiatan yang akan dilakukan.
Kegiatan ditujukan untuk mengatasi masalah yang ditemukan dan untuk
membantu pencapaian tujuan. Kegiatan dalam proses perencanaan dapat
dibedakan menjadi kegiatan pokok (mollar activity) dan kegiatan tambahan
(molucular activity).

5) Asumsi Perencanaan
Asumsi perencanaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu asumsi positif
(berbagai faktor penunjang yang dinilai akan ditemukan pada waktu
pelaksanaan dan memberikan peranan yang besar untuk keberhasilan program)
dan asumsi negatif (berbagai faktor penghambat yang dinilai akan ditemukan
pada pelaksanaan dan dapat menggagalkan pelaksanaan rencana).

6) Strategi Pendekatan
Terdapat dua jenis strategi pendekatan, yaitu pendekatan institusi (pelaksanaan
program tergantung dari ada atau tidaknya dukungan berbagai aparat
pemerintah) dan pendekatan kemasyarakatan (menimbulkan motivasi dalam
diri masyarakat, sehingga dengan penuh kesadaran, masyarakat bersedia
berperan secara aktif dalam program yang akan dilaksanakan).

7) Sasaran
Sasaran merupakan objek atau kepada siapa program tersebut ditujukan.
Sasaran dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sasaran langsung (sasaran
utama yang ingin dituju oleh suatu program) dan sasaran tidak langsung
(sasaran tambahan yang ingin dituju oleh suatu program).

21
8) Waktu
Waktu disini mengacu pada jangka waktu dan atau lamanya rencana
dilaksanakan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi waktu perencanaan,
yaitu sumber daya, besaran masalah, rumusan tujuan, dan strategi digunakan.

9) Organisasi dan Tenaga Pelaksana


Hak, kewajiban, dan tugas masing-masing SDM yang ada harus diuraikan
secara jelas. Selain itu, pembagian tugas juga penting dilakukan untuk
memperlancar kegiatan yang akan dilaksanakan.

10) Biaya
Dalam bidang kesehatan, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menyusun anggaran biaya, yaitu jumlah sasaran, jumlah dan jenis kegiatan
yang akan dilakukan, jumlah dan jenis personalia yang terlibat, waktu
pelaksanaan program, serta jumlah dan jenis sarana yang dibutuhkan.

11) Metode dan Kriteria Penilaian


Metode dan kriteria penilaian digunakan dalam menilai keberhasilan dan
ataupun kegagalan program.

2.5 Proses Perencanaan

Menurut Muninjaya (dalam Darmawan dan Sjaaf, 2016) terdapat lima tahapan
yang harus dilakukan dalam perencanaan, yaitu:

1) Analisis Situasi
Analisis situasi merupakan tahap awal dalam mengkaji masalah program dan
masalah yang akan digunakan sebagai dasar untuk menyusun perencanaan
program aksi.

2) Identifikasi dan Penetapan Prioritas Masalah


Setelah melakukan analisis situasi, proses selanjutnya adalah mengidentifikasi
dan menetapkan prioritas masalah yang ditujukan agar perencanaan yang telah
disusun dapat menjawab permasalahan yang ada secara efektif dan efisien.

3) Perumusan Tujuan dan Target Pencapaian

22
Tahap ini sangat bermanfaat dalam proses penetapan langkah-langkah
kegiatan untuk mencapai tujuan dan memudahkan evaluasi hasil dengan
kriteria penetapan tujuan berdasarkan prinsip SMART.

4) Kajian Terhadap Hambatan Pelaksanaan


Mengkaji kembali hambatan yang pernah dialami serta melakukan
pembahasan mengenai prediksi kendala dan hambatan yang mungkin akan
dihadapi.

5) Penyusunan Rencana Kerja Operasional


Tahap akhir dari proses perencanaan adalah menyusun Rencana Kerja
Operasional (RKO) yang baik dan dilengkapi dengan informasi-informasi
melalui 5W+1H.

23
BAB III

PENGORGANISASIAN

(ORGANIZING)

24
25
3.1 Batasan Pengorganisasian

3.1.1 Organisasi

Kata organisasi berasal dari kata organon, bahasa Yunani, yang artinya
alat. Menurut KBBI, organisasi adalah kesatuan (susunan dan sebagainya)
yang terdiri atas bagian-bagian (orang dan sebagainya) dalam perkumpulan
dan sebagainya untuk tujuan tertentu; kelompok kerja sama antara orang-
orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut James L. Gibson (1986), organisasi adalah tempat


berkumpulnya sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama, kemudian
mengorganisasikan dirinya untuk bekerja bersama dan merealisasikan tujuan
tersebut. Pengertian lain terkait organisasi, terdapat pendapat dari Stephen
Robbins dalam buku Achmad Sobirin (2007) mengatakan bahwa organisasi
adalah sebuah unit sosial yang sengaja dibuat untuk jangka waktu yang relatif
panjang, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja sama dan
berkoordinasi, memiliki pola kerja tertentu yang terstruktur, dan berdiri untuk
mencapai satu tujuan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa organisasi
adalah tempat berkumpulnya dua orang atau lebih yang memiliki satu tujuan,
kemudian saling bekerja sama dan berkoordinasi untuk mencapai tujuan
tersebut.

3.1.2 Pengertian Pengorganisasian

Pengertian Pengorganisasian dapat diartikan sebagai proses penentuan,


pengelompokan, dan pengaturan berbagai aktivitas yang diperlukan untuk
mencapai tujuan, memposisikan setiap orang pada aktivitas tersebut,
menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara
relatif didelegasikan kepada individu. Selain itu, pengorganisasian juga dapat
dikatakan sebagai langkah merancang struktur formal, menetapkan,
menggolongkan, dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-
tugas pokok, wewenang dan pendelegasian wewenang oleh pemimpin kepada
staf dalam rangka mencapai tujuan. Kemudian, pengorganisasian juga
merupakan kegiatan fungsi manajemen yang menghimpun seluruh sumber

26
daya atau potensi milik organisasi untuk pemanfaatan secara efisien dalam
mencapai tujuan.

3.1.3 Fungsi Pengorganisasian

Menurut Muninjaya (dalam Darmawan dan Sjaaf, 2016)


pengorganisasian memiliki batasan fungsi yaitu sebagai alat untuk
memadukan setiap kegiatan yang mengandung aspek personil, finansial,
material, dan tata cara dalam rangka mencapai tujuan. Secara lebih rinci,
Muninjaya menggolongkan ada 6 aspek dalam fungsi organisasi, sebagai
berikut:

1) Pemahaman tujuan organisasi oleh seluruh staf.


2) Pembagian kerja dalam bentuk kegiatan pokok dalam rangka
mencapai tujuan.
3) Penggolongan kegiatan-kegiatan pokok ke dalam kegiatan yang
praktis.
4) Penetapan kewajiban yang dilaksanakan oleh para staf yang didukung
oleh fasilitas yang memadai.
5) Tugas masing masing personil yang sesuai dengan kemampuan dan
kecakapannya dalam melaksanakan tugas.
6) Pendelegasian wewenang atau pelimpahan wewenang.

3.1.4 Manfaat Pengorganisasian


Pengorganisasian memiliki manfaat, yaitu sebagai berikut.
1) Setiap anggota mengetahui kepada pihak yang harus
dipertanggungjawabkan.
2) Dapat mempertegas hubungan antar masing-masing anggota yang
berada di dalam organisasi.
3) Setiap anggota organisasi dapat mengetahui dan memahami tugas
dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan posisinya dalam
struktur organisasi.
4) Secara tegas dapat terlaksana pendelegasian wewenang dalam
organisasi, sehingga setiap anggota mempunyai kesempatan yang
sama untuk berkembang.

27
5) Terciptanya hubungan yang baik antar anggota organisasi, sehingga
memungkinkan tercapainya tujuan organisasi.

3.2 Prinsip Pokok Organisasi

Prinsip pokok organisasi perlu untuk dipahami agar pengorganisasian dapat


berjalan dengan baik. Beberapa prinsip pokok organisasi meliputi:

1) Pendukung
Suatu organisasi paling tidak memiliki pendukung, yakni individu-individu yang
saling bersepakat untuk membentuk persekutuan. Semakin besar jumlah
pendukung, maka akan semakin kuat pula organisasi tersebut.

2) Tujuan
Suatu organisasi harus memiliki tujuan umum (goal) maupun tujuan khusus
(objectives). Tujuan ini berguna untuk mengikat para pendukung yang berperan
sebagai sumber daya manusia penggerak organisasi. Semakin tujuan organisasi
dan tujuan para pendukung organisasi menunjukkan kesesuaian, maka akan
semakin kuat ikatan persekutuan di dalam organisasi tersebut.

3) Kegiatan
Suatu organisasi perlu untuk memiliki kejelasan dan arah pelaksanaan kegiatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Semakin aktif organisasi
melaksanakan kegiatannya, maka akan semakin baik organisasi tersebut.

4) Pembagian Tugas
Suatu organisasi membutuhkan adanya pembagian tugas (job description) di
antara para pendukungnya. Ketika setiap tugas dibagi merata dan tiap-tiap
pendukung organisasi mengetahui serta memahami tugas maupun tanggung
jawab masing-masing, organisasi tersebut dapat dikatakan sebagai organisasi
yang baik.

5) Perangkat Organisasi
Suatu organisasi memerlukan adanya perangkat organisasi agar tugas yang
diamanahkan kepada masing-masing pendukungnya dapat berjalan dengan baik.
Perangkat ini berupa satuan dari organisasi, misalnya departemen-departemen
yang dibedakan berdasarkan wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya.

28
6) Pembagian dan Pendelegasian Wewenang
Suatu organisasi memiliki pembagian dan pendelegasian wewenang karena peran
dari perangkatnya yang berbeda-beda. Ketika pimpinan organisasi mampu
memutuskan hal-hal penting dan wewenang pengambilan keputusan yang
bersifat rutin dapat didelegasikan kepada perangkat di bawahnya, organisasi
tersebut dapat dikatakan baik.

7) Kesinambungan Kegiatan, Kesatuan Perintah, dan Kesatuan Arah


Suatu organisasi dalam menjalankan tugasnya harus melaksanakan kegiatan yang
berkelanjutan, sederhana, dan fleksibel. Agar kegiatan tersebut sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan, diperlukan adanya prinsip kesatuan perintah (unity
of command) dan kesatuan arah (unity of direction) yang merujuk pada tanggung
jawab serta wewenang.

3.3 Langkah-Langkah Pengorganisasian

Proses pengorganisasian merupakan proses yang bertujuan untuk mencapai


tujuan yang ditetapkan dengan cara mengalokasikan seluruh pekerjaan pada setiap
orang yang ada dalam suatu organisasi dimana dilakukan dengan membentuk struktur
atau bagan organisasi yang didalamnya terdapat rincian pembagian tugas, sehingga
pekerjaan dapat segera dilaksanakan dengan efektif dan efisien tanpa adanya tumpang
tindih pekerjaan (Awaluddin dan Hendra, 2018).
Dalam bahasa yang sederhana, artinya proses pengorganisasian adalah suatu
proses dimana struktur organisasi dibuat dan dibangun. Pengorganisasian dilakukan
dengan membentuk ketentuan-ketentuan dan kegiatan organisasi yang bersifat spesifik
guna mencapai seluruh tujuan organisasi. Pembentukan ketentuan dan kegiatan tersebut
juga harus dilakukan dengan susunan yang logis sehingga pihak yang terkait atau yang
memiliki tanggung jawab dapat melakukan pekerjaan dengan baik.
Proses pengorganisasian sendiri dimulai dari mengelompokkan orang-orang
yang terdapat dalam organisasi serta tugas yang akan dilaksanakan sehingga tercipta
suatu kesatuan tanggung jawab, visi, dan misi sesuai dengan apa yang telah
direncanakan (Awaluddin dan Hendra, 2018). Setelah itu, mengatur agar tercipta
keseragaman persepsi antara atasan dan bawahan, prosedur dan metode kerja,
kewenangan personalia, serta peralatan yang diperlukan.

29
Hal tersebut bertujuan agar pekerjaan dijalankan sesuai dengan apa yang
diharapkan (tujuan) dan mengurangi hambatan dalam pelaksanaan kerja tersebut.
Proses pengorganisasian juga dapat dilakukan dengan melakukan pembatasan jumlah
tugas, pengelompokan dan pengklasifikasian tugas serta melakukan proses
pendelegasian wewenang pada pihak yang diberi tanggung jawab (karyawan).
Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995) dalam (Darmawan dan Sjaff, 2017),
menyebutkan bahwa terdapat empat pilar (building blocks) yang menjadi dasar dalam
proses pengorganisasian. Pilar pertama adalah division of work, yaitu penyederhanaan
kegiatan dan pekerjaan secara menyeluruh menjadi lebih sederhana dan spesifik,
sehingga menentukan penempatan dan penugasan setiap orang.
Pilar kedua adalah departmentalization di mana pekerjaan dan tugas yang sudah
dibagi tadi dikelompokkan menjadi kesatuan berbeda sesuai kriteria tertentu. Pilar
ketiga adalah penentuan relasi antarbagian dalam organisasi (hierarchy) yang dibagi
dua, yaitu span of management control dan chain of command. Span of management
control dilakukan dengan menentukan banyak pekerjaan dan jumlah SDM yang akan
dibawahi oleh tiap departemen yang telah terbentuk dari pilar kedua, sedangkan chain
of command dibuat untuk menjelaskan garis perintah dan batasan kewenangan tiap
departemen.
Pilar terakhir adalah coordination dengan tujuan agar pembagian dan
pelaksanaan kerja, serta hirarki yang telah ditentukan berjalan secara efektif dan efisien.
Dengan kata lain, koordinasi adalah proses dalam mengintegrasikan seluruh aktivitas
dari berbagai departemen atau bagian dalam organisasi agar tujuan organisasi bisa
tercapai secara efektif.
Pada dasarnya, langkah-langkah pengorganisasian meliputi proses mulai dari
perencanaan, pelaksanaan hingga pemantauan kerja organisasi. Menurut Umar (2003)
dalam (Arifin et al, 2016) langkah-langkah dalam proses pengorganisasian meliputi
beberapa proses, antara lain sebagai berikut.

1) Melakukan pemerincian seluruh kegiatan yang harus dilaksanakan oleh


organisasi untuk mencapai tujuan organisasi agar sesuai dengan visi dan
misinya.
2) Melakukan pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang
secara logis dan memadai atau dengan kata lain tidak terlalu berat maupun

30
terlalu ringan sehingga dapat dilaksanakan oleh satu orang maupun
sekelompok orang.
3) Melakukan penggabungan pekerjaan anggota organisasi menggunakan cara
yang logis dan tentunya efisien.
4) Pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan
pekerjaan para anggota organisasi menjadi kesatuan yang terpadu dan
harmonis.
5) Pemantauan kinerja organisasi dalam hal efektivitasnya serta melakukan
berbagai langkah penyesuaian guna meningkatkan dan mempertahankan
efektivitas organisasi.

3.4 Mengelola Sumber Daya Manusia

Dalam melakukan pengorganisasian erat kaitannya dengan sumber daya


manusia karena jika suatu organisasi tidak mengelola sumber daya manusia dengan
serius maka mungkin saja organisasi tersebut mengalami kelemahan atau hambatan
dalam melakukan pengorganisasian. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk
mengetahui bagaimana mengelola sumber daya manusia.
Penting bagi suatu organisasi mengelola sumber daya manusia, karena
mengelola sumber daya manusia akan dapat menjadi sumber yang signifikan bagi
keunggulan kompetitif sehingga memberikan kemajuan dan kesuksesan bagi
organisasi tersebut. Namun, kemajuan dan kesuksesan suatu organisasi membutuhkan
suatu kinerja anggota yang gemilang yang artinya lebih dari sekedar memiliki
keterampilan tertentu. Anggota harus beradaptasi dengan budaya organisasi serta
diberikan pengetahuan dan keterampilan demi melakukan pekerjaan secara konsisten
agar tujuan organisasi dapat tercapai. Kegiatan orientasi dan pelatihan anggota dapat
menjadi cara dalam memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anggota.
Orientasi merupakan kegiatan memperkenalkan anggota baru mengenai pekerjaan dan
organisasinya sehingga anggota baru akan merasa nyaman dan mudah beradaptasi
serta menurunkan kecenderungan kinerja yang buruk.

31
32
BAB IV

PENGGERAKKAN DAN PELAKSANAAN

(ACTUATING)

33
34
4.1 Batasan Penggerakkan dan Pelaksanaan

4.1.1 Pengertian Actuating

Actuating dapat didefinisikan sebagai fungsi penggerakan dan


pelaksanaan manajer yang membimbing seluruh anggota organisasi agar dapat
menjalankan tugas-tugas pokoknya dengan baik sesuai keterampilan (quality
of care) serta sesuai dengan sumber daya (quality of service) (Siriyei dan Dwi,
2013).
Menurut Muninjaya (1999) dalam Darmawan dan Sjaaf (2016),
Actuating merupakan fungsi penggerak dalam suatu kegiatan yang
diaktualisasikan ke dalam fungsi pengorganisasian yang bertujuan untuk
mencapai tujuan organisasi sesuai dengan perencanaan.
Actuating dapat juga diartikan sebagai fungsi penggerakan dan
pelaksanaan yang dilakukan sebagai upaya untuk melaksanakan kegiatan agar
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Darmawan dan Sjaaf, 2016).

4.1.2 Tujuan Actuating

Secara umum, tujuan actuating adalah untuk terciptanya kerjasama


yang lebih efisien, meningkatkan kemampuan dan keterampilan anggota serta
menimbulkan perasaan anggota untuk menyukai pekerjaannya. Selain itu,
menurut Muninjaya (dalam Darmawan dan Sjaaf, 2016) tujuan
dilaksanakannya actuating dalam sebuah organisasi, antara lain menciptakan
kerjasama yang lebih efisien, mengembangkan kemampuan dan keterampilan
staf, menumbuhkan rasa kepemilikan atas pekerjaan, mengusahakan
terciptanya lingkungan kerja yang dapat mendukung peningkatan motivasi dan
prestasi kerja staf, serta membuat organisasi berkembang secara lebih dinamis.

4.2 Motivasi dan Kebutuhan Manusia akan Motivasi

4.2.1 Pengertian Motivasi

35
Motivasi dalam organisasi merupakan hal yang sering dijumpai,
terutama pada orang-orang didalamnya. Pemotivasian merupakan manajemen
yang sederhana, namun cukup rumit dalam pelaksanaannya. Sederhana yang
dimaksud yaitu pemimpin hanya perlu mengetahui apa saja yang dibutuhkan
anggotanya, sedangkan dikatakan rumit karena dalam mencari apa yang
dibutuhkan anggota tentu tidak mudah dikarenakan perbedaan kebutuhan
setiap individu.
Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere, yang memiliki arti
“menggerakkan” atau “to move.” Motivasi merupakan kebutuhan internal
yang tak terpuaskan sehingga menciptakan tegangan-tegangan yang
merangsang dorongan-dorongan dari dalam diri individu. Menurut Stephen P.
Robbins (2001), motivasi merupakan kesediaan untuk mengeluarkan tingkat
upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan oleh
kemampuan upaya dalam memenuhi kebutuhan individual. Motivasi juga
dapat diartikan sebagai dorongan dari dalam diri individu berdasarkan mana
dari berperilaku dengan cara tertentu untuk memenuhi keinginan dan
kebutuhannya.

4.2.2 Pendekatan pada Motivasi

Suatu tujuan dari organisasi akan tercapai apabila sumber daya


manusia didalamnya memiliki satu tujuan yang yang sama. Saat terjadi
keselarasan tujuan antara organisasi dan tiap individu sumber daya manusia
dalam organisasi, maka disitulah motivasi akan berjalan dengan maksimal.
Untuk mengetahui motivasi dari setiap individu tersebut, maka melakukan
pendekatan terhadap masing-masing individu. Teori Strauss dan Sayless
(dalam Darmawan dan Sjaaf, 2016) membedakan pendekatan pada motivasi
menjadi 5, yaitu sebagai berikut.

1) Pendekatan yang keras (be strong)


Pendekatan yang keras adalah sebuah teknik memotivasi setiap
individu dengan menggunakan kekuasaan dan kewenangan yang
dimiliki untuk melakukan motivasi. Saat melakukan motivasi ini,
biasanya ada unsur pemaksaan, diawasi secara ketat saat individu, dan

36
ada ancaman hukuman apabila pekerja/SDM organisasi tersebut tidak
melakukan tugas.

2) Pendekatan sifat untuk memperbaiki (be good)


Pendekatan ini dilakukan oleh administrator untuk memperbaiki
sumber manusia melalui pemenuhan kebutuhan yang dimiliki. Hal ini
dapat dilakukan dengan menciptakan otonomi sumber daya,
keterlibatan dan pemberdayaan, serta Meaningful And Challenging
Works.

3) Pendekatan dengan tawar menawar (implicit bargaining)


Maksud dari pendekatan ini adalah sebuah pendekatan yang dilakukan
oleh administrator ke sumber daya organisasi dengan tawar menawar
terkait kebutuhan yang akan dipenuhi. Biasanya pendekatan ini melalui
aturan formal maupun suatu perjanjian yang tidak tertulis. Penerapan
System Reward and Punishment diterapkan dalam memotivasi orang
dalam pendekatan ini, hanya dalam penerapan reward and punishment-
nya dilakukan dengan proses perjanjian yang tidak tertulis dahulu atau
tawar menawar.

4) Pendekatan melalui persaingan yang efektif (effective competition)


Pendekatan ini adalah suatu pendekatan yang dilakukan dengan
memberikan kesempatan untuk menimbulkan suatu persaingan yang
sehat antara sumber daya manusia dalam organisasi untuk mencapai
kemajuan. Dalam menciptakan suatu persaingan harus menggunakan
insentif. Insentif disini maksudnya adalah faktor eksternal yang
dipindang oleh suatu individu dapat memenuhi ataupun memuaskan
kebutuhan yang dirasakannya.

5) Pendekatan dengan proses internalisasi (internalization process)


Pendekatan ini adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara
menimbulkan kesadaran pada diri sendiri oleh setiap sumber daya
manusia dalam organisasi. Pendekatan ini memang tergolong lebih
sulit, tetapi akan lebih efektif jika mampu melakukannya. Proses
pembelajaran dan efektivitas peran pemimpin sangat menentukan
keberhasilan pendekatan ini.

37
4.2.3 Jenis Perangsang Motivasi

Pada dasarnya motivasi dapat hadir setelah mendapat rangsangan yang


berasal dari internal maupun eksternal. Menurut Herzberg dalam Luthans
(2011) motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik memiliki hubungan yang
penting dalam memotivasi karyawan melaksanakan pekerjaannya. Kedua
motivasi ini memiliki hubungan terbaik, dimana motivasi intrinsik cenderung
dapat meningkatkan motivasi karyawan ketika mereka hadir, sedangkan
motivasi ekstrinsik cenderung mengurangi motivasi karyawan dalam bekerja
apabila dirasa tidak cukup bahkan tidak ada sama sekali.

Jenis-jenis dari motivasi sendiri terbagi menjadi dua, antara lain:

1) Motivasi Ekstrinsik
Untuk dapat menggerakan seorang individu dalam melakukan suatu
perbuatan, motivasi ekstrinsik didasari dari adanya perangsang yang
berasal dari luar. Sebagai contoh, seorang karyawan mengerjakan
pekerjaan dikarenakan adanya deadline. Apabila karyawan tersebut
tidak mengerjakan pekerjaannya, maka tentu akan berpengaruh pada
penilaian kinerja oleh pimpinan perusahaan. Sehingga hal yang
menjadi penting dalam mengerjakan pekerjaan hanya sebatas ingin
mendapat nilai yang baik atau agar mendapat hadiah dan bukanlah
esensi yang ingin dicapai dari segi tujuan kegiatan yang dilakukan.
Contoh dari motivasi ekstrinsik adalah tunjangan serta gaji.

2) Motivasi Intrinsik
Motivasi Intrinsik merupakan motif-motif yang mendasari seorang
individu dalam melakukan suatu perbuatan dari dalam sehingga tidak
perlu rangsangan dari luar. Motivasi intrinsik dapat didasari dari seperti
sikap, kepribadian, pendidikan, pengalaman dan cita-cita. Sebagai
contoh, seseorang gemar baca tidak memerlukan seseorang untuk
menyuruh ataupun mendorongnya untuk membaca. Hal ini karena
didasari oleh keinginan, kesukaan, serta kebutuhan untuk memuaskan
rasa ingin tahu yang berasal dari dalam dirinya. Dari segi maksud

38
tujuan yang ingin dicapai semisal seorang karyawan mengerjakan
pekerjaannya dikarenakan ia ingin mendapat pengetahuan, nilai,
pengalaman serta mengasah keterampilan yang berada di dalam dirinya
sehingga dapat lebih mengembangkan dirinya secara konstruktif, tidak
karena tujuan yang lain.

4.3 Komunikasi

4.3.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses pertukaran pikiran untuk


menciptakan pemahaman dan saling mengerti demi mewujudkan hubungan
baik antar individu maupun kelompok (Darmawan, 2016). Sementara itu,
Giffin & Patten (1976) dalam Fatimayin (2018) menyatakan bahwa
komunikasi adalah proses penciptaan sekaligus pemberian makna. Lunenberg
(2010) dalam Fatimayin (2018) juga turut menegaskan bahwa dalam
komunikasi harus ada pemahaman yang sama mengenai pesan yang
disampaikan antara pengirim dan penerima. Dari berbagai definisi tersebut,
dapat diambil kesimpulan bahwa penekanan arti komunikasi terdapat pada
kata “pengertian” yang dipahami dengan baik oleh kedua belah pihak.

4.3.2 Peran Komunikasi

Pada hakikatnya, kemampuan komunikasi dalam kehidupan


berorganisasi sangat penting. Kehidupan pada dasarnya telah menjadikan
manusia sebagai makhluk sosial sehingga memerlukan interaksi satu sama lain
guna memenuhi kelangsungan hidup. Oleh karena itu, proses komunikasi
merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan
manusia.
Dalam organisasi, peranan komunikasi menjadi sesuatu yang penting.
Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, organisasi merupakan
sekelompok manusia yang saling berinteraksi satu sama lain berdasarkan pola
tertentu dimana setiap anggota memiliki fungsi dan tanggung jawab masing-
masing. Komunikasi dibutuhkan dengan tujuan untuk membentuk hubungan
yang baik antara sesama anggota sehingga dapat menyebabkan timbulnya
proses koordinasi yang baik guna mencapai tujuan organisasi.

39
Dengan demikian, peran komunikasi dapat menjadi suatu sistem yang
menghubungkan sehingga kinerja antar anggota dapat meningkat. Dalam
organisasi, proses komunikasi juga menjadi kunci dalam keberhasilan
mencapai tujuan mengingat dalam proses komunikasi terjadi suatu proses
pertukaran informasi, gagasan maupun pendapat dari setiap anggota sehingga
dapat tercapai kesamaan maksud dan tujuan.
Komunikasi juga dapat dikatakan sebagai sumber penyebab dari
seluruh kegiatan yang terjadi di suatu organisasi. Menurut Andre Hardjana
(2016), komunikasi sebagai sumber untuk semakin memahami segala sesuatu
terkait organisasi. Komunikasi yang baik menjadi salah satu faktor penting
dalam mencapai tujuan organisasi. Suatu organisasi dapat berjalan dengan
efektif apabila bagian-bagian dalam organisasi tersebut dalam melakukan
komunikasi yang baik mengenai segala tugas, tanggung jawab maupun tujuan
dari organisasi.
Dengan demikian, beberapa peran dari komunikasi dalam
keberlangsungan suatu organisasi antara lain sebagai berikut.

1) Penyempurna pekerjaan administratif


Komunikasi juga dapat membantu administrator dalam proses
pengambilan keputusan. Hal tersebut terjadi proses komunikasi
memungkinkan setiap anggota organisasi memperoleh informasi yang
lebih komprehensif dan tepat waktu sehingga pekerjaan yang
dilakukan anggota dapat dilaksanakan secara lebih efektif. Seorang
administrator tentunya membutuhkan informasi untuk membuat
keputusan atau guna mengatasi konflik yang terjadi didalam
organisasi.

2) Menciptakan iklim kerja yang nyaman dan menguntukan


Komunikasi dalam organisasi merupakan aspek yang penting
khususnya dalam perwujudan visi, misi dan tujuan dari organisasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu dibutuhkan sistem manajemen
organisasi yang efektif guna menunjang seluruh kegiatan organisasi
secara terus-menerus serta diperlukan pula dukungan dari sumber daya
manusia yang berkualitas sehingga kinerja organisasi dapat meningkat.
Kinerja dari anggota organisasi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor

40
seperti suasana kerja yang baik sehingga menimbulkan motivasi kerja
bagi setiap anggotanya. Melalui komunikasi, hal-hal yang
mempengaruhi kinerja anggota tersebut akan terpengaruh sehingga
menghasilkan kualitas hasil yang baik serta pencapaian tujuan dari
organisasi tersebut.

4.3.3 Unsur Komunikasi

Adapun unsur-unsur komunikasi adalah sebagai berikut.

1) Sumber
Sumber merupakan tempat asalnya pesan. Semua peristiwa komunikasi
akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi.
Pada suatu komunikasi, sumber dapat terdiri dari satu orang, tetapi
dapat juga dalam bentuk kelompok misalnya institusi, organisasi atau
lembaga.

2) Pesan
Pesan dalam suatu proses komunikasi adalah sesuatu yang
disampaikan pengirim atau sumber kepada penerima yang merupakan
hasil pemikiran atau pendapat dari sumber. Pesan dapat disampaikan
dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi.

3) Media
Media dalam suatu proses komunikasi adalah alat yang digunakan
untuk mengirim pesan dari sumber kepada penerima atau sasaran
pesan. Dalam komunikasi massa, media adalah alat yang dapat
menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka,
yang artinya setiap orang dapat melihat, membaca dan mendengarnya,
contohnya yaitu media cetak dan media elektronik. Media cetak antara
lain: surat kabar, majalah, buku, leaflet, brosur, stiker, buletin, poster,
spanduk, dan sebagainya. Sedangkan media elektronik antara lain:
radio, televisi, video recording, komputer, dan sebagainya.

4) Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh
pengirim atau sumber. Pihak penerima pesan bisa saja satu orang atau

41
lebih, organisasi, maupun masyarakat. Dalam proses komunikasi telah
dipahami bahwa adanya penerima adalah akibat karena adanya
sumber, yang artinya yaitu bahwa tidak ada penerima jika tidak ada
sumber. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi,
karena merupakan yang menjadi sasaran dari komunikasi. Jika suatu
pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai
macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada
sumber, pesan atau saluran.

5) Efek
Efek dapat juga dikatakan sebagai pengaruh yang merupakan suatu
perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh
penerima pesan sebelum dan sesudah menerima pesan dari sumber.
Efek atau pengaruh ini juga dapat dikatakan sebagai suatu akibat dari
menerima pesan karena seseorang yang menerima pesan akan
mengalami suatu perubahan atau penguatan keyakinan pada
pengetahuan, sikap, dan tingkah lakunya.

6) Umpan Balik
Umpan balik merupakan suatu reaksi yang muncul dari penerima atau
sasaran terhadap pesan yang disampaikan yang dimana reaksi tersebut
dapat dimanfaatkan oleh sumber untuk memperbaiki dan
menyempurnakan pesan yang disampaikan.

4.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Komunikasi

Menurut Azwar (1988) dalam Darmawan dan Sjaaf (2016), terdapat


beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses komunikasi. Faktor-faktor
tersebut, yaitu sebagai berikut.

1) Credibility
Kredibilitas atau kepercayaan dapat mempengaruhi proses komunikasi
karena semakin tinggi tingkat kredibilitas sumber informasi
komunikasi, maka kepercayaan audiens terhadap informasi tersebut
juga semakin tinggi.

2) Content

42
Konten yang dimaksud disini, yaitu isi dari pesan yang
dikomunikasikan. Semakin besar manfaat dari pesan yang
dikomunikasikan, maka hasil komunikasi akan lebih baik.

3) Context
Konteks dari pesan yang disampaikan sangat mempengaruhi proses
komunikasi. Konteks yang berhubungan erat dengan realitas sehari-
hari berpeluang besar dalam melancarkan proses komunikasi.

4) Clarity
Pesan atau informasi yang disampaikan dalam komunikasi harus jelas
dan mudah dipahami.

5) Continuity and Consistency


Isi pesan atau informasi yang disampaikan dalam komunikasi harus
konsisten dan tidak berubah bila pesan diteruskan berulang-ulang.

6) Channels
Media yang digunakan dalam komunikasi harus sesuai dengan sasaran
atau penerima informasi.

7) Capability of the audience


Kemampuan dari audiens yang memiliki berbagai latar belakang dalam
menerima pesan dari suatu proses komunikasi.

4.3.5 Tahapan Penerimaan Pesan dalam Komunikasi

Dalam komunikasi tentunya terdapat proses penerimaan pesan dari


sumber pesan kepada sasaran pesan tersebut. Untuk itu, terdapat tahapan
penerimaan pesan dalam komunikasi agar pesan yang disampaikan dapat
dipahami dengan baik oleh penerima pesan. Azwar (dalam Darmawan dan
Sjaaf, 2016) menjabarkan tahapan penerimaan pesan menurut Biel dan Bohlen
(1975) yang terdiri dari lima tahapan, yaitu:

1) Awareness

43
Tahapan ini merupakan awal dari proses penerimaan pesan, di mana
sasaran menyadari adanya pesan yang disampaikan.

2) Interest
Pada tahapan ini sasaran mulai merasa tertarik dan mulai mencari
keterangan tambahan yang terkait dengan pesan tersebut.

3) Evaluation
Pada tahapan ini sasaran yang telah memiliki keterangan lengkap
mulai melakukan penilaian terhadap pesan yang diterimanya.

4) Trial
Pada tahapan ini sasaran menimbang keuntungan dan kerugian dari
pesan tersebut dan mulai melakukan uji coba terhadap pesan
tersebut.

5) Adoption
Tahapan ini merupakan akhir dari proses penerimaan pesan, di mana
sasaran menerima pesan tersebut yang dapat dilihat dari perilaku
sehari-harinya.

4.4 Kepemimpinan

4.4.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan pada dasarnya adalah sebuah pertanggungjawaban.


Kepemimpinan yang baik adalah salah satu komponen yang diperlukan supaya
organisasi atau kelompok dapat mencapai tujuannya. Kepemimpinan adalah
sebuah proses dimana seorang pemimpin dapat mempengaruhi bawahannya
untuk melaksanakan serta mencapai visi, misi, dan tugas sehingga dapat
membawa organisasi/kelompok ke arah yang lebih maju dan bersatu.
Menurut KBBI, kepemimpinan adalah perihal pemimpin atau cara
memimpin. Kepemimpinan menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan diartikan

44
sebagai seni seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan supaya mau
bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Selain itu, menurut Robbins dan Judge (2015), kepemimpinan adalah
proses yang menjelaskan mengenai kekuatan, keyakinan, dan arah seseorang
dalam upaya untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, definisi kepemimpinan
adalah suatu proses yang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk dapat
mempengaruhi para bawahannya untuk bekerja atau produktif sehingga dapat
mencapai visi, misi, dan tujuan bersama.
Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain
untuk mencapai tujuan. Selain itu, kepemimpinan juga dapat diartikan sebagai
kemampuan mempengaruhi komitmen dan ketaatan terhadap tugas serta
memengaruhi kelompok untuk memelihara dan mengembangkan budaya
organisasi. Dalam melaksanakan kepemimpinan, pemimpin dapat menggunakan
kemampuan kepemimpinan dirinya seperti kepercayaan, etika, pengetahuan,
kemahiran yang dimilikinya, dan cara berkomunikasi untuk menggerakkan
orang-orang. Oleh sebab itu, kualitas pemimpin dalam memberikan dukungan
dan arahan kepada bawahan serta membentuk hubungan antar individu, menjadi
faktor penting ketika melaksanakan kepemimpinan.

4.4.2 Teori dan Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan memiliki definisi yang bervariasi. Secara luas,


kepemimpinan memiliki arti sebuah proses yang mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai
tujuan, mempengaruhi dalam memperbaiki kelompok budayanya. Dalam
menjelaskan pemimpin yang efektif perlu dilakukan beberapa pendekatan,
seperti pendekatan berdasarkan sifat-sifat kepribadian umum yang dimiliki
seorang pemimpin lebih besar daripada yang bukan pemimpin, pendekatan
tingkah laku pemimpin, pendekatan kemungkinan atau situasional, serta
pendekatan kembali kepada sifat atau ciri dari perspektif berbeda yaitu
mengidentifikasi seperangkat ciri pemimpin yang menjadi acuan orang lain.
Berikut beberapa teori dan model kepemimpinan:

1) Teori Sifat

45
Teori sifat merupakan teori yang mengidentifikasi karakteristik khas yang
diasosiasikan dengan keberhasilan kepemimpinan. Teori ini menekankan pada
atribut-atribut pribadi dari para pemimpin, seperti fisik, mental, dan
kepribadian. Teori ini memiliki dasar dengan asumsi bahwa beberapa orang
merupakan pemimpin alamiah dan dianugerahi beberapa ciri yang tidak
dipunyai orang lain seperti energi yang tiada habisnya, intuisi yang mendalam,
pandangan masa depan yang luar biasa dan kekuatan persuasif yang tidak
tertahankan. Teori ini berpendapat bahwa keberhasilan manajerial disebabkan
oleh kemampuan-kemampuan luar biasa yang dimiliki oleh seorang
pemimpin, yaitu sebagai berikut.

a. Intelegensia
Para pemimpin umumnya memiliki kemampuan intelektual yang lebih
baik dari pengikut-pengikutnya. Namun, apabila terdapat perbedaan
yang signifikan pada intelegensi pemimpin dan pengikutnya dapat
menyebabkan gangguan, contohnya apabila pemimpin dengan IQ
tinggi berusaha mempengaruhi kelompok yang anggotanya memiliki
IQ rata-rata sehingga terdapat kemungkinan anggotanya tidak mengerti
dan memahami persoalan yang diajukan pemimpin.

b. Kepribadian
Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya, dapat dikatakan
bahwa kepemimpinan yang efektif juga didasarkan pada sifat
kepribadian seperti kesiagaan, keaslian, integritas pribadi, dan percaya
diri.

c. Karakteristik Fisik
Hubungan kepemimpinan yang efektif dan karakteristik fisik seperti
usia, tinggi badan, berat badan, dan penampilan memberikan hasil-
hasil yang bertolak belakang.

2) Teori Pribadi-Perilaku
Teori yang menggambarkan perilaku spesifik yang membedakan pemimpin
dan yang bukan pemimpin dan bukan pemimpin. Penelitian sebelumnya yakni

46
penelitian Ohio mengidentifikasi 2 kelompok perilaku yang mempengaruhi
efektivitas kepemimpinan yaitu struktur inisiatif dan pertimbangan
(consideration). Faktor consideration menggambarkan hubungan yang sangat
hangat antara seorang atasan dan bawahan, adanya saling percaya,
kekeluargaan dan penghargaan terhadap gagasan bawahan. Sedangkan struktur
inisiatif yaitu seorang pemimpin mengatur dan menentukan pola organisasi,
saluran komunikasi, struktur peran dalam pencapaian tujuan organisasi dan
cara pelaksanaannya.

3) Teori Kepemimpinan Situasional


Teori yang menjelaskan bahwa gaya yang digunakan tergantung dengan
situasinya. Selain itu juga faktor tugas, organisasi, dan variabel-variabel
lingkungan lainnya memengaruhi. Terdapat beberapa teori situasional yang
terkenal, seperti Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt, Fielder, Hersey
dan Blanchard, Leader Member Exchange Theory, Path Goal Theory,
Participation Model.

4) Teori Transformasional
Perkembangan teori kepemimpinan mulai menuju banyak arah termasuk
kepemimpinan transformasional. Teori ini menjelaskan bahwa gaya yang
digunakan pemimpin bergantung pada faktor-faktor seperti situasi, karyawan,
tugas, organisasi, dan variabel-variabel lingkungan lainnya. Terdapat 4 unsur
yang mendasari kepemimpinan transformasional, yakni charisma, inspiration,
intellectual stimulation, dan individualized consideration.

Kepemimpinan tidak terlepas dari sifat dan perilaku pemimpin yang merujuk
kepada gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan atau style of leadership merupakan
cara seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya atau menjalankan
fungsi manajemennya dalam memimpin bawahannya. Berikut beberapa gaya
kepemimpinan.

1) Demokratis
Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama dalam
mencapai tujuan yang ditetapkan dengan berbagai cara atau kegiatan yang
dapat dilakukan. Ciri dari gaya kepemimpinan demokratis yakni memiliki
wewenang pemimpin yang tidak mutlak, pimpinan bersedia melimpahkan

47
sebagian wewenang kepada bawahan, kebijakan dan keputusan dibuat
bersama, komunikasi dapat berlangsung dua arah, pengawasan terhadap
bawahan dilakukan dengan wajar, prakarsa dapat datang dari bawahan atau
pimpinan, bawahan memiliki banyak kesempatan dalam menyampaikan saran
atau pendapat, tugas-tugas yang diberikan kepada bawahan bersifat
permintaan dengan mengenyampingkan sifat instruksi, dan pimpinan akan
memperhatikan tindakan dan sikap untuk memunculkan rasa saling percaya
dan saling menghormati.

2) Delegatif
Pemimpin yang jarang memberikan arahan. Pembuat keputusan dilakukan
oleh bawahan dan anggota organisasi tersebut diharapkan dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri. Kepemimpinan delegatif merupakan
sebuah gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pimpinan untuk bawahannya
yang mempunyai kemampuan.

3) Birokratis
Perilaku pemimpin yang ditandai dengan keketatan pelaksanaan prosedur yang
telah berlaku untuk pemimpin dan anak buahnya. Pemimpin dengan gaya ini
akan membuat keputusan berdasarkan aturan yang telah berlaku dan tidak
fleksibilitas. Selain itu, ciri dari pemimpin demokratis yakni menentukan
segala keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan lalu memerintahkan
semua bawahan untuk dapat melaksanakannya, menentukan standar tentang
bagaimana bawahan melakukan tugas, terdapat sanksi yang jelas jika seorang
bawahan tidak dapat menjalankan tugas sesuai dengan standar kinerja yang
sudah ditentukan.

4) Laissez Faire
Gaya yang mendorong anggota mengambil inisiatif. Pemimpin kurang
berinteraksi pada bawahan, sehingga gaya tersebut hanya dapat berjalan jika
bawahan memiliki kompetensi dan keyakinan dalam mengejar tujuan dan
sasaran yang cukup tinggi.

5) Otoriter/Authoritarian
Gaya kepemimpinan yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang
diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan

48
tanggung jawab akan dipegang oleh si pemimpin yang bergaya otoriter
tersebut, sedangkan para bawahan hanya sekedar melaksanakan tugas yang
sudah diberikan.

6) Kharismatik
Gaya kepemimpinan yang mampu menarik orang. Umumnya orang akan
terpesona dengan cara bicara atau hal yang ada dalam diri pemimpin yang
dapat membangkitkan semangat. Kelemahan terbesar gaya kepemimpinan ini
mungkin seperti peribahasa “Tong Kosong Nyaring Bunyinya”, jadi pemimpin
tersebut hanya mampu menarik orang untuk datang ke mereka, namun setelah
beberapa lama dapat saja orang kecewa padanya karena ketidakkonsistenan
antara ucapan dan tindakan.

7) Diplomatis
Gaya kepemimpinan yang memiliki kelebihan di penempatan perspektifnya.
Kesabaran dan kepasifan merupakan kelemahan pemimpin dengan
menggunakan gaya diplomatis ini. Umumnya, mereka sangat begitu sabar dan
sanggup dalam menerima tekanan. Mereka dapat menerima perlakuan yang
tak menyenangkan tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya tidak menerimanya

8) Moralis
Gaya kepemimpinan yang menunjukkan sikap hangat dan sopan untuk semua
orang. Mereka mempunyai empati yang tinggi terhadap segala permasalahan
dari para bawahannya, juga sabar, murah hati Segala bentuk kebajikan-
kebajikan ada dalam diri pemimpin tersebut. Kelemahan dari pemimpin
seperti ini terletak pada emosinya. Emosi mereka terkadang sangatlah tidak
stabil, seperti dapat tampak sedih dan sangat mengerikan, kadang pula bisa
saja sangat begitu menyenangkan dan bersahabat.

9) Administratif
Gaya kepemimpinan yang terkesan kurang inovatif dan terlalu kaku dalam
memandang aturan. Gaya ini cenderung mencari aman dan takut dalam
mengambil risiko.

10) Analitis

49
Gaya yang menerapkan proses analisis dalam membuat keputusan. Analisis
yang dilakukan terutama analisis logika dari setiap informasi yang didapatkan.
Gaya ini akan berorientasi pada hasil dan akan lebih menekankan pada
rencana-rencana rinci serta berdimensi jangka panjang.

11) Entrepreneur
Gaya kepemimpinan yang menaruh perhatian pada kekuasaan dan hasil akhir
serta kurang mengutamakan kebutuhan kerja sama. Umumnya dalam gaya ini
akan selalu mencari pesaing dan menargetkan standar yang tinggi.

12) Visioner
Pola kepemimpinan yang memberikan arti pada kerja dan usaha yang perlu
dijalankan bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan memberikan
arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan dengan
visi yang jelas.

13) Situasional
Hal yang menekankan bahwa pemimpin dapat menerapkan gaya
kepemimpinan yang berbeda beda tergantung seperti apa karakteristik
bawahannya. Pemahaman fundamen dari teori kepemimpinan situasional ialah
mengenai tidak adanya gaya kepemimpinan yang paling terbaik. Teori
kepemimpinan situasional akan mengacu pada dua konsep yakni tingkat
kesiapan/ kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut dan gaya
kepemimpinan.

14) Militeristik
Gaya kepemimpinan yang mirip dengan gaya otoriter karena tipe pemimpin
ini senantiasa bertindak sebagai diktator terhadap anggota kelompoknya. Tipe
ini lebih banyak menggunakan sistem perintah atau komando, keras dan
sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, menghendaki kepatuhan
yang mutlak dari bawahan, senang akan formalitas, upacara atau tanda
kebesaran yang terlalu berlebihan, menuntut adanya disiplin keras dan kaku
dari para bawahan, tidak menghendaki adanya usulan atau kritik serta saran
dari para bawahannya, dan komunikasi berlangsung searah.

50
4.4.3 Situasi yang Menentukan Penerapan Gaya Kepemimpinan

Tentunya tidak mudah untuk menentukan gaya kepemimpinan. Hal ini


dikarenakan gaya kepemimpinan selalu menyesuaikan dengan situasi maupun
kondisi yang terjadi. Dalam teori Lester (Darmawan dan Sjaaf,2016), gaya
kepemimpinan dapat diambil berdasarkan situasi dari, hubungan pimpinan
dengan bawahan, sistem penugasan, dan derajat kekuasaan yang dimiliki.
Sementara itu, menurut Yulk (dalam Daswati, 2016) situasi yang menentukan
gaya kepemimpinan seseorang berdasarkan, posisi kekuasaan dan wewenang,
struktur dan kerumitan tugas, ketergantungan internal dan eksternal, serta
keadaan lingkungan yang tidak menentu. Gaya kepemimpinan pada akhirnya
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pemimpin yang baik
mampu menempatkan gaya kepemimpinannya berdasarkan situasi yang sesuai
dia hadapi.

4.5 Pengarahan

4.5.1 Pengertian Pengarahan

Menurut Saure dan Dislainer (dalam Wanadiana, 2010) pengarahan


merupakan perintah maupun arahan yang ditujukan kepada bawahan secara
resmi oleh resmi seorang pimpinan berupa petunjuk untuk melaksanakan
sesuatu. Selain itu, pengarahan juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk
dapat membuat orang lain mengikuti sesuai dengan keinginannya secara
efektif demi kepentingan jangka panjang perusahaan.

4.5.2 Syarat Supaya Melakukan Pengarahan Secara Optimal

Pengarahan dapat berjalan dengan optimal jika memenuhi syarat-syarat


sebagai berikut, sebagaimana yang dikutip dari Darmawan (2016).

1) Terdapat Kesatuan Perintah (Unity of Command)


Pemberian perintah yang tidak jelas maupun simpang siur hanya akan
membuat organisasi kebingungan dalam menjalankan tugasnya. Oleh
karena itu, perintah yang akan diberikan haruslah memiliki kejelasan
dan kesatuan agar proses pengarahan dapat berjalan dengan baik.

2) Terdapat Informasi Lengkap (Comprehensive Information)

51
Berkaitan dengan kesatuan perintah, agar pengarahan dapat berjalan
dengan optimal hendaknya terdapat keterangan yang menguraikan
perintah-perintah yang diberikan dengan jelas. Keterangan ini biasanya
tercantum dalam petunjuk pelaksanaan.

3) Terdapat Hubungan Langsung dengan Sumber Daya Manusia dalam


Organisasi (Direct Relationship)
Hubungan langsung yang baik antara pimpinan dan anggota organisasi
akan memudahkan proses pelaksanaan perintah maupun petunjuk yang
diberikan. Hal ini juga merupakan awal dari pengarahan agar dapat
berjalan optimal.

4) Terdapat Suasana Informal (Informal Situation)


Perintah dan petunjuk yang diberikan bertujuan agar pelaksanaan
kegiatan organisasi dapat dipahami serta diterapkan dengan baik. Oleh
karena itu, suasana informal berperan penting untuk menciptakan
suasana yang nyaman sehingga anggota organisasi tidak merasa
terbebani.

4.5.3 Teknik Pengarahan dalam Organisasi

Pengarahan (directing) menjadi suatu proses yang bersifat esensial


dalam sebuah organisasi. Pengarahan pada dasarnya merupakan bentuk dari
pengambilan keputusan guna mempengaruhi orang lain agar dapat mengikuti
perintah maupun petunjuk menggunakan kekuatan pribadi maupun kekuasaan
jabatan secara efektif serta dengan tujuan untuk kepentingan jangka panjang.
Pengarahan menjadi bentuk komunikasi dari seorang pemimpin kepada
bawahannya untuk menggerakkan, membimbing matau mengatur segala
kegiatan serta penjelasan mengenai rincian tugas yang harus dikerjakan seperti
apa, bagaimana, kapan dan dimana tugas tersebut dapat dilakukan. Artinya
pengarahan akan memudahkan fungsi organisasi dalam memberikan berbagai
arahan, bimbingan atau petunjuk kepada anggota organisasi sehingga masing-
masing anggota dapat memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugasnya
masing-masing.
Pengarahan juga akan membuat organisasi mencapai tujuan yang telah
ditetapkan mengingat pengarahan akan memberi tuntunan bagi setiap anggota

52
organisasi ke arah yang tepat yaitu tercapainya visi, misi dan tujuan dari
organisasi. Oleh karena itu, pengarahan membutuhkan teknik yang tepat agar
seluruh anggota dalam organisasi dapat menjalankan tanggung jawabnya
disertai dengan produktivitas yang tinggi.
Menurut Darmawan dan Sjaff (2017), teknik yang dapat digunakan
dalam proses pengarahan organisasi antara lain sebagai berikut.

1) Teknik Konsultasi
Teknik konsultasi merupakan teknik yang dilakukan oleh pemimpin dengan
memberi arahan kepada anggota organisasi yang kemudian akan dibahas
bersama. Pemimpin akan meminta dan menerima segala bentuk keterlibatan
dari karyawan untuk mengambil keputusan tanpa menghilangkan hak nya
dalam membuat keputusan. Artinya, meskipun pemimpin memiliki wewenang
untuk mengambil keputusan secara independen, pemimpin tidak mengambil
keputusan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya. Pemimpin akan
mempertimbangkan segala pendapat atau masukan dari anggota untuk
mengambil keputusan. Kelebihan dari teknik ini adalah teknik konsultasi akan
mengedepankan kerjasama antara pemimpin dan anggota organisasi dengan
hasil akhir berupa pemikiran bersama. Namun, teknik ini akan menimbulkan
kerugian seperti menambah beban kerja organisasi serta munculnya persepsi
dari anggota bahwa dalam memimpin organisasi, pemimpin memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang terbatas.

2) Teknik Demokrasi
Teknik demokrasi merupakan bentuk dari teknik pengarahan yang dilakukan
pada forum diskusi yang lebih besar jika dibandingkan dengan teknik
konsultasi. Teknik ini akan menempatkan anggota sebagai faktor penting
dalam suatu organisasi. Artinya, anggota organisasi diberikan kesempatan
sebesar-besarnya untuk untuk mengajukan berbagai masukan atau pendapat.
Teknik ini juga bersifat lebih aktif dan terarah mengingat musyawarah sangat
penting dalam teknik ini. Pembagian tugas yang disertai dengan pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab dilakukan secara jelas sehingga setiap anggota
organisasi dapat berpartisipasi secara aktif. Kelebihan menggunakan teknik ini
adalah dapat memicu inisiatif dari anggota organisasi dalam menyampaikan
berbagai gagasan sehingga dapat menghasilkan keputusan akhir yang baik.

53
Pengambilan keputusan juga dilakukan secara bersama sama mengingat
anggota juga terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu,
pemimpin yang menggunakan teknik ini juga dianggap dapat menghargai
setiap potensi yang dimiliki anggota organisasinya. Adapun kelemahan dari
teknik demokrasi adalah teknik ini cenderung akan menyulitkan pemimpin
organisasi terlebih apabila ditemukan pendapat atau saran dari anggota
organisasi yang sulit diterima dan dilaksanakan karena bertentangan dengan
peraturan yang dimiliki organisasi.

3) Teknik Otokratis
Teknik otokratis merupakan teknik pengarahan yang dilakukan secara searah.
Artinya, beban kerja organisasi ditanggung oleh pemimpin. Pemimpin
memiliki kendali penuh dalam menentukan segala keputusan serta
mengarahkan seluruh kegiatan organisasi sedangkan anggota hanya berperan
sebagai pelaksana. Pemimpin akan mengarahkan anggota lain dalam proses
pencapaian tujuan organisasi dalam bentuk perintah. Pemimpin tidak lagi
mempertimbangkan segala pendapat atau saran dari anggota organisasi
lainnya. Kelebihan dari teknik otokratis adalah teknik ini cenderung lebih
korektif dan efisien dalam menyelesaikan suatu tugas mengingat proses
pengarahan juga dilakukan secara cepat. Oleh karena itu, dibutuhkan proses
komunikasi yang jelas dalam memberi arahan mengenai tugas-tugas yang
harus diselesaikan. Apabila tidak dilakukan secara jelas, maka akan berpotensi
menimbulkan kesalahan dalam pengarahan yang akan berimbas pula pada
hasil yang tidak maksimal. Selain itu, penggunaan teknik ini juga dapat
memicu timbulnya persepsi bahwa anggota dipaksa untuk bekerja tanpa diberi
kesempatan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan. Teknik otokratis
lebih disarankan untuk diimplementasikan pada organisasi yang memiliki
kepemimpinan kuat dan pengetahuan organisasi yang terbatas disertai dengan
menghargai setiap pekerjaan yang dilakukan anggota.

4) Teknik Bebas Teratur


Teknik bebas teratur merupakan teknik pengarahan yang dalam
pelaksanaannya tidak terlalu ketat. Dalam teknik ini, pemimpin akan
menjalankan organisasi dengan memberi kebebasan penuh pada anggota
dalam mengambil keputusan. Pemimpin hanya berperan sebagai penasihat

54
karena segala kegiatan dan keputusan diambil oleh anggota. Teknik bebas
teratur cenderung cocok untuk digunakan pada organisasi yang anggotanya
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup disertai dengan
keterampilan yang dimiliki dalam melaksanakan tugas.

55
BAB V

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

(CONTROLLING)

56
57
5.1 Pengertian Controlling

Controlling adalah suatu proses memantau, membandingkan, dan


mengoreksi kinerja dari suatu program. Para manajer atau pemimpin dari organisasi
harus memantau apakah tujuan yang telah ditetapkan pada proses perencanaan dicapai
secara efisien dan efektif seperti yang direncanakan. Selain itu, controlling dilakukan
untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang diinginkan, artinya
memastikan bahwa setiap kegiatan diimplementasikan dengan cara yang mengarah
pada pencapaian tujuan (Robbins & Coulter, 2017). Untuk melakukan Controlling,
seorang manajer atau pemimpin organisasi perlu memiliki pengetahuan yang
menyeluruh mengenai standar dan kebijakan program sehingga memungkinkan untuk
membandingkan antara proses kegiatan dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya. Setelah itu, diperlukan suatu tindakan korektif apabila ditemukan
penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi (Kerzner, 2017)

5.2 Tujuan Controlling

Seorang pemimpin tidak akan sepenuhnya mengetahui kinerja program


kecuali dengan melakukan controlling dan evaluasi dari program yang berjalan.
Controlling yang efektif akan memastikan kegiatan telah dilakukan dengan cara
menghasilkan pencapaian tujuan. Keefektifan controlling juga ditentukan dari
bagaimana controlling itu membantu anggota dan pemimpin untuk mencapai tujuan
bersama (Robbins dan Coulter, 2016).
Controlling sangat penting dilakukan. Pada controlling, perencanaan struktur
organisasi dapat dibuat untuk memfasilitasi pencapaian tujuan yang efisien, anggota
juga dapat dimotivasi melalui kepemimpinan yang efektif. Controlling membantu
pemimpin dalam mengetahui apakah tujuan organisasi atau program telah tercapai
atau jika belum apa yang menjadi alasan tersebut (Robbins dan Coulter, 2016).

5.3 Langkah-langkah dalam Melakukan Pemantauan

Menurut Muninjaya (dalam Darmawan dan Sjaaf, 2016) langkah-langkah


dalam melakukan pemantauan, yaitu dengan mengukur hasil atau prestasi yang telah
dicapai, kemudian membandingkan hasil pencapaian dengan tolak ukur atau standar
yang telah ditetapkan sebelumnya, dan terakhir memperbaiki penyimpangan yang

58
dijumpai berdasarkan faktor-faktor penyebabnya. Selain itu, menurut Iswandir (2021)
terdapat lima langkah atau tahapan dalam melakukan pemantauan, antara lain:
1) Penetapan standar pelaksanaan
Menetapkan standar pelaksanaan merupakan tahap awal dalam melakukan
pemantauan. Tahap ini diharapkan dapat membantu manajer dalam
mengkomunikasikan pelaksanaan kerja kepada para bawahan dengan lebih
jelas dan efektif.
2) Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan
Setelah menetapkan standar pelaksanaan, tahap selanjutnya adalah
menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat (berapa kali
pelaksanaan dilakukan, dalam bentuk apa pengukuran dilakukan, siapa yang
terlibat).
3) Pengukuran pelaksanaan kegiatan
Pada tahap ini, pengukuran pelaksanaan kegiatan dilakukan secara berulang-
ulang dan terus-menerus dengan melakukan beberapa cara seperti pengamatan
(observasi), laporan-laporan (lisan maupun tertulis), metode-metode otomatis,
serta dengan melakukan inspeksi dan pengujian atau melalui pengambilan
sampel.
4) Perbandingan pelaksanaan dengan standar evaluasi
Pada tahap ini dilakukan perbandingan antara pelaksanaan nyata dengan
pelaksanaan yang telah direncanakan atau standar yang telah ditetapkan.
Kemudian, melakukan analisa dan identifikasi faktor-faktor penyebab dari
penyimpangan tersebut.
5) Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan
Jika hasil analisis menunjukkan perlunya tindakan koreksi, maka tindakan ini
harus dilakukan dengan berbagai bentuk (penambahan standar, memperbaiki
pelaksanaan).

5.4 Metode Pelaksanaan Pemantauan

Dalam pelaksanaan pemantauan dapat dilakukan dengan cara pengamatan


langsung, laporan lisan, maupun laporan tertulis yang memperhatikan aspek kualitas
dan kuantitas fisik (seperti barang atau jasa), pemasukkan dan penggunaan sumber
daya uang, pelaksanaan program/kegiatan di lapangan berdasarkan rencana kerja yang
telah direncanakan, hal-hal yang bersifat strategis, serta pelaksanaan kerjasama.

59
Menurut Iswandir (2015), terdapat dua teknik yang dapat mempermudah pelaksanaan
pemantauan supaya menjadi lebih efektif, yaitu:

1) Management by Exception (MBE)


Management by Exception (MBE) atau teknik manajemen dengan prinsip
pengecualian, dilakukan untuk pelaksanaan pengawasan kegiatan organisasi yang
bersifat otomatis dan rutin. MBE merupakan prinsip manajemen yang
memungkinkan manajer tidak dapat mengawasi seluruh kegiatan organisasi dan
hanya memfokuskan pada hal-hal yang paling penting.

2) Management Information System (MIS)


Management Information System (MIS) merupakan sebuah teknik manajemen
yang berfungsi untuk pengadaan, pemrosesan, penyimpanan, dan penyebaran
informasi yang dapat digunakan untuk membantu proses perencanaan,
pelaksanaan, operasional, dan pengawasan organisasi serta pengambilan
keputusan manajemen, supaya lebih efektif.

5.5 Contoh Pemantauan

Kegiatan pemantauan program kesehatan ditujukan untuk memantau


perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan sehingga dapat diketahui
permasalahan dan dapat langsung dicarikan solusi atau pemecahannya. Berikut
beberapa contoh tipe pemantauan/monitoring yang dapat diterapkan:
1) Pemantauan Rutin, yaitu meliputi mengumpulkan informasi secara regular
dimana program sedang berjalan untuk gabungan indikator inti atau primer.
Indikator perlu diusahakan seminimal mungkin, namun harus disiapkan dalam
informasi yang cukup. Pemantauan rutin dapat digunakan untuk
mengidentifikasi program yang dilaksanakan dengan baik dan tidak baik
berdasarkan rencana awal.
2) Pemantauan Jangka Pendek (Short-Term), yaitu dilaksanakan untuk periode
singkat dan umumnya untuk kegiatan spesifik atau khusus. Sebagai contoh,
manajer melakukan pemantauan terhadap aktivitas yang baru diterapkan untuk
mengetahui apakah kegiatan berjalan sesuai dengan rencana dan dampaknya
sesuai dengan yang diinginkan atau tidak. Manajer dapat menggunakan
informasi untuk menyesuaikan intervensi yang baru. Pemantauan dalam hal ini

60
digunakan untuk mencari tahu permasalahan dan gap dalam pelayanan atau
program.
3) Pemantauan Bulanan, yaitu dilakukan terhadap IPMS (Indikator Potensi
Masyarakat Sehat), melalui PWS (Pemantauan Wilayah Setempat) program
pokok Puskesmas khususnya KIA, imunisasi dan perbaikan gizi. Hasil PWS
dibahas dalam monitoring bulanan untuk ditindaklanjuti mengenai desa yang
perlu difasilitasi agar dapat mengejar ketertinggalannya dalam pencapaian
program pokok Puskesmas.
4) Pemantauan Semesteran, yaitu dilakukan terhadap IPTS (Indikator Potensi
Tatanan Sehat) dan IPKS (Indeks Potensi Keluarga Sehat) melalui
pembahasan hasil MEM (Monitoring dan Evaluasi Manfaat) yang dilakukan
tiap semester.

5.6 Tipe-tipe Pemantauan

Menurut Iswandir (2021), pengawasan dilakukan dengan maksud membantu


penilaian apakah perencanaan, pengorganisasian dilaksanakan dengan efektif serta
tujuan dari pengawasan itu sendiri yang harus diawasi. Maka dari itu, Iswandir (2021)
membaginya ke dalam 3 tipe dasar pengawasan yaitu sebagai berikut.

1) Pengawasan pendahuluan (feedforward control)


Pengawasan ini didesain untuk mengantisipasi masalah masalah ataupun
penyimpangan dari standar atau tujuan dan kemungkinan koreksi dibuat sebelum
tahap kegiatan tersebut diselesaikan. Oleh karena itu, pendekatan pemantauan ini
lebih aktif dan agresif dalam mengidentifikasi masalah dan mengambil tindakan
yang diperlukan sebelum masalah terjadi. Pengawasan ini akan lebih efektif
apabila pemimpin/ manajer dapat memperoleh informasi secara tepat waktu dan
akurat sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

2) Pengawasan yang dilaksanakan saat kegiatan (current control)


Tipe pengawasan ini merupakan proses dari aspek tertentu yang harus disetujui
terlebih dahulu, sebelum kegiatan/program bisa dilanjutkan. Pengawasan ini
menjadi semacam peralatan “double check” yang lebih menjamin dari ketepatan
kebijakan/program yang sedang berlangsung.

61
3) Pengawasan umpan balik (feedback control)
Pengawasan ini dilakuakan dan mengukur hasil dari suatu kebijakan dan kegiatan
yang telah dilaksanakan. Hal ini dikarenakan, penyebab dari penyimpangan saat
perencanaan dan penemuan yang diterapkan untuk program/kebijakan serupa di
masa akan datang. Pengawasan ini bersifat historis dan pengukuran dilakukan
setelah kegiatan terjadi.

Gambar 5.1 Tipe-tipe Pengawasan (Iswandir, 2021)

5.7 Pemantauan yang Efektif

Menurut Handoko (2015) terdapat beberapa karakteristik pengawasan yang


efektif, antara lain sebagai berikut.

1) Akurat
Akurat berarti dalam menyampaikan informasi dan data mengenai
pelaksanaan kegiatan dilakukan harus secara akurat, sehingga dapat
menghindari kemungkinan organisasi mengambil tindakan koreksi yang keliru
akibat data sistem pengawasan yang keliru.

2) Tepat Waktu
Informasi serta data yang dimiliki harus segera dikumpulkan, disampaikan dan
dievaluasi dengan tepat waktu.

3) Realistik secara Organisasional


Dalam menjalankan sistem pengawasan, penting untuk memastikan apakah
sistem telah cocok atau harmonis dengan kenyataan-kenyataan yang terdapat
di dalam organisasi.

4) Realistik secara Ekonomis

62
Dalam menjalankan sistem pengawasan, pembiayaan harus benar-benar
diperhatikan. Sebisa mungkin biaya harus lebih rendah, atau paling tidak
sama, dengan kegunaan yang diperbolehkan dari sistem tersebut.

5) Terpusat pada Titik-Titik Pengawasan Strategik


Sistem pengawasan harus memusatkan perhatian pada bidang yang sering
mengalami terjadinya penyimpangan ataupun yang akan mengakibatkan
kerusakan paling fatal.

6) Objektif dan Menyeluruh


Informasi yang disampaikan harus bersifat objektif, lengkap, mudah dipahami
oleh seluruh anggota.

7) Terkoordinasi dengan Aliran Kerja Organisasi


Informasi pengawasan harus dapat terkoordinasi dengan aliran kerja
organisasi. Hal ini dilakukan karena informasi pengawasan harus sampai pada
seluruh personalia yang memerlukan serta berpengaruh juga kepada setiap
tahapan dari proses pekerjaan masing-masing divisi di dalam organisasi dapat
mempengaruhi sukses tidaknya keseluruhan operasi.

8) Fleksibel
Pengawasan harus bersifat fleksibel untuk memberikan tanggapan atau reaksi
terhadap ancaman ataupun kesempatan dari lingkungan.

9) Bersifat Petunjuk dan Operasional


Sistem pengawasan efektif harus memberikan definisi dari standar operasional
yang dijalani, serta tindakan koreksi apa yang seharusnya diambil.

10) Diterima oleh Anggota Organisasi


Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan pelaksanaan kerja para
anggota organisasi dengan mendorong perasaan otonomi, tanggung jawab dan
dapat mendorong anggota organisasi untuk terus berprestasi.

63
64
BAB VI

EVALUASI

(EVALUATING)

65
66
6.1 Definisi Evaluasi Program

Menurut KBBI (2016), evaluasi merupakan pengamatan dan pengumpulan


dari berbagai macam bukti untuk mengukur efektivitas dan dampak suatu objek,
program, atau proses berkaitan dengan spesifikasi dan persyaratan pengguna yang
telah ditetapkan sebelumnya. Sementara itu, menurut Ayurestianti (2017) evaluasi
adalah kegiatan menilai suatu program, baik yang sedang atau telah dilaksanakan
untuk memberi masukan kepada pembuat kebijakan agar dapat ditindaklanjuti di masa
mendatang.
Sedangkan yang dimaksud dengan program menurut Arikunto (dalam
Mesiono, 2017) merupakan rencana atau kegiatan yang direncanakan dengan
seksama. Definisi lain dari program adalah rancangan mengenai asas dan usaha yang
akan dijalankan (KBBI, 2016).
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi program
adalah rangkaian kegiatan berupa pengamatan dan pengumpulan bukti-bukti untuk
mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan suatu program yang direncanakan.
Menurut Darmawan (2016), jika program dihubungkan dengan evaluasi, program
didefinisikan sebagai unit kegiatan yang berupa implementasi dari suatu kebijakan,
berjalan dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam lingkup organisasi
yang melibatkan sekelompok orang.
Oleh karena itu, terdapat 3 (tiga) unsur penting yang terdapat dalam istilah
program, antara lain program merupakan realisasi atau implementasi dari suatu
kebijakan, program terjadi dalam kurun waktu yang lama melalui berbagai kegiatan
yang berkesinambungan, dan program berlangsung dalam organisasi yang melibatkan
sekelompok orang.
Suharsimi dan Arikunto (dalam Darmawan, 2016) turut menjelaskan
gabungan antara evaluasi dan program sebagai proses penetapan tujuan, nilai, dan
efektivitas suatu hal dengan kriteria yang sebelumnya telah ditetapkan. Proses
penetapan keputusan ini didasarkan pada perbandingan data hasil observasi yang
dilakukan dengan standar baku tertentu secara hati-hati dan sistematis (Darmawan,
2016).

67
6.2 Tujuan Evaluasi Program

Setelah melaksanakan suatu program, kegiatan yang umumnya harus


dilakukan oleh organisasi adalah evaluasi. Evaluasi dilakukan guna mengukur sejauh
mana capaian dari masing-masing program apabila dibandingkan dengan
perencanaan yang sudah ditetapkan di awal kegiatan. Evaluasi bukan merupakan
kegiatan yang bersifat mencari-cari kesalahan namun justru membantu organisasi
dalam melakukan tindakan perbaikan secara terus menerus agar hasil yang dicapai
dapat sesuai dengan rencana.
Evaluasi merupakan bagian yang penting dari proses manajemen mengingat
dengan adanya evaluasi, organisasi akan diperoleh umpan balik (feedback) terhadap
program atau pelaksanaan kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk
mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan yang direncanakan itu telah mencapai tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya atau melihat apakah hasil yang diperoleh dapat
memberi dampak seperti apa yang diharapkan. Proses manajemen yang merupakan
sebuah siklus membuat tahapan evaluasi merupakan suatu bagian yang tidak
terpisahkan dengan proses yang lain.
Pada hakikatnya, tahapan evaluasi menjadi suatu proses yang berperan dalam
menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu program kesehatan telah dicapai,
bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk
mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya, serta bagaimana manfaat yang
telah didapatkan dari program kesehatan yang telah dilaksanakan bila dibandingkan
dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh yang berguna untuk merumuskan
alternatif keputusan di masa yang akan datang.
Hal tersebut sejalan dengan tujuan evaluasi yang dikemukakan oleh Direktorat
Pemantauan dan Evaluasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (1999) dalam
(Darmawan dan Sjaff, 2017) yaitu evaluasi suatu program dimaksudkan untuk
mengetahui secara pasti apakah hasil yang telah dicapai suatu program, kemajuan
hingga kendala yang dihadapi selama pelaksanaan program dapat dijadikan sebagai
pelajaran guna melakukan perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.
Berdasarkan penjelasan mengenai urgensi pelaksanaan evaluasi, maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan utama dari pelaksanaan evaluasi program adalah sebagai
berikut (CDC, 2012), yaitu sebagai berikut.
1) Untuk mengawasi perkembangan terhadap tujuan program.

68
2) Untuk menentukan komponen program yang dapat memberikan kemajuan
bagi hasil dari suatu program.
3) Untuk membandingkan antar kelompok, terutama di antara populasi
dengan faktor risiko tinggi yang tidak proporsional dan hasil kesehatan
yang merugikan.
4) Untuk memastikan kebutuhan pendanaan dan dukungan lebih lanjut.
5) Untuk menemukan peluang peningkatan kualitas yang berkelanjutan.
6) Untuk memastikan bahwa program yang efektif dipertahankan dan sumber
daya tidak terbuang percuma untuk program yang tidak efektif

Sementara itu, menurut Wirawan (2011) evaluasi dilakukan untuk mencapai


berbagai tujuan sesuai dengan objek evaluasinya. Evaluasi dilaksanakan dengan
tujuan, yaitu:

1) Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat


Program dibuat untuk menyelesaikan suatu masalah dalam masyarakat. Fungsi
evaluasi adalah mengukur program tersebut apakah sudah berpengaruh
terhadap masyarakat atau belum.

2) Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana


Setiap program seharusnya terlaksana sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan di awal, tetapi seringkali program tersebut tidak berjalan
semestinya. Disinilah peran evaluasi untuk menilai program tersebut berjalan
sesuai dengan semestinya atau tidak. Jika tidak, perlu diadakan perbaikan agar
tercapainya tujuan program tersebut. Evaluasi juga dapat menemukan bagian
mana dari program yang berjalan atau yang tidak berjalan.

3) Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar atau tidak


Setiap program dilaksanakan berdasarkan standar tertentu. Evaluasi mengukur
apakah semua standar terpenuhi dalam pelaksanaan program tersebut.

4) Pengembangan staf program

69
Evaluasi dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan staf dalam
menjalankan program. Evaluasi memberi masukan kepada manajer program
mengenai kinerja staf. Apabila dirasa ada kemampuan masih rendah perlu
diadakan pengembangan kemampuan staf.

5) Mengukur cost effectiveness dan cost efficiency


Suatu program dalam pelaksanaannya tentu memerlukan anggaran yang setiap
organisasi memiliki keterbatasan dalam anggaran tersebut. Evaluasi
diperlukan untuk mengukur apakah suatu anggaran program memiliki nilai
yang sepadan (cost effective) dengan akibat atau manfaat yang ditimbulkan.
Sedangkan cost efficiency evaluation untuk mengukur apakah biaya yang
dikeluarkan untuk membiayai program telah dikeluarkan secara efisien atau
tidak. Hal ini berpengaruh untuk penentuan keputusan program akan terus
berjalan seperti pada awalnya atau perlu ada perubahan hingga penghentian.

6.3 Manfaat Evaluasi Program

Tujuan akhir dari melakukan kegiatan evaluasi adalah menggunakan informasi


untuk meningkatkan program yang berdasarkan pada tujuan yang telah disepakati
untuk memandu penggunaan hasil evaluasi. Hasil evaluasi tersebut yang nantinya
akan menunjukkan efektivitas program, mengidentifikasi cara untuk meningkatkan
program, memodifikasi perencanaan program, dan menunjukkan akuntabilitas.
Kegiatan evaluasi mendorong setiap pihak yang bertanggung jawab pada
program untuk memeriksa operasi suatu program, termasuk kegiatan apa saja yang
dilakukan, siapa yang melakukan kegiatan tersebut, dan siapa yang dicapai sebagai
hasilnya. Melalui evaluasi program, kita juga dapat menentukan apakah kegiatan
dilaksanakan sesuai rencana dan mengidentifikasi berbagai kekuatan, kelemahan, dan
area demi perbaikan program
Selain itu, evaluasi dapat digunakan sebagai alat untuk menunjukkan bahwa
program telah memberikan kontribusi dalam meningkatkan hasil kesehatan yang lebih
baik, karena evaluasi program juga bertujuan untuk menunjukkan akuntabilitas
kepada berbagai pemangku kepentingan yang terlibat termasuk sumber pendanaan,
pembuat kebijakan, lembaga negara bagian, pihak lokal yang melaksanakan program,
dan tokoh masyarakat (Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2011).

70
6.4 Jenis Evaluasi

6.4.1 Evaluasi Input


Evaluasi input merupakan evaluasi yang dilakukan di awal sebelum program
dimulai. Evaluasi program bertujuan untuk memastikan apakah sumber daya
yang dimiliki, baik biaya, SDM, sarana dan prasarana, serta petunjuk teknis
apakah sudah sesuai dengan kebutuhan atau belum (Darmawan dan Sjaaf,
2016). Evaluasi input dilakukan dengan menelaah serta menilai pendekatan-
pendekatan yang sesuai dengan program yang akan dilaksanakan. Evaluasi
input juga memiliki tujuan untuk mengidentifikasi dan menelaah kapabilitas
sistem, alternatif strategi program, dan desain prosedur dimana strategi akan
diimplementasikan (Muyana, 2017).

6.4.2 Evaluasi Proses


Evaluasi proses dilakukan saat suatu program tengah berlangsung. Evaluasi ini
bertujuan untuk mengetahui apakah metode yang dipilih benar-benar efektif
dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, apakah motivasi dan
komunikasi dalam organisasi terlang berkembang dengan baik dan lain
sebagainya (Darmawan dan Sjaaf, 2016). Sementara itu, evaluasi proses
menurut Erizal (dalam Arifin et al, 2016) ialah penilaian terhadap hasil yang
telah dicapai selama proses kegiatan program dilaksanakan dan dilakukan
secara rutin (per bulan, triwulan, semester, dan atau tahunan) sesuai dengan
kebutuhan informasi hasil penelitian. Evaluasi proses bertujuan untuk
meningkatkan meningkatkan kinerja lembaga, mengembangkan program, serta
untuk mengetahui perkembangan program yang sedang berjalan.

6.4.3 Evaluasi Output


Evaluasi output atau dengan kata lain evaluasi hasil merupakan sebuah evaluasi
untuk menilai kinerja tim, efektivitas pelaksanaan kegiatan, dan menilai apakah
sebuah program atau kegiatan yang dilakukan mencapai target, tepat sasaran,
kemajuan atau perubahan yang terjadi setelah pelaksanaan kegiatan, serta
dampak dari kegiatan, baik dampak positif atau negatif. Untuk mempermudah
melakukan evaluasi hasil, organisasi/instansi perlu menyusun indikator keluaran
(output) saat proses perencanaan.

71
6.5 Dimensi Evaluasi Program

Dalam penilaian program, perlu dilakukan penentuan aspek-aspek dari objek


yang akan dievaluasi atau disebut juga dengan dimensi evaluasi. Perangkat evaluasi
umumnya dapat diukur melalui 4 dimensi yang terdiri dari indikator masukan (input),
proses, keluaran (output), dan dampak (outcome). Evaluasi dapat digunakan untuk
menunjukkan tahapan siklus dalam pengelolaan program yang terdiri dari:

1) Evaluasi Perencanaan (Ex-Ante)


Merupakan evaluasi kebijakan yang dilakukan sebelum kebijakan
diimplementasikan. Evaluasi ini ditujukan untuk mengantisipasi dan
memberikan penilaian awal mengenai perkiraan atau dampak serta
konsekuensi dari kebijakan yang direncanakan atau ditetapkan. Jadi, evaluasi
ini dapat memberikan informasi yang sesuai dengan kebijakan atau dengan
proses pembuatan kebijakan yang sedang berjalan. Evaluasi ini memberikan
analisa dampak terhadap lingkungan kebijakan.

2) Evaluasi Pelaksanaan (On-Going)


Berguna untuk mengidentifikasi dan mengukur dampak serta hasil dari
program yang sedang berjalan. Kepentingan evaluasi ini yaitu untuk
memberikan informasi yang sesuai, kembali pada proses implementasi
kebijakan terutama tahapan saat informasi tersebut dapat digunakan untuk
merevisi atau memperbaiki proses implementasi kebijakan ke arah yang
sesungguhnya ingin dicapai.

3) Evaluasi Pasca Pelaksanaan (Ex-Post)


Evaluasi ini dipergunakan untuk melihat dan menilai apakah pencapaian suatu
program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dicapai. Atau
dapat juga dikatakan sebagai evaluasi yang memberikan penilaian terhadap
tingkat pencapaian tujuan serta dampak dari kebijakan yang telah
dilaksanakan.

6.6 Metode Evaluasi Program

Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi program. Hal ini
tergantung pada tujuan, sumber daya, kepentingan untuk melakukan evaluasi itu
sendiri. Metode ini berdasarkan rancang desain riset, namun tidak harus selalu kaku

72
seperti riset pada umumnya. Ada yang dapat secara canggih, ada pula yang secara
sederhana bergantung pada tujuan dilakukan evaluasi itu sendir. Teori oleh Stephen
dan William (dalam Kurniati, 2016) terdapat 9 metode evaluasi, yaitu sebagai berikut.

1) Historikal
Metode ini dilakukan dengan cara merekonstruksikan kejadian masa lalu
dengan cara yang objektif. Secara tepat dapat dikaitkan dengan suatu hipotesis
dan asumsi dari kejadian masa lalu tersebut

2) Deskriptif
Metode ini dilakukan dengan cara melakukan penjelasan yang sistematis dari
suatu hal ataupun situasi secara faktual dan tepat.

3) Studi pengembangan (development study)


Metode ini dikenal dengan melakukan penyidikan pola ataupun urutan
perkembangan atau perubahan kejadian berdasarkan waktu.

4) Studi kasus atau lapangan


Metode ini dengan cara meneliti secara menyeluruh dan intensif latar belakang
status sekarang. Ada pula interaksi lingkungan dari sosial, baik perorangan,
kelompok, lembaga. ataupun masyarakat.

5) Studi korelasional (correlational study)


Metode ini dengan cara meneliti seberapa jauh variasi dari suatu faktor
berkaitan dengan variasi dari satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien
tertentu.

6) Causal comparative study


Metode ini menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan
mengamati berbagai konsekuensi yang ada dan menelaah kembali melalui
data. Hal ini dilakukan agar dapat menjelaskan faktor penyebabnya.

7) Eksperimen murni (True experimental)


Metode evaluasi program ini menyelidiki kemungkinan hubungan sebab
akibat dengan membuat suatu kelompok percobaan atau lebih terpapar akan
suatu perlakuan atau kondisi. Kemudian, hasil kondisinya akan dibandingkan
dari satu kelompok kontrol yang tidak menerima perlakuan atau kondisi.

73
Pemilihan kelompok yang secara random (sembarang) sangat penting dalam
metode ini.

8) Eksperimen Semu (quasi experimental)


Eksperimen semu adalah cara yang hampir sama dengan eksperimen murni.
Namun, pada metode ini kelompok kontrol tidak ada dan manipulasi tidak
dapat dilakukan

9) Riset Aksi (action research)


Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan pengalaman baru
lewat suatu pengaplikasian langsung dari berbagai kesempatan.

Sementara itu menurut teori Patton dan Sawicki (dalam Darmawan,


2016) mengklasifikasikan 6 metode pendekatan evaluasi program. Tidak jauh
berbeda dengan teori yang dikemukakan Stephen dan William, teori Patton
dan Sawicki memasukkan metode eksperimental dan quasi eksperimental.
Namun, 4 metode lainnya yaitu sebagai berikut,

1) Before & After Comparisons


Metode ini menggunakan cara dengan membandingkan sebelum
program tersebut dan sesudah program tersebut diimplementasikan.

2) With & without comparisons


Metode ini dengan cara mengkaji suatu objek penelitian dengan
menggunakan perbandingan kondisi yang tidak mendapatkan
perlakuan program dan yang mendapatkan program

3) Actual versus Planned Performance Comparisons


Metode ini dilakukan dengan mengkaji suatu objek penelitian dan
dibandingkan kondisi yang ada (actual) dan ketetapan perencanaan
yang dibuat sebelum nya (planned)

4) Cost Oriented Models


Metode ini dilakukan dengan cara mengkaji penelitian/riset tersebut
berdasarkan biaya yang telah ditetapkan pada perencanaan
sebelumnya.

74
6.7 Kriteria Efektivitas Evaluasi Program

Suatu evaluasi program dapat dikatakan efektif apabila memiliki kriteria-


kriteria efektivitas suatu model. Istilah kriteria ini merujuk kepada instrumen tolak
ukur ataupun standar yang mampu mengukur efektivitas dari suatu program. Menurut
Suharsimi Arikunto (2001) efektivitas dari instrumen di dalam evaluasi memiliki
kedudukan yang sangat penting. Hal ini dikarenakan instrument akan menentukan
kualitas data yang akan dikumpulkan. Evaluasi program dikatakan efektif apabila
instrumen tersebut memenuhi persyaratan berikut.

1) Validitas
Validitas dapat diartikan apabila instrumen tersebut mampu menilai apa yang
akan dinilai.

2) Reliabilitas
Reliabilitas dapat diartikan apabila instrumen tersebut data dikumpulkan dapat
menunjukan kebenaran seperti apa adanya, bukan kebenaran yang dibuat-buat.

3) Praktibilitas
Praktibilitas dapat diartikan apabila instrumen tersebut tidak rumit, praktis,
serta mudah digunakan.

4) Ekonomis
Ekonomis dapat diartikan apabila instrumen dari model evaluasi program
dapat bernilai ekonomis baik dari segi uang, waktu, maupun tenaga. Sehingga
tidak boros dalam mewujudkan dan menggunakan sesuatu yang telah tertera di
dalam penyusunan program.

75
BAB VII

PELAKSANAAN POACE

DI PUSKESMAS

76
77
7.1 Profil Puskesmas Gang Sehat

7.1.1 Pengertian Puskesmas

Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan akses pelayanan


kesehatan yang berkualitas pada masyarakat, salah satunya adalah penyediaan
pelayanan kesehatan dasar. Puskesmas sebagai pusat kesehatan masyarakat yang
menyelenggarakan pelayanan di jenjang pertama memiliki peran yang sangat
penting mengingat puskesmas menjadi institusi yang terlibat langsung dengan
masyarakat serta bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat, puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan
perorangan (UKP) tingkat pertama dengan mengutamakan upaya promotif dan
preventif guna mencapai tujuan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya. Meskipun pelayanan di puskesmas mengutamakan
upaya promotif dan preventif, penyelenggaraan pelayanan kuratif dan rehabilitatif
di puskesmas juga tidak boleh terabaikan. Keempat jenis pelayanan tersebut baik
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif harus selalu dilakukan secara terpadu,
holistik dan berkesinambungan kepada masyarakat, tidak bisa parsial atau hanya
UKM/UKP saja. Selain itu, berbagai upaya kesehatan di puskesmas dilaksanakan
dengan memusatkan pada pemberiaan pelayanan kesehatan yang bersifat primer
bagi masyarakat tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada individu. Hal
tersebut juga sesuai dengan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 pasal 7 dimana
disebutkan bahwa “Dalam menyelenggarakan fungsinya, puskesmas berwenang
untuk melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
pelayanan kesehatan” (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014).
Puskesmas juga menjadi unit pelaksana fungsional yang berperan penting
dalam pembangunan kesehatan dengan mewujudkan masyarakat yang berperilaku
sehat melalui peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat;
mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau; serta
hidup dalam lingkungan sehat sehingga tercipta derajat kesehatan masyarakat
yang optimal. Keberadaan puskesmas yang berfokus pada penyediaan layanan
kesehatan bagi masyarakat luas tentunya diharapkan perannya agar dapat

78
memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Keberadaan
puskesmas juga sangat memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya dari
keluarga yang kurang mampu. Dengan keberadaan puskesmas, kebutuhan
pelayanan masyarakat yang memadai yaitu pelayanan kesehatan yang strategis
dan mudah dijangkau oleh masyarakat dapat tersedia.
Secara struktural, puskesmas merupakan unit pelaksanaan teknis kesehatan
yang bekerja dibawah supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Puskesmas berperan sebagai penyelenggara upaya kesehatan masyarakat (UKM)
dan upaya kesehatan perorangan (UKP) yang berintegritas dan
berkesinambungan. Kedudukan puskesmas sebagai penyelenggara tersebut,
memberi arti bahwa puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis tingkat pertama
dari Dinas Kesehatan. Untuk dapat melaksanakan fungsinya secara optimal,
puskesmas juga harus didirikan pada setiap kecamatan. Artinya dalam 1
kecamatan harus terdapat minimal 1 unit puskesmas agar mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Selain itu, puskesmas juga
memiliki kewajiban khususnya dalam melaksanakan kebijakan kesehatan agar
tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dapat tercapai serta
terwujudnya kecamatan sehat.
Berdasarkan kemampuan penyelenggaraannya, Puskesmas dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu puskesmas rawat inap dan puskesmas non-rawat
inap. Puskesmas rawat inap merupakan puskesmas yang diberikan sumber daya
tambahan guna menyelenggarakan pelayanan rawat inap sesuai dengan
pertimbangan kebutuhan pelayanan. Sedangkan puskesmas non rawat inap
merupakan puskesmas yang tidak menyelenggarakan pelayanan rawat inap,
kecuali pertolongan persalinan normal. Selain itu, sumber daya manusia di
Puskesmas terdiri dari tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan. Tenaga
kesehatan di puskesmas paling sedikit terdiri dari dokter atau dokter layanan
primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga
kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga
kefarmasian. Sedangkan tenaga non kesehatan merupakan tenaga yang dapat
mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan
seluruh kegiatan operasional lain yang diselenggarakan di Puskesmas (Peraturan
Menteri Kesehatan RI, 2014).

79
7.1.2 Fungsi Puskesmas

Puskesmas memiliki tujuan untuk melaksanakan kebijakan kesehatan guna


mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Tujuan pembangunan
kesehatan yang dimaksud tersebut adalah dengan mendukung tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan nasional yaitu meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi masyarakat yang khususnya bertempat tinggal di
wilayah kerja puskesmas demi terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya. Dalam berbagai regulasi dan kebijakan mengenai puskesmas, juga
disebutkan bahwa tugas pokok dan fungsi puskesmas dapat dibagi menjadi empat
yaitu sebagai pembina kesehatan di wilayahnya (Peraturan Menteri Kesehatan No.
75/2014 tentang Puskesmas dan Peraturan Pemerintah No. 18/2016 tentang Perangkat
Daerah); menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat atau UKM (Kepmenkes
No. 128/2004 dan PMK 75/2014); menyelenggarakan Upaya Kesehatan Perorangan
atau UKP (Kepmenkes No. 128/2004 dan PMK 75/2014); dan melaksanakan fungsi-
fungsi manajemen Puskesmas (Kepmenkes No. 128/2004).

1) Pembina Kesehatan Wilayah


Puskesmas merupakan pembinaan kesehatan wilayah khususnya pada
wilayah kerjanya baik kecamatan atau kelurahan. Fungsi ini menjadi bentuk
perpanjangan dari fungsi dan kewenangan Dinas Kesehatan yang menjadi
pembina kesehatan wilayah kabupaten/kota. Puskesmas juga memiliki otoritas
dari Dinas Kesehatan/ Pemerintah Daerah dalam melaksanakan urusan
pemerintah di bidang kesehatan. Oleh karena itu, puskesmas memiliki
legitimasi, otoritas, dan mandat untuk melakukan pembinaan kesehatan secara
menyeluruh di wilayah kerjanya. Fungi pembinaan kesehatan wilayah yang
dilakukan puskesmas dapat berupa pembinaan Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat (UKBM), seperti pelatihan dan pembinaan kader kesehatan,
pembinaan Posyandu, Posbindu, Poskestren, dan lain-lain. Dalam pelaksanaan
ini juga dapat dilakukan dengan melakukan kerja sama dengan Camat dan
Lurah/Kepala Desa dimana lembaga tersebut memiliki wewenang sebagai
otoritas penyelenggara pemerintahan di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa.
Puskesmas sebagai pembina kesehatan wilayah juga memiliki peran
untuk melakukan pembinaan dan mengontrol kesehatan wilayahnya, seperti
pemantauan (melalui surveilans) dan pencegahan penyakit menular serta

80
penyakit lain dalam masyarakat, memperbaiki kesehatan lingkungan seperti
pengawasan tempat-tempat umum. Hal tersebut juga termasuk dalam
pengawasan dan pemantauan seluruh kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat
yang dapat berdampak langsung maupun tidak langsung dengan kesehatan
penduduk, mengidentifikasi determinan masalah kesehatan, menggerakkan
peran masyarakat dalam peningkatan upaya kesehatan serta melakukan
koordinasi dan pembinaan semua fasilitas kesehatan (termasuk fasilitas
kesehatan swasta).

2) Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat


Tugas pokok puskesmas yang kedua adalah melaksanakan
melaksanakan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dengan sasaran seluruh
masyarakat serta lingkungan kesehatannya. Artinya, pelayanan UKM
menitikberatkan pada pelayanan yang bersifat promotif dan preventif disertai
dengan pelayanan yang berlandaskan sanitasi lingkungan. Berbagai kegiatan
UKM yang dilakukan puskesmas antara lain penyuluhan kesehatan secara
massal, imunisasi dan penimbangan di Posyandu, penyehatan sanitasi,
pemberantasan vektor penyakit, serta skrining kesehatan secara massal.
Upaya kesehatan masyarakat yang diselenggarakan oleh puskesmas
terbagi menjadi dua yaitu upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya
kesehatan masyarakat pengembangan.

i. Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial


Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial merupakan upaya kesehatan
yang wajib dilaksanakan oleh setiap puskesmas guna mendukung
ketercapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan.
UKM esensial terdiri dari 5 jenis pelayanan meliputi:
a) Pelayanan promosi kesehatan seperti usaha kesehatan sekolah
(UKS).
b) Pelayanan kesehatan lingkungan.
c) Pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana.
d) Pelayanan gizi.
e) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
f) Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat.

81
Oleh karena itu, seluruh puskesmas tanpa melihat kriterianya wajib
menyelenggarakan lima jenis pelayanan kesehatan tersebut.

ii. Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan


Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan merupakan upaya
kesehatan yang kegiatannya memerlukan berbagai upaya yang bersifat
inovatif dan bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan, dimana
pelayanan yang dimaksud menyesuaikan kembali dengan prioritas masalah
kesehatan, ketersediaan sumber daya dan anggaran hingga keadaan
geografi yang terdapat di puskesmas. Oleh karena itu, jumlah UKM
pengembangan antara satu puskesmas dengan puskesmas lain bisa saja
berbeda mengingat menyesuaikan dengan keadaan masing-masing
puskesmas. Beberapa jenis UKM pengembangan yang umumnya tersedia
di puskesmas meliputi:
a) Pelayanan kesehatan jiwa
b) Pelayanan kesehatan gigi masyarakat
c) Pelayanan kesehatan tradisional komplementer
d) Pelayanan kesehatan olahraga
e) Pelayanan kesehatan indera
f) Pelayanan kesehatan lansia
g) Pelayanan kesehatan kerja
h) Dan pelayanan kesehatan lainnya sesuai kebutuhan

3) Pelayanan Upaya Kesehatan Perorangan


UKP atau Upaya Kesehatan Perorangan merupakan upaya kesehatan
yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan perorangan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014, Upaya Kesehatan Perorangan atau yang disingkat UKP adalah
suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit,
pengurangan penderitaan akibat penyakit, dan memulihkan kesehatan
perorangan. Pelayanan UKP ini dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun

82
masyarakat. Pelayanan UKP atau sering juga disebut pelayanan kuratif,
sasarannya adalah perorangan dan atau rumah tangga dima pelayanan UKP
lebih memfokuskan pada upaya penyembuhan dan rehabilitasi seseorang yang
jatuh sakit. Pelayanan UKP tingkat pertama yang diselenggarakan oleh
Puskesmas dilaksanakan oleh dokter, dokter gigi, dokter layanan primer, dan
Tenaga Kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensi maupun kewenangannya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam PMK No.75/2014 ditetapkan 8 jenis UKP yang perlu
diselenggarakan oleh puskesmas, yaitu:
a) Pelayanan pemeriksaan umum.
b) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
c) Pelayanan KIA/KB yang bersifat UKP.
d) Pelayanan gawat darurat.
e) Pelayanan gizi yang bersifat UKP.
f) Pelayanan persalinan.
g) Pelayanan rawat inap (di Puskesmas perawatan berdasarkan kebutuhan
pelayanan kesehatan).
h) Pelayanan kefarmasian dan pelayanan laboratorium.

4) Fungsi Manajemen Puskesmas


Selain menyelenggarakan upaya kesehatan, puskesmas juga memiliki tugas
pokok untuk melaksanakan fungsi manajemen kesehatan, mulai dari
pengelolaan sistem informasi, perencanaan, penggerakan, hingga pemantauan
dan evaluasi. Manajemen puskesmas sendiri merupakan serangkaian kegiatan
sistematis untuk menyelenggarakan pelayanan puskesmas yang efektif dan
efisien. Rangkaian kegiatan tersebut dilaksanakan oleh puskesmas dengan
tujuan untuk membentuk fungsi-fungsi manajemen yang dilaksanakan secara
terpadu dan berkesinambungan.
Pelaksanaan fungsi manajemen puskesmas dapat memberikan beberapa
manfaat antara lain (Sulaeman, 2011):
a) Menciptakan kinerja puskesmas yang lebih optimal guna tercapainya
visi dan tujuan puskesmas yang telah ditetapkan

83
b) Menciptakan efisiensi dan produktivitas kerja bagi pegawai dan
puskesmas
c) Menciptakan keteraturan, kesinambungan, serta kelangsungan berbagai
program dan kegiatan yang dilakukan di puskesmas
d) Meningkatkan ketercapaian mutu dan kepuasan pelayanan kesehatan di
puskesmas
e) Menciptakan kepuasan kerja bagi para pegawai, pemimpin dan
berbagai stakeholder lainnya di puskesmas

Beberapa rincian mengenai fungsi manajemen puskesmas antara lain:

i. Perencanaan
Perencanaan puskesmas dapat menjadi landasan dalam melaksanakan
fungsi manajemen puskesmas lainnya mengingat fungsi lainnya akan
didasarkan atau disesuaikan dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
Perencanaan di puskesmas bertujuan untuk memberikan gambaran
sistematis mengenai seluruh tugas, fungsi dan peran yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan puskesmas sehingga pencapaian
tujuan tersebut dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Selain itu,
perencanaan juga dapat membuat para pengambil keputusan dan
pemimpin di puskesmas memanfaatkan sumber daya puskesmas
semaksimal mungkin. Perencanaan puskesmas umumnya disebut
micro planning atau rencana lima tahun yang akan dilakukan oleh
puskesmas.
ii. Pencatatan dan Pelaporan
Puskesmas juga menyusun berbagai jenis laporan seperti laporan
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP), Sistem
Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA), laporan mengenai Aplikasi
Primary Care (P-care), yang merupakan aplikasi sistem informasi
pelayanan pasien berbasis web yang dikembangkan oleh BPJS serta
Laporan keuangan puskesmas.
iii. Peningkatan mutu puskesmas
Puskesmas akan selalu melakukan manajemen mutu secara rutin dalam
bentuk diskusi dalam kegiatan “mini-lokakarya” dan melakukan proses
untuk mendapat akreditasi puskesmas.

84
7.1.3 Program Puskesmas

Puskesmas Gang Sehat memiliki 5 program pokok UKM esensial, yaitu upaya
promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak
termasuk KB, upaya perbaikan gizi masyarakat, serta program upaya pencegahan dan
pemberantasan. Selain itu, Puskesmas Gang Sehat memiliki 10 program UKM
pengembangan, yaitu pelayanan kesehatan gigi dan mulut, UKS dan UKGS, program
kesehatan peduli remaja/PKPR, program kesehatan lansia, pelayanan kesehatan jiwa,
kesehatan olahraga/KESORGA, upaya kesehatan kerja/UKK, kesehatan
tradisional/HATTRA, Saka Bakti Husada/SBH, dan upaya kesehatan mata.

Selain program UKM, Puskesmas Gang Sehat juga memiliki program UKP
seperti poli-poli dan klinik-klinik yang ditambah dengan klinik bersalin/PONED gang
sehat; Konseling dokter spesialis anak disediakan 1 bulan sekali dan konseling dokter
spesialis kandungan; serta PONED yang menyediakan 10 tenaga bidan terlatih APN,
dokter spesialis kandungan, pelayanan USG, 5 tempat tidur perawatan nifas, 1 tempat
tidur isolasi, 3 tempat tidur persalinan/VK, 4 inkubator bayi, ruang sterilisasi, dan
ambulan rujukan.

7.1.4 Struktur Organisasi Puskesmas

Gambar 7.1 Struktur Organisasi Puskesmas Gang Sehat

Berikut merupakan struktur organisasi berdasarkan PMK No 75 tahun 2014,


yang terdiri dari: Kepala Puskesmas, Kasubbag TU, UKM, UKP, dan Jejaring.

7.1.5 Visi dan Misi Puskesmas Gang Sehat

Visi:

85
“Terwujudnya Puskesmas dengan pelayanan prima menuju kecamatan
Pontianak Selatan sehat, mandiri dan berkeadilan”

Misi:

1. Memberikan pelayanan kesehatan secara prima kepada seluruh lapisan


masyarakat secara adil dan merata.
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
3. Mengembangkan sarana dan prasarana pelayanan yang berkualitas.
4. Meningkatkan akses dan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan.
5. Meningkatkan peran serta aktif dan kemandirian masyarakat di bidang
kesehatan.

7.2 Latar Belakang Narasumber

drg. Nuzulisa Zulkifli atau yang lebih akrab dipanggil dengan drg. Lisa merupakan
seorang dokter gigi berlokasi praktek di Pontianak, Kalimantan Barat. Beliau
menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
pada tahun 2001. Selain bekerja sebagai dokter gigi, sejak tahun 2009 Drg. Lisa juga
beberapa kali menjabat sebagai Kepala Puskesmas. Beliau pernah menjabat sebagai
Kepala Puskesmas Pal 3 pada tahun 2009 hingga 2011, Kepala Puskesmas Alianyang
pada tahun 2011 hingga 2012, Kepala Puskesmas Kampung Bali pada tahun 2012
hingga 2018, dan Kepala Puskesmas Gang Sehat Pontianak, Kalimantan Barat pada
tahun 2018 hingga 2021.

7.3 Implementasi Planning, Organizing, Actuating, Controlling, dan Evaluating di


Puskesmas Gang Sehat

7.3.1 Implementasi Perencanaan (Planning)

Proses perencanaan dimulai dari inputnya terlebih dahulu yaitu berdasarkan


hasil evaluasi permasalahan di tahun sebelumnya. Dalam perencanaan perlu dilakukan
analisa data yang terdiri dari:

86
1. PKP (Penilaian Pekerja Puskesmas), yaitu penilaian dari program-program
UKM maupun UKP yang akan dilaporkan setiap bulan.
2. Survei PIS PK (Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga), yaitu salah
satu program puskesmas yang menggunakan pendekatan keluarga untuk
meningkatkan jangkauan sasaran. Pihak puskesmas melakukan survei 12
indikator PIS PK di lapangan.
3. SMD (Survei Mawas Diri), merupakan suatu upaya bersama yang dilakukan
oleh Puskesmas dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk bersama-
sama mengidentifikasi permasalahan kesehatan di masyarakat.
4. IKM (Indikator Kepuasan Masyarakat), yaitu indikator yang digunakan dalam
mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan
berdasarkan dimensi daya tanggap (responsiveness). Pihak puskesmas Gang
Sehat melakukan survei dalam waktu 6 bulan sekali.
5. Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan), diadakan 1 tahun
sekali yang melibatkan perangkat daerah, seperti RT, RW, Lurah, dan Camat.
6. Lokakarya Mini Lintas Sektor, dilakukan 3 bulan sekali dengan menghadirkan
forum pimpinan tingkat kecamatan.
7. Masukan/Keluhan Masyarakat.

Dari hasil-hasil tersebut dibuatlah suatu matriks, salah satunya matriks sarang
laba-laba, sehingga menjadi lebih mudah dalam mengidentifikasikan indikator-
indikator yang sudah mencapai target maupun indikator yang masih jauh dari target.
Kemudian matriks tersebut dapat dibandingkan dari tahun ke tahun agar dapat
dievaluasi hal-hal yang masih kurang maksimal dalam pelaksanaannya.

87
Gambar 7.2 Matriks Laba-Laba Puskesmas Gang Sehat Tahun 2016

Setelah dievaluasi, maka dimasukkan kedalam rencana tahun selanjutnya.


Terdapat 6 dokumen yang menjadi output perencanaan puskesmas yaitu:

1. RSB (Rencana Strategi Bisnis), yaitu suatu dokumen perencanaan yang harus
dibuat oleh setiap organisasi yang mencari laba maupun yang nirlaba. Pada
puskesmas Gang Sehat juga diperlukan RSB sebagai syarat agar bisa
ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
2. RBA (Rencana Bisnis Anggaran), yaitu dokumen perencanaan bisnis dan
penganggaran tahunan yang berisi program, kegiatan, target kinerja dan
anggaran Puskesmas.
3. RUK (Rencana Usulan Kegiatan), yaitu rencana kegiatan puskesmas
mendatang yang akan dilakukan secara sistematis untuk mengatasi masalah
atau sebagian masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Pada
umumnya RUK ditujukan untuk UKM.
4. RKA (Rencana Kegiatan Anggaran), yaitu dokumen perencanaan dan
penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan
kegiatan SKPD, serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD.
5. RPK (Rencana Pelaksanaan Kegiatan), yaitu sebagai pedoman dalam
pelaksanaan suatu kegiatan sehingga nantinya kegiatan yang dilaksanakan
dapat efektif dan efisien.
6. KAK (Kerangka Acuan Kegiatan), yang merupakan turunan dari RPK yaitu
gambaran umum dan penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan
sesuai dengan tugas dan fungsi

7.3.2 Implementasi Pengorganisasian (Organizing)

Dalam pengorganisasian di Puskesmas, tidak secara eksplisit digambarkan


sebagai bentuk satu rangkaian kegiatan. Akan tetapi, fungsi pengorganisasiannya
terlaksana pada tahap P1 (Perencanaan) dan P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan), yaitu
adanya pembagian tugas yang jelas, pemanfaatan SDM dan fasilitas, serta adanya
pendelegasian wewenang. Di Puskesmas Gang Sehat memiliki pembagian tugas yang
dilakukan oleh setiap tim untuk melakukan fungsionalnya masing-masing. Hal ini
terlihat pada adanya pembentukan tim perencana tingkat puskesmas, tim akreditasi,
tim manajemen mutu, tim audit internal, dan tim peningkatan mutu.

88
Dalam pengorganisasian erat kaitannya dengan pengelolaan sumber daya
manusia dan pemanfaatan fasilitas. Sumber daya manusia di Puskesmas Gang sehat
tergolong jumlahnya dan beberapa dari mereka kualitasnya tidak sesuai dengan
standar dan teknis yang ada. Maka disini, pengelolaan sumber daya menjadi kunci
utama untuk dapat menggerakan program/kegiatan di puskesmas. Kepala Puskesmas
disini melakukan pendekatan secara langsung dengan tenaga kesehatan untuk dapat
menempatkan SDM sesuai dengan kualitas dan kemampuannya. Pemanfaatan fasilitas
di Gang Sehat sudah dilaksanakan secara maksimal, namun kendalanya dalam
penjagaan (maintenance) sarana dan prasarana yang masih kurang baik. Maka disini,
penerapan SOP yang perlu ditingkatkan dan pendisiplinan SDM untuk menjaga
sarana dan prasarana tersebut.

7.3.3 Implementasi Penggerakan dan Pelaksanaan (Actuating)

Penggerakan dan pelaksanaan di Puskesmas Gang Sehat dikenal dengan istilah


P2. Pada implementasinya, tahap penggerakan di Puskesmas Gang Sehat terbagi
menjadi dua, yaitu penggerakan internal dan penggerakan eksternal. Penggerakan
internal merupakan penggerakan yang berfokus pada SDM kesehatan Puskesmas
Gang Sehat. Sementara, penggerakan eksternal merupakan penggerakan yang
berfokus pada pihak-pihak di luar Puskesmas Gang Sehat, seperti mitra dan jejaring
puskesmas.
Penggerakan internal dapat dilakukan melalui beberapa cara. Salah satu
bentuk penggerakan internal adalah dengan melaksanakan team building tenaga
kesehatan yang berupa outbound. Kegiatan team building tersebut dilaksanakan
secara rutin setiap beberapa bulan sekali. Selain itu, penggerakan internal juga dapat
dilaksanakan melalui lokakarya mini lintas program yang dilaksanakan setiap satu
bulan sekali. Tujuan dari dilaksanakannya kegiatan tersebut adalah agar dapat
meningkatkan motivasi dan semangat SDM kesehatan Puskesmas Gang Sehat
sehingga kinerja mereka dapat stabil atau bahkan meningkat.
Selain penggerakan internal, terdapat juga penggerakan eksternal.
Penggerakan eksternal dapat dilakukan melalui kegiatan penggalangan komitmen
dengan mitra dan jejaring. Selain itu, penggerakan eksternal juga dapat dilaksanakan
melalui lokakarya mini lintas sektor yang dilaksanakan setiap tiga bulan sekali.
Tujuan dari dilaksanakannya kegiatan tersebut adalah agar Puskesmas dapat

89
menciptakan koneksi dengan mitra dan jejaring yang dapat mendukung keberhasilan
pelaksanaan program Puskesmas Gang Sehat.
Pada tahap pelaksanaan, di Puskesmas Gang Sehat terdapat PIS-PK dengan
tiga strategi yang dilakukan, yaitu memanfaatkan fresh graduate tenaga kesehatan
sebagai supervisor hanya untuk pendataan, melibatkan lintas sektor untuk sosialisasi
dan pendampingan survei, serta melakukan pendataan sekaligus intervensi oleh
petugas.
Dalam implementasi tahap penggerakan dan pelaksanaan di Puskesmas Gang
Sehat, terdapat beberapa hambatan, seperti SDM kesehatan puskesmas yang
mengalami demotivasi dalam bekerja. Untuk mengatasi hal tersebut, pimpinan
Puskesmas dapat melakukan berbagai tindakan dalam mengatasi SDM kesehatan
yang mengalami demotivasi, seperti melakukan penguatan (reinforcement) pada SDM
kesehatan puskesmas. Selain itu, dapat juga memberikan punishment bila demotivasi
yang terjadi sudah terlalu banyak memberikan dampak negatif bagi kinerjanya.
Kemudian, bila SDM kesehatan yang mengalami demotivasi tersebut mulai
mengubah sikapnya menjadi lebih baik, maka dapat diberikan award. Intinya, dalam
mengatasi SDM kesehatan yang mengalami demotivasi dapat dilakukan upaya-upaya
penggerakan yang sesuai dengan porsinya.
Selain demotivasi, terkadang terjadi juga masalah dalam proses komunikasi
antar SDM kesehatan, tetapi tergantung dari setiap SDM kesehatan yang ada karena
masing-masing SDM kesehatan memiliki kepribadian dan karakteristik yang berbeda.
Cara mengatasi masalah dalam komunikasi tersebut dapat dilakukan dengan
melakukan cara komunikasi yang sesuai, seperti komunikasi secara langsung dengan
yang bersangkutan maupun komunikasi secara tidak langsung. Cara komunikasi
tersebut disesuaikan dengan kepribadian dan karakteristik dari SDM kesehatan yang
ada. Dengan cara komunikasi yang tepat, maka dapat tercapai komunikasi yang
efektif dan tepat sasaran.

7.3.4 Implementasi Pengawasan dan Pengendalian (Controlling)

Pengimplementasian POACE di Puskesmas memiliki dasar hukum yang


menggambarkan keseluruhan manajemen di Puskesmas, yakni pada Peraturan
Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 43 Tahun 2019. Untuk pengawasan dan
pengendalian, dalam PMK Nomor 43 Tahun 2019 tersebut dijelaskan melalui P3 atau
pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja.

90
Di Puskesmas Gang Sehat, pengawasan dilakukan pada kualitas pelayanan.
Hal-hal yang diawasi dari kualitas pelayanan berupa kepuasan pasien, Kapitasi
Berbasis Komitmen (KBK), dan pelayanan publik. Kepuasan pasien diawasi melalui
IKM, pengaduan masyarakat, dan smile cards; hasil Kapitasi Berbasis Komitmen
(KBK) diawasi dari aplikasi PCare BPJS Kesehatan yang melihat angka kontak,
Rujukan Non Spesialistik (RNS), dan Program Pengelolaan Penyakit Kronis
(Prolanis); dan pelayanan publik akan diawasi serta dinilai oleh Ombudsman dan
Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP).
Berdasarkan Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP) tahun 2019, rata-rata hasil
cakupan dari berbagai komponen kegiatan di Puskesmas Gang Sehat sebesar 66,85%.
Hal ini meliputi upaya promosi kesehatan dengan hasil cakupan 87,83%, upaya
kesehatan lingkungan 75%, upaya kesehatan ibu dan anak termasuk KB 69,58%,
upaya perbaikan gizi masyarakat 45,88%, upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular 87,18%, upaya pengobatan 48,29%, dan upaya pengembangan
54,17%. Ibarat sebuah siklus, hasil dari pengawasan, pengendalian, dan penilaian
kinerja ini akan digunakan kembali untuk perencanaan.

7.3.5 Implementasi Evaluasi (Evaluating)

Setelah melakukan berbagai macam program-program kesehatan, Puskesmas


Gang Sehat melakukan evaluasi kinerja program setiap akhir bulan, termasuk
didalamnya audit kepatuhan SOP. Evaluasi kinerja program dilakukan bertujuan
untuk pembuatan matriks kinerja Puskesmas Gang Sehat yang dapat digunakan untuk
proses P1 (perencanaan). Setelah itu, laporan kinerja Puskesmas Gang Sehat yang
bersifat umum, dipublikasi ke masyarakat umum, contohnya data tentang mortalitas
dan morbiditas di wilayah kerja Puskesmas Gang Sehat. Sedangkan, laporan evaluasi
mengenai kinerja dan pencapaian setiap program Puskesmas Gang Sehat tidak
dipublikasikan ke masyarakat umum karena keterbatasan pengetahuan masyarakat
tentang pencapaian program puskesmas dan cenderung tidak peduli mengenai hasil
tersebut.
Pada proses evaluasi, Puskesmas Gang Sehat dapat mengidentifikasi
hambatan-hambatan yang terjadi ketika proses P1-P3. Hambatan yang umumnya
terjadi berasal dari resources. Kuantitas dan kualitas dari resource dapat menjadi
hambatan jika kuantitasnya tidak terpenuhi dan kualitasnya tidak sesuai dengan

91
standar serta teknis yang ada. Berikut adalah hambatan-hambatan terkait resource di
Puskesmas Gang Sehat, yaitu:
a) Jumlah dan kompetensi/kualitas sumber daya manusia (SDM) yang tersedia,
masih kurang.
b) Penggunaan anggaran yang belum maksimal.
c) Proses maintenance sarana dan prasarana yang masih kurang baik.
d) Tidak sesuainya metode pendekatan yang digunakan dengan kondisi lapangan
walaupun sebelumnya telah memprediksikan kondisi lapangan.
e) Petugas kesehatan yang masih kurang disiplin dalam pembuatan laporan.
Selain itu, hambatan yang seringkali terjadi di Puskesmas Gang Sehat adalah
strength/kekuatan yang dimiliki puskesmas juga dapat menjadi hambatan ketika
pelaksanaan P1-P3 jika terdapat ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian antara
perencanaan dan pelaksanaan. Dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut,
Puskesmas Gang Sehat melakukan pendekatan secara langsung kepada SDM
Kesehatan, penerapan SOP dengan maksimal, serta melakukan perencanaan yang
lebih matang.

92
DAFTAR PUSTAKA

American Public Health Association. 2016. What is Public Health?. [online] Available at:
<https://www.apha.org/what-is-public-health> [Accessed 27 September 2021].

Arifin, S., Rahman, F., Wulandari, A. and Yulia, V. 2016. Buku Ajar Dasar-Dasar
Manajemen Kesehatan. in. Banjarmasin: Pustaka Banua. Available at:
http://eprints.ulm.ac.id/1149/1/Buku_Ajar_DD_Mankes_fix.pdf.

Awaluddin and Hendra. 2018. Fungsi Manajemen Dalam Pengadaan Infrastruktur Pertanian
Masyarakat Di Desa Watatu Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala. Jurnal
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako Indonesia, 2(1), pp. 1–12.

Ayurestianti, 2017. Evaluasi Pelayanan Kesehatan Dan Pendidikan Program Keluarga


Harapan (PKH). Jurnal Pemberdayaan Masyarakat, 1(2), pp.423-442.

Bahua, M. I. 2018. Perencanaan Partisipatif Pembangunan Masyarakat, Gorontalo: Ideas


Publishing. Available at: https://repository.ung.ac.id/get/karyailmiah/2442/mohamad-
ikbal-bahua-buku-perencanaan-partisipatif-pembangunan-masyarakat.pdf.

Wanadiana. 2010. Pengaruh dan Fungsi Pengarahan. Bandung: Institute Teknologi bandung

Budio, Sesra. 2018. Komunikasi Organisasi: Konsep Dasar Organisasi. [online] Available
at: https://jurnal.stai-yaptip.ac.id/index.php/menata/article/view/69 [Accessed 16
October 2021].

CDC. 2014. The 10 Essential Public Health Service: An Overview. [online] Available at:
https://www.cdc.gov/publichealthgateway/publichealthservices/pdf/essential-phs.pdf
[Accessed 16 October 2021].

CDC Foundation. 2016. What is Public Health?. [online] Available at:


<https://www.cdcfoundation.org/what-public-health> [Accessed 27 September 2021].

Darmawan, E. dan Sjaaf, A., 2016. Administrasi Kesehatan Masyarakat: Teori dan Praktik.
Jakarta: Rajawali Pers.

93
Daswati (2016) ‘Implementasi peran kepemimpinan dengan gaya kepemimpinan menuju
kesuksesan organisasi’, Academica Fisip Untad, 04(01), pp. 783–798.

Effendhie, Machmoed. n.d. Pengantar Organisasi. [online] Available at:


https://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/ASIP420902-M1.pdf
[Accessed 16 October 2021].

Fatimayin, F. 2018. What is Communication?. [online] Available at:


<https://www.researchgate.net/publication/337649561_What_is_Communication>
[Accessed 5 October 2021].

Frasiska, F. 2017. PERENCANAAN DAN TUGAS PELAKSANAAN MANAJEMEN [online].


Available at: <http://repository.radenintan.ac.id/1047/3/BAB_II.pdf> [Accessed 27
September 2021].

Gani, A. dan Budiharsana, M. 2019. Kajian Sektor Kesehatan: Fungsi Kesehatan


Masyarakat (Public Health Functions) dan Health Security. Jakarta: Kementerian
PPN/Bappenas.

Haryana, Ade. 2020. Organisasi dan Teori Organisasi. Tangerang: Aheryana Institute.

Iswandir. (2015). Kegiatan sedang dilaksanakan Kegiatan telah dilaksanakan


Feedforward Control Concurrent Control Feedback Control. Garuda.Ristekdikti.Go.Id,
1, 68–76.

Julita, nel arianty (2018) ‘Pengaruh Komunikasi Dan Lingkungan Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan Pada Pt. Jasa Marga (Persero) Tbkcabang Belmera Medan’,
Ekonomi, pp. 195–205. Available at: http://repository.una.ac.id/50/2/Julita.pdf.

KBBI. 2016. Evaluasi. [online] Available at:


https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/evaluasi [Accessed 22 October 2021].

KBBI. 2016. Program. [online] Available at:


https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/program [Accessed 22 October 2021].

KBBI. 2021. Organisasi. [online] Available at: https://kbbi.web.id/organisasi


[Accessed 16 October 2021].

94
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Apa yang dimaksud dengan
SEHAT ? http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/stress/page/10/apa-yang-
dimaksud-dengan-sehat

_____. 2021. KBBI-Ilmu Kesehatan Masyarakat. [online] Available at:


<https://kbbi.kata.web.id/ilmu-kesehatan-masyarakat/> [Accessed 5 October 2021].

_____. 2021. Pimpin. [online] Available at: https://kbbi.web.id/pimpin [Accessed 19


October 2021].

_____. 2021. KBBI-Perencanaan. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/perencanaan

Kementerian PPN/ Bappenas (2018) Penguatan Pelayanan Kesehatan Dasar di


Puskesmas, Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat. Available at:
https://www.bappenas.go.id/files/1715/3974/8326/Buku_Penguatan_Pelayanan_Kese
hatan_Dasar_di_Puskesmas_Direktorat_Kesehatan_dan_Gizi_Masyarakat_Bappenas.
pdf.

Kementerian Kesehatan RI (2014) ‘PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014’.

Litman, T. 2020. Planning Principles and Practices 12’, (June). Available at:
https://www.vtpi.org/planning.pdf.

Luthans, F. (2011). Perilaku Organisasi. 4th Ed. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.

Malayu SP. Hasibuan. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Jakarta: Bumi
Aksara.

Mesiono, 2017. Dalam Tinjauan Evaluasi Program. Jurnal Ilmu Pendidikan dan
Kependidikan, 4(2), pp.1-21.

Missouri Department of Health and Senior Services. 2002. Strengthening Missouri’s


Public Health System. The Center for Local Public Health Services Missouri
Department of Health and Senior Services. [online] Available at:
https://health.mo.gov/living/lpha/pdf/strengthph.pdf [Accessed 16 October 2021].

95
Muyana, S, 2017. Context Input Process Product (CIPP): Model Evaluasi Layanan
Informasi. [online] Available at: <https://core.ac.uk/download/pdf/267023644.pdf>
[Accessed 2 November 2021].

Mulyono, H. (2018) ‘Kepemimpinan (Leadership) Berbasis Karakter Dalam


Peningkatan Kualitas Pengelolaan Perguruan Tinggi’, Jurnal Penelitian Pendidikan
Sosial Humaniora, 3(1), pp. 290–297. doi: 10.32696/jp2sh.v3i1.93.

Oktavia, F. (2016). Upaya Komunikasi Interpersonal Kepala Desa Borneo Sejahtera Dengan
Masyarakat Desa Long Lunuk. Ilmu Komunikasi. https://ejournal.ilkom.fisip-
unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2016/03/Jurnal Fenn Oktavian (03-02-16-08-53-
37).pdf

Peraturan Menteri Kesehatan RI No 43 tahun 2019 (2019) ‘Peraturan Menteri


Kesehatan RI No 43 tahun 2019 tentang Puskesmas’, Peraturan Menteri Kesehatan
RI No 43 tahun 2019 tentang Puskesmas, Nomor 65(879), pp. 2004–2006.

PHNCI. 2020. 10 Essential Public Health Services. [online] Available at:


https://www.unmc.edu/publichealth/ophp/_documents/10-EPHS.pdf [Accessed 16
October 2021].

Pramesti, M. W. (2017) ‘Motivasi : Pengertian, Proses dan Arti Penting dalam Organisasi’,
Jurnal Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Sultan Fatah Demak, pp. 19–38.

Rivai V, Mulyadi D. Kepemimpinan dan perilaku organisasi. Jakarta: Rajawali pers;


2011.
Robbins, Stephen P. and Mary Coulter. 2016. Manajemen, Jilid 1 Edisi 13, Alih Bahasa: Bob
Sabran dan Devri Bardani P, Erlangga, Jakarta.

Siriyei, I. and Dwi Wulandari, R. 2013. Faktor Determinan Rendahnya Pencapaian Cakupan
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Puskesmas Mojo Kota Surabaya.
[online] Journal.unair.ac.id. Available at:
<http://journal.unair.ac.id/downloadfull/JAKI6773-f92c11f1aafullabstract.pdf>
[Accessed 5 October 2021].

Siti Qona’ah. 2018. Modul Dasar Manajemen Bisnis. pp. 1–147.

96
Sulaeman, E. S. (2011) ‘Teori dan Praktik di Puskesmas’, in. Surakarta, p. 286.
Available at: perpustakaan.uns.ac.id.

Syahril, S. 2019. Teori-teori Kepemimpinan. [online] Available at:


http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?
article=1302760&val=17544&title=TEORI-TEORI%20KEPEMIMPINAN [Accessed
19 October 2021].

Syarifudin, E. (2004) ‘Teori Kepemimpinan’, Alqalam, 21(102), p. 459. doi:


10.32678/alqalam.v21i102.1644.

Unanda, F. E. (no date) ‘Pedoman singkat penulisan jurnal’, (d).

WFPHA. 2020. Charter Components Scheme of the Charter’s core services and enabler
functions. Available at: www.wfpha.org

WHO. 2020. Basic Documents. https://apps.who.int/gb/bd/pdf_files/BD_49th-


en.pdf#page=233

Winslow, C., 1920. The Untilled Fields of Public Health. [online] Science. Available at:
<https://www.science.org/lookup/doi/10.1126/science.51.1306.23> [Accessed 27
September 2021].

Wirawan. (2011). Evaluasi Teori, Metode, Standar, Aplikasi, dan Profesi. Jakarta:
Rajawali Pers
Yousif, N. et al. (2018), Journal of Physical Therapy Science, 9(1), pp. 1–11.
Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.neuropsychologia.2015.07.010%0Ahttp://
dx.doi.org/10.1016/j.visres.2014.07.001%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.humov.2018.08.006%0Ahttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
24582474%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.gaitpost.2018.12.007%0Ahttps://doi.org/.

97
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Wawancara dengan Narasumber

Lampiran 2. Power Point (PPT) Laporan Buku P4K

Power Point (PPT) Laporan Buku P4K

98
DAFTAR INDEKS

Actuating, 3, 35, 86, 89, 98, 100

Administrasi, 93, 100

Akuntabilitas, 100

Akurat, 62, 100

Analisis, 22, 49, 100

APN, 85, 98, 100

ASI, 10, 98, 100

Assessment, 5, 100

Assurance, 7, 100

Awareness, 43, 100

BPJS, 84, 90, 98, 100

Capability of the audience, 43, 100

Causal comparative study, 73, 100

CDC, 3, 68, 70, 93, 98, 100

Channels, 43, 100

99
Clarity, 43, 100

Content, 42, 100

Context, 43, 95, 100

Continuity and Consistency, 43, 100

Controlling, 2, 3, 58, 86, 90, 98, 100

Cost Oriented Models, 74, 100

Credibility, 100

DBD, 9, 98, 101

Delegatif, 48, 101

Demokratif, 101

Deskriptif, 73, 101

Diagnosis dini, 101

Dinas Kesehatan, 79, 80, 100

Diplomatis, 49, 101

Efektif, 2, 62, 101

Efisiensi, 101

Ekonomis, 62, 75, 101

Evaluasi, 3, 61, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 74, 91, 93, 94, 95, 97, 98, 101

100
Faktor risiko, 5, 71

Fasilitas, 6, 28, 81, 84, 85, 92

Feedback, 70

Feedback control, 64

Feedforward control, 63

Filariasis, 10

Finansial, 28

Fleksibel, 21, 65

Formal, 27, 38

Framework, 5

Frekuensi, 21

Fresh graduate, 93

Gap, 63

Genital, 13

Goal, 29

Grafik, 20

Healthy behavior, 12

Healthy living, 7

Hierarchy, 31

Historikal, 75

HIV/AIDS, 10

101
Holistik, 81

Identifikasi, 6, 24, 61

Implementasi, 6, 69, 74, 90, 93, 94

Implicit bargaining, 38

Imunisasi, 10, 84

Indikator, 62, 74, 90, 91

Individualized consideration, 49

Infeksi, 10

Informal, 54

Informal situation, 54

Informatif, 20

Inisiatif, 48

Inklusif, 20

Inkubator, 89

Inovasi, 9

Input, 73

Insentif, 38

Inspeksi, 61

Institusi, 11, 23, 81

Instrumen, 77, 78

Intelegensia, 48

Intelektual, 48

102
Intellectual stimulation, 49

Intensifikasi, 85

Interest, 45

Internal, 37

Internalization process, 39

Interpretasi, 21

Intervensi, 63, 93

Intrinsik, 39, 40

Intuisi, 47

Investasi, 12

Investigasi, 6, 8

Isolasi, 89

Jaminan, 5

Jangkauan, 21

Jejaring, 93

Jenjang, 81

Jentik, 12

Job description, 29

Kader, 83, 10

Kapabilitas, 73

Kapitasi, 94

103
Karakteristik, 47, 48, 52, 94

Karbohidrat, 13

Kebijakan, 5, 6, 7, 8, 9, 17, 49, 50, 60, 64, 69, 73, 74, 75, 82, 83

Kecacingan, 10

Kewenangan, 31, 38, 83, 86

Kharismatik, 51

Klasifikasi, 21, 31, 76

Klinis, 8

Kolaborasi, 6, 17

Korelasional, 75

Kompetensi, 8, 9, 50, 86, 95

Komprehensif, 19, 42

Konsekuensi, 74, 76

Konseling, 10, 88

Konsisten, 13, 32, 45, 51

Konstruktif, 40

Konsultasi, 55

Konteks, 44

Kontrol, 3, 76

Koordinasi, 8, 18, 27, 31, 32, 41, 65, 84

Koreksi, 61, 63, 64, 66

Korektif, 56, 60

Kredibilitas, 44

104
Kristalisasi, 17

Kriteria, 24, 31, 69, 77, 85

Kualitas, 3, 8, 9, 10, 22, 42, 47, 61, 71, 77, 89, 90, 92, 94, 95

Kuantitas, 8, 22, 62, 95

Kumulatif, 12

Laboratorium, 6, 82, 86

Laissez Faire, 50

Leaflet, 43

Lembaga, 6, 9, 42, 73, 75, 84

Limbah, 11

Lisensi, 9

Lokakarya, 88, 91, 93

Maintenance, 93, 96

Manajer, 17, 19, 36, 60, 61, 62, 63, 72

Matriks, 91, 95

Media, 7, 10, 43, 45

Militeristik, 52

Misi, 17, 22, 31, 32, 42, 46, 55, 89

Mitigasi, 6

Mobilisasi, 7

105
Moralis, 51

Morbiditas, 95

Mortalitas, 95

Musyawarah, 56, 91

Napza, 10, 11, 12

Obesitas, 12

Observasi, 61, 69

Ombudsman, 95

Optimal, 19, 53, 54, 82, 87

Otokratis, 56, 57

Otonomi, 38, 66

Otoritas, 83, 84

Otoriter, 50, 52

Outcome, 74

Output, 74, 91

Periodik, 5

Personal, 13, 23

PHBS, 10, 11, 12

Pilar, 31

PIS-PK, 93

106
Policy, 5, 6

PONED, 88

Posbindu, 84

Poskestren, 84

Posyandu, 84

Preventif, 4, 81, 84

Prioritas, 24, 85

Promosi, 3, 4, 6, 8, 10, 85, 88, 95

Promotif, 4, 81, 84

Protection, 4

Punishment, 38, 94

Q
Quasi Experimental, 77

RBA, 91

Rehabilitatif, 81

Reinforcement, 94

Reliabilitas, 77

Resource, 95

RKA, 92

RNS, 95

RPK, 92

RSB, 91

107
RUK, 92

Sasaran, 8, 23, 43, 44, 45, 46, 50, 74, 84, 86, 90, 94

SBH, 88

SDM, 23, 31, 38, 73, 92, 93, 94, 95, 96

SIKDA, 88

Situasional, 47, 49, 52

SMD, 90

SOP, 93, 95, 96

SP2TP, 88

Spesifikasi, 21, 69

Stakeholder, 19, 87

Sumber, 42, 43, 44

Supervisor, 93

Surveilans, 6, 10, 84

Team building, 93

Tenaga pelaksana, 23

Transparan, 20

Trial, 46

True experimental, 76

UKBM, 83

108
UKGS, 88

UKK, 88

UKM, 9, 81, 82, 83, 84, 85, 88, 89, 90, 92

UKP, 81, 82, 83, 86, 88, 89, 90

UKS, 85, 88

Umpan balik, 44

Unity of command, 30, 53

Unity of direction, 30, 64, 70

USG, 88

Vaksinasi, 4

Validitas, 77

Visi, 26, 31, 32, 42, 46, 55, 89

Wawasan, 9, 19

Winslow, 3

Wilayah, 5, 63, 81, 82, 83, 95

Zoonosis, 10

109
110

Anda mungkin juga menyukai