Pada bagian ini akan disajikan hasil analisis penelitian mengenai evaluasi
Cimalaka periode Januari – Maret 2020. Hasil analisis dalam penelitian ini akan
untuk mengetahui karakteristik usia dan jenis kelamin yang terdiagnosis diabetes
Usia
Jenis Kelamin
Laki-laki 40 28,57
43
44
di Puskesmas Cimalaka. Dilihat dari usia, seluruh pasien diabetes melitus berusia
sekitar 40 – 60 tahun. Data umur dalam penelitian ini dipergunakan untuk menjadi
batasan dalam mengetahui banyaknya pasien diabetes melitus tipe 2 yang umumnya
diderita pada orang dewasa dan geriatri. Umur merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam pengaruhnya terhadap prevalensi diabetes melitus. Faktor yang
menunjang tingginya angka prevalensi diabetes melitus tipe 2 pada usia lanjut
adalah adanya gangguan fungsi sel beta pankreas serta gangguan dalam cara kerja
insulin, kegemukan, kurang aktivitas fisik, obat-obatan, dan adanya penyakit lain
(Rochmah, 2006).
Assosiation (ADA) menyatakan bahwa usia di atas 45 tahun merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya penyakit diabetes melitus tipe 2 (ADA, 2004). Orang
mempunyai usia lebih dari 45 tahundengan pengaturan diet glukosa yang rendah akan
mengalami penyusustan sel- sel beta pancreas. Sel beta pancreas yang tersisa pada
umumnya masih aktif, tetapi sekresi insulinnya semakin berkurang (Tjay dan
Rahardja, 2003)
Hasil menunjukan pada usia >40 tahun sangat beresiko terkena diabetes
melitus karena orang pada usia ini kurang aktif , berat badan bertambah, massa otot
45
berkurang , dan akibat proses menua yang mengakibatkan penyusutan sel – sel beta
yang progresif . Pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa.
Diabetes melitus sering muncul setelah manusia memasuki umur rawan tersebut.
meningkat terutama umur > 45 tahun (kelompok resiko tinggi). Dari hasil penelitian
Dilihat dari jenis kelamin, sebagian besar pasien 71,43 % berjenis kelamin
perempuan, sedangkan 28,57 % pasien lainnya berjenis kelamin laki-laki. Dilihat dari
antara jenis kelamin dengan kejadian diabetes melitus Tipe 2, prevalensi kejadian
diabetes melitus Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih
berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan
indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual
Resiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 pada perempuan lebih besar daripada
laiki- laki. Hal ini di sebabkan karena pada peremuan memiliki LDL atau kolesterol
jahat tingkat trigliserida yang lebih tinggi di bandingkan dengan laki-laki, perbedaan
46
mempengaruhi kejadian suatu penyakit yang merupakan salah satu faktor risiko
Jumlah lemak pada laki-laki dewasa rata-rata berkisar antara 15-20% dari
berat bdan total, dan pada perempuan sekitar 20-25%. Jadi peningkatan kadar lipid
terjadinya diabetes melitus pada perempuan 3-7 lebih tinggi di bandingkan pada laki-
Jenis Kelamin
Keterangan :
Penyakit Penyerta
Hipertensi
Hipertensi + Jantung
Hipertensi + Kolesterol
Kolesterol
dan hipertensi 5 orang atau 5,15 % , hipertensi dan kolesterol sebanyak 14 orang atau
14,43 %, dan kolesterol sebanyak 3 orang atau 3,10 dengan demikian penyakit
Hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar terjadi pada pasien
diabetes dari pada pasien non diabetes, dimana patogenesis terjadinya komplikasi
terkait dengan resistensi terhadap insulin dan hiperinsulinemia. Untuk itu perlu di
lakukan manajemen terapi untuk mengurangi resiko (Guyton dan Hall, 1996).
Penyakit diabetes melitus dengan kadar gula yang tinggi dapat merusak organ
dan jaringan pembuluh darah serta dapat terbentuknya aterosklerosis, hal tersebut
terjadinya hipertensi.
Ada hubungan yang bermakna antara tekanan darah dengan diabetes melitus.
Hasil penelitian menunjukan bahwa orang yang terkena hipertensi berisiko lebih
darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi menyempit. Hal
ini akan menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari dalam darah menjadi
prevalensi 40% pada usia 45 tahun meningkat menjadi 60% pada usia 75 tahun.
menunjukkan bahwa kontrol tekanan darah yang baik dengan antihipertensi manapun
Penyakit Penyerta
Hipertensi
Hipertensi + Jantung
Hipertensi + Kolesterol
Kolesterol
Keterangan :
(metformin), penghambat alfa glukosidase dan atau kombinasi dari obat tersebut.
Terapi Obat
mg + metformin 500 mg
Glimepiride 1 mg + 54 38.57
Metformin 500 mg
Acarbose 50 mg + 1 0.71
metformin 500 mg
Glimepiride 1 mg 17 12.14
Acarbose 50 mg 10 7.14
Dari tabel di atas, diketahui bahwa sebagian besar pasien yang terdiagnosis
dan glimepiride 1 mg dan metformin 500 mg, sebanyak 54 orang atau 38,57 %
perifer. Metformin nerupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai
dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1.5 mg/dl) dan hati, serta pasien-
sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual,
sehingga untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada
awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat
tersebut.
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah
pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
darah lebih cepat dari pada pengobatan tunggal masing-masing obat. Pemakaian
Diabetes Study) pasien diabetes melitus tipe 2 yang kemudian dapat dikendalikan
dengan efek antihiperglikemik yang sinergis dan tidak meningkatkan reaksi simpang
Terapi Obat
Acarbose 50 mg + Glimepiride 1 mg +
metformin 500 mg
Glimepiride 1 mg + metformin 500 mg
Glimepiride 1 mg
Metformin 500 mg
yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas
terapi sesuai dengan diagnosis. Selain itu, obat juga harus terbukti manfaat
dan keamanannya. Tepat obat dalam terapi diabetes melitus tipe 2 yaitu suatu
kesesuaian dalam pemilihan obat dari beberapa jenis obat yang mempunyai
indikasi terhadap diabetes melitus tipe 2 (Perkeni, 2019). Tabel 4.4 akan
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 4.4, maka didapatkan hasil
Tepat Obat
klinis pasien yang dilihat dari diagnosis, gejala ataupun keluhan pasien. Tepat
dalam penggunaan obat antidiabetik atas dasar diagnosis yang ditegakkan, sesuai
dengan yang tercantum dalam rekam medik yang memiliki hasil pemeriksaan
kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL. Penegakan diagnosis diabetes melitus
dapat dilakukan dengan 3 cara: pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka
puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik. Ketiga, tes toleransi glukosa
oral ≥ 200 mg/dl. Meskipun TTGO dengan beban 75g glukosa lebih sensitif dan
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 4.5, didapatkan hasil ketepatan
indikasi sebesar 100 % sesuai dengan standar PERKENI 2019. sesuai dengan
yang tercantum dalam rekam medik yang memiliki hasil pemeriksaan kadar gula
Tepat Indikasi