Anda di halaman 1dari 7

BAGIAN V.

ANTROPOLOGI

(AJARAN TENTANG MANUSIA)

Antropologi adalah ajaran tentang manusia, namun dewasa ini istilah tersebut memiliki arti yang
teologis dan yang ilmiah. Antropologi teologis membahas manusia dalam hubungannya dengan
Allah, sedangkan antropologi ilmiah menguraikan organisme psikofisik serta sejarah alamiah
manusia. Subjek antropologi dalam penelaahan ini meliputi pokok-pokok bahasan seperti asal
usul manusia, kesatuan umat manusia, kejatuhan manusia, serta akibat-akibat kejatuhannya itu.

XV Asal Usul dan Watak Semula Manusia

Carnell, seorang sarjana berhaluan evolusi ambang, menulis, "Manusia diciptakan dari debu
dengan suatu tindakan, ab extra, ilahi yang khusus, dengan tubuh yang secara struktural mirip
dengan golongan vertebrata (hewan yang bertulang belakang), dan dengan jiwa yang dibentuk
menurut gambar dan rupa Allah." Beberapa pihak yang berhaluan evolusionis mengusulkan
bahwa tubuh manusia berkembang melalui suatu proses evolusi yang panjang, tetapi pada suatu
ketika Allah campur tangan dan secara langsung menciptakan jiwa, sehingga jadilah manusia.
Paus Pius XII dalam ensikliknya berjudul Humani Generis (1950) mengatakan, "Ajaran Gereja
membiarkan ajaran evolusi sebagai suatu masalah yang terbuka, selama ajaran ini membatasi
teori-teorinya pada perkembangan tubuh manusia yang dijadikan dari zat hidup lainnya yang
sudah ada. (Bahwa jiwa diciptakan langsung oleh Allah merupakan pandangan yang dipaksakan
iman Katolik atas kita).

 ARGUMEN-ARGUMEN PENDUKUNG HIPOTESIS EVOLUSIONER


 Anatomi perbandingan
 Organ organ yang tertinggal
 Embriologi
 Biokimia
 Paleontologi
 Genetika
 ARGUMEN-ARGUMEN ALKITAB YANG MENDUKUNG PENCIPTAAN
LANGSUNG MANUSIA
 Ajaran harafiah Alkitab
 Adam dan Hawa diciptakan sebagai laki – laki dan perempuan
 Hawa diciptakan langsung oleh Allah
 Manusia berasal dari debu dan kembali kepada debu
 Manusia menjadi makhluk yang hidup
 Alkitab membedakan antara daging manusia dan daging binatang
A. KESAMAAN ITU BUKAN KESAMAAN JASMANIAH
Allah adalah Roh sehingga tidak memiliki anggota-anggota tubuh seperti manusia.
Beberapa kalangan menggambarkan Allah sebagai manusia yang agung dan luhur,
namun pandangan semacam ini salah. (Mazmur 17:15).
B. KESAMAAN ITU ADALAH KESAMAAN MENTAL
Allah adalah Roh, jiwa manusia adalah roh juga. Sifat-sifat hakiki dari roh ialah akal
budi, hati nurani, dan kehendak. Roh adalah unsur yang mampu bernalar, bersifat moral,
dan oleh karena itu juga berkehendak bebas.
C. KESAMAAN ITU ADALAH KESAMAAN MORAL
Bahwa manusia memiliki kesamaan semacam itu dengan Allah sudah jelas dalam
Alkitab. Bila dalam pembaharuan manusia baru itu "diciptakan menurut kehendak Allah
di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya" (Efesus 4:24)
D. KESAMAAN ITU ADALAH KESAMAAN SOSIAL
Sifat Allah yang sosial itu didasarkan pada kasih sayang-Nya. Yang menjadi sasaran
kasih sayang-Nya adalah Oknum-Oknum lain di dalam ketritunggalan-Nya. Karena Allah
memiliki sifat sosial, maka Ia menganugerahkan kepada manusia sifat sosial.

XVI Kesatuan dan Struktur Permanen Manusia

Semua pihak setuju bahwa manusia memiliki sifat yang badaniah maupun yang tidak badaniah.
Sifat badaniah manusia ialah tubuhnya; sedangkan sifat tidak badaniahnya ialah jiwa dan rohnya.
Gereja Barat umumnya menerima pandangan dikhotomik; sedangkan gereja Timur umumnya
menerima pandangan trikhotomik.
Yang kami maksudkan dengan struktur moral manusia ialah kemampuan-kemampuan yang
menjadikan manusia dapat bertindak benar atau bertindak salah. "Kemampuan-kemampuan
tersebut ialah kecerdasan berpikir, sensibilitas, dan kehendak, bersama dengan kemampuan
untuk membedakan serta memberikan dorongan, yang kita sebut hati nurani." Intelek atau
kecerdasan berpikir memungkinkan manusia membedakan mana yang benar dan mana yang
salah; sensibilitas atau kemampuan untuk menafsirkan perasaan mengajaknya untuk melakukan
yang ini atau yang itu, dan kehendaklah yang mengambil keputusan.

Hati nurani ialah pengenalan akan diri sendiri dalam kaitannya dengan hukum benar dan salah
yang telah diketahui. Istilah "hati nurani" tidak pernah muncul dalam Perjanjian Lama, namun
istilah ini muncul sekitar tiga puluh kali dalam Perjanjian Baru. Kata "hati nurani" sepadan
dengan suneidesis dalam bahasa Yunani, yang artinya "pengetahuan yang mendampingi".

Kehendak ialah kekuatan jiwa untuk memilih antara berbagai motif serta mengarahkan diri
untuk melaksanakan tindakan tertentu berdasarkan motif yang telah dipilih itu. Pada umumnya
kemampuan manusia dibagi menjadi tiga, yaitu: kecerdasan berpikir, sensibilitas, dan kehendak.
Ketiganya berkaitan secara logis; jiwa harus mengetahui dahulu sebelum dapat merasa, dan
harus merasa dahulu sebelum berkehendak.

XVII Kejatuhan Manusia: Latar Belakang dan Masalah-Masalahnya

Sebelum kita dapat memahami kejatuhan manusia, ada dua pokok lain, yaitu hukum Allah dan
sifat dosa, yang harus kita bicarakan. Kita harus mengetahui dahulu hukum Allah sebelum kita
dapat memahami pelanggaran terhadap hukum itu, yaitu pelanggaran yang dikenal dengan dosa.

A. Hukum Allah
o Arti hukum Allah merupakan perwujudan kehendak Allah yang dilaksanakan oleh
kuasa-Nya. Hukum Allah memiliki dua bentuk: hukum dasar dan pembuatan
undang-undang yang positif. Hukum dasar ialah hukum yang terkandung dalam
unsur-unsur, substansi-substansi, serta kekuatan makhluk-makhluk yang berakal
dan yang tidak berakal. Hukum ini terdiri atas dua jenis: yang alamiah atau fisik,
dan yang moral.
o Tujuan hukum Allah hukum Allah diberikan untuk meningkatkan pengetahuan
manusia tentang dosa, menyatakan kekudusan Allah, serta menuntun orang
berdosa kepada Kristus. Manusia mengetahui bahwa ia seorang berdosa karena
kesaksian hati nuraninya sendiri, tetapi dengan hukum Allah yang diumumkan itu
manusia memiliki "pengenalan akan dosa" yang lebih peka (Roma 3:19, 20; 7:7).
Sekarang dosa mengambil bentuk pelanggaran (Roma 5:13; 7:13). Paulus
mengatakan, "Justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa" (Roma 7:7).
o Hubungan orang percaya dengan Allah Nampaknya ada perbedaan yang nyata
dalam hubungan orang percaya dengan hukum Allah pada masa sekarang bila
dibandingkan dengan hubungan itu pada masa lalu. Alkitab mengajarkan bahwa
dalam kematian Kristus, orang percaya tidak hanya dibebaskan dari kutuk hukum
Taurat (Galatia 3:13), maksudnya, dari hukuman yang dijatuhkan kepadanya oleh
hukum itu, tetapi bahwa orang percaya telah dibebaskan dari hukum itu sendiri
(Roma 7:4; Efesus 2:14, 15; Kolose 2:14).
B. Sifat Dosa
o Dosa adalah sejenis kejahatan yang khusus
o Dosa merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah
o Dosa merupakan baik suatu prinsip atau sifat maupun perbuatan
o Dosa adalah pencemaran dan juga kesalahan
o Dosa pada hakikatnya adalah mementingkan diri sendiri.

Manusia, atas kemauannya sendiri, memilih untuk tidak menaati Allah serta menaati tipuan si
jahat. Keinginan yang diberikan Allah akan keindahan, pengetahuan, dan makanan itu kini
menjadi alat yang digunakan Iblis untuk menyebabkan manusia memberontak kepada Allah.
Yang mendasari tindakan manusia ini adalah keinginannya untuk memperluas kedaulatannya
yang nisbi untuk menjadi setara dengan Allah serta tidak tunduk kepada kedaulatan mutlak yang
dimiliki Allah.

XVIII Kejatuhan Manusia: Kenyataan Serta Dampak-Dampak Langsung

Sekalipun akal manusia mau tidak mau harus mengakui adanya dosa, akal manusia samasekali
tidak mampu menjelaskan asal usul serta kehadirannya di dalam diri manusia. Alkitab
menyatakan bahwa manusia jatuh ke dalam dosa melalui pelanggaran Adam. Berbagai dampak
dosa yang pertama bersifat langsung, luas jangkauannya, dan menakutkan. Sulit untuk menahan
keinginan untuk mengetahui apa yang kira-kira akan terjadi seandainya Adam dan Hawa tidak
berdosa, namun Alkitab membisu tentang hal ini, dan kita tidak boleh menerka-nerka tentang
sesuatu yang Allah tidak mau ungkapkan. Bagaimanapun juga, kita dapat menduga bahwa
ketaatan akan mengakibatkan kebaikan sebagaimana ketidaktaatan mengakibatkan kehancuran.

 DAMPAK ATAS HUBUNGAN MEREKA DENGAN TUHAN


 DAMPAK ATAS SIFAT MEREKA
 DAMPAK ATAS TUBUH MEREKA
 DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN

XIX Kejatuhan Manusia: Penghitungan dan Dampak-Dampak Rasial

A. TEORI PELAGIANISME
Adam sendiri; bahwa setiap jiwa diciptakan secara langsung oleh Allah ketika lahir,
diciptakan dalam keadaan tidak bersalah, bebas dari berbagai kecenderungan yang salah,
dan mampu taat kepada Allah sebagaimana Adam mulamula; bahwa Allah hanya
menuntut tanggung jawab dari manusia atas kesalahan-kesalahan yang dilakukannya
sendiri; dan bahwa satu-satunya akibat dosa Adam kepada keturunannya ialah bahwa
perbuatan Adam itu merupakan teladan yang buruk.
B. TEORI ARMINIANISME
Menurut teori ini, manusia itu sakit. Sebagai akibat dari pelanggaran Adam, manusia
pada dasarnya tidak mempunyai kebenaran yang semula dan, tanpa bimbingan ilahi,
manusia samasekali tidak mampu mencapainya.
C. TEORI PENGHITUNGAN TIDAK LANGSUNG
Teori ini mengakui bahwa semua orang secara fisik dan moral sudah bejat sejak lahir,
dan bahwa kebejatan bawaan ini merupakan sumber semua perbuatan dosa, serta
kebejatan ini sendiri dosa adanya.
D. TEORI REALISTIS
Menurut pandangan ini umat manusia secara alami dan secara hakiki berada di dalam
Adam ketika Adam berbuat dosa. Di dalam dosa yang pertama ini, manusia menjadi
cemar dan bersalah, dan keadaan ini diturunkan kepada keturunan Adam. Semua
keturunan Adam telah mengambil bagian secara tidak bersifat pribadi dan tidak sadar
ketika Adam pertama kali berbuat dosa.

E. TEORI FEDERAL
Teori federal atau teologi perjanjian beranggapan bahwa Adam adalah kepala alami dan
federal atas umat manusia. Kepemimpinan federal atau kepemimpinan representatif
adalah dasar khusus bagi penghitungan dosa Adam kepada keturunannya. Ketika Adam
berbuat dosa, ia bertindak sebagai wakil umat manusia.
F. TEORI PERSONALITAS BERSAMA
Pandangan ini menekankan hubungan yang erat dari seorang individu dengan kelompok
mana ia menjadi anggota. Setiap individu dapat bertindak sebagai wakil kelompok itu.
Dalam Perjanjian Lama ada contoh-contoh nyata tentang asosiasi dan perwakilan
semacam ini.

XX Kejatuhan Manusia: Sifat Serta Akibat-Akibat Dosa

Akibat-Akibat dosa pertama Adam dapat dibahas berdasarkan tiga pokok utama: kebejatan,
kesalahan, dan hukuman.

A. KEBEJATAN
Kebejatan ialah tidak adanya kebenaran yang semula dan kasih sayang yang kudus
terhadap Allah, termasuk pencemaran sifat moral manusia dan kecenderungan untuk
melakukan kejahatan. Dari sudut negatif, kebejatan menyeluruh tidak berarti bahwa
setiap orang berdosa samasekali tidak memiliki sifat-sifat yang menyenangkan hati
manusia. Dari sudut positif, kebejatan menyeluruh berarti bahwa setiap orang berdosa
samasekali tidak mampu mengasihi Allah sebagaimana dituntut oleh hukum Taurat.
Kebejatan telah menghasilkan ketidakmampuan rohani yang total di dalam diri orang
berdosa sehingga dengan kemauannya sendiri ia tidak dapat mengubah perangai dan
kehidupannya agar menjadikannya sesuai dengan hukum Allah.
B. KESALAHAN
Kesalahan berarti ganjaran hukuman, atau kewajiban untuk memuaskan hati Allah.
Kekudusan Allah, sebagaimana ditunjukkan oleh Alkitab, memberi reaksi terhadap dosa,
dan reaksi tersebut ialah "murka Allah" (Roma 1:18). Namun kesalahan itu timbul hanya
melalui perbuatan pelanggaran yang dipilih sendiri, baik pada umat manusia yang
diwakili oleh Adam maupun pada setiap pribadi sendiri-sendiri. Kesalahan itu datang dari
dosa yang melibatkan diri kita. Terdapat paling sedikit empat perangkat dosa yang
berbeda-beda. Dosa karena sifat yang berdosa, dan pelanggaran pribadi ; Dosa-dosa
yang diperbuat karena ketidaktahuan, dan dosa - dosa yang diperbuat dengan
pengetahuan.; Dosa-dosa karena kelemahan, dan dosa-dosa karena kesombongan.;
Dosa-dosa karena kekerasan hati yang tidak menyeluruh dan yang menyeluruh.
C. HUKUMAN
Hukuman adalah kesakitan atau kerugian yang secara langsung dijatuhi oleh seorang
pemberi hukum untuk mempertahankan keadilannya, yang telah dihina oleh pelanggaran
terhadap hukum. Hal ini menunjukkan dan meliputi akibat-akibat yang secara wajar
timbul dari dosa, namun akibat-akibat tersebut belum meliputi segenap hukuman itu.
Hanya dibutuhkan satu kata saja oleh Alkitab untuk menunjukkan hukuman atas dosa:
kematian. Ada tiga macam kematian; yang fisik, yang rohani, dan yang kekal.
 Kematian fisik merupakan pemisahan jiwa dari tubuh. Dalam Alkitab peristiwa
ini dianggap sebagai sebagian hukuman atas dosa.
 Kematian rohani merupakan terpisahnya jiwa dari Allah. Hukuman yang
dinyatakan di Taman Eden dan telah menimpa umat manusia, terutama berarti
kematian rohani (Kejadian 2:17; Roma 5:21; Efesus 2:1, 5)
 Kematian kekal adalah puncak dan kegenapan kematian rohani. Kematian kekal
adalah terpisahnya jiwa dari Allah secara kekal, bersamaan dengan penyesalan
yang dalam dan hukuman lahiriah lainnya.

Anda mungkin juga menyukai