Anda di halaman 1dari 80

HASIL PENELITIAN

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN DALAM


PENENTUAN PEMILIHAN LOKASI BANK

RISKA HANIFAH, M.KOM


99189

PERBANAS INSTITUTE JAKARTA


2018
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Riska Hanifah, M.Kom


No Reg : 99189
Judul Penelitian : Sistem Penunjang Keputusan Dalam Penentuan Pemilihan Lokasi
Bank.

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penelitian ini merupakan hasil karya sendiri dan benar
keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penelitian ini merupakan hasil plagiat atau
penjiplakan atas karya orang lain, maka saya bersedia bertanggung jawab sekaligus menerima
sanksi.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaaan sadar dan tidak dipaksakan.

Peneliti Utama

Riska Hanifah, MKom


ABSTRAK

Kota Depok merupakan salah satu daerah di Jawa barat yang perkembangan daerahnya sangat
pesat. Letak kota Depok yang strategis menambah potensi ekonomi dan berdampak kepada
meningkatnya pertumbuhan lembaga keuangan di kota ini. Lembaga keuangan yang mempunyai
peran penting dalam perekonomian adalah bank. Sebagai salah satu bank Nasional yang mendapat
kepercayaan dari masayarakat, Bank XYZ berkeinginan meningkatkan kualitas layanannya dengan
membuka kantor cabang pembantu dan kantor kas baru di wilayah tersebut. faktor yang
dipertimbangkan dalam memilih lokasi baru, dapat dilihat dari sudut pandang pengusaha jasa
perbankan dan dari sisi nasabah bank yang saling berkaitan, adapun faktor-faktor tersebut adalah
Aksesibilitas 60% dan Utilitas 40%. Melalui perhitungan dengan menggunakan skoring dan
Promethee diperoleh perangkingn lokasi dengan urutan sebagai berikut: (1) Ruas jalan Nusantara
Raya, Depok Jaya, Pancoran Mas, (2) Ruas Jalan Proklamasi Raya, Abadijaya, Sukmajaya, (3)
Ruas Jalan Bunga 1, Sukatani, Tapos, (4) Ruas Jalan Raya Muchtar, Sawangan, (5) Ruas jalan M.
Nasir Raya, Cilodong, (6) Ruas jalan Swadaya Raya, Kemiri Muka, Beji. Lokasi yang
diromendasikan untuk di dirikan kantor cabang pembantu adalah lokasi yang menjadi rangking
pertama yaitu di ruas jalan Nusantara Raya, sedangkan untuk kantor kas adalah yang menempati
rangking kedua yaitu di ruas jalan Proklamasi Raya.

Kata Kunci : Promethee, Skoring, Lokasi Bank, Sistem Penunjang Keputusan, MCDM

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rakhmat dan hidayah-Nya
sehingga laporan akhir penelitian yang berjudul “Sistem Penunjang Keputusan Dalam Penentuan
Pemilihan Lokasi Bank” ini dapat diselesaikan.
Penyusunan laporan akhir penelitian ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas tri
dharma perguruan tinggi yaitu penelitian bagi pengajar di IKPIA Perbanas.
Penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya laporan akhir penelitian ini. Mudah-mudahan segala sesuatu yang telah diberikan
menjadi bermanfaat dan bernilai ibadah di hadapan Allah SWT.
Penulis memahami sepenuhnya bahwa laporan akhir penelitian ini tak luput dari kesalahan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan
penyempurnaan pada laporan akhir penelitian nanti. Semoga laporan kemajuan penelitian ini dapat
memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk melakukan hal yang lebih baik lagi dan semoga
bermanfaat bagi masyarakat.

Jakarta, Juli 2018


Penulis

Riska Hanifah

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK…………………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………... ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….. iii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………….…..v
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………….….vii
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………….……..1
1.1. Latar Belakang…………………………………………………………………………1
1.2. Perumusah Masalah……………………………………………………….…………. 3
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………………………...…………. 3
1.4. Urgensi (Keutamaan) Penelitian…………………………………………..………….. 4
BAB II. STUDI PUSTAKA…………………………………………………………………5
2.1 Studi Pustaka………………………………………………………………..………… 5
2.2 Penelitian Terdahulu………………………………………………………..…………. 37
2.3 Kerangka Berfikir……………………………………………………………………. 38
2.4 Hipotesis……………………………………………………………………………… 39
BAB III. METODE PENELITIAN……………………………………………………….. 40
3.1 Jenis Penelitian……………………………………………………………………….. 40
3.2 Definisi Konseptual & Operasional Variabel (jika menggunakan data primer)……… 40
3.3 Instrumen Penelitian (jika menggunakan kuesioner)…………………………………. 40
3.4 Populasi dan Sampel………………………………………………………………….. 40
3.5 Metode Pengumpulan Data dan Alat Bantu Penelitian……………………………….. 41
3.6. Metode Analisis Data………………………………………………………………… 41
3.7. Metode Perankingan………………………………………………………………….. 42
BAB IV. HASIL ANALISA DAN REKOMENDASI…………………………………….. 46
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian…………………………………………………..…………..46
4.2 Analisis preferensi faktor lokasi bank dari sisi Nasabah bank dan Pengusaha Jasa
Perbankan…………………………………………………..…………………………. 46
4.3 Indikator skoring lokasi kantor cabang pembantu dan kantor kas Bank XYZ di
kota Depok…………………………………………………..…………………………. 52

iii
4.4 Identifikasi alternative lokasi…………………………………………………..………
55
4.5 Analisis Data Perhitungan pemilihan lokasi dengan Skoring …………………… 55
4.6 Analisis Data Perhitungan pemilihan lokasi dengan Promethee ……………………
58
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………………………………………..
67
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………..
67
5.1 Rekomendasi……………………………………………………………………………
68
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………
69
LAMPIRAN………………………………………………………………………………... 71
DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………..
72

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Data dasar analisis promethee….……………….. 17
Tabel 2.2 Acuan Pemerintah Dalam Penentuan Lokasi Bank ……………………... 31
Tabel 2.3 Faktor-faktor lokasi pokok beseta rinciannya yang dipertimbangkan oleh
pengusaha bank 32
33
Tabel 2.4 Faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh nasabah …………………………..……
Tabel 4.1 Sampel/alternatif lokasi sesuai aturan BI ………………………………………46
Tabel 4.2 Skor Subfaktor-subfaktor Aksesibilitas ………………………………………. 49
Tabel 4.3 Skor subfaktor-subfaktor Utilitas ………………………………………………52
Tabel 4.4 Pembobotan Skor faktor Aksesibilitas …………………………………..…… 53
Tabel 4.5 Pembobotan Skor factor Utilitas ……………………………………………… 54
Tabel 4.6 Rentang indicator ………………………………………………………………54
Tabel 4.7 Sample atau Alternative lokasi ………………………………….…………… 55
Tabel 4.8 Skoring Aksesibilitas ………………………………………………………… 56
Tabel 4.9 Skoring Utilitas …………………………………………………………………56
Tabel 4.10 Total skoring berdasarkan aksesibilitas dan utilitas …………………………. 56
Tabel 4.11 skoring dan peringkat ………………………………………………………....58
Tabel 4.12 Rekapitulasi Jumlah skor Alternatif lokasi …………….……………………..59
Tabel 4.13 Hasil perhitungan nilai preferensi antar sampel Lokasi ………………………60
62
Tabel 4.14 Hasil perhitungan nilai agregat preferensi antar sampel Lokasi …………………
63
Tabel 4.15 Nilai Leaving dan Entering Flow sampel /alternative lokasi ……………………
64
Tabel 4.16 Nilai Net OutRangking Flow sampel lokasi …………………………………….
64
Tabel 4.17 Hasil Perangkingan metode Promethee sampel Lokasi …………………………
65
Tabel 4.18 Hasil perangkingan dua metode …………………………………………………..
Tabel 4.19 Friedman tes sampel lokasi ……………………………………………………65

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Fase Proses Pengambilan Keputusan……………………………………………


7
Gambar 2.2 Usual Criterion ………………………………………….……………….…… 19
Gambar 2.3 Quasi Criterion …………………………………………….…………….…… 19
Gambar 2.4 Kriteria Dengan Preferensi Linier …………………………….……………… 20
Gambar 2.5 Kriteria Level …………………………………………………………….……21
Gambar 2.6 Preferensi Linier dan Area Yang Tidak Berbeda ………………………………22
Gambar 2.7 Kriteria Gaussian ………………………………………………………….… 22
Gambar 2.8 Tipe dari Fungsi Preferensi Kriteria ……………………….………………… 23
Gambar 2.9 Hubungan Antar Node ……………………………………………….……… 24
Gambar 2.10 Leaving Flow …………………………………………………………………25
Gambar 2.11 Entering Flow …………………………………………………………………25
Gambar 2.12 Contoh Partial Ranking ( Promethee I )………………………………………27
Gambar 2.13 Contoh Complete Ranking ( Promethee II)………………………………… 27
Gambar 2.14 Kerangka Berfikir …………………………………………………………………
38

vi
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bank didirikan dengan maksud untuk membantu dan mendorong pertumbuhan
perekonomian dan pembangunan baik skala daerah maupun nasional di segala bidang
serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat. Keberhasilan pembangunan di daerah tercermin dari pertumbuhan daerah
ekonomi daerah tersebut. Di mana hal itu sangat dipengaruhi oleh kondisi perbankannya.
Mengalirnya kredit kepada masyarakat yang digunakan untuk melakukan investasi dan
kegiatan sehari-hari akan mendorong produktifitas daerah yang akan meningkatan
kegiatan perekonomian daerah, sehingga industri perbankan sebagai lembaga perantara
keuangan merupakan lembaga penting dalam perekonomian. Pengertian bank menurut
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan, menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank sebagai lembaga keuangan yang nampaknya paling besar peranannya dalam
perekonomian (Reksoprayitno, 1997 dalam Wahyuni, 2002) setidak nya memiliki tiga
fungsi yaitu: 1) melaksanakan perkreditan secara pasif, yaitu dengan menerima simpanan
dana masyarakat; 2) melaksanakan perkreditan secara aktif, yaitu dengan memberikan
kredit pada masyarakat.; dan 3) memberikan jasa layanan pada masyarakat yang
berhubungan dengan penyaluran dana, seperti transfer uang, perdagangan valuta asing,
dan lainnya.
Dibandingkan dengan industri lain, bank sangat sensitif terhadap pekembangan
teknologi khususnya dibidang informasi dan telekomunikasi (ICT), bank selalu lebih
dahulu memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut dalam melakukan kegiatannya.
Dalam berkegiatannya, bank selalu berhubungan dengan pihak lain, bahkan dalam
jangkauan jarak yang jauh (internasional). Kondisi tersebut yang memacu bank untuk
memiliki fasilitas teknologi informasi dan telekomnikasi yang termutakhir untuk
meningkatkan kualitas pelayanannya terhadap nasabah serta mempermudah aktifitas

1
pekerjaannya.
Dalam penelitian yang dilakukan di philipina (herrin dan Perina, 1986:538)
disimpulkan bahwa salah satu dari tiga faktor utama yang mempunyai pengaruh sangat
besar dalam menentukan pemilihan lokasi kegiatan perbankan adalah telekomunikasi.
Selain itu dikarenakan salah satu fungsi bank memberikan jasa layanan pada
masyarakat yang berhubungan dengan penyaluran dana, hal tersebut yang menyebabkan
lokasi pendirian kantor bank mendekati lokasi-lokasi staregis yaitu di suatu tempat atau
wilayah yang menjadi tumbuh berkembangnya pusat-pusat niaga maupun industry
(Ghaleb 2003). (McKinnon, 1973 dan Levine, 1997) menemukan bahwa terdapat
hubungan positif antara perkembangan sektor perbankan dan pertumbuhan ekonomi.
Meskipun lembaga keuangan akan mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi jumlah bank
di suatu wilayah harus melihat aspek density ratio atau jumlah bank dibagi jumlah
penduduk. Jumlah yang menumpuk di suatu wilayah akan menyebabkan persaingan yang
sangat ketat sehingga dapat menimbulkan kejenuhan bank (bank saturation) (Ritonga,
2008). Beberapa penelitian menunjukkan terjadi kejenuhan bank pada beberapa wilayah.
Sukaatmaja (2003) menemukan bahwa di Denpasar dan Kabupaten Badung telah terjadi
kejenuhan bank. Sementara Jembrana, Bangli, Karangasem dan Buleleng merupakan
wilayah yang masih terbuka untuk mendirikan bank baru (Ritonga, 2008). Bank yang
terletak dalam lokasi yang strategis sangat memudahkan nasabah dalam berurusan
dengan Bank.
Di kota Depok penyebaran lokasi bank sudah mulai terjadi, pada awalnya lokasi
bank di kota Depok cenderung berada di pusat kota, dimana keberadaan bank
diasumsikan mengikuti aktivitas ekonomi masyarakat. Saat ini kebutuhan bank di kota
Depok tampak semakin meningkat. Kecenderungan peningkatan aktivitas ekonomi di
kota Depok berdampak pada kebutuhan akan jasa perbankan dalam hal ini dari Bank
XYZ yang menjadi studi kasus dalam penelitian ini. Standar pelayanan jasa perbankan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia mengacu pada ambang batas jumlah nasabah bank
yang dapat dilayani oleh sebiah kantor bank. Dalam standar tersebut dinyatakan bahwa
untuk sebuah kantor cabang mempunyai ambang jumlah nasabah 15.000 jiwa, kantor
cabang pembantu sejumlah 8.000 jiwa, dan kantor kas/BPR-BKK dan BPR non BKK
sejumlah 7.500 jiwa. Untuk itu maka perlu dilakukan pendirian kantor cabang pembantu

2
dan kantor kas Bank XYZ baru untuk memenuhi pelayanan yang optimal kepada
nasabahnya.
Untuk hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk menentukan lokasi kantor cabang
pembantu dan kantor kas yang tepat dan optimal di kota Depok. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan rekomendasi lokasi berupa perangkingan lokasi yang
sesuai dengan preferensi pengusaha dan nasabah umum untuk pendirian kantor cabang
pembantu dan kantor kas bank XYZ.

1.2. Perumusah Masalah


Peningkatan jumlah nasabah bank xyz tentu harus diimbangi dengan penambahan
jumlah kantor sebagai upaya peningkatan pelayanan terhadap nasabahnya. Kebutuhan
terhadap kantor baru bank xyz menuntut pihak bank untuk mempertimbangkan lokasi
yang tepat, berdasarkan hal tersebut ada beberapa rumusan permasalahan yang mendasari
penelitian ini, yaitu :
1. Masih kurangnya jumlah kantor cabang pembantu dan kantor kas dalam
mendukung pelayanan kepada nasabah.
2. Belum diketahuinya perkiraan lokasi yang sesuai dengan peraturan bank
Indonesia, preferensi pengusaha dan nasabah umum di kota depok.
Dari dua permasalahan tersebut, maka pertanyaan peneitian yang diajukan dalam
penelitian ini adalah : “Bagaimana penerapan metode promethee untuk merangking
lokasi yang tepat dan optimal bagi pendirian kantor cabang pembantu dan kantor
kas bank XYZ? “ pemilihan lokasi yang tepat merupakan hal penting sebagai upaya
antisipasi perkembangan jasa perbankan di kota Depok khususnya bagi bank xyz di masa
mendatang.

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan susunan perangkingan lokasi
pendirian kantor cabang pembantu dan kantor kas baru untuk bank xyz di kota Depok
dengan mempertimbangkan factor-faktor lokasi bank berdasarkan pada preferensi
pengusaha dan nasabah bank dan konsep teoritis. Dari lokasi yang paling tepat sampai
yang paling tidak direkomendasikan.

3
Untuk mencapat tujuan penelitian yang ditetapkan diatas, sasaran penelitian yang akan
dilakukan adalah:
a. Mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi kantor bank
xyz berdasarkan teori, prferensi pengusaha dan nasabah bank xyz.
b. Mengidentifikasi alternative lokasi kantor bank xyz berdasarkan preferensi
pengusahan dan nasabah bank xyz.
c. Menganalisa pemilihan lokasi yang tepat dan optimal untuk kantor cabang
pembantu dan kantor kas bank xyz di kota depok berdasarkan konsep teoritis
dan kesesuaian ruang.
d. Merangking bebrapa pilihan alternative lokasi dari yang terbaik sampai yang
tidak di rekomendasikan untuk dijadikan pilihan lokasi pendirian kantor bank.

1.4. Urgensi (Keutamaan) Penelitian


Menilai beberapa alternative pilihan lokasi untuk kantor cabang pembantu dan
kantor kas baru yang tepat dan optimal dengan menggunakan teknik perangkingan
dengan metode Promethee.

4
BAB II. STUDI PUSTAKA

2.1. Studi Pustaka

Pada bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang mendukung dalam penelitian,
yaitu mengenai sistem pengambilan keputusan serta membahas tentang metode yang
digunakan.
Pilihan-pilihan (Preferences) merupakan salah satu elemen penting yang terdapat
dalam kehidupan individu-individu, sebagaimana juga dalam kehidupan sebuah
komunitas. Pemodelan terhadap pilihan yang beragam ini merupakan langkah yang tidak
hanya dibutuhkan dalam pengambilan keputusan, tetapi juga dalam bidang ekonomi,
sosiologi, psikologi, penelitian operasional, ilmu tata buku, dan lain-lain.

2.1.1 Sistem Pengambilan Keputusan


2.1.1.1 Dasar-dasar Pengambilan Keputusan
Manusia merupakan bagian dari alam, hidupnya tidak lepas dari alam. Bila pada
proses kehidupan manusia sejak ia diciptakan merupakan unsur yang semakin lama
mendominasi unsur-unsur lainnya di alam ini, hal itu tidak lain karena manusia dibekali
kemampuan-kemampuan untuk bisa berkembang demikian rupa. Segala proses yang
terjadi di sekelilingnya dan di dalam dirinya dirasakan dan diamatinya dengan
menggunakan semua indra yang dimilikinya, difikirkannya, lalu ia berbuat dan bertindak
(Suryadi, Kadarsah dan Ramdhani, M Ali, 2002). Dalam menghadapi segala proses yang
terjadi disekelilingnya dan di dalam dirinya, hampir setiap manusia membuat atau
mengambil keputusan dan melaksanakannya, ini tentu dilandasi asumsi bahwa segala
tindakannya secara sadar merupakan pencerminan hasil proses pengambilan keputusan
dalam fikirannya, sehingga sebenarnya manusia sudah sangat terbiasa dalam membuat
keputusan.

5
Jika keputusan yang diambil tersebut perlu dipertanggungjawabkan kepada orang
lain atau prosesnya memerlukan pengertian pihak lain, maka perlu diungkapkan sasaran
yang akan dicapai berikut kronologis proses pengambilan keputusannya.

2.1.1.2. Pengertian Pengambilan Keputusan


Dari beberapa definisi pengambilan keputusan yang ditemukan, dapat dirangkum
bahwa pengambilan keputusan di dalam suatu organisasi merupakan hasil suatu proses
komunikasi dan partisipasi yang terus menerus dari keseluruhan organisasi. Hasil
keputusan tersebut yang nantinya berupa suatu prosedur digunakan untuk mencapai
tujuan tertentu. Pendekatannya dapat dilakukan, baik melalui pendekatan yang bersifat
individual/kelompok, sentralisasi/desentralisasi, patisipasi/tidak partisipasi,
demokratis/konsensus.
Persoalan pengambilan keputusan, pada dasarnya adalah bentuk pemenuhan dari
berbagai alternatif tindakan, yang mungkin dipilih, yang prosesnya melalui mekanisme
tertentu, dengan harapan akan menghasilkan keputusan yang terbaik. Penyusunan
pengambilan keputusan adalah suatu cara untuk mengembangkan hubungan-hubungan
logis yang mendasari persoalan pengambilan keputusan kedalam suatu model matematis,
yang mencerminkan hubungan yang terjadi diantara faktor-faktor yang terkait.
Pengambilan keputusan bukan merupakan persoalan memilih yang benar dan
yang salah, tetapi adalah persoalan memilih antara yang “hampir benar” dan yang
“mungkin salah”. Keputusan yang diambil biasanya dilakukan berdasarkan pertimbangan
situasional, bahwa keputusan tersebut adalah keputusan terbaik. Sementara para pakar
melihat bahwa keputusan adalah “pilihan nyata”, karena pilihan diartikan sebagai pilihan
tentang tujuan termasuk pilihan cara untuk mencapai tujuan itu, baik pada tingkat
perorangan atau pada tingkat kolektif.
Dibalik suatu keputusan terdapat unsur prosedur, yaitu pertama-tama membuat
keputusan untuk mengidentifikasi masalah, mengklasifikasi tujuan-tujuan khusus yang
diinginkan, memeriksa berbagai kemungkinan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, dan mengakhiri proses itu dengan menetapkan pilihan tindakan. Atau dengan
kata lain, suatu keputusan sebenarnya didasarkan atas fakta dan nilai (fact and values).

6
Keduanya sangat penting tetapi tampaknya fakta lebih mendominasi nilai-nilai dalam
pengambilan keputusan.
Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa setiap keputusan itu bertolak dari beberapa
kemungkinan atau alternatif untuk dipilih. Setiap alternatif membawa konsekuensi-
konsekuensi. Ini berarti, sejumlah alternatif itu berbeda satu dengan yang lain mengingat
perbedaan dari konsekuensi yang akan ditimbulkannya (Simon, 1960). Pilihan yang
dijatuhkan pada alternatif itu harus dapat memberikan kepuasan, karena inilah yang
merupakan salah satu aspek paling penting dalam keputusan.
(Simon, 1960) mengajukan model yang menggambarkan proses pengambilan keputusan.
Proses ini terdiri dari tiga fase, yaitu:
1. Intelligence. Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup
problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses,
dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah.
2. Design. Tahap ini merupakan proses menemukan. Mengembangkan dan menganalisis
alternatif tindakan yang bias dilakukan. Tahap ini meliputi proses untuk mengerti
masalah, menurunkan solusi dan menguji kelayakan solusi.
3. Choice. Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternatif
tindakan yang mungkin dijalankan. Hasil pemilihan tersebut kemudian
diimplementasikan dalam proses pengambilan keputusan.

7
Intelligent
( Penelusuran Lingkup
Masalah )
}
Sistem Informasi Manajemen
Pengolahan Data Elektronik

Design
(Perancangan
Penyelesaian Masalah)

Sistem Pendukung Keputusan

Choice
(Pemilihan Tindakan) }
Ilmu manajemen
Operational Research

Implementation
(Pelaksanaan Tindakan)

Gambar 2.1. Fase Proses Pengambilan Keputusan.


Sumber : PROMETHEE, STTG, hal.3.

2.1.1.3. Struktur Pengambilan Keputusan


Untuk memulai proses ini, diasumsikan, bahwa ketika seorang pengambil
keputusan harus membandingkan dua pilihan a dan b, dia akan mengambil salah satu
tindakan dari tiga kemungkinan berikut:
1) Memilih salah satu diantara mereka.
2) Mengabaikan keduanya.
3) Menolak atau tidak memiliki kemampuan untuk membandingkan keduanya.
Ditulis :
§ aPb jika a dipilih daripada b (bPa untuk kebalikkannya).
§ aIb untuk pengabaiannya keduanya.
§ aRb untuk inkomparabilitas (tidak bisa dibandingkan).
Hubungan antara Preference (P), Indifference (I), dan Incomparability (R) berupa
satu set pasangan yang berurutan (a,b) seperti aPb, aIb, aRb. Ketiga jenis hubungan
inilah yang bisa ditemukan dikebanyakkan studi tentang model pengambilan keputusan.

8
Mereka digambarkan sebagai A, terlepas dari apakah A digambarkan secara umum atau
terpisah-pisah.

2.1.1.4. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk


Multiple-criteria decision making (MCDM) atau Pengambilan Keputusan Kriteria
Majemuk adalah sebuah studi tentang metode dan prosedur mengenai kriteria-kriteria
yang saling bertentangan yang dapat dimasukkan ke dalam proses perencanaan
manajemen (International Society on Multiple Criteria Decision Making). Dalam
kehidupan sehari-hari kita banyak menemukan kasus-kasus atau masalah-masalah yang
berkaitan dengan pengambilan keputusan dari banyak sampel yang mempunyai kriteria-
kriteria yang saling berlawanan. Metode MCDM banyak dipakai untuk memecahkan
masalah-masalah tersebut.
Proses analisis kebijakan membutuhkan adanya kriteria sebelum memutuskan
pilihan dari berbagai alternatif yang ada. Kriteria menunjukan definisi masalah dalam
bentuk yang konkret dan kadang-kadang dianggap sebagai sasaran yang akan dicapai
(Sawiki, 1992). Analisis atas kriteria penilaian dilakukan untuk memperoleh seperangkat
standar pengukuran, untuk kemudian dijadikan sebagai alat dalam membandingkan
berbagai alternatif. Pada saat pembuatan kriteria, pengambilan keputusan harus mencoba
untuk menggambarkan dalam bentuk kuantifikasi jika hal ini memungkinkan . hal itu
karena akan selalu ada beberapa faktor yang tidak dapat dikuantifikasikan yang juga tidak
dapat diabaikan, sehingga mengakibatkan semakin sulitnya membuat perbandingan.
Kenyataan bahwa kriteria yang tidak biasa dikuantifikasikan itu sukar untuk diperkirakan
dan diperbandingkan hendaknya tidak menyebabkan pengambil keputusan untuk tidak
menggunakan kriteria tersebut, karena kriteria ini dapat saja relevan dengan masalah
utama di dalam setiap analisis. Beberapa kriteria yang kemungkinan sangat penting,
tetapi sulit dikuantifikasi, adalah seperti faktor-faktor sosial (seperti gangguan
lingkungan), estetika, keadilan, faktor-faktor politis, serta kelayakan pelaksanaan. Akan
tetapi, jika suatu kriteria dapat dikuantifikasi tanpa merubah pengertiannya, maka hal ini
harus dilakukan.
Salah satu sifat dari kriteria yang disusun dengan baik adalah relevansinya dengan
masalah-masalah kunci yang ada. Setiap kriteria harus menjawab satu pertanyaan penting

9
mengenai seberapa baik suatu alternatif akan dapat memecahkan suatu masalah yang
sedang dihadapi. Keputusan akhir mengharuskan pengambil keputusan untuk
memperkirakan bagaimana perbandingan suatu alternatif dengan alternatif lainnya dalam
kondisi-kondisi yang akan dihadapi dimasa yang akan datang. Kriteria digunakan untuk
membandingkan dampak yang diperkirakan akan muncul dari setiap alternatif yang ada,
dan bukan dampak yang terjadi sekarang, dan mengurutkannya sesuai yang dikehendaki.
Sebagian alternatif terurut dengan baik dalam beberapa kriteria, tetapi tidak terlalu
baik dalam kriteria lainnya. Harus diingat bahwa kriteria dan arti pentingnya akan
menentukan hasil evaluasi terutama jika diproses pembandingan benar-benar
dikuantifikasi dan terstruktur. Sementara, aturan main ini ditetapkan lebih lanjut untuk
memperkecil kecerobohan. Mengulang kembali proses pemilihan kriteria guna
mendeteksi kalau-kalau ada beberapa faktor penting yang telah terlewatkan atau beberapa
kriteria saling tumpang tindih adalah sangat bermanfaat.
Sifat-sifat yang harus diperhatikan dalam memilih kriteria pada setiap persoalan
pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. Lengkap, sehingga dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan tersebut.
Suatu set kriteria disebut lengkap apabila set ini menunjukan seberapa jauh seluruh
tujuan dapat dicapai.
2. Operasional, sehingga dapat dipergunakan dalam analisis. Sifat operasional ini
mencakup beberapa pengertian, antara lain adalah bahwa kumpulan kriteria ini harus
mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga ia dapat benar-benar menghayati
implikasinya terhadap alternatif yang ada. Selain itu, jika tujuan pengambilan
keputusan ini harus dapat digunakan sebagai sarana untuk meyakinkan pihak lain,
maka kumpulan kriteria ini haru dapat digunakan sebagai sarana untuk memberikan
penjelasan atau untuk berkomunikasi. Operasional ini juga mencakup sifat yang dapat
diukur. Pada dasarnya sifat dapat diukur ini adalah untuk:
a. Memperoleh distribusi kemungkinan dari tingkat pencapaian kriteria yang mugkin
diperoleh (untuk keputusan ketidakpastian).
b. Mengungkapkan preferensi pengambil keputusan atas pencapaian kriteria.

10
3. Tidak berlebihan, sehingga menghindarkan perhitungan berulang. Dalam menentukan
set kriteria, jangan sampai terdapat kriteria yang pada dasarnya mengandung
pengertian yang sama.
4. Minimum, agar lebih mengkomprehensifkan persoalan. Dalam menentukan sejumlah
kriteria perlu sedapat mungkin mengusahakan agar jumlah kriterianya sedikit
mungkin. Karena semakin banyak kriteria maka semakin sukar pula untuk dapat
menghayati persoalan dengan baik, dan jumlah perhitungan yang diperlukan dalam
analisis akan meningkat dengan cepat.
Beberapa model pengambilan keputusan pada dasarnya mengambil konsep
pengukuran kualitatif dan kuantitif. Pendekatan kuantitatif pada dasarnya merupakan
upaya penggambaran dunia nyata melalui bentuk-bentuk matematis dan dilakukan
melalui pendekatan permodelan secara matematis.
Terdapat banyak macam pendekatan dalam MCDM. Metode-metode MCDM
diklasifikasikan ke dalam empat kategori (Larichev 1992), yaitu :
a. Metode yang berdasarkan pada perhitungan kuantitatif, pada umumnya berdasar pada
teori utilitas.
b. Metode yang berdasarkan penaksiran kualitatif yang kemudian ditransformasikan ke
dalam variable kuantitatif.
c. Metode yang berdasar pada perhitungan kuantitatif yang menggunakan metode tertentu
untuk membandingkan beberapa sampel.
d. Metode yang berdasarkan penaksiran kualitatif namun tidak ditransformasikan ke
dalam variable kuantitatif.

2.1.1.4.1. Paradigma Kriteria Tunggal

Max {f(x) │ x ( A )} ; A {a1, a2, …, an} (2.1)

Hubungan Dominasi :

f (a) > f (b) a P b (a Prefer b) (2.2)


f (a) = f (b) a I b (a Indifferent b)

11
Melalui analisis pengambilan keputusan kriteria tunggal, setiap hubungan
preferensi antar alternatif dibandingkan dengan hasil antara lebih disukainya suatu
alternatif (P-prefer) dan tidak berbeda (I- indifferent).

2.1.1.4.2. Paradigma Multikriteria

Max {f1(x), f2(x), f3(x), …, fj(x), …, fk(x) │x A } (2.3)

∀h fh (a) > fh (b) ⇔ a P b (a Prefer b)


∀h fh (a) = fh (b) ⇔ a I b (a Indifferent b) (2.4)

{ ∃ fh (a) > fh (b)


{ ⇔ a R b (a Incomparability b)
∃ fh (a) < fh (b)

Melalui analisis pengambilan keputusan kriteria majemuk, setiap hubungan


preferensi antar alternatif dibandingkan hasilnya antara, lebih disukainya suatu alternatif
(P-prefer) dan tidak berbeda (I- indifferent), dan tidak dapat dibandingkan (R –
Incomparability).
Untuk menghadapi pengambilan keputusan kriteria majemuk maka konsep dasar
pemilihan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Dominasi.
Bila kriteria penilaian dituliskan sebagai ( X1, X2, X3, …, Xn), maka alternatif a
disebut mendominasi alternatif b jika dan hanya jika : Xi (a) ≥ Xi (b) untuk setiap i =
1, 2, 3, …, n
Sedangkan paling sedikit satu Xi (a) > Xi (b)
Jika terdapat suatu alternatif yang mendominasi alternatif lain, maka dengan mudah
dipilih alternatif terbaik. Akan tetapi, keadaan ini jarang ditemui dalam dunia nyata.
Yang paling sering terjadi adalah bahwa satu alternatif memiliki nilai yang lebih baik
untuk beberapa kriteria, tetapi lebih buruk pada beberapa kriteria lainnya.

2. Leksiografi.
Cara pemilihan dengan cara ini adalah sebagai berikut :
12
Alternatif a akan lebih disukai dari pada alternatif b, jika
a. Xi (a) > Xi (b), atau
b. Xi (a) = Xi (b), i = 1 ,2, 3, …,k; Xk+1 (a) > Xk+1 (b) untuk beberapa k = 1, 2, 3, …,
n-1.
Dengan kata lain , alternatif a lebih disukai dari b, semata mata karena untuk kriteria
pertama ( Xi ), alternatif a mempunyai nilai yang lebih baik dari alternatif b, tanpa
memperhatikan bagaimana baik buruknya nilai pada kriteria lain. Baru apabila
alternatif a dan b sama baiknya, maka X2 digunakan sebagai pembanding; dan
seterusnya.
Kekurangan metode ini adalah bahwa bila satu alternatif telah mempunyai nilai
terbaik pada X1, maka alternatif tersebutlah yang dipilih, tanpa memperhatikan
bagaimana nilai alternatif tersebut pada kriteria lainnya, padahal mungkin amat jelek.

3. Tingkat Aspirasi
Untuk melakukan pemilihan diantara beberapa alternatif, dapat pula ditentukan
tingkat aspirasi yang harus dicapai oleh alternatif tersebut. Akan tetapi, pada situasi
lain, mungkin akan diperoleh bahwa tidak ada satu alternatif yang dapat memenuhi
seluruh tingkat aspirasi yang ditentukan. Atau sebaliknya, setelah seleksi masih
terdapat beberapa alternatif yang memenuhi, sehingga cara ini tidak menjamin
diperolehnya suatu alternatif terbaik.

Bila terdapat beberapa kriteria penilaian, proses pemilihan bukanlah suatu hal
yang mudah dilakukan, meskipun dalam pemilihan tersebut tidak terdapat unsur
ketidakpastian. Kesulitan ini disebabkan karena pada umumnya antara satu kriteria
dengan kriteria lainnya bersifat saling bertentangan. Yang jadi persoalan adalah seberapa
jauh kita bersedia melakukan pertukaran antara kriteria yang saling bertentangan tersebut.
Bila kriteria penilaiannya lebih dari dua, prosedur pertukaran harus dilakukan
secara bertahap sepasang demi sepasang. Dan bila prosesnya terlampau panjang maka
akan timbul kebosanan, ketidaksabaran, dan yang paling merugikan adalah timbulnya
ketidakkonsistenan didalam prosesnya. Hal-hal inilah yang menyebabkan prosedur

13
pertukaran hanya dapat diterapkan untuk persoalan dengan jumlah kriteria dan alternatif
yang sedikit.

2.1.1.4.3. Fungsi Nilai


Untuk mengatasi kesulitan dimana jumlah kriteria atau alternatif banyak, harus
diusahakan mencari suatu fungsi yang dapat menggambarkan preferensi pengambil
keputusan dalam menghadapi kriteria majemuk. Fungsi ini selanjutnya akan disebut
sebagai fungsi nilai.
Suatu fungsi V, yang menghubungkan suatu nilai rill V (x) untuk setiap titik x
pada daerah evaluasi, disebut sebagai fungsi nilai yang mencerminkan struktur preferensi
pengambil keputusan bila :

X1 ~ X2 ; V(X1) = V(X2) dan (2.5)


X1 X2 ; V(X1) > V(X2)
Dengan demikian, karena V adalah fungsi nilai yang mencerminkan preferensi
pengambilan keputusan, maka alternatif yang terbaik adalah yang memberikan nilai V(x)
terbesar.
Didalam menghadapi kriteria majemuk, maka preferensi pengambilan keputusan
pada dasarnya merupakan gabungan dari preferensi untuk masing-masing kriteria. Jadi
bila Vi (Xi) menyatakan fungsi nilai satu dimensi yang menggambarkan struktur
preferensi pengambilan keputusan untuk kriteria Xi, dan n adalah jumlah dari kriteia,
maka preferensi atas keseluruhan kriteria dapat dituliskan sebagai berikut:

V(X) = f [ Vi (Xi) ] i = 1, 2, 3, …, n (2.6)

Bentuk penggabungan ini bisa beberapa macam, tetapi yang paling umum
digunakan adalah bentuk penjumlahan:
n
(2.7)
V(X) = ∑Vi ( X i )
i =1

Pada bentuk penjumlahan ini, fungsi nilai komposit merupakan penjumlahan dari
fungsi nilai masing-masing kriteria. hal ini hanya dapat dicapai jika dan hanya jika antar
kriteria terdapat kondisi saling tak bergantungan preferensi (independent).

14
Namun, apabila antar kriteria memiliki nilai ketergantungan, perlu dilakukan
pengurangan fungsi nilai terhadap kriteria-kriteria tersebut sesuai dengan tingkat
ketergantungannya.

2.1.2. OUTRANKING METHOD


Merupakan sebuah metoda yang menggunakan teori kegunaan atribut multiple
untuk membentuk sebuah fungsi yang mengurutkan rangking semua tindakan (action)
dari yang terbaik sampai ke yang terburuk. Karena itulah hasil yang didapat cukup kaya
akan dominasi dalam suatu hubungan, yang merupakan satu-satunya elemen objektif
yang bisa diekstrak dari data yang terdapat dalam masalah/problem multikriteria. Dalam
kenyataannya, sejumlah informasi yang didapat dari hasil diatas dikarenakan teori asumsi
yang kuat dan untuk semua informasi tambahan yang diminta dari sipembuat keputusan
(intensitas pilihan, penilaian substitusi). Seseorang boleh mengetahui apakah selalu
diperlukan untuk meneliti lebih jauh dalam batasan bantuan keputusan.
Mempertimbangkan suatu masalah pilihan, sebagai contoh: jika diketahui bahwa
beberapa tindakan a menjadi lebih baik daripada b dan c, menjadi tidak relevan untuk
meneliti pilihan antara b dan c. Dua tindakan itu dapat dengan sempurna tidak
dibandingkan tanpa membahayakan prosedur bantuan keputusan tersebut, yaitu ketika
beberapa tindakan tidak dapat dibandingkan. Akhirnya, suatu kesimpulan
inkomparabilitas antara beberapa tindakan boleh jadi sungguh sangat menolong karena
mengemukakan beberapa aspek masalah yang barangkali layak untuk suatu studi yang
lebih seksama. Dengan pembatasan sasaran suatu metoda untuk membangun suatu
preorder yang lengkap ( seperti di berbagai teori kegunaan atribut, atau, dengan
sederhana, dengan penggunaan suatu penjumlahan kriteria), seseorang berjalan dengan
resiko yang berakhir dengan suatu preorder lengkap bahkan ketika data tidak
membenarkannya.
Semua pertimbangan itu mendorong metoda pengembangan berpangkat lebih
tinggi. Gagasan dasar bahwa lebih baik untuk menerima yang menghasilkan lebih
banyak dibanding yang dihasilkan oleh berbagai teori kegunaan atribut, jika seseorang
dapat menghindari pengenalan hipotesis matematika yang terlalu kuat dan pertanyaan
pembuat keputusan terlalu rumit. Hasil seperti itu, secara umum, di tengahnya hubungan

15
kekuasaan (yang miskin menjadi bermanfaat) dan berbagai fungsi kegunaan atribut (yang
kaya untuk benar-benar dapat dipercaya). Dengan kata lain, apa yang dicoba metoda ini
adalah untuk memperkaya hubungan kekuasaan oleh beberapa yang unsur-unsur diskusi
apapun, dengan pilihan yang benar-benar dibentuk. Konsep outranking adalah dalam
kaitan dengan B. Roy, siapa yang dapat diperlakukan sebagai penemu dari metoda ini.
Definisi : Hubungan outranking adalah hubungan binari S yang digambarkan
dalam A seperti aSb jika, diberikan apa yang diketahui tentang pilihan pembuat
keputusan dan memberikan kualitas dari penilaian terhadap tindakan dan kealamian
permasalahan, ada argumentasi cukup untuk memutuskan a itu sedikitnya boleh
dikatakan sebagai b, selagi tidak ada alasan penting untuk membuktikan penyangkalan
terhadap pernyataan itu.
Paparan diatas bukanlah suatu definisi matematika yang tepat tetapi lebih kepada
suatu gagasan umum. Metoda outranking yang telah diusulkan dalam literatur berbeda,
antara lain aspek, dengan cara mereka menyusun definisi tersebut. Sungguh tidak ada
pertimbangan bagi suatu hubungan outranking yang melengkapi atau transitifitas. Itu
tidak mengijinkan satu, secara umum, untuk memperoleh suatu kesepakatan yang lebih
baik atau suatu pengaturan tindakan. Suatu metoda outranking bisa dibagi menjadi dua
langkah: membangunan hubungan outranking dan pemanfaatan untuk memilih
pernyataan yang masalah. Kebanyakan metoda outranking telah diusulkan untuk
permasalahan di mana A sebuah tindakan tetapi terbatas hanya pada filosofi umum
seperti metoda kasus tanpa batas yang sungguh-sungguh untuk dapat digunakan.

2.1.3. PROMETHEE ( Preference Ranking Organization method for Enrichment


Evaluation).
Promethee adalah suatu metode penentuan urutan (prioritas) dalam analisis
multikriteria. Masalah pokoknya adalah kesederhanaan, kejelasan, dan kestabilan.
Dugaan dari dominasi kriteria yang digunakan dalam Promethee adalah penggunaan nilai
dalam hubungan outranking. Semua parameter yang dinyatakan mempunyai pengaruh
nyata menurut pandangan ekonomi. Promethee ini termasuk kedalam keluarga metode
outranking, dimana metode Promethee ini dikembangkan oleh Brans dan Vincke pada
tahun 1985.

16
Prinsip yang digunakan adalah penetapan prioritas alternatif yang telah ditetapkan
berdasarkan pertimbangan (∀i Ι fi (.) → ℜ [real word] ) , dengan kaidah dasar :

Max {f1 (x), f 2 ( x), f 3 ( x), ..., f i ( x), ..., f k ( x) Ι x ∈ ℜ } (2.8)

Dimana k adalah sejumlah kumpulan alternatif, dan fi ( i = 1,2,…, k ) merupakan nilai


atau ukuran relatif kriteria untuk masing-masing alternatif. Dalam aplikasinya sejumlah
kriteria telah ditetapkan untuk menjelaskan k yang merupakan nilai dari ℜ (real word).
Promethee termasuk dalam keluarga dari metode outranking yang dikembangkan oleh B
Roy (1971,1978) meliputi dua fase:
1. Membangun hubungan Outranking dari k
2. Ekspoiltasi dari hubungan ini memberikan jawaban optimasi kriteria dalam
paradigma permasalahan multikriteria.
Dalam fase pertama, nilai hubungan outranking berdasarkan pertimbangan
dominasi masing-masing kriteria. Indeks preferensi ditentukan dan nilai outranking
secara grafis disajikan berdasarkan preferensi dari pembuat keputusan. Data dasar untuk
evaluasi dengan metode Promethee disajikan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Data Dasar Analisis Promethee


C f1(.) F2(.) … fi(.) … fk(.)
a1 f1(a1) f2(a1) … fi(a1) … fk(a1)
a2 f1(a2) f2(a2) … fi(a2) … fk(a2)
… … … … … … …
ai f1(ai) f2(ai) … fi(ai) … fk(ai)
… … … … … … …
an f1(an) f2(an) … fi(an) … fk(an)
Sumber: Suryadi, Kadarsah., dan Ramdhani M. Ali., 1998, “Sistem Pendukung
Keputusan”, PT. Remaja Rosda Karya , hal. 147.

Struktur preferensi yang dibangun atas dasar kriteria :

17
∀ a, b ∈ A
f (a), f (b) } f (a) > f (b) ⇔ a P b
f (b) = f (b) ⇔ a I b
(2.9)

2.1.3.1. Nilai Hubungan Outranking Dalam Promethee


2.1.3.1.1. Dominasi Kriteria
Nilai f merupakan nilai nyata dari suatu kriteria :

f :k → ℜ
Dan tujuan berupa prosedur optimasi
Untuk setiap alternatif a ∈ K, f (a) merupakan evaluasi dari alternatif tersebut untuk
suatu kriteria. Pada saat dua alternatif a terhadap alternatif b sedemikian rupa sehingga :
1. P (a,b) = 0, berarti tidak ada beda (Indefferent) antara a dan b, atau tidak ada
preferensi dari a lebih baik dari b.
2. P (a,b) ~ 0, berarti lemah preferensi dari a lebih baik dari b.
3. P (a,b) ~ 1, berarti kuat preferensi dari a lebih baik dari b.
4. P (a,b) = 1, berarti mutlak preferensi dari a lebih baik dari b.
Dalam metode ini, fungsi preferensi seringkali menghasilkan nilai fungsi yang
berbeda antara dua evaluasi, sehingga :

P (a,b) = P ( f (a) – f (b) ) (2.10)

Untuk semua kriteria, suatu alternatif akan dipertimbangkan memiliki nilai


kriteria yang lebih baik ditentukan oleh nilai f dan akan diakumulasi dari nilai ini
menentukan nilai preferensi atas masing-masing alternatif yang akan dipilih.

2.1.3.1.2 Rekomendasi Fungsi Preferensi Untuk Keperluan Aplikasi


Dalam Promethee disajikan enam bentuk fungsi preferensi kriteria. Hal ini tentu
saja tidak mutlak, tetapi bentuk ini cukup baik untuk beberapa kasus.
Untuk memberikan gambaran yang lebih baik terhadap area yang tidak sama,
digunakan fugsi selisih nilai kriteria antar alternatif H(d) dimana hal ini mempunyai
hubungan langsung pada fungsi preferensi P:

18
∀ a, b ∈ A
f (a), f (b) } f (a) > f (b) ⇔ a P b
f (b) = f (b) ⇔ a I b
(2.11)

1. Kriteria Biasa ( Usual Cirterion)

}
H(d) =
0 jika d = 0
(2.12)
1 jika d ≠ 0

Dimana d = selisih nilai kriteria { d= f (a) – f (b)}


Pada kasus ini, tidak ada beda (sama penting) antara a dan b jika dan hanya jika
f(a) = f(b); apabila nilai kriteria pada masing-masing alternatif memiliki nilai berbeda,
pembuat keputusan membuat preferensi mutlak untuk alternatif memiliki nilai yang lebih
baik. Untuk melihat kasus preferensi pada kriteria biasa, ilustrasinya dapat dilihat pada
perlombaan lari marathon, seorang peserta dengan peserta lain akan memiliki peringkat
yang mutlak berbeda walaupun hanya dengan selisih nilai (waktu) yang teramat kecil,
dan dia akan memiliki peringkat yang sama jika dan hanya jika waktu tempuhnya sama
atau selisih nilai diantara keduanya sebesar nol. Fungsi H(d) untuk fungsi preferensi ini
disajikan pada gambar 2.2 (Suryadi, Kadarsah., dan Ramdhani M. Ali, 2002).
H (d)

d
0
Gambar 2.2 Usual Criterion.

2. Kriteria Quasi (Quasi Criterion)

} 0 jika –q ≤ d ≤ q
H(d) = (2.13)
1 jika d < -q atau d > q

19
Seperti yang terlihat pada gambar 2.3 (Suryadi, Kadarsah., dan Ramdhani M. Ali,
2002) dua alternatif memiliki preferensi yang sama penting selama selisih atau nilai H
(d) dari masing-masing alternatif untuk kriteria tertentu tidak melebihi nilai q, dan apabila
selisih hasil evaluasi untuk masing-masing alternatif melebihi nilai q maka terjadi bentuk
preferensi mutlak.
H (d)

d
-q 0 q

Gambar 2.3. Quasi Criterion

Jika pembuat keputusan menggunakan kriteria quasi, dia harus menetukan nilai q,
dimana nilai ini dapat menjelaskan pengaruh yang signifikan dari suatu kriteria (dalam
pandangan ekonomi). Dalam hal ini, preferensi yang lebih baik diperoleh apabila terjadi
selisih antara dua alternatif diatas nilai q. misalnya, seseorang akan dipandang mutlak
lebih kaya apabila selisih nilai kekayaannya lebih besar dari Rp 10 juta, dan apabila
kekayaannya kurang dari Rp. 10 juta dipandang sama kaya.

3. Kriteria Dengan Preferensi Linier

H(d) =
} d/p jika –p ≤ d ≤ p (2.14)
1 jika d < -p atau d > p

Kriteria preferensi linier dapat menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki
nilai yang lebih rendah dari p, preferensi dari pembuat keputusan meningkat secara linier
dengan nilai d. jika nilai d lebih besar dibandingkan dengan nilai p, maka terjadi
preferensi mutlak.
Pada saat pembuat keputusan mengidentifikasikan beberapa kriteria untuk tipe ini,
dia harus menentukan nilai dari kecenderungan atas (nilai p). dalam hal ini nilai d di atas
p telah dipertimbangkan akan memberikan preferensi mutlak dari satu alternatif.
Misalnya, akan terjadi preferensi dalam hubungan linier kriteria kecerdasan seseorang

20
dengan orang lain apabila nilai ujian seseorang berselisih di bawah 30, apabila di atas
nilai 30 poin maka mutlak orang itu lebih cerdas dibandingkan dengan orang lain. Fungsi
H(d) untuk fungsi preferensi ini disajikan pada gambar 2.4 (Suryadi, Kadarsah., dan
Ramdhani M. Ali, 2002)
H (d)

-p
d
0 p
Gambar 2.4. Kriteria Dengan Preferensi Linier

4. Kriteria Level (Level Criterion)

} 0 jika │d│ ≤ q ,
H(d) = 0,5 jika q <│d│≤ p , (2.15)
1 jika p < │d│

Dalam kasus ini, kecenderungan tidak berbeda q dan kecenderungan preferensi p


adalah ditentukan secara simultan. Jika d berada diantara nilai q dan p, hal ini berarti
situasi preferensi yang lemah (H (d) = 0,5). Fungsi ini disajikan pada Gambar 2.5
(Suryadi, Kadarsah., dan Ramdhani M. Ali, 2002) dan pembuat keputusan telah
menentukan kedua kecenderungan untuk kriteria ini.
H (d)

-p -q 0 q p
d
Gambar 2.5. Kriteria Level

Bentuk kriteria level ini dapat dijelaskan misalnya dalam penetapan nilai
preferensi jarak tempuh antar kota. Misalnya dalam penetapan jarak antara Bandung-

21
Cianjur sebesar 60 km, Cianjur-Bogor sebesar 68 k, Bogor-Jakarta sebesar 45km,
Cianjur-Jakarta 133km. dan telah ditetapkan bahwa selisih dibawah 10 km maka
dianggap jarak antar kota tersebut adalah tidak berbeda, selisih jarak sebesar 10-30 km
relatif berbeda dengan preferensi yang lemah, sedangkan selisih diatas 30 km
diidentifikasikan memiliki preferensi mutlak berbeda.
Dalam kasus ini, selisih jarak antara Bandung-Cianjur dan Cianjur-Bogor dianggap tidak
berbeda ( H (d) =0 ) karena selisih jaraknya dibawah 10 km, yaitu(68-60) km = 8 km,
sedangkan preferensi jarak antara Cianjur-Bogor dan Jakarta-Bogir dianggap berbeda
dengan preferensi yang lemah ( H (d) = 0.5 ) karena memiliki selisih yang berada pada
interval 10-30 km, yaitu sebesar (68-45) km =23 km. dan terjadi preferensi mutlak (H(d)
= 1) antara jarak Cianjur-Jakarta dan Bogor-Jakarta karena memiliki selisih jarak lebih
dari 30 km.

5. Kriteria Dengan Preferensi Linier dan Area Yang Tidak Berbeda

} 0 jika │d│ ≤ q ,
H(d) = (│d│ - q) / (p-q) jika q <│d│≤ p , (2.16)
1 jika p < │d│

Pada kasus ini, pengambilan keputusan mempertimbangkan peningkatan


preferensi secara linier dari tidak berbeda hingga preferensi mutlak dalam area antara dua
kecenderungan q dan p. dua parameter tersebut telah ditentukan. Fungsi H(d) selanjutnya
disajikan pada gambar 2.6 (Suryadi, Kadarsah., dan Ramdhani M. Ali, 2002)

H (d)

-p -q q p
d
0
Gambar 2.6. Preferensi Linier dan Area Yang Tidak Berbeda

6. Kriteria Gaussian (Gaussian Criterion)

22
H (d) = 1 – exp { -d2 / 2σ2 } (2.17)

Fungsi ini bersyarat apabila telah ditentukan nilai σ, dimana dapat dibuat berdasarkan
distribusi normal dalam statistik. Fungsi H(d) selanjutnya disajikan pada gambar 2.7
(Suryadi, Kadarsah., dan Ramdhani M. Ali, 2002)

H (d)

d
0

Gambar 2.7 Kriteria Gaussian

Gambar 2.8 (Suryadi, Kadarsah., dan Ramdhani M. Ali, 2002) adalah rangkuman dari
enam tipe kriteria umum dimana pembuat keputusan dapat memilih, dan parameter yang
harus dibuat secara tetap.

23
Tipe Preferensi Kriteria Parameter
H (d)

1
1. Kriteria Umum
-
( Usual Criterion )
d
0
H (d)

1
2. Kriteria Quasi
q
( Quasi Criterion )
d
-q 0 q
H (d)

1
3. Kriteria Preferensi Linier
p
( Criterion with Linear
Preference ) d
-p 0 p
H (d)

1
4. Kriteria Level
q,p
( Level Criterion ) ½

-p -q 0 q p
d

5. Kriteria Dengan Preferensi H (d)


Linier dan Area yang tidak
1
berbeda
( Criterion with Linear q,p
Preference and Indefference d
-p -q 0 q p
Area )
H (d)

1
6. Kriteria Gaussian
( Gausian Criterion ) σ

d
0

Gambar 2.8. Tipe dari Fungsi Preferensi Kriteria

2.1.3.2. Indeks Preferensi Multikriteria


Tujuan keputusan adalah menetapkan fungsi preferensi Pi dan µi untuk semua
kriteria fi (I = 1, …, n) dari masalah optimasi kriteria majemuk. Bobot (wight) µi
merupakan ukuran relatif dari kepentingan kriteria fi ; jika semua kriteria memiliki nilai
kepentingan yang sama dalam pengambilan keputusan maka semua nilai bobot adalah
sama.
Indeks preferensi multikriteria ( ditentukan berdasarkan rata-rata bobot dari fungsi
preferensi Pi ).

n
℘( a,b) = ∑ π Pi (a,b): ∀a, b ∈ A (2.18)
i =1

24
℘ ( a,b) merupakan intensitas preferensi pembuat keputusan yang menyatakan bahwa
alternatif a lebih baik dari alternatif b dengan pertimbangan secara simultan dari seluruh
kriteria, dan n adalah jumlah dari kriteria. Hal ini dapat disajikan dengan nilai antara 0
dan 1, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. ℘ (a,b) ≈ 0, menunjukan preferensi yang lemah untuk alternatif a lebih dari
alternatif b berdasarkan semua kriteria
2. ℘ (a,b) ≈ 1, menunjukan preferensi yang kuat untuk alternatif a lebih dari alternatif
b berdasarkan semua kriteria.
indeks preferensi ditentukan berdasarkan nilai hubungan outranking pada
sejumlah kriteria dari masing-masing alternatif. Hubungan ini dapat disajikan sebagai
grafik nilai outranking, node-nodenya merupakan alternatif berdasarkan penilaian kriteria
tertentu, diantara dua node (alternatif), a dan b, merupakan garis lengkung yang
mempunyai nilai ℘ (b,a) dan ℘ (a,b) (tidak ada hubungan khusus antara ℘ (b,a) dan
℘ (a,b)). Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.9 (Suryadi, Kadarsah., dan Ramdhani M.
Ali, 2002).

℘(b,a)
b

a
℘(a,b)
Gambar 2.9 Hubungan Antar Node

2.1.4 Promethee Rangking


2.1.4.1. Arah Dalam Grafik Nilai Outranking
Untuk setiap node a dalam garfik nilai outranking ditentukan berdasarkan leaving
flow, dengan persamaan :
1
F+ ( a) = å℘(a, x)
n - 1 xÎA
(2.19)

25
Dimana ℘ (a,x) menunjukan preferensi bahwa alternatif a lebih baik dari alternatif x dan
n adalah jumlah dari kriteria.
Leaving flow adalah jumlah dari nilai garis lengkung yang memiliki arah menjauh
dari node a dan hal ini merupakan karakter pengukuran outranking, seperti yang
ditunjukan pada gambar 2.10 (Suryadi, Kadarsah., dan Ramdhani M. Ali, 2002).

℘(a,b)

Gambar 2.10. Leaving Flow

Secara simetris dapat ditentukan entering flow dengan persamaan :

1
F- ( a) = å℘(x, a)
n - 1 xÎA
(2.20)

Gambar 2.11 (Suryadi, Kadarsah., dan Ramdhani M. Ali, 2002) menunjukan entering
flow diukur berdasarkan karakter outranking dari a.

b
℘(a,b)

Gambar 2.11. Entering Flow

26
Sehingga pertimbangan dalam penentuan net flow diperoleh dengan persamaan :

Φ (a) = Φ+ (a) – Φ- (a) (2.21)

Penjelasan dari hubungan outranking dibangun atas pertimbangan untuk masing-


masing alternatif pada grafik nilai outranking, berupa urutan parsial (Promethee I) atau
urutan lengkap (Promethee II) pada sejumlah alternatif yang mungkin, yang dapat
diusulkan kepada pembuat keputusan untuk memperkaya penyelesaian masalah.

2.1.4.2. Promethee I
Nilai terbesar pada leaving flow dan nilai yang kecil dari entering flow merupakan
alternatif yang terbaik. Leaving flow dan entering flow menyebabkan :

} a P+ b jika Φ+ (a) > Φ+ (b)


a I+ b jika Φ+ (a) = Φ+ (b)
(2.22)
} a P- b jika Φ- (a) > Φ- (b)
a I- b jika Φ- (a) = Φ- (b)

Promethee I menampilkan partial preorder (P, I, R) dengan mempertimbangkan


interaksi dari dua preorder:

aPi B (a outrank b) jika a P+ b dan a P- b


atau a P+ b dan a I- b
atau a I+ b dan a P- b (2.23)
aIi B (a tidak beda b) jika a I+ b dan a I- b
aRi B (a dan b incomparable) jika pasangan lain

Partial preorder diajukan kepada pembuat keputusan, untuk membantu


pengambilan keputusan masalah yang dihadapinya.
Dengan menggunakan metode Promethee I masih menyisakan bentuk
incomparable, atau dengan kata lain hanya memberikan solusi partial preorder
(sebagian),

27
2

4 6

3 5

Gambar 2.12 Contoh Partial Ranking ( Promethee I)


Sumber : Brans, J.P, and Mareschal, B. 1986, “How to Decide with PROMETHEE”, http://smg.ulb.ac.be,
hal.3

2.1.4.3 Promethee II
Dalam kasus complete preorder dalam K adalah penghindaran dari bentuk
incomparable, Promethee II complete preorder (P, I) disajikan dalam bentuk net flow
berdasarkan pertimbangan persamaan:

} a P+ b jika Φ+ (a) > Φ+ (b) (2.24)


a I+ b jika Φ+ (a) = Φ+ (b)

Melalui complete preorder, informasi bagi pembuat keputusan lebih realistik.

1 2 3 4 5 6

Gambar 2.13. Contoh Complete Ranking ( Promethee II)


Sumber : Brans, J.P, and Mareschal, B. 1986, “How to Decide with PROMETHEE”, http://smg.ulb.ac.be,
hal.3

28
2.1.5 Bank
a. Definisi Bank
Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun
dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta
memberikan jasa-jasa lainnya (Kasmir, 2012: 3). Undang–Undang No. 10 tahun 1998
tentang perbankan mendefinisikan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarkat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan bentuk–bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa definisi bank adalah
suatu badan hukum yang kegiatannya menghimpun dana masyarakat dan
menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana dalam bentuk kredit.

b. Fungsi Bank
Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002: 24) fungsi bank yaitu sebagai berikut:
1) Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat
mekanisme pemindahbukuan (kliring) yang berupa surat berharga. Contoh uang
giral adalah cek, giro, kartu kredit dan wesel pos. Bank sentral dapat mengurangi
atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan
bank umum menciptakan uang giral.
2) Mendukung kelancaran mekanisme pembayaran
Fungsi lain dari bank umum adalah mendukung kelancaran mekanisme
pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank
umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
3) Penghimpunan dana simpanan masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di
Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,
tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan.
4) Mendukung kelancaran transaksi internasional

29
Bank umum dibutuhkan untuk memudahkan dan memperlancar transaksi
internasional, baik transaksi barang atau jasa maupun transaksi modal. Dengan
adanya bank umum yang beroperasi dalam skala internasional, kepentingan pihak-
pihak yang melakukan transaksi-transaksi internasional dapat ditangani dengan
lebih mudah, cepat, dan murah.

c. Jenis-jenis Bank
Menurut Totok Budisantoso dan Nuritomo (2014: 109-111) bank dibagi menjadi dua
yaitu :
1) Bank umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
2) Bank perkreditan rakyat
Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank perkreditan rakyat tidak
terlibat dalam jual beli valuta asing ataupun kliring. Akan tetapi hanya
menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan
atau bentuk lain yang sejenis.

Selain itu, sistem perbankan di Indonesia dapat dikelompokkan menurut kepemilikannya,


yaitu :
1) Bank Milik Pemerintah (Bank Persero)
Bank Persero merupakan bank dimana akte pendirian dan modal dimiliki oleh
pemerintah sehingga seluruh keuntungan bank adalah milik pemerintah.
2) BPD (milik Pemerintah Daerah)
BPD merupakan bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tingkat I
dan tingkat II masing-masing provinsi.
3) Bank Swasta Nasional
Bank Swasta Nasional adalah bank dimana akte pendirian dan modal dimiliki

30
swasta nasional sehingga pembagian keuntungan untuk swasta.
4) Bank Campuran
Bank Campuran merupakan bank dimana kepemilikan saham dimiliki oleh pihak
asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan saham mayoritas dipegang oleh
warga negara Indonesia.
5) Bank Asing
Bank Asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta
asing atau pemerintah asing.

Sedangkan sistem perbankan di Indonesia dapat dikelompokkan menurut ruang lingkup


kegiatannya yaitu :
1) Bank Devisa
Bank Devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri
atau berhubungan dengan mata uang asing. Contohnya transfer keluar negeri,
transaksi ekspor impor dan jual beli valuta asing.
2) Bank Nondevisa
Bank Nondevisa merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan
transaksi sebagai bank devisa, sehingga transaksi yang dilakukan masih dalam
batas-batas negara.

2.1.6. Faktor Yang mempengaruhi Pemilihan Lokasi Kantor Bank


Setiap kegiatan ekonomi membutuhkan ruang sebagai tempat menjalankan
kegiatannya. Pemilihan lokasi menjadi awal dari usaha pengoptimalan usaha ekonomi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi untuk satu kegiatan ekonomi berbeda
dengan kegiatan lainnya. Menurut Herrin dan Pernia dalam Setyono (1992:37), ada
beberapa faktor lokasi kantor bank yang paling utama dan spesifik untuk kegiatan bank,
yaitu :
1. Kedekatan dengan nasabah, nasabah dalam hal ini terbagi atas dua yaitu
produsen (kegiatan ekonomi produktif) atau konsumen (masyarakat dan rumah
tangga).
2. Berada pada jalan yang mempunyai akses yang tinggi.

31
3. Keberadaan fasilitas telekomunikasi, yang meliputi jaringan internet, telepon,
telex dan faksimili.
4. Kecocokan bentuk lahan, dalam hal ini tidak membutuhkan biaya besar untuk
pembangunan.
5. Bangunan yang sesuai, dalam hal ini ketersediaan ruang dan kemudahaan untuk
perluasan.
6. Kemudahan untuk dijual kembali.
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian nugroho (914:11-27), kesesuaian lokasi
bank harus memperhatikan tiga aktor terkait, yaitu pemerintah, swasta/pengusaha bank,
dan masyarakat/nasabah bank. Kesesuaian lokasi bank dari sisi pemerintah harus
memperhatikan beberapa substansi pokok, yaitu: teori perencanaan kota, UU perbankan,
rencana tata ruang kota, dan standar pedoman perencanaan lingkungan pemukiman kota.
Untuk lebih jelasnya, kesesuaian lokasi bank dari sudut pemerintahdapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2.2 Acuan Pemerintah Dalam Penentuan Lokasi Bank
NO. ACUAN NORMA LOKASI KANTOR BANK YANG
HARUS DIPENUHI
1 Teori Perencanaan Kota a. Sesuai teori tata ruang harus dimanis, maka bank
lokasinya perlu mendapat perhatian khusus.
b. Teori empat sentral (Walter Christaller), lokasi bank
harus memenuhi syarat-syarat:
• Jangkauan pasar luas
• Batas ambang penduduk mencukupi
2 UU tentang Pokok-Pokok Dapat dibuka dengan persetujuan menteri keuangan atas
Perbankan (UU no. 7 tahun dasar kebutuhan masyarakat yang tergantung dari
1992) beberapa faktor: tingkat banking habit, tingkat
pendapatan, dan tingkat perkembangan ekonomi daerah.
3 Pedoman Perencanaan Bank merupakan fasilitas pelengkap untuk pusat
Lingkungan Permukiman perniagaan dengan jumlah penduduk antara 120.000
(Standar DPMB) sampai 480.000 jiwa.
4 RencanaTata Ruang Kota Lokasi bank harus memerhatikan hal-hal yang tercantum
dalam tiga hal di atas.
Bank harus diberi perhatian khusus lokasinya sesuai
prinsip tata ruang dinamis (Konsideran UU Nomor 24
tahun 1992 tentang penataan ruang)
Sumber : Nugroho, 1994:18

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa rencana tata ruang kota dapat dipakai sebagai
alat paling komprehensif untuk menilai kesesuaian lokasi bank dari sisi kepentingan
pemerintah.

32
Untuk kesesuainan lokasi bank dari sisi pengusaha bank, ada beberapa substansi pokok
yang harus diperhatikan, yaitu: Pasar/konsumen, lahan, aksesibillitas, utilitas, dan
keuntungan aglomerasi. Secara lengkap faktor dan sub-sub faktor pertimbangan
pemilihan lokasi kantor bank oleh pengusaha bank (bankir) dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 2.3 Faktor-faktor lokasi pokok beseta rinciannya yang dipertimbangkan oleh
pengusaha bank.
NO. FAKTOR-FAKTOR FAKTOR-FAKTOR TERINCI YANG
POKOK DIPERTIMBANGKAN
A. Pasar/Konsumen A1. Dekat dengan daerah Komersial/perdagangan
A2. Dekat dengan pemukiman dengan jumlah penduduk besar
dan konsentrasi tinggi.
A3. Dekat dengan pemukiman penduduk dengan tingkat
pendapatan tinggi
A4. Dekat dengan tempat pendidikan
A5. Dekat dengan daerah industri
A6. Dekat dengan kantor pemerintaham
B. Lahan B1. Ketersediaan lahan di kawasan yang ditentukan menurut
rencana kota
B2. Kemudahan dalam pembebasan lahan dan bangunan
B3. Harga relatif murah
B4.sewa lahan dan bangunan relatif murah
B5. Lahan bebas banjir, longor, gempa, dan lainnya
B6. Ketersediaan lahan siap bangun
C. Aksesibilitas C1. Ketersediaan jaringan internet
C2. Ketersediaan jaringan telepon
C3. Dilalui oleh route kendaraan umum
C4. Terletak dijalan tidak macet
C5. Terletak di jalan /lokasi yang mudah dicari oleh nasabah
D. Utilitas D1. Ketersediaan jaringan internet
D2. Ketersediaan jaringan telepon
D3. Ketersediaan aliran listrik yang mencukupi
D4. Ketersediaan dan kemudahan penggunaan berbagai media
iklan (radio, koran, majalah dan pemasangan iklan dijalan
berupa papan reklame, spanduk dan lain-lain)
E. Keuntungan Aglomerasi E1. Dekat dengan bank-bank yang sudah ada sehingga mudah
dikenal dan dicari nasabah
E2. Dekat dengan bank-bank lain yang sudah ada sehingga
tidak usah melalukan studi kelayakan secara detil (berarti
lokasi tersebut sduah menguntungkan secara ekonomis)

Pengusaha bank (Bankir) dalam mempertimbangkan faktor pemilihan lokasi kantor


banknya juga melihat keterkaitan antar faktor tersebut. Dari faktor-faktor pemilihan
lokasi kantor bank oleh bankir seperti pada tabel diatas maka keterkaitan yang ada adalah
antar :

33
a. faktor pasar dengan faktor aksesibilitas, dengan dasar pemikiran faktor kedekatan
dengan pasar akan memerlikan faktor aksesibilitas yang tinggi.
b. Faktor lahan dengan faktor pasar, aksesibilitas, utilitas, dan keuntungan
aglomerasi, dengan dasar pemikiran ketersediaan lahan yang dapat digunakan untuk
berlokasinya kantor bank masih membutuhkan faktor-faktor lain agar dipilih oleh
pengusaha bank yaitu: faktor kedekatan pasar, aksesibilitas, ketersediaan utilitas, dan
adanya keuntungan aglomerasi.
Sedangkan untuk kesesuaian lokasi bank dari sisi nasabah bank, ada beberapa
substansi pokok yang harus diperhatikan, yaitu: aksesibilitas, komunikasi, dan tempat
kedudukan. Secara lengkap faktor dan sub-sub faktor pertimbangan pemilihan lokasi
kantor bank oleh nasabah bank dapat dilihat pda tabel dibawah ini.

Tabel 2.4 Faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh nasabah


NO. FAKTOR-FAKTOR FAKTOR-FAKTOR TERINCI YANG
POKOK DIPERTIMBANGKAN
A. Aksesibilitas A1. Dekat dengan tempat tinggal
A2. Dekat dengan tempat kerja
A3. Dekat dengan tempat melakukan bisnis
A4. Dekat dengan tempat pendidikan
A5. Dekat dengan Jalan
A6. Dilalui route kendaraan umum
A7. Ongkos transport untuk mencapai lokasi bank murah
A8. Jalan untuk mencapai lokasi bank tidak macet
B Fasilitas komunikasi B1. Punya fasilitas telepon
B2. Punya fasilitas email
B3. Punya fasilitas website
B4. Punya fasilitas faxcimili
C. Tempat kedudukan (site) C1. Terletak didaerah elite
C2. Mempunyai tempat parkir yang luas
C3. Terletak ditempat yang mudah terlihat
C4. Tempatnya menyenangkan
Sumber: Nugroho,1994:27
Selain faktor-faktor di atas, kebijakan internal bank XYZ juga mempunyai beberapa
faktor dalam pengembangan jaringan kantor operasioal bank xyz.(kantor cabang, kantor
cabang pembantu,atau kantor kas). Faktor-faktor tersebut adalah:
1. faktor umum
• pengembangan jaringan kantor operasional bank xyz, pada prinsipnya ditujan
untuk mendukung visi, misi maupun strategis pokok usaha bank xyz, yaitu
memperkuat/meningkatkan basis sektor retail perbankan, sehingga prosentasi

34
antara sektor retail (usaha kecil, termasuk menengah/commercial) dengan
sektor korporasi dapat berimbang.
• secara umum, pengembangan jaringan operasional baru bank xyz difokuskan
pada daerah/lokasi yang memiliki potensi/prospek bisnis menengah keatas
(middle & Upper income) baik dari sektor retail maupun commercial.
• Penataan berbagai jaringan pelayanan (channel distribution) juga disesuaikan
dengan kebutuhan serta financial behavior dari setiap segmen nasabah yang
akan dituju, baik yang berbentuk outlet service (traditional branches, priority
banking, commercial banking cenrre dan lai-lain) maupun yang berbasis
teknologi ( electronic channel seperti internet banking, kiosk banking/self
service outet, sms banking, dan lain-lain).
2. Faktor Geografis
Memebrika gambaran secara umum keadaan daerah yang merupakan tujuan
pembukaan jaringan kantor, meliputi luas wilayah, jumlah penduduk, kepadatan,
pertumbuhan dan mata pencaharian penduduk.
3. faktor potensi ekonomi
memperhatikan sektor makro dan mikro ekonomi yang menonjol di derah
tersebut pada saat ini dan memiliki potesi untuk dikembangkan di masa depan
misalnya pertambangan, perdagangan, industri yang berorientasi ekspor, dan lai-
lain.
4. faktor segmentasi
semua potensi ekonomi tersebut harus sesuai dan memenuhi strategi bisnis bank
xyz yang memfokusiakn diri pada segmen:
• segmen consumer adalah kelompok nasabah yang termasuk dalam upper
income dan middle income
• segmen commercial, adalah owner operator dan UKM (small business).
5. faktor market share
mempelajari perbankan setempat, dalam hal jumlah dan skala bisnisnya untuk
mengetahui peluang dan tingkat kejenuhan atas pelayanan perbankan kepada
daerah setempat.

35
Dalam hal adanya misi khusus dari perusahaan, dan potensi ekonomi setempat
yang terus berkembang, kiranya tingkat kejenuhan dapat ditekan dengan syarat
bank kita mempunyai andalan dalam melakukan persaingan, misalnya produk
perbankan yang bervariasi, sistem on line, suku bunga bersaing, dan lain-lain.
6. faktor lokasi gedung kantor
Dalam menentukan lokasi gedung baru, maka ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yatu:
• master paln, lokasi yang dipilih harus dilihat peruntukannya
(pemukiman, perkantoran, dan lain-lain) berkaitan dengan
pengembangan taa kota setempat.
• Arus lalu lintas, lokasi harus bisa dicapai dari berbagai jurusa dan dengan
tingkat kemacetan yang dapat ditolerir, diutamakan berada di ruas jalan
dua arah.
• Sarana parkir, lokasi diutamakan yang mempunyai sarana parkir yang
memadai.
• Strategic, lokasi diusahakan lebih menonjol dari bang pesaing setempat,
mudah dikenali dan dicapai oleh calon nasabah. Selain itu lokasi yang
dipilih diutamakan merupakan lokasi tempat masyarakat umum
melakukan transaksi/kegaitan ekonomi yang potensial untuk
menggunakan jasa layanan perbankan.
• Aspek hukum, status kepemilikan lokasi harus jelas dari sudut hukum
baik tanah maupun bangunannya.
• Prospek perkembangan daerah lokasi kantor di masa datang relatif bagus.
7. sarana, prasarana & IT
• gedung kantor dapat direnovasi sesuai standar tampilan bank xyz, seperti
tampilan banking hall, perlengkapan telepon, listrik, dan lain-lain yang
memadai.
• Adanya SDM yang benar-benar menguasai pangsa pasar daerah
setempat.
• Sistem pembukaan online dengan dukungan IT yang memadai derta
jaringan komunikasi yang baik.

36
2.1.7. Pemilihan lokasi bank xyz
Dalam penelitian ini, landasan teori yang akan digunakan untuk mengkaji
pemilihan lokasi kantor bank xyz adalah :
1. Teori tempat sentral
Berdirinya suatu fungsi tertentu dalam hal ini kantor cabang pembantu dan kantor
kas bank xyz, harus didukung dengan keberadaan jangkauan pasar yang luas dan
batas ambang yang memadai untu dijangkau oleh kosumen, sedangkan batas
ambang biasanya dinyatakan dalam jumlah penduduk minimal yang mendukung
fungsi sebuah kantor cabang pembantu dan kantor kas bank xyz.
2. Aturan normatif perbankan
pemilihan lokasi kantor cabang pembantu dan kantor kas bank xyz seara
normatif di lingkungan perbankan harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:
a. standar batas minimal jumlah penduduk atau jumlah nasabah yang telah
ditetapkan. Berdasarkan standar yang ditetapkan dalam pedoman
perencanaan lingkungan permukiman, sebuah bank harus didukung oleh
120,000 sampai 480.000 jiwa penduduk. Sedangkan berdasarkan standar
yang ditetapkan kantor wilayah bank indonesia adalah bahwa kantor
cabang akan melayani 15.000 nasabah, kantor cabang pembantu
melayani 8.000 nasabah, dan kantor kas melayani 7.500 nasabah.
b. Faktor lokasi gedung kantor seperti yang ditentukan dalam kebijakan
pengembangan jaringan bank xyz.
3. kesesuaian lokasi bank xyz dari sisi pemerintah
Dari sisi pemerintah, pemilihan lokasi kantor cabang pembantu dan kantor kas
bank xyz di kota depok harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kota
depok.
4. kesesuaianan lokasi bank xyz dari sisi pengusaha bank (bankir)
dari sudut pengusaha bank, pemilihan lokasi kantor cabang pembantu dan kantor
kas bank xyz harus memperhatikan beberapa faktor lokasi, yaitu : faktor
pasar/konsumen, aksesibilitas, aglomerasi, utilitas dan lahan.
5. kesesuaian lokasi bank xyz dari sisi nasabah bank

37
dari sisi nasabah, pemilihan lokasi kantor cabang dan kantor kas bank xyz harus
memperhatikan faktor aksesibilitas, komunikasi dan site.

2.2 Penelitian Terdahulu


Beberapa penelitian yang relevan berkaitan dengan analisis perbandingan peringkat
dengan metode promethee dan vikor antara lain :
1. Rino Syavitra (2009) “Analisa lokasi nasabah potensial bank nagari di kota Depok.”
Penelitian ini betujuan untuk mengetahui lokasi nasabah potensial bank nagari di kota
Depok, penelitian ini menggunakan factor permintaan dan penawaran untuk
mengetahui nasabah potensial.
2. Abdul Salam Chaslan (2004), “Studi arahan lokasi kantor cabang pembantu dan kantor
kas bank mandiri di kota semarang.” Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lokasi
yang tepat untuk pendirian kantor cabang pembantu dan kantor kas yang baru di kota
semarang dengan menggunakan analisis preferensi factor.
3. David J. Willer (1990) “ A spatial decision support system for bank location: A case
study. Jurnal ini dibuat untuk membantu memecahkan masalah semi terstruktur dalam
penentuan lokasi dalam industry perbankan dengann menggunakan spatial decision
support system (SDSS).
4. Vinsesnsia hutagaol, bambang sudarsono, arief laila nugraha (2015)., “ Penentuan
potensi lokasi ATM BNI menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan
Sistem Informasi Geografis (studi kasus: Kecamatan Tembalang).”. Terbit pada jurnal
Geodesi Universitas Diponogoro, penelitian ini untuk menentukan lokasi ATM BNI
yang baru di kecamatan tembaang kota semarang dengan menggunakan metode AHP
dan SIG.

38
2.3 Kerangka Berfikir

LATAR BELAKANG
Bahwa untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada
nasabah diperlukan kantor cabang pembantu/kantor kas
bank xyz di kota Depok.

PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana membuat system penunjang keputusan dengan
menggunakan metode promethee untuk merangking lokasi
yang paling tepat untuk di buka kantor bank baru di kota
Depok.

LINGKUP PENELITIAN

Preferensi factor lokasi Sebaran Lokasi kantor


berdasarkan pengusaha Bank di kota depok
bank dan nasabah

Beberapa alternative pilihan lokasi kantor bank baru di kota depok

Analisa faktor/kriteria dan evaluasi alternatif Lokasi Kantor cabang


pembantu dan kantor kas bank xyz di kota depok

Analisa factor dan sub factor Evaluasi Promethee


(preferensi pengusaha bank dan (khodamoradi, 2014)
nasabah) dari beberapa alternative • Hitung indeks preferensi
pilihan lokasi dengan melakukan kriteria H (d)
skoring/pembobotan. • Hitung nilai indeks
preferensi multikriteria
• Hitung leaving flow
Result : • Hitung entering flow
• Global scores • Hitung net flow
• Partial Score
• Rating

Kesimpulan dan Rekomendasi

Gambar 2.14. Kerangka Berfikir

39
2.4 Hipotesis
Berdasarkan uraian dan kajian teoritis yang telah dikemukakan, selanjutnya dapat
dikemukakan hipotesis penelitian. Hipotesis penelitian itu dapat dirumuskan kembali
sebagai berikut :
1. Ho perbandingan peringkat lokasi yang direkomendasikan dengan menggunakan
metode Promethee dengan hasil perhitungan dengan Skoring mempunyai hasil
yang signifikan yang berbeda.
2. H1 perbandingan peringkat lokasi yang direkomendasikan dengan menggunakan
metode Promethee dengan hasil perhitungan dengan Skoring mempunyai hasil
yang signifikan yang sama.

40
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian konstruktif. Jenis penelitian type
ini bertujuan untuk merancang sebuah algoritma system penunjang keputusan dalam
memilih lokasi kantor bank cabang pembantu dan kantor kas di kota depok.

3.2 Definisi Konseptual & Operasional Variabel (jika menggunakan data primer)
Dikarenakan penelitian menggunakan data sekunder maka operasional variable
tidak dijabarkan.

3.3 Instrumen Penelitian (jika menggunakan kuesioner)


Data yang diperlukan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini, adalah sebagi
berikut :
Data sekunder
• Data jumlah dan sebaran nasabah bank xyz dirinci perkantor cabang di
kota depok.
• Data jumlah sebaran kantor cabang bank xyz yang sudah ada di kota
depok.
• Data lokasi kantor cabang bank xyz yang sudah ada di kota depok.
• Dokumen rencana tata ruang kota depok
• Data administrasi dan jumlah penduduk di kota depok.

3.4 Populasi dan Sampel


Populasi yang menjadi objek penelitian ini adalah seluruh nasabah bank xyz yang
bertempat tinggal di kota depok dan pengusaha bank xyz (direktur). Jumlah nasabah
bank xyz di kota depok adalah 111.260 nasabah, sedangkan pengusaha bank xyz sesuai
dengan jumlah kantor nya adalah sepuluh direktur.
Jumlah sampel
Perhitungan jumlah sampel menurut singarimbun menggunakan rumus :

41
a= N/N.d2 + 1
keterangn: n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
D = derajat kecermatan

Nilai derajat kecermatan yang diambil dalam penelitian ini adalah sebesar 10%, sehingga
menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan penelitian sebesar 90%. Dengan jumlah
populasi sebesar 111.260, maka dari rumus di atas dapat diketahui jumlah sampel
nasabah bank xyz dalam penelitian ini adalah 100 responden.
Sedangkan untuk pengusaha bank pemilihan sampel dilakukan dengan teknik
purposive sampling dengan jumlah responden 10 orang.

3.5 Metode Pengumpulan Data (jika menggunakan kuesioner)


Data dikumpulkan tidak menggunakan kuesioner, tetapi menggunakan data sekunder
antara lain :
• Data jumlah dan sebaran nasabah bank xyz dirinci per kantor cabang di kota
depok.
• Data jumlah dan sebaran kantor cabang yang sudah ada di kota depok.
• Data lokasikantor cabang yang sduah ada di kota depok
• Dokumen rencana tata ruang kota depok
• Data administrasi dan jumlah penduduk kota depok
Pengumpulan data sekindeh yaitu pengumpulan data secara tidak langsung dari
sumber/obyeknya. Data dalam penelitian ini didapat dari kajian literature, dokumen yang
tersedia dibeberapa instansi yaitu dari kantor cabang bank xyz kota depok, pemda kota
depok, Bank Indoensia. Data yang dikumpulkan melalu instansi adalah data jumlah dan
sebaran nasabah, jumlah dan sebaran kantor bank xyz, data administrasi dan jumlah
penduduk.

3.6 Metode Analisis Data


Adapun metode analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, masing-
masing wilayah alternatif yang sudah di tentukan lakukan pembobotan sesuai dengan

42
kriteria dari faktor pengusaha bank (bankir) dan nasabah, setelah itu dilakukan proses
evaluasi dengan mengguankan metode promethee dengan urutan kegiatannya adalah
sebagai berikut:
1. Mencari indeks preferensi multikriteria,
2. Menghitung leaving flow,
3. Menghitung entering flow,
4. Menghitung net flow.
Dari proses tersebut di hasilkan perangkigan lokasi yang dapat diurutkan dari lokasi yang
paling direkomendaikan sampai yang paling tidak direkomedasikan.

3.7 Metode Perankingan


Sebelum dilakukan analisis, semua data perlu dinormalisasi untuk memudahkan
dalam analisisnya. Dalam normalisasi matriks perlu diperhatikan karakter dari suatu
kriteria, terdapat dua macam karakter yaitu lower-the-better (LB) dan higher-the-better
(HB).

a. Metode PROMETHEE
Langkah-langkah yang digunakan dalam Metode PROMETHEE adalah
sebagai berikut :
1) Normalisasi matriks menggunakan persamaan :
(!"#!!!!)
!"# = (!∗!!! ! !)

Keterangan:
Rij = nilai normalisasi sampel i kriteria j
Xij = nilai data sampel i kriteria j
X*j = nilai terbaik dalam satu kriteria
X’j = nilai terjelek dalam satu criteria

2) Menghitung fungsi preferensi antar sampel


Pij (i,i’) = Rij – Ri’j, jika Rij > Ri’j
Pij (i,i’) = 0, jika Rij < Ri’j

43
3) Menghitung agregat fungsi preferensi
! !
! !, ! ! = !" ! !" (!, ! ! )/ !", !" = !"!"# !"#$%"#&
!!! !!!

4) Menghitung leaving (positive) flow


1 !
!! ! = ! !, ! ! , ! = !"#$%ℎ !"#$%&
!−1 !!!

5) Mengitung entering (negative) flow


1 !
!! ! = ! !, ! ! , ! = !"#$%ℎ !"#$%&
!−1 !!!

6) Menghitung net outranking flow


! ! = !! ! − !! !
Sampel dengan nilai net outranking flow ! ! tertinggi merupakan sampel terbaik.

b. Friedman Test
Uji Friedman menentukan apakah jumlah keseluruhan rangking (Rj) berbeda
signifikan. Untuk membuat uji ini kita menghitung harga suatu statistik yang disebut
Friedman.
Dalam penelitian ini Friedman Test digunakan untuk membandingkan hasil
perangkingan tiga metode yang digunakan yaitu Promethee, Vikor dan Electree.
Friedman test dilakukan dengan menggunakan formula dibawah ini :

!
!
12
!! = (!")! − 3!(! + 1)
!"(! + 1)
!!!

Keterangan :
k = jumlah kolom (perlakuan/treatment)
n = jumlah baris
Rj = jumlah ranking tiap kolom

44
Selanjutnya Nilai !! ! dibandingkan dengan nilai pada table distribusi chi-square (! ! )
dengan derajat kebebasan (df) = k-1 dan α = 5%.

Metode
1) Penentuan hipotesis nol dan hipotesis alternatif
Ho : M1 = M2 = M3 = … =Mk
H1 : Minimal ada salah satu sampel yang tidak berasal dari populasi yang sama.
Dimana M adalah median dari tiap treatment ke j.
2) Menentukan tes statistik/statistik uji
Karena tujuan kita untuk menguji apakah sampel-sampelnya berasal dari populasi
yang sama, maka uji yang kita gunakan adalah uji Friedman dengan statistik
ujinya adalah !! ! yang berdistribusi chi-kuadrat dengan db = k-1.
3) Tingkat signifikansi
Tingkat signifikansi atau taraf nyata adalah bilangan yang mencerminkan
seberapa besar peluang untuk melakukan kekeliruan menolak H0 yang seharusnya
diterima. Tingkat signifikansi ditentukan oleh peneliti.
4) Menentukan daerah penolakan
Daerah penolakan terdiri dari semua harga !! ! yang sedemikian kecilnya,
sehingga semua kemungkinan yang berkaitan dengan terjadinya harga-harga itu
dibawah H0 adalah sebesar !.
5) Menentukan distribusi sampling
!! ! mendekati distribusi Chi – Square dengan derajat bebas k – 1.
!
!
12
!! = (!")! − 3!(! + 1)
!"(! + 1)
!!!

Tabel N memberikan kemungkinan yang eksak yang berkaitan dengan harga


observasi chi-square untuk k = 3, N = 2 hingga 9 dan untuk k = 4, N = 2 hingga 4.
Bila N dan/atau k besar dengan demikian wilayah kritis dapat ditentukan dengan
melihat tabel chi-square.
6) Menentukan keputusan tolak atau terima H0 dan mengambil kesimpulan.

45
H0 akan ditolak apabila p-value ≤ α atau !! ! ˃ !!(!!!) . Sebaliknya, H0 gagal
ditolak apabila p-value ˃ α atau !! ! ≤ !!(!!!) .

Ringkasan Prosedur
1. Masukkan skor-skor hasil respon ke dalam suatu tabel dua arah yang
memiliki k kolom dan N baris (subyek atau kelompok subyek)
2. Memberikan rangking skor-skor tersebut pada masng-masing baris dari 1
hingga k. jika ada nilai skor yang sama, maka dibuat rata-rata rangkingnya.
3. Tentukan jumlah rangking di tiap kolom perlakuan.
4. Menghitung harga chi-square sesuai dengan rumus yang diatas.
5. Metode untuk menentukan kemungkinan-kemungkinan terjadinya di bawah
H0 yang berkaitan dengan harga observasi chi-square pada ukuran N dan k:
a. Tabel N memberikan kemungkinan yang eksak yang berkaitan dengan
harga observasi chi-square untuk k = 3, N = 2 hingga 9 dan untuk k = 4,
N = 2 hingga 4.
b. Untuk N dan/atau l yang lebih besar dari yang ditunjukkan dalam Tabel
Friedman, kemungkinan yang berkaitan dapat ditentukan dengan melihat
distribusi chi-kuadrat dengan db = k-1.
6. Jika kemungkinan yang dihasilkan dari metode yang sesuai di langkah
kelima sama dengan atau kurang dari α, tolaklah H0.

46
BAB IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian


Objek penelitian dari penelitian ini adalah lokasi-lokasi yang berada disekitar
depok yang memiliki jumlah penduduk dan jumlah nasabah yang sesuai dengan aturan
Bank Indonesia. Lokasi-lokasi tersebut diinisialkan menjadi A001, A002, A003, A004,
A005 dan A006.
Dipilihnya 6 lokasi tersebut ditentukan menggunakan metode purposive sampling
atau sampel dipilih karena pertimbangan tertentu. (Mustafa 2000). Pertimbangan tersebut
yaitu (1) jumlah penduduk seesuai aturan BI, (2) jumlah nasabah bank xyz sesuai aturan
BI. Data diunduh pada tanggal 1 Desember 2017.

Tabel 4.1 Sampel/alternatif lokasi sesuai aturan BI


No. Lokasi Jumlah Jumlah Nasabah
Penduduk Bank XYZ
1 Ruas jalan Swadaya Raya, 128.094 7685
Kemiri Muka, Beji
2 Ruas jalan M. Nasir Raya, 151.441 9086
Cilodong
3 Ruas Jalan Raya Muchtar, 127.805 7668
Sawangan
4 Ruas Jalan Bunga 1, Sukatani, 231.101 9244
Tapos
5 Ruas jalan Nusantara Raya, 240.846 9633
Depok Jaya, Pancoran Mas
6 Ruas Jalan Proklamasi Raya, 225.166 9006
Abadijaya, Sukmajaya

4.2 Analisis preferensi faktor lokasi bank dari sisi Nasabah bank dan Pengusaha
Jasa Perbankan
Dari sudut pandang pengusaha jasa perbankan maupun sisi nasabah bank terdapat
faktor lokasi yang saling berkaitan, dengan dasar pemikiran:
a. pengusaha jasa perbankan dalam memilih lokasi kantor bank mempertimbangkan
faktor lokasi, dalam hal ini faktor lokasi yang dipertimbangkan diharapkan akan

47
dapat memperlancar kegiatan operasional kantor bank, dimana salah satu tujuan
dari usaha perbankan adalah mencari konsumen dalam hal ini adalah nasabah
bank dan pemilihan lokasi akan berpengaruh secara langsung terhadap hubungan
antar produsen (pengusaha jasa perbankan) dan konsumen (nasabah bank).
b. Nasabah bank dalam memilih instansi perbankan juga mempertimbangkan faktor
lokasi, dimana nasabah mendapatkan keuntungan dari pemilihan kantor bank
berdasarkan lokasinya.
Dari dasar pemikiran diatas maka faktor yang bersesuaian antara pengusaha jasa
perbankan dan nasabah bank adalah factor Aksesibilitas dan Utilitas
a. Faktor Aksesibilitas
kesesuaian dari dua belah pihak dalam faktor aksesibilitas dapat dipandang sebagai
kesesuaian tujuan pengusaha jasa perbankan untuk mendapatkan konsumen (nasabah
bank) dan tujuan nasabah bank dalam memilih bank dimana kedua pihak
mempertimbangkan faktor aksesibilitas. Pengusaha jasa perbankan mengharapkan
kemudahan bagi nasabah untuk mengakses kantor bank begitu pula sebaliknya,
nasabah bank memilih kantor bank dengan harapan nasabah dengan mudah
mengakses kantor bank, sehingga terdapat kesesuaian diantara kedua belah pihak.
b. Faktor utilitas
kesesuaian antara pengusaha jasa perbankan dan nasabah bank dalma faktor utilitas
dapat dipandang sebagai kemudahan kedua belah pihak untuk melakukan komunikasi
secara langsung. Dalam hal ini kantor bank dalam melakukan kegiaan operasionalnya
memerlukan komunikasi dengan nasabah bank begitupun nasabah bank perlu
melakukan komunikasi dengan kantor bank, sehingga kedua belah pihak mempunyai
kesesuianan pandangan dalam hal komunikasi dimana komunikasi hanya dapat
dilakukan jika terdapat ketersediaan fasilitas dan pendukungnya.

4.2.1 penentuan bobot factor lokasi kantor cabang pembantu dan kantor kas bank XYZ di
kota depok.
Dari penentuan factor lokasi bank yang telah dilakukan sebelumnya, didapat
beberapa factor lokasi bank yang digunakan dalam penentuan arahan lokasi kantor
cabang pembantu dan kantor kas bank XYZ di kota depok, yaitu subfaktor-subfaktor dari

48
faktor aksesibilitas, dan faktor utilitas. Pembobotan factor lokasi kantor cabang pembantu
dan kantor kas bank xyz di kota depok tersebut adalah sebagai berikut:
1. factor aksesibilitas : 60%
2. factor utilitas : 40%
pembobotan tersebut didasarkan pada penelitian Abdul Salam Chaslan 2004 pada
penilitiannya yang berjudul studi arahan lokasi kantor cabang pembantu dan kantor kas
bank mandiri di kota semarang. Penentuan bobot ini didasarkan pada asumsi yang
mengacu pada hasil rekapitulasi kuesioner. Faktor utilitas merupakan faktor yang dapat
dianggap penunjang, karena seluruh wilayah kota depok sudah memiliki dan terlayani
oleh utilitas dengan baik dan merata, sehingga faktor ini hanya diberi bobot 40%.
Berdasarkan hal tersebut, maka untuk factor aksesibiitas diberi bobot yang lebih besar
dibandingkan dengan factor utilitas. Adapun kumulatif bobot dua factor tersebut sebesar
100%.

4.2.2 penentuan Skor factor lokasi kantor cabang pembantu dan kantor kas bank XYZ
di kota depok.
Penentuan skor subfaktor-subfaktor kantor cabang pembantu dan kantor kas bank
XYZ ini digunakan untuk memberikan penilaian masing-masing subfaktor lokasi kantor
cabang pembantu dan kantor kas bank xyz, yang digunakan untuk memberikan arahan
lokasi kantor cabang pembantu dan kantor kas bank xyz di kota depok. Dalam penentuan
skor ini didukung oleh asumsi-asusi yang merumuskan dengan landasan teoritis dan hasil
kuesioner yang telah dikaji sebelumnya.
Penentuan skor bagi subfaktor-subfaktor lokasi bank xyz sebagai berikut:
a) aksesibilitas
penentuan skor aksesibilitas ini berdasarkan pada kondisi yang paling mendukung
keberasaan lokasi bank pada suatu tempat. Aksesibilitas yang dimaksud adalah
kemudahan nasabah dan pengusaha bank untuk mencapai lokasi. Kemudahan
pencapaianan lokasi tersebut terdiri dari beberapa subfaktor yaitu:
• kantor/lokasi bank terletak di jalan/lokasi yang mudah dicari oleh nasabah.
o Dekat dengan tempat tinggal
o Dekat dengan tempat kerja

49
o Dekat dengan tempat pendidikan
o Dekat dengan tempat bisnis
• Dekat dengan jalan utama
• Terletak di jalan yang tidak macet
• Dilalui oleh rute kendaraan umum
• Ongkos trnsportasi ke bank murah
Jika subfaktor-subfaktor tersebut di atas dapat dipenuhi, maka semakin besar pula
kemungkinan lokasi tersebut dapat diarahkan menjadi lokasi kantor cabang pembantu dan
kantor kas bank xyz.
Penilaian terhadap subfaktor diatas terbagi maenjadi 3 kelas, tergantung
kemudahaan dalam mencapai lokasinya. Semakin mudah suatu lokasi dicapai, maka
semakin besar pula skor yang diberikan.
Adapun lokasi yang termasuk dalam kelas I adalah alternative lokasi bank xyz
yang memiliki kemudahanan untuk dicapai (aksesibilitas) sangat tinggi, sehingga
diberikan skor 3. Kelas II adalah alternative lokasi bank xyz yang memiliki kemudahana
untuk dicapai (aksesibilitas) cukup tinggi, sehingga diberikan skor 2. Sedangkan kelas III
adalah alternative lokasi bank xyz yang kemudahan untuk dicapainya (aksesibilitas)
rendah, sehingga hanya diberi skor 1.
Untuk subfaktor ongkos transpot ke bank murah, dibagi dalam dua kelas. Lokasi
yang memenuhi subfaktor ongkos transport ke bank ini murah diasumsikan jika lokasi
tersebut dilalui oleh rute angkutan kota (angkot). Kelas I adalah lokasi yang dilalui oleh
angkot, maka diberi skor 2. Sedangkan yang termasuk kelas II adalah lokasi yang tidak
dilalui oleh rute angkot, maka diberi skor 1.
Skor subfaktor-subfaktor aksesibilitas diuraikan pada table dibawah ini.

Tabel 4.2 Skor Subfaktor-subfaktor Aksesibilitas

No. Deskripsi Kelas Skor Total Skor


1 Subfaktor terletar di jalan/lokasi yang 24
mudah dicari nasabah.
Ø Dekat dengan tempat tinggal (DTT) 6
• < 1 km dari perumahan I 3
• 1-3 km dari perumahan II 2

50
• >3 km dari perumahan III 1
Ø Dekat dengan tempat kerja (DTK) 6
• < 1 km dari perkantoran I 3
• 1-3 km dari perkantoran II 2
• >3 km dari perkantoran III 1
Ø Dekat dengan tempat pendidikan (DTP) 6
• < 1 km dari sekolah I 3
• 1-3 km dari sekolah II 2
• >3 km dari sekolah III 1
Ø Dekat dengan tempat bisnis (DTB) 6
• < 1 km dari pertokoan I 3
• 1-3 km dari pertokoan II 2
• >3 km dari pertokoan III 1

2 Subfaktor dekat dengan jalan utama (DJU) 6


• <50 m dari jalan utama I 3
• 50 m – 1 km dari jalan utama II 2
• >1 km dari jalan utama III 1

3 Subfaktor terletak di jalan yang tidak macet 6


(JTM)
• Kecepatan rata-rata kendaraan yang I 3
melaju di jalan tersebut > 60km/jam
• Kecepatan rata-rata kendaraan yang II 2
melaju di jalan tersebut 30 km/jam -
60km/jam
• Kecepatan rata-rata kendaraan yang III 1
melaju di jalan tersebut < 30km/jam

4 Subfaktor dilalui rute kendaraan umum 6


(RKU)
• Dilalui lebih dari 2 rute kendaraan I 3
umum
• Dilalui 2 rute kendaraan umum II 2
• Dilalui 1 rute kendraan umum III 1

5 Subfaktor ongkos transport ke bank murah 3


(OTM)
• Dilalui oleh rute angkot I 2
• Tidak dilalui oleh rute angkot II 1

51
b) Utilitas
Penentuan skor utilitas ini didasarkan pada ketersediaan infrastruktur pada suatu
alternative lokasi bank xyz. Utilitas yang dimaksud adalah utilitas yang dapat mendukung
proses keberlangsungan pelayanan bank xyz kepada nasabahnya. Utilitas tersebut, yaitu:
• Ketersediaan jaringan telepon
• Ketersediaan jaringan internet
• Ketersediaan aliran listrik yang mencukupi
subfaktor utilitas tersebut diukur dengan pelayanan masing-masing jaringan tersebut pada
suatu alternative lokasi bank xyz. Jika subfaktor-subfaktor tersebut diatas dapat dipenuhi
sesuai dengan kelas tertinggi, maka semakin besar pula kemunginan lokasi tersebut dapat
diarahkan menjadi lokasi kantor cabang pembantu dan kantor kas bank xyz.
Selain subfaktor diatas, masih ada sub faktor lainnya yaitu:
• Dekat dengan kantor penyedia layanan telekomunikasi
• Ketersediaan dan kemudahaan penggunaan telex
• Ketersediaan dan kemudahanan penggunaan berbagai media iklan
Akan tetapi untuk subfaktor-subfaktor tersebut memang tidak digunakan, mengingat
ketiga subfaktor tersebut akan mudah diupayakan oleh kantor cabang pembantu dan
kantor kas bank xyz baru yang nantinya akan didirikan jika jaringan telepon, internet dan
listrik sudah dapat memadai.
Pada subfaktor utilitas ini terbagi atas tiga kelas. Semakin besar pelayanan utilitas
yang tersedia, maka semakin bagus kelasnya dan semakin besar pula skor yang diberikan.
Adapun lokasi yang termasuk dalam kelas I adalah alternative lokasi bank xyz yang
terdapat pelayanan utilitas yang sangat tinggi, sehngga diberikan skor 3. Kelas II adalah
bagi alternative lokasi bank xyz yang terdapat pelayanan utilitas cukup tinggi, sehingga
diberikan skor 2. Sedangkan kelas III adalah alternative lokasi bank xyz yang terdapat
pelayanan utilitas redah, sehingga diberikan skor 1. Besar skor masing-masing subfaktor
disesuaikan dengan subfaktor pada masing-masing kelas.
Skor subfaktor-subfaktor utilitas diuraikan pada table dibawah ini.

52
Table 4.3 Skor subfaktor-subfaktor Utilitas

No. Deskripsi Kelas Skor Total Skor


1 Subfaktor ketersediaan jaringan telepon 6
(KJT)
• Pelayanan jaringan telepon mencapai I 3
100%
• Pelayanan jaringan telepon mencapai II 2
<50%
• Belum terdapat pelayanan jaringan III 1
telepon

2 Subfaktor ketersediaan jaringan internet 6


(KJI)
• Pelayanan jaringan internet mencapai I 3
100%
• Pelayanan jaringan internet II 2
mencapai <50%
• Belum terdapat pelayanan jaringan III 1
internet

3 Subfaktor ketersediaan jaringan listrik


(KJL)
• Pelayanan jaringan listrik mencapai I 3 6
100%
• Pelayanan jaringan listrik mencapai II 2
<50%
• Belum terdapat pelayanan jaringan III 1
listrik

4.3 Indikator skoring lokasi kantor cabang pembantu dan kantor kas Bank XYZ di

kota Depok.

Skor masing-masing subfaktor lokasi kantor cabang bank xyz yang telah

ditentukan sebelumnya pada dasarnya digunakan dalam memberikan nilai skor potensi

lokasi berdasarkan subfaktor lokasi bank xyz. Sebelum sampai pada pemberian skor,

perlu ditentukan indicator skoring lokasi berdasarkan subfaktor tersebut. Penentuan skor

potensi lokasi ini dilakukan dengan menggunakan perhitungan statistik.

53
Dari penentuan skor masing-masing subfaktor yang telah ditentukan sebelumnya,

didapatkan total jumlah bobot dikalikan skor yang digunakan untuk menetukan nilai

interval sebagai indicator penilaianan potensi lokasi yang dapat digunakan dalam

pendirian kantor cabang pembantu dan kantor kas banl yz yang baru. Dari analisis skor

masing-masing subfaktor dapt dirumuskan sebagai berikut:

Banyaknya kelas (n) = 3

Total nilai skor terbesar dikalikan bobot = 17,4

Total niai skor terkecil dikalikan bobot = 6

Rentang (nilai terbesar dikurangi nilai terkecil) = 11,4

Panjang kelas (rentang/kelas) = 3,5 = 4 (banyaknya kelas yang digunakan, disesuaikan

dengan kebutuhan)

Uraian analisa nya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Pembobotan Skor faktor Aksesibilitas

Kriteria Kelas
I II III
DTT 3 2 1
DTK 3 2 1
DTP 3 2 1
DTB 3 2 1
DJU 3 2 1
JTM 3 2 1
RKU 3 2 1
OTM 2 1 1

TOTAL 23 15 18
BOBOT 60%
TOTAL X BOBOT 13,8 9 4,8

54
Skor tertinggi aksesibilitas adalah 13,8 dan Skor tertendah aksesibilitas adalah 4,8.

Tabel 4.5 Pembobotan Skor factor Utilitas

Kriteria Kelas
I II III
KJT 3 2 1
KJI 3 2 1
KJL 3 2 1

TOTAL 9 6 3
BOBOT 40%
TOTAL X BOBOT 3,6 2,4 1,2
Skor tertinggi Utilitas adalah 3,6 dan Skor tertendah Utilitas adalah 1,2.

Berdasarkan dari uraian perhitungan skor di atas, skor nilai tertinggi dari

aksesibilitas adalah 13,8 dan skor nilai tertinggi dari utilitas adalah 3,6 , kedua nilai

tersebut dijumlahkan didapat 17,4. Begitu pulai skor nilai terendah dari aksesiobilitas

didapat 4,8 dan skor nilai terrendah utilitas didapat 1,2, kedua nilai terendah tersebut

dijumlahkan didapat total 6.0.

Dari analisa dan skoring untuk aksesibilitas dan utilitas makan didapat skor

sebagai indicator peniliaian kesesuianan lokasi terhadap potensi lokasi berdasrkan

subfaktor/kriteria lokasi kantor cabang dan kantor kas bank xyz sebagai berikut:

Tabel 4.6 Rentang indicator


Jumlah Skor Peringkat Predikat
14,0 – 17,9 1 Lokasi Potensial
10,0 – 13,9 2 Lokasi Kurang Potensial
6,0 – 9.9 3 Lokasi Tidak Potensial

55
4.4 Identifikasi alternative lokasi

identifikasi alternative lokasi kantor baru bank xyz di kota depok berdasarkan pada

preferensi pengusaha bank dan nasabah bank xyz di kota depok. Dari data dan informasi

yang didapat dari beberapa nara sumber, ada beberapa alternative lokasi pendirian kantor

cabang dan kantor kas bank xyz yang dapat dipertimbangkan. Adapun lokasi-lokasi

tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Sample atau Alternative lokasi

No. Lokasi Kode Lokasi


1 Ruas jalan Swadaya Raya, Kemiri Muka, Beji A001
2 Ruas jalan M. Nasir Raya, Cilodong A002
3 Ruas Jalan Raya Muchtar, Sawangan A003
4 Ruas Jalan Bunga 1, Sukatani, Tapos A004
5 Ruas jalan Nusantara Raya, Depok Jaya, Pancoran Mas A005
6 Ruas Jalan Proklamasi Raya, Abadijaya, Sukmajaya A006
Alternative lokasi diatas akan dipilih berdasarkan pemenuhan atas kriteria-kriteria yang

sudah ditentukan.

4.5 Analisis Data Perhitungan pemilihan lokasi dengan Skoring

Penentuan lokasi kantor cabnag pembantu dan kantir kas bank xyz di kota depok

dilakukan dengan skoring potensian lokasi. Lokasi yang akan dipilih adalah yang

memiliki skor yang tertinggi dari kriteria-kriteria atau subfaktor yang sudah ditentukan

sebelumnya. Lokasi yang memiliki potensi tinggi (skor 14,0 – 17,9 ) merupakan lokasi

yang berpotensi tinggi untuk dipilih menjadi kantor cabang atau kantor kas yang baru.

Lokasi yang memiliki skor potensi sedang (skor 10,0 – 13,9) merupakan lokasi yang

kurang berpotensi sebagai kantor cabang dan kas baru, sedangkan lokasi yang memiliki

56
skor potensi rendah (skor 6,0 - 9,9) merupakan lokasi yang tidak potensial sebagai lokasi

kantor cabang atau kas baru di kota depok. Uraian skoring untuk masing-masing

alternative lokasi dijelaskan pada table-tabel dibawah ini:

Table 4.8 Skoring Aksesibilitas

No. Kriteria Skor Lokasi berdasarkan Aksesibilitas


A001 A002 A003 A004 A005 A006
1 DTT 1 3 2 3 3 3
2 DTK 1 2 2 2 3 3
3 DTP 1 2 2 3 3 3
4 DTB 3 2 2 2 3 3
5 DJU 2 1 3 2 2 1
6 JTM 1 2 3 3 2 2
7 RKU 3 2 2 2 3 3
8 OTM 3 3 3 3 3 3
Total Skor 15 17 19 20 22 21
Aksesibilitas
Bobot 60%
Total x bobot 9 10,2 11,4 12 13,2 12,6

Table 4.9 Skoring Utilitas

No. Kriteria Skor Lokasi berdasarkan Utilitas


A001 A002 A003 A004 A005 A006
1 KJT 3 3 3 3 3 3
2 KJI 3 3 3 3 3 3
3 KJL 3 3 3 3 3 3
Total Skor Utilitas 9 9 9 9 9 9
Bobot 40%
Total x bobot 3,6 3,6 3,6 3,6 3,6 3,6

Tabel 4.10 Total skoring berdasarkan aksesibilitas dan utilitas

Kriteria Skor Lokasi berdasarkan Utilitas


A001 A002 A003 A004 A005 A006
Total x bobot 9 10,2 11,4 12 13,2 12,6
Aksesibilitas

57
Total x bobot 3,6 3,6 3,6 3,6 3,6 3,6
Utilitas
Total 100% 11,6 13,2 15 15,6 16,8 16,2

Dari skoring yang telah dilakukan terhadap alternative lokasi kantor cabang

pembantu dan kantor kas bank xyz di kota depok, maka dapat diklasifikasikan sesuai

indicator penentuan skoring. Hasil skor diklasifikasikan menjadi tiga penggolongan, yaitu

lokasi potensial, lokasi kurang potensial dan lokasi tidak potensial.

Alternative lokasi yang potensial untuk didirikan kantor cabang pembantu dan

kantor kas bank xyz di kota depok meliputi : kawasan Jalan Raya Muchtar Sawangan,

kawasan Jalan Bunga I Tapos, kawasan Jalan Nusantara Raya, dan kawasan Jalan

Proklamasi Raya.

Alternative lokasi yang kurang potensial untuk didirikan kantor cabang pembantu

dan kantor kas baru berada pada kawasan Jalan Swadaya Raya Beji, dan kawasan Jalan

M. Nasir Raya Cilodong. Sedangkan alternative lokasi yang tidak potensial untuk

didirikan kantor cabang pembantu dan kantor kas baru berdasarkan hasil skoring tidak

dijumpai.

Jadi dari enam sampel atau alternatif lokasi bagi pendirian kantor cabang

pembantu dan kantor kas baru bank xyz di kota depok, empat diantaranya merupakan

lokasi yang potensial, dua alternative lokasi yang kurang potensial , dan tidak ada

alternative lokasi yang merupakan lokasi yang tidak potensial. di bawah ini adalah hasil

skoring dan hasil peringkat lokasi yang dapat digunakan dalam pemilihan lokasi kantor

cabang pembantu dan kantor kas bank xyz di kota Depok.

58
Table 4.11 skoring dan peringkat

No. Lokasi Kode Skor Keterangan


Lokasi
1 Ruas jalan Nusantara Raya, A005 16,8 Lokasi Potensial
Depok Jaya, Pancoran Mas
2 Ruas Jalan Proklamasi A006 16,2 Lokasi Potensial
Raya, Abadijaya,
Sukmajaya
3 Ruas Jalan Bunga 1, A004 15,6 Lokasi Potensial
Sukatani, Tapos
4 Ruas Jalan Raya Muchtar, A003 15 Lokasi Potensial
Sawangan
5 Ruas jalan M. Nasir Raya, A002 13,2 Lokasi Kurang Potensial
Cilodong
6 Ruas jalan Swadaya Raya, A001 11,6 Lokasi Kurang Potensial
Kemiri Muka, Beji

Sesuai dengan kebutuhan pendirian kantor cabang pembantu dan kantor kas baru

bank xyz di kota depok, maka berdasarkan hasli skoring diatas, lokasi yang

direkomendasikan untuk kantor cabang pembantu adalah di kawasan jalan nusantara raya

– depok jaya, sedangkan yang direkomendasikan lokasi untuk pendirian kantor kas

adalah di kawasan jalan proklamasi raya, abadijaya – sukmajaya. Kedua kawasan tersebut

direkomendasikan karena memiliki nilai tertinggi yaitu 16,8 adalah skor untuk lokasi

dikawasan jalan nusantara, sedangkan skor 16,2 untuk lokasi dikawasan jalan proklamasi

raya.

4.6 Analisis Data Perhitungan pemilihan lokasi dengan Promethee

Metode promethee telah banyak digunakan dalam pelbagai bidang, baik dalam
bidang ekonomi, pendidikan, politik bahkan perbankan. Pada penelitian ini promethee
diaplikasikan dalam bidang perbankan khususnya dalam menilai dan merangking
beberapa alternatif lokasi yang akan dipilih untuk didirikan kantor cabang pembantu dan
kantor kas bank yang baru di kota depok.

59
Langkah-langkah analisis dari beberapa alternatif lokasi bank dengan
menggunakan metode promethee adalah: (a) memasukan nilai rasio kriteria Aksesibilitas
yang terdiri dari DTT, DTK, DTP, DTB, DJU, JTM, RKU, dan OTM, serta dari kriteria
Utilitas yang terdiri dari KJT, KJI dan KJL untuk setiap sampel lokasi yang akan analisis
tingkat kesuaiannya, (b) Hitung selisih nilai rasio DTT, DTK, DTP, DTB, DJU, JTM,
RKU, OTM, KJT, KJI dan KJL antar alternatif lokasi terhadap kriteria tertentu, (c)
Hitung fungsi preferensi antar sampel, (d) Hitung agregat fungsi preferensi, (e) Hitung
nilai leaving flow, (f) Hitung nilai entering flow, (g) Hitung nilai net flow.
Berdasarkan tabel dibawah ini, didapatkan rekapitulasi skor atau nilai kriteria yang
terdiri dari DTT, DTK, DTP, DTB, DJU, JTM, RKU, OTM, KJT, KJI dan KJL untuk
setiap sampel alternatif lokasi.
Tabel 4.12 Rekapitulasi Jumlah skor Alternatif lokasi
Kode Skor kriteria Jumlah
Lokasi DTT DTK DTP DTB DJU JTM RKU OTM KJT KJI KJL Skor
A001 1 1 1 3 2 1 3 3 3 3 3 24
A002 3 2 2 2 1 2 2 3 3 3 3 26
A003 2 2 2 2 3 3 2 3 3 3 3 28
A004 3 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 29
A005 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 31
A006 3 3 3 3 1 2 3 3 3 3 3 30
Dikarenakan data yang didapat sudah di konversi ke peringkat komposit sehingga nilai
yang dihasilkan sudah normal maka tidak perlu dilakukan normalisasi data lagi.

1. Menghitung nilai preferensi antar sample/alternative


Pada tahap ini dilakukan perbandingan antara satu sample dengan sample lain
untuk setiap kriteria, lokasi sebagai sample selanjutnya akan disebut dengan istilah
alternative. Perbandingan didapat dengan cara mengurangkan nilai alternative pertama
dengan alternative kedua, kemudian dihitung nilai preferensinya sesuai dengan tipe
preferensi yang digunakan. Bila hasil yang didapat dari selisih kedua nilai lebih kecil
sama dengan nol (0), maka nilai preferensi H(d) adalah nol (0), dan bila hasilnya bernilai
lebih besar dari nol (0), maka nilai prefernsi H(d) nya adalah satu (1). Untuk menghitung
fungsi preferensi antar sampel digunakan persamaan sebagai berikut :
Pij (i,i’) = Rij – Ri’j, jika Rij > Ri’j
Pij (i,i’) = 0, jika Rij < Ri’j

60
Keterangan :
Rij = Data sampel i, kriteria j
Dari data rekapitulasi jumlah skor alternative lokasi di atas akan ditentukan fungsi
preferensi antar sampel. Untuk lebih jelas nya dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini,
sebagai contoh di bawah ini perhitungan untuk perbandingan sampel A001 dan A002 .
Contoh : DTT(A001, A002)
d= DTT(A001) – DTT(A002)
d= 1– 3
d= -3
maka H(d)= 0
Dengan langkah yang sama, akan didapatkan nilai fungsi preferensi antar sampel dari
semua criteria.

Tabel 4.13 Hasil perhitungan nilai preferensi antar sampel Lokasi


DTT DTK DTP DTB DJU JTM RKU OTM KJT KJI KJL
A001, A002 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0
A001, A003 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0
A001, A004 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0
A001, A005 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
A001, A006 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
A002, A001 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0
A002, A003 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
A002, A004 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
A002, A005 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
A002, A006 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
A003, A001 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0
A003, A002 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
A003, A004 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
A003, A005 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
A003, A006 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
A004, A001 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0
A004, A002 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0
A004, A003 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
A004, A005 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
A004, A006 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
A005, A001 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0
A005, A002 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0
A005, A003 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0

61
A005, A004 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0
A005, A006 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
A006, A001 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0
A006, A002 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0
A006, A003 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0
A006, A004 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0
A006, A005 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2. Hitung agregat fungsi preferensi

Tahapan berikutnya adalah menghitung agregat fungsi preferensi yang diperoleh


dari jumlah bobot criteria dikali nilai fungsi preferensi antar sampel. adapun rumus atau
persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
! !
! !, ! ! = !" ! !" (!, ! ! )/ !"
!!! !!!

Keterangan:
Pj = nilai fungsi preferensi
Wj = bobot criteria
Berikut contoh penghitungan agregat fungsi preferensi dari jumlah bobot kriteria dikali

nilai fungsi preferensi, karena bobot kriteria sama untuk masing-masing kriteria maka

nilai agregat fungsi preferensi didapat dari total nilai fungsi preferensi DTT, DTK, DTP,

DTB, DJU, JTM, RKU, OTM, KJT, KJI dan KJL untuk setiap sampel alternatif lokasi

dibagi dengan jumlah kriteria, dalam hal ini jumlah kriteria adalah 11 yang terdiri dari

DTT, DTK, DTP, DTB, DJU, JTM, RKU, OTM, KJT, KJI dan KJL.

Berikut ini contoh perhitungan mencari nilai agregat fungsi preferensi perbandingan
sampel A001 dan A002 .
π ( A001, A002)
= (0+0+0+1+1+0+1+0+0+0+0) /11
= 0.27273
Dengan langkah yang sama, akan didapatkan nilai agregat fungsi preferensi antar sampel
dari semua criteria.

62
Tabel 4.14 Hasil perhitungan nilai agregat preferensi antar sampel Lokasi

A001 A002 A003 A004 A005 A006 JMLH


A001 0.27273 0.18182 0.18182 0.00000 0.09091 0.72727
A002 0.36364 0.09091 0.00000 0.00000 0.00000 0.45455
A003 0.45455 0.18182 0.09091 0.18182 0.18182 1.09091
A004 0.36364 0.27273 0.18182 0.09091 0.18182 1.09091
A005 0.36364 0.45455 0.45455 0.27273 0.09091 1.63636
A006 0.36364 0.36364 0.45455 0.27273 0.00000 1.45455
JMLH 1.90909 1.54545 1.36364 0.81818 0.27273 0.54545

3. Menghitung leaving flow dan entering flow


a. Menghitung leaving (positive) flow
Nilai leaving flow diambil dari hasil perhitungan agregat fungsi preferensi yang
dijumlahkan untuk setiap barisnya (horizontal) kemudian dibagi 5 (sebanyak jumlah
sample dikurang satu). Rumus atau persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1 !
!! ! = ! !, ! ! ,
!−1 !!!

Keterangan:
n = Jumlah sampel
Berikut ini contoh penghitungan nilai leaving flow sampel SH.
!
! ! A001 = !!! ! (0.27273 + 0.18182 + 0.18182 + 0.00000 + 0.09091 )

= 0.14545
Dengan langkah yang sama, akan didapatkan nilai leaving flow untuk semua sampel.

b. Menghitung Entering (negative) flow


Nilai Entering flow diambil dari hasil perhitungan agregat fungsi preferensi yang

dijumlahkan untuk setiap kolomnya (vertikal) kemudian dibagi 5 (sebanyak jumlah

sample dikurang satu). Rumus atau persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

1 !
!! ! = ! !, ! ! ,
!−1 !!!

Keterangan:
n = Jumlah sampel
Berikut ini contoh penghitungan nilai Entering flow sampel SH.

63
!
! ! A001 = !!! ! (0.36364 + 0.45455 + 0.36364 + 0.36364 + 0.36364 )

= 0.38182

Dengan langkah yang sama, akan didapatkan nilai leaving flow untuk semua sampel.

c. Nilai Leaving & Entering Flow


Berikut disajikan table hasil perhitungan nilai leaving dan entering flow masing-masing
dari semua sampel lokasi objek penelitian.

Tabel 4.15 Nilai Leaving dan Entering Flow sampel /alternative lokasi

Alternatif Leaving Flow Entering Flow


A001 0.14545 0.38182
A002 0.09091 0.30909
A003 0.21818 0.27273
A004 0.21818 0.16364
A005 0.32727 0.05455
A006 0.29091 0.10909

d. Menghitung net outranking flow


Nilai net outranking diperoleh dari nilai leaving flow dikurangi nilai entering flow.
Sampel dengan nilai outranking terbesar atau tertinggi akan menempati posisi teratas
dalam peringkat.
Rumus atau persamaan yang digunakan dalam menghitung net outrangking flow
adalah sebagai berikut:

! ! = !! ! − !! !
Keterangan :

! ! ! = Nilai Leaving Flow

! ! ! = Nilai Entering Flow

Berikut ini contoh penghitungan nilai outranking sampel A001

! ! = 0.14545- 0.38182

= -0.23636

64
Dengan langkah yang sama, akan didapatkan nilai net outrangking flow untuk semua
sampel.
Tabel 4.16 Nilai Net OutRangking Flow sampel lokasi
Net OutRangking
Alternatif Leaving Flow Entering Flow
Flow
A001 0.14545 0.38182 -0.23636
A002 0.09091 0.30909 -0.21818
A003 0.21818 0.27273 -0.05455
A004 0.21818 0.16364 0.05455
A005 0.32727 0.05455 0.27273
A006 0.29091 0.10909 0.18182

Dari perhitungn perangkingan dengan menggunakan metode promethee didapat urutan

seperti table dibawah ini:

Tabel 4.17 Hasil Perangkingan metode Promethee sampel Lokasi

Rangking Net OutRangking


Alternatif
Flow
1 A005 0.27273
2 A006 0.18182
3 A004 0.05455
4 A003 -0.05455
5 A002 -0.21818
6 A001 -0.23636

Rangking pertama adalah yangmemeiliki nilai net outrangking flow yang paling tinggi
yang berarti alternatif A005 yang menjadi rangking pertama adalah lokasi yang paling
direkomendasikan untuk dipilih untuk didirikan kantor cabang pembantu dan kantor kas
bank xyz baru di kota depok. Sedangkan yang memiliki nilai net outrangking flow yang
terkecil merupakan rangking yang paling rendah, hal tersebut berarti lokasi nya sangat
tidak direkomendasikan untuk didirikan kantor cabang pembantu dan kantor kas bank xyz
baru di kota depok.

65
4.7 Friedman Test
Dari kedua hasil perangkingan berikut dapat ilihat bahwa perangkingan dengan
menggunakan metode skoring dan promethee memiliki hasil yang sama, yaitu seperti
yang terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.18 Hasil perangkingan dua metode


Hasil perangkingan
Sampel/Alternatif
Skoring Promethee
A001 6 6
A002 5 5
A003 4 4
A004 3 3
A005 1 1
A006 2 2
H0 : hasil perangkingan kedua metode berbeda satu sama lain.
H1 : hasil perangkingan kedua metode sama
Tolak H0 jila M≥ Critical value di ! = 5%
!"
M=!" !!!
!! ! − 3!(! + 1)

Keterangan:
k = jumlah kolom (perlakuan),
n = jumlah baris (blocks),
Rj = jumlah ranking tiap kolom

Tabel 4.19 Friedman tes sampel lokasi


Metode
Sampel
Skoring Promethee
A001 6 6
A002 5 5
A003 4 4
A004 3 3

66
A005 1 1
A006 2 2
Rj 21 21
!! ! 441 441
Jumlah kolom, k 2
Jumlah baris, n 6

!! 441 + 441 = 882

12 12
= 0.333
!" ! + 1 6! 2 ! 3
3!(! + 1) 3 x 6 x 3 = 54
Tes statistik M 0.333 x 882 - 54 = 239.7

Nilai M dibandingkan dengan nilai pada tabel distribusi chi-square (x2) dengan
derajat kebebasan (df) = k-1. Pada penelitian ini, nilai k = 2, jadi nilai derajat kebebasan
(df) yang digunakan dalam tes tabel distribusi chi-square adalah 1 . Critical value pada
tabel chi-square dengan nilai derajat kebebasan (df) 1 dan α = 5% adalah 3.84. Nilai M ≥
critical value, sehingga H0 ditolak. Nilai M sampel lokasi = 239.7, nilai M tersebut lebih
besar dari nilai critical value (239.7 ≥ 3.84) Jadi, kesimpulan dari penelitian ini adalah
bahwa hasil perankingan metode skoring dan Promethee mempunyai hasil yang sama,
yang artinya hasil perangkingan menggunakan skoring dan Promethee akurat.

67
BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini dapat dapat disimpulkan bahwa factor-faktor yang
dipertimbangkan dalam memilih lokasi baru untuk didirikannya kantor cabang pembantu
dan kantor kas bank xyz dapat dilihat dari sudut pandang pengusaha jasa perbankan dan
dari sisi nasabah bank yang saling berkaitan, adapun faktor-faktor tersebut adalah
Aksesibilitas dan Utilitas dengan bobot masing-masing 60% dan 40%. Aksesibilitas
yang dimaksud adalah kemudahan nasabah dan pengusaha bank untuk mencapai lokasi.
Kemudahan pencapaianan lokasi tersebut terdiri dari beberapa subfaktor yaitu:
kantor/lokasi bank terletak di jalan/lokasi yang mudah dicari oleh nasabah, Dekat dengan
jalan utama, Terletak di jalan yang tidak macet, Dilalui oleh rute kendaraan umum serta
Ongkos transportasi ke bank murah. Sedangkan Utilitas yang dimaksud adalah utilitas
yang dapat mendukung proses keberlangsungan pelayanan bank xyz kepada nasabahnya
seperti : Ketersediaan jaringan telepon, Ketersediaan jaringan internet, dan Ketersediaan
aliran listrik yang mencukupi.
Hasil pengakingan dari enam alternative lokasi dengan mengunakan skoring dan
metode promethee seratus persen sama. Dengan langkah-langkah yang berbeda, kedua
metode tersebut mampu menghasilkan keputusan peringkat yang sama, serta penggunaan
tes friedman semakin menguatkan hasil yang didapat dari perangkingan kedua metode
tersebut. Adapun hasil perangkingan dengan skoring dan promethee adalah dengan urutan
sebagai berikut :
(1) Ruas jalan Nusantara Raya, Depok Jaya, Pancoran Mas
(2) Ruas Jalan Proklamasi Raya, Abadijaya, Sukmajaya
(3) Ruas Jalan Bunga 1, Sukatani, Tapos
(4) Ruas Jalan Raya Muchtar, Sawangan
(5) Ruas jalan M. Nasir Raya, Cilodong
(6) Ruas jalan Swadaya Raya, Kemiri Muka, Beji

68
5.2 Rekomendasi
Rekomendasi dari studi arahan lokasi kantor cabang dan kantor kas bank xyz di
kota depok diarahkan pada studi lanjut berupa studi aglomerasi kantor cabang pembantu
atau kantor kas bank xyz dengan bank-bank lainnya yang ada di kota Depok.

69
Daftar Pustaka

Abbas T., and Mahmonir B. (2013), “Ranking Information System Success Factor in
Mobile Banking System with Vikor.”, Middle East Journal of Scientific Research
13(11). 1515-1525, ISSN 1990-9233
Ahli Perbankan. (2011). Ilmu Perbankan + Manajemen Bank: Apa Itu NPL-Non
Performing
Anandita Bagus Wicaksono, “Analisa Perbandingan Webometrics Rangking Universitas
Negeri dan Swata di Indonesia dengan Perangkingan Metode Promethee dan
Vikor.” (2012)
Athawale, V. M. and S. Chakraborty (2010). “Facility Location Selection using
promethee II Method. International Conference on Industrial Engineering and
Operations Management, Dhaka”.
Bank Indonesia. (2013). Bank Sentral Republik Indonesia. Diakses dari http://bi.go.id
pada hari Rabu, 23 Desember 2015.
Brans, J. P. and B. Mareschal (2005). "PROMETHEE methods." Multiple criteria
decision analysis: state of the art surveys: 163-186.
Brans, J. P., P. Vincke, et al. (1986). "How to select and how to rank projects: The
PROMETHEE method." European Journal of Operational Research 24(2): 228-
238.
Farzaneh Aminpour, Payam Kabiri1, Zahra Otroj, Abbas Ali Keshtkar (2009)
“Webometric Analysis of Iranian Universities Of Medical Sciences”.
Ghaleb Y. Abbasi. (2003). “A decision support system for bank location selection.”
International Journal of Computer Applications in Technology, Vol. 16, 202-210.
Ghamish, O. N., & Zaychenko, Y. (2015). Comparative Analysis of Methods of Banks
Bankruptcy Risk Forecasting under Uncertainty. International Journal of
Engineering and Innovative Technology (IJEIT), 4(7), 183-188.
Hanifah,R., “Implementasi Metode Promethee Dalam Penentuan Penerima Kredit Usaha
Rakyat (KUR)”, (2015), Jurnal Teknologi 164-172, vol. 8, nomor 2, Desember
2015 , ISSN 1979-3405.
Hutagaol, Vinsesnsia; Sudarsono, bambang; arief laila nugraha (2015)., “ Penentuan
potensi lokasi ATM BNI menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan
Sistem Informasi Geografis (studi kasus: Kecamatan Tembalang).”. Terbit pada
jurnal Geodesi Universitas Diponogoro.
Kasmir. (2013). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Salam Chaslan, Abdul., 2004, “ Studi arahan lokasi kantor cabang pembantu dan kator
kas bank mandiri di kota depok.” Thesis Magister Pembangunan wilayah dan kota,
tidak dipublikasikan, Universitas Diponegoro – Semarang.

70
Syavitra, Rino (2009) “Analisa lokasi nasabah potensial bank nagari di kota Depok.”
Penelitian ini betujuan untuk mengetahui lokasi nasabah potensial bank nagari di
kota Depok,
Willer, David J. (1990) “ A spatial decision support system for bank location: A case
study.”, National Center for geographic information and analysis.

71
LAMPIRAN

Tabel A. Tabel Chi-square


(Junaidi 2010)

df P = 0.05 P = 0.01 P = 0.005 P = 0.001


1 3.84146 6.63490 7.87944 10.82757
2 5.99146 9.21034 10.59663 13.81551
3 7.81473 11.34487 12.83816 16.26624
4 9.48773 13.27670 14.86026 18.46683
5 11.07050 15.08627 16.74960 20.51501
6 12.59159 16.81189 18.54758 22.45774
7 14.06714 18.47531 20.27774 24.32189
8 15.50731 20.09024 21.95495 26.12448
9 16.91898 21.66599 23.58935 27.87716
10 18.30704 23.20925 25.18818 29.58830

72

Anda mungkin juga menyukai