BAB I
PENDAHULUAN
Mackie, (dalam Jazadi:1999) mengatakan fakta sejarah yang menegaskan keterpurukan kualitas
sumber daya manusia Indonesia saat ini, yakni negara Indonesia merupakan salah satu negara
berpenghasilan rendah di dunia. Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya kemampuan
kompetisi kita ditingkat dunia. Misalnya, menurut program pembangunan PBB (UNDP). Pada tahun
2002 indeks SDM Indonesia berada diurutan -110 dari 173 negara. Rendahnya daya kompetisi
tersebut tidak dapat dipisahkan dengan kualitas hasil pendidikan nasional kita. Misalnya, dalam
mata pelajaran IPA dan Matematika, dalam dua survey internasional, prestasi siswa Indonesia
berada pada peringkat -33 dan 35 pada masing-masing mata pelajaran ini dari 35 negara yang
mewakili Asia, Afrika, Amerika dan Eropa (Suyanto.2002).
Dari aspek lokal, salah satu penelitian yang dilakukan di SLTP dan SMU negeri se-pulau Lombok
menunjukkan bahwa di kelas yang terdiri dari rata-rata 40 siswa, hanya ada sekitar 4-6 atau sekitar
10-15% siswa yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar (Jazadi.2003).
Data-data tersebut menunjukkan bahwa kurikulum yang telah dilaksanakan sebelumnya belum
mampu mendongkrak semangat dan produktifitas belajar siswa yang berimplikasi pada prestasi
belajar siswa meskipun kurikulum yang ada telah mengalami perubahan dan penyempurnaan
dengan memperhatikan aspek kontekstual dan tekstual dari tahun 1968 sampai kurikulum 1994,
namum kenyataannya belum menunjukkan perubahan mutu sumber daya manusia yang signifikan
justru sebaliknya, mengalami keterpurukan yang cukup mengkhawatirkan sebagaimana yang
disebutkan di atas.
Pada tahun 2004 kesekian kalinya pemerintah mengadakan perubahan kurikulum yakni
diberlakukannnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), adanya perubahan kurikulum yang
berulang-ulang memunculkan pameo “kabinet berubah, kurikulum pun berubah”. Beragam
pendapat bermunculan menanggapi penerapan kurikulum tersebut mulai dari yang paling optimis
sampai apatis.
Ditinjau secara akademis memang harus ada kontekstual sebuah ilmu mengingat situasi masyarakat
dan region yang terus-menerus mengalami perubahan dari masa ke masa. Sebagai salah satunya
adalah penyempurnaan kurikulum yang dapat melayani keanekaragaman kemampuan sumber daya
manusia, kemampuan siswa, sarana pembelajaran, dan budaya di daerah. Penyempurnaan
kurikulum tersebut dikmaksudkan untuk menjawab tantangan dunia pendidikan.
Boleh dikatakan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dijalankan dan mengalami
penyempurnaan melalui kurikulum baru berdasarkan PP No. 19 tahun 2005 tentang aturan
pelaksana dari undang-undang sistim pendidikan nasional tahun 2003 sebagai upaya regionalisasi
konsep pendidikan, sebab titik tekan dari kurikulum tersebut adalah optimalisasi potensi lokal
sehingga siswa-siswa dapat memahami dan menghargai serta akrab dengan lingkungan sendiri.
Lebih khusus, ditinjau dari aspek non akademis penerapaan KBK dibeberapa sekolah percontohan di
Kota Mataram mengisyaratkan adanya perubahan aktivitas belajar siswa sebagai sesuatu yang
berbeda dari pandangan umum sebelum penerapan KBK, sebelum penerapan KBK kadang-kadang
siswa terlihat santai dalam menghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN) lebih-lebih ketika menerima
materi pelajaran sehari-hari. Padahal yang diperlukan dalam semua disiplin ilmu seperti
pendidikan, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya adalah proses dan untuk dunia pendidikan
proses tersebut adalah belajar.
Para ahli mendefinisikan belajar sebagai modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through
experiencing). Berdasarkan pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan
bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu. Hasil
belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan (Oemar Hamalik,
2003:27).
Perubahan sikap dan cara belajar siswa sebagaimana disebutkan di atas baru sebatas asumsi dan
akan bisa dipertanggungjawabkan apabilla dilakukan penelitian yang mengarah pada hal tersebut,
sehingga perbedaan pandangan dari berbagai kalangan tentang penerapan kurikulum yang baru
dapat diminimalisir secara ilmiah. Hal tersebut penting karena selama ini belum ada penelitian
dasar yang mengupas perubahan aktivitas belajar siswa ditinjau dari metode, motivasi, kreativitas,
dan produktivitas siswa pada saat diterapkan kurikulum terbaru.
Sebagaimana dimaklumi bahwa salah satu prinsip kurikulum adalah harus meyediakan
pengalaman-pengalaman yang membantu perkembangan peserta didik dalam segi intelektual,
jasmani, sosial, emosional, dan spiritual (Oemar Hamalik, 2003:75). Oleh karena itu kurikulum yang
ada secara substansial dimaksudkan untuk menggerakkan semangat belajar para siswa sekaligus
dapat menemukan konsep yang matang dan bisa lebih akrab dengan karakteristis psikologi
perkembangan dalam diri siswa, hal ini masih perlu dicarikan jawabannya secara autentik.
Jika terjadi perubahan apakah perubahan-perubahan aktivitas belajar tersebut menyangkut dimensi
yang substansial atau perubahan yang sifatnya klasikal. Perubahan substansial artinya perubahan
menyangkut metode belajar, motivasi belajar, tingkat partisipasi aktif, dan produktivitas belajar.
Perubahan klasikal artinya model belajar berubah akan tetapi aktivitas belajar tidak mengalami
perubahan sama sekali (lebih banyak main-mainnya).
Penelitian ini ditujukan untuk dapat mendeskripsikan perubahan-perubahan pada aktivitas belajar
siswa pra dan pasca penerapan kurikulum baru. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam
penelitian ini adalah selama ini banyak kalangan menilai bahwa kesuksesan implementasi
kurikulum sangat tergantung hanya pada tiga domain saja, yaitu kepala sekolah, teman sejawat
guru, dan kondisi internal guru itu sendiri. Dalam penelitian ini akan membuktikan bahwa faktor
siswa juga dapat dimasukkan sebagai indikator tambahan bahkan bisa jadi indikator inti bagi
terselenggaranya proses penerapan kurikulum secara utuh.
RUMUSAN MASALAH
A. Rumusan Masalah
Perubahan kurikulum yang terjadi selama ini belum mampu menggambarkan out put berupa
perubahan pada sikap dan kemauan kuat siswa untuk belajar secara maksimal. Realitas evidence
yang mengafirmasi hal tersebut adalah masih sering dijumpai adanya anak-anak didik yang tawuran,
membolos, absen, bahkan sampai pada upaya melawan guru. Kita sudah sama-sama mahfum bahwa
kurikulum mencakup segala sesuatu yang mendukung tujtuan pendidikan atau kurikulum dapat
diartikan sebagai suatu sistem yang terpadu dalam segala dimensi pendidikan termasuk siswa itu
sendiri. Namun banyaknya perilaku menyimpang dari anak-anak didik tersebut di atas adalah fakta
yang masih dialami dan belum kunjung tuntas kita retas.
Permasalahannya adalah “apakah setiap implementasi kurikulum yang baru diikuti oleh perubahan
bentuk aktivitas belajar siswa ke arah yang lebih posistif (belajar kreatif, aktif. Motivasi tinggi, dan
produktif)?”. Sebab dalam beberapa alasan perubahan kurikulum adalah karena dianggap
kurikulum sebelumnya masih belum mampu mendorong tercapainya tujuan pendidikan nasional,
yaitu mencerdaskan dan mensejahterahkan. Hal menarik adalah kita telah melakukan perubahan
kurikulum beberapa kali akan tetapi perubahan ke arah tujuan pembangunan nasional untuk
memanusiakan manusia hingga kini belum tercapai. Suatu fenomena yang masih membutuhkan
keuletan dan ketekunan setiap komponen pemerhati dunia pendidikan.
B. Hipotesis
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat disusun suatu hipotesis sebagai berikut:
1. Hipotesis Alternatif
“Terdapat hubungan secara signifikan antara implementasi kurikulum dengan model aktivitas
belajar siswa SMA di Kota Mataram”.
2. Hipotesis Nihil
“Tidak ada hubungan yang signifikan antara implementasi kurikulum baru dengan terjadinya
perubahan pada model aktivitas belajar siswa SMA di Kota Mataram”.
C. Definisi
1. Kajian Implementasi adalah penelaahan disertai analisa mengenai pelaksanaan atau penerapan
dalam rangka mencari bentuk.
2. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
3. Aktivitas belajar adalah suatu tindakan atau sikap yang dilakukan dalam hubungan dengan
upaya memahami tentang suatu fenomena baik sosial, budaya, ekonomi, fisik, dan sebagainya.
4. Siswa adalah seseorang atau lebih yang sedang mengikuti proses belajar pada setiap level
pendidikan.
D. Batasan Masalah
Penelitian ini bermaksud mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan perilaku belajar pada saat
diterapkannya suatu kurikulum yang baru. Kurikulum baru dalam hal ini adalah Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Sedangkan perilaku belajar yakni menyangkut aktivitas belajar siswa yang berhbungan
dengan keaktifan, produktifitas, dan intensitas belajar yang terjadi pada siswa Sekolah Menengah
Atas di Kota Mataram lebih khusus kelas II.
Pemilihan kelas II agar tidak mengganggu konsentrasi belajar siswa Kelas III dan untuk kelas I di
abaikan karena dianggap masih transisi dari SMP sederajat. Adanya faktor lain yang mempengaruhi
perilaku belajar didwa tersebut diabaikan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi
siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar,
sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan (Oemar Hamalik, 2003).
Kurikulum sesungguhnya tidak sesederhana yang diperkirakan melainkan sesuatu yang memberikan
peluang kepada semua orang untuk terlibat di dalamnya termasuk upaya memberikan bantuan
kepada siswa adalah bagian dari kurikulum. Rumusan tersebut sesuai dengan pendapat Romine
sebagai berikut “Curiculum is interpreted to mean all of the organized course, activities, and
experiences which pupils have under the direction of the school, whether in the classroom or not.
(Oemar hamalik, 2003)”.
Merujuk pada rumusan tersebut, kegiatan-kegiatan belajar tidak terbatas dalam ruang kelas,
melainkan juga kegiatan-kegiatan belajar di luar kelas. Meskipun kenyataannya para guru masih
berpendapat bahwa kurikulum adalah suatu proses yang terjadi dalam lingkungan sekolah.
Kendatipun pendapat tersebut berbeda dan terkesan bertolak belakang namun hal tersebut
merupakan hal yang pokok untuk diperdebatkan. Selanjutnya rumusan tersebut lebih spesifik dari
kurikulum adalah :
1. Kurikulum merupakan suatu rencana/perencanaan.
2. Kurikulum merupakan pengaturan, berarti mempunyai sistematika dan struktur tertentu.
3. Kurikulum memuat/berisikan isi dan bahan pelajaran, menunjuk kepada perangkat mata
ajaran atau bidang pengajaran tertentu.
4. Kurikulum mengandung cara, metode, atau strategi penyampaian pengajaran.
5. Kurikulum merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
6. Kendatipun tidak tertulis, namun terlah tersirat di dalam kurikulum, yakni kurikulum
dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
7. Berdasarkan butir 6 maka kurikulum sebenarnya adalah suatu alat pendidikan. (Oemar
Hamalik, 2003).
Saat ini yang tengah dihadapi adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi meskipun telah ada PP No. 19
tahun 2005 tentang adanya penyempurnaan aspek-aspek kurikulum, namun penekanan
substansinya adalah menghasilkan out put yang memiliki kemampuan daya saing sumber daya
manusia Indonesia di era global.
Secara filosofis Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan
melalui pembelajaran yang dimulai dengan pengenalan, internalisasi, hingga penerapan nilai-nilai
dalam kehidupan nyata (Mumbrita, 2004).
Berubahnya kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi dilatar belakangi oleh :
1. Era persaingan global,
2. Kemampuan SDM merupakan produk lembaga pendidikan,
3. Perlu standar kemampuan lulusan,
4. Perlu standar kemampuan MAPEL,
5. Standar kompetensi MAPEL dijabarkan menjadi kompetensi dasar, (Mumbrita, 2004).
Dengan demikian Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum
yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan
standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa
penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dengan penuh
tanggung jawab. (Mulyasa, 2004).
Upaya implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi dimaksudkan untuk meningkatkan :
1. Pengalaman belajar
2. Strategi pembelajaran
3. Sistem penilaian, dan
4. Pelaporan hasil pembelajaran (Kumaidi, 2005).
Berdasarkan deskripsi tersebut, maka seyogyanya setiap perubahan kurikulum akan berimplikasi
pada sikap belajar siswa. Intensitas belajar siswa menghadapi Kurikulum Berbasis Kompetensi akan
lebih tinggi dengan metode yang lebih bervariasi karena tingkat persaingan yang cukup ketat dan
standar mutu signifikan.
Teori Psikologi Gestalt sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar beberapa prinsip teori
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tingkah laku terjadi berkat interaksi anatara individu dan lingkungannya, faktor herediter
(natural endowment) lebih berpengaruh,
2. Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan yang dinamis, adanya gangguan
terhadap keseimbangan itu akan mendorong terjadinya tingkah laku,
3. Belajar mengutamakan aspek pemahaman (insight) terhadap situasi problematik,
4. Belajar menitikberatkan pada situasi sekarang, dalam situasi tersebut menemukan dirinya, dan
5. Belajar dimulai dari keseluruhan dan bagian-bagian hanya bermakna dalam keseluruhan itu.
(Oemar Hamalik, 2003:41).
Belajar merupakan “suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan
terhadap diri manusia yang melakukannya, dengan tujuan memperoleh perubahan dalam dirinya,
baik berupa pengetahuan, keterampilan ataupun sikap” (Suharsimi Arikunto, 1980:38). Dalam
definisi ini jelas bahwa hasil belajar adalah perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Pengertian senada mengenai belajar oleh Slameto (1995:18) menyatakan bahwa “belajar merupakan
proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Selanjutnya Slameto menegaskan mengenai konteks yang terdapat dalam belajar, yaitu :
a. Perubahan terjadi secara teratur,
b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional,
c. Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan positif,
d. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah, dan
e. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. (1995:19).
Skiner (dalam Dimiati dan Mudjiono) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu prilaku, pada
saat belajar individu yang melakukannya akan mempunyai respon yang lebioh baik dan sebaliknya
akan mengalami penurunan respon apabila individu bersangkutan tersebut tidak belajar, (1999:42).
a. Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon belajar,
b. Respon di pembelajar, dan
c. Konsekuensi yang bersifat menguatkan respon.
Gagne (dalam Dimiati dan Mudjiono, 1999:49) menyatakan bahwa belajar adalah merupakan
kegiatan yang kompleks, dimana hasilnya merupakan pengetahuan dan keterampilan yang lebih
baik (kapabiliti). Pembelajar akan memperoleh keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.
Ditekankan oleh Gagne, bahwa kapabiliti diperoleh karena stimulasi yang berasal dari lingkungan
dan proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar.
Miller dan Siller (dalam Mulyasa, 2004:94) bahwa: “in some case implementation has been identied
with instruction…” lebih lanjut dijelaskan bahwa implementasi kurikulum merupakan suatu proses
penerapan konsep, ide, program, atau tatanan kurikulum ke dalam praktek pembelajaran atau
aktivitas-aktivitas baru, sehingga terjadi perubahan pada sekelompok orang yang diharapkan untuk
berubah.
Merujuk pada konsep di atas implementasi kurikulum dapat diartikan sebagai perwujudan konsep
dan gagasan yang bersifat tekstual ke dalam bentuk aktivitas aktual yakni melalui program
pembelajaran.
Implementasi kurikulum sedikitnya dipengaruhi oleh tiga faktor berikut :
a. Karakteristik kurikulum; yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan
kejelasannya bagi pengguna di lapangan,
b. Strategi implementasi; yaitu strategi yang digunakan dalam implementasi, seperti diskusi
profesi, seminar, penataran, lokakarya, penyediaan buku kurikulum, dan kegiatan-kegiatan yang
dapat mendorong penggunaan kurikulum di lapangan,
c. Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap
guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum (curriculum
planning) dalam pembelajaran (Oemar Hamalik, 2004:94).
Memperhatikan konsep tersebut di atas maka sangat jelaslah bahwa implementasi kurikulum tidak
bisa terlepas dari subyek kurikulum itu sendiri yakni siswa atau anak didik. Operasionalisasi
kurikulum tidak akan berjalan tanpa adanya faktor siswa meskipun beberapa ahli menilai bahwa
terdapat tiga faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum, yaitu dukungan kepala sekolah,
dukungan rekan sejawat guru, dan dukungan internal yang datang dari dalam diri guru itu sendiri.
Jelasnya bahwa proses implementasi kurikulum memuat aktivitas interaksi diantara interaksi itu
adalah interaksi antara guru dengan murid. Sehingga besar pengaruhnya antara implementasi
kurikulum dengan sasaran dari implementasi itu sendiri. Pelaksanaan kurikulum yang baik apabila
mampu membangun semangat belajar dan tidak membosankan.
BAB III
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini untuk menjelaskan dampak implementasi kurikulum terhadap perubahan perilaku
belajar siswa Sekolah Menengah Atas. Perubahan tersebut dapat dijelaskan dengan menganalisa
perkembangan perilaku belajar siswa pada saat sebelum pemberlakuan kurikulum baru dengan
setelah adanya kurikulum yang baru. Tentu saja hal tersebut dapat diukur dengan memperhatikan
pendapt siswa sendiri, berdasarkan pendapat tersebut akan diperoleh suatu gambaran bahwa
perilaku belajar siswa menunjukkan intensitas bertambah tinggi atau biasa-biasa saja atau bahkan
menurun.
Pada akhir penelitian ini akan dijelaskan bahwa kehadiran kurikulum baru akan memiliki dampak
atau tidak pada sikap belajar siswa sehingg polemik tentang perubahan kurikulum yang telah terjadi
beberapa kali dapat kita komentari bermakna bagi perubahan perilaku belajar siswa atau justeru
sebaliknya tidak memiliki dampak sedikitpun terhadap bentuk aktivitas belajar siswa atau bahkan
mungkin antagonis.
Dengan demikian penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan secara ilmiah kepada publik bahwa
setiap perubahan kurikulum memiliki dampak bagi siswa. Apakah dampaknya negatif atau poisitif,
adanya fakta baru akan memudahkan kita menjelaskan makna perubahan kurikulum kepada dua
elemen masyarakat yang berpolemik antara yang setuju adanya perubahan kurikulum dengan yang
tidak setuju adanya perubahan kurikulum atau bahkam bersikap apatis dengan perubahan yang ada.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Variabel Peneltian
Variabel dalam penelitian ini dibagi dalam dua variabel yakni:
a. Variabel independen (variabel bebas), yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah
implementasi kurikulum.
b. Variabel dependen (variabel terikat), yang menjadi variabel terikatnya adalah aktivitas belajar
siswa SMA.
Jadi penelitian ini mengguanakan metode deskriptif kuantitatif melalui pendekatan korelasional,
penggunaan metode deskriptif kuantitatif dengan pendekatan korelasional dimaksudkan untuk
mengukur hubungan antara implementasi kurikulum yang baru dengan perubahan perilaku belajar
siswa Sekolah Menengah Atas di Kota Mataram.
Sementara itu yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah Atas di
Kota Mataram. Mengingat jumlah siswa SMA di kota Mataram cukup banyak, maka dilakukan
pemilihan sekolah dengan cara perwakilan yakni 2 (dua) Sekolah Menengah Atas Negeri dan 2 (dua)
Sekolah Menengah Atas Swasta. Untuk menunjukkan perwakilan masing-masing sekolah tersebut
dilakukan dengan cara acak (random sampling). Setelah dilakukan pemilihan acak terhadap yang
mewakili sekolah yang ada, maka dari perwakilan sekolah tersebut akan dipilih perwakilan siswa
sebanyak 15% (siswa kelas II). Pemilihan siswa Kelas II untuk mengurangi terjadinya kendala teknis
seperti waktu dan tingkat pemahaman siswa terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.
Sehingga hasil penelitian ini dimaksudkan dapat menerangkan secara lugas permasalahan yang ada
sekaligus mengurangi semaksimal mungkin kesalahan-kesalahan teknis.
4. 3 Rancangan Penelitian
1. Tahap Persiapan
Langkah pertama adalah melakukan observasi lapangan sekaligus persiapan kebutuhan-
kebutuhan dasar yang diperlukan yaitu surat-surat penelitian dan komunikasi awal dengan pihak
sekolah setelah sebelumnya dilakukan proses penentuan subyek melalui sistem acak oleh peneliti.
Setalah itu melakukan penentuan jumlah responden termasuk identitas dari responden yang
diperoleh dari sekolah yang bersangkutan melalui arsip dan dokumen sekolah. Selanjutnya
membuat angket yang berhubungan dengan aktivitas belajar siswa selama implementasi kurikulum.
Keterangan :
rxy = Korelasi variabel X dan Y
N = Jumlah sampel
∑XY = Jumlah variabel XY
∑X2 = Jumlah variabel X2
∑Y2 = Jumlah variabel Y2
Penggunaan formula r dalam product moment adalah untuk mengukur hubungan antara dua
variabel yaitu variabel bebas dengan variabel terikat dalam hal ini kegiatan implementasi kurikulum
dengan aktivitas belajar siswa SMA di Kota Mataram.
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keempat sekolah tersebut merupakan representasi dari sejumlah Sekolah Menengah Atas di Kota
Mataram. Dikatakan representatif karena 4 sekolah tersebut dapat mewakili 2 SMA swasta dan juga
2 SMA negeri. SMA Negeri 05 merupakan Sekolah Menengah Atas yang tergolong cukup maju dan
merupakan saingan dari SMA N 1 Mataram, sedangkan SMA N 07 merupakan SMA N yang
tergolong cukup baru dan sering diidentikan dengan SMA N yang cukup repot diurus karena siswa-
siswanya kebanyakan berasal dari pinggiran kota dan wilayah pesisir. Sementara itu SMA
Muhammadiyah dapat dikatakan sebagai SMA swasta yang cukup baik bila dibandingkan dengan
SMA swasta lainnya sedangkan SMA Al-Ma'rif tidak cukup lebih baik dari SMA Muhammadiyah
Mataram.
Memperhatikan keadaan masing-masing SMA tersebut di atas dapat dikatakan bahwa sampel dalam
penelitian ini cukup mewakili keadaan SMA lainnya di wilayah kota Mataram.
5.5 Pembahasan
Secara kuantitatif hasil penelitian di atas menunjukkan signifikan, namun demikian perlu
peneliti sampaikan beberapa hal secara kualitatif tentang adanya inkonsistensi jawaban yang
disampaikan oleh siswa terhadap angket yang peneliti ajukan, sehingga kita dapat mengkaji secara
lebih mendalam lagi tentang isi penelitian ini.
Dapat dikatakan bahwa terdapat inkosistensi jawaban dari responden sehubungan dengan
pertanyaan yang diajukan dalam angket, seperti berikut:
Pada angket Nomor 6 tentang pendapat siswa terhadap perubahan kurikulum rata-rata siswa
menjawab setuju atau 72% dari jumlah responden yang ada, sedangkan pada soal berikutnya yakni
soal terakhir tentang pendapat siswa jika kurikulum dikembalikan ke kurikulum lama juga
responden menjawab rata-rata setuju atau sebanyak 70%.
Jawaban responden tersebut dapat terjadi karena beberapa hal:
a. Siswa-siswa belum memahami secara mendalam makna perubahan kurikulum bagi dunia
pendidikan,
b. Proses sosialisasi kurikulum belum diselenggarakan secara serempak oleh pihak pelaksana
pendidikan, sekolah, guru, dinas terkait, dan lain-lainnya.
c. Informasi tentang perubahan kurikulum tidak utuh diterima oleh siswa sehingga sampai
dengan sekarang siswa-siswa masih kebingungan dengan perubahan kurikulum yang terus menerus,
bahkan ada kehawatiran siswa bahwa ”bukan tidak mungkin kurikulum yang baru akan terbit lagi
menggantikan kurikulum yang sedang berlaku sekarang”.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber :
http://putuarlezjunior.blogspot.com/2012/11/contoh-karya-ilmiah-tugas-bahasa.html
http://wirmanvalkinz.blogspot.com/2013/01/kumpulan-karya-ilmiah-bahasa-indonesia.html
http://tipssahabat.com/contoh-karya-tulis-ilmiah-bahasa-indonesia/