Anda di halaman 1dari 13

Ekonomi dan Pembangunan Syariah (EKS334)

BAB I
 Ekonomi Pembangunan Syariah adalah konsep yang mempelajari dan menganalisis
proses pembangunan dan faktor-faktor yang memengaruhinya, serta mengidentifikasi
dan merekomendasikan kebijakan pembangunan berdasarkan Al-Quran dan As-
Sunnah.
 Empat konsep dasar yang menjadi basis ekonomi pembangunan syariah:
A. Filosofi dasar ekonomi pembangunan syariah:
1. Tauhid : Konsep yang didasarkan pada ketundukan pada aturan Allah
Swt. Konsep ini harus diarahkan kepada upaya untuk melaksanakan segala
ketentuan-Nya. Konsep ini terbagi ke dalam tiga jenis:
a. Tauhid Rububiyah : Konsep tauhid yang mengajarkan bahwa
Allah Swt. merupakan pencipta dari segala sesuatu, baik alam semesta,
bumi, maupun isinya.
b. Tauhid Uluhiyah : Konsep tauhid yang mengajarkan bahwa
Allah Swt. adalah pemilik sistem kehidupan yang harus diikuti tanpa
kecuali.
c. Tauhid Asma Wa Sifat : Konsep tauhid yang mengajarkan bahwa
Allah Swt. mempunyai nama-nama yang indah yang melambangkan
sifat-sifat dan kekuasaan yang ada pada-Nya.
2. Khalifah : Konsep yang didasarkan pada kualitas SDM, karena esensi
kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas SDM yang dimiliki oleh
bangsa tersebut. Dalam Islam, manusia memiliki dua tugas, yaitu sebagai
‘abdullah (hamba Allah) dan sebagai khalifatullah fil ard (wakil Allah di bumi
yang bertugas untuk memakmurkannya).
3. Tazkiyah : Konsep pembangunan yang sering disebut dengan kerangka
jalan. Dalam prinsipnya, mempunyai tiga fokus utama, yaitu keadilan,
keseimbangan, dan ketundukan penuh terhadap aturan Allah Swt. konsep ini
tidak hanya berfokus pada fisik material saja, tetapi juga dikaitkan dengan aspek
moral spiritual.
B. Aspek ekonomi pembangunan syariah: Fisik material dan moral spiritual.
C. Fokus utama ekonomi pembangunan syariah: manusia dan kesejahteraan sosial.
D. Peran negara

Muhammad Izet Budiansyah | H54150015


Ekonomi dan Pembangunan Syariah (EKS334)

BAB II
 Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan produk nasional bruto di suatu negara.
Dalam konvensiona, indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi
adalah:
1. Produk Domestik Bruto (PDB) : Nilai barang dan jasa yang dihitung
berdasarkan produksi yang dihasilkan oleh warga negara asli maupun warga
negara asing di negara tersebut.
2. Produk Nasional Bruto (PNB) : Nilai barang dan jasa yang dihitung
berdasarkan produksi yang hanya dihasilkan oleh warga negara asli yang berada
di negara tersebut ataupu di luar negeri.
3. PDB per kapita : Total PDB dibagi banyaknya jumlah
penduduk di negara tersebut.
 Kritikan terhadap pertumbuhan ekonomi konvensional:
1. Abai terhadap sharia compliance: pertumbuhan yang tidak memerhatikan aspek
halal dan haram, maupun aspek-aspek kesesuaian syariah lainnya.
2. Trade off: pertumbuhan yang selalu berbanding terbalik dengan distribusi
sehingga menyebabkan pertumbuhan yang terjadi hanya bisa dinikmati oleh
orang-orang tertentu.
3. Oritentasi material progress
4. Abai terhadap manfaat dan kualitas perekonomian: indikator yang digunakan
untuk mengukur pertumbuhan dalam konvensional dianggap hanya
mencerminkan nilai ekonomi, bukan nilai manfaat.
 Konsep pertumbuhan ekonomi syariah adalah menyelarraskan antara pertumbuhan
ekonomi dengan distribusi yang bisa tumbuh secara bersama-sama. Konsep ini
tercermin dalam instrumen sektor riil, keuangan syariah, dan ZISWAF. Untuk
memudahkan pemahaman, penulis menggunakan analogi.
 Analogi tersebut adalah perekonomian dianggap sebagai sebuah mesin, dimana mesin
tersebut membutuhkan oli agar terus bekerja dan membutuhkan pembuangan yang tepat
agar tidak panas dan mudah rusak. Sektor riil merupakan mesin dari perekonomian,
dimana membutuhkan keuangan syariah agar sektor riil tersebut terus bekerja dan
membutuhkan penyaluran yang tepat, yaitu ZISWAF.
 Dalam perspektif Islam, ada 3 faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi:
1. Investible resources
Segala sumber daya yang dapat digunakan untuk menggerakan roda
perekonomian. Sumber daya tersebut mencakup pada Sumber Daya Alam,
Sumber Daya Manusian, dan Sumber Daya Modal.
2. Sumber Daya Manusia dan enterpreneurship
Faktor yang menjadi penggerak sektor riil.
3. Teknologi dan inovasi
Teknologi akan melahirkan efisiensi, dan basis teknologi ini adalah inovasi.
 Konsep kesejahteraan dalam islam adalah terintegrasinya antara pertumbuhan ekonomi
dengan distribusi. Merujuk pada QS. 106: 1 – 4, indikator kesejahteraan ada 4, yaitu:
1. Sistem nilai Islam
Kesejahteraan akan muncul ketika nilai Islam menjadi panglima dalam
kehidupan suatu bangsa. Kesejahteraan tidak akan dicapai jika kita masih
menentang aturan Allah.
2. Kekuatan ekonomi

Muhammad Izet Budiansyah | H54150015


Ekonomi dan Pembangunan Syariah (EKS334)

Kesejahteraan tidak akan dicapai jika sektor riil tidak berjalan sama sekali. Inti
dari kegiatan ekonomi yaitu tergantung pada sektor riil, yaitu bagaimana
memperkuat industri dan perdagangan.
3. Pemenuhan kebutuhan dasar dan sistem distribusi
Kesejahteraan tidak akan dicapai jika ada masyarakat yang belum mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya. Sehingga, sistem distribusi yang baik - yaitu
sistem yang menjamin rendahnya angka kemiskanan dan kesejangan, serta
menjamin bahwa perputaran rodal perekonomian dapat dinikmati oleh seluruh
lapisan masyarakat - memegang peran penting dalam menentukan kualitas
kesejahteraan.
4. Keamanan dan ketertiban sosial
Kesejahteraan tidak akan dicapai jika friksi dan konflik destruktif antara
kelompok dan golongan masyarakat tidak dapat dicegah ataupun dimimalisir.
 Aspek yang menjadi prasayat kesejahteraan:
1. Aspek Kedaulatan Ekonomi : Aspek yang dapat dicapai jika kebijakan
yang dijalankan berbasis pada maslahah. Maslahah adalah suatu konsep yang
mendasarkan pada aspek manfaat dan berkah. Maslahah akan dicapai jika
terpenuhinya dua syarat, yaitu harus sesuai dengan maqashid syariah dan
didasarkan pada simpul terlemah masyarakat.
2. Aspek Tata Kelola Perekonomian : harus transparansi (keterkaitan antara
keterbukaan dan kemudahan masyarakat dalam mengakses informasi),
profesionalitas (keterkaitan dalam efesiensi dan ekfetivitas dalam pengeloaan
perekonomian untuk mencapai tujuan), serta akuntabilitas (keterkaitan dengan
pertanggungjawaban yang meliputi aspek administratif dan aspek etika)

Muhammad Izet Budiansyah | H54150015


Ekonomi dan Pembangunan Syariah (EKS334)

BAB III
 Distribusi adalah alat untuk menjamin adanya keseimbangan penguasaan aset
dan kekayaan, agar kesenjangan yang muncul akibat perbedaan kemampuan
manusia dapat diminimalisir.
 Prinsip-prinsip distribusi:
1. Usaha yang dilakukan : Setiap pendapatan yag diperoleh adalah
hasil usaha yang dijalankannya dengan cara yang halal.
2. Pemenuhan kebutuhan dasar : Kebutuhan dasar yang diusung oleh
Imam Asy-Syaitibi merupakan maqashid al-syariah, yang meliputi
dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat.
3. Perputaran harta yang merata : Akses terhadap sumber-sumber harta
dan kekayaan harus dibuka selebar mungkin dan setiap kelompok dalam
masyarakat harus diberikan kesempatan yang sama.
4. Hak orang lain. : Pada harta seseorang, terdapat “bagian”
yang menjadi milik mutlak orang lain, yaitu kelompok fakir miskin, baik
yang meminta maupun yang tidak meminta.
 Tujuan kebijakan distribusi dalam Islam:
1. Menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat
2. Menjamin keseimbangan distribusi pendapatan dan kekayaan
3. Mengeleminasi kesenjangan ekstrim antarkelompok masyarakat
 Pendekatan distribusi dalam pandangan ekonomi konvensional:
1. Pasca produksi : Distribusi yang terjadi ketika kegiatan produksi barang
dan jasa telah selesai. Sering disebut juga dengan distribusi fungsional.
Distribusi ini erat kaitannya dengan return yang diterima oleh masing-
masing faktor produksi.
2. Redistribusi : Distribusi yang dijalankan melalui kebijakan transfer
payment dengan mekanisme government to people transfer.
 Pendekatan distribusi dalam pandangan ekonomi syariah:
1. Pra produksi :Distribusi yang terkait dengan perencanaan kegiatan
ekonomi, baik skala makro maupun mikro.
2. Pasca produksi :Distribusi yang terjadi ketika kegiatan produksi barang
dan jasa telah selesai. Sering disebut juga dengan distribusi fungsional.
Distribusi ini erat kaitannya dengan return yang diterima oleh masing-
masing faktor produksi
3. Redistribusi :Dalam Islam, redistribusi tidak hanya terkait dengan
transfer payment dengan mekanisme government to people transfer,
melainkan melibatkan tiga parameter, yaitu parameter wajib (melalui
zakat), parameter sukarela (melalui infak, sedekah, dan wakaf), serta
parameter larangan (melalui riba dan zalim).
 Positive Measure: instrumen yang menjamin adanya aliran minimal kekayaan
dari kelompok mampu kepada kelompok tidak mampu. Instumen utamanya
adalah zakat. Selain itu, waris, voluntary measure, dan prohibitive measure.
1. Zakat, terdiri dari zakat fitrah dan zakat maal. Zakat fitrah adalah zakat
yang dikeluarkan di bulan ramadhan hingga menjelang idul fitri. Zakat
ini dilaksanakan oleh siapa saja yang mempunyai kelebihan makanan
pokok. Zakat maal adalah zakat yang dikeluarkan bagi mereka yang
mempunyai harta berlebih. Zakat ini sangat tergantung pada nishab dan

Muhammad Izet Budiansyah | H54150015


Ekonomi dan Pembangunan Syariah (EKS334)

haul, dan biasanya meliputi zakat penghasilan, zakat perusahaan, zakat


atas investasi, zakat atas saham, zakat tabungan, dan lain-lain.
Nishabnya adalah setara dengan 85 gram emas dengan haul 1 tahun.
a. Zakat Penghasilan. Untuk menghitung zakat penghasilan, ada 3
cara pendekatan, yaitu:
1) Zakat Perdagangan (Zakat Emas)
Zakat yang wajib dikeluarkan jika nishab mencapai 85
gram emas dengan haul 1 tahun. Zakat yang wajib
dikeluarkan adalah 2,5% dari total harta yang dimiliki.
2) Zakat Pertanian
Zakat yang wajib jika panen tiba dan hasil panen
mencapai 653 kg pada gabah dan 582 kg pada beras.
Zakat yang wajib dikeluarkan adalah dengan
mengkalikan harga gabah di tingkat petani atau harga
beras di tingkat petani dengan hasil panen yang telah
mencapai nishab.
3) Kombinasi antara Zakat Emas dengan Zakat Pertanian
Nishab zakat mengikuti zakat pertanian, yaitu 653 kg
pada gabah dan 582 kg pada beras dan tidak ada haul.
Sedangkan kadar zakat yang wajib dikeluarkan
mengikuti zakat emas, yaitu 2,5% yang melibatkan usaha
manusia yang sangat tinggi. Kadar 20% untuk harta
rikhaz dimana usaha manusia relatif lebih kecil.
Sedangkan pada pertanian, kadar 10% untuk pertanian
yang faktor peroduksinya tergantung pada tadah hujan
dan 5% untuk yang menggunakan irigasi.
2. Faraid. Harta yang wajib dikeluarkan jika seorang muslim meninggalkan
harta yang belum dihibahkan sesudah meninggalnya. Penerima waris
adalah ahli waris yang masih hidup. Pengukuran waris telah diatur
secara rinci dalam Al-Qur’an (QS. 4 : 11 – 12).
3. Voluntary measure. Instrumen yang mampu mendorong lebih
terdistribusikannya formasi aset da kekayaan yang beredar di
masyarakat. Sasaran pada instrumen ini tidak hanya pada umat muslim
saja, melinkan non-muslim dapat menikmati manfaat dari instrumen ini.
Salah satu instrumen ini adalah wakaf.
4. Prohibitive measure. Instrumen yang bersifat menghambat proses
redistribusi yang efektif. Instrumen ini mampu menciptakan arus
“penghisapan” kekayaan dari kelompok tidak mampu kepada kelompok
mampu sehingga konsentrasi kekayaan hanya di segelintir kelompok.
Instrumen ini adalah penimbunan, penipuan, termasuk riba.
 Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kesenjangan biasanya menggunakan
Lorenz Curve dan Gini Ratio. Namun ada juga yang menggunakan Atkinson Index.
1. Lorenz Curve adalah kurva yang menghubungkan antara kelompok populasi
(sumbu horizontal) dengan kelompok pendapatan (sumbu vertikal), sehingga
dapat diketahui proporsi pendapatan yang dinikmati oleh kelompok populasi
tertentu.
2. Gini Ratio adalah koefisien yang berkisaran antara 0 sampai 1. Semakin
mendekati angka 1, semakin besar kesenjangan masyarakat. Begitupun
Muhammad Izet Budiansyah | H54150015
Ekonomi dan Pembangunan Syariah (EKS334)

sebaliknya, semakin mendekati angka 0, semakin kecil kesenjangan


masyarkat. Rumus yang digunakan adalah
𝐺 = 1 − Σ(𝑎𝑏)(𝑏𝑑 + 𝑎𝑐 )
Dimana:
G = Koefisien Gini (nilainya antara 0 sampai 1)
Ab = nilai berdasarkan pembagian populasi yang terbagi ke dalam desil
Bd = persentase pendapatan yang diterima masing-masing kelompok
populasi
Ac = persentasi populasi.
3. Atkinson Indeks adalah indeks yang mengukur dan mengevaluasi social
welfare dari distribusi pendapatan. Indeks ini biasanya digunakan untuk
mengukur perbedaan dua kondisi kesenjangan distribusi pendapatan sebelum
dan sesudah program penyaluran zakat serta mengukur derajat social welfare
loss. Rumus yang digunakan adalah
𝑌𝐸𝐷𝐸 𝑚
1=1 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑌𝐸𝐷𝐸 =
𝜇 1 − 𝐺𝑝
Keterangan:
1 = indeks Atkinson
YEDE = tingkat pendapatan ekivalen apabila seluruh pendapatan yang ada
didistribusikan secara merata.
µ = nilai rata-rata distribusi pendapatan populasi (masyarakat)
m = nilai rata-rata pendapatan kelompok miskin dari populasi yang ada.
Gp = nilai koefisien gini kelompok miskin.
Pada Indeks ini, jika selisih nilai µ dengan YEDE besar, kesenjangan
pendapatan dan tingkat kesejahteraa yang ada di masyarakat juga semakin
besar.

Muhammad Izet Budiansyah | H54150015


Ekonomi dan Pembangunan Syariah (EKS334)

BAB IV
 Kemiskinan merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang individu dimana
mereka tidak mempunyai kecukupan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang nyaman, baik dari sisi ekonomi, sosial, psikologi, maupun spiritual.
 Standar kemiskinan menurut BPS, dilihat dari dua pondasi, yaitu Garis Kemisikinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Standari
kemiskinan menurut GKM adalah minimal 2100 kkal dan menurut GKBM
berdasarkan konsumsi sejumlah komoditas bukan makanan, yaitu 47 komoditas
untuk pedesaan dan 51 komoditas untuk perrkotaan.
 Menurut Todaro dan Smith (2012) ada 2 jenis kemiskinan, yaitu:
1. Kemisikinan Absolut : Kemiskinan yang diukur dari ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan dasar, dimana kebutuhan ini dihitung dengan monetary
value tertentu sebagai batasannya.
2. Kemiskinan Relatif : Kemiskinan yang diukur berdasarkan
perbandingan antarkelompok dalam masyarakat, dimana suatu kelompok
dianggap relatif lebih miskin dibanding kelompok lainnya.
 Menurut Suharto (2009), ada 4 faktor penyebab kemiskinan, yaitu:
1. Faktor Individual : Seseorang menjadi miskin karena masalah pribadi,
seperti cacat permanen.
2. Faktor Sosial : Seseorang menjadi miskin karena adanya diskriminasi
3. Faktor Kultural : Seseorang menjadi miskin karena kebudayaan yang
malas
4. Faktor Struktural : Seseorang menjadi miskin karena kebijakan ekonomi
yang tidak adil.
 Macam-macam kebutuhan pokok dalam pandangan Islam, yaitu:
1. Dapat melaksanakan ibadah
2. Terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, dan papan
3. Hilangnya rasa takut
 Cibest Quadrant adalah kuadran yang membagi kesejahteraan ke dalam 4 kategori
berdasarkan pemenuhan kebutuhan material dan spiritual. Pembagian kuadran
didasarkan pada kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan material
dan spiritual. Rumah tangga dipilih sebagai unit analisis karena menurut Islam, RT
merupakan unit terkecil dalam lingkup masyarakat.
1. Kuadran I adalah kuadran dimana rumah tangga disebut sejahtera karena
mampu memenuhi kebutuhan material dan spiritualnya.
2. Kuadran II adalah kuadran dimana rumah tangga disebut miskin material
karena hanya mampu memenuhi kebutuhan spiritual saja.
3. Kuadran III adalah kuadran dimana rumah tangga disebut miskin spiritual
karena hanya mampu memenuhi kebutuhan material saja.
4. Kuadran IV adalah kuadran dimana rumah tangga disebut miskin absolut
karena tidak mampu memenuhi kebutuhan material dan spiritual.
 Kebutuhan material dalam pandangan Cibest mencakup makan, pakaian,
perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Sedangkan kebutuhan spiritual menurut
Cibest mencakup shalat, puasa, zakat, lingkungan keluarga, dan lingkungan
kebijakan pemerintah.
 Tipologi Kaum Dhuafa dibagi ke dalam 4 tipe berdasarkan kemampuan berusaha
dan kemauan berusaha (Baga dan Beik, 2011) :

Muhammad Izet Budiansyah | H54150015


Ekonomi dan Pembangunan Syariah (EKS334)

1. Tipe I adalah mereka yang relatif memiliki kemampuan berusaha sekaligus


kemauan berusaha untuk tidak menjadi orang miskin. Namun, dikarenakan
beberapa faktor mereka tetap hidup di bawah garis kemiskinan.
2. Tipe II adalah mereka yang sebenarnya relatif memililki kemampuan
berusaha, tapi kurang memiliki kemauan. Mereka ini adalah orang yang
bermental pengemis, yang senantiasa mengharapkan bantuan dari orang lain.
3. Tipe III adalah mereka yang mau berusaha namun kurang memiliki
kemampuan. Mereka ini adalah orang-orang yang bingung bagaimana keluar
dari garis kemiskinan karena tidak adanya sumber daya yang dibutuhkan.
4. Tipe IV adalah mereka yang tidak memiliki kedua-duanya. Kelompok ini
menganggap bahwa kemiskinan merupakan sebuah takdir yang tidak dapat
diubah.

Muhammad Izet Budiansyah | H54150015


Ekonomi dan Pembangunan Syariah (EKS334)

BAB V
 Indeks Kemiskinan Umum, merupakan sebuah alat yang digunakan untuk
mengukur tingkat kemiskinan. Saat ini ada beberapa indeks yang paling umum
digunakan, yaitu:
1. Headcount Index untuk menghitung jumlah penduduk miskin
2. Poverty gap dan income gap ratio untuk mengukur tingkat kedalaman
kemiskinan
3. Sen index dan FGT (Foster, Greer, and Thorbecke) index untuk mengukur
tingkat keparahan kemiskinan.
 Indeks Kemiskinan Model Islam dikenal dengan Indeks Cibest. Langkah-langkah
perhitungan indeks Cibest adalah sebagai berikut:
1. Hitung nilai MV telebih dahulu. Nilai MV bisa didapatkan berdasarkan dari
survey, nishab zakat penghasilan, atau dengan menggunakan Garis
Kemiskinan (GK) resmi yang disesuaikan dengan basis keluarga. Untuk nilai
SV (Garis Kemiskanan Spiritual) adalah sama dengan 3.
2. Hitung nilai SH dan pendapatan bulanan keluarga.
3. Tempatkan setiap keluarga yang diamati ke dalam kuadran Cibest.
4. Hitung semua indeks.

Muhammad Izet Budiansyah | H54150015


Ekonomi dan Pembangunan Syariah (EKS334)

BAB VI
 Dalam pandangan Islam, peran negara dalam mebuat kebijakan harus berorientasi
pada kelompok tidak mampu karena jika kelompok lemah terbela dan
terberdayakan dengan baik, maka kelompok elite masyarakat pasti akan
menikmati pula kemajuan ekonomi yang ada.
 Dalam perspektif ekonomi syariah, peran negara atau pemerintah dalam
perekonomian ada 3, yaitu:
1. Peran Ideologi : Peran ini sangat terkait dengan ideologi
ekonomi yang dianut oleh suatu negara, yang memengaruhi pola dan
bentuk kebijakan yang diambil oleh negara tersebut.
2. Peran Pembangunan : Peran ini terkait dengan tugas pemerintah dalam
melaksanakan pembangunan di segala bidang, mulai dari SDM,
infrastruktur, dan lain-lain.
3. Peran Kesejahteraan : Peran ini terkait dengan perwujudan
kesejahteraan masyarakat, baik secara material maupun spiritual. Selain
itu, meminimalisir angka kemiskinan, baik kemiskinan material, spiritual,
maupun absolut.
 Dalam perspektif Islam, fungsi negara ada 3, yaitu:
1. Fungsi Alokasi : Fungsi negara dalam
mengalokasikan sumber daya alam ataupun sumber daya keuangan.
Pemerintah harus menjamin bahwa sumber daya tersebut sudah
teralokasikan dengan baik dan dapat diakses oleh setiap lapisan
masyarakat. (Government to people transfer)
2. Fungsi Distribusi : Fungsi negara dalam menjamin
bahwa pendapatan dan kekayaan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat. (People to people transfer)
3. Fungsi Stabilitas dan Perlindungan : Fungsi negara dalam
menciptakan stabilitas sosial ekonomi dan memberrikan perlindungan
serta jaminan keamanan terhadap berbagai macam ancaman, baik dalam
negeri maupun luar negeri.
 Karakteristik sektor publik menurut Sadeq (2009) ada 5, yaitu:
1. Tidak terjangkau dan tidak mampu diatur oleh swasta.
2. Tidak menghasilkan keuntungan pada tahap awal pembangunan ekonomi.
3. Tidak mampu ditangani swasta karena tantangan keamanan yang berat.
4. Tidak kompetitif karena karakteristik yang unik dari operasionalnya,
barangnya, dan jasanya.
5. Sektor publik bergerak berdasarkan keputusan politik.
 Bentuk intervensi pemerintah dalam kegiatan perekonomian, sekurang-kurangnya
ada 5, yaitu:
1. Menjadi pelaku langsung perekonomian.
2. Sebagai regulator perekonomian
3. Sebagai pengawas kegiatan perekonomian dan dapat memberikan koreksi
apabila perekonomian tidak berjalan sesuai koridor konstitusi yang berlaku.
4. Intervensi melalui instrumen pajak, subsidi, dan instumen kebijakan lainnya
apabila diperlukan
5. Sebagai ujung tombak diplomasi ekonomi dan pemasaran produk dalam
negeri ke pasar internasional.
 Kebijakan pemerintah dalam perekonomian:
Muhammad Izet Budiansyah | H54150015
Ekonomi dan Pembangunan Syariah (EKS334)

1. Kebijakan fiskal dan struktural : Kebijakan ini bertujuan untuk


menciptakan stabilitas output dan keseimbangan pertumbuhan ekonomi.
2. Kebijakan moneter : Kebijakan ini bertujuan untuk
menciptakan stabilitas output dan harga (infalsi)
3. Kebijakan makroprudensial : Kebijakan ini bertujuan untuk
menciptakan stablilitas keuangan.
 Sistem moneter dalam Islam:
1. Gold monetary system : Sistem moneter berbasis emas, dimana
uang emas dan perak digunakan sebagai alat transaksi dan pembayaran yang
sah.
2. Gold backed monetary system : Sistem moneter dimana pencetakan uang
yang beredar harus di back up dengan emas.
3. Asset backed monetary system : Sistem moneter dimana penciptaan uang
di back up oleh aset riil yang ada.
 Tantangan makroprudensial menurut Swaray (2014):
1. Membangung kapasitas SDM maupun institusional.
2. Makroprudensial toolkit.
3. Mengkalibrasikan instrumen makroprudensial dan mengomunikasikannya
kepada publik.
4. Memonitor dan mengeliminasi kesenjangan regulasi
5. Mengidentifikasi dan mengeliminasi kesenjangan data

Muhammad Izet Budiansyah | H54150015


Ekonomi dan Pembangunan Syariah (EKS334)

HAD KIFAYAH

 Pengertian Had Kifayah


Kifayah dalam bahasa Arab berasal dari akar kata Kafaa – Yakfii – Kifaayah yang berarti
cukup, mencukupi suatu hal yang penting atau mencukupi keperluan untuk hidup dan tidak
perlu bantuan orang lain (Fairuzabadi & Majd al-Din Muhammad).
Adapun secara istilah, Imam Syatibi mengungkapkan bahwa Had Kifayah merupakan
sebuah ukuran kebutuhan yang sangat urgent dan fundamental. Had Kifayah
bukan sekedar kecukupan yang primer, tetapi masuk dalam kategori sekunder yang menjadi
tonggak kelancaran hidup manusia (al-Syatibi).
Dengan demikian, Had Kifayah merupakan batas kecukupan atau standar dasar kebutuhan
seseorang/keluarga ditambah dengan kecukupan tanggungan yang ada sebagai upaya
menetapkan kelayakan penerima zakat mustahik fakir miskin sesuai kondisi wilayah dan sosio-
ekonomi setempat.
 Dalil
Hadits berikut mendorong dirumuskannya Had Kifayah :
“Bukanlah dikatakan miskin seseorang yang mendatangi manusia, lalu diberikan kepadanya
sesuap dua suap makanan dan sebutir dua butir buah kurma, tapi yang dikatakan miskin adalah
orang yang tidak memiliki kecukupan harta untuk memenuhi kebutuhan layak dan tidak
melakukan sesuatu yang membuat orang bersedekah kepadanya, tidak juga meminta-minta
dihadapan manusia” (H.R. Bukhari dan Muslim).

 Had Kifayah meliputi beberapa dimensi berikut:


a. Dharuriyat Asasiyat : Sandang, Pangan, Papan dan Ibadah
b. Hajjiyat Asasiyat : Pendidikan, Kesehatan dan Transportasi.

Muhammad Izet Budiansyah | H54150015


Ekonomi dan Pembangunan Syariah (EKS334)

Hasil perhitungan Had Kifayah menunjukan bahwa rata-rata Had Kifayah di Indonesia
mencapai Rp3.011.142,00 per keluarga per bulan, sedangkan Had Kifayah perorangan
mencapai Rp772.088,00 per kapita per bulan. Jawa Tengah memiliki nilai Had Kifayah
terendah dengan nilai Rp2.791.147,00 per keluarga per bulan atau Rp715.679,00 per kapita per
bulan. Sementara itu, nilai Had Kifayah tertinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu
Rp3.363.105,00 per keluarga per bulan atau Rp862.335,00 per kapita per bulan.

Muhammad Izet Budiansyah | H54150015

Anda mungkin juga menyukai