Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

Bahasa yang digunakan pada suatu masyarakat tutur tidak terlepas dari budaya yang ada pada
masyarakat tersebut. Hal ini terjadi karena bahasa merupakan refleksi dari budaya yang ada
pada masyarakat. Kekhasan budaya dalam suatu masyarakat yang terekam dalam bentuk-
bentuk lingual memberikan peluang munculnya fenomena kebahasaan yang berbeda pada
tiap-tiap wilayah. Salah satu fenomena yang umum, tetapi berbeda yang terdapat pada setiap
masyarakat tutur adalah idiom (Paramarta, 2018:19).

Masyarakat Indonesia di dalam berkomunikasi baik lisan maupun tertulis adakalanya


memakai idiom untuk memperhalus maksud. Selain itu, adakalanya orang memakai idiom
agar tidak menyinggung perasaan orang lain (Khak, 2011:141). Chaer (1990:76) dalam
Baryadi (2013:47) menyatakan idiom adalah “satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase,
dan kalimat) yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna leksikal unsur-unsurnya
maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut”. Pendapat mengenai idiom juga
dikemukakan oleh Badudu (1989:47) dalam Listiyorini (2005:178-179) menurut Badudu,
idiom merupakan bentuk kebahasaan yang sudah teradatkan. Artinya bentuk-bentuk idiom itu
sudah biasa dipakai oleh pemakai bahasa tanpa bisa mengetahui mengapa susunan idiom dan
maknanya ada seperti itu. Karena sudah teradatkan walaupun terkadang tidak ada hubungan
yang jelas antara bentuk dan makna, pemakai bahasa Indonesia tidak merasakan kejanggalan
atau keanehan.

Penggunaan idiom terdapat dalam bahasa lisan dan tulis. Salah satu penggunaan idiom dalam
bahasa tulis terdapat dalam media cetak. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis
menggunakan media cetak sebagai sumber data. Media cetak yang dimaksud ialah surat
kabar.

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), surat kabar sinonim dengan koran atau harian
yang definisinya adalah lembaran-lembaran kertas bertuliskan kabar (berita) dan sebagainya
yang terdiri atas beberapa kolom, biasanya 8 hingga 9 kolom yang terbit setiap hari secara
periodik. Salah satu surat kabar yang banyak menggunakan idiom adalah surat kabar Padang
Ekspress.

Padang Ekspres merupakan sebuah surat kabar harian yang terbit di Sumatera Barat. Surat
kabar ini termasuk dalam grup Jawa Pos. Kantor pusatnya terletak di Padang. Surat kabar ini
pertama kali terbit pada tahun 1999. Padang Ekspres diterbitkan oleh PT. Padang Intermedia
Pers. Padang Ekspres merupakan koran di Sumatera Barat yang termasuk ke dalam 10 media
terbaik se-Sumatera. Meski baru berdiri pada tahun 1999, Padang Ekspres telah berkembang
menjadi beberapa perusahaan media, antara lain Padang TV, Postmetro Padang, Harian
Rakyat Sumbar Utara, dan situs berita www.padang-today.com (m.padang-
express.am.web.id). Pada hari ulang tahunnya (HUT) ke-20 lalu, Padang Ekspres
mendapatkan penghargaan dari Indonesia Print Media Award (IPMA) dari Serikat
Perusahaan Pers (SPS) sebagai pemenang IPMA 2019 kategori Surat Kabar Terbaik Regional
IPMA 2019 (http://padek.co) (Gustami, 2019:2-3).

Koran Padang Ekspres terdiri atas kurang lebih 14 kolom, yaitu kolom Utama, Ekonomi
Bisnis, Opini dan Tajuk, Internasional, Komunikasi Bisnis, Metropolis, Pro-Nagari,
Bukittinggi/Agam, Payakumbuh/Lima Puluh Kota, Pro-Sumbar, Total Sport, Bola Nasional,
All sport, dan Hiburan. Akan tetapi, untuk penelitian ini sumber data hanya difokuskan pada
kolom Opini dan Tajuk. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dalam kolom opini
dan kolom tajuk koran Padang Ekspres banyak terdapat penggunaan idiom, khususnya idiom
yang berhubungan dengan bagian tubuh manusia. Selain itu, kategori kata pembentuk unsur-
unsur idom lebih cenderung didominasi oleh kategori kata tertentu yang berbeda dengan
idiom pada umumnya. Selain dua hal di atas, idiom bagian tubuh ini belum pernah dikaji oleh
peneliti

sebelumnya. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis mengambil idiom berupa bagian tubuh
sebagai objek penelitian.

Berikut beberapa contoh idiom yang digunakan dalam koran Padang Ekspres.

Data 1 : Kaum milenial yang melek digital membuat pemasang iklan lebih melirik konten
digital. Media konvensial seperti koran, televisi, radio harus putar otak agar tetap bisa
bertahan. (Padang Ekspres, Kolom Tajuk 10 Februari 2022)

Data 2 : Dari perspektif positive thingking, mungkin Menag hanya “kepleset lidah” (slip of
tongue) dan tidak bermaksud menyamakan antara suara azan dengan suara anjing. (Padang
Ekspres, Kolom Opini 1 Maret 2022)

Contoh data 1 dan 2 di atas masing-masing menggunakan idiom, yaitu idiom putar otak dan
idiom kepleset lidah. Idiom putar otak digunakan dalam kolom tajuk dan idiom kepleset
lidah digunakan dalam kolom opini. Kategori kata yang membentuknya, idiom putar otak
terdiri atas dua kategori kata yang berbeda, yaitu kata kerja (KK) putar dan kata benda (KB)
otak. Dengan demikian, idiom putar otak terbentuk dari unsur yang berkategori KK + KB.
Adapun idiom kepleset lidah, terbentuk dari kategori kata kerja (KK) kepleset dan kata benda
(KB) lidah. Dengan demikian, idiom kepleset lidah terbentuk dari unsur yang berkategori KK
+ KB.

Idiom putar otak terbentuk dari dua unsur kata, yaitu kata putar dan kata otak. Adapun idiom
kepleset lidah terbentuk dari kata kepleset dan kata lidah. Secara leksikal, jika dianalisis
dengan memisahkan setiap unsur katanya, makna yang muncul tidak akan berkaitan antara
kata
yang satu dengan kata yang lainnya. Kata putar bermakna ‘pusing’ (KBBI V daring, 2016).
Kata otak bermakna ‘benda putih yang lunak terdapat di rongga tengkorak yang menjadi
pusat saraf; alat berpikir; pikiran; benak’ (KBBI V daring, 2016). Kata kepleset bermakna
‘terpeleset; tergelincir’ (KBBI V daring, 2016). Kata lidah bermakna ‘bagian tubuh di mulut
yang dapat bergerak-gerak dengan mudah, gunanya untuk menjilat, mengecap, dan berkata-
kata; indra perasa; lisan, pengecap’ (KBBI V daring, 2016).

Berdasarkan makna kontekstual, idiom putar otak memiliki makna baru, yaitu ‘mencari akal;
berdaya upaya’, sedangkan idiom kepleset lidah memiliki makna baru, yaitu ‘salah bicara;
tidak sengaja mengatakan sesuatu’. Untuk membuktikan bahwa konstruksi putar otak dan
kepleset lidah merupakan idiom dapat diuji dengan teknik balik dan teknik lesap berikut.

Data 1: idiom putar otak

1. 1a)  *otak putar

𝑑𝑎𝑟𝑖

2. 1b)  *putar {𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘} otak

𝑎𝑘𝑎𝑛

Setelah diuji dengan menggunakan teknik balik dan teknik sisip di atas, terlihat bahwa
tuturan (1a dan 1b) tidak berterima. Contoh 1a dan 1b di atas menunjukkan bahwa konstruksi
putar otak merupakan sebuah idiom karena tidak bisa disisipi dan dipermutasi/dibalik.

Data 2: idiom kepleset lidah

1. 2a)  *lidah kepleset

𝑑𝑎𝑟𝑖

2. 2b)  *kepleset {𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘} lidah

𝑎𝑘𝑎𝑛

Setelah diuji dengan menggunakan teknik balik dan teknik sisip di atas, terlihat bahwa
tuturan (2a dan 2b) tidak berterima. Contoh 2a dan 2b di atas menunjukkan bahwa konstruksi
kepleset lidah merupakan sebuah idiom karena tidak bisa disisipi dan dipermutasi/dibalik.

Dari kedua contoh tersebut, terlihat bahwa makna idiom tidak bisa ditelusuri dari makna kata
yang membentuknya. Makna idiom akan sangat jauh berbeda dari makna gabungan kata yang
menyusunnya. Selain itu, berdasarkan kategori kata pembentuknya, idiom yang digunakan
dalam

media cetak terdiri atas kategori kata yang beragam. Oleh karena itu, penelitian ini perlu
dilakukan, karena belum adanya penelitian mengenai idiom bahasa Indonesia berupa bagian
tubuh dalam koran Padang Ekspres.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, ada dua masalah penelitian yang dapat
dirumuskan, yaitu:

1. 1)  Idiom bagian tubuh apa saja yang digunakan dalam koran Padang Ekspres dan apa
saja kategori kata unsur-unsur pembentuk tiap-tiap idiom?
2. 2)  Apa saja makna masing-masing idiom bagian tubuh yang digunakan dalam koran
Padang Ekspres?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini, yaitu :

1. 1)  Menjelaskan idiom bagian tubuh yang digunakan dalam koran Padang Ekspres
dan

menjelaskan kategori kata unsur-unsur pembentuk tiap-tiap idiom.

2. 2)  Mendeskripsikan makna idiom bagian tubuh yang digunakan dalam koran Padang

Ekspres.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis,
manfaat penelitian yang dilakukan ini berkenaan dengan perkembangan kajian linguistik,
khususnya bidang morfologi dan semantik. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi
pembaca untuk memahami makna idiom bahasa Indonesia berupa bagian tubuh dalam koran
Padang Ekspres, memberikan pengetahuan dan memperluas pemahaman mengenai
morfologi dan

semantik. Penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan referensi bagi
peneliti linguistik selanjutnya terkait idiom. Selain itu, penelitian ini dapat bermanfaat untuk
pembaca di luar bidang ilmu linguistik untuk mengetahui idiom-idiom.

1.5 Tinjauan Pustaka

Sejauh pengamatan penulis, penelitian mengenai idiom sudah banyak dilakukan oleh peneliti
lain, terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian penulis, yaitu:

1. Aisya Rizano Putri (2021) menulis skripsi berjudul “Idiom dalam Kolom Esai di
Media Online Mojok.co”. Dalam penelitiannya, ia menemukan jenis idiom penuh
sebanyak 27 bentuk dan idiom sebagian sebanyak 15 bentuk dalam kolom esai di
media online mojok.co. berdasarkan kategori pembentuk masing-masing unsurnya,
idiom tersebut terbentuk dari 10 kelompok kategori kata, yaitu 1) KB+KS, 2)
KB+KB, 3) KK+KB, 4) KK+KS, 5) KK+KK, 6) KS+KK, 7) KB+KBil, 8) KS+KB,
9) KB+KK+KS dan 10)KK+KBil+KB.
2. Novika Sari (2020) menulis skripsi berjudul “Penggunaan Idiom pada Akun Media
Sosial Instragram @Tempodotco”. Dalam penelitiannya, ia menemukan dua jenis
idiom yang digunakan dalam akun media sosial instagram @Tempodotco, yaitu idiom
penuh dan sebagian. Idiom penuh ada 25 bentuk dan idiom sebagian 21 bentuk.
Berdasarkan maknanya, idiom ada yang bermakna gramatikal dan kontekstual.
Berdasarkan kategori kata pembentuk unsur-unsurnya, idiom yang digunakan dalam
akun media sosial instagram @Tempodotco terdiri atas beberapa unsur kategori, yaitu
1) KK+KB, 2) KK+KK, 3) KB+KB, 4) KS+KB, 5) KB+KK, 6) KB+KS, 7) KK+KS,
8) KB+KS, 9) KK+KK+KB, 10) KK+KBil+KB, dan 11) KK+KB+KS.
3. Ina Wita Krisna Sari (2010) menulis skripsi berjudul “Idiom dalam Novel Sang
Pemimpi Karya Andrea Hirata”. Dalam penelitiannya, ia menemukan pertama,
berdasarkan satuan

gramatikalnya idiom dalam novel sang pemimpi karya Andrea Hirata dibedakan menjadi
empat, yaitu 1) kata (termasuk juga kata berimbuhan, kata majemuk, dan kata ulang), 2)
frase, 3) klausa, dan 4) kalimat. Kedua, kategori idiom yang terdapat dalam novel sang
pemimpi karya Andrea Hirata, dapat dibedakan menjadi: 1) kategori idom bertataran kata, 2)
kategori idiom bertataran frase, 3) kategori idiom bertataran klausa dan 4) kategori idiom
bertataran kalimat. Ketiga, jenis idiom berdasarkan kepunahan maknanya yang terdapat
dalam novel sang pemimpi karya Andrea Hirata dapat dibedakan menjadi dua, yaitu 1) jenis
idiom penuh dan 2) jenis idiom sebagian.

4. Bagus Pragnya Paramarta (2018) menulis artikel yang berjudul “Analisis Korpus
terhadap Idiom Bahasa Indonesia yang Berbasis Nama Binatang” dalam Jurnal
Lingua. Dalam penelitiannya, ia menemukan tiga temuan besar, pertama, idiom
bahasa Indonesia yang berbasis nama binatang digunakan untuk merujuk kepada
manusia dan benda. Kedua, hanya ada dua jenis idiom yang muncul di dalam idiom
bahasa Indonesia yang berbasis nama binatang yaitu pure idiom muncul sebanyak 51
kali dan semi idiom muncul sebanyak 12 kali. Ketiga, idiom yang berbasis nama
binatang digunakan untuk merujuk kepada karakter negatif, positif, ataupun netral.
5. Praptomo Baryadi (2013) menulis artikel yang berjudul “Idiom yang Berunsur Kata
Kerja dalam Bahasa Indonesia” dalam Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS. Ia
menyimpulkan kata kerja yang digunakan sebagai unsur idiom dalam bahasa
Indonesia mencakup (i) akar, (ii) kata kerja dasar, (iii) kata kerja berawalan me(N)-,
(iv) kata kerja berawalan ber, (v) kata kerja berawalan ter-, (vi) kata kerja berawalan
di-, (vii) kata kerja berawalan ke-an. Kata kerja yang paling produktif digunakan
sebagai unsur idiom adalah kata kerja berawalan me(N)-.

6. Muh. Abdul Khak (2011) menulis artikel berjudul “Idiom dalam Bahasa Indonesia:
Struktur dan Makna” dalam Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan. Dalam
penelitiannya, ia menyimpulkan pertama, berdasarkan struktur, idiom bahasa
Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu idiom yang berbentuk kata
kompleks, idiom frasal, dan ungkapan idiomatik (contohnya adalah peribahasa).
Kedua, idiom berbentuk kata kompleks dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1)
bentukan yang dilihat dari sudut pengafiksan atau afiksasi dan (2) bentukan yang
dilihat dari sudut perulangan atau reduplikasi. Idiom frasal terdiri atas idiom verbal
dan idiom nominal. Berdasarkan kelas kata unsur pembentuknya, idiom verbal terdiri
atas (L) verba + adverbia dan (2) adverbial + verba, sedangkan idiom nominal terdiri
atas (1) nominal + nomina2 dan (2) nomina + adjektiva.
7. Yuliyana (2021) menulis skripsi berjudul “Penggunaan Idiom dalam Kolom Opini
Portal Berita Jawa.com”. Dalam penelitiannya, ia menemukan 2 jenis idiom yang
ditemukan di dalam kolom opini portal berita Jawapos.com, yaitu idiom penuh yang
terdapat sebanyak 27 buah dan idiom sebagian yang terdapat sebanyak 14 buah.
Berdasarkan kategori kata unsur-unsur pembentuk idiom dapat dikelompokkan atas
beberapa kelompok kategori, yaitu 1) KB+KK, 2) KB+KB, 3) KB+KS, 4) KS+KB, 5)
KK+KK, 6) KK+KB.
8. Surti Lara Sakti (2018) menulis skripsi berjudul “Penggunaan Idiom dalam Kolom
Tajuk dan Kolom Opini Koran Kompas: Tinjauan Semantik”. Dalam penelitiannya, ia
menemukan dua jenis idiom yang digunakan dalam kolom tajuk dan kolom opini
koran Kompas, yaitu idiom penuh sebanyak 45 idiom dan idiom sebagian sebanyak
11 idiom. Berdasarkan kategori pembentuk masing-masing unsurnya, idiom terbentuk
dari 1) KB+KB, 2) KB+KS, 3) KS+KB, 4) KK+KS, KK+KB, dan 6) KB+KK.
9. Novitriani (2013) menulis skripsi yang berjudul “Penggunaan Idiom Dalam Kolom
Tajuk dan Opini Pada Koran Singgalang”. Dalam penelitiannya ia menemukan 34
idiom yang digunakan

pada kolom tajuk dan opini koran Singgalang. Berdasarkan kategori pembentuk masing-
masing unsurnya, idiom terbentuk dari beberapa unsur kategori, yaitu 1) KK+KB, 2)
KB+KB, 3) KS+KB, 4) KB+KK, 5) KB+KS, 6) KK+KS.

j. Ari Listiyorini (2005) menulis artikel berjudul “Idiom Berunsur Nama Bagian Tubuh
Manusia dalam Bahasa Indonesia” dalam Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra, dan
Pengajarannya. Dalam penelitiannya, ia menyimpulkan pertama, idiom bagian tubuh
manusia dibedakan berdasarkan letaknya, yaitu bagian atas, tengah, bawah, dan seluruh
tubuh. Kedua, terdapat dua macam idiom berdasarkan unsur pembentuknya, yaitu idiom yang
salah satu unsur pembentuknya dan kedua unsur pembentuk berupa bagian tubuh manusia.
Ketiga, idiom yang dibentuk oleh unsur bagian tubuh manusia dengan unsur yang lain
membentuk tiga kategori, yakni kategori verba, kategori nomina, dan kategori adjektifa.

Dari penelitian-penelitian di atas, terdapat perbedaan dengan penelitian penulis. Perbedaan


pertama, dalam penelitian ini idiom yg dijadikan objek penelitian lebih khusus pada idiom
bagian tubuh, sedangkan penelitian sebelumnya mengkaji idiom yang umum. Kedua, terdapat
perbedaan dari media yang digunakan sebagai sumber data dengan peneliti sebelumnya.
Penelitian sebalumnya menggunakan media online mojok.co, media sosial instagram
@tempodotco, novel karya Andrea Hirata yang berjudul Sang Pemimpi, Kolom Opini Portal
Berita Jawa.com, Kolom Tajuk dan Kolom Opini Koran Kompas, Kolom Tajuk dan Opini
Pada Koran Singgalang, kamus idiom, majalah, tabloid sedangkan penelitian yang akan
dilakukan ini menggunakan kolom opini dan kolom tajuk koran Padang Ekspres sebagai
sumber data.

1.6 Populasi dan Sampel

Populasi merupakan jumlah keseluruhan data sebagai suatu kesatuan yang kemudian
sebagiannya dipilih sebagai sampel. Sementara itu, sampel merupakan data mentah yang
dianggap

mewakili populasi untuk analisis (Sudaryanto, 2015: 9). Populasi penelitian ini adalah
seluruh idiom berupa bagian tubuh yang digunakan dalam koran Padang Ekspres. Sampel
penelitian ini adalah idiom berupa bagian tubuh yang terdapat pada kolom tajuk dan kolom
opini koran Padang Ekspres yang diambil pada bulan Februari, Maret, dan April tahun 2022.
Alasannya karena data yang tersedia selama tiga bulan tersebut isu-isu yang diangkat masih
baru dan mewakili seluruh idiom karena data sudah terkategori sebagai data jenuh, yakni
terjadi pengulangan data.

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah idiom bahasa Indonesia berupa bagian tubuh yang terdapat
dalam kolom opini dan kolom tajuk koran Padang Ekspres. Data penelitian ini adalah kalimat
atau gugus kalimat yang mengandung idiom bahasa Indonesia berupa bagian tubuh. Data
diperoleh dari sumber tertulis media cetak, yaitu koran Padang Ekspres.

Penelitian ini menggunakan metode dan teknik yang dikemukakan oleh Sudaryanto.
Sudaryanto (2015:6) membagi metode dan teknik penelitian atas tiga tahap, yaitu: 1) tahap
penyediaan data, 2) tahap analisis data, dan 3) tahap penyajian hasil analisis data.

1.7.1 Tahap Penyediaan Data

Pada tahap penyediaan digunakan metode simak, yaitu menyimak idiom-idiom bahasa
Indonesia yang berbasis kata bagian tubuh pada sumber data. Metode simak memiliki teknik
dasar, yaitu teknik sadap. Teknik sadap adalah proses menyadap pembicaraan atau
penggunaan bahasa, dan yang akan disadap adalah penggunaan idiom bahasa Indonesia
berupa bagian tubuh pada kolom opini dan kolom tajuk koran Padang Ekspres. Setelah
dilakukan teknik dasar, dilanjutkan dengan teknik lanjutan. Karena sumber data dalam
penelitian ini sumber tertulis, teknik lanjutan yang digunakan adalah Teknik Simak Bebas
Libat Cakap (SBLC). Teknik simak bebas libat cakap

10

dilakukan hanya dengan menyimak penggunaan bahasa tanpa terlibat dalam proses dialog
atau pembicaraan. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan teknik catat, yaitu mencatat idiom-
idiom bahasa Indonesia berupa bagian tubuh.

1.7.2 Tahap Analisis Data

Langkah berikutnya adalah tahap analisis data. Data yang sudah dikumpulkan kemudian
dianalisis dengan menggunakan metode padan, yaitu metode yang alat penentunya di luar,
terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (Sudaryanto,
1993:13). Metode padan yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode padan
referensial. Metode ini digunakan untuk mencari referen atau acuan idiom, kategori kata,
seperti kata sifat; kata benda; kata kerja; dan kategori kata lainnya, serta makna idiom. Alat
penentunya berupa referen bahasa atau kenyataan yang ditunjuk oleh satuan kebahasaan.
Metode padan memiliki dua teknik yaitu, teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar yang
digunakan adalah teknik pilah unsur penentu (PUP). Teknik pilah unsur penentu adalah
teknik yang alat penentunya menggunakan daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki
peneliti. Adapun alatnya yaitu daya pilah referensial. Teknik lanjutan yang digunakan adalah
teknik hubung banding membedakan (HBB), teknik ini digunakan untuk membedakan kelas
kata yang membangun idiom dan membedakan idiom yang satu dengan yang lainnya.
Penelitian ini juga menggunakan metode agih, metode agih adalah metode analisis data yang
alat penentunya adalah bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto
1993:15). Metode agih dalam penelitian ini diterapkan menggunakan teknik dasar bagi unsur
langsung (BUL), yaitu teknik dasar metode agih yang membagi satuan lingual datanya
menjadi beberapa bagian atau unsur dan unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian
yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto 1993: 31). Teknik
Bagi Unsur Langsung

11

(BUL) pada penelitian ini, digunakan untuk membagi satuan lingual data menjadi beberapa
bagian atau unsur sehingga ditemukan jenis idiom berbentuk idiom sebagian atau idiom
penuh dengan melihat unsur pembentuk idiom tersebut. Teknik lanjutan yang digunakan
adalah teknik balik dan teknik sisip. Teknik balik dilakukan dengan cara membalikan unsur
satuan lingual data yang bersangkutan. Teknik balik digunakan untuk mengetahui kadar
ketegaran letak suatu unsur dalam susunan beruntun. Teknik sisip dilakukan dengan cara
menyisipkan unsur tertentu diantara unsur- unsur lingual yang ada. Teknik sisip digunakan
untuk mengetahui kadar keeratan kedua unsur yang dipisahkan oleh penyisip itu.

1.7.3 Tahap Penyajian Hasil Analisis Data

Pada tahap penyajian hasil analisis data digunakan metode penyajian informal. Penyajian
hasil analisis data dengan menggunakan metode informal adalah suatu penyajian hasil
analisis dengan menggunakan kata-kata biasa, walaupun dengan terminologi yang teknis
sifatnya (Sudaryanto, 2015:241).

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika proposal ini terdiri atas 3 bab, yaitu bab I pendahuluan yang terdiri atas latar
belakang; rumusan masalah; tujuan penelitian; manfaat penelitian; tinjauan pustaka; populasi
dan sampel; metode penelitian; dan sistematika penulisan. Bab II landasan teori. Bab III
analisis data. Bab IV penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.

12

2.1 Pengantar
BAB II LANDASAN TEORI

Berdasarkan masalah yang sudah dirumuskan ada empat teori yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu morfologi, idiom, kelas kata, dan semantik. Untuk morfologi akan
digunakan pengertian morfologi dari Chaer (2015) dan Ramlan (1983). Untuk idiom akan
digunakan pengertian idiom dari Chaer (2007) dan Keraf (2004). Selanjutnya teori kelas kata
akan digunakan pembagian kelas kata yang dikemukakan oleh Kridalaksana (2005). Adapun
teori tentang semantik akan digunakan jenis makna yang dikemukakan oleh Chaer (2003 dan
2009) dan Fatimah Djajasudarma (2013).
2.2 Morfologi

Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi
yang berarti ‘ilmu’. Jadi, secara harfiah kata morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk’. Di
dalam kajian linguistik, morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan
kata’ (Chaer, 2015:3).

Senada dengan pendapat Chaer, Ramlan (2009:21) mengemukakan bahwa morfologi ialah
bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh
perubahan- perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata atau morfologi
mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik
fungsi gramatik maupun fungsi semantik.

2.3 Idiom

Menurut Chaer (2007:296), idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat
diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal.

13

Keraf (2002:109-110) dalam Listiyorini (2005:178) menyatakan bahwa idiom adalah pola-
pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum biasanya berbentuk
frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara leksikal atau secara gramatikal dengan
bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya. Idiom itu bersifat tradisional dan
bukan bersifat logis, maka bentuk-bentuk itu hanya bisa dipelajari dari pengalaman-
pengalaman, bukan melalui peraturan-peraturan umum bahasa.

2.4 Kelas Kata

Kridalaksana (2005:51) membagi kelas kata bahasa Indonesia atas 13, yaitu kata kerja, kata
sifat, kata benda, kata ganti, kata bilangan, kata keterangan, interogativa, kata penunjuk,
artikula, preposisi, konjungsi, kategori fatis dan interjeksi.

a. Kata kerja
Kata kerja biasa dikenal dengan verba. Sebuah kata dapat dikatakan berkategori verba hanya
dari perilakunya dalam frase, yakni dalam hal kemungkinannya satuan itu didampingi
partikel tidak dalam kontruksi dan dalam hal tidak dapat didampinginya satuan itu dengan
partikel di, ke, dari, atau dengan partikel seperti sangat, lebih, atau agak (Kridalaksana,
2005:51).
b. Kata sifat
Kata sifat/ajektiva adalah kategori yang ditandai oleh kemungkinannya untuk (1) bergabung
dengan partikel tidak, (2) mendampingi nomina, (3) didampingi partikel seperti lebih, sangat,
dan agak, (4) mempunyai ciri-ciri morfologis, seperti -er (dalam honorer), -if (dalam sensitif),
-i (dalam alami), dan (5) dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke-an, seperti adil-
keadilan (Kridalaksana, 2005:59).

c. Kata benda

14

Kata benda biasa disebut dengan nomina. Nomina adalah kategori yang secara sintaksis tidak
mempunyai potensi untuk bergabung dengan partikel tidak, tetapi mempunyai potensi untuk
didahului oleh partikel dari (Kridalaksana, 2005:68).

d. Kata ganti
Pronomina atau kata ganti adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan nomina.
Kategori ini tidak bisa berafiks, tetapi beberapa diantaranya bisa direduplikasikan, seperti
kami-kami, dan mereka-mereka (Kridalaksana, 2005:76).

e. Kata bilangan
Numeralia adalah kata lain dari kata bilangan. Kata bilangan merupakan kategori yang dapat
mendampingi nomina dalam kontruksi sintaksis, mempunyai potensi untuk mendampingi
numeralia lain, dan tidak dapat bergabung dengan partikel tidak dan sangat (Kridalaksana,
2005:79).

f. Kata keterangan
Istilah lain dari kata keterangan adalah adverbia. Adverbia adalah kategori yang dapat
mendampingi ajektifa, numeralia, atau proposisi dalam kontruksi sintaksis. Dalam kalimat Ia
sudah pergi, kata sudah adalah adverbia, bukan karena mendampingi verba pergi, tetapi
karena mempunyai potensi untuk mendampingi ajektiva (Kridalaksana, 2005:81).

g. Interogativa
Interogativa adalah kategori dalam kalimat interogatif yang berfungsi menggantikan sesuatu
yang ingin diketahui oleh pembicara atau mengukuhkan apa yang telah diketahui pembicara.
Ada introgativa dasar, seperti apa, bila, bukan, kapan, mana, masa; ada interogativa turunan,
seperti apabila, apakah, apaan, apa-apaan, bagaimana, bagaimanakah, berapa, betapa, ke
mana, kenapa; dan interogativa terikat seperti kah dan tah (Kridalaksana, 2005:88).

15

h. Kata penunjuk
Istilah lain dari kata penunjuk adalah demonstrativa. Demonstrativa adalah kategori kata yang
berfungsi untuk menunjukkan sesuatu di dalam maupun di luar wacana. Dari sudut bentuk
dapat dibedakan antara (1) demonstrativa dasar, seperti itu dan ini, (2) demonstrativa turunan,
seperti berikut, sekian, (3) demonstrative gabungan seperti di sini, di situ, di situ, di sana, ini,
itu, di sana- sini (Kridalaksana, 2005:92).

i. Artikula
Artikula dalam bahasa Indonesia adalah kategori yang mendampingi nomina dasar (misalnya
si kancil, sang dewa, para pelajar), nomina deverbal (misalnya si terdakwa, si tertuduh)
(Kridalaksana, 2005:94).

j. Preposisi
Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain. Ada 3 jenis preposisi yaitu (1)
preposisi dasar, yang sebagai preposisi tidak dapat mengalami proses morfologis, (2)
preposisi turunan, dan (3)preposisi yang berasal dari kategori lain, misalnya pada, tanpa, dan
sebagainya (Kridalaksana, 2005:95).

k. Konjungsi
Konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk meluaskan satuan yang lain dalam kontruksi
hipotaktis, dan selalu menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam kontruksi
(Kridalaksana, 2005:102).

l. Kategori fatis
Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan
komunikasi antara pembicara dan lawan bicara. Kelas kata ini biasanya terdapat dalam
konteks dialog (Kridalaksana, 2005:114-116).

16

m. Interjeksi
Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara dan secara
sintaktik tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran (Kridalaksana, 2005:120).

2.5 Semantik

Makna merupakan ranah dalam kajian semantik. Chaer berpendapat bahwa semantik berasal
dari bahasa Yunani sema (kata benda yang berarti “tanda” atau “lambang”). Yang dimaksud
dengan tanda atau lambang di sini sebagai padanan kata kata sema itu adalah tanda linguistik
seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (1966), yaitu yang terdiri dari (1)
komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen
yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen itu nerupakan
tanda atau lambang; sedangkan yang ditandai atau dilambanginya adalah sesuatu yang berada
di luar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk (Chaer, 2009:2).

Menurut Chaer, semantik adalah cabang ilmu linguistik yang menjadikan makna sebagai
objek kajiannya (Chaer, 2002:59). Chaer (2009) membagi makna menjadi delapan, yaitu: 1)
makna leksikal dan gramatikal, 2) makna refensial dan nonreferensial, 3) makna denotatif dan
konotatif, 4) makna kata dan istilah, 5) makna konseptual dan asosiatif, 6) makna idiomatikal
dan peribahasa 7) makna kias, dan 8) Makna Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi. Di bawah ini
hanya dijelaskan makna leksikal, makna gramatikal, makna idiomatikal, makna peribahasa
dan makna kontekstual.

1) Makna Leksikal dan Makna Gramatikal


Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau
bersifat kata. Lalu, karena itu dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai
dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indra, atau makna yang
sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Makna gramatikal adalah makna yang

17
hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi,

dan proses komposisi (Chaer, 2009:60-62). 2) Makna Idiomatikal dan Peribahasa

Idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya
tidak dapat “diramalkan” dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal
satuan-satuan tersebut. Maka, dapat disimpulkan bahwa makna idiomatikal adalah makna
sebuah satuan bahasa (entah kata, frase, atau kalimat) yang “menyimpang” dari makna
leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya.

Berbeda dengan idiom, makna pribahasa masih dapat diramalkan karena adanya asosiasi atau
tautan antara makna leksikal dan dan gramatikal unsur-unsur pembentuk peribahasa itu
dengan makna lain yang menjadi tautannya (Chaer, 2009:74-76).

Menurut Djajasudarma (2012:7) makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur
bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Djajasudarma (2013:8) membagi makna menjadi 12,
yaitu 1) makna sempit, 2) makna luas, 3) makna kognitif, 4) makna konotatif dan emotif, 5)
makna referensial, 6) makna konstruksi, 7) makna leksikal dan makna gramatikal, 8) makna
idesional, 9) makna proposisi 10) makna pusat, 11) makna piktoral l2) makna idiomatik. Di
bawah ini hanya dijelaskan makna leksikal, makna gramatikal, dan makna idiomatik.

1) Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

3) Makna kontekstual

Makna kontekstual adalah makna leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks.
Makna konteks dapat pula berkenaan dengan situasinya yakni tempat, waktu dan lingkungan
penggunaan bahasa itu (Chaer, 2003:290)

18

Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan
lain-lain. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks.
Makna gramatikal adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau makna yang
muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat (Djajasudarma, 2013:16).

2) Idiomatik
Makna idiomatik adalah makna leksikal terbentuk dari beberapa kata. Kata-kata yang disusun
dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom
merupakan bentuk beku (tidak berubah), artinya kombinasi kata-kata dalam idiom dalam
bentuk tetap. Bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku
bagi suatu bahasa (Djajasudarma, 2013:20).

Anda mungkin juga menyukai