Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia untuk dapat melakukan

berbagai aktivitas baik secara fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara lengkap dan bukan

hanya sekedar tidak mengidap penyakit atau kelemahan (WHO : Organisasi Kesehatan

Sedunia). Tujuan diselenggarakan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan

masyarakat setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh

potensi bangsa Indonesia baik masyarakat swasta maupun masyarakat Pemerintah (Depkes

RI, 2004:3).

Tujuan pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia sehat 2010 mengacu pada Undang-

Undang R.I No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai

oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki

kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,

serta memiliki derajat kesehatan yang optimal diseluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes

RI, 2000:1)

Tujuan pembangunan kesehatan Indonesia 2010 tersebut sekiranya harus diperhitungkan

dengan lebih mengembangkan upaya-upaya promotif kesehatan, preventif maupun kuratif

kepada semua kalangan masyarakat Indonesia baik secara individu maupun kelompok.

Pembangunan kesehatan meliputi sejumlah bidang kesehatan, termasuk pembangunan bidang


kesehatan gigi dan mulut. Seperti telah diketahui berbagai pelayanan kesehatan gigi dan

mulut telah banyak dilakukan, namun tetap saja angka penyakit gigi dan mulut cenderung

meningkat. Hal ini disebabkan masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya

kesehatan gigi dan mulut.

Kesehatan gigi merupakan suatu masalah yang selayaknya mendapatkan perhatian dalam

porsi besar, sampai saat ini masalah kesehatan gigi yang banyak ditemukan adalah kasus

karies gigi, karena prevalensinya cukup tinggi dalam ilmu Kedokteran Gigi di Indonesia.

Berdasarkan hasil studi morbiditas Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)-Survey

Kesehatan Nasional (SURKENAS) tahun 2004 menyebutkan bahwa prevalensi karies gigi di

Indonesia adalah 90,05 %. Hal ini merupakan salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi

dan mulut masyarakat Indonesia. Gigi yang berlubang memang tidak sehat, namun

masyarakat di Indonesia masih belum mempertimbangkan kesehatan gigi dan mulutnya.

Terbukti dari separuh masyarakat Indonesia berusia 10 tahun mengidap masalah karies atau

lubang gigi yang masih banyak belum teratasi (www.purbalinggakab.go.id).

Melihat keadaan ini sudah sangat jelas bahwa pencegahan untuk menanggulangi

permasalahan tersebut perlu digalakkan. Salah satu upaya pencegahan tersebut adalah

mengurangi angka indeks karies dengan tindakan konservatif (penambalan). Penambalan gigi

adalah suatu tindakan perawatan dengan cara meletakkan suatu bahan tambal pada lubang

gigi yang telah dibersihkan dengan pengeboran. Tujuan pengeboran adalah untuk

mengangkat dan membersihkan struktur gigi yang telah dirusak oleh asam yang diproduksi

bakteri. Setelah struktur yang rusak ini dibersihkan, lubang gigi yang baru harus diisi kembali

untuk mengembalikan fungsi gigi seperti semula, juga untuk mencegah proses kerusakan gigi

yang lebih lanjut sehingga mencegah terjadinya pencabutan. Bahan yang dipakai untuk
menambal gigi sangat bervariasi, bahan yang paling sering diaplikasikan oleh dokter gigi

adalah komposit, glasionomer, dan amalgam (Donna, 2007:89;90)

Sejauh ini tambalan amalgam perak merupakan material restoratif yang paling penting dalam

sejarah kedokteran gigi. Telah miliaran tambalan amalgam yang dibuat sejak formulasi

awalnya diperkenalkan pada abad ke-19. pelopornya adalah Dokter Gigi Perancis yang

bernama Onesiphore Taveau dan ahli kimia Inggris Charles Bell yang mengalgamasikan

tambalan dari koin perak atau Ag dengan merkuri atau Hg (Preben, 1998:1).

Kontroversi mengenai amalgam bermunculan karena diikuti dengan laporan mengenai

berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh tambalan amalgam, baik oleh individu dan

kelompok pasien yang menggunakan tambalan amalgam maupun dari tenaga kesehatan gigi

yang menangani tambalan amalgam tersebut. Kontroversi mengenai dampak penggunaan

tambalan amalgam tersebut terkenal dengan “Perang Amalgam”. Perang amalgam tersebut

justru telah menginisiasi didirikannya Sekolah Kedokteran Gigi yang pertama didunia yaitu

“Baltimore College of Dentistry”. Dengan didirikannya sekolah kedokteran gigi tersebut,

amalgam kemudian diterima sebagai bahan tumpat yang ternyata paling banyak digunakan

karena kebaikan fisiknya serta ketahanannya dalam rongga mulut. Namun dibalik kelebihan

amalgam tersebut, ternyata campuran perak dan merkuri ini juga menimbulkan dampak

negatif kepada tenaga kesehatan dan pasien. Namun paparan yang terjadi pada dokter gigi

dan perawat jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan pasien. Dengan demikian merkuri

jauh lebih berbahaya bagi tenaga kesehatan gigi daripada pasien, dan para pembantu dokter

gigi adalah yang tertinggi resikonya (Edi, 2005:237;239).

Pro dan kontra mengenai amalgam memang tetap ada. Mengingat adanya dampak positif

yang dihasilkan dan juga diiringi oleh dampak negatif yang ditimbulkan. Amalgam memang

masih digunakan di beberapa negara, dan belum ada larangan jelas mengenai
penggunaannya. Namun negara seperti Jepang telah menolak penggunaan amalgam karena

sifatnya toksik yang mengandung merkuri, dan ada penelitian yang menunjukkan orang

dengan tambalan amalgam yang banyak menunjukkaan tingkat imun yang lebih rendah

dibanding orang yang tidak menggunakan amalgam (www.pdgi-online.com).

Bekerja dilingkungan yang banyak mengandung bahan kimia, misalnya diruang praktek atau

klinik gigi akan menyebabkan efek negatif bagi kita sendiri. Banyak bahan kimia yang

berbahaya, diantaranya merkuri. Ancaman terhadap manusia semakin besar ketika bahan

beracun itu tersimpan dalam mulut manusia sebagai amalgam penambal gigi

(www.kompas.co.id). Karena sifatnya yang mudah berinteraksi dengan air, maka merkuri

dengan mudah memasuki tubuh melalui tiga cara, yakni melalui kulit, inhalasi (pernafasan)

maupun lewat makanan. Pekerja yang biasa menggunakan merkuri beresiko tinggi menghirup

uap merkuri lewat hidungnya. Uap yang terhirup ini dapat menyebabkan gangguan pada

saluran pernafasan dan paru (www.tabloidnova.com).

Waktu dan cara terpaparnya pasien dengan tenaga kesehatan gigipun berbeda. Jika pasien

dapat terpapar pada waktu tindakan kondensasi, burnishing, pengukiran, pemolesan dan

pembongkaran tumpatan, tenaga kesehatan gigi akan terpapar dari mulai menakar atau

menimbang alloy dan merkuri sampai pemolesan serta pada waktu membongkar tumpatan,

ditambah lagi dengan adanya sisa-sisa merkuri yang tercecer yang tidak ditampung

sebagaimana mestinya. Cara terpaparnya para tenaga kesehatan gigi selain dari uapnya, juga

dari kontak langsung pada waktu pemerasan dan mulling yang dilakukan dengan tangan yang

hanya dilapisi dengan kain kasa. Setiap tindakan klinis diatas dapat meningkatkan tingkat

konsentrasi Hg pada udara sekitarnya. Disamping bernafas dalam udara yang telah terpolusi

Hg, sumber pemajanan Hg yang lain dapat pula berasal dari kontak langsung operator dengan

amalgam yang belum mengeras (Edi, 2005:239)


Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa sesungguhnya tambalan amalgam sangat

berbahaya terutama bagi tenaga kesehatan gigi, hal ini disebabkan oleh adanya kandungan

merkuri berbahaya yang terkandung di dalam tambalan amalgam tersebut. Namun pada

hakikatnya tambalan amalgam tidak dapat lagi terlepas dari dunia konservasi gigi. Maka

penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengaruh yang ditimbulkan oleh

merkuri dalam proses pembuatan tambalan amalgam bagi tenaga kesehatan gigi dan mulut.

1.2 Rumusan Masalah

Banyaknya penggunaan merkuri di lingkungan kerja tenaga kesehatan gigi dan mulut,

hal tersebut selayaknya mendapatkan perhatian atas bahaya yang ditimbulkannya. Maka

penulis mengangkat masalah “Apakah pengaruh merkuri dalam proses pembuatan tambalan

amalgam terhadap tenaga kesehatan gigi dan mulut ?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan umum dan

tujuan khusus, yaitu :

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh merkuri dalam proses pembuatan

tambalan amalgam terhadap tenaga kesehatan gigi dan mulut.

1.3.2 Tujuan Khusus.

1.3.2.1 Untuk mengetahui kadar merkuri dalam tambalan amalgam


1.3.2.2 Untuk mengetahui bahaya merkuri dalam proses pembuatan tambalan amalgam bagi

tenaga kesehatan gigi dan mulut.

1.4 Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini dapat memberikan

manfaat atau kontribusi kepada pihak-pihak berikut, yaitu :

1.4.1 Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman

penulis sendiri sebagai input guna pengembangan dan pengaplikasian diri saat berada

dan bekerja ditengah-tengah masyarakat.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi dan masukan

bagi penulisan selanjutnya terutama dalam hal yang terkait pada kesehatan gigi dan

mulut.

1.4.3 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna supaya tenaga kesehatan memahami

dari bahaya yang ditimbulkan oleh merkuri.

1.4.4 Bagi Institusi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan atau bahan tambahan untuk dapat

memberikan fasilitas yang memadai kepada tenaga kesehatan terutama tenaga


kesehatan gigi dan mulut dalam pengoperasian pelayan kesehatan kepada

masyarakat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Karya Tulis ini akan membahas mengenai merkuri, tambalan amalgam, kadar merkuri dalam
tambalan amalgam, bahaya yang ditimbulkan oleh merkuri dalam proses pembuatan
tambalan amalgam bagi tenaga kesehatan gigi dan mulut serta pencegahan terhadap
keracunan merkuri dalam proses pembuatan tambalan amalgam bagi tenaga kesehatan gigi
dan mulut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Merkuri

Mercury adalah suatu Metal Toxis yang berada pada lingkungan baik bersifat organik

maupun non organik yang berada pada bentuk satu ke bentuk lain seperti pada tanah, udara,

dan air. Adapun sumber merkuri ini ditinjau dari senyawa kimia yaitu Elemental yang terdiri

dari Liquid Metal, Iorganik Salt yang terdiri dari Methyl, Ethyl, Dimethyl, Phenyl Organik

Group (Atjeh Student’s of Health Organization/ ASHO). Pada temperatur kamar Hg atau

merkuri adalah cairan logam putih keperakan, dalam bentuk logamnya, valensinya adalah nol

(Hgo) dan dalam bentuk senyawaan bervalensi dua (Preben, 1998:4).

Logam merkuri atau air raksa mempunyai nama kimia hidragycum yang berarti perak cair,

logam merkuri dilambangkan dengan Hg. Merkuri telah dikenal manusia sejak manusia

mengenal peradaban. Logam ini dihasilkan dari bijih sinabar. Merkuri yang telah dilepaskan

kemudian dikondensasi, sehingga diperoleh logam cair murni. Logam cair inilah yang

kemudian digunakan oleh manusia untuk bermacam-macam keperluan (Heryando, 1994:94).


Menurut Budiawan (2006: cit www.tabloidnova.com) merkuri atau air raksa atau

Hydragyricum (Hg), merupakan satu-satunya logam yang pada suhu kamar berwujud cair,

tidak berbau, berwarna keperakan, dan mengkilap. Merkuri akan menguap bila dipanaskan

sampai suhu 357‘C. Dan berdasarkan sumber berita yang didapat dari Posted Resource

Centre Online Digital Library pada bulan Agustus tahun 2005 mengatakan bahwa merkuri

atau air raksa merupakan satu-satunya logam berat berwarna putih keperakan dalam bentuk

cair pada suhu kamar. Merkuri cukup berbahaya dan beracun yang juga terbagi dalam

beberapa bentuk yang tidak berbau. Dan merkuri ini lebih dikenal dengan simbol kimianya

yaitu Hg (Webmaster@cepp.utm.my).

Merkuri atau air raksa adalah logam yang secara alami , satu-satunya logam, yang pada suhu

kamar berwujud cair. Logam murninya berwarna keperakan, cairan tak berbau, mengkilap.

Bila dipanaskan sampai suhu 357 derajat celcius air raksa akan menguap

(281online.tripod.com).

Merkuri ini berada dalam tiga bentuk yaitu elemen metalik, garam anorganik dan organik,

misalnya metal merkuri, etil merkuri, fenil merkuri (www.gatra.com). Air raksa atau merkuri

(Hg) merupakan suatu bahan kimia yang diperlukan dan dipakai oleh banyak industri seperti

industri cat, farmasi serta dipakai sebagai bahan campuran tumpatan gigi yaitu amalgam

(www.kompas.co.id).

Sifat-sifat umum dari merkuri adalah berbentuk cair, sehingga mudah menyebar di

permukaan air dan sulit dikumpulkan, bersifat mudah berubah menjadi gas dan uap (volatil)

sehingga dapat mencemari lingkungan, dapat diubah oleh mikroorganisme yang terdapat di

dalam air (laut, sungai, danau) menjadi komponen metil merkuri yang sangat beracun,

dimana dengan adanya rantai makanan memungkinkan terkumpul di dalam tubuh hewan dan
manusia, mengalami pemindahan tempat (translokasi) pada tanaman dan hewan

(www.pikiran-rakyat.com).

Standar yang ditetapkan badan-badan internasional untuk merkuri adalah sebagai berikut : di

air minum 2 ppb (2 gr dalam 1.000.000.000 (satu milyar gr air atau kira-kira satu juta liter)).

Di makanan laut 1 ppm (1 gram tiap satu juta gram) atau satu gram dalam 10 ton makanan.

Di udara 0,1 mg (miligram) metil merkuri setiap 1 m3, 0,05 mg/m3 logam merkuri untuk

orang-orang yang bekerja 40 jam seminggu/ 8 jam sehari (281online.tripod.com).

Batas maksimum yang disarankan untuk mengkonsumsi merkuri adalah 0,3 mg per orang per

minggu atau 0,005 mg per kg berat badan dan dari jumlah tersebut tidak boleh lebih dari 0,2

mg sebagai metal merkuri (Winarno,1992:239).

2.1.2 Tambalan Amalgam

Amalgam gigi diperkenalkan pertama kali pada tahun 1826 sebagai ‘pasta perak’.

Tumpatan amalgam awal dibuat dari koin perak yang dicampur dengan merkuri, tetapi bahan

ini tidak dapat diandalkan dan pada abad kesembilan belas dinyatakan sebagai suatu tindakan

malpraktek oleh the American Society of Dental Surgeon (Eccles, 1994:85)

Amalgam adalah bahan tambal tertua dengan komposisi merkuri (43-54 %), perak,

timah, zink, dan tembaga. Bahan tambal merkuri pertama dipakai oleh dokter gigi Perancis

pada tahun 1810, kemudian penggunaannya meluas di beberapa negara karena sifat

kekerasannya, daya tahannya dan harganya yang murah. Pada tahun 1895 formula amalgam

distandardisasi dengan formula fase gamma-2-amalgam. Formula ini mengandung 50 %

cairan merkuri (raksa) dan 50 % bubuk campuran perak, timah, tembaga, merkuri dan zinc.

Pada tahun 1970, formula amalgam diperbaharui dengan amalgam nongamma-2.


kandungannya tetap sama dengan formula gamma-2, tetapi dengan kandungan tembaga yang

lebih tinggi (Donna, 2007:93;94).

Tambalan amalgam merupakan bahan yang paling banyak digunakan oleh dokter

gigi, khususnya untuk tumpatan gigi posterior. Sejak pergantian abad ini, formulasinya tidak

banyak berubah, yang mencerminkan bahwa bahan tambalan lain tidak ada yang seideal

amalgam. Kelemahan utama amalgam terletak pada warnanya dan tidak adanya adhesi

terhadap jaringan gigi (www.tempo.co.id).

Menurut Harmas (1996:38) amalgam merupakan pencampuran dari bahan alloy

dengan air raksa. Reaksi yang timbul antara air raksa dan alloy amalgam disebut proses

amalgamasi, yang secara garis besar adalah sebagai berikut :

Ag3Sn + Hg > Ag2Hg3 + Sn7Hg + Ag3Sn

Pencampuran kedua macam bahan tersebut dapat secara manual atau melalui alat.

Amalgam sebagai bahan tumpatan gigi geligi terutama gigi bagian posterior masih

banyak dipergunakan, baik di dalam maupun di luar negeri karena mempunyai berbagai

keuntungan yang tidak dipunyai bahan tumpatan lainnya antara lain dalam hal kekuatan

menahan daya kunyah, ekonomis, mempunyai masa kadaluarsa yang panjang serta teknik

manipulasi yang mudah. Meskipun demikian, pemakaian amalgam sebagai bahan tumpatan

gigi mempunyai resiko terjadinya pencemaran air raksa terutama bila cara penangannya

kurang baik (Harmas, 1996:38).

Sebelum dikenal adanya tambalan sewarna gigi, dunia tambalan gigi dikuasai oleh

amalgam. Hampir dua abad amalgam tidak memiliki saingan berarti. Tambalan amalgam

dapat disimpan lama dan dibandingkan dengan bahan restorasi lain bahan ini tidak begitu
mahal dan sampai tingkat tertentu kesalahan dalam manipulasi masih menghasilkan tumpatan

yang baik. Jika dibuat oleh operator yang terampil dan lingkungannya mendukung, bahan

tumpat ini dapat bertahan lama namun umur kliniknya rata-rata lima tahun (Pitt, 1993: 62).

Pendapat lain menyebutkan bahwa amalgam merupakan bahan tambal gigi yang

sampai saat ini masih cukup luas pemakainya. Paduan amalgam yang diproduksi di Indonesia

adalah paduan amalgam konvensional atau Low Copper Amalgam Alloys (Ellyza Herda,

1991:1). Amalgam cenderung mudah korosi di dalam lingkungan mulut karena strukturnya

yang heterogen, permukaannya yang kasar, dan adanya lapisan senyawa oksida yang belum

sempurna. Amalgam memerlukan beberapa jam untuk mencapai kekerasan penuhnya. Jika ini

telah dicapai, kekuatan komprehensifnya akan menyamai dentin (www.tempo.co.id).

Amalgam dengan kandungan tembaga tinggi (high copper amalgam) melepaskan Hg

lima puluh kali lebih banyak daripada amalgam konvensional. Amalgam dengan kandungan

tembaga tinggi adalah amalgam yang paling banyak dipakai. Amalgam ini disebut state of the

art, hindarilah pemakaiannya. Brune dan kawan-kawan membahas tiga tipe amalgam yakni

konvensional, non-gamma-dua, dan amalgam tembaga (Preben, 1998:51).

2.1.3 Kadar Merkuri dalam Tambalan Amalgam

Amalgam dental adalah campuran suatu bubuk alloy dengan Hg yang jika telah

mengeras membentuk massa yang solid dengan kekuatan tinggi. Pada umumnya bubuk alloy

terdiri atas perak 70 %, timah 12-30 %, tembaga 5-30 % dan seng 0-2 %, bergantung kepada

macam alloynya. Amalgam perak yang telah mengeras (set) terdiri atas 43-50 % Hg yang

bergabung baik dengan perak maupun dengan timah (Preben, 1998:42).

Amalgam dental dibuat dengan mencampur Alloy Ag-Sn dengan Hg, hasilnya

adalah pasta kental yang dapat dimasukkan ke dalam kavitas sebelum mengeras. Amalgam
yang digunakan untuk menambal gigi memang mengandung merkuri dalam bentuk cair

sebanyak 43 – 54 %, namun ketika akan digunakan untuk menambal terlebih dahulu

dicampur dengan bahan-bahan lain yakni bubuk amalgam yang terdiri dari Perak, Tembaga,

Timah dan kadang-kadang sejumlah Zn, Paladium, atau Indium (www.kompas.com).

Drg. C. Maulani mengemukakan pendapat yang sama mengenai kadar merkuri

dalam tambalan amalgam bahwa amalgam yang digunakan untuk menambal gigi memang

mengandung merkuri (dalam bentuk liquid/cair) sebanyak 43-54 %, namun untuk menjadi

tambalan, dicampur dengan bahan-bahan lain yakni bubuk amalgam (amalgam alloy)

sebanyak 57-46 %, terdiri dari perak, tembaga, timah dan kadang-kadang sejumlah Zn,

palladium atau indium (http://cyberman.cbn.net.id/).

2.1.4 Bahaya Merkuri dalam Proses Pembuatan Tambalan Amalgam bagi Tenaga

Kesehatan Gigi dan Mulut

Sinar ultra ungu yang merupakan gelombang pendek elektromagnetik berdaya

mengubah reaksi redoks menjadi reaksi radikal pada partikel atau senyawa yang mampu

menyimpan energi yang berasal dari sinar itu lalu memindahkannya ke molekul lain bila ada

faktor pemicu. Dengan masuknya sinar ultraviolet kebumi maka manusia yang didalam

tubuhnya terkandung senyawa sentizer tinggi seperti merkuri, antibiotik dan zat warna

tertentu akan mengalami gangguan kesehatan. Karena merkuri, antibiotik dan zat warna

mampu menyerap sinar elektromagnetik bergelombang pendek dengan sangat cepat. Begitu

pula halnya pada merkuri penambalan gigi, merkuri ini akan menyerap energi dari sinar

ultraviolet kemudian melepaskannya dalam bentuk uap merkuri atau Hg

(www.kompas.co.id). Unsur uap Hg merupakan salah satu unsur yang membahayakan

kesehatan di lingkungan pekerjaan dan yang paling lama dipermasalahkan serta sumber
umum yang paling banyak terjadi adalah pemajanan oleh tambalan amalgam (Preben:

1998:5).

Pencemaran air raksa terhadap lingkungan hidup akan menimbulkan dampak negatif

pada kesehatan manusia. Pencemaran tersebut akan mengakibatkan terjadinya toksisitas atau

keracunan tubuh manusia. Pencemaran air raksa di lingkungan kerja dokter gigi, dapat terjadi

pada pemakaian amalgam sebagai tumpatan gigi (Halinda, 2002:35).

Keracunan air raksa terjadi karena terbentuknya senyawa yang mudah diserap yaitu

air raksa yang teroksidasi atau terikat dengan sulfida. Air raksa mudah pula diabsorpsi

melalui kulit karena mudah larut dalam lemak. Dalam darah, air raksa diikat oleh protein

plasma dan eritrosit. Keracunan akut air raksa menunjukkan gejala-gejala seperti

berkurangnya pengeluaran air seni sampai berhenti sama sekali, rasa haus, adanya rasa sakit

dan terbakar pada kerongkongan dan perut, pusing, penglihatan menjadi kabur, tremor,

muntah darah, diare disertai lendir dan darah, sukar berbicara, menelan dan bernafas, nadi

cepat dan tidak teratur serta kulit pucat dan dingin. Sedangkan pada keracunan kronis akan

terjadi perubahan kepribadian tremor dan kejang radang selaput mata serta kebutaan, ketidak

teraturan bunyi jantung, halusinasi, urtikaria, erythema, depresi mental dan lain-lain (Harmas,

1996:38).

Munculnya berbagai tanda dan gejala keracunan merkuri pada seseorang sangat

bervariasi dan tidak pula pada kadar yang sama. Untuk mencapai kadar tertentu di dalam

tubuh manusia, bisa memerlukan waktu yang sama. Untuk mencapai kadar tertentu di dalam

tubuh manusia, bisa memerlukan waktu yang sangat panjang, sampai beberapa puluh tahun.

Tergantung kadar merkuri yang masuk ke dalam tubuh melalui rantai makanan maupun pintu

masuk seperti lewat udara (inhalasi) serta kulit. Keracunan merkuri sekurangnya

menimbulkan tanda dan gejala pada syaraf, saluran pencernaan dan kulit. Tanda dan gejala
pada sitem syaraf pusat antara lain berupa gemetar (tremor), kejang, penglihatan menjadi

kabur (rabun) sampai kelumpuhan. Ada gejala sistem syaraf pusat lain yang jarang disadari,

yaitu berupa sukar tidur (insomnia), ketakutan, gangguan kepribadian, depresi sampai pikun

(www.suaramerdeka.com).

Pendapat lain juga menyebutkan bahwa keracunan merkuri terutama menyebabkan

perusakan susunan syaraf pusat dan ginjal. Pada keracunan akut dapat menimbulkan

gangguan pada sistem saluran pencernaan dan pernafasan. Methyl merkuri dapat menembus

blood brain barrier dan menimbulkan kerusakan di otak dan bersifat irreversible. Hubungan

kadar merkuri dengan dampak kesehatan yang ditimbulkan adalah bila kadar Hg dalam urine

20 ug/l biasanya tidak ada gejala. Bila kadarnya 20-100 ug/l terjadi penurunan respons

konduksi syaraf, gangguan bicara dan tremor. Bila kadarnya 100-500 ug/l menyebabkan

tremor, kehilangan daya ingat, irritable dan kelainan syaraf lainnya. Sedangkan kadar 500-

1000 ug/l akan disertai gangguan ginjal (www.depkes.go.id). Tingkat konsentrasi Hg tenaga

kesehatan gigi dapat diketahui terutama dari rambut, kuku, darah dan urin. Selanjutnya,

meskipun baru sedikit, telah pula diperiksa tingkat konsentrasi Hg di dalam organ dokter gigi

melalui autopsi (Preben, 1998:34).

2.1.5 Pencegahan terhadap Keracunan Merkuri dalam Proses Pembuatan Tambalan

Amalgam bagi Tenaga Kesehatan Gigi dan Mulut

Konsentrasi Hg yang tinggi dalam udara telah ditemukan pada sejumlah tempat

praktek dokter gigi, dan tingkat pemajanan Hg terhadap tenaga kesehatan gigi ternyata sedikit

lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Dengan demikian standar higiene Hg yang

tinggi mutlak diperlukan untuk meminimalkan resiko yang membahayakan kesehatan.

Faktor-faktor utama yang penting dalam higiene Hg untuk ruang praktek dokter gigi adalah

penataan ruang praktek dan berbagai pekerjaan rutin yang dikerjakan sehari-hari dalam
menangani Hg. Para tenaga kesehatan gigi harus selalu waspada akan potensi bahaya logam

ini yang cukup tinggi. Pengarahan-pengarahan berlandaskan situasi dan praktek masing-

masing tempat praktek harus dibuat dan dibahas bersama-sama dengan para tenaga kesehatan

gigi lainnya (Preben, 1998:95).

Mengingat sukarnya penanggulangan keracunan merkuri, tindakan prevensi di kamar

praktek bagi para dokter gigi perlu dilakukan. Pertama-tama agar tindakan pencegahan

tersebut lebih disadari kegunaannya, sebaiknya para dokter gigi juga harus menyadari bahwa

merkuri dapat menimbulkan keracunan karena uapnya. Merkuri juga dapat menguap pada

temperatur kamar, karena itu baik penyimpanan maupun penangannya harus dilakukan

dengan hati-hati dan menurut aturan. Keadaan kamar praktek juga harus diperhatikan agar

bersih dari merkuri dan apabila tercecer dapat dilakukan pembersihan dengan lebih mudah

(Edi, 2005:243).

Uap Hg bebas dapat menimbulkan bahaya keracunan bagi dokter gigi dan asistennya,

tetapi apabila telah berikatan dengan alloy sebagaimana halnya dalam amalgam, bahaya itu

tidak ada lagi. Untuk mengurangi bahayanya, Hg harus selalu disimpan dalam tempat tertutup

dan dijauhkan dari panas. Jika Hg dituangkan kedalam reservoir mesin pencampuran

hendaknya dilakukan diatas suatu nampan hingga Hg yang mungkin tercecer mudah

dikumpulkan. Ceceran Hg harus segera dibersihkan dan ditaruh di tempat tertutup berisi air

bersama-sama dengan sisa amalgam. Ceceran Hg yang terlihat dan dapat dijangkau sebaiknya

dikumpulkan dengan selembar kertas tebal kemudian disedot dengan pipet plastik sekali

pakai lalu ditumpahkan di botol tempat sisa amalgam. Cara ini lebih baik ketimbang

menggunakan kertas timah yang diperoleh dari pembungkus film rontgen karena walaupun

Hg akan bereaksi dengan timah namun kertas timah yang telah terkontaminasi ini

memerlukan penyimpanan yang aman pula (Pitt, 1993:63).


Selain hal diatas upaya pencegahan pencemaran air raksa pada lingkungan kerja dokter gigi

dapat dilakukan beberapa hal berikut, diantaranya adalah 1)monitoring tingkat air raksa baik

di dalam udara ruang kerja maupun di dalam tubuh petugas yang bekerja di lingkungan kerja

kedokteran gigi, 2) ruangan kerja atau praktek harus mempunyai ventilasi yang baik, 3)

hindarkan pemakaian karpet pada ruang kerja atau ruang praktek, 4) air raksa harus disimpan

dalam botol atau wadah yang tidak gampang pecah dan mempunyai tutup yang baik, 5)

jangan memeras amalgam dengan tangan telanjang, 6) selalu memakai masker terutama

dalam menangani tumpatan amalgam, 7) buanglah amalgam yang tidak terpakai dalam wadah

yang mengandung air (Harmas, 1996:39). Dalam pembongkaran restorasi amalgam

penggunaan semprotan air pendingin, terutama dikombinasikan dengan penyedot bervolume

tinggi, akan mengurangi kandungan Hg di didaerah atau zona praktek (Preben, 1998:99).

Hal senada juga dirangkum oleh Edi (2005:246), bahwa kamar praktek harus diatur

sedemikian rupa sehingga ventilasi cukup baik. Karpet tidak dianjurkan untuk kamar praktek,

tetapi lantai sebaiknya dilapisi dengan polivinil chloride yang tidak porous. Lapisan ini

sebaiknya juga diteruskan pada dinding sekeliling kamar praktek setinggi 10 cm. Cara

pembersihan merkuri tidak boleh dengan menyapu, tetapi sebaiknya disedot. Dengan

menyapu, merkuri mungkin akan lebih tersebar. Dan jika tidak mungkin untuk dikumpulkan

sebaiknya ditaburi dengan bubuk sulfur untuk mengikat dan menghindari penguapannya.

Semprotan air dan penyedot yang cukup kuat harus digunakan pada waktu

mengasahdanmembongkar tumpatan amalgam. Dengan menggunakan air dan

penyedot tersebut uap merkuri dari pembongkaran tumpatan amalgam akan tersedot

dan udara di sekitar tempat kerja tidak mengandung uap merkuri. Kebersihan para

tenaga kesehatan gigi harus diperhatikan, termasuk ganti pakaian setiap hari,

penggunaan masker, dan sarung tangan jika membersihkan sisa-sisa amalgam yang
tercecer. Jangan menggunakan perhiasan pada waktu menumpat dengan amalgam,

sebaiknya tidak menyimpan makanan, minuman dalam kamar praktek. Dianjurkan

pula untuk memeriksakan konsentrasi uap merkuri dalam kamar praktek secara

periodik. Pemeriksaan tahunan terhadap keracunan merkuri juga sebaiknya dilakukan

untuk para tenaga kesehatan gigi (Edi, 2005:246).

2.2 Kerangka Konsep

Variabel

Independent Variabel Dependent

Pengaruh merkuri Tenaga Kesehatan Gigi

- Kadar dan Mulut


- Bahaya

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode Penelitian berdasarkan Studi Literatur atau Library Methode yaitu

mengumpulkan bahan-bahan bacaan dari berbagai sumber berupa jurnal, majalah, buku

panduan yang berhubungan dengan Pengaruh Merkuri dalam Proses Pembuatan Tambalan
Amalgam terhadap Tenaga kesehatan Gigi dan Mulut. Data dan informasi yang yang telah

dikumpulkan kemudian digabungkan dan dibandingkan antara satu dengan yang lainnya dan

ditarik kesimpulannya (Haryanto, 2000 cit. Ria Silviani, 2007:15)

3.2 Cara Pembahasan

Cara pembahasan ini dilakukan dengan cara menggabungkan serta membandingkan

dari berbagai sumber yang berhubungan dengan Pengaruh Merkuri dalam Proses Pembuatan

Tambalan Amalgam terhadap Tenaga Kesehatan Gigi dan Mulut, kemudian penulis

menuangkannya dalam bentuk kesimpulan menurut penulis sendiri.

BAB IV

PEMBAHASAN

Kesehatan gigi merupakan suatu masalah yang selayaknya mendapatkan perhatian dalam

porsi besar. Sampai saat ini masalah kesehatan gigi yang banyak ditemukan adalah kasus

karies gigi, karena prevalensinya cukup tinggi dalam ilmu Kedokteran Gigi di Indonesia.

Tindakan pencegahan untuk mengurangi prevalensi angka karies tersebut perlu dilakukan

yaitu dengan melakukan penambalan. Penambalan yang banyak digunakan di Indonesia

adalah amalgam. Banyaknya pemakaian tambalan amalgam dalam dunia kedokteran gigi

dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan. Selama dekade terakhir ini, pembahasan

mengenai kemungkinan timbulnya resiko yang membahayakan kesehatan akibat elemen

toksik dari amalgam perak terutama Hg, telah mengemuka kembali. Berdasarkan uraian dari

tinjauan pustaka, bahwa bekerja dilingkungan yang banyak mengandung merkuri akan

menyebabkan keracunan. Masih banyaknya penggunaan material amalgam perak dalam

kedokteran gigi mungkin cukup mengejutkan, mengingat adanya masalah Hg di klinik dan
lingkungan sekitar serta ramainya pembahasan mengenai bahaya yang mungkin timbul dari

material ini. Mengapa amalgam masih belum tergeser kedudukannya oleh material tambalan

lain ?

Material restoratif berfungsi di bawah kondisi yang berat di lingkungan rongga mulut.

Material ini secara konstan terpajan oleh kebasahan, perubahan suhu, dan kekuatan kunyah.

Selain itu, material restoratif harus kuat menahan dekomposisi akibat berbagai komponen

makanan, fluktuasi pH dan serangan lebih lanjut dari mikroorganisme rongga mulut. Pada

saat yang sama, material restorasi tidak boleh menyebabkan kerusakan setempat pada gigi

atau mukosa dan tidak berpengaruh jelek terhadap kesehatan umum pasien, namun tak

satupun dari material dental ini, termasuk amalgam perak, yang memenuhi seluruh

persyaratan di atas. Walaupun demikian, amalgam telah terbukti ketahanannya dalam

kedokteran gigi lebih dari 170 tahun lamanya. Sebagian besar pertimbangan biologiknya

telah banyak di bahas secara mendalam.

Sehubungan dengan penambalan amalgam, tim kesehatan gigi setiap harinya akan terpajan

pada Hg dan uapnya. Dokter gigi membongkar dan membuat restorasi amalgam, perawat

higienis (dental higienis) memoles restorasi baru atau yang lama, dan perawat pembantu

(dental assistant) melakukan triturasi dan menangani material yang berlebih. Setiap tindakan

klinis tersebut dapat meningkatkan tingkat konsentrasi Hg pada udara sekitar. Disamping

bernafas dalam udara yang yang telah terpolusi Hg, sumber pemajanan Hg yang lain yang

bisa pula berasal dari kontak langsung operator dengan amalgam yang belum mengeras. Para

personil kesehatan gigi harus selalu waspada akan potensi bahaya logam ini yang cukup

tinggi.

Preben (1998) menjelaskan, unsur uap amalgam perak yang telah mengeras (set) terdiri atas

43-50 % Hg yang bergabung baik dengan perak maupun dengan timah. Pemajanan Hg di
tempat kerja terjadi pada penyiapan serta penambalan amalgam kedokteran gigi. Tingkat

konsentrasi Hg personil kesehatan gigi dapat diketahui dari rambut, kuku, darah dan urin.

Tingkat konsentrasi Hg di dalam rambut berdasarkan survei pada personil kesehatan gigi

menunjukkan bahwa rambut kepala yang lebih terpajan mempunyai konsentrasi Hg yang

lebih tinggi daripada rambut di daerah yang kurang terpajan oleh merkuri. Dan tingkat

konsentrasi Hg dalam darah pada tenaga kesehatan gigi terbukti sedikit lebih tinggi daripada

kelompok masyarakat umum.

Faktor-faktor lain yang secara bermakna mempengaruhi tingkat konsentrasi Hg dalam urin

adalah kualitas higiene Hg di kamar praktek dokter gigi dan jumlah restorasi amalgam per

subyek. Dengan demikian, para dokter gigi umum memiliki konsentrasi yang lebih tinggi

daripada dokter spesialis atau personil yang melayani kesehatan masyarakat. Variabel-

variabel lebih lanjut adalah usia dokter gigi, lamanya berpraktek, jumlah jam sekali praktek

setiap minggunya dan jumlah restorasi amalgam yang ditambalkan atau dibongkar per

minggunya. Pada dasarnya, sebagian besar faktor-faktor ini bergantung kepada higiene Hg.

Sedangkan perawat gigi mengandung HgU (merkuri dalam urine) lebih tinggi daripada

dokter gigi. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor bahwa merekalah yang lebih banyak

melakukan triturasi amalgam, mengumpulkan kelebihannya, mengisi amalgamator dan

membersihkan spiton serta instrumen-instrumen lain dibandingkan dengan dokter gigi.

Pertanyaan yang timbul adalah sudah adakah, secara umum, laporan bahwa telah timbul

kerusakan akibat toksisitas Hg pada tubuh personil kesehatan gigi? Tindakan kewaspadaan

yang sangat tidak cermat dan kecerobohan dalam penanganan Hg telah terbukti menimbulkan

akibat yang serius. Tetapi bagaimana dengan sebagian besar personil kesehatan gigi yang

menangani Hg dengan penuh tanggung jawab? Untuk reaksi toksik atau keracunan yang

umum, gejala-gejala keracunan Hg kronis tidaklah jelas dan mungkin sukar didiagnosis.
Gejala-gejala tersebut adalah kelelahan, ansietas, insomnia, kehilangan nafsu makan, tremor

dan daya ingat yang pendek, gejala-gejala dalam rongga mulut yang sering dikaitkan dengan

keracunan Hg adalah gingivitis, periodontitis menghitamnya gingiva, hipersalivasi, dan rasa

logam.

Harmas (1996) juga menjelaskan, keracunan merkuri dapat terjadi melalui kulit karena

merkuri mudah larut dalam lemak. Gejala-gejala keracunan dapat terjadi pada saluran

pencernaan, pernafasan, dan gangguan penglihatan serta gangguan pada mental. Keterpajanan

merkuri yang telah terikat menjadi amalgam dapat terlepas terhadap tenaga kesehatan gigi

pada saat melakukan beberapa tindakan yang menyangkut di dalam proses pembuatan

menjadi tambalan amalgam, diantaranya sewaktu tindakan 1) kondensasi, burnishing dan

pemolesan amalgam; 2) sewaktu pembongkaran tambalan amalgam.

Pelepasan merkuri pada waktu kondensasi terjadi karena proses penguapan. Merkuri tersebut

sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan larut dalam ludah. Pada waktu tindakan

burnishing, tekanan yang dilakukan akan mengangkat kelebihan merkuri kepermukaan yang

kemudian akan terlepas. Pada waktu pemolesan, merkuri dan unsur-unsur logam lainnya akan

terlepas karena terjadinya friksi antara permukaan logam dengan batu poles.

Merkuri dapat terlepas dalam tambalan amalgam sewaktu dimasukkan maupun dibongkar.

Pembongkaran amalgam menggunakan bor kecepatan tinggi tanpa air pendingin dan aspirator

akan menghasilkan uap mengandung merkuri pada daerah pernafasan operator.

Tindakan dalam proses tersebut diatas dapat menyebabkan terjadinya keracunan merkuri

yang terjadi karena terbentuknya senyawa yang mudah diserap yaitu merkuri yang teroksidasi

atau terikat dengan sulfida. Uap merkuri cepat sekali teroksidasi sehingga pada dosis berlebih
akan menimbulkan keracunan. Merkuri mudah pula diabsorpsi melalui kulit karena mudah

larut dalam lemak.

Edi (2005) juga menjelaskan bahwa waktu dan cara terpaparnya pasien dengan tenaga

kesehatan gigi terhadap merkuri juga berbeda. Jika pasien dapat terpapar pada waktu

kondensasi, burnishing, pengukiran, pemolesan, dan pembongkaran tumpatan. Tenaga

kesehatan gigi akan terpapar dari mulai menimbang aloi dan merkuri sampai dengan

pemolesan serta pada waktu membongkar tumpatan, ditambah lagi dengan adanya sisa-sisa

merkuri yag tercecer yang tidak ditampung sebagaimana mestinya. Cara terpaparnya para

tenaga kesehatan gigi selain dari uapnya, juga dari kontak langsung pada waktu

mengumpulkan merkuri yang tercecer karena keteledoran penanganannya. Karena itu para

pembantu dokter gigi mempunyai risiko yang paling besar untuk keracunan merkuri.

Pendapat Edi juga didukung oleh Pitt Ford (1993) yang menerangkan bahwa keracunan

merkuri akan terjadi pada tenaga kesehatan gigi dan mulut apabila penyimpanan serta

penanganannya yang tidak diperhatikan. Untuk mengurangi bahayanya, Hg harus selalu

disimpan dalam tempat tertutup dan dijauhkan dari panas, dan apabila ada ceceran Hg

tersebut sebaiknya segera dibersihkan dan ditaruh di tempat tertutup berisi air bersama-sama

dengan sisa amalgam.

Dona (2007) juga menjelaskan bahwa amalgam dapat menimbulkan gangguan fisik maupun

psikologis, dan amalgam berkaitan dengan gangguan saraf, cacat bawaaan dan gangguan

mental. Jumlah merkuri yang dilepaskan tambalan amalgam dan jumlahnya yang ditemukan

dalam darah sangat kecil.

Berdasarkan uraian dari pembahasan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan

bahwa tambalan amalgam yang dikerjakan oleh tenaga kesehatan gigi dan mulut dapat
membahayakan kesehatan. Pencemaran merkuri di lingkungan kedokteran gigi yang berasal

dari tambalan amalgam akan membahayakan bagi kesehatan petugas. Mengingat tenaga

kesehatan gigi dan mulutlah yang secara langsung berkontak dengan merkuri tersebut dalam

pengolahan tambalan amalgam yang terdapat kandungan merkuri didalamnya. Kandungan

merkuri dalam tambalan amalgam sebanyak 43-50 % yang bergabung dengan perak.

Pencegahan pencemaran merkuri perlu diupayakan, untuk mencegah kemungkinan terjadinya

toksisitas atau keracunan yang sangat merugikan kesehatan, diantaranya dapat

mengakibatkan gangguan pada pernafasan, pencernaan, penglihatan, syaraf dan mental.

Apabila dalam pengolahannya memperhatikan hygiene Hg yang benar, maka tidak akan ada

gejala pada personil kesehatan gigi dan turunannya yang dapat dikaitkan dengan pemakaian

atau pengolahan Hg dan amalgam perak.

Mengingat sukarnya penanggulangan keracunan merkuri, tindakan prevensi di kamar praktek

bagi para dokter gigi perlu dilakukan. Pertama-tama agar tindakan pencegahan tersebut lebih

disadari kegunaannya, sebaiknya para dokter gigi juga harus menyadari bahwa merkuri dapat

menimbulkan keracunan karena uapnya. Merkuri juga dapat menguap pada temperatur

kamar, untuk itu kamar praktek juga harus diatur sedemikian rupa sehingga ventilasi cukup

baik. Karpet tidak dianjurkan untuk kamar praktek, tetapi lantai sebaiknya dilapisi dengan

polivinil chlorida yang tidak porous.

Para tenaga kesehatan gigi harus lebih memproteksi diri dari bahaya yang ditimbulkan oleh

uap merkuri dalam proses pembuatan tambalan amalgam, diantaranya dengan mengganti

pakaian setiap hari, penggunaan masker, dan sarung tangan jika membersihkan sisa-sisa

amalgam yang tercecer ataupun dalam tindakan pengadukan secara manual, jangan

menggunakan perhiasan pada waktu menumpat dengan amalgam, dianjurkan pula untuk

memeriksakan konsentrasi uap merkuri dalam kamar praktek secara periodik.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Berdasarkan uraian pada teori-teori serta pembahasan seperti tersebut di atas maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar atau kandungan merkuri dalam tambalan

amalgam adalah sebanyak 43-50 %.

5.1.2 Pada proses pembuatan tambalan amalgam uap merkuri dapat membahayakan

kesehatan terutama terhadap tenaga kesehatan gigi dan mulut karena dapat

menimbulkan bahaya diantaranya keracunan, gangguan pernafasan, gangguan

pencernaan, gangguan syaraf dan gangguan penglihatan serta mental.

5.2 Saran

5.2.1 Dengan diketahuinya bahwa merkuri yang terkandung dalam proses pembuatan

tambalan amalgam dapat menimbulkan keracunan bagi tenaga kesehatan terutama

dalam pemakaian tambalan amalgam, sebaiknya para tenaga kesehatan lebih

memproteksi diri dari bahaya yang ditimbulkan oleh merkuri dalam proses

pembuatan tambalan amalgam.

5.2.2 Dengan diketahuinya bahwa merkuri yang terkandung dalam proses pembuatan

tambalan amalgam dapat membahayakan kesehatan, sebaiknya para tenaga kesehatan

gigi dan mulut lebih mengupayakan pencegahan untuk mencegah terjadinya toksisitas

atau keracunan yang sangat merugikan kesehatan didalam ruang lingkup pekerjaan.
5.2.3 Dengan diketahuinya bahwa merkuri yang terkandung dalam proses pembuatan

tambalan amalgam dapat membahayakan kesehatan tenaga kesehatan gigi dan mulut,

sebaiknya penggunaan tambalan amalgam dapat dikurangi dalam dunia ilmu

konservasi gigi di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai