Anda di halaman 1dari 13

TUGAS REVIEW BUKU

“SISTEM POLITIK PASIFIK SELATAN”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mandiri

Mata Kuliah : Ilmu Pengantar Politik

Dosen : Rafieqah Nalar Rizky, S.Sos.,M.A.

Disusun Oleh :
Nama : Zeni Aulia
Npm : 1903110112
Kelas/Semester : B-1 IKO/ I

PROGAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA
2019/2020
BAB I

IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Sistem Politik Pasifik Selatan

No. ISBN : 979-419-194-9

Penulis : Drs. H. Zulkifli Hamid

Penerbit : PT Dunia Pustaka Jaya

Cetakan : Pertama,1996

Tebal : 200 Halaman

Tentang Pengarang

Zulkifli Hamid lahir di Jakarta 22 September 1954. Setelah menamatkan pendidikan


sarjana Ilmu Politik dari Fakultas Ilmu Sosial-Universitas Indonesia (FIS-UI) pada akhir
tahun 1981, ia melanjutkan studi pendalaman masalah Pasifik Selatan di Victoria University,
Selandia baru, tahun 1986 sampai akhir tahun 1987.

Sejak tahun 1982, ia bekerja sebagai dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik-Universitas Indonesia (FISIP-UI); pernah menjadi Sekretaris Jurusan Ilmu Politik
pada FISIP-UI, yang dijabatnya tahun 1982-1986. Pada tahun 1990, ia diangkat menjadi
“managing editor” majalah Indonesia Magazine. Selain itu, ia pun masih terlibat, dalam
keududukannya sebagai “peneliti”, dalam kajian masalah-masalah Pasisik Selatan pada Pusat
Penelitian dan Pengembangan Masalah Kemasyarakatan dan Kebudayaan-Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indoensia (PMB-LIPI). Posisi ini digelutinya sejak tahun 1991.

Kegiatan lainnya adalah penerjemahan. Beberapa karya terjemahannya telat


diterbitkan oleh berbagai penerbit. Salah satu yang paling berharga adalah buku “Pengantar
Ilmu Politik”, yang ditejermahkan dari karya asli Carlton Rodee,dkk, yang berjudul
“Introduction to Political Science”.
Karya-karyanya sendiri juga telah diterbitkan pada beberapa jurnal ilmiah dan surat
kabar. Namun yang menarik adalah karyanya yang berjudul “Can Democracy be
Manufactured?”, yang ditulis bersama dengan Prof. Dr. Raj Vasil dari Victoria University.

Tentang buku

Maksud utama dari penerbitan buku ini adalah menyediakan bahan yang memadai
bagi para mahasiswa yang mempelajari masalah Pasifik Selatan. Kelangkaan bahan-bahan
kuliah mengenai studi ini sangat dirasakan oleh para mahasiswa, sehingga menghambat rasa
“ingin tahu” mahasiswa mengenai masalah-masalah di kawasan tersebut.

Dalam buku ini, penulis lebih menekankan umtuk memberikan pengetahuan dasar
mengenai kawasan Pasifik Selatan. Buku ini merupakan salah satu bagian dari rencana
penulis untuk memberikan gambaran yang komprehensif dari masalah Pasifik Selatan.
Beberapa buku lainnya sedang penulis rancang pembuatannya, termasuk politik di Malanesia.

Pengetahuan dasar mengenai posisi grafis, pemisahan etnis, kebudayaan politik, serta
masalah-masalah sosio-ekonomis merupakan tema sentral dari buku ini. Sementara mengenai
masalah dekolonisasi serta masalah-masalah yang diatur di dalamnya, masalah kekuatan-
kekuatan asing, sampai kepada masalah kerjasama regional digambarkan secara deskriptif-
analitis dalam buku ini. Dengan demikian, penulisan buku ini jauh daripada keinginan untuk
menyajikan teori-teori baru dalam bidang studi kawasan. Kalau pun ada teori yang terbahasa
dalam buku ini, hal itu hanyalah merupakan ilustrasi untuk menegaskan kasus-kasus tertentu
yang terdapat di kawasan tersebut.
BAB II

ISI BUKU

1. KAWASAN PASIFIK SELATAN

 Kondisi Geografis
Kawasan Pasifik Selatan terletak diantara tiga benua besar, yaitu Asia di bagian Barat,
Amerika di bagian Timur, dan Australia di bagian Selatan. Wilayahnya membentang sekitar
16.000 km dari Guam di bagian Barat sampai ke Pitcairn di bagian Timur, dan membujur
sekitar 15.000 km dari Selat Bering di Utara sampai ke Antarctic Circle di bagian Selatan.
Luas seluruh kawasan ini tidak (termasuk Australia dan Selandia Baru) adalah lebih dari 30
juta km2, dengan luas daratan hanya sekitar 552.000 km2, dengan rasio 54 (lautan)
berbanding 1 (daratan). Oleh karena itulah, kawasan Pasifik Selatan dapat disebut sebagai
“benua air” (Aquatic Contiment).
Berdasarkan beberapa persamaan budaya, para ahli geografi membagi pulau-pulau di
kawasan Pasifik Selatan ke dalam tiga wilayah budaya, yaitu Mikronesia, Melanesia dan
Polinesia. Wilayah Mikronesia, yang berarti “Pulau-pulau Kecil”, terletak di bagian Utara
garis katulistiwa. Di bagian Selatan garis katulistiwa membentang dari arah Barat menuju ke
tengah Samudra Pasifik, merupakan wilayah budaya Melanesia, yang berarti “Pulau Hitam”.
Wilayah Polinesia yang berarti “Banyak Pulau”, terletak dalam suatu segitiga budaya yang
sangat luas. Titik utama dari segitiga ini berada di Kepulauan Hawaii, kemudian turun ke
Selatan menyentuh Fiji, bertumpu di Selandia Baru, serta berakhir di Timur, yaitu di Pulau
Easter.

 Kondisi Demografis
Di dalam buku ini berdasarkan data tahun1991, penduduk Melanesia, termasuk Fiji,
berjumlah sekitar 5.346.205 jiwa. sebagian besar tinggal di PNG 3.913.186 jiwa, sisanya
tersebar di Fiji 744.026 jiwa, kepulauan Solomon 347.115 jiwa, Kaledonia Baru 171.559
jiwa, dan Vanuatu 170.319 jiwa.
Penduduk yang tinggal di segitiga budava Polinesia, yang luas itu, hanyalah sekitar
578.113 jiwa. Data tahun 1991 memperlihatkan bahwa penduduk yang tinggal di Polinesia
Prancis berjumlah 195.046 jiwa, di Samoa Barat 190.346 jiwa, di Tonga 101.272 jiwa, dan di
Tuvalu 9.317 jiwa. Pada tahun yang sama tercatat bahwa penduduk yang tinggal di Samoa
Amerika berjumlah 43.052 jiwa, di Kepulauan Cook 17.882 jiwa, di Wallis & Futuna 16.590
jiwa, di Niue 1.908 jiwa, dan di Tokelau 1.700 jiwa.
Penduduk yang tinggal di wilayah Mikronesia diperkirakan berjumlah 414.086 jiwa.
Pada tahun 1991 terdapat 144.928 penduduk di Guam, di FSM tercatat 107.662 jiwa, di
Kiribati 71.137 jiwa, di Kepulauan Marshall 48.091 jiwa, dan Nauru 9.333 jiwa. Sedangkan
penduduk di wilayah lainnya, seperti di Kepulauan Mariana Utara berjumlah 23.494 jiwa dan
di Pulau sekitar 14.441 jiwa. Sensus kependudukan ini nampaknya didasarkan pada daerah
asal penduduk yang di catat. Pada kenyataannya, penduduk di suatu wilayah tertentu di
Pasifik Selatan sangatlah berfluktuasi. Hal ini disebabkan tingginya tingkat migrasi penduduk
di kawasan tersebut.
Terdapat tiga wilayah Pasifik Selatan yang mempunyai tingkat pertumbuhan
penduduk yang tinggi. Wilayah-wilayah tersebut adalah Kepulauan Marshall (3,9%),
Kepulauan Solomon (3,5%), dan Vanuatu (3,1%). Sedangkan wilayah yang memiliki tingkat
pertumbuhan paling rendah adalah Tokelau (0,0%) dan Palau (0,7%). Sementara tingkat
pertumbuhan di wilayah-wilayah lainnya berkisar antara 1,4% (di Kiribati) sampai 2,5% (di
Polinesia Prancis).

 Kondisi Perekonomian
Penulis menjelaskan bahwa di sebagian besar negara-negara Pasifik Selatan, sektor
pertanian merupakan sumber utama bagi perekonomian. Di PNG, sektor pertanian telah
menyumbang sekitar 85% tenaga kerja. Jenis-jenis pertanian komersial PNG adalah
kopi,coacoa,kopra,kelapa sawit,kayu,dan lobster. Di kepulauan Solomon, sektor perikanan
dan hasil hutan telah menyumbang sekitar 75% pada GDP (Gross Domestic Product). Di Fiji,
sektor perkebunan gula merupakan penyumbang terbesar bagi pendapatan nasionalnya.
Sepertiga pendapatan nasional Fiji berasal dari ekspor gula. Santan kelapa, dan kopra
merupakan penghasilan utama bagi Samoa Barat, yaitu sekitar 50% dari pendapatan
nasionalnya. Di Tonga juga demikian, dimana 50% pendapatan nasionalnya berasal dari
ekspor kelapa, pisang dan vanili. Di wilayah Mikronesia, negara-negara Kiribati dan
Kepulauan Marshall menempatkan pertanian sebagai sumber pendapatannya. Kiribati, ekspor
kopra dan perikanan merupakan sumber utama pendapatan, yaitu 30% dari GDP. Sedangkan
Kepulauan Marshall, selain pertanian, pariwisata juga merupakan sumber penghasilan
negaranya.
Berbeda dari negara-negara di atas, penghasilan utama Vanuatu justru berasal dari
sektor perikanan dan pariwisata. Sama dengan Vanuatu, sektor pertanian di Tuvalu juga
berisfat subsisten. Penghasilan utamanya berasal dari penjualan prangko dan benda pos serta
remitensi. Di Polinesia Prancis, sektor pariwisata menyumbang 20% dari pendapatan
daerahnya, disamping pekerjaan dari instansi militer Prancis Industri mutiara, pemrosesan
hasil pertanian, kerajinan, kelapa, sayur-sayuran, daging memang menyumbang bagi
pendapatan daerah, namun bantuan yang besar berasal dari pemerintah Prancis. Penghasilan
utama Kaledonia Baru berasal dari ekspor nikel, di mana wilayah ini memasok 25% pasaran
nikel dunia. Penghasilan utama Guam berasal dari pengeluaran untuk keperluan militer AS
dan pariwisata. Sektor industri dan pertanian berfungsi sebagai pendukung bagi pendapatan
wilayah ini.

 Kebudayaan Politik
Kebudayaan masyarakat Pasifik Selatan terbagi ke dalam tiga kategori besar, yaitu
Melanesia, Polinesia dan Mikronesia. Di katakan dalam buku ini, para ahli agak sulit untuk
memberikan batasan dari ketiga kebudayaan ini. Hal ini terutama karena batas-batasnya tidak
tegas, dan bahkan ada elemen-elemen budaya yang saling bersinggungan satu dengan yang
lainnya. Antara lain adalah bahwa masyarakat Pasifik Selatan hidup di dalam kelompok-
kelompok yang relatif kecil, dengan sistem komunal. Mereka terorganisasi atas dasar
hubungan kekerabatan, yang diikat oleh hubungan darah dan perkawinan. Cara-cara
berorganisasi mereka dipimpin oleh kepala-kepala kelompok (keluarga luas), yang berfungsi
sebagai kepala keluarga luas atau kepala suku.
Terdapat beberapa istilah mengenai tradisi beberapa budaya di Pasifik Selatan, yang
dijadikan basis ideologi bagi negara-negara merdeka di Pasifik Selatan. Di Fiji misalnya,
terdapat istilah Vaka i Taukei, yang berarti “cara hidup orang Fiji” di Samoa Barat (termasuk
Samoa Amerika) dikenal dengan Fa’a Samoa, yang berarti “dunia orang Samoa” dan di PNG
terdapat budaya Wantok.

2. DEKOLONISASI DI PASIFIK SELATAN


 Kebijaksanaan Dekolonisasi
Setelah PD II wilayah Pasifik selatan dikuasai oleh enam negara kolonial, yaitu
Inggris, Australia, Selandia Baru, AS, Prancis dan Belanda. Dalam rangka dekolonisasi,
organisasi bentukan kolonial ini mempunyai peranan penting. Organisasi ini, secara tidak
langsung, telah mempersiapkan pembangunan sosial dan ekonomi di wilayah-wilayah
tersebut untuk menjadi negara merdeka. PBB mengeluarkan resolusi mengenai dekolonisasi
pada tanggal 14 Desember 1960, yang mengisyaratkan perlunya negara-negara kolonial
mepersiapkan “upaya yang dapat menunda kemerdekaan” Dalam hal ini, negara-negara
kolonial ini tingagal mempersiapkan kemerdekaan bagi wilayah tersebut. Oleh karena itu,
dalam mempersiapkan kemerdekaan bagi wilayah Pasifik Selatan, SPC berfungsi sebagai
badan penasehat dan konsultatif yang berkaitan erat dengan program-program terkoordinasi
antara negara-negara kolonial dan wilayah-wilayah jajahan.
Keucali Irian Barat (kini Irian Jaya) yang dikembalikan oleh Belanda ke Indonesia di
tahun 1962, proses dekolonisasi di beberapa kawasan Pasifik Selatan berlangsung dengan
damai dan lancar. Hal ini terutama, karena negara-negara kolonialah yang mengajukan
gagasan dekolonisasi. Australia melaksanakan kebijaksanaan dekolonisasi sejak 1986,
dengan membebaskan Nauru. Hal ini dilaksanakan setelah pemimpin Nauru, terutama
Hammer deRoburt, yang kemudian yang menjadi presiden, terus mendesak untuk diberi
kemerdekaan.
Inggris mulai melakukan dekolonisasi di tahun 1970, dengan memberikan
kemerdekaan kepada Tonga dan Fiji. Kemudian melepaskan Kepulauan Solomon di tahun
1978. Di Vanuatu, kebijaksanaan dekolonisasi Inggris memerlukan penyesuaian dengan
kebijaksanaan kolonial Prancis. Hal ini disebabkan Vanuatu dijajah oleh satu-satunya sistem
penjajahan di dunia, yang dinamakan Condominium. Berkat desakan Inggris, dan kerelaan
pemerintah vanuatu untuk memelihara kebudayaan Prancis, maka Vanuatu menjadi negara
merdeka di tahun 1980. Sekalipun demikian, Prancis masih menguasai beberapa wilayah di
kepulauan Pasifik Selatan. Wilayah-wilayah tersebut adalah Kaledonia Baru, Polinesia
Prancis dan Wallis & Futuna.

 Dekolonisasi dan Konstitusi


Salah satu masalah penting dalam proses dekolonisasi adalah pembuatan konstitusi.
Konstitusi ini sangat penting bagi negara-negara baru merdeka di Pasifik Selatan. Ia akan
mengatur mengenai lembaga-lembaga politik yang ada dan aturan-aturan main yang
ditetapkan bagi suatu negara merdeka. Suatu bentuk pemerintahan modern yang mampu
beradaptasi dengan dunia luar sangat diperlukan bagi bagi masyarakat Pasifik Selatan, oleh
karenanya hal itu harus diatur di dalam konstitusi. Sebaliknya, bentuk pemerintahan tersebut
juga harus mampu mengakomodasi pola-pola kebudayaan politik dan tradisi yang
berkembang di dalam masyarakat setempat.
Di hampir semua negara merdeka di Pasifik Selatan,gagasan untuk melakukan
dekolonisasi bersasal dari negara-negara penjajah. Sebagai pemrakarsa,tentu saja, pihak
penjajah memainkan peranan penting dalam pembuatan draft konstitusi bagi negara-negara
baru di Pasifik Selatan. AS, Inggris, Australia, Selandia Baru, dan suatu tingkat tertentu,
Prancis, merupakan negara-negara penjajah yang berkepentingan dalam pembuatan kosntitusi
negara-negara merdeka di Pasifik Selatan. Di PNG misalnya, sekalipun kelihatannya
Constitutional Planning Commitee, yang dibentuk oleh Michael Somare di tahun 1972,
berperan aktif dalam merekomendasikan konstitusi bagi negara PNG merdeka. Namun
dasarnya adalah naskah proposal yang telah dipersiapkan “secara rahasia” oleh pemerintah
Australia melalui Office of Constitutional Development.

Melalui cara ini, nampak hubungan konstitusional antara negara-negara bekas


penjajah dengan wilayah jajahannya tetap tercipta. Hal ini nampak dalam lembaga-lembaga
politik yang dibentuk dalam sistem politik negara-negara merdeka di Pasifik Selatan.
Lembaga Gubernur Jenderal dan Perdana Menteri diadopsi, terutama di negara-negara bekas
jajahan Inggris, dan Selandia Baru. Agak berbeda sedikit adalah di wilayah bekas jajahan
Australia. Hal ini disebakan Australia menganut sistem parlementer gaya Westminster
Inggris dan memadukannya dengan sistem Federal AS. Dalam hal ini, PNG mengambil
sistem politik yang sama dengan Australia.

 Pengaturan Masalah-Masalah Lainnya


Dalam bagian ini, penulis mencoba membahas beberapa masalah lainnya yang diatur
dalam rangka dekolonisasi. Bagi masyarakat Pasifik Selatan, tanah melibatkan hal-hal yang
emosional bagi mereka. hal ini tidak saja karena terbatasnya lahan bagi masyarakat, dan
bukan pula hanya melibatkan tanaman, binatang, sungai-sungai dan segala sesuatu yang
berada di atasnya. Hal ini tidak lain karena mencerminkan hubungan komunal diantara
komuniti, dan kesetiaan antara rakyat dengan para pemimpin tradisional.
Jual-beli tanah tidak dikenal bagi sebagian besar masyarakat Pasifik Selatan, dan
secara hukum tetap terlarang untuk melakukannya. Pengalihan hak atas tanah dalam sistem
adat terutama disebabkan oleh warisan dari orangt ua. Peperangan (perang antar kelompok
suku) dengan menaklukan kelompok lain juga merupakan salah satu cara pengalihan hak atas
tanah. Oleh karena itu, beberapa konstitusi menyatakan bahwa tanah hanya dapat disewakan,
dan tidak dapat diperjual-belikan.
Dengan demikian, proses dekolonisasi di Pasifik Selatan tidaklah bersifat keinginan
untuk merdeka belaka, melainkan melibatkan berbagai persoalan yang multidimensional.
Masalah perhatian dan kepentingan negara penjajah juga terlibat dalam proses tersebut, yang
tecermin dalam penggunaan struktur pemerintahan serta pola praktek politik yang berlaku.
Semua itu diakomodasikan dengan faktor-faktor tradisi dan adat yang berlaku di dalam
masyarakat setempat. Sementara itu, keterikatan konstitusional antara negara-negara baru di
Pasifik Selatan dengan bekas penjajahannya tetap berlangsung, baik dalam bentuk hubungan
luar negeri maupun bantuan-bantuan yang bersifat ekonomis.

3. KEKUATAN-KEKUATAN ASING DI PASIFIK SELATAN


Dalam bab ini, penulis bermaksud melihatkan keterlibatan beberapa negara luar
dalam percaturan politik regional di Pasifik Selatan. Dari segi kedekatan geografis, penulis
melihat kehadiran Australia dan Selandia Baru di kawasan ini memiliki makna yang dalam.
Oleh karena itu, analisa mengenai kedua negara ini ditempatkan terlebih dahulu. Kemudian
dilanjtkan dengan analisa mengenai keterlibatan AS, yang secara geografis juga merupakan
tetangga bagi negara-negara Pasifik Selatan. Keterlibatan Prancis di kawasan ini ditempatkan
setelah analisa mengenai AS, sekalipun secara geografis, lokasi negara ini sangat berjauhan
dengan kawasan ini sejak berabad-abad yang lalu, dan merupakan kekuatan kolonial di
kawasan ini, serta masuk dalam kubu negara-negara “Barat”.
Selain itu, penulis memasukkan pula kekuatan-kekuatan yang lebih baru dalam
percaturan di kawasan ini, yaitu Jepang, RCC, dan Indonesia. Perhatian ketiga negara, yang
disebut terakhir ini, terhadap kawasan ini mulai terasa di tahun 1980 an. Pada umumnya,
negara-negara tersebut mempunyai kepentingan terhadap kawasan ini.
Sedangkan US tidak dimasukkan dalam salah satu topik pembahsan. Hal ini terutama
disebabkan telah berakhirnya Perang Dingin, disamping terpecahnya US dalam beberapa
negara, negeri ini tidak lagi melibatkan dirinya dalam percaturan politik di berbagai kawasan
dunia. Saat ini, US, yang sekarang bernama Commonwealth of Independent States (CIS)
lebih mengkonsentrasikan diri untuk membangun perekonomian negaranya. Tetapi analisa
mengenai keterlibatan US dimasukkan sebagai bagian dari analisa mengenai keterlibatan
ketujuh negara yang dibahas dalam kawasan ini. Tujuh negara tersebut adalah :
1. Australia
2. Selandia Baru
3. Amerika Serikat
4. Prancis
5. Jepang
6. Republik Rakyat Cina
7. Indonesia
Dalam pembahasan, penulis ingin meperlihatkan kepentingan-kepentingan yang
mendasari keterlibatan seluruh negara tersebut di kawasan Pasifik Selatan, serta peran apa
yang dilakukan dalam hubungannya dengan negara-negara Pasifik Selatan. Dengan demikian
dapat digambarkan secara utuh mengenai keterlibatan negara-negara tersebut dalam
kehidupan masyarakat di negara-negara Pasifik Selatan.

4. PERKEMBANGAN POLITIK DI PASIFIK SELATAN


Pada dekade1980an, kawasan Pasifik Selatan telah menjadi perhatian dunia. Kawasan
ini secara langsung maupun tidak langsung telah terlibat ataupun dilibatkan dalam percaturan
politik Internasional. Negara-negara adidaya mulai mencurahkan sebagian dari perhatiannya
terhadap kawasan ini. Oleh karena itu, berbagai persoalan internasional juga menjadi
pemikiran para pemimpin di kawasan Pasifik Selatan.
Dalam pada itu, kawasan ini juga memperlihatkan suatu perkembangan politik yang
sangat khas. Konflik-konflik internal yang terjadi di beberapa negara kawasan telah
mengubah perhatian dunia terhadap kawasan ini. Kawasan yang dahulu dikenal sebagai
“lautan teduh” dimana stabilitas, keamanan, serta kedamaian dipandang sebagai ciri khas
kawasan ini, mulai mengalami perubahan dalam dekade tersebut. Kawasan Pasifik Selatan
mulai menjadi kawasan yang dinamis. Berbagai pergolakan politik mulai mewarnai
percaturan politik regional dan internasional pada pertengahan dekade 1980an.
Sebagai usaha untuk menggambarkan dinamika politik internal dan pengaruhnya di
dalam lingkungan regional itulah. Terdapat beberapa kasus pergolokan politik internal yang
dampaknya berpengaruh dalam lingkungan regional dan secara tidak langsung
mempengaruhi lingkungan internasional di dalam kawasan ini. Pergolakan-pergolakan
tersebut antara lain adalah kudeta militer di Fiji, pemberontakan Bougainville di PNG,
percobaan kudeta di Vanuatu, serta pembunuhan Jean-Marie Tjibaou di Kaledonia Baru.
Selain itu, peristiwa yang lebih baru lagi adalah masalah uji coba senjata nuklir Prancis di
Polinesia Prancis di tahun 1995 ini. Semua masalah ini mempunyai dampak yang luas bagi
kawasan Pasifik Selatan khususnya, dan bagi dunia pada umumnya.
5. KERJASAMA REGIONAL DI PASIFIK SELATAN
South Pacific Forum (SPF) adalah salah satu organisasi regional diantara negara-
negara merdeka dikawasan tersebut saling berperan di dunia internasional saat ini. SPF
merupakan forum pertemuan di antara para pemimpin negara merdeka dikawasan tersebut.
Kepentingan-kepentingan serta aspirasi-aspirasi yang tumbuh di negara-negara Pasifik
Selatan menjadi sangat bermakna dan dapat di perjuangkan melalui organisasi ini. Sekalipun
terdapat satu atau dua perbedaan seperti mengenai luas tanah dan jumlah penduduk namun
organisasi ini dapat terbentuk oleh adanya berbagai kesamaan diantara negara-negara yang
ada di kawasan tersebut. SPF telah berhasil memadukan kekuatan negara-negara “kecil” di
Pasifik Selatan menjadi satu “Collective Bargaining”.
Memang benar bahwa saat ini SPC (South Pacific Commission) sebagai salah satu
organisasi regional yang didirikan oleh negara-negara bekas penjajah, tidak memiliki arti
politis bagi negara-negara kawasan tersebut. Organisasi sub-regional yang dimaksud adalah
organisasi-organisasi yang tumbuh dan berkembang diantara masyarakat di suatu wilayah
kebudayaan tertentu dikawasan ini, seperti Melanesia, Polinesia, dan Mikronesia. Persamaan
budaya merupakan basis dari kerjasama atau lahirnya organisasi tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam buku Sistem Politik Pasifik Selatan ini membahas persoalan yang mendasar
terdahulu, yaitu menjabarkan geografis kawasan Pasifik Selatan sehingga memudahkan
pembaca untuk memahaminya. Terdapat point-point penting yang dibahas dalam buku ini
yang pertama, dapat kita ketahui awal terbentuknya sistem politika dalam kawasan Pasifik
Selatan yang diturunkan oleh negara penjajah. Kedua, perkembangan politika di kawasan
tersebut sangatlah pesat sehingga terdapat banyak kerjasama antara negara-negara di kawasan
di Pasifik Selatan dengan negara luar negeri, baik dalam kerjasama dalam ekonomi maupun
dalam organiasi yang di bentuk.

Komentar :
Buku ini memiliki kelebihan diantaranya adalah bahasa yang digunakan dalam buku
ini mudah untuk di mengerti. Buku ini tidak hanya menyajikan teori-teorinya saja tetapi juga
mrnyajikan peristiwa yang meliputi teori tersebut. Selain dari pada itu pada setiap bab nya
terdapat kesimpulan yang kemudian disertai pendapat sang penulis sehingga kita dapat lebih
memahami buku ini.

Anda mungkin juga menyukai