Anda di halaman 1dari 100

ANALISIS DRAMATISTIC PENTAD TERHADAP FILM

“COWSPIRACY: THE SUSTAINABILITY SECRET” DALAM


RELEVANSINYA DENGAN SUSTAINABLE
DEVELOPMENT GOALS

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Nama : Leola Chandra


NIM : 1711.021.0105
Konsentrasi : International Relations

Untuk memenuhi sebagian syarat guna mencapai gelar


Sarjana Ilmu Komunikasi

JAKARTA
2021
Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR

Tanda Persetujuan Skripsi

Judul : Analisis Dramatistic Pentad Terhadap Film Cowspiracy:


The Sustainability Secret dalam Relevansinya
dengan Sustainable Development Goals

Nama : Leola Chandra

NIM : 1711.021.0105

Konsentrasi : International Relations

Tanggal : 30 September 2021

Menyetujui, Mengetahui,
Dosen Pembimbing Thesis Counselor

(Rudi Sukandar, Ph.D.) (Ramadhanty Cahyaning Rizky, S.I.Kom.)


KATA PENGANTAR

Skripsi yang telah berhasil diselesaikan ini merupakan suatu hasil


karya dari karunia, kasih, dukungan, pembelajaran, dan kebaikan dari Tuhan
Yang Maha Esa serta seluruh pihak yang dengan kesabarannya berperan
dibaliknya.
Melalui proses panjang, skripsi dengan judul “Analisis Dramatistic
Pentad terhadap Film Cowspiracy: The Sustainability Secret dalam
Relevansinya dengan Sustainable Development Goals” akhirnya dapat
menjadi pemenuh prasyarat guna meraih gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
bidang studi International Relations pada Institut KomunIkasi dan Bisnis
LSPR.
Besar rasa syukur peneliti untuk segala bentuk dukungan,
bimbingan, dan saran yang diberikan oleh banyak pihak yang tanpanya tidak
akan terselesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak kepada:
1. Prita Kemal Gani, MBA, MCIPR, APR(UK), Founder dan CEO Institut
Komunikasi dan Bisnis LSPR;
2. Dr. Andre Ikhsano, M.Si., Rektor Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR;
3. Mikhael Yulius Cobis, M.M., Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Institut
Komunikasi dan Bisnis LSPR;
4. Dr. Sri Ulya Suskarwati, S.E., M.Si., Kepala Program Studi
Komunikasi Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR
5. Rudi Sukandar, Ph.D., Dosen Pembimbing yang telah dengan
kebijaksanaannya menuntun setiap perjalanan terselesainya skripsi ini
dalam beberapa bulan penuh kesabaran.
6. Anastasia Claudia Sinaga, M.I.Kom. dan Ramadhanty Cahyaning
Rizky, S.I.Kom., Thesis Counselor yang selalu sedia mengarahkan
dan mengecek setiap bagian dari skripsi ini.
7. Kedua orangtua, seluruh saudara, sahabat, dan rekan kerja yang
selalu menerima keluh kesah dengan pengertiannya yang tak ada
habisnya setiap hari.
8. Setiap staf akademik Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR.
9. Semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Peneliti pun sadar bahwa skripsi ini masih memiliki banyak


kekurangan yang tidak disadari dan disadari. Mohon maaf atas kekurangan
dan kekeliruan yang ada. Semoga penyusunan skripsi ini membawa banyak
manfaat bagi seluruh pembaca, penelitian selanjutnya, dan pihak lainnya.

Jakarta, 26 Mei 2021


Leola Chandra
CURRICULUM VITAE

Leola Chandra
Jl. Bendungan Jatiluhur no.5
Tanah Abang, Jakarta
Mobile: +62 0819 0888 3969
Email: 17110210105@lspr.edu

Personal Profile
Name : Leola Chandra
Place/DOB : Jakarta / 27 Juli 1999
Nationality : Indonesian

Work Experience
● PT Wiryamanta Sadina (Jan - Apr 2018)
Wing Stop
Front of House
● CV Media Education Consultant (Oct 2018 - Marc 2020)
Admission & Marketing
● LSPR Communication & Business Institute
(Oct 2019 - Nov 2020)
LSPR Student League - Cabinet 2nd Degree
Head of Public Relations
● PT Jakarta Akuarium Indonesia (Jan - Apr 2021)
Marketing Communication
Internship
● PT Arfadia Digital Indonesia (Apr 2021 - now)
Candi
Product Executive

Educational Background
LSPR Communication & Business Institute
Post Graduate Programme
International Communication & Management Major
(Honor Acceleration Programme)
2020 - 2022

LSPR Communication & Business Institute


Undergraduate Degree
International Relations Major
2017 - 2021

International Certification
● City & Guilds - UK’s English for Business Communication
International Examination (Level 1 – First Class Pass), 2019
ABSTRAK

INSTITUT KOMUNIKASI DAN BISNIS LSPR


PROGRAM SARJANA ILMU KOMUNIKASI

Nama : Leola Chandra


NIM : 1711.021.0105
Judul : Analisis Dramatistic Pentad Terhadap Film
“Cowspiracy: The Sustainability Secret” Dalam
Relevansinya Dengan Sustainable Development
Goals
Jumlah halaman : 83 halaman, 1 lampiran
Referensi : 17 buku, 6 artikel jurnal, 16 situs web

Film sebagai media komunikasi massa memiliki kekuatan menjadi alat


propaganda dalam usaha dilakukannya kontrol sosial melalui makna pesan
didalamnya. Film Cowspiracy: The Sustainability Secret merupakan salah
satu contoh upaya propaganda dimaksud. Berbagai data mengenai dampak
buruk industri peternakan yang jarang diekspos media dan ditutupi oleh
berbagai NGO besar, berhasil dikomunikasikan secara edukatif melalui film
ini. Cowspiracy berfokus pada permasalahan emisi gas, penggunaan air
bersih, kehidupan laut, dan penggunaan lahan. Di sisi lain, PBB sebagai
salah satu penyedia data juga bergerak menjadi solusi permasalahan
pembangunan berkelanjutan global melalui agenda Sustainable
Development Goals. Beberapa poin diantaranya memiliki fokus yang sama
dengan Cowspiracy, yakni ke-6, 13, 14, dan 15. Maka melalui penelitian
kualitatif deskriptif ini, akan ditinjau makna pesan dari film Cowspiracy
dengan menggunakan metode dramatistic pentad dan relevansi dari SDG
sebagai institusi yang mampu menggabungkan peran global dalam solusi
permasalahan terkait dengan menggunakan teori liberalisme institusional.

Kata kunci: Dramatisme, Sustainable Development Goals, Cowspiracy

i.
ABSTRACT

LSPR COMMUNICATION AND BUSINESS INSTITUTE


BACHELOR DEGREE IN COMMUNICATION

Name : Leola Chandra


NIM : 1711.021.0105
Title : Dramatistic Pentad Analysis of “Cowspiracy: The
Sustainability Secret In Its Relevance To
Sustainable Development Goals
Total pages : 83 pages, 1 appendix
References : 17 books, 6 journal articles, 16 internet websites

As a mass communication media, film has the power to be used as a


tool of propaganda in the pursuit of social control. “Cowspiracy: The
Sustainability Secret” the film as an example of such propaganda. Various
surprising data about the negative impacts of the animal agriculture industry
which is barely exposed by the media and ignored by most big NGOs, is well
communicated in an educative way through this film. Cowspiracy focuses on
the gas emission, the use of clean water, the life below water, and the land
use issues. On the other hand, the UN as one of the data providers is also
striving for global sustainable development under the Sustainable
Development Goals agenda. Some points have the same focus with
Cowspiracy, such as goals 6, 13, 14, and 15. Therefore, this qualitative-
descriptive research will analyse the meaning of the Cowspiracy with
dramatistic pentad method and the relevance of SDG as one institution that
is able to merge the global role to be the solution with institutional liberalism
theory.

Keywords: Dramatism, Sustainable Development Goals, Cowspiracy

ii
DAFTAR ISI

Halaman

Tanda Pengesahan Skripsi

Kata Pengantar

Pernyataan Keaslian Penelitian

Curriculum Vitae

Abstrak ………………………………………………………. i

Abstract ………………………………………………………. ii

Daftar Isi ………………………………………………………. iii

Daftar Tabel ………………………………………………………. vi

Daftar Gambar ………………………………………………. vii

Daftar Lampiran ………………………………………………. viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah …………………………...…. 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………....…….... 9

1.3 Tujuan Penelitian …………………………………….… 9

1.4 Manfaat Penelitian …………………...…………. 10

1.4.1 Manfaat Akademis …...…………………………. 10

1.4.2. Manfaat Praktis …………………………………….… 10

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ….….... 10

iii
BAB II KERANGKA TEORETIS

2.1 Penelitian Sebelumnya ………………………. 13

2.2 Teori dan Konsep ….…………...………………. 16

2.2.1 Teori Dramatisme …………...…………………. 16

2.2.2 Liberalisme ……….………………………..……. 21

2.2.3 Film Dalam Komunikasi Massa ………………. 24

2.3 Bagan Kerangka Penelitian ……………… 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian …………………………….… 27

3.2 Unit Analisis ………………………………………. 28

3.3 Fokus Penelitian ………………………………………. 28

3.4 Teknik Pengumpulan Data ………………………. 30

3.4.1 Data Primer ………………………………………. 30

3.4.2 Data Sekunder ………………………………………. 31

3.5 Teknik Analisis Data ………………………………. 31

3.6 Teknik Pemeriksaan Kepercayaan ………………. 33

3.7 Waktu dan Tempat Penelitian ………………………. 34

3.8 Keterbatasan Penelitian ………………………………. 35

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ………………. 37

4.2. Sinopsis Film ………………………………………. 38

iv
4.3. Hasil Analisis Penelitian ……….………………………. 40

4.3.1. Analisis Relevansi Film dengan SDG ke-6 ...……. 41

4.3.2. Analisis Relevansi Film dengan SDG ke-13 ...……. 50

4.3.3. Analisis Relevansi Film dengan SDG ke-14 ...……. 57

4.3.4. Analisis Relevansi Film dengan SDG ke-15 ...……. 64

4.4. Pembahasan ………………………………………. 70

4.5. Analisis Kritis …………………………..………….. 74

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan …………………………………………….… 77

5.2. Saran ………………………………………………. 78

5.2.1. Saran Akademis ……………………………………… 78

5.2.2. Saran Praktis ……...………………………………. 78

REFERENSI ………………...……………………………………. 80

v
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbandingan Penelitian ………………………. 14

Tabel 2. Ilustrasi Dramatistic Pentad ………………. 21

Tabel 3. Asumsi Dasar Liberalisme ………………………. 23

Tabel 4. Fokus Penelitian ………………………………. 29

Tabel 5. Waktu Penelitian ………………………………. 34

Tabel 6. Data Dampak Industri Peternakan terhadap

Penggunaan Air Bersih ………………………. 41

Tabel 7. Data Dampak Industri Peternakan terhadap

Perubahan Iklim ……...………………………. 50

Tabel 8. Data Dampak Industri Peternakan dan

Penangkapan Ikan terhadap Penggunaan Air

Bersih ……………...………………………. 57

Tabel 9. Data Dampak Industri Peternakan terhadap

Penggunaan Air Bersih ………………………. 65

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Poster Film Cowspiracy ………………………. 2

Gambar 2. Bagan Kerangka Teori ………………………. 26

Gambar 3. Diagram Dramatistic Pentad ………………. 32

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kru dan Pemeran Film Cowspiracy (2015)

viii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dengan banyaknya genre dan naratif yang diterapkan, film bukanlah

sekedar suatu seni dari media audiovisual yang dapat dinikmati estetikanya

untuk pengalaman pribadi oleh audiens secara luas. Terdapat aspek lain

yang dimiliki film, misalnya adanya suatu kepentingan yang disampaikan

melalui film sebagai media dari komunikasi massa. Seperti kepentingan

politik, adanya suatu kekuasaan yang mengontrol terbuatnya suatu film untuk

audiens yang dituju. Melalui film, dapat dilakukan kontrol sosial berskala

internasional secara subjektif melalui berbagai platform pendistribusian

(McQuail, 2010, p. 33-34). Film diproduksi secara kompleks dengan modal

yang besar pula. Tentunya setiap film yang diproduksi memiliki tujuan,

terdapat makna pesan yang disampaikan melalui film pada audiens.

Pada 2014, Kip Andersen dan Keegan Kuhn bersama A.U.M Media &

First Spark Media mengkomunikasikan permasalahan besar global ini terkait

dampak signifikan yang ditimbulkan oleh industri peternakan dalam film

dokumenter berjudul Cowspiracy: The Sustainability Secret. Film ini

didistribusikan melalui DVD, pemesanan digital dari website resminya, dan

Netflix (Cowspiracy, n.d). Cowspiracy tidak hanya sekedar film, tapi juga

sebagai kampanye yang mengedukasi dan menggerakan masyarakat

melalui media sosial dan website resminya.


2

Film ini dapat dinilai cukup berhasil dalam meningkatkan kesadaran

masyarakat, terutama anak muda dalam pengurangan konsumsi daging.

Berdasarkan Pabian, Hudders, Poels, Stoffelen, dan Becker (2020) jika

dibandingkan dengan film dokumenter tentang lingkungan hidup lainnya

seperti Planet Earth, Cowspiracy berbeda dan lebih berdampak secara

signifikan terhadap perubahan perilaku penontonnya. Perbedaan ini

membuat para penonton pengetahuan atas konsekuensi dan dampak yang

timbul dari konsumsi daging terhadap kondisi hidup manusia dan

lingkungannya.

Gambar 1
Poster Film Cowspiracy

Dari “Cowspiracy: The sustainability secret,” 2015


(https://www.imdb.com/title/tt3302820/)

Film ini berfokus pada dampak yang dikeluarkan dari industri

peternakan terhadap peningkatan emisi gas, penggunaan air bersih,


3

kerusakan laut, dan juga penyalahgunaan lahan secara signifikan. Secara

tidak langsung, film Cowspiracy dengan edukatif menjelaskan bagaimana

cara untuk menjaga kesejahteraan hidup masyarakat global dengan

menjabarkan segala data yang ditutupi oleh berbagai NGO (Non-

Governmental Organization) di bidang lingkungan hidup berskala

internasional seperti World Wide Fund, Greenpeace, Oceana, Rainforest

Action Network, dan lainnya. Padahal data tersebut dengan sangat jelas

berisi informasi mengenai akar dari permasalahan sosial dan lingkungan

hidup, yakni dampak dari tingginya konsumsi daging di dunia. Maka,

Andersen dan Kuhn dinilai cukup berani mengangkat data tersebut kepada

publik internasional. Sebagian data yang didapat berasal dari Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) yang juga didukung dari berbagai pernyataan para

profesional di bidangnya.

Menurut data, bumi tidak pernah dihidupi dengan jumlah populasi

manusia yang ada saat ini, lebih dari 7.7 miliar jiwa yang menyebar di

berbagai penjuru dunia pada 2019. Setiap tahun, pertumbuhan tingkat

populasi akan meningkat sebanyak 2% dari tahun sebelumnya. Walaupun

sejak 1960-an persentase pertumbuhan tersebut sudah menurun hingga saat

ini, namun diperhitungkan pada 1956 jumlah populasi dunia dapat mencapai

10 miliar jiwa pada 2050 (Roser, Ritchie, & Ospina, 2019).

Dari jumlah populasi yang terus meningkat, akan mempengaruhi

berbagai sektor kehidupan karena peningkatan populasi pastinya diiringi

dengan naiknya aktivitas dan kebutuhan pangan masyarakat global yang


4

dapat menyebabkan permasalahan sosial, seperti perubahan iklim,

kelaparan, krisis air bersih, degradasi lahan, dan lainnya.

Sejak 1960-an, terus terjadi peningkatan produksi pangan, sehingga

membuat setiap orang seharusnya memiliki 25% lebih banyak pangan

dibanding tahun 1960. Anehnya, pada 2015 masih terdapat sebanyak 795

juta orang yang kekurangan gizi dan 2.4 miliar orang tidak memiliki akses

sanitasi. Artinya distribusi dari produksi pangan dan peternakan yang tidak

seimbang akibat ketidakadilan kesenjangan sosial, walaupun adanya

kemajuan teknologi dan pembangunan (FAO, n.d.).

Di sisi lain, perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah

kaca telah meningkat hingga 70% dalam kurun waktu 34 tahun mulai dari

1970 hingga 2004. Hal ini berlangsung dari awal perkembangan industri.

Tentunya efek gas rumah kaca tersebut masih terus meningkat hingga saat

ini dan puluhan tahun kedepan dengan peningkatan populasi yang di mana

pastinya akan lebih besar lagi efeknya pada abad-21 (UNFCCC, 2011).

Efek rumah kaca ini sangat merugikan kualitas kehidupan masyarakat,

seperti meningkatkan temperatur udara, mencairnya es di kutub,

meningkatnya ketinggian air laut, dan merusak lapisan atmosfer yang dapat

menyebabkan perubahan sistem iklim dunia. Tentunya dampak-dampak ini

akan berpengaruh pada kelangsungan hidup manusia untuk saat ini maupun

jangka panjang.

Emisi gas tersebut bukan hanya dihasilkan dari besarnya penggunaan

transportasi, melainkan industri peternakan. Berdasarkan Food and


5

Agriculture Organization dan The Livestock, Environment, and Development

(Steinfeld et al., 2006), penyebab paling utama dari permasalahan emisi gas

diperoleh dari industri peternakan sebesar 18% yang kemudian baru disusul

oleh penggunaan transportasi sebesar 13% berskala global.

FAO (dalam Steinfeld, Gerber, Wassenaar, Castel, Rosales, & Haan,

2006) juga menyatakan bahwa peternakan menyebabkan 55% dari erosi dan

sedimen, 37% penggunaan pestisida, 50% penggunaan antibiotik, dan

sepertiga penggunaan nitrogen dan fosfor dari sumber mata air. Sedangkan

aktivitas manusia hanya menggunakan 8% air bersih. Industri peternakan ini

menyebabkan berbagai permasalahan krisis global kedepannya yang

berdampak buruk bagi kualitas hidup manusia pula.

Peningkatan kebutuhan pangan dari sektor peternakan ini terus

mengarah pada kerusakan yang signifikan terhadap lingkungan dan kualitas

hidup masyarakat dari berbagai sektor yang saling berkesinambungan, baik

politik, ekonomi, dan sosial. Film Cowspiracy ini mengemukakan data dan

permasalahan tersebut untuk audiensnya. Dalam durasi menit ke-11, film

menyatakan fokus pesannya yakni dampak dari industri peternakan pada isu

kelautan, gas emisi yang menyebabkan perubahan iklim, penggunaan air

bersih dan sanitasi, dan penyalahgunaan lahan serta isu keanekaragaman

hayati. Setelah menelusuri akar permasalahan, pada akhirnya solusi pun

dapat diambil dengan menjadi vegan untuk menyelesaikan kerusakan dari

industri peternakan (Andersen & Kuhn, 2015).


6

PBB melalui FAO (2014), bahwa penggunaan lahan terbesar oleh

manusia berasal dari industri peternakan yang di mana mempengaruhi

degradasi tanah, permasalahan kualitas dan kesediaan air, polusi udara,

permasalahan kesehatan masyarakat, dan kesejahteraan hewan pula.

Padahal menurut FAO (2006) juga, industri peternakan sendiri telah

memakan 30% dari permukaan bumi, juga 33% untuk digunakan sebagai

lahan subur untuk pakan ternak. Tentunya berarti mendukung deforestasi,

bahkan 70% dari Amazon diubah penggunaan lahannya untuk peternakan.

Tidak hanya penggunaan lahan yang dialihkan, ditambah lagi dengan

penangkapan sumber daya alam dari laut secara masif dan berlebihan

menyebabkan rusaknya keanekaragaman hayati. Bahkan dari penelitian

Worm dan lainnya (2006), memproyeksikan bahwa pada 2048 populasi dan

ekosistem laut terancam punah.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, PBB sebagai institusi

internasional sadar akan kondisi dunia yang perlu dikembangkan atas

permasalahan krisis sosial. Permasalahan ini pun mulai diangkat sejak

Konferensi PBB pada 2012. Hingga akhirnya disetujuinya agenda PBB pada

September 2015, “Transforming Our World: The 2030 Agenda for

Sustainable Development” dengan ditargetkannya pencapaian dari 17

Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030 mendatang. SDGs

mengintegrasikan kepentingan pemerintah global untuk menyelesaikan

permasalahan interdimensi, yakni politik, sosial, dan ekonomi. Dengan

sumber dan mobilitas yang dibawahi oleh ke-193 negara anggota, PBB telah
7

sepakat untuk mencari dan menerapkan solusi dari ke-17 tujuan yang ada,

seperti kemiskinan, kelaparan, kesehatan, kualitas air bersih, konsumsi yang

bertanggung jawab, perubahan iklim, kualitas air dan tanah, dan lainnya

(Kannie & Biermann, 2017).

Sayangnya dari data mengejutkan yang didapat dalam film

Cowspiracy, Andersen menyatakan bahwa PBB telah gagal mengatasinya.

Padahal SDG dapat menjadi sarana efektif dengan kemampuannya

menyatukan peran pemerintah dan nonpemerintah sebagai solusi masa

depan dari dampak negatif yang ditimbulkan dari industri peternakan. Sebab

SDG pun bergerak di lingkup dan fokus yang sama dengan film Cowspiracy.

Tertera dalam SDG ke-6 mengenai air bersih dan sanitasi, dalam

upayanya memastikan efisiensi distribusi air bersih demi mengatasi

kelangkaan dan penderitaan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih

(UN, 2015, p. 18). Poin ke-13 mengenai perubahan iklim, dalam upaya

meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat demi memperingati

batasan dan dampak yang diberikan oleh seseorang atau pun suatu institusi

(UN, 2015, p. 23). Poin ke-14 mengenai kehidupan dalam laut, dalam upaya

mengakhiri penangkapan ikan secara berlebihan untuk mengembalikan

kuantitas ikan secepat mungkin hingga memenuhi kebutuhan biologisnya

secara efektif pada 2020 (UN, 2015, p. 24). Poin ke-15 mengenai kehidupan

darat, dalam upaya mengambil langkah mendesak mengenai degradasi

lahan yang mengarah pada kerusakan lingkungan dan hilangnya

keanekaragaman hayati untuk melindungi spesies langka (UN, 2015, p. 25).


8

Suatu penelitian kualitatif terhadap 12 narasumber berpendidikan di

bidangnya, berjudul “Animal Welfare and the United Nations Sustainable

Development Goals” berhasil mengemukakan adanya keterkaitan antara

kesejahteraan hewan, baik hewan ternak, peliharaan, liar, dan seluruh

kategori hewan lainnya dengan seluruh permasalahan dalam SDG.

Walaupun tingkat kekuatan korelasi yang ada pada setiap Goals berbeda.

Narasumber pun menilai SDG lebih menentukan kesejahteraan hewan

dibanding sebaliknya (Keeling et al, 2019).

Penelitian tersebut menimbulkan pertanyaan karena hasilnya berbeda

dengan apa yang dijelaskan dari data di film Cowspiracy, yang menunjukkan

peternakan justru merusak lingkungan. Ditambah lagi, penelitian tersebut

mendukung berkembangnya industri peternakan untuk meningkatkan

perekonomian dan sebagai solusi permasalahan sosial masyarakat global.

Maka, solusi yang diberikan pun terbalik dengan apa yang diberikan dari

Cowspiracy, yakni veganisme ataupun pengurangan konsumsi daging.

Pada 2050, diprediksikan akan ada 9.2 miliar populasi dengan

peningkatan 3.5% pendapatan per kapita yang pastinya diikuti

konsumerisme berlebihan dan meningkatkan permintaan pangan, air, fiber,

dan energi yang menyebabkan dampak negatif bagi keselamatan manusia

(FAO, n.d.). Tentu sangat penting untuk meninjau secara mendalam

mengenai makna pesan pada film, serta relevansi hubungannya dengan

implementasi dari SDG yang dalam kurun waktu 15 tahun telah dan akan

meraih berbagai usaha demi mencapai kesejahteraan masyarakat global


9

dalam jangka panjang, seiring dengan peningkatan populasi yang diikuti

dengan naiknya kebutuhan pangan. Maka, melalui penelitian dengan metode

kualitatif deskriptif dan metode analisis Dramatistic Pentad akan

menganalisis makna pesan dari film Cowspiracy, kemudian mengaitkannya

melalui teori liberalisme, akan menganalisis relevansinya pada SDG ke-6,

13, 14, dan 15.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang ada, maka penelitian ini berfokus

pada pesan dalam film Cowspiracy: The Sustainability Secret dalam

relevansi Sustainable Development Goals. Penelitian ini dipandu oleh

pertanyaan riset sebagai berikut:

1. Apa makna pesan mengenai industri peternakan melalui film

Cowspiracy: The Sustainability Secret?

2. Bagaimana pesan tersebut dikomunikasikan?

3. Bagaimana relevansi pesan tersebut dengan SDG ke-6, 13, 14, dan 15?

1.3. Tujuan Penelitian

Dilaksanakannya penelitian ini, memiliki tujuan yang ingin dicapai

dalam hasilnya, yakni:

1. Menafsirkan makna pesan yang dikomunikasikan mengenai industri

peternakan melalui film Cowspiracy: The Sustainability Secret.


10

2. Meninjau relevansi SDG ke-6, 13, 14, dan 15 dengan permasalahan

global dalam film.

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis pun berharap dapat

memberikan manfaat akademis dan praktis sebagai berikut:

1.4.1. Manfaat Akademis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu penelitian

selanjutnya dengan menjadi sumber wawasan juga pengembangan ilmu di

dunia pendidikan, terutama dalam meneliti bidang komunikasi dan

lingkungan hidup kedepannya. Juga dapat menjadi buah pemikiran yang

mampu dikembangkan dan ditingkatkan.

1.4.2. Manfaat Praktis

Bagi penulis, penelitian ini dapat mempertajam kemampuan berpikir

kritis dan keabsahan dalam menulis dan menganalisis. Di sisi lain, penelitian

ini juga dapat menjadi sumber solusi yang dapat diterapkan dan

dikembangkan dari permasalahan yang dikemukakan demi meningkatkan

kesejahteraan hidup masyarakat.

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Dalam penyusunannya, penelitian ini dituliskan berdasarkan

sistematika sebagai berikut yang akan mengatur alur pembahasan agar

memperjelas isi penelitian:


11

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini akan mengemukakan berbagai data dan fakta dari

permasalahan yang dituju melalui latar belakang masalah,

rumusan masalah, kemudian menunjukkan tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KERANGKA TEORETIS

Bab ini akan menjabarkan hasil dari penelitian sebelumnya,

kemudian teori dan konsep yang akan dihubungkan dalam

penelitian ini, dan bagan kerangka teori.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metode penelitian yang akan diterapkan,

unit analisis, fokus penelitian, teknik pengumpulan data, teknik

analisis data, teknik pemeriksaan keterpercayaan, waktu dan

tempat penelitian, dan keterbatasan penelitian.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan berisi analisis dan temuan yang diteliti melalui

gambaran umum objek penelitian atau unit analisis, hasil

analisis penelitian, dan juga pembahasan.


12

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menyimpulkan seluruh hasil penelitian dan saran yang

dapat dijadikan sebagai masukan bagi para pembacanya.


13

BAB II

KERANGKA TEORETIS

2.1. Penelitian Sebelumnya

Terdapat dua penelitian terdahulu yang diambil sebagai referensi

untuk penelitian ini. Walaupun topik yang diangkat berbeda, kedua penelitian

sebelumnya sama-sama menggunakan teori dramatisme dari Kenneth Burke

sama seperti yang akan diterapkan dalam penelitian ini.

Penelitian pertama dilakukan oleh Priyantari dan Fattah (2019) yang

meninjau penerapan konsep orientalisme yang ditunjukkan dari perilaku

masyarakat Barat pada imigran dari masyarakat Timur yang diperlakukan

dengan tidak adil. Untuk menelaah pesan yang dikomunikasikan melalui film,

digunakan metode analisis dramatisme pentad. Kemudian dari situ,

penelitian kualitatif ini menganalisis 6 adegan untuk mengangkat unsur

orientalisme tersebut. Setelah menangkap makna dari keenam adegan

tersebut, penulis pun menganalisis segi orientalisme dari film dan dari

industri Hollywood.

Seperti dalam penelitian pertama, penelitian kedua yang disusun oleh

Satjakoesoemah, Rizky, dan Sharinta (2020) dengan judul “Analisis

Dramatistic Pentad Unsur Konsumerisme dalam Film They Live 1988.”

Penelitian ini mengangkat permasalahan konsumerisme pada film yang

dilakukan oleh individu dan kelompok dalam masyarakat. Penelitian ini juga

menggunakan metode analisis dramatistik pentad yang di mana dari situ,


14

peneliti akhirnya dapat mengetahui penggambaran dan makna dari film

mengenai konsumerisme. Kemudian peneliti pun meninjau lebih jauh dari

segi konsumerisme itu sendiri.

Dari kedua penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa keduanya memiliki

persamaan. Keduanya mengangkat suatu permasalahan sosial yang sedang

berlangsung di masyarakat melalui analisis dramatistic pentad secara

kualitatif pada adegan-adegan yang diambil berdasarkan unsur yang

diangkat, kemudian disambungkan dengan teori sosial lainnya untuk ditelaah

lebih lanjut dari segi teori berdasarkan pesan yang sudah dimaknakan dari

film.

Hal ini sama seperti apa yang akan diterapkan pada penelitian ini.

Melalui komunikasi dalam film Cowspiracy: The Sustainability Secret, peneliti

ingin mengetahui motif dan makna pesan pada film melalui dramatistic

pentad. Yang kemudian dikaitkan dengan relevansi dari SDG ke-6, 13, 14,

dan 15 melalui teori liberalisme. Penelitian pun juga dilakukan dengan teknik

observasi dan studi literatur sama dengan penelitian sebelumnya tersebut.

Tabel 1
Perbandingan Penelitian
No. Ukuran Artikel Jurnal 1 Artikel Jurnal 2 Penelitian
Komparasi
1 Judul Representasi Analisis Analisis
Imigran Timur Dramatistic Dramatistik
dalam Film The Pentad Unsur Pentad Industri
Visitor. Konsumerisme Peternakan pada
dalam Film They Film "Cowspiracy:
Live 1998 The Sustainability
Secret" terhadap
15

Relevansi
Sustainable
Development
Goals

2 Peneliti Analisa Dwimas Alan Leola Chandra


Priyantari dan Satjakoesoemah,
Akhmad Kautsar Sarah Vania
Fattah Rizky, dan Elviera
Joelanda Sharinta
3 Tahun 2019 2020 2021
4 Teori Dramatisme Dramatisme Dramatisme
Orientalisme Konsumerisme Liberalisme
5 Metode Kualitatif Kualitatif Kualitatif
Penelitian Dramatisme Dramatistik Dramatistik
Pentad Pentad Pentad
6 Teknik Observasi Observasi Observasi
Pengumpul Studi literatur Studi literatur Studi literatur
an Data
7 Hasil Dari film, adanya Dari film, dapat
Penelitian perilaku tidak adil diambil pesan dan
dari Barat dampak negatif
(khususnya dari
Amerika) pada komsumerisme.
Timur. Namun dari Juga dapat
segi Orientalisme, diketahui adanya
Timur memberikan relevansi
citra positif. Maka, fenomena
audiens perlu kritis konsumerisme
pada pesan dari yang terjadi di
media. realita.
Sumber: Priyantari & Fattah, 2019; Satjakoesoema, Rizky, & Sharinta, 2020;
Data Olahan Peneliti, 2020.
16

2.2. Teori dan Konsep

2.2.1. Teori Dramatisme

Dramatisme dikemukakan dan dikembangkan oleh Kenneth Burke

sebagai ilmuwan yang memiliki latar pendidikan formal minimum, bahkan

tidak mencapai sarjana. Namun, melalui dramatisme, peneliti dapat

mengetahui berbagai perilaku dan motif manusia secara fleksibel dan melalui

berbagai interdisiplin dan angle. Dalam dramatisme, hidup adalah drama

yang secara kritis berfokus pada suatu penampilan yang dimainkan oleh

berbagai tokoh. Maka dapat diketahui motif dari aksi komunikasi antar teks

yang digunakan kepada audiens. Melalui drama, dapat digambarkan

hubungan manusia secara luas dengan adanya dialog interaksi. Selain itu,

genre pada drama (seperti komedi, percintaan, melodrama, horor, dan

lainnya) berkaitan dengan cara manusia menyusun dan memilih penggunaan

bahasa yang kemudian juga akan mempengaruhi pola pikir manusia itu

sendiri. Kemudian, drama selalu ditujukan untuk audiensnya, berarti drama

merupakan bentuk dari retorika yang di mana setiap penggunaan bahasa

yang dipilih memiliki hubungan yang dituju pada audiens (West & Turner,

2010, p. 329).

Terdapat tiga asumsi dalam teori dramatisme yang diberikan dari

Brumment sebagai kritik terhadap Burke (West & Turner, 2010, p. 330),

yakni:
17

1. Manusia adalah binatang yang menggunakan simbol; artinya segala

tindakan yang dilakukan manusia itu didasarkan pada kebutuhan

alamiah sebagai binatang dan dari simbol (penggunaan bahasa).

2. Bahasa dan simbol sangat penting untuk manusia; artinya ketika

manusia menggunakan bahasa, mereka juga dipengaruhi oleh bahasa

itu sendiri, seperti pembentukan pikiran, persepsi, atau pun opini.

3. Manusia sebagai pembuat pilihan; artinya manusia memiliki kehendak

bebas untuk memilih apa yang mereka akan lakukan.

Burke (1970, p. 38-39) menjelaskan mengenai pentingnya suatu aksi

dalam konsep dramatisme dan aksi yang dimaksud di sini adalah

penggunaan suatu bahasa. Melalui teori dramatisme akan bermula dengan

membahas mengenai permasalahan suatu aksi atau bentuk dan berfokus

membahas prosesnya. Selain itu, dramatisme melihat bahwa suatu aksi dan

gerakan merupakan dua hal yang berbeda. Berarti, suatu aksi hanya dapat

terjadi jika terdapat suatu gerakan, tapi suatu gerakan bisa saja terjadi tanpa

adanya suatu aksi.

Burke sebagai seorang pengkritik yang menemukan bahwa

penggunaan bahasa merupakan strategi manusia menyampaikan pesan.

Burke melihat bahwa hidup layaknya sebuah drama yang dapat dilihat dari

setiap kali seseorang membuka mulutnya. Berbeda dengan teori retorika lama

dari Aristotle, Burke menjelaskan konsep agency yang di mana seorang

komunikator memiliki kemampuan untuk bertindak berdasarkan pilihan. Untuk


18

itu dramatisme menjadi teori retorika baru yang tidak hanya mempersuasi, tapi

juga berfokus pada beberapa kunci permasalahan lainnya.

Dalam retorika dibutuhkan identifikasi yang merupakan kesamaan

yang dimiliki oleh komunikator dan audiens. Hal ini dapat dicapai dengan

substance yang berupa karakter, pekerjaan, pengalaman, kepercayaan, dan

lainnya. Semakin besar substance yang dimiliki antara keduanya, maka akan

semakin efektif terjadinya identifikasi. Hal ini dapat dicapai oleh komunikator

dengan penyesuaian gaya dan isi pesan. Namun audiens pun juga perlu

memiliki kemampuan beradaptasi untuk mengerti pesan (Griffin, 2012, p.

299-300).

Tentunya proses tersebut tidak selalu berhasil. Jika komunikator dan

audiens gagal dalam menyelaraskan substance, maka disebut sebagai

division. Untuk itu, akan dilakukan consubstantiation agar tercapainya

identifikasi. Namun usaha tersebut dapat mengarah pada kesalahan dan

penebusan (West & Turner, 2010, p. 333).

Burke (1970, p. 40) menuliskan definisi dari manusia secara empiris

melalui anggapan berikut:

“Man is
(1) the symbol-using animal
(2) inventor of the negative
(3) separated from his natural condition by instruments of his own
making
(4) goaded by the spirit of hierarchy
(5) and rotten with perfection.”

Hal ini dapat diartikan bahwa, pertama, manusia merupakan binatang

yang memiliki akal sehat dengan kemampuannya menciptakan dan


19

menggunakan simbol. Kedua, dalam suatu aksi terdapat karakter yang di

mana terdapat pilihan yang diiringi dengan etika. Ketiga, manusia layaknya

homo sapiens yang mampu menciptakan berbagai hal. Keempat, manusia

memiliki tatanan sosial-politik dengan berbagai tingkatan, perbedaan strata,

sosia, dan penempatannya. Kelima, manusia selalu menginginkan segala hal

secara sempurna (Burke, 1970, p. 40).

Burke menegaskan bahwa guilt menjadi motif utama dari seluruh

aktivitas bersimbol. Hal ini terjadi karena manusia selalu merasa bersalah

berdasarkan kondisinya dan juga terus berusaha untuk menghilangkan rasa

bersalah tersebut. Guilt dapat berupa hal yang memalukan, suatu ketakutan,

kekhawatiran, atau perasaan tidak menyenangkan lainnya. Guilt dapat

meningkat dengan adanya hierarchy atau order yang mengatur kehidupan

masyarakat. Akibat dari kemampuan manusia menggunakan bahasa,

masyarakat menjadi semakin terbagi menjadi berbagai kategori hirarki sosial

dan menimbulkan kesenjangan dan perasaan bersalah (West & Turner,

2010, p. 333-334). Dengan adanya order, maka manusia memiliki kebebasan

untuk memilih untuk mengikutinya atau melanggarnya. Dalam kondisi yang

ada, manusia dapat menolak aturan yang ada, disebut dalam istilah the

negative (Burke, 1970, p. 186).

Teori dramatisme juga menyebutkan bahwa manusia terkubur dalam

keinginan menjadi sempurna atau perfection. Suatu kesempurnaan itu juga

dapat menjadi kelemahan ataupun hal yang menyakitkan suatu pihak dan

berujung pada suatu kesalahan (Griffin, 2012, p. 303).


20

Dalam menghadapi guilt, komunikator yang mememiliki kemampuan

retorika yang di mana mampu untuk menyalahkan suatu pihak atas

kesalahan yang ada, hal ini disebut victimage. Dalam menangani guilt,

terdapat dua kemungkinan yang dilakukan oleh komunikator dalam

menangani kesalahan tersebut. Pertama, mortification yang di mana

terjadinya represi diri atas tekanan dari dalam diri akibat dari rasa kecewa,

malu, dan gangguan batin. Akibar dari mortification, seseorang melakukan

scapegoating untuk menghapus rasa bersalah dalam dirinya. Scapegoating

sebagai cara kedua menangani guilt, kesalahan akan dilampiaskan pada

pihak luar dengan mempertimbangkan kekuatan yang ada, baik untuk hal

baik maupun buruk (Burke, 1970, p. 190).

Burke (1970, p. 200) selalu mengaitkan teori dramatisme dengan

konsep-konsep dari agama. Dalam mortification dan scapegoating ini

digambarkan selayaknya pada Korintus 12:10 yang mengatakan, “Sebab aku

lemah, maka aku kuat” yang membutuhkan suatu pengorbanan dari suatu

pihak demi adanya redemption.

Scapegoating dapat membagi dan menjauhkan pihak yang

disalahkan. Namun dapat diselesaikan dengan menyerang pihak yang salah

tersebut, atau dengan menggabungkan seluruh pihak. Tentu dibutuhkan

suatu pengorbanan dan usaha yang besar untuk membersihkan guilt

tersebut (Burke, 1969, p. 406). Dalam prosesnya, akan ada pihak yang

menjadi redeemer sebagai solusi dari permasalahan dan memimpin

masyarakat untuk membersihkan rasa bersalah tersebut.


21

Dalam karyanya, Burke (1969, p. xv) memperkenalkan lima istilah

dalam teori dramatisme yang merupakan persatuan dari Dramatistic Pentad

untuk menganalisis penggunaan simbol text dan alasan komunikator memilih

strategi yang digunakan terhadap audiens. Berikut 5 kunci dalam pentad:

1. Act: Hal apa yang sudah terjadi, baik melalui pikiran maupun tindakan.

2. Scene: Latar suatu kejadian, baik tempat, waktu, dan situasi.

3. Agent: Subjek yang melakukan hal tersebut dan karakternya.

4. Agency: Cara dan maksud subjek melakukan hal tersebut.

5. Purpose: Alasan subjek melakukan yang ia lakukan.

Untuk mempermudah pengertian mengenai dramatistic pentad, berikut

tabel yang dapat mengilustrasikan konsepnya (Griffin, 2012, p. 301):

Tabel 2
Illustrasi Dramatistic Pentad
act scene agent agency purpose
response situation subject stimulus target
Sumber: Griffin, 2012.

Untuk menafsirkan makna pesan yang disampaikan pada film

Cowspiracy, maka dibutuhkan teori dramatisme untuk melihat motif dari

diproduksinya film tersebut. Selain itu, dalam teori ini juga dapat diterapkan

dramatistik pentad yang dapat menjadi alat analisis adegan-adegan yang

dipilih berdasarkan fokus permasalahan yang diangkat dalam film.

2.2.2. Liberalisme

Terdapat dua teori utama dalam hubungan internasional, yakni

realisme dan liberalisme yang memberikan perspektif pada politik global.


22

Liberalisme sendiri merupakan pandangan yang optimis yang didasari

pengendalian diri, kompromi, dan moderasi. Liberalisme menjunjung

stabilitas dan perdamaian antar umat manusia. Misalnya saat berakhirnya

perang dunia pertama, Woodrow Wilson sebagai presiden Amerika Serikat

saat itu mencetuskan didirikannya Liga Bangsa-Bangsa (LBB) agar

mencegah terjadinya perang dunia dengan menciptakan hukum

internasional. Namun demikian, PBB pun gagal menjaga perdamaian dunia

dengan berlangsungnya perang dunia kedua (Dugis, 2016, p. 55).

Ideologi ini dikembangkan oleh berbagai tokoh terdahulu, seperti John

Locke, Adam Smith, Immanuel Kant, dan Jeremy Bethan. Locke

mengungkapkan bahwa negara sebagai konstitusi yang menjamin

keberlangsungan hidup masyarakatnya berdasarkan norma yang dipercaya

agar terhindar dari potensi konflik. Di sisi lain, Kant pun menambahkan

bahwa perdamaian bisa tercapai jika seluruh negara berinteraksi dalam

hubungan internasional seperti layaknya antarindividu yang di mana individu

saling adil dan terkelola berdasarkan federasi, juga tidak ada yang paksaan

sepihak dan saling campur tangan (Dugis, 2016, p. 59).

Berbeda dengan Locke dan Kant, Adam Smith memberikan pemikiran

dasar bahwa manusia memiliki hubungan yang saling berketergantungan,

terutama di bidang ekonomi sebagai sifat human nature. Sama halnya

dengan hubungan antarnegara yang mencegah terjadinya konflik atau

perang terbuka untuk menjaga perdamaian demi hubungan ekonomi, negara


23

pun bekerjasama (Dugis, 2016, p. 61). Liberalisme juga memiliki asumsi-

asumsi dasar yang dapat dilihat melalui tabel berikut:

Tabel 3
Asumsi Dasar Liberalisme
Isu Pandangan
Sifat dasar manusia Pengendalian diri, berbagi kepentingan
Aktor penting Negara & aktor bukan negara
Tindakan negara Pengendalian diri memungkinkan negara terlibat dalam
tindakan kolaboratif dan kerjasama

Pertimbangan tindakan Rasional demi kepentingan bersama


negara
Karakteristik sistem Kerjasama atas dasar kepentingan bersama
internasional
Sumber: Dugis, 2016.

Teori liberalisme ini pun dikembangkan, sehingga terdapat beberapa

identifikasi pecahan dari liberalisme, salah satunya liberalisme institusionalis.

Berdasarkan Dugis (2016, p. 74-75), perdamaian yang diinginkan dalam

liberalisme dapat pula dicapai melalui peran institusi, baik institusi regional,

internasional, dan global. Melalui institusi, terciptanya anarki pada sistem

global karena terbaginya kedaulatan yang ada pada berbagai komunitas di

dunia. Selain itu juga, institusi dapat menjadi organisasi yang mewakili

negara, membuat aturan resmi, kesepakatan, dan konvensi. Dengan adanya

institusi pun dapat menjadi jembatan dalam penyelesaian konflik antar

negara, masalah internasional, dan terciptanya hubungan baik antarnegara.

Liberalisme institusionalis dapat dinilai berhasil dengan semakin banyaknya

jumlah institusi atau organisasi di dunia.


24

Liberalisme institusionalis ini menggambarkan PBB yang bergerak

mempertahankan keamanan dan perdamaian dunia. Di bawah institusi PBB,

terbentuk SDG yang dibentuk sebagai solusi dari permasalahan

pembangunan berkelanjutan global. Maka, dapat ditinjau secara lebih

mendalam mengenai SDG di bawah PBB sebagai aktor internasional pada

relevansinya.

2.2.3. Film dalam Komunikasi Massa

Kemajuan teknologi mendorong perkembangan media yang mampu

menyampaikan informasi dengan sangat mudah dan cepat. Informasi pun

dapat diterima lintas negara dalam hitungan detik. Perkembangan media pun

memperkuat peran komunikasi massa. Hal ini dapat dilihat dari hampir setiap

orang memiliki telepon genggam, bahkan di setiap rumah bisa memiliki lebih

dari satu televisi. Maka, akan sangat mudah untuk media melakukan

komunikasi massa dalam penyebaran suatu informasi, baik melalui media

cetak seperti koran, majalah, dan surat kabar, maupun melalui media

elektronik seperti televisi dan radio. Ditambah lagi dengan eksistensi internet

yang menjadikan masyarakat mampu mengakses berita atau informasi

melalui sosial media, website, buku atau berita elektronik, dan lainnya.

Masyarakat menggunakan media massa untuk banyak hal, yakni untuk

mengetahui berita yang ada, pengalaman baru, mencari kebenaran akan

suatu kejadian, mengeksplorasi topik pembahasan, dan berbagai kegiatan

lainnya (Fajriah, 2020, p. 9).


25

Permasalahan sosial menjadi topik yang paling diminati oleh

masyarakat, hal ini dibuktikan melalui penelitian, terdapat 66,2% dari 65

responden memilih isu tersebut. Selain itu, media massa juga dinilai sebagai

sarana komunikasi, pendidikan, dan sosialisasi dengan hasil 92,4% (Fajriah,

2020, p. 12).

Menurut McQuail (2010, p. 32), selain media cetak, film sudah

berkembang menjadi media massa yang berhasil menggarap publik secara

luas, juga berhasil memberikan dampak emosional dengan popularitas dan

isinya yang terlihat nyata. Sejak akhir abad 19, film tidak lagi hanya sebagai

media penghibur di saat waktu luang yang sekedar menampilkan cerita,

musik, drama, humor, dan trik. Film sebagai media massa bukanlah hanya

sebuah bisnis, tapi memiliki karakter lain, seperti sebagai propaganda

terutama untuk kepentingan nasional atau kepentingan sosial, sebagai

kemunculan sekolah film dan seni, dan sebagai perkembangan film

dokumenter. Namun film terus memiliki kecenderungan mengandung

ideologi dan propaganda secara langsung ataupun tidak langsung dalam

isinya untuk melakukan kontrol sosial, pemasaran publik, dan kepentingan

massa yang dikemas secara menghibur.

Tentunya film Cowspiracy merupakan salah satu dari bentuk

komunikasi massa yang juga memiliki peran, kepentingan, dan tujuannya

sendiri. Untuk itu perlu ditelaah lebih lagi sebagai komunikasi massa, kontrol

sosial dan kepentingan apa yang ingin dicapai melalui film ini.
26

2.3. Bagan Kerangka Teori

Berdasarkan bagan di bawah ini, dapat dielaborasikan bahwa

penelitian ini akan menerapkan metode dramatistic pentad dari teori

dramatisme oleh Burke untuk menganalisis mengenai makna pesan dari film

Cowspiracy: The Sustainability Secret melalui adegan yang disesuaikan

dengan kriteria yang ada pada data primer dari teknik pengumpulan data.

Dengan begitu, peneliti dapat mengetahui hasil analisis pesan pada film

berdasarkan act, scene, agent, agency, dan purpose dari dramatistic pentad.

Kemudian, peneliti menghubungkan hasil analisis tersebut dengan teori

liberalisme yang berfokus pada konsep institusionalis untuk menemukan

relevansi hubungan dari makna pesan yang ada dengan SDG sebagai

institusi internasional yang bergerak demi kepentingan dan kerjasama global.

SDG yang akan dianalisis akan berfokus pada SDG ke-6, 13, 14, dan 15.

Gambar 2
Bagan Kerangka Teori

Dari Data Olahan Penelitian, 2020


27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif.

Menurut Anggito dan Setiawan (2018, p. 9), penelitian kualitatif

menggunakan pendekatan naturalistik untuk memahami suatu fenomena dari

masalah kehidupan sosial dengan mendeskripsikan realitas yang kompleks.

Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data, analisis, kemudian

menginterpretasikan fenomena yang diteliti.

Subjektivitas penulis dalam penyusunan penelitian, membuat

pendekatan kualitatif menjadi fleksibel karena berdasarkan pada pemaknaan

suatu realitas sosial. Berarti peneliti merupakan kunci instrumen dari

dijalankannya penelitian yang bersifat personal didasarkan eksplorasi data

yang akan didalami oleh peneliti itu sendiri (Yusuf, 2014, p. 47).

Selain itu, penelitian ini akan menggunakan metode dramatistic

pentad sebagai penerapan atau alat analisis dari teori dramatisme oleh

Burke. Melalui metode ini, peneliti dapat mengetahui strategi dari alasan dan

proses dijalankannya bentuk retorika dari film Cowspiracy: The Sustainability

Secret, juga dapat mengidentifikasikan penontonnya dalam bagian pentad

tersebut, yakni act, scene, agent, agency, dan purpose.


28

3.2. Unit Analisis

Film dokumenter berjudul Cowspiracy: The Sustainability Secret akan

menjadi unit analisis pada penelitian ini. Berbeda dari film dokumenter lain

yang mengangkat isu lingkungan hidup, film ini menjabarkan data

tersembunyi secara transparan dan menjelaskan perhitungan atas

permasalahan kesejahteraan sosial secara berkelanjutan yang disebabkan

oleh industri peternakan, beserta dampak yang dirasakan oleh manusia

dalam jangka panjang. Dengan data tersebut, film ini membuka pengetahuan

masyarakat dan juga memberikan solusi paling efektif terhadap isu yang

diangkat.

Melalui beberapa adegan dari film yang dipublikasikan sejak 2014 ini,

peneliti akan menganalisis pesan mengenai industri peternakan yang

dikomunikasikan secara langsung maupun tidak melalui beberapa adegan

yang akan dipilih sesuai dengan keterkaitannya dengan relevansi SDG. Film

Cowspiracy menjelaskan permasalahan dari isu-isu sosial yang sama

dengan yang diangkat pada SDG ke-6, 13, 14, dan 15. Unsur industri

peternakan tersebut, kemudian akan dimuat melalui dramatistic pentad agar

dapat ditelaah dan teori liberalisme untuk mengetahui relevansi dari SDG

tersebut terhadap isu yang telah diangkat dalam film.

3.3. Fokus Penelitian

Untuk memperjelas penelitian, maka dibuatlah fokus penelitian yang

berdasarkan dramatistic pentad dan liberalisme terhadap industri peternakan


29

dalam film Cowspiracy dan kaitannya dengan SDG, seperti pada tabel

berikut.

Tabel 4
Fokus Penelitian
Objek
Dimensi Elemen Evidensi
Penelitian
Film Dramati Act Andersen mengetahui berbagai data
"Cowspira stic krusial melalui website, dokumen, buku,
cy: The Pentad dan lainnya mengenai dampak yang
Sustainabil ditimbulkan dari industri peternakan
ity Secret" secara global dan sangat signifikan pada
keberlanjutan kualitas hidup manusia.
Scene Andersen terkejut dengan berbagai fakta
yang ada, kemudian melakukan
wawancara dan observasi lapangan
secara langsung pada berbagai pihak
yang terlibat di Amerika, yakni
peternakan, organisasi lingkungan,
pemerintah, dan lainnya.
Agent Kip Andersen
Agency Atas rasa penasarannya, Andersen
menggali kebenaran atas data yang ia
dapatkan secara kritis. Namun semakin ia
menggali lebih dalam, semakin banyak
data yang didapatkan, dan semakin besar
pula rasa penasarannya yang perlu
dijawab.
Purpose Sejak awal, Andersen memiliki tekad
untuk berdampak positif pada isu
perubahan iklim. Untuk itu, ia ingin
mencari tahu solusi yang efektif.
Liberalis Sifat dasar Mengkaji relevansi dari SDG sebagai
me manusia solusi permasalahan global terkait
kesamaan pesan pada film
Aktor SDG dibawah PBB sebagai aktor non-
penting negara yang berperan penting
30

Tindakan Berbagai kerjasama yang dilakukan


negara berbagai negara dibawah SDG dalam
rangka tercapainya poin 6, 13, 14, dan 15.
Pertimba- Meninjau relevansi dari SDG dan pesan
ngan pada film dengan melihat rasionalitas dari
tindakan progres yang telah dijalankan SDG.
negara
Karakteris- Melalui berbagai badan, kerjasama,
tik sistem aturan, dan progres dari SDG yang
internasio- dilakukan demi tercapainya poin ke-6, 13,
nal 14, dan 15.
Sumber: Data Olahan Penelitian, 2020

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menganalisis fenomena dalam penelitian kualitatif ini, akan

digunakan data primer dan data sekunder sebagai sumber yang akan

ditelaah. Data primer yakni dari hasil dokumentasi dan data sekunder dari

hasil penelitian sebelumnya serta studi literatur.

3.4.1 Data Primer

Film Cowspiracy: The Sustainability Secret akan menjadi sumber data

primer dari penelitian ini. Tidak hanya dari gambar, namun juga akan

dilakukan dokumentasi dari tokoh, penggambaran latar, bahkan penggunaan

bahasa dari film. Data primer ini dapat diakses melalui Youtube, Netflix, dan

website resminya (www.Cowspiracy.com).

Untuk memfokuskan penelitian ini, maka akan diambil beberapa

bagian pada film berdasarkan isu yang diangkat, yakni:

1. Emisi gas sebagai kontributor terbesar yang mempengaruhi isu

perubahan iklim dunia.


31

2. Isu air bersih dunia dan penggunaannya.

3. Penyalahgunaan lahan, ekosistem, dan punahnya keanekaragaman

hayati.

4. Isu kelautan dan permasalahan penangkapan ikan berlebihan yang

merusak ekosistem laut.

3.4.2 Data Sekunder

Berbagai penelitian sebelumnya dapat dijadikan sumber informasi,

seperti artikel, jurnal, laporan, dokumen, buku, dokumentasi, penelusuran

online dan lainnya yang dapat menjadi pendukung dan pembanding

kebenaran dari data primer.

3.5. Teknik Analisis Data

Untuk mencapai tujuan penelitian, maka akan diterapkan dramatistic

pentad dari teori dramatisme. Burke (1969, p. xv) menyatakan bahwa melalui

dramatistic pentad sebagai alat analisis, dapat menjadi mudah untuk

mengetahui motif dari seseorang karena pentad tersebut mudah dimengerti,

bahkan dapat mempermudah menganalisis situasi yang sulit sekalipun.

Pentad ini dapat digunakan untuk mengetahui suatu makna pesan dan

alasan dibaliknya secara logis (Burke, 1969, p. 12). Teori dramatisme sendiri

bertujuan untuk menunjukkan dramatistic pentad yang diterapkan secara

eksplisit dan sistematis yang secara tepat mampu menganalisis suatu

kejadian yang strategis terkait motivasi (Burke, 1970, p. 67).


32

Untuk menganalisis strategi retorika yang digunakan oleh

komunikator, Burke (West & Turner, 2010, p. 335) menciptakan dramatistic

pentad yang terdiri dari lima poin, yaitu:

1. The Act: Apa yang sudah dilakukan.

2. The Scene: Konteks yang mengiringi aksi yang dilakukan.

3. The Agent: Orang yang melakukan aksi.

4. The Agency: Cara yang digunakan untuk mencapai aksi tersebut.

5. Purpose: Tujuan dari aksi yang dilakukan.

Berikut diagram pentad untuk mempermudah pemahaman dari elemen

yang ada :

Gambar 3
Diagram Dramatistic Pentad

Dari West dan Turner, 2010.

Untuk menganalisis, dapat dijabarkan setiap elemen yang ada.

Kemudian diterapkannya rasio dramatistik yang menganalisa proporsi

elemen untuk menghubungkan elemennya. Melalui kelima poin tersebut,

dapat dibagi menjadi sepuluh rasio, seperti scene:act, agent:purpose,

act:agency, dan lainnya (Burke, 1969, p. 15). Pada penelitian ini, akan
33

menggunakan rasio dramatistik yang difokuskan pada act:purpose untuk

meninjau permasalahan dan tujuan dari film Cowspiracy.

3.6. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan

Dalam penelitian kualitatif perlu dilakukan uji keabsahan data karena

memiliki kemungkinan terjadinya perubahan atau membatasi penelitian pada

saat prosesnya. Hal ini dapat terjadi karena kualitatif menganalisis situasi

sosial yang memiliki karakteristik khusus, seperti aktor, tempat, pemaknaan,

dan kegiatan sebagai instrumen penelitian. Untuk mendapati keakuratan

data yang dianalisis, maka dilakukan uji kredibilitas (Yusuf, 2014, p. 394).

Teknik pemeriksaan kepercayaan dalam penelitian ini dengan teknik

triangulasi untuk memperdalam pemahaman penelitian dan mencari

kebenaran. Dengan triangulasi sumber data, peneliti dapat melihat fenomena

yang ada melalui perspektif dan sudut pandang yang berbeda. (Anggito &

Setiawan, 2018, p. 232).

Penelitian ini akan menggunakan data yang ada dari film Cowspiracy,

kemudian melakukan triangulasi data dengan mengecek kredibilitas pesan

yang diberikan melalui film melalui data lain, seperti jurnal, artikel, buku, hasil

laporan, dokumen, dan berbagai sumber lainnya yang dapat diselaraskan

dengan data pada film agar peneliti dapat melihat permasalahan secara lebih

luas.
34

3.7. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari rumah peneliti yang berlokasi di

Bendungan Hilir, Jakarta Pusat dan berlangsung dari September 2020

hingga Mei 2021. Tentu dalam penyusunan skripsi ini, akan membutuhkan

analisis yang mendalam dengan proses yang tidak sebentar. Untuk

memfokuskan jalannya penelitian sesuai target peneiti, maka peneliti pun

membuat acuan jalannya penelitian melalui timeline waktu penelitian sebagai

berikut:

Tabel 5
Waktu Penelitian
2020 2021
Sep Okt Nov Des Feb Mar Apr Mei
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Kerangka
Teoritis
BAB III
Metodologi
Penelitian
BAB IV
Analisis dan
Pembahasan
BAB V
Simpulan dan
Saran
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2021
35

3.8. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya berfokus pada makna pesan dari film Cowspiracy:

The Sustainability Secret pada adegan yang disesuaikan dengan empat

permasalahan yang difokuskan sebagai dampak dari industri peternakan,

yakni isu perubahan iklim, air bersih, kelautan, dan penggunaan lahan. Motif

pesan yang diteliti juga menggunakan dramatistic pentad yang akan

menggunakan rasio act:agent. Kemudian penelitian ini juga hanya

mengaitkannya dengan relevansi dari SDG ke-6, 13, 14, dan 15 sebagai poin

yang disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat dalam film.

Keterbatasan penelitian ini diterapkan guna mempersempit jangkauan

penelitian agar lebih terfokus.


36

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, peneliti akan membahas mengenai analisis setiap

adegan yang diteliti terkait fokus adegan pada film Cowspiracy: The

Sustainability Secret, yakni mengenai permasalahan air bersih, emisi gas, isu

kelautan, dan keanekaragaman hayati. Analisa akan menggunakan metode

penelitian dramatistic pentad dari Burke yang dengan menerapkan rasio

penelitian act:purpose. Penggunaan rasio ini untuk mengidentifikasi makna

dari permasalahan yang ada dan mengetahui tujuan atau motif dari

komunikasi yang diterapkan pada film.

Kemudian, analisa juga akan dilanjutkan secara lebih mendalam

menggunakan teori liberalisme yang berfokus pada konsep institusionalis

untuk menelaah relevansi dari Sustainable Development Goals di bawah

PBB sebagai organisasi yang bergerak di bidang yang sama dengan fokus

adegan yang diambil, yakni pada Goals ke-6, 13, 14, dan 15.

Demi mempermudah pemahaman, struktur analisis pada bab ini akan

dimulai dengan penjelasan gambaran umum pada film, dari sinopsis,

sutradara, pemain, penghargaan dan pencapaian film, dan asal film tersebut

diproduksi. Kemudian, analisis akan dilanjutkan per fokus adegan yang

diambil dengan dramatistik pentad dan teori liberalisme. Setelah setiap

adegan ditelaah, akan dilakukan proses pembahasan dari keempat adegan

dan diteruskan dengan analisis kritis.


37

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Cowspiracy: The Sustainability Secret merupakan film dokumenter

yang dipublikasikan pada 15 September 2015 oleh AUM Films and Media

dengan Kip Andersen sebagai sutradara sekaligus pemeran utama dan

Keegan Kuhn sebagai videografer dan asisten sutradara. Berbagai informasi

dan argumentasi yang dikemukakan pada film sepanjang 1 jam 30 menit ini

didukung oleh berbagai ahli yang diikutsertakan, yakni Dr. Richard

Oppenlander, Michael Pollan, Dr. Will Tuttle, Howard Lyman, Will Potter, Will

Anderson, Michael Besancon, Michael Klaper, David Robinson Simon, dan Dr.

Kirk R. Smith.

Selain sebagai pembuat film, Andersen merupakan pendiri AUM Films

& Media, guru yoga bersertifikat, dan juga seorang pengusaha. Setelah

menjadi produser dan sutradara di film Cowspiracy, Andersen juga

menjalankan peran yang sama pada film What the Health pada 2017.

Kemudian pada 2021 ini, Kip Andersen tetap aktif sebagai produser di film

Seaspiracy. Ketiga film tersebut didasari oleh kegemaran Andersen dalam

mencintai lingkungan sejak ia menonton film An Inconvenient Truth (2006)

untuk memulai pola hidup yang ramah lingkungan.

Di sisi lain, Keegan Kuhn sebagai seorang videografer yang berfokus

pada film dokumenter dan bekerja dengan organisasi non-profit di bidang

sosial, memiliki kegemaran yang serupa dengan Kip Andersen dalam

menggali lebih mendalam lagi mengenai dampak negatif yang ditutupi

tentang industri peternakan (About the film, n.d.). Keegan Kuhn juga
38

mengambil peran yang sama pada film Cowspiracy dengan produksi film

What the Health.

Dengan besarnya kegemaran keduanya terhadap isu lingkungan dan

sosial, membuat Andersen dan Kuhn memiliki rasa penasaran yang tinggi

mengenai dampak yang ditimbulkan dari industri peternakan. Semakin

mereka menginvestigasi lebih dalam, semakin mengejutkan pula fakta yang

didapatkan, juga semakin besar semangat keduanya untuk membagikan

informasi yang ada pada dunia melalui film dokumenter secara transparan.

Film ini berhasil memenangkan beberapa penghargaan dan meraih

nominasi skala internasional. Pada 2015, memenangkan the Silver Tree

Audience Choice Award di 2015 South Africa Eco Film Festival dengan nilai

4.83 dari 5.00 (Andreas, 2015). Di tahun yang sama, meraih gelar the Best

Foreign Film Award di 12th annual Festival de film de Portneuf sur

l'environnement (Competition Internationale de Documentaires, 2016). Juga

berhasil menjadi Runner Up pada Cinema Politica’s 2015 Audience Choice

Award (Cinema Politica’s 2015 Audience Choice…, 2016).

4.2. Sinopsis Film

Berawal dari Kip Andersen yang gemar menjaga lingkungan dengan

menerapkan gaya hidup yang menghemat sumber daya alam, listrik, bahkan

meminimalisir penggunaan transportasi berbahan bakar. Setelah mengetahui

bahwa industri peternakan sapi menghasilkan 18% emisi gas yang bahkan

lebih tinggi dibandingkan transportasi, Andersen pun sadar bahwa tidak akan
39

efektif jika hanya sedikit orang yang menerapkan gaya hidup seperti itu. Ia

mulai mencari tahu bagaimana cara yang dapat membawa dampak paling

besar untuk menjaga lingkungan global (Andersen & Kuhn, 2015).

Di saat melakukan berbagai riset, Andersen pun terkejut mengetahui

bahwa veganisme adalah cara paling efektif untuk memerangi kerusakan

lingkungan dan gaya hidup yang ia terapkan selama itu sama sekali tidak

membawa dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Rasa penasaran

Andersen pun semakin besar ketika ia memutuskan untuk menginvestigasi

berbagai NGO terkemuka di dunia yang justru menutupi data mengenai

besarnya dampak yang ditimbulkan dari veganisme dan industri peternakan.

Selain itu, Andersen juga mendapatkan berbagai informasi dari banyak ahli

dan orang yang berkredibilitas di bidang yang bersangkutan dalam menelaah

kasus industri peternakan ini (Andersen & Kuhn, 2015).

Film Cowspiracy menunjukkan secara transparan proses investigasi

dan respon dari NGO tersebut, seperti Oceana, Greenpeace, Sierra Club,

Rainforest Action Network, dan organisasi berskala internasional lainnya.

Dengan respon yang berbeda-beda, Andersen pun berusaha menelaah dan

mencari tahu fakta yang sebenarnya (Andersen & Kuhn, 2015).

Semakin Andersen mencari tahu, semakin banyak data mengejutkan

yang selama ini ditutupi oleh berbagai media dan organisasi internasional

yang Andersen ketahui. Industri peternakan sendiri ternyata menyumbang

dampak terbesar terhadap meningkatnya gas emisi, penebangan hutan

berlebihan, berkurangnya keanekaragaman hayati, konsumsi air bersih,


40

kerusakan laut, dan banyak kerusakan lingkungan lainnya (Andersen &

Kuhn, 2015).

Setelah mengetahui begitu besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh

industri peternakan terhadap lingkungan dan sosial, membuat Andersen

mencari tahu solusi terbaik dari masalah, yakni veganisme. Tentu

sebelumnya Andersen juga berusaha untuk mencari tahu efek dari pola

hidup veganisme dan dampak yang ditimbulkan dari berbagai jenis industri

peternakan yang berbeda, seperti sapi yang diternak secara berkelanjutan,

hingga ke peternakan bebek sekalipun (Andersen & Kuhn, 2015).

4.3. Hasil Analisis Penelitian

Analisis penelitian ini akan dijabarkan menjadi empat berdasarkan

setiap data pada film Cowspiracy yang memiliki relevansi dengan SDG yang

akan dianalisis, yakni penggunaan air bersih, emisi gas yang berdampak

pada perubahan iklim, isu kelautan, dan pengolahan lahan.

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, fokus penelitian

akan menggunakan dramatistic pentad dengan rasio act:purpose. Alasannya

karena telah diketahui bahwa agent dari film merupakan Kip Andersen,

sedangkan agency pun telah diketahui melalui film Cowspiracy: The

Sustainability Secret.
41

4.3.1. Analisis Relevansi Film dengan SDG ke-6

Pada film Cowspiracy, Andersen membeberkan fakta mengenai

besarnya kerugian yang ditimbulkan dari industri peternakan terhadap

penggunaan air bersih. Berikut scene yang didapatkan dari film:

Tabel 6
Data Dampak Industri Peternakan Terhadap Penggunaan Air Bersih
Durasi pada
Data dari Dampak Industri Peternakan terhadap
Film
Penggunaan Air
Cowspiracy
00:05:52 Industri peternakan membutuhkan 34 triliun galon air
setiap tahunnya di Amerika Serikat.
00:06:09 Menurut Pacific Institute, di California sebagai negara
bagian yang kering, penduduknya membutuhkan 1.500
galon air per orang setiap harinya. Setengah dari
penggunaan air tersebut didapatkan dari konsumsi susu
dan daging.
00:06:40 Burger dengan berat sekitar 100 gram membutuhkan 660
galon air. Penggunaan air sebanyak itu sama dengan
yang dibutuhkan untuk mandi selama 2 bulan.
00:06:55 Hanya 5% dari penggunaan air bersih yang dialokasikan
untuk penduduk, sedangkan 55% penggunaan air bersih
dialokasikan untuk industri peternakan di Amerika Serikat.
00:07:09 Department of Water Resource sebagai badan pemerintah
menghimbau masyarakat untuk menghemat air dalam
kampanye Save Our Water. Sayangnya tidak ada
informasi mengenai industri peternakan, justru pemerintah
hanya menghimbau penghematan air untuk mandi (3
galon air/hari), keran air (1 galon/hari), toilet (19
galon/hari), dan kebutuhan lainnya (24 galon/hari).
00:11:53 Sepertiga dari penggunaan air bersih dialokasikan untuk
perkambangbiakan hewan ternak untuk dikonsumsi
00:51:06 Untuk memproduksi satu galon susu sapi, memerlukan
lebih dari 1.000 galon air untuk digunakan.
42

01:05:28 Dengan jumlah populasi manusia sebanyak 1.5 miliar,


mengkonsumsi 5.2 miliar galon air dan 21 miliar pon
makanan. Dengan jumlah populasi yang sama, sapi
membutuhkan 45 miliar galon air dan 135 miliar pon
makanan setiap tahunnya.
Sumber: Andersen & Kuhn, 2015.

Dari data tersebut dapat diketahui motif dari makna pesan yang ingin

disampaikan melalui film dengan fokus rasio dramatistic pentad pada

act:purpose. Burke (1969, p. 228) menjelaskan bahwa kelima kunci dari

dramatistic pentad memiliki peran untuk mengelaborasikan pertanyaan

5W1H dan dengan berarti apa. Dalam hal ini, tentu melalui act akan

menjawab pertanyaan “apa” dan purpose menjawab pertanyaan “kenapa.”

Masing-masing istilah dari kelimanya mengandung kepentingan yang

berbeda. Seperti yang dituliskan oleh Aristotle (dalam Burke, 1969, p. 230),

aksi seseorang menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan yang dirasakan

karena apa yang kita lakukan juga berdampak pada kualitas kita dalam hal

karakteristik. Act dapat dikatakan sebagai tujuan yang dimiliki oleh

seseorang dari perspektif audiens. Dari pesan yang dikomunikasikan melalui

film Cowspiracy tersebut terkait dengan dampak industri peternakan

terhadap penggunaan air bersih, dapat diketahui apa makna pesan dari

kejadian yang berlangsung sebagai act.

Sejak awal hingga akhir film, tidak ada data yang menunjukkan

dampak positif yang diinformasikan melalui film Cowspiracy terhadap

penggunaan air bersih. Bahkan Andersen secara transparan dan terbuka


43

melakukan investigasi dan wawancara dengan pihak pemerintah melalui

Department of Water Resource dan juga pihak NGO melalui Pacific Institute.

Andersen mengetahui banyaknya kebutuhan air bersih yang

diperlukan masyarakat yang kemudian dibandingkan dengan besarnya air

bersih yang dialokasikan untuk kebutuhan industri peternakan. Perbandingan

keduanya sangat jauh, industri peternakan menguras banyak sekali dari

ketersediaan air bersih. Tentu jika terus berlanjut seperti ini, sumber air

bersih yang merupakan kebutuhan hidup bagi setiap makhluk hidup akan

terancam, mengingat telah digunakan sepertiganya untuk industri peternakan

saja.

Di sisi lain, film juga mengambil perspektif dari pemerintah dengan

diadakannya wawancara secara transparan bersama departemen khusus air

bersih tersebut. Film ini memperlihatkan sikap pemerintah yang seakan

mengacuhkan fakta besarnya alokasi air bersih untuk peternakan pada

masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan solusi yang diberikan pemerintah

hanya dengan menghimbau masyarakat untuk menghemat penggunaan air

melalui pengurangan durasi mandi, toilet, kebutuhan mencuci, dan

kebutuhan lainnya. Padahal cara penghematan seperti itu dinilai tidak begitu

memberi dampak secara efektif, jauh lebih kecil dibandingkan mengurangi

konsumsi daging yang dapat menyumbang lebih dari 50% sumber daya air

bersih.

Dari scene juga dapat diketahui bahwa film ini menggunakan Amerika

Serikat sebagai acuan. Hal ini dapat dilihat dari data dan perhitungan yang
44

diambil, yakni jumlah kebutuhan air bersih di Amerika Serikat, jumlah

kebutuhan air bersih setiap orang per harinya di California, jumlah alokasi air

bersih untuk industri peternakan di Amerika Serikat, dan wawancara dengan

departemen air bersih sebagai badan pemerintahan Amerika Serikat.

Ditambah data terakhir yang memberikan perhitungan perbandingan

air bersih yang dibutuhkan 1.5 miliar manusia dan industri peternakan.

Manusia hanya membutuhkan 5.2 miliar galon air, sedangkan industri

peternakan mencapai 45 miliar galon air. Data yang dicontohkan belum

sebesar jumlah populasi penduduk 7.7 miliar per 2019, dan diproyeksikan 10

miliar per tahun 2050 (Roser, Ritchie, & Ospina, 2019).

Maka dari act tersebut, dapat dianalisis motif atau alasan dibalik

pesan tersebut disampaikan. Burke menjelaskan istilah purpose

menggunakan konsep yang telah Aristotle pikirkan (1969, p. 292), bahwa

hampir semua orang memiliki tujuan yang kemudian menjadi suatu motif

seseorang untuk merasakan kebahagiaan yang ingin dicapai. Untuk

mencapai tujuan tersebut, manusia membenarkan segala hal yang sesuai

dengan keinginan mereka. Setiap orang tentunya memiliki tujuan yang

berbeda-beda, baik karir yang tinggi, reputasi yang bagus, kekayaan,

jabatan, kesehatan, dan lainnya.

Dengan data yang diberikan mengenai dampak industri peternakan

pada penggunaan air bersih, tentu Andersen juga memiliki tujuan tertentu.

Dari memperlihatkan perjalanannya menghemat penggunaan air dengan

mempercepat durasi mandi, mendapatkan data dari berbagai sumber,


45

mewawancarai pihak pemerintah, hingga menemukan solusi permasalahan.

Tidak hanya memperlihatkan tindakan yang telah ia lalui, tapi Andersen juga

menceritakan bagaimana pemikirannya.

Dari sini dapat diketahui bahwa Andersen ingin mengedukasi

masyarakat atas betapa besarnya alokasi penggunaan air bersih untuk

industri peternakan dibandingkan dengan yang dialokasikan untuk aktivitas

manusia. Andersen juga yang berusaha untuk mengkritisi sikap pemerintah

yang secara acuh tidak mengungkapkan fakta bahwa alokasi air bersih

terbesar disumbangkan pada industri peternakan dan hanya menghimbau

masyarakat menghemat air bersih dengan cara yang tidak efektif. Selain itu,

dengan memilih Amerika Serikat sebagai negara adidaya menjadi acuan dari

data yang ada, film berusaha untuk menunjukan kredibilitasnya.

Di sisi lain, PBB sebagai organisasi internasional yang di mana dalam

tujuan ke-6 pada Sustainable Development Goals bergerak menjadi solusi

dalam permasalahan air bersih dan sanitasi. Dalam upayanya, terdapat 8

target dengan 11 indikator demi tercapainya SDG pada 2030.

Ketika melihat target dan indikator yang ada, seluruhnya berfokus

pada pemerataan distribusi air bersih dan sanitasi ke seluruh masyarakat

dunia, juga menjaga kualitas dan kelangkaan air bersih dari berbagai macam

kerugian yang menyebabkan polusi air. Tentu sudah berbagai macam

progres yang telah ditempuh PBB dalam SDG ke-6 ini.

Itu sudah menjadi peran dari SDG sebagai salah satu bentuk dari

institusi liberal. SDG memiliki otoritas dan kekuatan politik untuk


46

menegaskan suatu kebijakan sosia, seperti mengoperasikan, membuat

peraturan, dan memfasilitasi negara anggotanya demi keamanan,

kesejahteraan, dan kebebasan masyarakat global (Keohane, 2012, p. 125-

126).

Pada satu abad terakhir ini, air bersih digunakan lebih dari dua kali

lipat lebih banyak dibanding pertumbuhan manusia. Maka, dunia berhadapan

dengan kelangkaan air bersih akibat polusi, rusaknya ekosistem, perubahan

cuaca, dan lainnya. Berdasarkan progres yang ada, SDG (UN, 2021, p. 13-

14) melaporkan beberapa kemajuan, yakni:

1. Pada 2020, terdapat kenaikan jumlah orang yang mengkonsumsi air

bersih sebanyak 2 miliar dan yang menggunakan sanitasi sebanyak 2.4

miliar dari tahun 2000.

2. Pada 2020, terhitung 56% dari jumlah limbah air yang telah dikelola dari

128 negara.

3. Pada 2020, terdapat 60% dari badan pengelolaan air pada 89 negara

melaporkan kualitas air yang masih dalam keadaan baik. Tentunya perlu

dijaga kualitasnya.

4. Pada 2018, terdapat kenaikan 10% dari efisiensi penggunaan air dari

2015 yang terjadi di seluruh dunia. Pada sektor ekonomi sendiri dengan

kenaikan 15% di sektor industri, ditambah 8% di sektor pertanian dan

peternakan, juga 8% di sektor jasa.

Di samping progres yang ada, masih terdapat sepertiga masyarakat

dunia yang tidak memiliki akses untuk mencuci tangan dengan bersih. Selain
47

itu, 129 negara masih belum mencapai target dari Agenda 2030. Ditambah

terdapat seperlima dari sungai di dunia yang mengalami kerusakan akibat

polusi, degradasi dan hilangnya lahan dan keanekaragaman hayati. Bahkan

pada 1970-2015, lahan basah menurun sebanyak 35% yang artinya tiga kali

lipat lebih parah dibandingkan kerusakan hutan (UN, 2021, p. 13-14).

Dibalik usaha yang telah dijalankan PBB dalam SDG selama ini, tidak

ada informasi yang diberikan dan dijalankan mengenai kerusakan dan tidak

meratanya air bersih akibat industri peternakan. Justru SDG berfokus pada

informasi kondisi air bersih di dunia pada masyarakat, tanpa memberitahu

akar permasalahan dan cara paling efektif untuk masyarakat dunia

menghadapi kelangkaan air bersih itu sendiri.

Begitu pula dengan apa yang dinyatakan SDG dalam kesimpulan

yang diambil dalam Ministerial Declaration (UN, 2018, p. 5), hanya

menjabarkan data dari permasalahan air bersih di dunia dan menyebutkan

pentingnya air bersih bagi kehidupan masyarakat, tanpa menjelaskan

langkah signifikan yang diambil. Walaupun pada laporan, SDG meminta agar

seluruh pemerintah untuk mengambil perhatian penuh dalam masalah ini

dengan meningkatkan efisiensi penggunaan air, tapi tentu itu tidak

memberikan penjelasan akan seberapa besar efeknya dalam menjadi solusi

yang diperlukan.

Namun besarnya kerugian yang ditimbulkan dari industri peternakan

sempat diangkat oleh SDG dalam UN Water (2021, p. 19), bahwa industri

peternakan dan pertanian, serta limbah yang tidak dikelola menjadi faktor
48

utama bagi rusaknya kualitas air dunia. Industri peternakan dan pertanian

juga dinilai menjadi industri paling banyak membutuhkan air dalam sektor

ekonomi yang mengancam ketersediaan air bersih (2021, p. 21).

Dari laporan yang sama (SDG, 2021, p. 23), penggunaan air bersih

dialokasikan untuk industri peternakan sebanyak 72%, untuk kebutuhan

rumah tangga sebanyak 16%, sedangkan untuk kebutuhan berbagai industri

lainnya hanya sebanyak 12%. Namun, solusi yang difokuskan dari SDG

dengan mengutamakan penggunaan ulang limbah air dan memajukan

teknologi untuk menghemat air bersih.

SDG sebagai organisasi internasional, secara berkala terus berusaha

mencari solusi dan kemajuan penyelesaian masalah air bersih dunia/. Juga

secara transparan menyediakan laporan hasil pertemuan yang selalu

diperbarui, bahkan masyarakat global secara bebas diberikan akses untuk

menonton pertemuan tersebut.

Lake (dalam Chandler, 2017, p. 14) menegaskan bahwa institusionalis

bersifat liberal yang artinya legitimasi suatu negara negara didapat dari

adanya demokrasi dan pasar bebas, jadi mengikuti kondisi dari tatanan

sosial negara tersebut.

Dalam rangka tercapainya SDG ke-6 ini, PBB berhasil membentuk

sebuah badan sendiri bernama UN Water yang menggabungkan berbagai

organisasi internasional lainnya sebagai anggota, seperti The World Bank,

World Food Programme, Convention on Biological Diversity, World Health

Organization, dan badan-badan lainnya dibawah PBB. Ditambah UN Water


49

juga berhasil berkolaborasi dengan Sanitation and Water for All, Green

Climate Fund, AquaFed, WaterAid, WWF, World Water Council, dan masih

banyak lagi (UN Water, n.d.).

Dari berbagai data yang telah dilaporkan dan himbauan SDG, dapat

diketahui bahwa SDG mengetahui besarnya alokasi air bersih untuk industri

peternakan dan menyadari dampaknya bagi ketersediaan air bersih di masa

mendatang. Artinya data dari SDG ke-6 ini memiliki keselarasan dengan film

Cowspiracy dalam menjabarkan data besarnya kebutuhan air bersih untuk

industri peternakan itu sendiri.

Di sisi lain, SDG masih belum mengambil langkah efektif untuk

membatasi alokasi air bersih tersebut ataupun menyorot dampak dari industri

peternakan terhadap ketersediaan air bersih global. Tentunya SDG sebagai

institusi internasional perlu mempertimbangkan berbagai kebutuhan

anggotanya demi menjaga kesejahteraan bersama, sehingga membatasi

SDG untuk langsung menyelesaikan permasalahan global dengan mudah.

Seperti yang disebutkan dalam asumsi dasar liberalisme, Lammy

(dalam Dugis, 2016, p. 74) menyebutkan pada konsep liberalisme

institusional sendiri merupakan studi mengenai integrasi regional yang di

mana negara mengumpulkan dan membagi kedaulatannya untuk

kepentingan suatu komunitas tertentu demi pertumbuhan ekonomi atau pun

demi menyelesaikan suatu masalah bersama.

Maka dari itu dapat terlihat relevansi dari SDG sebagai aktor non-

negara yang telah menyatukan peran berbagai negara dan organisasi


50

internasional lainnya. Di bawah SDG, bekerja sama demi kepentingan

bersama dengan adanya progres dari SDG dan adanya UN Water untuk

mengembangkan pembangunan dunia yang berkelanjutan dengan

menyelesaikan permasalahan global, seperti masalah air bersih pada SDG

ke-6 yang secara unggul disebabkan oleh industri peternakan.

4.3.2. Analisis Relevansi Film dengan SDG ke-13

Tidak hanya menyebabkan ketidakmerataan distribusi air bersih di

dunia, industri peternakan juga menyumbang dampak terutama pada

perubahan iklim global. Hal ini juga dijelaskan melalui data dan hasil

investigasi yang dilakukan pada film Cowspiracy sebagai scene.

Tabel 7
Data Dampak Industri Peternakan terhadap Perubahan Iklim
Durasi pada Data dari Dampak Industri Peternakan terhadap
Film Perubahan Iklim
Cowspiracy
00:04:17 Industri peternakan sapi menyumbangkan 18% gas emisi,
sedangkan transportasi sebesar 13% di Amerika Serikat.
Gas dihasilkan dari saluran pencernaan sapi, Gas ini 25
kali lipat lebih berbahaya dibanding transportasi. Hal ini
didasari oleh data dari PBB.
00:04:56 Berdasarkan PBB dan organisasi lain, industri peternakan
menjadi penyebab utama dari perubahan iklim, kerusakan
lingkungan, dan penggunaan sumber daya berlebih.
00:11:22 Berdasarkan data dari World Bank pada 2009, industri
peternakan berperan atas 51% gas emisi dunia,
sedangkan transportasi sebesar 13%.
00:40:25 Gas metana yang dihasilkan oleh sapi mencapai 150
miliar galon per harinya, artinya 130 kali lipat lebih banyak
dibanding jumlah yang dihasilkan oleh seluruh umat
manusia. Daruratnya, belum ada pengolahan limbah yang
diterapkan terhadap gas metana dari sapi ini.
51

Sumber: Andersen & Kuhn, 2015.

Melalui potongan-potongan film yang mengandung data tersebut,

dapat diketahui act dan purpose film. Dengan menganalisis act, dapat

diketahui aksi apa yang terjadi secara sengaja, baik dari perbuatan maupun

kata-kata. Act sendiri harus berirama dengan scene yang ada, kalau tidak

maka makna dari aksi tersebut akan menghasilkan makna yang berbeda.

Sedangkan melalui purpose, dapat diketahui alasan sebenarnya dibalik

suatu aksi tersebut diambil oleh seorang komunikator (Larson, 2010, p. 147-

150).

Maka dari data yang ada dapat diketahui act yang disampaikan pada

film. Pertama, film Cowspiracy mengungkapkan besarnya gas metana dan

gas emisi yang dihasilkan industri peternakan. Sapi menghasilkan gas emisi

3% dibanding transportasi di Amerika Serikat, bahkan 38% lebih besar

dibanding transportasi di dunia. Film juga membandingkan besarnya gas

yang dihasilkan sapi dengan manusia, sapi memproduksi gas metana 130

kali lebih banyak dari seluruh manusia di dunia.

Kedua, film Cowspiracy juga menyampaikan bahaya gas metana dan

gas emisi bagi lingkungan. Gas yang dihasilkan sapi ini menjadi

penyumbang utama berbagai kerusakan lingkungan dan 25 kali lipat lebih

berbahaya dari transportasi. Bahayanya, belum ada pengelolaan limbah atas

gas tersebut.
52

Ketiga, film Cowspiracy menunjukkan kredibilitasnya dengan

mengemukakan data yang diambil dari PBB dan World Bank sebagai

organisasi internasional yang terkemuka di dunia.

Melalui act tersebut dapat diketahui purpose dari Andersen

mengkomunikasikan data-data pada film Cowspiracy. Cowspiracy berusaha

untuk meningkatkan kesadaran audiensnya akan besarnya dan bahayanya

gas metana dan gas emisi yang diproduksi oleh peternakan sapi bagi

lingkungan. Juga untuk mengambil rasa kepercayaan audiens dengan

menunjukkan data yang telah berkredibilitas dari PBB dan World Bank.

Di sisi lain, SDG dalam Ministerial Declaration (UN, 2018, p. 6),

mengakui demi menjaga keanekaragaman hayati diperlukan pengambilan

langkah dan strategi berskala nasional dan internasional dalam industri

peternakan dan pertanian. Maka SDG juga mendorong pemerintah untuk

memajukan seluruh industri yang memberikan dampak buruk pada

pemanasan global seperti industri peternakan dan pertanian demi energi

yang berkelanjutan (UN, 2018, p. 8).

Berdasarkan Dugis (2016, p. 166) dalam menjelaskan liberal

institusionalis, saat ini kita telah hidup dalam borderless world yang di mana

seluruh masyarakat dunia dapat dengan bebas bermigrasi antarnegara dan

wilayah. Tentu hal ini tidak bisa dicegah seiring dengan kemajuan teknologi

informasi dan tingginya kepentingan global yang terus berkembang. Maka

dibutuhkan peran institusi internasional yang dapat mengatur masyarakat

global di dalam norma yang dianut secara global pula.


53

Ditambah institusi internasional juga berperan untuk mengawasi aktor

negara dan memfasilitasi kebutuhan global, selain itu juga mampu menjadi

jalan keluar dalam negosiasi dan kompromi antarnegara yang berkonflik

(Dugis, 2016, p. 75). Tentunya kehadiran institusi internasional ini bukan

hanya memastikan kesejahteraan negara, tapi juga setiap masyarakat global

akan lebih terjamin di bawah norma, nilai, dan aturan yang diterapkan dalam

suatu institusi internasional.

Untuk itu, di sini Andersen menyebutkan institusi besar berskala

dunia, yakni World Bank dan PBB dalam memberikan penjelasan mengenai

dampak yang ditimbulkan industri peternakan terhadap perubahan iklim.

Tentu akan memperkuat kepercayaan masyarakat akan pernyataan yang

diberikan karena kedua institusi tersebut memegang peran yang kuat dalam

mengatur jalannya kehidupan global.

Dalam perannya untuk mengontrol perubahan iklim global, PBB

didalam SDG mengelola solusi yang ada dengan 5 target yang terdiri dari 8

indikator. Dari salah satu target tersebut, pada target 13.2, SDG berfokus

untuk menghadapi perubahan iklim dengan mengoperasikan berbagai

negara dalam suatu aturan dan strategi yang disepakati bersama demi

menurunkan gas emisi tanpa mengancam ketersediaan makanan global

(UN, 2021 p. 23-24).

Target tersebut memiliki kesinambungan dengan film Cowspiracy dan

peran SDG sebagai institusi internasional. Di sini dengan jelas SDG

menggunakan perannya seperti yang dijelaskan oleh Dugis di atas, yakni


54

mengatur masyarakat global di bawah peraturan yang telah dibentuk dan

ditaati oleh negara anggotanya. Hal ini masuk dalam visi PBB yang menjaga

kesejahteraan dan kedamaian dunia, dibawah SDG pun PBB berupaya

menjadi solusi permasalahan sosial dan lingkungan yang berkaitan dengan

perubahan iklim global.

Berdasarkan laporan dari SDG didalam PBB (UN, 2020, p. 50),

menyatakan bahwa dunia masih perlu bekerja keras lebih lagi untuk

memenuhi target maksimal tingkat pemanasan global di suhu 1.5 derajat

celsius sesuai dengan Paris Agreement yang telah disepakati bersama.

Untuk mencapai batas pemanasan global tersebut, dunia perlu berusaha

mengurangi penggunaan gas emisi sebesar 45% per tahun 2030 dibanding

dengan 2010. Perubahan iklim perlu perhatian lebih karena bukannya

menuangkan kemajuan, namun pada 2015-2020 menjadi enam tahun

dengan iklim terpanas sepanjang sejarah dunia. Bahkan pada 2020, emisi

gas dari negara maju yang berkisar 70 negara anggota justru naik hingga

14.4% dibanding dengan tahun 2010.

Di sisi lain, SDG juga memang telah berhasil membuat pencapaian

dengan perannya sebagai institusi internasional. Per akhir tahun 2020,

dibawah naungan SDG terdapat 189 negara dan Uni Eropa yang tergabung

dalam Nationally Determined Contributions (NDC) dengan beberapa

diantaranya adalah Least Developed Countries (LDC) dan Small Island

Developing States (SIDS). Kontribusi berskala internasional ini diambil oleh

setiap anggotanya untuk mencapai target yang ada dalam goals ke-13 ini.
55

Tentu tidak mudah untuk membuat jumlah negara sebanyak itu untuk

sepakat dalam suatu tujuan bersama, jika tanpa peran dari institusi seperti

SDG ini. Di sisi lain, SDG juga telah berhasil mengurangi tingkat gas emisi

yang digunakan oleh negara berkembang sebanyak 6.2% per tahun 2019

dibanding dengan 2010 (UN, 2020, p. 50).

Seperti yang dijelaskan Chandler (2017, p. 136), bahwa memang

untuk dapat mengikuti lajunya anggota untuk mengikuti hukum atau aturan

yang disepakati dalam suatu institusi, perlu diketahui kapasitas dari masing-

masing negara berdasarkan pemerintahannya itu sendiri agar negara

tersebut dapat menerima dan melaksanakan kebijakan sesuai dengan

kesepakatan.

Sayangnya sebagai institusi internasional dibawah PBB yang

menyuarakan bahwa industri peternakanlah yang menjadi penyumbang

utama dari gas emisi, justru hanya menyebutkan bahan bakar fosil yang

tentunya berujung pada tingginya kebutuhan penggunaan kendaraan atau

transportasi. Tentu hal ini sangat berbanding terbalik dengan data yang PBB

berikan di film Cowspiracy. Selain itu, SDG ke-13 ini juga menyatakan bahwa

penyebab perubahan iklim juga karena bencana alam yang secara terus-

menerus terjadi pada 2018 silam (UN, 2020, p. 50).

Dari sini dapat dianalisis bahwa SDG sebagai institusi telah berhasil

menyatukan pemikiran dan tujuan ratusan negara anggota di dunia,

walaupun memang masih belum membuahkan kemajuan dalam penanganan

dan solusi masalah dari SDG ke-13 ini. Justru sejak adanya SDG hingga
56

tahun 2020, masalah gas emisi ini malah semakin bertambah dan bahkan

mencetak rekor sejarah dunia dengan 2019 sebagai puncak iklim dunia

terpanas kedua.

Salah satu ciri dari liberalisme institusionalis adalah fokusnya pada

adanya hukum dan peran institusi yang dapat mendorong dan meregulasikan

kerjasama anggotanya berdasarkan kesepakatan, aturan, dan konvensi yang

telah disepakati (Dugis, 2016, p. 74).

Di sini dapat diketahui SDG pun telah melakukan hal tersebut, salah

satunya dengan mendorong ke-189 negara anggota dan Uni Eropa dalam

NDC, maka membuat para anggotanya menjadi lebih taat lagi dalam

mencapai tujuan bersama. Seperti yang disebutkan dalam asumsi dasar

liberalisme, tindakan dari SDG telah berdasarkan dalam tujuan bersama dan

kerjasama secara rasional.

Walaupun SDG telah menyadari kebutuhan pemerintah untuk

mengambil langkah strategis dalam memerangi pemanasan global yang

disumbangkan industri peternakan dan berbagai kemunduran yang dialami

SDG ke-13 dalam menjaga suhu global, SDG sebagai institusi internasional

masih tetap harus mempertimbangkan kapasitas serta kesejahteraan

masyarakat global dalam mengambil kebijakan. Sesuai dengan target SDG

ke-13, SDG perlu mempertimbangkan pula mengenai ketersediaan makanan

global disamping dari dampak yang dikeluarkan oleh industri peternakan.

Pada relevansinya dengan act dan purpose pada film Cowspiracy,

SDG memiliki kesinambungan dalam menyatakan industri peternakan


57

sebagai industri yang perlu ditangani dalam menyelesaikan permasalahan

pemanasan global. Walau langkah yang diambil masih belum secara tegas

menerapkan kebijakan dalam membatasi industri peternakan. Tentu SDG

sebagai institusi internasional menjalankan perannya dalam menerapkan

kebijakan dan aturan dengan menjaga kapasitas dan kesejahteraan global.

4.3.3. Analisis Relevansi Film dengan SDG ke-14

Walaupun luas laut jauh lebih besar dari daratan, namun sumber daya

yang diambil dari lautan telah tercemar dan rusak akibat berbagai hal.

Kerusakan ini disebabkan salah satunya akibat penangkapan ikan berlebih

dan hasil dari kotoran yang ditimbulkan dari industri peternakan sapi yang

tidak diolah, sehingga mencemari lautan. Berikut scene pada film yang

didapati oleh Andersen dan Kuhn dalam mencari informasi mengenai

dampak industri peternakan pada isu kelautan.

Tabel 8
Data Dampak Industri Peternakan terhadap Isu Kelautan
Durasi pada Data dari Dampak Industri Peternakan terhadap Isu
Film Kelautan
Cowspiracy
00:20:57 Terdapat .116 pon kotoran yang dihasilkan dari binatang
ternak setiap detiknya di Amerika Serikat.
00:21:22 Industri peternakan berhasil memproduksi 500 nitrogen
yang berujung mematikan zona laut di dunia sebesar
95.000 mil persegi, berdasarkan Dr. Richard Oppenlander.
00:24:22 Data dari Sea Shepherd menyatakan lebih dari 28 miliar
satwa laut telah ditangkap pada tahun 2014, yang
pastinya tidak mudah untuk mengembalikan kondisi dan
populasi laut sebanyak itu dengan cepat.
58

00:24:41 Permintaan untuk ikan laut sebesar 9 juta ton yang


pastinya membutuhkan metode penangkapan ikan secara
masif. Pada setiap satu pon ikan yang ditangkap, terdapat
5 pon satwa laut yang tidak sengaja tertangkap.
00:25:19 Menurut Dr. Richard Oppenlander, 40-50 juta hiu setiap
tahunnya tidak sengaja tertangkap oleh jaring ikan, yang
kemudian barulah diambil siripnya.
00:27:00 Menurut laporan dari PBB, 3/4 dari perikanan dunia telah
dieksploitasi secara berlebihan akibat penangkapan ikan
masif yang pastinya membahayakan ekosistem laut.
Sumber: Andersen & Kuhn, 2015.

Selain ketersediaan air bersih dan iklim global, laut menjadi korban

utama lainnya yang terkena dampak negatif dari industri peternakan.

Berdasarkan data yang diberikan pada film Cowspiracy terkait rusaknya laut

dunia, Andersen menjelaskan alasan fundamental yang merusak ekosistem

laut selama ini, baik dari industri peternakan dan juga penangkapan ikan

yang berlebihan.

Act pada dramatistic pentad dapat dengan mudah diketahui dengan

menganalisis kata kerja yang digunakan komunikator karena dari situ dapat

mendefinisikan aksi apa yang diambil (Larson, 2010, p. 148). Tentu dari

scene yang dikomunikasikan pada film, dapat diketahui makna pesan yang

disampaikan.

Film Cowspiracy menjelaskan betapa besar dan bahayanya kotoran

sapi yang menjadi limbah laut dan mematikan zona laut. Limbah tersebut

dihasilkan lebih dari seratus pon setiap detiknya di Amerika Serikat, artinya

limbah di dunia dari peternakan sapi jauh lebih banyak lagi.


59

Selain limbah sapi, film ini juga menuturkan bahwa kehidupan laut

juga diancam dengan eksploitasi ikan secara berlebihan. Bahaya eksploitasi

masif satwa laut membuat banyaknya jutaan hiu dan miliaran satwa laut lain

yang tidak sengaja tertangkap setiap tahunnya, bahkan lebih banyak satwa

yang dengan tidak sengaja tertangkap daripada satwa yang ditargetkan.

Eksploitasi ini pun mengancam ekosistem laut karena tidak mudah untuk

merestorasi jumlah populasi dan kerusakan yang ditimbulkan. Di saat suatu

ekosistem telah rusak, maka akan berpengaruh kepada keberlangsungan

kehidupan laut kedepannya.

Film ini juga menuturkan eksploitasi masif ikan tersebut disebabkan

oleh besarnya permintaan ikan. Di saat populasi manusia yang terus

meningkat dan diproyeksikan sebesar 9.2 miliar per 2050 (FAO, n.d.). Maka

seiring dengan peningkatan populasi manusia, akan meningkat pula

permintaan hasil laut di dunia. Ditambah bahaya eksploitasi masif ini

menyebabkan rusaknya ekosistem laut kedepannya.

Dalam mengangkat kasus ini, film Cowspiracy menggunakan berbagai

perspektif dari Dr. Richard Oppenlander sebagai seorang ahli di bidangnya,

Sea Shepherd sebagai NGO yang bergerak di bidang kelautan, dan juga

PBB sebagai IGO yang mengatur kedamaian dan keamanan global. Pastinya

ini membuat data yang diberikan semakin konkret karena data yang

diberikan oleh ketiganya berkesinambungan satu sama lain.

Ditambah contoh kasus di tingkat negara, Cowspiracy selalu

mengambil Amerika Serikat sebagai patokan permasalahan yang ada. Tentu


60

dengan memilih Amerika Serikat sebagai negara yang mewakili kasus yang

diangkat, maka dapat meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat karena

Amerika Serikat merupakan negara maju dan acuan dunia.

Setiap aksi yang dilakukan pasti terdapat purpose dibaliknya, alasan

yang sebenarnya dimaksud untuk dicapai dalam menyampaikan pesan

secara terlihat maupun tidak (Larson, 2010, p. 150). Maka melalui act di atas,

dapat dilihat bahwa Andersen berusaha keras untuk membuka pikiran

audiens atas bahaya dan besarnya limbah industri peternakan dalam

mematikan zona laut, juga bahaya eksploitasi ikan secara masif yang

mengancam kelangsungan ekosistem laut di masa depan. Film Cowspiracy

juga berusaha untuk menunjukkan kredibilitasnya dengan melakukan

investigasi dan wawancara secara transparan melalui tiga sudut pandang

berbeda, baik NGO, IGO, dan ahli di bidangnya. Serta berusaha untuk

menyadarkan audiens untuk mengurangi atau bahkan berhenti

mengkonsumsi daging dan ikan karena dampak yang dihasilkan dari

keduanya, juga menunjukkan kekhawatirannya pada ekosistem laut di masa

depan jika ini semua terus berlangsung.

Masalah kelautan ini menjadi hal yang harus segera diatasi oleh PBB

dengan berhasilnya SDG karena laut merupakan ekosistem terbesar di dunia

yang berisi jutaan jenis makhluk hidup di dalamnya (UN, 2020, p. 52).

Berdasarkan data dari SDG (UN, 2020, p. 19), terjadi peningkatan

kawasan dilindungi keanekaragaman hayati hingga mencapai 46% yang

telah dalam penjagaan pada 2019. Selama era Covid-19 ini, aktivitas
61

manusia jadi terbatas, sehingga menjadi suatu harapan dan kesempatan

agar kondisi laut menjadi lebih baik. Di bawah SDG, 97 negara telah sepakat

untuk mengukur dan menegakkan penangkapan ikan yang ilegal, tanpa

adanya laporan, dan yang tidak mengikuti aturan yang ada.

Di sini terlihat bagaimana salah satu peran dari SDG sebagai institusi

internasional yang telah berhasil menjadi badan yang membuat puluhan

negara untuk mengikuti dan menaati peraturan bersama agar terciptanya

kondisi laut yang sehat. Tanpa adanya badan internasional yang besar

seperti SDG ini, maka seluruh negara akan berfokus pada kepentingan

masing-masing, tanpa memikirkan kepentingan bersama secara menyeluruh.

SDG juga mendukung berkembangnya penangkapan ikan dengan

skala kecil, terutama di era pandemi ini. Menurut SDG, penangkapan ikan

dengan cara ini memang lebih aman untuk pembangunan berkelanjutannya.

Bahkan SDG berhasil menginisiatifkan kesepakatan internasional lainnya,

yakni Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-Scale Fisheries in

the Context of Food Security and Poverty Eradication (UN, 2020, p. 53).

SDG sendiri telah menyatakan kondisi darurat dari laut global dengan

berbagai masalah yang ada dan usaha yang telah dilakukan dalam laporan

SDG terbarunya (UN, 2021, p. 24) sebagai berikut yang memiliki relevansi

dengan permasalahan kelautan yang dijelaskan di film Cowspiracy dan

peran SDG sebagai institusi internasional.

1. Laut memiliki peran vital bagi peradaban manusia yang di mana lebih

dari 3 miliar orang tergantung di dalamnya, ditambah dengan


62

perdagangan internasional selama ini lebih dari 80% menggunakan jalur

laut. Padahal kondisi laut sendiri telah dalam darurat yang di mana

penuh polusi, memanas akibat pemanasan global, dan kenaikan tingkat

keasaman air.

2. Keasaman air laut tersebut disebabkan oleh CO2 yang berlebihan,

sehingga tingkat pH air laut terus berkurang dalam 20-30 tahun terakhir.

Tentu hal ini akan mengarah pada terancamnya kehidupan ekosistem

dan satwa laut.

3. Terjadi peningkatan dari 28% pada 2000 menjadi 44% pada 2020

terhadap kawasan laut yang dilindungi sebagai area yang menjadi

sumber keanekaragaman hayati.

4. Tahun 2020, implementasi dari penangkapan ikan berskala kecil yang

telah disepakati telah meningkat progresnya dari 3/5 pada 2018 menjadi

4/5 berskala global. Hal ini tentu juga diregulasikan dalam pengawasan

tingkat regional.

5. SDG dibawah PBB telah berhasil membuat 168 negara yang mengikuti

1982 UN Convention on the Law of the Sea. Selain itu, juga terdapat 150

negara yang mau mengimplementasikan 1994 Part XI Agreement dan

juga 91 negara yang setuju untuk menaati 1995 UN Fish Stock

Agreement. Tentu dengan demikian, setiap kebijakan dan keputusan

yang diambil oleh setiap negara yang berpartisipasi di dalamnya akan

sesuai dengan kesepakatan dan aturan yang dibentuk.


63

SDG ke-14 dinilai masih tertinggal dari target yang telah ditentukan

(UN, 2021, p. 24). Walau demikian, SDG sebagai suatu institusi internasional

yang telah aktif menyatukan berbagai negara di dunia untuk sepakat dalam

suatu aturan bersama demi tercapainya tujuan dari SDG itu sendiri. Di sisi

lain, SDG ke-14 memiliki relevansi dengan act dan purpose pada film

Cowspiracy karena SDG memiliki target untuk mengembangkan

penangkapan ikan berskala kecil dan ditegakkannya penangkapan ikan

secara ilegal sebagai solusi permasalahan. Data SDG juga menunjukkan

semakin besarnya zona laut yang dilindungi sebagai akibat dari

berkurangnya keanekaragaman hayati, sesuai dengan kekhawatiran dampak

dari eksploitasi masif pada film Cowspiracy.

Walaupun institusi internasional dapat membuat berbagai negara

sepakat dalam suatu perjanjian ataupun aturan bersama. Berdasarkan

Chandler (2017, p. 135), institusi akan menghadapi suatu kendala dalam

meraih kepentingan umum dalam penerapan teknisnya karena sulitnya untuk

menguasai pemahaman hukum dan politik, sehingga mengarah pada

masalah administratif juga.

Berdasarkan Dugis (2016, p. 75), peran liberalisme institusionalis atau

disebut juga regulatory liberalism salah satunya dengan mengawasi negara

anggotanya, sehingga terciptanya rasa pengertian dan terbangunnya

kepercayaan antar negara, sehingga mempermudah proses negosiasi dan

kompromi negara anggotanya.


64

Maka tentunya SDG juga membutuhkan waktu untuk mengambil

kebijakan strategis yang diterapkan setiap negara anggota demi menghadapi

kendala dalam menggapai SDG ke-13 dan kepentingan bersama seperti

yang disebutkan dalam asumsi dasar liberalisme. Sebab untuk meregulasi

kebijakan yang telah disepakati setiap anggotanya, SDG perlu mengerti dan

memperhatikan aspek lain seperti kendala ekonomi, politik, dan lainnya. Hal

ini juga diterapkan pada UN Convention on the Law of the Sea, 1994 Part XI

Agreement, dan 1995 UN Fish Stock Agreement.

Sayangnya, SDG tidak menjelaskan akar permasalahan ataupun

penyebab dari kerusakan ekosistem laut secara spesifik dan mendalam.

SDG hanya terfokus pada kondisi laut saat ini dan mengarahkan pada solusi

yang sesuai dengan idealisme dan pertimbangan dari SDG, tanpa membuat

masyarakat mengerti penyebab itu semua terjadi. Hal ini keterbalikan dari

film Cowspiracy yang justru mengorek akar permasalahan secara mendalam,

sehingga mengedukasi masyarakat.

4.3.4. Analisis Relevansi Film dengan SDG ke-15

Isu terakhir yang difokuskan pada film Cowspiracy adalah

penyalahgunaan lahan secara berlebihan yang kemudian juga mengarah

pada berkurangnya keanekaragaman hayati akibat kepentingan industri

peternakan. Isu ini dijelaskan melalui film Cowspiracy melalui scene berikut.
65

Tabel 9
Data Dampak Industri Peternakan terhadap Pengggunaan Lahan dan
Keanekaragaman Hayati
Durasi pada Data dari Dampak Industri Peternakan terhadap
Film Pengggunaan Lahan dan Keanekaragaman Hayati
Cowspiracy
00:14:04 Manusia dan binatang yang dipelihara (baik dari
peternakan dan satwa laut yang diambil) menghasilkan
98% biomassa, sedangkan hanya terdapat 2% biomassa
dari satwa liar. Hal ini dinyatakan oleh Dr. Will Tuttle.
00:31:08 Setiap detiknya, satu hektar dari lahan hutan ditebang
dengan tujuan utamanya untuk industri peternakan. Hal ini
menyebabkan berkurang dan terancamnyanya
keanekaragaman hayati di dunia.
00:32:24 Industri kelapa sawit menyebabkan 26 juta hektar lahan
hutan ditebang, sedangkan industri peternakan
menyebabkan 136 juta hektar.
00:35:03 Berdasarkan Amazon Watch, penyebab utama dari
pengundulan hutan Amazon berlebihan adalah industri
peternakan dan pertanian, terutama industri peternakan
sapi yang membutuhkan produksi kacang kedelai juga.
00:45:35 Untuk memenuhi kebutuhan industri peternakan di
Amerika Serikat dibutuhkan 3.7 miliar hektar lahan hijau,
sedangkan Amerika Serikat hanya memiliki 1.9 miliar
hektar.
00:52:33 Industri peternakan menyebabkan perburuan hewan liar
secara berlebih, dari kuda, anjing hutan, beruang,
predator, dan lainnya akibat keperluan pangan dan lahan.
Sumber: Andersen & Kuhn, 2015.

Sebelumnya Burke (1969, p. 236), menjelaskan bahwa act dapat

diketahui dengan menganalisis perilaku dan langkah yang diambil oleh

komunikator. Dari seluruh data yang dijelaskan pada film Cowspiracy

mengenai dampak industri peternakan terhadap penggunaan lahan dan


66

keanekaragaman hayati, dapat diketahui poin dari act pada film. Kip

Andersen terus menunjukkan industri peternakan telah menjadi penyebab

utama dari kerusakan hutan dan penggunaan lahan berlebihan yang

mengarah pada punah dan terancamnya keberadaan dan kehidupan dari

berbagai populasi keanekaragaman hayati di dunia dan hilangnya ekosistem.

Di bagian ini, Kip Andersen secara terus menerus mengungkapkan

permasalahan pada kondisi keanekaragaman hayati dan penyalahgunaan

lahan berlebihan akibat industri peternakan. Pertama, film Cowspiracy

menjelaskan besarnya lahan yang dialokasikan hanya untuk industri

peternakan dan pakannya secara berlebihan dalam waktu yang begitu cepat,

1 hektar setiap detiknya. Secara perhitungan akumulasi penggunaan lahan

yang digunakan untuk industri peternakan berskala global. Hal ini dibuktikan

dari data bahwa industri peternakan memakan lahan 6 kali lipat lebih banyak

dari kelapa sawit, sebagai penyumbang utama penebangan di hutan

Amazon, juga membutuhkan 1.8 miliar hektar lahan hijau yang lebih banyak

dari yang ada hanya untuk memenuhi kebutuhan peternakan di Amerika

Serikat saja.

Dari data tersebut membuat data-data lainnya semakin masuk akal

karena pastinya dengan kebutuhan sebesar itu akan banyak sekali lahan

hijau yang disalahgunakan. Lahan untuk industri peternakan ini bukan hanya

untuk bangunan peternakan, tapi juga untuk pangan satwa peternakan.

Kedua, besarnya lahan yang dibutuhkan industri peternakan membuat

rusaknya rumah bagi berbagai satwa dan fauna. Bahkan juga membuat
67

dilaksanakannya perburuan dan pemusnahan berbagai satwa secara

disengaja hanya untuk diambil lahan dan pangannya. Tentu hal ini akan

merusak ketidakseimbangan ekosistem dunia. Bahkan hal ini juga dibuktikan

Andersen dari data, hanya sebesar 2% biomassa dari satwa liar yang ada di

dunia ini.

Ketiga, Film Cowspiracy juga menunjukkan kredibilitasnya dengan

mewawancarai Dr. Will Tuttle sebagai pendapat ahli dan Amazon Watch

sebagai NGO yang berpengalaman dan telah memiliki wawasan secara

langsung dari bidangnya. Cowspiracy memperlihatkan perspektif lain selain

Andersen.

Aristotle (dalam Burke, 2010, p. 293), mengatakan bahwa act dan

purpose seperti suatu seni dan kebutuhannya yang diciptakan untuk suatu

tujuan yang baik, maka kebaikan itu menjadi tujuan. Maka, pastinya setiap

pesan yang dikomunikasikan memiliki purpose atau motif tertentu. Film

Cowspiracy telah berhasil membuka pikiran dan wawasan masyarakat, juga

kesadaran akan bahaya dan vitalnya dampak yang ditimbulkan oleh industri

peternakan bagi kehidupan manusia secara berkelanjutan. Industri

peternakan sebagai penyumbang utama bagi keseimbangan ekosistem,

kehidupan keanekaragaman hayati, dan penyalahgunaan lahan di dunia.

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kondisi yang ada

melalui film Cowspiracy, tentu SDG menjadi kunci global untuk mengontrol

dan menjaga kesejahteraan. SDG juga telah melaporkan berbagai

perkembangan dan data terkait poin ke-15 ini dengan relevansinya terhadap
68

film Cowspiracy yang dapat dilihat dalam laporan yang dibuat oleh Secretary

General (UN, 2021, p. 26-27), diantaranya:

1. Masyarakat global telah gagal untuk mencapai targetnya pada 2020

dalam mencegah hilangnya keanekaragaman hayati, salah satunya

terbukti dari adanya Covid-19 yang disebabkan oleh tidak seimbangnya

ekosistem. Maka, perlunya upaya yang jauh lebih besar lagi dalam

menjaga lahan hutan di dunia demi menjaga ekosistem.

2. Lahan hutan di dunia berkurang sebanyak 100 juta hektar dalam 20

tahun terakhir.

3. Meningkatnya area yang dilindungi, baik untuk keanekaragaman hayati,

air bersih, dan pegunungan sebanyak 13-14% dalam 20 tahun terakhir.

4. Pada Februari 2021, SDG berhasil membuat 127 negara untuk menjaga

netralitas lahan secara sukarela dengan target mencapai 1 miliar hektar

lahan yang akan direstorasi kembali.

5. Keanekaragaman hayati telah menurun sebanyak 10% dalam 30 tahun

terakhir.

6. Per 1 Februari 2021, Protokol Nagoya telah disahkan bersama dengan

total 128 negara dan Uni Eropa telah mengenai Access and Benefit

Sharing (ABS) yang berkaitan dengan Perjanjian Internasional pada

Plant 27, yakni tanaman genetik serta industri pertanian dan peternakan.

Padahal dibanding dengan poin SDG sebelumnya, goals ke-15 ini

terdiri dari lebih banyak target, sebanyak 12 target dengan 13 indikator.

Empat target diantaranya seharusnya telah dicapai pada tahun 2020, namun
69

seperti yang disebutkan pada progres dan informasi di atas, target tersebut

gagal dicapai sesuai dengan target waktu yang disepakati bersama karena

kondisinya justru menurun. Target tersebut diantaranya merupakan

kepastian pada penjagaan ekosistem lahan dengan konservasi dan restorasi

berkelanjutan, manajemen hutan yang berkelanjutan, menyusun strategi

untuk menjaga ekosistem dan keanekaragaman hayati, dan mencegah serta

mengurangi spesies asing (UN, 2020, p. 54).

Sudah menjadi tugas PBB sebagai pencetus SDG untuk memegang

kuasa demi tercapainya kepentingan bersama melalui kerjasama

berkelanjutan antarnegara anggotanya. Hal ini wajib dilakukan agar

kehidupan masyarakat global menjadi lebih baik di masa depan (Kehone,

2012, p. 127).

Jackson dan Sorensen (dalam Dugis, 2016, p. 75) menjelaskan

pentingnya peran liberalisme institusionalis untuk mengatasi adanya rasa

kurang percaya antar angotanya karena melalui institusi dapat memperlancar

aliran informasi dan forum bernegosiasi, sehingga terciptanya kesejahteraan

dan perdamaian.

Kondisi kehidupan darat seperti pada SDG ke-15 ini tentu

mempengaruhi seluruh negara di dunia. Melalui SDG, negara di dunia

dengan jelas memberikan kontribusi nyata dalam mengatasi masalah yang

ada, salah satunya dengan mengikuti Protokol Nagoya. Sudah menjadi

asumsi dasar dari liberalisme untuk bekerja sama.


70

Maka, SDG ke-15 memiliki relevansi terhadap film Cowspiracy dalam

menyampaikan dan menjadi solusi sesuai dengan makna pesan film. SDG

sendiri telah menyadari dan mengambil langkah untuk mengawasi industri

peternakan, seperti yang dinyatakan oleh PBB (UN, 2018, p. 8), bahwa

hilangnya keanekaragaman hayati di dunia disebabkan oleh perubahan iklim,

penggunaan lahan, eksploitasi lahan secara berlebihan, perburuan liar, dan

lainnya. SDG juga meminta untuk setiap pemerintah membantu menjaga

keanekaragaman hayati dengan memperhatikan berbagai sektor kehidupan

yang memegang pengaruh, seperti industri peternakan, pengelolaan lahan

hutan, penangkapan ikan, dan lainnya.

Walau memiliki relevansi dengan makna pesan pada film, SDG belum

bisa mengambil langkah signifikan dalam memerangi industri peternakan

seperti yang dinyatakan pada film, salah satunya dengan ideologi Andersen

menjadi vegan. Seperti institusi internasional lainnya, SDG tetap perlu

mempertimbangkan aspek lainnya dalam mengambil kebijakan, seperti

ekonomi, politik, sosial, dan lainnya bagi seluruh negara anggota.

4.4. Pembahasan

Tidak lama sejak perang dunia pertama berakhir, industri film menjadi

berkembang pesat seiring dengan masuknya americanization karena

Amerika Serikat sendiri telah menjadi negara adidaya dunia, hingga saat ini

pun masih mendominasi dunia. Film memegang peran besar dalam industri

media massa karena segala informasi yang ditampilkan melalui film dapat
71

ditonton secara masif dan bahkan berulang kali. Misalnya film yang

ditampilkan di bioskop, beberapa saat kemudian akan ditampilkan di televisi,

internet, dan berbagai media massa lainnya. Maka film pun memiliki berbagai

fungsi, salah satunya edukasi, seperti melalui film sosial dokumentasi

(McQuail, 2010, p. 32-33).

Artinya, sejak dulu budaya Barat (terutama Amerika Serikat) telah

menyumbang pengaruh dan kekuatan besar terhadap industri perfilman.

Walaupun porsinya berbeda dengan sekarang yang di mana industri film dari

negara lain juga telah mendunia, seperti India, Korea, Jepang, dan berbagai

negara lainnya. Namun film Cowspiracy sendiri berasal dari Amerika Serikat.

Walaupun film ini membahas mengenai dampak negatif industri peternakan

terhadap lingkungan hidup dan sosial dunia kedepannya, namun Cowspiracy

hampir selalu mengangkat negara Amerika Serikat sebagai suatu acuan

dunia.

Kemudian dari genre film sendiri yang berbentuk dokumenter berarti

film tersebut memang sengaja diproduksikan untuk mengedukasi masyarakat

global. Apalagi film tersebut juga ditampilkan di berbagai media online

berskala internasional, seperti Netflix dan Youtube, sehingga juga dapat

ditonton berkali-kali dan mudah diakses semua orang.

Film Cowspiracy juga menceritakan suatu perjalanan Kip Andersen

yang mencari tahu cara untuk menjaga lingkungan, namun berakhir dengan

mengetahui dampak buruk yang disumbangkan oleh industri peternakan.

Pada setiap bidang yang digali, Andersen menunjukkan data dan hasil
72

bagaimana aktivitas manusia yang mengarah pada industri peternakan dapat

menghasilkan berbagai kerugian bagi banyak pihak.

Berdasarkan yang dijelaskan oleh Burke (1970, p. 190) dalam teori

Dramatisme, Andersen di sini mengangkat guilt atau rasa bersalah untuk

seluruh penontonnya karena telah berkontribusi mendukung industri

peternakan sebagai penyumbang utama kerusakan laut, perubahan iklim,

keanekaragaman hayati, dan tidak meratanya distribusi air bersih dunia.

Dengan demikian, akan ada victimage yang pada kasus ini industri

peternakanlah yang menjadi pihak yang disalahkan atas dampak dari industri

peternakan itu sendiri, juga pemerintah yang tidak tegas dalam bertindak dan

secara acuh menutupi data yang ada dan tidak memberikan solusi efektif.

Seperti yang dikatakan oleh Burke (1970, p. 4), yang menyatakan

bahwa suatu perasaan bersalah perlu ditebus. Setelah mempublikasikan

suatu masalah dan sumber dari masalah, tentu diperlukan solusi atas

masalah tersebut yang disebut sebagai redeemer. Di sini Andersen dalam

film Cowspiracy memberikan solusi dengan mengedukasi masyarakat untuk

berhenti mengkonsumsi daging demi menghentikan dampak industri

peternakan itu sendiri melalui ideologinya, yakni veganisme. Setelah

menjabarkan setiap permasalahan yang difokuskan, kemudian Andersen di

sini sebagai redeemer pun meyakinkan masyarakat akan keamanan untuk

memiliki gaya hidup vegan.

Seperti yang dijelaskan pada film Cowspiracy dalam durasi 1:15:39,

yang di mana Kip Andersen menjelaskan bahwa adanya gerakan yang


73

berkelanjutan sebagai alternatif untuk mengkonsumsi daging adalah menjadi

vegan seperti Bill Gates yang mengkonsumsi masakan berbasis tumbuhan

yang kemudian diolah. Tak berhenti di situ, Andern terus mewawancarai

berbagai sumber yang memang ahli di bidangnya untuk memastikan

keamanan dan kesejahteraan hidup sebagai vegan, seperti pada durasi ke

1:17:59 saat mewawancarai Dr. Michael A. Klaper, MD (Andersen & Kuhn,

2015).

Di sisi lain, saat ini dunia pun memiliki redeemer lain dalam bentuk

institusi internasional dibawah PBB, yakni SDG yang sama-sama bergerak di

bidang lingkungan hidup dan sosial seperti film Cowspiracy. SDG ke-6, 13,

14, dan 15 memiliki relevansi dengan makna pesan pada film dalam

bergerak untuk menjadi solusi permasalahan di bidang permasalahan air

bersih, pemanasan global, kelautan, serta penggunaan lahan dan

keanekaragaman hayati.

Jika ditinjau dari asumsi dasar liberalisme (Dugis, 2016, p. 65), SDG

sendiri telah menjadi wadah bagi berbagai negara dunia untuk menyatukan

kepentingan. Dalam setiap progresnya, SDG selalu berusaha melibatkan

berbagai negara untuk berkolaborasi bersama untuk tercapainya tujuan

tertentu, baik dalam penerapan perjanjian, rapat, kampanye, aktivitas, dan

lainnya dilakukan bersama-sama.

Seperti yang telah dibahas pada Bab 4.3. dalam setiap progresnya,

SDG dengan terbuka selalu mempublikasikan perkembangan dari institusi

tersebut. Dalam suatu institusi internasional, sudah selayaknya setiap


74

struktur yang ada selalu dibuatkan perjanjian karena melibatkan berbagai

aktor negara dan non-negara (Gismondi, 2008, p. 172). Maka dapat

diketahui relevansi dari peran SDG sendiri sebagai institusi liberal yang telah

aktif membangun dan menjaga kesejahteraan global demi tercapainya tujuan

dari SDG ke-6, 13, 14, dan 15.

Walau memiliki relevansi dengan makna pada film Cowspiracy.

Sayangnya, di sini SDG memberikan solusi yang berbeda dari menjalankan

ideologi vegan seperti yang disampaikan film. SDG sebagai institusi

internasional menaungi berbagai kepentingan dan kebutuhan ratusan negara

anggota yang memiliki kapasitas berbeda. Maka SDG tidak bisa dengan

mudah mengatur masyarakat global untuk berhenti mengkonsumsi daging,

SDG perlu mempertimbangkan berbagai aspek yang ada demi

kesejahteraan bersama.

4.5. Ringkasan Analisis

Diproduseri oleh Kip Andersen dan Keegan Kuhn, Cowspiracy: The

Sustainability Secret sebagai film dokumenter telah berhasil mengedukasi

penontonnya terkait dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri

peternakan dengan membeberkan berbagai data yang difokuskan pada

permasalahan air bersih, pemanasan global, kelautan, serta penggunaan

lahan dan keanekaragaman hayati.

Hal ini dapat dilihat melalui rasio dari dramatistic pentad, yakni

act:purpose untuk melihat makna pesan dari film tersebut. Melalui


75

Cowspiracy, dapat diketahui makna pesan mengenai industri peternakan

sebagai penyumbang utama dari besarnya alokasi air bersih dunia secara

berlebihan yang jauh melampaui kebutuhan aktivitas manusia, bahaya gas

metana dan gas emisi yang tidak dikelola dan telah mengubah iklim dunia

dan kerusakan lingkungan lainnya, banyaknya limbah ternak yang

mematikan zona laut dan penangkapan ikan secara masif telah membunuh

miliaran satwa laut secara tidak disengaja, serta penyalahgunaan lahan

dunia yang menyebabkan perburuan berbagai jenis satwa secara disengaja

dan musnahnya keanekaragaman hayati.

Film ini juga menunjukkan kredibilitasnya melalui beberapa NGO, ahli,

dan bahkan institusi besar seperti World Bank dan PBB pun untuk

memperlihatkan perspektif yang berbeda dan terpercaya. Andersen dan

Kuhn secara transparan menunjukkan perhitungan, data, investigasi dan

wawancara dari efek industri peternakan terhadap masing-masing bidang.

Adapun tujuan dari film, jika dilihat dari masing-masing poin analisis

penelitian, film Cowspiracy ingin membuka pikiran masyarakat global dan

menyadari permasalahan global yang telah ditimbulkan dari industri

peternakan sebagai penyumbang utama dari ke-empat bidang tersebut, juga

untuk menegur NGO dan pemerintah yang telah menutupi fakta untuk

bergerak lebih efektif dan tegas dalam menjaga kondisi lingkungan dan

sosial global, serta untuk mengajak seluruh penontonnya untuk menjadi

vegan sebagai solusi dari akar permasalahan yang ada.


76

Di sisi lain SDG yang juga berdiri sejak 2015 memiliki relevansi sebagai

solusi terhadap ke-empat bidang tersebut dalam SDGke-6 mengenai

pemanasan global dan goals ke-15 mengenai keanekaragaman hayati serta

penggunaan lahan. SDG sebagai institusi internasional telah menjalankan

perannya untuk menyatukan kepentingan bersama dengan kerjasama

berbagai negara anggotanya. SDG memilikii relevansi dalam membangn

kerja sama anegara anggotanya demi tercapainya tujuan bersama, namun

memang membutuhkan waktu yang lebih dibanding target waktu yang

disepakati di awal.

Ditambah, SDG juga memiliki relevansi dengan makna pesan pada film

Cowspiracy. Dari data, dapat diketahui bahwa SDG ke-6, 13, 14, 15 telah

menyampaikan data dari dampak industri peternakan pada berbagai

kerugian yang ditimbulkan, SDG juga telah menghimbau pemerintah dan

melakukan berbagai kerjasama, aturan, serta solusi atas masalah tersebut.

Sayangnya, SDG memiliki keterbatasan untuk bergerak langsung ke akar

permasalahan seperti yang dijelaskan pada film Cowspiracy, dengan

ideologinya menjadi vegan. SDG sebagai institusi internasional

mempertimbangkan kesejahteraan, kapasitas, kepentingan setiap negara

anggotanya, serta aspek lainnya.


77

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa film Cowspiracy: The Sustainability

Secret telah secara transparan mengkomunikasikan dampak industri

peternakan sebagai penyumbang utama terancamnya dan tidak meratanya

distribusi air bersih global, pemanasan global dan kerusakan lingkungan

lainnya, matinya zona laut dan miliaran satwa laut yang secara tidak sengaja

tertangkap, matinya keanekaragaman hayati yang mengarah pada

penyalahgunaan lahan dan perburuan berbagai satwa secara disengaja.

Film ini berusaha mengambil rasa kepercayaan audiens dengan

menunjukkan kredibilitas yang diambil dari berbagai organisasi dan para ahli

terkemuka. Film ini bertujuan membuka pikiran dan menyadarkan

masyarakat global melalui rasa bersalah masyarakat karena telah

mengkonsumsi daging yang menyebabkan besarnya dampak buruk industri

peternakan tersebut.

Selain itu, Cowspiracy menyalahkan industri peternakan, pemerintah

karena telah menutupi data dan secara tidak efektif menyelesaikan isu

tersebut. Cowspiracy pun juga memberikan solusi paling efektif untuk

menyelesaikan berbagai permasalahan vital tersebut, yakni dengan

ideologinya menjadi vegan.

Berdasarkan fokus permasalahan yang diangkat pada film Cowspiracy,


78

SDG sebagai institusi internasional memiliki relevansi dengan makna pesan

pada film. SDG telah menyampaikan berbagai permasalahan yang

disumbangkan oleh industri peternakan dan menghimbau pemerintah untuk

bergerak demi mencapai SDG ke-6, 13, 14, dan 15. Berbeda dengan

Cowspiracy, SDG tidak memberikan solusi agar seluruh masyarakat global

menjadi vegan.

Sebagai institusi internasional, SDG memiliki peran untuk meraih

kesejahteraan masyarakat global dengan kerjasama yang dilakukan dan

mempertimbangkan kapabilitas, kepentingan, kebutuhan, dan berbagai

aspek lain bagi seluruh negara anggotanya. Maka SDG hanya menghimbau

pemerintah dan membentuk berbagai badan, perjanjian, dan aturan demi

tercapainya SDG ke-6, 13, 14, dan 15.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Akademis

Setelah menyelesaikan penelitian, penulis menyarankan agar peneliti

lainnya berfokus pada efektivitas dari film Cowspiracy dalam membangun

kesadaran penontonnya untuk berhenti mengkonsumsi daging dan menjadi

vegan terhadap masyarakat Indonesia.

5.2.2. Saran Praktis

Melalui penelitian ini, penulis menyarankan beberapa hal sebagai

berikut:

1. Seluruh pembaca lebih kritis dalam menilai suatu organisasi atau pun
79

individu dalam menerima pesan, sebab setiap orang memiliki motif

tertentu dibalik pesan yang dikomunikasikan. Juga untuk lebih bijaksana

dalam menjaga lingkungan, setelah mengetahui besarnya dampak

permasalahan yang ditimbulkan hanya dari industri peternakan terhadap

berbagai aspek lingkungan dan sosial masyarakat global.

2. Pembuat film dokumenter disarankan mengangkat isu lingkungan hidup,

agar secara transparan dan kritis dalam menggali suatu permasalahan

hingga ke akarnya, baik dengan memperlihatkan proses investigasi,

wawancara, bahkan setiap nama dan badan yang bersangkutan dalam

film pun tidak ditutupi. Dengan demikian, audiens dari film akan merasa

teredukasi, sadar akan permasalahan yang sesungguhnya terjadi, dan

percaya akan data yang diberikan, juga mengetahui solusi dari masalah

tersebut.

3. Lembaga pengawas pelaksanaan SDG sebaiknya dapat lebih tegas

pada negara anggotanya dan menindaklanjuti dampak industri

peternakan sebagai urgensi bagi pemerataan alokasi air bersih,

keseimbangan iklim, kehidupan laut, dan keanekaragaman hayati dunia.


80

REFERENSI

About the film. (n.d.). Diperoleh pada Mei 10, 2021 dari
https://www.cowspiracy.com/about

Andersen, K. (Produser & Sutradara), & Kuhn, K. (Produser & Sutradara).


(2015). Cowspiracy: The sustainability secret. Amerika Serikat: AUM
Media.

Andreas. (2015). Cowspiracy wins eco film fest audience choice award.
Diperoleh pada Mei 10, 2021 dari
https://whileyouweresleeping.wordpress.com/2015/04/09/Cowspiracy-
wins-eco-film-fest-audience-choice-award/

Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. Sukabumi,


Indonesia: Jejak.

Burke, K. (1969). A grammar of motives. Berkeley, CA: University of


California Press.

Burke, K. (1970). The rhetoric of religion. California, USA: University of


California Press.

Chandler, D. (2017). Peacebuilding: the twenty years’ of crisis, 1997-2017.


London: Springer Nature.

Cinema politica’s 2015 audience choice award winner is…. (2016). Diperoleh
pada Mei 10, 2021 dari
https://www.cinemapolitica.org/blog/network/2015-audience-choice-
winner

Compétition Internationale de Documentaires. (2016). Diperoleh pada Mei


10, 2021 dari
https://www.festivaldeslibertes.be/2016/fase6.php?event=16030#1603
0

Cowspiracy: The sustainability secret. 2015, 15 September. Diperoleh pada


Januari 18, 2021 dari https://www.imdb.com/title/tt3302820/

Dugis, V. (2016). Teori hubungan internasional. Surabaya, Indonesia: CSGS.

Fajriah, N. (2020). Penerapan teori agenda setting terhadap media massa


dan masyarakat luas. Dalam P. Putri, A. N. Arsy, R, K. Kamila, & P.
81

Tarinanda, (Eds.), Teori komunikasi massa dan perubahan


masyarakat (p. 7-12). Malang, Indonesia: Cita Intrans Selaras.

FAO. (n.d.). SAFA sustainability assessment of food and agriculture system


for sustainable development. Diperoleh pada Oktober 14, 2020 dari
http://www.fao.org/fileadmin/templates/nr/sustainability_pathways/docs
/SAFA_for_sustainable_development__01_.pdf

FAO. (2006). Livestock a major threat to environment. Diperoleh pada


Oktober 24, 2020 dari
http://www.fao.org/newsroom/en/News/2006/1000448/index.html

FAO. (2014). SAFA sustainability assessment of food and agriculture


systems guidelines. Rome, Italy: FAO.

Gismondi, M., D. (2008). Ethics, liberalism and realism in international


relations. New York: Routledge.

Griffin, E. (2012). A first look at communication theory (8th ed.). New York,
NY: McGraw-Hill.

Heren, R. V. (2012). The science of animal agriculture (4th ed.). New York,
NY: Delmar Cengage Learning.

Kabreab, E. (2013). Sustainable animal agriculture. Oxfordshire, UK: CABI.

Kannie, N., & Biermann, F. (2017). Governing through goals. London,


Inggris: The MIT Press.

Keeling, L., Tunon, H., Antillon, G., Berg, C., Jones, M., Stuardo, L.,
…Swanson, J. (2019). Animal welfare and the united nations
Sustainable Development Goals. Frontiers in Veterinary Science,
6(336), 1-12. doi:10.3389/fvets.2019.00336

Keohane, R., O. (2012). Twenty years of institutional liberalism. International


Relations, 26(2), 125-138, DOI: 10.1177/0047117812438451

Larson, C., U. (2010). Persuasion: reception and responsibility (12th ed.).


Boston: Wadsworth.

McQuail, D. (2010). McQuail’s mass communication theory (6th Edition).


London, Inggris: SAGE Publications Ltd.

Pabian, S., Hudders, L., Poels, K., Stoffelen, F., & Becker, C. J. S. D. (2020).
Ninety minutes to reduce one’s intention to eat meat: a preliminary
82

experimental investigation on the effect of watching the cowspiracy


documentary on intention to reduce meat consumption. Frontiers in
Communication, 5(69), 1-6. doi:10.3389/fcomm.2020.00069

Pryantari, A. D., & Fattah, A. K. (2019). Representasi imigran timur dalam


film the visitors. Jurnal Komunikasi Global, 8(1), 62-77. ISSN:2614-
7998.

Roser, M., Ritchie, H., & Ospina, E. O. (2019, Mei). World population growth.
Diperoleh pada Oktober 12, 2020 dari
http://www.fao.org/docrep/010/a0701e/a0701e00.HTM

Satjakoesoema, A., Rizky, S. V., & Sharinta, E. J. (2020). Analisis dramatistic


pentad unsur konsumerisme dalam film they live 1988. Jurnal Ilmu
Komunikasi, 7(1), 62-67. ISSN:2355- 0287.

Steinfeld, H., Gerber, P., Wassenaar, T., Castel, V., Rosales, M., & Haan,
C.d. (2006). Livestock’s long shadow. Roma, Italy: Food and
Agriculture Organization of the United Nations.

Tugg. (n.d). Cowspiracy. Diperoleh pada Oktober 25, 2020 dari


https://www.tugg.com/titles/cowspiracy

UN. (2015). Resolution adopted by the general assembly on 25 september


2015. Diperoleh pada Oktober 25, 2020 dari
https://www.un.org/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/70/1&Lan
L=E

UN. (2018). Economic and social council. Diperoleh pada Mei 10, 2021 dari
https://www.un.org/ga/search/view_doc.asp?symbol=E/HLS/2018/1&L
ang=E

UN. (2020). The Sustainable Development Goals report 2020. Diperoleh


pada Mei 18, 2021 dari https://unstats.un.org/sdgs/report/2020/The-
Sustainable-Development-Goals-Report-2020.pdf

UN. (2021). Progress towards the sustainable goals. Diperoleh pada Mei 20,
2021 dari
https://sustainabledevelopment.un.org/content/documents/27610SG_
SDG_Progress_report_2021.pdf

UN Water. (2021). Summary progress update 2021: sdg 6 - water and


sanitation for all. Diperoleh pada Mei 18, 2021 dari
https://www.unwater.org/publications/summary-progress-update-2021-
sdg-6-water-and-sanitation-for-all/
83

UN Water. (n.d.). Diperoleh pada Juni 20, 2021 dari https://www.unwater.org/

UNFCCC. (2011). Fact sheet: climate change science - the status of climate
change science today. Diperoleh pada Oktober 12, 2020 dari
https://unfccc.int/files/press/backgrounders/application/pdf/press_facts
h_science.pdf

West, R., & Turner, L. H. (2010). Introducing communication theory. New


York, NY: McGraw-Hill.

Worm, B., Barbier, E. B., Beaumont, N., Duffy, J. E., Folke, C., Halpern, B.
S., …Watson, R. (2006). Impacts of biodiversity loss on ocean
ecosystem services. Science, 314(5800), 787-790.
doi:10.1126/science.1132294.

Yusuf, A. M. (2014). Metode penelitian: kuantitatif, kualitatif, dan penelitian


gabungan. Jakarta, Indonesia: Kencana.
KRU DAN PEMERAN FILM COWSPIRACY (2015)

Cowspiracy: The Sustainability Secret (2015)

Tanggal Rilis : 15 September 2015

Produksi : AUM Media

First Spark Media

Sutradara : Kip Andersen dan Keegan Kuhn

Penulis : Kip Andersen dan Keegan Kuhn

Genre : Dokumenter

Durasi : 90 menit

Produser : Kip Andersen (Executive Producer)

Leonardo DiCaprio (Executive Producer)

Jim Greenbaum (Co-executive Producer)

Keegan Kuhn (Co-Producer)

Pemeran :

1. Kip Andersen

2. Bruce Hamilton (Sierra Club)

3. Al Gore (Mantan Wakil Presiden AS dan aktivis perubahan iklim)

4. Heather Cooley (Pacific Institute)

5. Manucher Alemi (Departemen Sumber Mata Air California)

6. Kamyar Guivetchi (Departemen Sumber Mata Air California)

7. Dr. Richard Oppenlander (Peneliti lingkungan)

8. Kirk R. Smith (Profesor dari University California Berkeley)


9. Demosthenes Maratos (The Sustainability Institute)

10. Dr. Will Tuttle (Penulis lingkungan hidup dan etika)

11. Michael Pollan (Penulis ‘In Defense of Food’)

12. Michael Besancon (Mantan Whole Foods Market Executive)

13. Dr. Chad Nelsen (Surfrider Foundation)

14. Lisa Agabian (Sea Shepherd Conservation Society)

15. Lauren Ornelas (Food Empowerment Project)

16. Susan Hartland (Sea Shepherd Conservation Society)

17. Dr. Geoff Shester (Oceana)

18. Lindsey Allen (Rainforest Action Network)

19. Leila Salazar (Amazon Watch)

20. Dorothy Stang (Aktivis Amazon)

21. Will Anderson (Greenpeace)

22. Ann Notthoff (Natural Resources Defense Council)

23. Doniga Markegard (Markegard Family Grass-Fed)

24. Lea Markegard

25. Erick Markegard (Markegard Family Grass-Fed)

26. Marcus Benedetti (Clover-Stornetta Diary)

27. John Taylor (Bivalve Organic Diary)

28. Deniz Bolbol (American Wild Horse Preservation Campaign)

29. David Simon (Pengacara dan penulis ‘Meatonomics’)

30. Wenonah Hauter (Food and Water Watch)

31. Emily Meredith (Animal Agriculture Alliance)


32. Kay Smith (Animal Agriculture Alliance)

33. Howard Lymann (Mantan Cattle Rancher)

34. William Potter (Jurnalis dan penulis ‘Green is the New Red’)

35. Bill Phillips (Backyard Farmer)

36. David Phinney (Animal Place)

37. Marji Beach (Animal Place)

38. Josh Tetrik (Hampton Creek Food)

39. John Schidler (Omega Creamery)

40. Ethan Brown (Beyond Meat)

41. Dr. Michael A. Klaper, MD (True North Health Center)

42. Shane Bernardo (Earthworks Urban Farm)

43. Jah Muhammad (Urban Gardener)

44. Dr. Greg Litus (Veganic Farmer)

45. John Jeavons (Biointensive Farming Innovator)

Sumber : Cowspiracy, dari website imdb.com, 2014.

Anda mungkin juga menyukai