Disusun Oleh:
2022
ANALISIS NUMERIK KARAKTERISTIK RESPON DINAMIS
MATERIAL TERMOELEKTRIK TIPE SP 1848 27145 PADA
PERBEDAAN LAJU PEMANASAN
d200180111@student.ums.ac.id
1
NUMERICAL ANALYSIS OF THE DYNAMIC RESPONSE
CHARACTERISTICS OF THE THERMOELECTRIC TYPE SP 1848
27145 MATERIALS TO DIFFERENCES IN HEATING RATE,
d200180111@student.ums.ac.id
The thermoelectric module (TEM) is a device that uses the Seebeck effect to convert
temperature differences into electrical energy. However, the material of the TEM
will have an impact on the electrical performance produced when utilized in
unstable heat settings or during a heating cycle. This simulation study set out to
examine how the heating rate affected the thermoelectric module's output in terms
of voltage, heat flux, temperature, and thermal stress using the ANSYS Thermal-
Electric and Steady State Thermal software. The use of fixed support in addition to
the grasping system. Each thermoelectric module is heated by specifying the hot
temperature on the top side and the cold temperature on the bottom side while
varying the heating rate, resulting in a temperature difference of up to
approximately 155–160 °C for 300 seconds. The findings from the input were a
total output heat flux, voltage, thermal stress, and temperature solution. The results
showed that the performance of the thermoelectric module increased as the heating
rate was reduced, but that performance declines as a result of the thermoelectric
module's thermal effect. This is explained by the fact that the thermoelectric
material is under more load due to the slower heating rate. The material's
resistance value has an impact on the thermoelectric module's output performance,
while the heating rate and cycle count have no impact on the thermoelectric
property value of the material.
2
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Termoelektrik adalah perangkat elektronik berbasis semikonduktor yang
mengubah perbedaan suhu antara sisi panas dan dingin elemen termoelektrik
menjadi tegangan listrik. Ini terdiri dari beberapa elemen kecil yang terdiri dari
semikonduktor tipe-p (positif) dan tipe-n (negatif) yang disusun seri paralel dan
komponen termoelektrik yang paling banyak digunakan, dengan kisaran suhu
hingga 250 derajat Celcius. Aplikasi termoelektrik telah banyak digunakan di
berbagai bidang, termasuk pesawat terbang, kendaraan komersial, dan pembangkit
listrik domestik , bidang industri, bidang medis, bidang mikroelektronika, bidang
energi alternatif seperti pemanfaatan energi panas matahari dan energi panas bumi
hingga saat ini (Jouhara et al. 2021)(Hsu et al. 2011).
- Konversi energi langsung, tidak seperti banyak mesin panas yang mula-mula
mengubah energi panas menjadi energi mekanik dan kemudian mengubah energi
mekanik menjadi listrik menggunakan alternator.
- Tidak ada bagian yang bergerak dan tidak ada cairan yang berfungsi di dalam
modul thermoelectric.
- Thermoelectric dapat digunakan untuk pembangkit mikro di ruang yang sangat
terbatas.
- Pengoperasian thermoelectric tanpa suara.
- Thermoelectric dapat digunakan di sistem kerja dimanapun sehingga
thermoelectric sesuai untuk sistem yang tertanam.
3
thermoelectric baru diteliti oleh R. Merrienne (Merienne et al. 2019) pada tahun
dan S.Harish pada tahun 2021 (Harish et al. 2021)kedua peneliti meneliti tentang
pengaruh laju pemanasan dengan siklus pemanasan berulang terhadap kinerja
modul thermoelectric dimana semakin cepat laju pemanasan akan semakin cepat
laju pemanasan maka akan lebih cepat thermoelectric mengalami penurunan kinerja
namun untuk pengaruh laju pemanasan terhadap kinerja tegangan, arus, daya,
hambatan internal dan efisiensi sebelumnya tidak ada yang menyelidiki. Oleh
karena itu maka perlu dilakukan penelitian lebih mendalam bagaimana pengaruh
laju pemanasan pada siklus pemanasan berulang terutama pada modul
thermoelectric tipe SP 1848 27145 SA yang banyak dijual secara komersial di Asia
khususnya Indonesia, sehingga penggunaan modul thermoelectric tersebut dalam
pengaplikasian dapat diprediksi masa berlakunya sehingga sesuai dengan
kebutuhan.
4
2. Mengetahui pengaruh variasi laju pemanasan terhadap distribusi temperature,
heat flux, thermal stress, dan keluaran tegangan listrik yang dihasilkan oleh
thermoelectric generator dengan.
5
2.1 LANDASAN TEORI
2.2 Tinjauan Pustaka
Penelitian analisis kinerja siklus pemanasan thermoelectric telah dilakukan
oleh beberapa peneliti, Riyadi dkk. (Riyadi et al. 2022) yang telah
mempublikasikan sebuah artikel berjudul “Effect of Thermal Cycling With Various
Heating Rates on the Performance of Thermoelectric Modules”. Penelitian
dilakukan pada thermoelectric generator tipe SP 1848 27145 SA dengan laju
pemanasan 3.917 °C/s, 2.673 °C/s, 1.643 °C/s, dan 0.905 °C/s selama 300 detik
pada 100 siklus pemanasan. Hasil penelitian dan analisa yang dilakukan
menunjukkan semakin rendah laju pemanasan maka durasi siklus semakin panjang.
Hal ini ditunjukkan bahwa semakin tinggi laju pemanasan maka jumlah durasi
siklus semakin rendah. Pada laju pemanasan 3.917 °C/s selama 2000 detik, modul
thermoelectric dapat melakukan 6 kali siklus sedangkan pada laju pemanasan 0.905
°C/s selama 2000 detik, modul thermoelectric hanya dapat melakukan 4.5 kali
siklus. Selain itu pada modul thermoelectric tipe SP 1848 27145 SA dengan laju
pemanasan berbeda yaitu TEM A (3.917 °C/s), TEM B (2.673 °C/s), TEM C (1.643
°C/s), dan TEM D (0.905 °C/s), menunjukkan bahwa kenaikan laju pemanasan akan
menghasilkan penurunan kinerja luaran berupa tegangan terbuka, tegangan
tertutup, arus, dan daya. Penurunan kinerja modul thermoelectric tersebut
disebabkan karena adanya kenaikan hambatan dengan bertambahnya laju
pemanasan yang dilakukan. Kenaikan hambatan tersebut juga berefek penurunan
figure of merit dan efisiensi, dimana semakin hambatan maka akan menghasilkan
figure of merit dan efisiensi yang rendah sehingga semakin rendah nilai figure of
merit dan efisiensi maka akan menghasilkan keluaran kinerja modul thermoelectric
yang rendah.
6
2.3 Prinsip Kerja Thermoelectric
Cold Side
- +
p-type
n-type
- +
Charge Carriers
Electrons – - +
Holes +
+ -
Heat Source
Resistive Load
I
Electron Flow
7
2.4 Koefisien Seebeck
∆𝑉
α = − , (1)
∆𝑇
Dimana Th dan Tc merupakan suhu sisi panas dan sisi dingin thermoelectric,
sedangkan koefisien seebeck α sama dengan selisih koefisien seebeck dari kedua
material semikonduktor pada thermoelectric.
𝑞 = 𝜌. 𝐴. 𝑐. ∆T (3)
8
2.6. Tegangan termal (thermal stress)
Tegangan termal adalah tegangan yang terjadi karena perubahan temperatur
pada material. Tegangan ini dapat menyebabkan terjadinya fraktur atau deformasi
plastis tergantung variabel lain dari pemanasan, termasuk jenis dan sifat material.
Di antara faktor yang mempengaruhi terjadi tegangan termal yaitu perbedaan
temperatur, koefisien muai panjang dan kejutan termal (thermal shock). Tegangan
termal sangat dipengaruhi oleh koefisien muai panjang (thermal expansion
coefficient). Secara umum, semakin besar perubahan temperatur, maka semakin
tinggi tingkat tegangan yang terjadi. (Riyadi et al. 2021)
𝑇𝑑
𝐸𝑒𝑓𝑐 ∫𝑇𝑟
(𝛼) 𝑑𝑇
σc = 1 + 4( 𝐸𝑒𝑓𝑐/𝐸𝑒𝑓𝑠)(𝑡𝑐/𝑡𝑠) (4)
9
3. METODE PENELITIAN
Mulai
Running Program
NO
Simulasi
Completed?
YES
Studi Konvergensi
NO
Konvergen
YES
10
1
NO
Validasi
Error <5%?
YES
Selesai
11
planar pada bidang sumbu XY. Model dibuat demikian untuk memungkinkan
substrate dan lapisan menekuk karena beban termal selama proses simulasi. Untuk
menyederhanakan analisa, model menggunakan karakteristik isotropik dan
termoelastik. Model ini menggunakan prinsip tegangan biaksial dan temperatur
yang seragam ketika proses maupun saat pendinginan. Analisa elemen hingga atau
finite element analysis (FEA) tegangan termal pada lapisan setelah proses deposisi
ini menggunakan aplikasi ANSYS R20.1.
12
Fixed Support Penjepit
Heat Source
13
Tabel 3.1 Data sifat thermal dan elektrik property material thermoelectric
14
Gambar 3. 3 Skema 3D isometric dan 2D solid model Kopel Thermoelectric
Hasil perhitungan thermal conductivity (λ), Seebeck coefficient (α), dan Electric
resistivity (σ) sebagai fungsi dari temperatur (T) dinyatakan pada gambar 3.4 (a, b,
c).
15
Thermal conductivity (W/m.K)
2
1,8
1,6
1,4
1,2
20 60 100 140 180
Temperature (°C)
(a)
0,022
Seebeck Coefficient (V/K)
0,021
0,02
0,019
0,018
0,017
0,016
20 40 60 80 100 120 140 160 180
Temperature (°C)
(b)
1,8
Electric Resistivity (S /m)
1,5
1,2
0,9
0,6
20 60 100 140 180
Temperature (°C)
(c)
Gambar 3.4 Thermal conductivity (λ), Seebeck coefficient (α), dan Electric
resistivity dengan fungsi waktu (temperature dependence)
16
3.7 Data laju pemanasan hasil eksperimen
Pada gambar 3.5 menunjukkan laju pemaasan yang diambil dari data hasil
eksperimen Riyadi dkk(Riyadi et al. 2021). Dengan menggunakan empat buah
modul termoelektrik, masing-masing yaitu TEM A 362.520 Watt (3.917 °C/s),
TEM B 161.160 Watt (2.673 °C/s), TEM C 79.600 Watt (1.643 °C/s), dan TEM
D 44.880 Watt (0.905 °C/s).
Gambar 3.5. Laju pemanasan dari data hasil penelitian Riyadi dkk.
17
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan konvergensi mesh adalah untuk mendapatkan data yang sesuai dengan
data jurnal yang akan dibandingkan. Hasil studi konvergensi menuunjukkan bahwa
pada ukuran mesh 0.3, tegangan listrik sudah konvergen. Dengan demikian maka
semua simulasi selanjutnya menggunakan ukuran mesh 0.3.
37,22
Tegangan Listrik (mV)
37,2
37,18
37,16
0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
Mesh (mm)
Gambar 4.1 Variasi ukuran mesh terhadap keluaran tegangan listrik pada modul
thermoelectric
18
hasil simulasi dinyatakan valid karena penyimpangan masih di bawah 5% (Fauzia
2013).
Tabel 4.1 Validasi hasil Simulasi dengan hasil Ekperimen pada keluaran daya
yang dihasilkan modul Thermoelectric
Gambar 4.2 menunjukkan nilai tegangan listrik pada suhu tertinggi tiap
modul thermoelectric. Semakin tinggi laju pemanasan maka semakin rendah nilai
tegangan listrik yang dihasilkan. Diketahui bahwa pada laju pemanasan 0.905 °C
diperoleh tegangan listrik tertinggi sebesar 39.024 mV kemudian berangsur turun
dan mencapai tegangan listrik terendah sebesar 37.26 mV pada laju pemanasan
3.917 °C.
40
Tegangan Listrik mV
39
38
37
36
TEM D (0.905 °C/s) TEM C (1.643 °C/s) TEM B (2.673 °C/s) TEM A (3.917 °C/s)
(a)
19
41
39
38
37
36
TEM D (0.905 °C/s) TEM C (1.643 °C/s) TEM B (2.673 °C/s) TEM A (3.917 °C/s)
(b)
Gambar 4.2 Nilai tegangan listrik simulasi (a) dan eksperimen (b) pada tiap modul
thermoelectric
20
yang semakin tinggi dan berlaku untuk semua laju pemanasan. Hal ini berarti bahwa
semakin rendah laju pemanasan akan menghasilkan tegangan yang semakin tinggi.
a)
b)
c)
21
d)
Gambar 4.3. Distribusi tegangan listrik 1 kopel thermoelectric pada suhu tertinggi
Laju Tegangan
Modul ΔT
Pemanasan Suhu tertinggi Listrik
(°C/s) (°C) (°C) (mV)
A 3.917 159 119.25 37.013
B 2.673 158.25 121.75 37.3
C 1.643 156.5 123 38.399
D 0.905 155.25 126 39.024
Tabel 4.3 menunjukkan nilai perbandingan antara hasil simulasi dan eksperimen
dengan variasi laju pemanasan. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa laju
pemanasan eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan simulasi. Semakin tinggi
laju pemanasan, selisih laju pemanasan antara eksperimen dan simulasi semakin
besar. Hasil ini kemungkinan dapat disebabkan oleh pemodelan elemen hingga
yang dipengaruhi oleh ukuran mesh yang digunakan. (McKnight 2010)(Geppert et
al. 2015)
22
40
TEM A : 3.917 °C/s
10
0
0 50 100 150 200 250 300
Waktu (s)
Tabel 4.3 Perbandingan nilai tegangan 1 kopel thermoelectric pada suhu tertinggi
40
Tegangan Listrik (mV)
30
20
Simulasi
Eksperimen
10
0
0 15 30 45
Waktu (s)
(a)
23
40
20
Simulasi
Eksperimen
10
0
0 15 30 45 60
Waktu (s)
(b)
40
Tegangan Listrik (mV)
30
20
Simulasi
Eksperimen
10
0
0 20 40 60 80
Waktu (s)
(c)
40
Tegangan Listrik (mV)
30
20
Simulasi
Eksperimen
10
0
0 40 80 120 160
Waktu (s)
(d)
24
Dari teori thermoelectric dimana semakin tinggi ΔT maka semakin tinggi
tegangan yang dihasilkan. Namun demikian perlu diketahui apakah laju pemanasan
akan mempengaruhi tegangan yang dihasilkan. Gambar 4.6 menampilkan tegangan
pada saat ΔT seragam dengan nilai selisih antara suhu panas dengan suhu dingin
yaitu 110 °C. Semakin rendah nilai laju pemanasan maka semakin tinggi tegangan
listrik yang dihasilkan dan memiliki hasil relatif sama pada kondisi ΔT yang
seragam. Namun demikian terdapat sedikit efek dari laju pemanasan, dimana
semakin rendah laju pemanasan akan memberikin sedikit kenaikan tegangan, Tabel
4.4 menunjukkan data nilai tegangan 1 kopel thermoelectric pada ΔT yang seragam.
Diketahui pada modul TEM A sebesar 34.152mV, TEM B sebesar 34.288 mV,
TEM C sebesar 34.336 mV, TEM D sebesar 34.354 mV. Nilai tegangan terbesar
didapat pada modul TEM D sebesar 34.354 mV pada waktu 120 detik.
(a)
(b)
25
(c)
(d)
26
hasil simulasi diketahui bahwa distribusi temperatur hanya berpengaruh pada arah
vertikal (searah laju heat flux panas) sedangkan arah horizontal (memanjang)
menghasilkan kontur yang sama untuk setiap kopel. Oleh karena itu maka tampilan
gambar hanya diberikan untuk 1 kopel saja. Data nilai temperatur sisi panas dan sisi
dingin TEG dengan variasi laju pemanasan terdapat pada tabel 4.5. Hasil penelitian
menunjukkan semakin rendah laju pemanasan maka suhu sisi panas semakin rendah
begitu juga suhu sisi dingin semakin rendah. Hal ini dapat dikaitkan dengan sifat
konduktivitas panas dari modul termoelektrik dimana makin lama pemanasan akan
menghasil panas yang lebih merata.
(a)
(b)
27
(c)
(d)
28
Gambar 4.8 menunjukkan distribusi temperature pada kondisi setelah
mengalami pendinginan terhadap variasi laju pemanasan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variasi laju pemanasan menghasilkan nilai temperature
maksimum pada sisi panas thermoelectric dan temperatur minimum pada sisi dingin
thermoelectric yang berbeda. Karena pada input simulasi di setiap time analysis
modul TEM berbeda-beda yang merupakan data hasil eksperimen sehingga harus
dimasukkan ke input temperature sesuai data eksprimen. Tabel 4.6 menunjukkan
nilai temperature yang diperoleh setelah pendinginan. Didapatkan nilai temperatur
tertinggi sebesar 40.25 °C pada waktu 396 detik di TEM D sedangkan nilai terendah
sebesar 27.5 °C pada waktu 340 detik di TEM A.
(a)
(b)
29
(c)
d)
Tabel 4.6 Nilai temperature terhadap laju pemanasan pada modul thermoelectric
tipe SP 1848 27145 SA pada kondisi setelah pendinginan
30
4.3.3 Distribusi Heat Flux Terhadap Laju Pemanasan
Heat Flux adalah jumlah panas yang mengalir per satuan luas melalui
perpindahan suhu yang bersifat konstan berdasarkan satuan waktu. Nilai heat flux
didapat dari hasil simulasi yang merupakan turunan dari hasil input temperature
pada modul thermoelectric. Gambar 4.9 menunjukkan hasil keluaran heat flux pada
modul thermoelectric dengan variasi laju pemanasan pada kondisi temperatur
tertinggi. Semakin rendah laju pemanasan maka semakin rendah nilai heat flux yang
mengalir pada modul thermoelectric. Tabel 4.7 menunjukkan data nilai heat flux
terhadap laju pemanasan pada suhu tertinggi, dimana nilai heat flux tertinggi
diperoleh pada modul thermoelectric A sebesar 0.36379 W/mm2 dan nilai heat flux
terendah pada modul thermoelectric D sebesar 0.3443 W/mm2.
(a)
(b)
31
(c)
(d)
Tabel 4.7 Nilai heatflux terhadap laju pemanasan pada modul thermoelectric tipe
SP 1848 27145 SA pada kondisi suhu tertinggi
32
Perbedaan laju pemanasan sangat mempengaruhi heat flux pada tiap bagian
dari modul TEG. Gambar 4.10 menunjukkan perbedaan heat flux pada bagian-
bagian 2 kaki, bagian bonding, bagian pelat copper, dan bagian keramik. Semakin
rendah laju pemanasan maka nilai heat flux yang terjadi pada bagian thermoelectric
cenderung semakin turun. Tabel 4.8 menunjukkan data nilai heat flux yang terjadi
pada bagian thermoelectric. Nilai heat flux terbesar terjadi pada bagian joining BiSn
pada bismuth positive dengan tembaga bagian bawah. Pada TEM A didapatkan
nilai sebesar 0.14789 W/mm2 yang kemudian turun hingga nilai 0.13996 W/mm2
pada TEM D.
(a)
(b)
33
(c)
(d)
Gambar 4.10. Distribusi Heat Flux pada bagian Kopel thermoelectric
Tabel 4.7 Data nilai heat flux yang terjadi pada bagian thermoelectric
Laju
Heat Flux (W/mm2)
Modul Pemanasan Mesh
(°C/s) (mm) BiSn Ceramic Tembaga
A 3.917 0.3 0.14789 0.082921 0.13422
B 2.673 0.3 0.11017 0.070345 0.083712
C 1.643 0.3 0.14114 0.068272 0.12809
D 0.905 0.3 0.13996 0.067705 0.12073
34
4.3.4 Thermal Stress Yang Terjadi Pada Thermoelectric
Thermal stress adalah tegangan pada material karena perubahan suhu dan
dapat menyebabkan deformasi pada material. Tegangan thermal yang terjadi pada
thermoelectric diakibatkan adanya perbedaan suhu saat mengalir menuju material
yang berbeda. Pada penelitian ini tegangan thermal diambil pada 1 kali siklus atau
300 detik proses running. Gambar 4.10 menunjukkan tegangan thermal yang terjadi
pada thermoelectric. Semakin rendah laju pemanasan maka semakin besar nilai
tegangan thermal pada thermoelectric. Tabel 4.8 menunjukkan data nilai tegangan
thermal pada modul thermoelectric. Tegangan thermal terbesar diperoleh pada
modul TEM D sebesar 94.179 MPa dan nilai terkecil pada TEM A sebesar 28.955
Mpa. Mayoritas tegangan thermal terjadi pada joining antara tembaga dengan
bismuth. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tegangan thermal dapat menyebabkan
terjadinya micro-crack pada lapisan joining (Riyadi et al. 2022).
(a)
35
(b)
(c)
(d)
36
Tabel 4.8 Nilai Thermal Stress pada modul thermoelectric
37
a. 0.2
b. 0.3
c. 0.4
38
d. 0.5
e. 0.6
39
Tabel 4.10 Pengaruh mesh 0.3 mm terhadap variasi laju pemanasan
40
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
41
• Semakin rendah laju pemanasan maka semakin tinggi keluaran
tegangan yang dihasilkan. Hal ini dibuktikan dengan modul
thermoelectric D memiliki nilai tegangan tertinggi sebesar 39.024
mV dengan laju pemanasan 0.905 °C/s.
5.2 Saran
1. Penelitian selanjutnya perlu menggunakan spesifikasi computer yang
lebih tinggi agar hasil yang diperoleh semakin akurat dan waktu proses
running menjadi lebih cepat.
2. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan untuk mengetahui deformasi
akibat thermal stress pada modul thermoelectric dengan siklus berulang
dengan menggunakan metode elemen hingga (FEM).
3. Penelitian selanjutnya perlu memastikan data material dengan tepat agar
hasil proses simulasi menjadi akurat dengan kondisi real di lapangan.
42
DAFTAR PUSTAKA
Hsu, Cheng Ting et al. 2011. “An Effective Seebeck Coefficient Obtained by
Experimental Results of a Thermoelectric Generator Module.” Applied
Energy 88(12): 5173–79. http://dx.doi.org/10.1016/j.apenergy.2011.07.033.
Luo, Ding, Yuying Yan, Ruochen Wang, and Weiqi Zhou. 2021. “Numerical
Investigation on the Dynamic Response Characteristics of a Thermoelectric
Generator Module under Transient Temperature Excitations.” Renewable
Energy 170: 811–23. https://doi.org/10.1016/j.renene.2021.02.026.
43
Merienne, R., J. Lynn, E. McSweeney, and S. M. O’Shaughnessy. 2019. “Thermal
Cycling of Thermoelectric Generators: The Effect of Heating Rate.” Applied
Energy 237(November 2018): 671–81.
Riyadi, Tri Widodo Besar et al. 2021. “Analysis of Mechanical and Thermal
Stresses Due to TiN Coating of Fe Substrate by Physical Vapor Deposition.”
Forces in Mechanics 4: 100042.
https://doi.org/10.1016/j.finmec.2021.100042.
———. 2022. “Effect of Thermal Cycling with Various Heating Rates on the
Performance of Thermoelectric Modules.” International Journal of Thermal
Sciences 178(March): 107601.
https://doi.org/10.1016/j.ijthermalsci.2022.107601.
Zulkifli, Muhammad Nubli, Izzudin Ilias, Amir Abas, and Wan Mansor Wan
Muhamad. 2017. “Finite Element Analysis of Thermoelectric Generator with
Aluminum Plate for Waste Heat Recovery Application.” International
Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology
7(4): 1328–33.
44