PENDAHULUAN
BEI adalah pasar modal indonesia yang merupakan tempat memperjual-belikan
bermacam instrument finansial secara durasi lama, berupa saham, obligasi, reksa dana
hingga instrument derivatif lainnya. Perusahaan atau instansi go public dapat
memanfaatkan pasar modal sebagi sumber modal atau pendanaan tambahan, baik untuk
pengembangan bisnis, ekspansi, membayar hutang-hutang yang lama maupun ketika
ingin melakukan akuisisi. Sehingga modal menjadi elemen penting yang sangat
dibutuhkan oleh setiap entitas.
Modal merupakan elemen dasar yang sangat dibutuhkan setiap instansi, maka
tanpanya entitas tidak dapat beroperasi sebagaimana yang telah direncanakan (Rubiyana
& Kristanti, 2020). Setiap instansi membutuhkan modal, baik untuk kegiatan operasinya
maupun untuk dapat berkembang dan berinovasi agar dapat bersaing di pasar. Modal
bisa dikumpulkan secara internal hingga eksternal sebagai pusat modal untuk kegiatan
bisnisnya, tergantung dengan keputusan keuangan serta pendanaan yang diputuskan
oleh pihak manajerial tiap instansi.
Struktur modal adalah pendanaan dan pembiayaan secara tetap yang terdiri atas
modal investor, saham preferen, serta pinjaman (Weston & Copeland, 2010:19).
Struktur modal adalah ilustrasi atas keuangan instansi yakni, antara dana eksternal yang
dipinjam seperti hutang maupun dana pribadi seperti laba ditahan sebagai sumber
pendanaan atas suatu instansi (Fahmi, 2018:184). Struktur modal yang dapat dikatakan
optimal ialah dimana jumlah hutang sama besarnya dengan ekuitas, namun tetap dapat
di optimalkan keseimbangannya antara risiko dengan kemampuan pengembalian. Pada
situasi tersebut, untuk menentukan struktur modalnya, suatu instansi wajib
memperhatikan seluruh variabel yang memberikan pengaruh atas struktur modal.
Struktor modal, rasio atau perimbangan antara dana eksternal dengan dana internal.
Dana eksternal contohnya saham biasa maupun preferen, dan pinjaman. Sementara dana
internal dibedakan menjadi aset instansi serta keuntungan yang ditahan. Level risiko
suatu instansi bisa ditinjau dengan level perbandingan modalnya yang berbanding lurus
dengan resikonya, maka dapat disimpulkan modal dari kategori dana eksternal lebih
besar dari modal internal.
Struktur modal dibentuk secara optimal penting dilakukan demi
keberlangsungan operasional serta perkembangan suatu instansi. Struktor modal
merupakan rasio atau perbandingan antara dana eksternal dengan dana internal. Dana
eksternal contohnya saham biasa maupun preferen, dan pinjaman. Sementara dana
internal dibedakan menjadi aset perusahaan serta keuntungan yang ditahan. Level risiko
suatu instansi bisa ditinjau dengan level perbandingan modalnya yang berbanding lurus
dengan resikonya, maka dapat disimpulkan modal dari kategori dana eksternal seperti
utang lebih besar dari modal internal seperti laba ditahan atau penyertaan kepemilikan.
Proporsi struktur modal yang mayoritas penggunaannya berasal dari modal
internal belum tentu mampu memberikan struktur modal yang baik (optimal). Instansi
yang lebih mengandalkan modal internalnya cenderung memiliki jumlah dana yang
terbatas (jika instansi tidak profitable), sedangkan dana atau modal sangat dibutuhkan
instansi untuk berkembang. Instansi yang mengandalkan modal internalnya sendiri
dapat menyebabkan timbulnya opportunity cost (Kaliman dan Wibowo, 2017).
Penggunaan modal eksternal seperti hutang juga bisa memberikan banyak manfaat
ketimbang mengandalkan penggunaan modal internal, karena pihak kreditur memiliki
kemampuan untuk menetapkan bunga yang tidak akan memberatkan para debitur
tergantung dengan kondisi perekonomian negara (Fahmi, 2018:194).
Terdapat beberapa teori yang menjadi dasar atas struktur modal atau capital
structure instansi menurut Bringham dan Houston (2011:183), konsep tentang struktur
modal lahir tahun 1958 dikeluarkan awal by Franco Modigliani serta Merton H. Miller
dalam bukunya The Cost Of Capital, Corporate Finance and The Theory of Investment,
yang setela itu diketahui selaku Filosofi Modigliani dan Miller (Filosofi MM)
menjelaskan bahwa capital structure tidak memiliki pengaruh atas nilai instansi. Trade-
off Theory, merupakan konsep yang berpendapat bahwa instansi menyeimbangkan
antara keuntungan pajak dari pembiayaan hutang (perlindungan pajak hutang), nilai
kesulitan pendanaan (financial distress). Pecking order theory, merupakan konsep yang
menyatakan bahwa instansi dalam melakukan pendanaan mengambil dari yang paling
rendah risikonya yaitu dengan mengutamakan sumber pendanaan internal seperti laba
ditahan dan nilai penyusutan ketimbang modal asing.
Indikator yang umumnya dimanfaatkan dalam mengukur struktur modal yakni
perbandingan solvabilitas atau leverage. Perbandingan solvabilitas adalah sebuah alat
yang dimanfaatkan dalam peninjauan rasio finansial baik yang difasilitasi oleh
pengelola maupun jenis uang lainnya yang merupakan dana internal dengan dana
eksternal yang merupakan pinjaman dari kreditur instansi terakit (Horne dan
Wachowicz, 2012:233). Perbandingan solvabilitas ataupun leverage merupakan analogi
yang menilai level suatu instansi mengandalkan pendanaan melalui hutang.
Perbandingan solvabilitas atau leverage menjadi dasar pertimbangan keputusan
keuangan serta pendanaan untuk memutuskan sumber pembiayaan mana yang tepat bagi
perusahaan baik dari modal dalam instansi contohnya profit yang ditahan hingga modal
dari luar seperti pinjaman. Salah satu jenis perbandingan leverage yang banyak
dimanfaatkan ialah rasio pinjaman atas ekuitas atau debt to equity ratio (DER) (Hery,
2016:168). Alasan mengapa menggunakan rasio tersebut merupakan pilihan tepat
dikarena, debt to equity ratio (DER) dapat secara langsung mengilustrasikan asal
finansial suatu instansi dengan anggapan bahwa jumlah pinjaman yang besar akan
memperbesar probabilitas instansi mengalami bangkrut. Maka dari itu, hal tersebut
berujung pada tanggapan kurang baik dari calon penanam modal. Penanam modal juga
umumnya menaruh minat pada instansi yang memiliki level DER dibawah 1 atau 100%
karena jika melebihi 1, maka menggambarkan resiko instansi umumnya lebih tinggi.
Menurut data statistik dari BEI, nilai struktur modal yang diproyeksikan dengan
nilai DER pada perusahaan/instansi kategori large business sektor consumer goods
selama periode 2015-2019 terlihat berfluktuasi. Dalam UU No. 20 Tahun 2008, instansi
large business ialah usaha/perusahaan atau instansi publik, swasta asing maupun
kemitraan yang memiliki pendapatan diatas Rp 50 milliar per tahun dan memiliki aset
hingga Rp 10 milliar. Dapat dilihat pada grafik 1, nilai debt to equity ratio (DER) pada
instansi kategori large business sektor consumer goods relatif stabil selama periode
2015-2019. Pada tahun 2015, nilai DER pada entitas sektor consumer goods adalah 0,8.
Kemudian tahun 2016, mengalami pemesatan hingga 0,86. Tahun 2017, nilai DER
mengalami pemerosotan menjadi 0,79. Namun tahun 2018, nilai DER mengalami
pemesatan yang cukup besar yaitu 1,06 menandakan pertama kalinya instansi sektor
consumer goods mengandalkan lebih banyak hutang dari pada modal sendiri. Akhirnya
ketika tahun 2019, nilai DER pada instansi sektor consumer goods mengalami
pemerosotan yang cukup signifikan hingga 0,74 menjadikan nilai DER pada instansi
sektor consumer goods terendah selama 5 tahun terakhir. Nilai DER yang relatif
menurun setiap tahunnya menandakan instansi sektor consumer goods lebih
mengandalkan modal sendiri dari pada dengan hutang atau modal asing.
Profitabilitas, ukuran perusahaan, struktur aktiva dan board gender diversity,
yaitu faktor-faktor yang diproyeksikan dapat memberikan pengaruh terhadap nilai
struktur modal instansi. Profitabilitas yaitu ukuran yang diukur menggunakan alat ukur
(rasio) atas kemampuan suatu instansi pada kemampuannya dalam hal menghasilkan
laba menggunakan segala yang dimiliki instansi baik itu, total aktiva atau total aset
hingga modalnya sendiri (Sartono, 2011:122). Untuk menunjang riset ini dalam
menghitung profitabilitas, salah satu alat ukur yang digunakan pada riset ini yaitu
Return on Asset (ROA). ROA dilihat di tingkat pengembalian
pendapatan higienis yg didapatkan asal aset-aset milik instansi (Ariani & Wiagustini,
2017). Hubungan profitabilitas dan struktur modal umumnya ditunjukkan dari tingkat
kemampuan instansi yang tinggi dalam hal menghasilkan laba. Instansi yang memiliki
kekuatan dalam hal menghasilkan laba yang tinggi, terduga mempunyai laba ditahan
yang besar. Sehingga instansi tersebut memiliki opsi mengandalkan laba ditahan dalam
hal membentukan struktur modalnya, hal ini selaras dengan yang dikemukakan dalam
pecking order theory bahwa instansi menyukai atau lebih mengandalkan pendanaan
internal yang berasal dari laba ditahan.
Ukuran suatu instansi dapat dinilai berdasarkan besaran nilai aset, penjualan,
maupun ekuitas (Riyanto, 2008:298). Instansi besar cenderung menghasilkan laba lebih
besar dibandingkan dengan instansi kecil. Semakin besar instansi juga semakin mudah
mendapatkan modal tambahan baik internal maupun eksternal, maka akan menambah
dan memberikan dampak yang besar terhadap struktur modal.
Struktur aktiva atau tangibility merupakan komparasi aktiva tetap terhadap total
aktiva. Instansi dengan mayoritas aktivanya berasal dari aktiva tetap, mendahulukan
penggunaan dana yang berasal dari hutang (Riyanto, 2008:298). Instansi dengan nilai
aset tetap yang tinggi mampu memanfaatkan pinjaman lebih optimal karena aset tetap
bisa dimanfaatkan untuk menjamin hutang-hutang instansi. Struktur aktiva adalah aspek
utama pada kebijakan pemodalan suatu instansi, karena aset tetap dapat menjadi
penjamin untuk pihak kreditur (Rubiyana dan Kristanti, 2020). Perihal itu searah dengan
trade Off Theory yang dimana instansi menstabilkan kegunaan atas pinjaman dengan
risiko kerugian atas utang.
Menurut agency theory dan resource dependence theory, board gender diversity
(BGD) dapat meningkatkan kemampuan pemantauan dewan dan proses pengambilan
keputusan yang dapat mempengaruhi hasil yang diinginkan perusahaan/instansi.
Peningkatan minat dalam board gender diversity berdasarkan literatur keuangan terbaru
menyatakan, pria dan wanita berbeda sepanjang dimensi dalam penghindaran risiko,
tingkat kepercayaan diri dan mutual trust. Perbedaan tersebut secara signifikan dapat
mempengaruhi keputusan keuangan sebuah instansi.
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Struktur Modal
Struktur modal terbentuk menjadi ilustrasi dari wujud rasio keuangan
perusahaan atau instansi yakni antara pendanaan yang didapatkan dari internal maupun
berasal dari pinjaman yang dijadikan sumber pendanaan suatu instansi (Fahmi,
2018:106). Struktur modal merupakan rasio antara dana pribadi dengan dana asing
seperti pinjaman (Musthafa, 2017:85). Struktur modal adalah rasio total pinjaman durasi
singkat yang memiliki sifat tetap, pinjaman durasi lama, saham biasa maupun preferen
dengan dana sendiri seperti laba ditahan sehingga menghasilkan struktur modal yang
optimal digunakan untuk membiayai segala aktivitas suatu instansi (Sartono, 2011:255).
Proporsi struktur modal yang lebih dominan menggunakan modal sendiri belum
tentu bisa menghasilkan struktur modal maksimal. yang penggunaan modal sendirinya
lebih banyak akan memiliki jumlah dana yang terbatas, sedangkan dana atau modal
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan perusahaan/instansi. Penggunaan modal sendiri
juga akan menyebabkan timbulnya opportunity cost (Kaliman & Wibowo, 2017).
Struktur modal merupakan rasio antara komponen modal asing yaitu, pinjaman durasi
sebentar maupun lama serta dana pribadi yaitu, laba ditahan serta dapat juga berbentuk
dokumen kepemilikan instansi (Riyanto, 2008:277).
Terdapat berbagai konsep tentang teori yang berkaitan dengan bentuk modal
industri, yaitu (Bringham & Houston, 2011:183) :
a. Teori Modigliani dan Miller
Teori tentang bentuk modal modern berawal sejak tahun 1958, dikala Guru besar
Franco Modigliani serta Merton Miller memberi pernyataan bahwa dengan
memanfaatkan pinjaman (bahkan dengan memanfaatkan pinjaman dalam jumlah
besar), instansi mampu menaikkan nilainya jika terdapat pajak. Atau dapat
disimpulkan, apabila tujuan belanja instansi yakni untuk memperbaiki nilai instansi
maka instansi wajib memanfaatkan pinjaman.
b. Trade Off Theory
Teori trade off, dimana instansi menstabilkan fungsi dari modal yang bersumber dari
pinjaman (kondisi pajak perseroan yang memberi keuntungan) dengan dana
kebangkrutan dan suku bunga yang lebih besar. Dari konsep tersebut bisa
disimpulkan bahwa instansi tidak memanfaatkan hutang sedikitpun dan instansi yang
memanfaatkan dana penanaman modalnya dengan hutang seluruhnya adalah kurang
tepat. Kebijakan paling baik yakni kebijakan yang moderat dengan pertimbangan
kedua unsur pendanaan. Trade off theory adalah model yang didasari oleh trade off
antara laba maupun rugi pemanfaatan pinjaman. Trade off mendapat pengaruh dari
keuntungan pinjaman dari pemanfaatan dana agensi, financial distress risk, serta
pemanfaatan pinjaman.
c. Pecking Order Theory
Konsep ini didasari oleh pendapat bahwa pemanfaatan laba ditahan lebih diminati
karena biaya yang lebih murah dibandingkan dengan pemanfaatan sumber keuangan
dari luar. Pemanfaatan modal dari luar lewat pinjaman hanya dilakukan apabila
keperluan penanaman modal melebihi sumber keuangan internal. Pecking order
theory memberi penjelasan mengenai fenomena instansi dengan tingkat keuntungan
yang tinggi biasanya mempunyai nilai pinjaman yang sedikit, karena mereka tidak
akan meminjam apabila tidak diperlukan. Instansi dengan tingkat keuntungan rendah
umumnya memiliki pinjaman yang besar karena dana dari dalam yang tidak
mencukupi, serta hutang adalah sumber dari luar yang lebih diminati.
Profitabilitas
Profitabilitas yaitu ukuran yang diukur menggunakan alat ukur (rasio) atas
kemampuan suatu instansi pada kemampuannya dalam hal menghasilkan laba
menggunakan segala yang dimiliki instansi baik itu, total aktiva atau total aset hingga
modalnya sendiri (Sartono, 2011:122). Pada riset ini, alat ukur rasio return on asset
digunakan untuk mengukur rasio profitabilitas. Pesatnya rasio profitabilitas
menampakkan bahwa dana internal instansi yang besar berasal dari laba yang dihasilkan
suatu instansi selama periode tertentu, sehingga hal tersebut selaras dengan teori
pecking order. Teori pecking order mengemukakan semakin pesat rasio profitabilitas
suatu instansi, maka semakin merosot tingkat hutangnya dikarenakan lebih
mengandalkan sumber dana internalnya yang besar. Beralaskan pada penjelasan
sebelumnya, maka dapat dibangun hipotesis bahwa profitabilitas berpengaruh negatif
terhadap struktur modal. Hasil riset didukung oleh hasil riset terdahulu yaitu, Septiani &
Suaryana (2018), Maryanti (2016), Ariani & Wiagustini (2017), Kaliman & Wibowo
(2017) dan Trinh & Phuong (2016).
H1 = Return on asset berpengaruh negatif terhadap struktur modal
Ukuran Perusahaan
Ukuran suatu instansi atau perusahaan dapat dinilai berdasarkan besaran nilai
aset, penjualan, maupun ekuitas (Riyanto, 2008:298). Ukuran instansi yang semakin
besar akan memperbesar kemungkinan entitas tersebut mengandalkan pinjaman dan
memanfaatkan pendanaan jangka panjang (Kaliman & Wibowo, 2017). Perihal itu
searah dengan trade Off Theory. Instansi dengan kemampuan meminjam yang besar,
terduga memiliki kesempatan untuk bertumbuh lebih cepat (Septiani & Suaryana, 2018).
Riset terdahulu yang meneliti ukuran perusahaan atau skala instansi pada struktur modal
adalah penelitian Septiani & Suaryana (2018), Trinh & Phuong (2016), Phooi M’ng et
al. (2017) serta Kaliman & Wibowo (2017) yang mendeteksi skala instansi secara
positif dan berpengaruh terhadap struktur modal.
H2 = Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap struktur modal
Struktur Aktiva
Struktur aktiva atau tangibility, komparasi aktiva tetap terhadap total aktiva.
Instansi yang mayoritas aktivanya berasal dari aktiva tetap, mendahulukan penggunaan
dana yang berasal dari hutang (Riyanto, 2008:298). Instansi dengan nilai aset tetap yang
tinggi mampu memanfaatkan pinjaman lebih optimal karena aset tetap bisa
dimanfaatkan untuk menjamin hutang-hutang instansi. Struktur aktiva adalah aspek
utama pada kebijakan pemodalan suatu instansi, karena aset tetap dapat menjadi
penjamin untuk pihak kreditur (Rubiyana dan Kristanti, 2020). Perihal itu searah dengan
trade Off Theory yang dimana instansi menstabilkan kegunaan atas pinjaman dengan
risiko kerugian atas utang. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dapat dibangun
hipotesis bahwa struktur aktiva memiliki pengaruh positif terhadap struktur modal.
Selaras dengan hasil riset terdahulu yaitu, Rubiyana & Kristanti (2020), Ariani &
Wiagustini (2017) dan Phooi M’ng et al. (2017).
H3 = Struktur aktiva berpengaruh positif struktur modal
Board Gender Diversity
Menurut agency theory dan resource dependence theory, board gender diversity
(BGD) dapat meningkatkan kemampuan pemantauan dewan dan proses pengambilan
Berdasarkan kriteria yang sudah disebutkan, terdapat 190 sampel yang terdiri
dari 38 perusahaan/instansi kategori large business sektor consumer goods selama
periode tahun 2015-2019 terpilih memenuhi kriteria diatas.
Definisi variabel dan pengukurannya
Variabel dependen riset ini adalah struktur modal yang merupakan ilustrasi dari
wujud rasio keuangan instansi yakni antara pendanaan yang didapatkan dari internal
maupun berasal dari pinjaman yang dijadikan sumber pendanaan suatu instansi (Fahmi,
2018:106). Struktur modal dapat dihitung dengan rasio solvabilitas atau leverage yang
bisa diukur dengan DER dengan menghitung rasio antara keseluruhan hutang dengan
keseluruhan modal dalam periode tertentu. Berikut perhitungan DER:
����� ����
DER = ����� ������
Dimana : DER = Debt to Equity Ratio; Total Debt = Total Hutang; Total Equity =
Total Modal
Variabel independen yang diteliti yaitu profitabilitas, ukuran perusahaan,
struktur aktiva, dan Board Gender Diversity. Profitabilitas merupakan kapabilitas
instansi mendapatkan keuntungan dengan kaitannya atas penjualan, total aset maupun
dana pribadi (Sartono, 2011:122). Rasio return on asset (ROA) bisa dimanfaatkan
menjadi instrumen untuk menghitung keuntungan, karena dapat menilai kapabilitas
instansi untuk memberikan profit dari dana-dana yang suatu instansi miliki. Berikut
merupakan rumus yang dapat dimanfaatkan dalam pengukuran return on assets (Hery,
2016:193):
���
ROA = ����� �����
Varibel kedua yang diteliti adalah ukuran perusahaan. Ukuran suatu instansi atau
perusahaan dapat dinilai berdasarkan besaran nilai aset, penjualan, maupun ekuitas
(Riyanto, 2008:298). Febriani & Kristanti (2019), menggunakan nilai dari logaritma
natural dari total aktiva atau aset sebagai rumus dari skala instansi. Berikut adalah
rumus dari ukuran perusahaan :
Ukuran Perusahaan = Ln (Total Aset)
Variabel ketiga yang diteliti adala struktur aktiva yang merupakan aspek utama
pada kebijakan pemodalan suatu instansi, karena aset tetap dapat menjadi penjamin
untuk pihak kreditur (Rubiyana & Kristanti, 2020). Perhitungan struktur aktiva dapat
diproksikan sebagai berikut (Rubiyana & Kristanti, 2020):
Variabel keempat yang diteliti adalah board gender diversity. Peningkatan minat
dalam board gender diversity berdasarkan literatur keuangan terbaru menyatakan, pria
dan wanita berbeda sepanjang dimensi dalam penghindaran risiko, tingkat kepercayaan
diri dan mutual trust (Adusei & Obeng, 2018). Perbedaan tersebut secara signifikan
dapat mempengaruhi keputusan keuangan sebuah perusahaan. Perhitungan board
gender diversity adalah sebagai berikut:
�����ℎ ����� ������� ������
BGD = �����ℎ ������ℎ ����� �������
Tabel 2 dan 3 menampakkan kesimpulan dari dari uji asumsi klasik, dimana
tabel 2 menampakkan hasil uji multikolinearitas dan tabel 3 menampakkan kesimpulan
dari uji heterokedastisitas. Tabel 2 menampakkan bahwa nilai korelasi centered VIF
atau variance inflation factors antara setiap variabel independen relatif lebih rendah
atau kurang dari 10. kesimpulan tersebut menampakkan tidak adanya gejala
multikolinearitas pada masing-masing variabel independen. Tabel 3 menampakkan
nilai prob. chi square lebih tinggi dari 0,05 yaitu sebesar 0,1876. Maka tidak terjadi
heterokedastisitas pada sebaran data dalam model regresi yang diteliti.
Model Regresi Data Panel
Tabel 4 menampakkan kesimpulan dari penentuan model estimasi. Model
regresi data panel terpilih untuk dipergunakan dalam riset ini adalah model fixed effect
dari hasil 2 uji yang dilaksanakan yaitu uji chow dan hausman. Sedangkan uji lagrange-
multiple tidak perlu dilaksanakan dikarenakan hasil 2 pengujian sebelumnya
memperlihatkan temuan yang serupa, yakni model fixed effect lebih sesuai digunakan
pada riset ini.
Pengujian Hipotesis
Koefisien determinasi (R2)
Tabel 5 menampakkan nilai adjusted R-squared sebesar 0,367702 atau setara
dengan 36,7702%. Nilai tersebut memperlihatkan bahwa variabel ROA, ukuran
perusahaan, struktur aset dan board gender diversity dapat menjelaskan variabel
struktur modal sebesar 0,367702 atau setara dengan 36,7702%. Sedangkan, 63,2298%
diterangkan oleh variabel asing diuar riset.
Hasil uji simultan (uji F)
Tabel 5 menampakkan nilai Prob (F-statistic) memperoleh nilai sebesar
0,000000. Angka itu dibawah 0,05 yang artinya variabel ROA, ukuran perusahaan,
struktur aset dan board gender diversity secara simultan berpengaruh terhadap variabel
independen yaitu struktur modal.
Hasil uji parsial (uji T)
Persamaan regresi yang terbentuk sebagai hasil dari uji signifikansi parsial
adalah sebagai berikut:
CSit = -25.73811+ 0.665703 ROAit + 0.929417 SIZEit - 0.453824 SAit + 0.262878
BGDit + ɛ
Kesimpulan dari riset ini didukung oleh riset Situmorang & Simanjuntak (2018) yang
mengemukakan bahwa ROA berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal.
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap struktur modal
Tabel 5 menampakkan variabel SIZE atau ukuran perusahaan berpengaruh
signifikan ke arah positif atas variabel struktur modal, sehingga hasil riset sejalan
dengan rumusan hipotesis yang dimana semakin besar ukuran suatu instansi, maka laba
yang dihasilkan semakin pesat. Sehingga, instansi besar juga semakin mudah
memperoleh modal tambahan baik secara internal maupun secara eksternal seperti utang.
Instansi dengan kemampuan meminjam yang besar, terduga memiliki kesempatan untuk
bertumbuh lebih cepat (Septiani & Suaryana, 2018). Kesimpulan dari riset ini didukung
oleh riset Septiani & Suaryana (2018), Trinh & Phuong (2016), Phooi M’ng et al. (2017)
dan Kaliman & Wibowo (2017) yang menemukan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal.
Pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal
Tabel 5 menampakkan variabel SA atau struktur aktiva berpengaruh tidak
signifikan kearah negatif atas variabel struktur modal atau kapital, akibatnya
kesimpulan dari riset ini tidak selaras dengan rumusan hipotesis dimana adanya
peningkatan struktur aktiva, maka cenderung memesatnya tingkat utang. Penyebabnya
yaitu sebagian instansi yang memakai kapital berasal dari aktiva tetap terduga
mengandalkan modal internalnya. Instansi yg memiliki aktiva tetap yang lebih besar
dari aktiva lancar biasanya melakukan pengurangan dalam hal mengandalkan
penggunaan modal asing, sebab instansi memberikan penilaian bahwa risiko yang
diperoleh dengan mengandalkan sumber pendanaan internal lebih kecil dan dana
bersumber dari pendaan internal sudah mencukupi segala kebutuhan pendanaan.
Sementara sumber modal yang bersumber dari dana eksternal dengan risiko lebih besar,
dinilai hanya sebatas pelengkap saja. Kesimpulan dari riset ini didukung oleh riset
Ayuningtyas et al. (2020) yang menemukan bahwa struktur aktiva berpengaruh negatif
tidak signifikan terhadap struktur modal.
Pengaruh board gender diversity terhadap struktur modal
Tabel 5 menampakkan variabel BGD atau board gender diversity memberikan
pengaruh tidak signifikan kearah positif atas variabel struktur modal, sehingga
kesimpulan dari riset ini tidak selaras dengan rumusan hipotesis. Hasil riset
menampakkan bahwa baik semakin tinggi maupun rendah tingkar rasio BGD atau
board gender diversity pada suatu entitas, maka semakin tidak akan mempengaruhi
struktur modal. Hal ini dikarenakan sebagian besar instansi kategori large business
sektor consumer goods baik yang memiliki rasio struktur modal tinggi maupun rendah
bahkan tidak memiliki satupun direksi wanita. Bahkan instansi yang memiliki direksi
wanita, tidak menunjukkan bahwa rasio struktur modal instansi yang dipimpin tersebut
rendah. Sehingga, tidak terdapat perbedaan antara direksi pria dan wanita pada
kebijakan penggunaan utang sebagai modal operasional instansi. Kesimpulan dari riset
ini didukung oleh riset Suherman (2017) yang menemukan bahwa board gender
diversity berpengaruh positif tidak signifikan terhadap struktur modal.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.Variabel return on asset memberikan pengaruh signifikan ke arah positif atas struktur
modal.
2.Variabel ukuran perusahaan memberikan pengaruh signifikan ke arah positif atas
struktur modal.
3.Variabel struktur aktiva memberikan pengaruh yang tidak signifikan kearah negatif
atas struktur modal.
4.Variabel board gender diversity memberikan pengaruh yang tidak signifikan kearah
positif atas struktur modal.
Saran
Berikut ini saran untuk riset-riset selanjutnya terkait hasil pengujian dan
pembahasan yang sudah dijelaskan yaitu sebagai berikut:
1.Untuk riset-riset baru yang akan dilaksanakan, diusulkan untuk meriset variabel asing
yang dapat memberikan pengaruh terhadap variabel CS atau struktur modal. Variabel
asing yang dimaksud seperti, non-debt tax shield, pertumbuhan perusahaan, likuiditas,
risiko bisnis dan aktivitas perusahaan.
2.Untuk riset-riset baru yang akan dilaksanakan, diusulkan untuk meriset pada kategori
bisnis serta sektor yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Adusei, M., & Obeng, E. Y. T. (2018). Board gender diversity and the capital structure
of microfinance institutions: A global analysis. The Quarterly Review of
Economics and Finance, 71, 258–269. https://doi.org/10.1016/j.qref.2018.09.006
Trinh, T. H., & Phuong, N. T. (2016). Effects of Financial Crisis on Capital Structure of
Listed Firms in Vietnam. International Journal of Financial Research, 7(1), 66–74.
https://doi.org/10.5430/ijfr.v7n1p66
Warsiman, C. K., & Kurnia, R. (2014). Pengaruh Struktur Aset, Ukuran Perusahaan,
Pertumbuhan Perusahaan, Profitabilitas, dan Kebijakan Dividen terhadap Struktur
Modal. Jurnal ULTIMA Accounting, 6(1), 74–92.
https://doi.org/10.31937/akuntansi.v6i1.148
Weston, J. F., & Copeland, T. E. (2010). Manajemen Keuangan. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Zulkarnaen, W., Fitriani, I., & Yuningsih, N. (2020). Pengembangan Supply Chain
Management Dalam Pengelolaan Distribusi Logistik Pemilu Yang Lebih Tepat
Jenis, Tepat Jumlah Dan Tepat Waktu Berbasis Human Resources Competency
Development Di KPU Jawa Barat. Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, &
Akuntansi), 4(2), 222-243. https://doi.org/10.31955/mea.vol4.iss2.pp222-243.
ROA 1.069271
SIZE 1.131282
SA 1.046512
BGD 1.104016