Anda di halaman 1dari 8

TEKS EDITORIAL

Pengertian Fungsi Teks Editorial


Teks Editorial Adalah sebuah artikel atau  Fungsi tajuk rencana umumnya
teks dalam surat kabar yang berisi pendapat menjelaskan berita dan akibatnya pada
atau pandangan redaksi terhadap suatu masyarakat.
peristiwa yang aktual atau sedang menjadi  Memberi latar belakang dari kaitan berita
perbincangan hangat pada saat surat kabar itu tersebut dengan kenyataan sosial dan
diterbitkan. faktor yang memengaruhi dengan lebih
menyeluruh.
 Terkadang ada analisis kondisi yang
berfungsi untuk mempersiapkan
masyarakat akan kemungkinan yang bisa
terjadi.
 Meneruskan penilaian moral mengenai
berita tersebut.
Struktur Teks Editorial
1. Pernyataan pendapat
2. Argumentasi
3. Pernyataan ulang pendapat

Ciri - Ciri Teks Editorial


1. Topik tulisan teks editorial selalu hangat (sedang berkembang dan dibicarakan secara
luas oleh masyarakat), bersifat aktual dan faktual.
2. Teks editorial bersifat sistematis dan logis.
3. Teks editorial merupakan sebuah opini atau pendapat yang bersifat argumentatif.
4. Teks editorial menarik untuk dibaca, karena ditulis dengan menggunakan kalimat yang
singkat, padat dan jelas.

Sifat Teks Editorial Jenis – jenis Teks Editorial


 Bersifat informasi. 1. Interpretative editorial
 Bersifat menjelaskan. Menjelaskan isu dengan menyajikan fakta dan figur
 Bersifat argumentasi. untuk memberikan pengetahuan.
 Bersifat memicu aksi. 2. Controversial editorial
 Bersifat membujuk. Meyakinkan pembaca pada keinginan atau
 Bersifat menghibur. menumbuhkan kepercayaan pembaca terhadap
suatu isu
 Bersifat memuji.
3. Explanatory editorial
Menyajikan masalah atau suatu isu agar dinilai oleh
pembaca.

Langkah – Langkah Mengidentifikasi Teks Editorial


1. Membaca intensif

Kegiatan membaca yang dilakukan dengan sungguh – sungguh untuk memahami isi
bacaan.

2. Mengamati fakta dan opini

Fakta adalah peristiwa yang merupakan kenyataan dan sesuatu yang benar – benar terjadi

Opini adalah pendapat atau tanggapan redaksi digunakan untuk menguatkan pandangan
atau sikap terhadap suatu peristiwa dan masalah yang di bahas

3. Menyampaikan argumentasi

Langkah – langkah menyampaikan argumentasi:

• Argumen harus berhubungan dengan masalah yang dibicarakan

• Argumen dapat mempercepat pemahaman, penemuan, sebab dan pemecahan masalah

• Argumen tidak dapat mengulang pendapat yang pernah disampaikan pihak lain lain

• Argumen dapat disampaikan dengan kata dan kalimat yang tepat

• Argumen disampaikan dengan sikap terbuka dan sopan

4. Menyampaikan saran

• Menghindari emosi dan prasangka negatif

• Menggungkapkan saran dengan objektif, logis, dan jujur

• Menunjukan data, fakta, ilustrasi, contoh dan perbandingan

• Menyampaikan saran dengan urut urut dan terperinci

• Menghindari saran yang menyinggung urusan pribadi

Kaidah Kebahasaan Teks Editorial


1. Verba
 Verba material
 Verba relasional
 Verba mental
2. Adverbia
Bahasa yang dapat mengekspresikan sikap eksposisi
3. Kalimat retoris
Kalimat yang tidak ditunjukan untuk mendapatkan jawaban
4. Kata – kata populer
5. Kata ganti penunjuk
6. Konjungsi
 Konjungsi memperkuat argumentasi
 Konjungsi menyatakan harapan
 Konjungsi kausalitas

Menganalisis Teks Editorial


Menimbang pilkada September 2024

Agenda politik terbesar sepanjang sejarah sudah didepan mata. Agenda yang dimaksud
ialah pemilu dan pilkada yang digelar serentak pada 2024. Menyerentakkan pemilu dan pilkada
pada tahun yang sama diharapkan akan menghasilkan pemerintahan yang stabil.

Keberhasilan pelaksanaan pemilu dan pilkada sangat ditentukan oleh konsistensi


penyelenggara dalam hal ini komisi pemilihan umum (KPU) mesti konsisten menjalankan
semua ketentuan yang sudah ditetapkan. Diantaranya terkait jadwal pemilu dan pilkada.

Jadwal pemilu dan pilkada diputuskan bersama oleh DPR, pemerintah dan
penyelenggara pemilu pada 21 Januari 2022. Disepakati, pemunggutan suara pemilu digelar
pada 14 Februari 2024 dan pilkada dihelat pada 27 November 2024.

Argumentasi yang disampaikan KPU terkesan masuk akal. Tujuan memajukan waktu
penyelenggaraan pilkada ialah untuk mencapai keserentakan dengan pelantikan kepala daerah
pada Desember 2024. Pemunggutan suara pilkada pada November 2024 dinilai terlalu dekat
dengan pelantikan pada Desember. Padahal, setelah pemunggutan suara selalu ada potensi
pemunggutan dan perhitungan suara ulang hasil sengketa di Mahkamah konstitusi.

Usulan KPU yang terkesan masuk akal menimbulkan pertanyaan, apakah pada saat KPU
mengusulkan pilkada digelar 27 November 2024 tidak mempertimbangkan semua hal yang kini
disampaikan?

Terus terang, usulan KPU itu hanya memperlihatkan sikap inkonsistensi. Amatlah
berbahaya mempertaruhkan keberhasilan agenda besar bangsa ini pada penyelenggara pemilu
yang tidak konsisten. Elok nian bila saat ini KPU fokus melakasanakan tahapan pemilu yang
sedang berjalan daripada mewancanakan hal yang malah menimbulkan persoalan baru.

Persoalan baru yang muncul dengan memajukan jadwal pilkada pada Septemer 2024
ialah mesti merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pilkada digelar
pada November 2024 merupakan perintah undang-undang yang mesti konsisten dijalankan
oleh KPU. Perintah itu tertuang dalam Pasal 201 ayat (8) UU No 10/2016 yang menyebutkan
pemunggutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gurbernur, bupati
dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dilaksanakan pada November 2024.

Sekalipun ada kesan inkonsistensi dengan usulan memajukan jadwal pilkada ke


September 2024, ada baiknya tetap dipertimbangkan secara saksama dengan kepala dingin
terkait untung ruginya.

Pilkada 27 November 2024 itu digelar hanya satu bulan setelah pelantikan kepemimpinan
nasional hasil Pemilu 2024. Bisa dipahami bila ada yang mempersoalkan apakah pilkada
digelar dalam kondisi politik yang stabil? Apakah pelaksanaan pilkada saat itu masih terkena
imbas oleh kontestasi politik yang sangat ketat pada saat pemilu digelar?

Ada kekhawatiran kepemimpinan nasional yang dilantik pada 20 Oktober 2024 belum
sepenuhnya mampu mengendalikan situasi politik menjadi kondusif.

Jika pilkada digelar pada September 2024, diperkirakan stabilitas politik masih cenderung
stabil karena presiden, wakil presiden, dan kabinet belum berganti.

Pilihan ada di tangan DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu, apakah masih kukuh
mempertahankan pilkada digelar 27 November 2024 atau dimajukan dua bulan ke September
2024? Setiap pilihan pastilah ada konsekuensinya, memilih merevisi UU Pilkada atau pilkada
digelar di tengah kondisi politik yang kurang stabil.
A. Struktur Teks Editorial
1. Pernyataan pendapat/Tesis
Agenda politik terbesar sepanjang sejarah sudah didepan mata. Agenda yang dimaksud
ialah pemilu dan pilkada yang digelar serentak pada 2024. Menyerentakkan pemilu dan
pilkada pada tahun yang sama diharapkan akan menghasilkan pemerintahan yang
stabil.

Keberhasilan pelaksanaan pemilu dan pilkada sangat ditentukan oleh konsistensi


penyelenggara dalam hal ini komisi pemilihan umum (KPU) mesti konsisten
menjalankan semua ketentuan yang sudah ditetapkan. Diantaranya terkait jadwal
pemilu dan pilkada.

Jadwal pemilu dan pilkada diputuskan bersama oleh DPR, pemerintah dan
penyelenggara pemilu pada 21 Januari 2022. Disepakati, pemunggutan suara pemilu
digelar pada 14 Februari 2024 dan pilkada dihelat pada 27 November 2024.

2. Argumetasi
Argumentasi yang disampaikan KPU terkesan masuk akal. Tujuan memajukan waktu
penyelenggaraan pilkada ialah untuk mencapai keserentakan dengan pelantikan kepala
daerah pada Desember 2024. Pemunggutan suara pilkada pada November 2024 dinilai
terlalu dekat dengan pelantikan pada Desember. Padahal, setelah pemunggutan suara
selalu ada potensi pemunggutan dan perhitungan suara ulang hasil sengketa di
Mahkamah konstitusi.

Usulan KPU yang terkesan masuk akal menimbulkan pertanyaan, apakah pada saat
KPU mengusulkan pilkada digelar 27 November 2024 tidak mempertimbangkan semua
hal yang kini disampaikan?

Terus terang, usulan KPU itu hanya memperlihatkan sikap inkonsistensi. Amatlah
berbahaya mempertaruhkan keberhasilan agenda besar bangsa ini pada penyelenggara
pemilu yang tidak konsisten. Elok nian bila saat ini KPU fokus melakasanakan tahapan
pemilu yang sedang berjalan daripada mewancanakan hal yang malah menimbulkan
persoalan baru.

Persoalan baru yang muncul dengan memajukan jadwal pilkada pada Septemer 2024
ialah mesti merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pilkada
digelar pada November 2024 merupakan perintah undang-undang yang mesti konsisten
dijalankan oleh KPU.

Perintah itu tertuang dalam Pasal 201 ayat (8) UU No 10/2016 yang menyebutkan
pemunggutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gurbernur,
bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota diseluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada November 2024.
3. Penyataan Ulang Pendapat
Sekalipun ada kesan inkonsistensi dengan usulan memajukan jadwal pilkada ke
September 2024, ada baiknya tetap dipertimbangkan secara saksama dengan kepala
dingin terkait untung ruginya.

Pilkada 27 November 2024 itu digelar hanya satu bulan setelah pelantikan
kepemimpinan nasional hasil Pemilu 2024. Bisa dipahami bila ada yang mempersoalkan
apakah pilkada digelar dalam kondisi politik yang stabil? Apakah pelaksanaan pilkada
saat itu masih terkena imbas oleh kontestasi politik yang sangat ketat pada saat pemilu
digelar?

Ada kekhawatiran kepemimpinan nasional yang dilantik pada 20 Oktober 2024 belum
sepenuhnya mampu mengendalikan situasi politik menjadi kondusif.

Jika pilkada digelar pada September 2024, diperkirakan stabilitas politik masih
cenderung stabil karena presiden, wakil presiden, dan kabinet belum berganti.

Pilihan ada di tangan DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu, apakah masih
kukuh mempertahankan pilkada digelar 27 November 2024 atau dimajukan dua bulan
ke September 2024? Setiap pilihan pastilah ada konsekuensinya, memilih merevisi UU
Pilkada atau pilkada digelar di tengah kondisi politik yang kurang stabil.

Kaidah Kebahasaan teks Editorial


1. Kata Kerja Material
• Pertimbangan utama memilih pemilu digelar pada 14 Februari 2024 ialah
memberikan ruang yang leluasa bagi KPU untuk melaksanakan pilkada pada 27
November 2024.
• Terus terang, usulan KPU itu hanya memperlihatkan sikap inkonsistensi.
• Elok nian bila saat ini KPU fokus melakasanakan tahapan pemilu yang sedang
berjalan daripada mewancanakan hal yang malah menimbulkan persoalan baru
 Pertimbangan utama memilih pemilu digelar pada 14 Februari 2024 ialah
memberikan ruang yang leluasa bagi KPU untuk melaksanakan pilkada pada 27
November 2024
2. Kata Kerja Mental
 Ada kekhawatiran kepemimpinan nasional yang dilantik pada 20 Oktober 2024
belum sepenuhnya mampu
 Menyerentakkan pemilu dan pilkada pada tahun yang sama diharapkan akan
menghasilkan pemerintahan yang stabil.
 Apakah pada saat 27 November 2024 mengusulkan pilkada digelar 27
November 2024 tidak mempertimbangkan semua hal yang kini disampaikan
 Tujuan memajukan waktu penyelenggaraan pilkada ialah untuk mencapai
keserentakan dengan pelantikan kepala daerah pada Desember 2024.`
3. Konjungsi
• Disepakati, pemunggutan suara pemilu digelar pada 14 Februari 2024 dan pilkada
dihelat pada 27 November 2024.
• Diantaranya terkait jadwal pemilu dan pilkada (Konjungsi Koordinatif)
 Tiba-tiba kini KPU mau menarik diri dari kesepakatan bersama dengan DPR dan
pemerintah. (Konjungsi Koordinatif)
 Selain itu, guna memberikan ruang dan waktu yang cukup jika pemilihan presiden
digelar dalam dua putaran. (Konjungsi antar kalimat dan Konjungsi Koordinatif )
 Diantaranya terkait jadwal pemilu dan pilkada.(konjungsi koordinatif)
 dalam pemilihan gubernur dan wakil gurbernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota
dan wakil walikota diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan
pada November 2024. (Konjungsi Koordinatif)
 Padahal, setelah pemunggutan suara selalu ada potensi pemunggutan dan perhitungan
suara ulang hasil sengketa di Mahkamah konstitusi. (Konjungsi Koordinatif)

4. Kata/kalimat Populer
 Amatlah berbahaya mempertaruhkan keberhasilan agenda besar bangsa ini
pada penyelenggara pemilu yang tidak konsisten.
 Ada baiknya tetap dipertimbangkan secara saksama dengan kepala dingin
terkait untung ruginya.
 Keberhasilan pelaksanaan pemilu dan pilkada sangat ditentukan oleh konsistensi
penyelenggara dalam hal ini komisi pemilihan umum (KPU)
5. Kalimat tidak langsung
• Elok nian bila saat ini KPU fokus melakasanakan tahapan pemilu yang sedang
berjalan daripada mewancanakan hal yang malah menimbulkan persoalan baru.
• Ada baiknya tetap dipertimbangkan secara saksama dengan kepala dingin terkait
untung ruginya.
6. Kalimat Retoris
• Apakah pada saat 27 November 2024 mengusulkan pilkada digelar 27 November
2024 tidak mempertimbangkan semua hal yang kini disampaikan?

Jenis Teks Editorial


Termasuk ke dalam Interpretative editorial karena dalam teks tersebut
menyajikan fakta tentang pemilu dan peraturan perundangannya serta menyajikan figur
yaitu pemerintah untuk menyebarkan isu.

Anda mungkin juga menyukai