Pertumbuhan merupakan salah satu sifat esensial kehidupan. Pertumbuhan ini berlangsung menurut
aturan. Pada organisme dewasa dalam keadaan fisiologik pada kebanyakan jaringan tidak didapat
pertumbuhan lagi; dalam hal ini pembuatan sel-sel baru berada dalam keseimbangan dengan hilangnya
sel-sel lama. Dalam keadaan tertentu, misalnya sesudah kerusakan jaringan, dapat terjadi lagi
pertumbuhan secara lokal. Sesudah perbaikan kerusakan terjadi lagi keseimbangan dan produksi sel
kembali pada nilai normal. Pada tumor dapat dikatakan adanya gangguan pertumbuhan. Tumor dalam hal
pertumbuhannya menjadi sedikit banyak otonom dan tidak bereaksi adekuat terhadap mekanisme
pengaturan pertumbuhan yang mengatur jaringan lain penderita tersebut. Gangguan pengaturan proses
pertumbuhan ini kita jumpai baik pda tumor jinak, meskipun lebih sedikit, maupun pada tumor ganas.
Kanker tidak merupakan suatu penyakit yang satu dengan yang lainnya dapat amat berbeda dalam hal
tempat terjadinya, sifat biologik, serta terapi dan prognosis.
Berikut ini akan dibicarakan mengenai tumor alat genital baik yang bersifat neoplasma jinak maupun
yang bukan neoplasma. Menurut letak dan konsistensinya, maka tumor pada genitalia dibagi menjadi :
A. Vulva
1. Tumor Kistik Vulva.
Kista inklusi epidermis.
Kista sisa jaringan embrio: kista Gartner dan kista saluran Nuck.
Kista Bartholini, kista sebasea, hidradenoma, penyakit Fox Fordyce, kista paraurethra (Skene)
B. Vagina
1. Tumor Kistik Vagina.
Kista inklusi.
Kista sisa jaringan embrio, kista Gartner, kista saluran Muller.
2. Tumor Siolid Vagina.
Tumor epitel, kondiloma akuminatum, granuloma.
Tumor jaringan mesoderm: fibroma, lipoma, hemangioma, miksoma.
Adenosis vagina.
C. Uterus
1. Tumor Ektoserviks.
Kista jaringan sisa embrio, kista endometriosis, folikel uterus (kista Nabothi), papiloma, hemangioma.
2. Tumor Endoseviks – Endometrium.
Adenoma-Adenofibroma, mioma submukosum, polip plasenta.
D. Tuba Uterina Fallopi dan jaringan sekitarnya.
1. Tumor Tube Uterina: adenoma, leiomioma, fibroma, (kista dermois) dan lain-lain.
2. Tumor neoplasma jinak jaringan sekitar.
3. Tumor non-neoplasma.
E. Ovarium
1. Tumor Non –neoplasma.
Tumor radang ovarium.
Tumor fungsional: kista folikel, kista lutein, kista korpus luteum.
Tumor lain: tumor inklusi germinal, kista endometriosis, ovarium pada sindrom Stein-Leventhal (tumor
ovarium polikista).
2. Tumor neoplasma
Tumor kista: kista ovarium simpleks, kistadenoma ovarii serosum, kistadenoma ovarii musinosum, kista
dermoid.
Tumor solid: fibroma, leiomioma, fibroadenoma, papiloma, hemangioma, limfangioma, tumor Brenner,
tumor adrenal (maskulinovoblastoma).
Ektoserviks
a. Kista sisa jaringan embrional: berasal dari saluran mesonefridikus Wolffi terdapat pada dinding
samping ektoserviks.
b. Kista endometriosis: letaknya superfisial.
c. Folikel atau kista Nabothi : kista retensi kelenjar endoserviks, biasanya terdapat pada wanita multipara,
sebagai penampilan servisitis. Kista ini jarang mencapai ukuran besar berwarna putih mengkilap berisi
cairan mukus. Kalau kista ini menjadi besar dapat dapat menyebabkan perasaan nyeri.
d. Papiloma: dapat tunggal maupun multipel seperti kondiloma akuminata. Kebanyakan papiloma ini adalah
sisa epitel yang terlebih pada trauma bedah maupun persalinan.
e. Hemangioma: jarang, biasanya terletak superfisial, dapat membesar pada waktu kehamilan, dapat
menyebabkan metroragi.
Terapi tumor ektoserviks tergantung kepada kelainan ataupun potensi akan kelainan yang dapat
disebabkannya, Umumnya bersifat ekspektatif saja. Kista Nabothi dapat diinsisi, tumor-tumor lain
dapat dilakukan ekstirpasi, kauterisasi dan krioterapi.
Endoserviks
a. Polip: Sebetulnya adalah suatu adenoma maupun adenofibroma yang berasal dari selaput lendir
endoserviks. Tangkainya dapat panjang hingga keluar dari vulva. Epitel yang melapisi biasanya adalah
epitel endoserviks yang dapat juga mengalami metaplasi menjadi lebih semakin kompleks. Bagian ujung
polip dapat mengalami nekrosis, serta mudah berdarah. Polip ini berkembang karena pengaruh radang
maupun virus. Harus ditegakkan apakah polip itu suatu adenoma, sarkoma batrioides, adenokarsinoma
serviks atau mioma yang dilahirkan. Polip endoserviks diangkat dan perlu diperiksa secara histologik.
Endometrium
a. Polip endometrium : sering didapati, terutama dengan pemeriksaan histeroskopi. Polip berasal antara lain
dari :
1. Adenoma, adenofibroma.
2. Mioma submukosum.
3. Plasenta.
b. Adenoma-Adenofibroma: biasanya terdiri dari epitel endometrium dengan stroma yang sesuai dengan
daur/siklus haid. Adenoma ini biasanya merupakan penampilan hiperplasia endometrium, dengan
konsistensi lunak berwarna kemerah-merahan. Gangguan yang sering ditimbulkan adalah metroragi
sampai menometroragi, infertilitas. Pula mempunyai kecenderungan kambuh kembali.
c. Mioma submukosum: sarang mioma dapat tumbuh bertangakai dan keluar dari uterus menjadi mioma
yang dilahirkan (Myom geburt). Tumor berkonsistensi kenyal berwarna putih.
d. Polip plasenta: berasal dari plasenta yang tertinggal setelah partus maupun abortus. Pemeriksaan
histologi memperlihatkan vili korialis dalam berbagai tingkat degenerasi yang dilapisi endometrium.
Polip plasenta menyebabkan uterus mengalami subinvolusi yang menimbulkan perdarahan. Polip
endometrium umumnya diangkat dengan cara kuretase. Dengan histeroskop dapat dilakukan dengan cara
kuretase dan bedah laser.
Miometrium
Neoplasma jinak ini berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga
dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, atau pun fibroid.
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27 % wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada
wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah (dilaporkan) terjadi
sebelum menarche. Setelah menopause hanya kira-kira 10 % mioma yang masih bertumbuh. Di Indoneia
mioma uteri ditenukan 2,39 – 11,7 % pada semua penderita genekologi yang dirawat.
Patogenesis
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cel nest atau teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang
memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada
permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan
pemberian preparat progesteron dan tetosteron. Puukka dan kawan-kawan menyatakan bahwa reseptor
estrogen pada mioma lebih banyak didapati dari pada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma
adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur.
Patologi anatomi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1 – 3 % sisanya adalah dari korpus uteri.
Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai :
a. Mioma submukosum: Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.
b. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.
c. Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus,
diliputi oleh serosa.
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui
saluran serviks (myom geburt). Mioma subserosum dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum
latum menjadi mioma intra ligamenter. Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan
lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga
disebut wandering/parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus.
Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk
bulan sabit. Apabila mioma dibelah makan tampak bahwa mioma terdiri atas berkas otot polos dan
jaringan ikat yang tersusun seperti konde/pusaran air (whorl like pattern), dengan pseudocapsule yang
terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini. Pernah ditemukan
200 sarang mioma dalam satu uterus, namun biasanya hanya 5 – 20 sarang saja. Dengan pertumbuhan
mioma dapat mencapai berat lebih dari 5 kg. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20
tahun, paling banyak pada umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25 %). Pertumbuhan mioma diperkirakan
memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinju/kepalan tangan, akan tetapi
beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Setelah menopause banyak mioma menjadi lisut, hanya 10 % saja
yang masih dapat tumbuh lebih lanjut.
Mioma uteri ini lebih sering didapati pada wanita nulipara atau kurang subur. Faktor keturunan
juga memegang peran. Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.
Perubahan sekunder
1. Atrofi: sesudah menopause atau pun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.
2. Degenerasi hialin: perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan
struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya
seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
3. Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair,
sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi
pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi
yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
4. Degenerasi membatu (calcireous degeneration): terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena
adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka
mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto Rontgen.
5. Degenerassi merah (carneous degeneration): perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas.
Patogenesis: diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada
pembelahan agar dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen
hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai
emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.
Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
6. Degenerasi lemak: jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
Komplikasi
Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32 – 0,6 % dari seluruh mioma; serta
merupakan 50 – 75 % dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada
pemeriksaan hostologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri
cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
Diagnosis
Seringkali penderita sendiri mengeluh akan rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian
bawah. Pemeriksaan bimanual akan mengukapkan tumor padat uterus, yang umumnya terletak di garis
tengah atau pun agak ke samping, seringkali teraba terbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat
mempunyai tangkai yang berhubungan dengan uterus.
Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang ditegakkan dengan
pemeriksaan dengan uterus sonde. Mioma submukosum kadang kala dapat teraba dengan jari yang masuk
ke dalam kanalis servikalis, dan terasanya benjolan pada permukaan kavum uteri.
Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian bawah atau panggul ialah
mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan
inversio uteri; mioma intramural harus dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma
kororis uteri atau suatu sarkoma uteri. USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan
menegakkan dugaan klinis.
Pengobatan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55 % dari semua mioma uteri tidak
membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak
menimbulkan gangguan atau keluhan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3
– 6 bulan. Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut. Apabila terlihat adanya
suatu perubahan yang berbahaya dapat terdeteksi dengan cepat agar dapat diadakan tindakan segera.
Dalam dekade terakhir ada usaha mengobati mioma uterus dengan GnRH agonist (GnRHa). Hal
ini didasarkan atas pemikiran leiomioma uterus terdiri atas sel-sel otot yang diperkirakan dipengaruhi
oleh estrogen. GnRHa yang mengatur reseptor gondotropin di hipofisis akan mengurangi sekresi
gonadotropin yng mempengaruhi leiomioma.
Pemberian GnRHa (buserline acetat) selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan
degenerasi hialin di miometrium hingga uterus dalam keseluruhannya menjadi lebih kecil. Akan tetapi
setelah pemberian GnRHa, dihentikan leiomioma yang lisut itu tumbuh kembali di bawah pengaruh
estrogen oleh karena mioma itu masih mengandung resptor estrogen dalam konsentrasi yang tinggi. Perlu
diingat bahwa penderita mioma uteri sering mengalami menopause yang lambat.
Pengobatan Operatif
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma submukosum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila
miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperolah anak, maka kemungkinan akan terjadi
kehamilan adalah 30 – 50 %.
Perlu disadari bahwa 25 – 35 % dari penderita tersebut akan masih masih memerlukan histerektomi.
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya memerlukan tindakan terpilih. Histerektomi
dapat dilaksanakan per abdominam atau pervaginam. Yang terakhir ini jarang dilakukan karena uterus
harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan
mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah
akan timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerktomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat
kesukaran teknis dalam mengangkat uterus keseluruhan.
Radioterapi
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause.
radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat kontra indikasi untuk tindakan operatif. Akhir-
akhir ini kontra indikasi tersebut makin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak
ada keganasan pada uterus.