Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah ASKEB IV Patologi ini yang berjudul “Rest Plasenta” tepat pada waktunya.
Di dalam makalah ini kami memaparkan sedikit tentang konsep dasar rest plasenta,penatalaksanaan rest
plasenta ,SOAP rest plasenta, kami susun sekiranya agar pembaca mendapatkan penambahan pengetahuan .
Kami sadari masih banyak kesalahan-kesalahan yang tidak di sengaja dalam makalah kami ini, mengingat makalah ini
masih jauh dari kata sempurna , oleh karena itu besar harapan kami mendapatkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
sehingga dapat menjadi bahan koreksi kami untuk menyusun suatu makalah di kenudian hari. Terima kasih
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang
BAB II Pembahasan
Definisi Rest Plasenta
Penyebab Rest Plasenta
Tinjauan Faktor Yang Berhubungan Dengan Rest Plasenta
Gejala Klinik Akibat Rest Plasenta
Diagnosa Rest Plasenta Ditegakkan Berdasarkan
Komplikasi Rest Plasenta
Pencegahan Rest Plasenta
Penanganan Rest Plasenta
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan dalam bidang obstetri dan ginekologi hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun janin, terutama jika
tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika komponennya tidak dapat segera dilakukan. Oleh karena itu, setiap
Perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius.
(http://www.kalbe.co.id, diakses 26 juni 2010).
Perdarahan dalam kehamilan dan persalinan terdiri dari pendarahan ante, intra dan postpartum (pasca persalinan).
Perdarahan pasca persalinan ialah Perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dengan angka kejadian berkisar antara 5% - 15%
dari laporan-laporan pada negara maju maupun negara berkembang, termasuk didalamnya adalah Perdarahan karena Rest
Plasenta, insidens Perdarahan Pasca Persalinan akibat Rest Plasenta dilaporkan berkisar 23% - 24%. (Mochtar R, 1998 )
Data World Health Organitation (WHO) sebanyak 99 % kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran
terjadi dinegara-negara berkembang. Rasio kematian ibu dinegara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450
kematian ibu per 100ribu kelahiran hidup. (http://www.tenaga-kesehatan.or.id.online , diakses 15 Juli 2010). Angka Kematian
Ibu di Indonesia pada tahun 2009 masih menempati AKI tertinggi di Asia Tenggara yaitu 226/100.000 kelahiran hidup.
Dimana, penyebab kematian ibu komplikasi akibat kehamilan, persalinan dan nifas. Hal ini diikuti oleh tingginya AKB
ditingkat ASEAN khususnya negara Indonesia yang berkisar 26/1000 kelahiran hidup. Tetapi bila dibandingkan dengan target
yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup. Beberapa tahun terakhir
AKB telah banyak mengalami penurunan yang cukup besar meskipun pada tahun 2001 meningkat kembali sebagai dampak
dari berbagai krisis yang melanda Indonesia. (http://www.depkes.go.id diakses 15 Juli 2010).
Penyebab tingginya tingkat kematian ibu di Indonesia, antara lain, budaya patriaki yang masih kental. Perempuan
tidak memiliki kendali penuh atas dirinya. Seringkali perempuan tidak berkuasa kapan dia harus mengandung. Padahal disaat
itu mungkin hamil berbahaya bagi dia. Kemudian, disebabkan kemiskinan, rendahnya pendidikan, kurangnya akses terhadap
informasi, tingginya peranan dukun dan terbatasnya layanan medis
modern. (http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1799371-angka-kematian-ibu-dan-bayi/,diakses26 juni 2010).
Menurut Badan Pusat Statistika (BPS) diperkirakan pada tahun 2005 Angka Kematian telah turun mencapai
262/100.000 kelahiran hidup. Adapun penyebab langsung kematian ibu adalah Perdarahan yang mencapai 28%, Preeklamsi
dan eklamsi 24%, Infeksi 11% dan Aborsi tidak aman 5%. ((http://www.mediaindonesia.com.online, diakses 26 Juni 2010).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2008 tercatat jumlah
kematian ibu sebesar 116 orang, penyebab terbanyak adalah perdarahan sebesar 72 orang (62,06 %), eklamsia 19 orang
(16,37 %), infeksi 5 orang (4,31 %) dan lain-lain 20 orang (17,24 %). Sedangkan pada tahun 2009 sebesar 114 orang, dimana
penyebab terbanyak adalah Perdarahan sebesar 59 orang (51,75 %) , Eklampsia 35 orang(30,70 %), Infeksi 8 orang (7,01
%), dan lain-lain sebanyak 12 orang (10,52 %).
BAB II
PEMBAHASAN
1. Umur ibu
Usia ibu hamil terlalu muda (< 20 tahun) dan terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai risiko yang lebih besar untuk
melahirkan bayi kurang sehat. Hal ini dikarenakan pada umur dibawah 20 tahun, dari segi biologis fungsi reproduksi seorang
wanita belum berkembang dengan sempurna untuk menerima keadaan janin dan segi psikis belum matang dalam menghadapi
tuntutan beban moril, mental dan emosional, sedangkan pada umur diatas 35 tahun dan sering melahirkan, fungsi reproduksi
seorang wanita sudah mengalami kemunduran atau degenerasi dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga
kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan lebih besar.
Perdarahan post partum yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada umur dibawah
20 tahun, 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan post partum yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan post partum
meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2006 : 23).
2. Paritas Ibu
Perdarahan post partum semakin meningkat pada wanita yang telah melahirkan tiga anak atau lebih, dimana uterus yang
telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efesien pada semua kala persalinan. Uterus pada saat persalinan,
setelah kelahiran plasenta sukar untuk berkontraksi dan beretraksi kembali sehingga pembuluh darah maternal pada dinding
uterus akan tetap terbuka. Hal inilah yang dapat meningkatkan insidensi perdarahan postpartum (Wiknjosastro, 2006 : 23).
Jika kehamilan “terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat (4 terlalu)” dapat meningkatkan risiko
berbahaya pada proses reproduksi karena kehamilan yang terlalu sering dan terlalu dekat menyebabkan intake (masukan)
makanan atau gizi menjadi rendah. Ketika tuntunan dan beban fisik terlalu tinggi mengakibatkan wanita tidak
mempunyai waktu untuk mengembalikan kekuatan diri dari tuntutan gizi, juga anak yang telah dilahirkan perlu mendapat
perhatian yang optimal dari kedua orangtuanya sehingga perlu sekali untuk mengatur kapan sebaiknya waktu yang tepat untuk
hamil (Saifuddin, 2002 : 7).
1. Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara
efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada
perdarahan dengan sisa plasenta. Tertinggalnya sebagian plasenta (rest plasenta)
2. Keadaan umum lemah
3. Peningkatan denyut nadi
4. Tekanan darah menurun
5. Pernafasan cepat
6. Gangguan kesadaran (Syok)
7. Pasien pusing dan gelisah
8. Tampak sisa plasenta yang belum keluar
6. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah
7. Pemeriksaan laboratorium : Hb, Hematokrit
8. Pemeriksaan USG
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah melakukan plasenta manual atau
menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari
ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan
eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah
perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan keperluannya (Sarwono Prawirohaardjo, 2008, hal: 527)
BAB III
TINJAUAN KASUS
No register : 370474
Tanggal masuk RS : 8 Desember 2012 pukul 12.50 WITA
Tanggal pengkajian : 10 Desember 2012 pukul 20.45 WITA
Ruangan : IRD Obgin
Assessment ( A )
Ibu postpartum hari ke-III dengan rest plasenta dan anemia ringan
Planning ( P )
Tanggal 10 Desember 2012 pukul 21.45 – 07.00 WITA
DAFTAR PUSTAKA