BAB I
Masalah Ekonomi:
Apa yang harus diproduksi dan berapa banyaknya ?
Bagaimana memproduksinya ?
Untuk siapa barang dan jasa diproduksi ?
1
Adam Smith 1776, yang terkenal dgn bukunya “An Inquiry into the Nature and
Causesofthewealthofnation”.
J.M. Keyness 1936, bukunya “The General Theory of Employment, Interest and
Money” • Bidang ekonomi terbentuk sebagai satu bidang Ilmu Pengetahuan setelah
1776 (Adam Smith) • Pandangan Adam Smith: kesejahteraan dapat dicapai tanpa
campur tangan pemerintah (Market mechanism, Invisible hand). Pandangan ini
dikenal dengan Kelompok klasik yangmenjadidasarmicroeconomics • Pendapat
J.M. Keynes: dalam kegiatan perekonomian perlu campur tangan pemerintah.
Pemikirannya menjadi dasar macro economics.
Model Ekonomi
Penyederhanaan dari keadaan yang sebenarnya baik dalam bentuk verbal,
diagram, dan matematis.
Metoda Deduktif dan Induktif
Ceteris Paribus dan Fallacy Composition.
Ekonomi positif (apa yang terjadi) dan ekonomi normatif (apa yang sebaiknya
terjadi).
2
PENGERTIAN DAN RUANG
BAB II LINGKUP MIKRO EKONOMI
Ruang lingkup atau titik berat mikroekonomi pada analisis mengenai masalah membuat
pilihan untuk:
1. Mewujudkan efisiensi dalam penggunaan sumber-sumber daya (resources)
2. Mencapai kepuasan yang maksimum.
Analisis-analisis dalam teori mikro ekonomi bertitik tolak dari anggapan yang
menganggap bahwa faktor-faktor produksi atau sumber-sumber yang dimiliki
masyarakat adalah terbatas, sedangkan keinginan manusia tidak terbatas. Maka
masyarakat haruslah membuat pilihan-pilihan. Kegiatan memilih ini dibedakan menjadi
dua aspek:
(1) Dalam kegiatan memproduksi barang dan jasa
(2) Dalam kegiatan menggunakan barang dan jasa
Masalah memilih dianalisis dalam teori mikro ekonomi dengan menggunakan tiga
pertanyaan:
1. Apakah jenis barang dan jasa yang harus diproduksi?
2. Bagaimanakah caranya memproduksi berbagai barang dan jasa yang
dibutuhkan tersebut?
3. Untuk siapakah berbagai barang dan jasa tersebut diproduksi?
3
Menentukan Cara Memproduksi yang Paling Efisien
Untuk menghasilkan barang dan jasa diperlukan faktor-faktor produksi atau sumber-
sumber daya (resources). Faktor-faktor produksi yang tersedia dalam setiap
perekonomian terbatas jumlahnya dan memerlukan biaya atau pengorbanan untuk
memperolehnya. Oleh sebab itu para pengusaha harus membuat pilihan agar dapat
mencapai efisiensi yang tinggi dalam menggunakan faktor-faktor produksi. Dengan kata
lain sebelum menjalankan kegiatan memproduksi, setiap pengusaha harus
menyelesaikan persoalan kedua yaitu Bagaimanakah caranya memproduksi barang
yang akan dijualnya untuk memenuhi kebutuhan para konsumen? Analisis-analisis
dalam teori mikro ekonomi yang menjelaskan tentang pertanyaan ini adalah teori
produksi (fungsi produksi) biaya produksi dan struktur pasar.
4
PERMINTAAN, PENAWARAN
BAB III DAN EKUILIBRIUM
TEORI PERMINTAAN
Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan diantara jumlah permintaan dan
harga. Secara sederhana, fungsi permintaan seorang konsumen akan suatu barang
dirumuskan sebagai berikut: Dx = f (Px), dimana Dx: jumlah barang X yang diminta
oleh konsumen, Px = harga barang X yang diminta konsumen. Dalam
kenyataannya permintaan akan suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga
barang itu sendiri namun juga oleh faktor-faktor lain.
Hukum Permintaan: merupakan suatu hipotesa yang mengatakan makin rendah harga
suatu barang, makin banyak permintaan ke atas barang tersebut, sebaliknya makin
tinggi harga suatu barang makin sedikit permintaan ke atas barang tersebut dengan
asumsi ceteris paribus (factor-faktor lain dianggap). Mengapa permintaan dan harga
sifat hubungannya adalah demikian? Ada dua sebab yaitu efek substitusi dan efek
pendapatan.
DAFTAR PERMINTAAN
Adalah tabel yang menggambarkan dalam bentuk angka kaitan antara harga dan
jumlah barang yang diminta masyarakat.
Tabel 2.1
Hubungan Harga dan Jumlah Barang yang Diminta
Keadaan Harga (Rp) Jumlah yang Diminta
P 500 200
Q 400 400
R 300 600
S 200 900
T 100 1300
KURVA PERMINTAAN
Adalah kurva yang menggambarkan sifat perkaitan diantara harga suatu barang
tertentu dan jumlah barang tersebut yang diminta para pembeli. Dalam mempelajari
permintaan perlu memahami perbedaan antara istilah “permintaan” dan “jumlah
barang yang diminta”. Permintaan menggambarkan keadaan keseluruhan dari
pada hubungan diantara harga dan jumlah permintaan. Sedangkan jumlah barang
yang diminta dimaksudkan sebagai banyaknya permintaan pada suatu tingkat
harga tertentu.
5
Kurva permintaan berbagai jenis barang pada umumnya menurun dari kiri atas ke
kanan bawah. Hal ini disebabkan oleh bentuk hubungan antara harga dan jumlah yang
diminta yang terbalik atau negatif. Berdasarkan ciri hubungan di antara permintaan dan
harga dapat dibuat kurva permintaan.
Gambar 2.1
Kurva Permintaan
Harga (Rp) D
500 P
400 Q
300 R
200 S
100 T D
0
200 400 600 800 1000 1200 1400 Jml Barang
Permintaan ke atas suatu barang dilihat dari sudut permintaan yang dilakukan oleh
perseorangan atau individu dan permintaan yang dilakukan oleh semua orang di dalam
pasar.
Tabel 2.2
Permintaan Pasar
6
Gambar 2.2
Kurva Permintaan Perseorangan dan Pasar
Py = harga barang lain (y) terkait, barang pengganti, barang netral, barang
penggenap
I = income per kapita.(barang inferior, barang esensial, barang normal,
barang mewah.
T = Selera atau cita rasa
Pop = jumlah penduduk
E = ekspektasi harga x yang akan datang.
Promosi = Iklan
7
Qdx = f [Pop] = kor. Positif
Qdxt = f [Ept+1] = kor positif
Qdx = f [Promosi] = kor positif
PERGERAKAN SEPANJANG KURVA PERMINTAAN
Gambar 2.3
Gerakan Sepanjang Kurva Permintaan
500 P
400 Q
300 R
200 S
100 T
D
0
200 400 600 800 1000 1200 1400 Jml Barang
Gambar 2.4
Pergeseran Kurva Permintaan
Harga (Rp)
- D2 D D1
-
D1
D
-
D2
0
Jumlah Barang
Fungsi Permintaan:
Qd = 100 – 10P
Qd = permintaan beras (000 ton)
P = harga beras per kg (Rp)
Kondisi Harga beras per kilogram Permintaan beras per bulan (ribu
ton)
A 0 100
B 2.000 80
C 4.000 60
D 6.000 40
E 8.000 20
F 10.000 0
P (price/harga beras))
10
Qd = 100 – 10P
0 Q (Quantity/Jlm. Beras)
100
10
TEORI PENAWARAN
400 -B
300 C
200 D-
100 E-
0
200 400 600 800 1000 1200 1400 Jumlah Barang
Pada umumnya kurva penawaran menaik dari kiri bawah ke kanan atas. Berarti arah
bergeraknya berlawanan dengan arah pergerakan kurva permintaan. Bentuk kurva
penawaran bersifat seperti itu karena terdapat hubungan yang posisitf diantara harga
dan jumlah barang yang ditawarkan yaitu makin tinggi harga, maka makin banyak
jumlah barang yang ditawarkan.
11
PENGARUH FAKTOR BUKAN HARGA KE ATAS PENAWARAN
1. Harga barang lain terkait (Py)
2. Harga faktor produksi (Pi)
3. Biaya produksi (C)
4. Teknologi produksi (T)
5. Jumlah penjual (Ped)
6. Tujuan perusahaan (Tj)
7. Kebijakan pemerintah (Kb)
400 -B
300 C
200 D-
100 E-
0
200 400 600 800 1000 1200 1400 Q (Quantity/jumlah Barang)
Keterangan: berpindahnya titik C ke titik D dan titik C ke titik B pada gambar di atas
disebut dengan pergerakan sepanjang kurva penawaran atau perpindahan sepanjang
kurva penawaran.
12
Gambar 2.8
Pergeseran Kurva Penawarn
S2 S S1
Harga (Rp)
-
P1- -
S2
S
S1
0
Q3 Q1 Q Q2 Jumlah Barang
Fungsi Penawaran
Qs = f [Px, Py, Pi, C, T, Ped, Tj, Kb]
QS = - 40 + 5 P
Qs = jumlah mobil (ribu unit)
P= Harga/unit (juta Rp)
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa bila harga mobil perunit
hanya 8 juta atau kurang, produsen tidak mau menjual mobil. Setiap satu unit kenaikan
harga menyebabkan penawaran mobil meningkat lima unit.
13
Table 2.5. Skedul Penawaran
120
Qs = -40 + 5P
110
100
90
80
0 5 10 15 20 Kuantitas Mobil
(ribu unit)
KESEIMBANGAN/EKUILIBRIUM PASAR
Ekuilibrium pasar terjadi apabila pada suatu tingkat harga tertentu jumlah barang
yang diminta dipasar sama dengan jumlah yang ditawarkan di pasar tersebut.
Harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjual belikan adalah ditentukan
dengan melihat keadaan keseimbangan dalam suatu pasar. Dua cara yang dapat
digunakan untuk menunjukkan keadaan keseimbangan tersebut, dengan menggunakan
skedul permintaan dan penawaran dan kurva permintaan dan penawaran. Menentukan
keseimbangan dengan skedul permintaan dan penawaran.disajikan dalam Tabel 2.4.
14
Tabel 2.6. Permintaan dan Penawaran pada Berbagai Tingkat Harga
Harga (Rp) Jumlah yang Diminta Jumlah yang ditawarkan Sifat Interaksi
500 200 900 Kelebihan
400 400 800 Penawaran
300 600 600 Keseimbangan
200 900 400 Kelebihan
100 1300 200 Permintaan
Harga (Rp) D
Kelebihan
500 Penawaran
400
200
Kelebihan Permintaan
100 T
D
0
200 400 600 800 1000 1200 1400 Jml Barang
Keterangan: Pada harga 300 kurva permintaan dan penawaran saling berpotongan
yaitu di titik E. Perpotongan itu berarti permintaan sama dengan penawaran, dan
dengan demikian keadaan keseimbangan tercapai.
HARGA KESEIMBANGAN
15
Harga keseimbangan adalah harga dimana konsumen maupun produsen sama-sama
tidak ingin menambah atau mengurangi jumlah konsumsi atau penjualan.
Harga di luar keseimbangan akan mengakibatkan excess permintaan atau excess
penawaran.
Contoh :
Permintaan : Qdx = 200 – 10P
Penawaran : QSx = - 40 + 5P
Qdx; Qsx = ribu unit per tahun
P = harga puluhan juta rupiah/unit
Keseimbangan : perpotongan kurve permintaan dgn
penawaran Qdx = Qsx
200 – 10P = - 40 + 5P ----- 200+40 = 5P + 10P
240 = 15P ---- P = 240:15 = 16
Qd = 200 – 10(16) = 200 – 160 = 40
Qs = -40 + 5(16) = 40
Jadi keseimbangan terjadi pada harga Rp 160 juta dan
jumlah = 40.000 unit mobil
Kelebihan Qs = -40 + 5P
120 S
160
140
Kelebihan
120 D
Qd = 200 – 10P
80
40
16
yang analisa sebelumnya disebut dengan pergeseran kurva permintaan atau
pergeseran kurva penawaran.
Ada beberapa faktor di luar harga barang itu sendiri yang dapat mempengaruhi
permintaan dan penawaran sehingga dapat menggeser ekuilibrium. Terdapat empat
kemungkinan perubahan/pergeseran kurva permintaan dan penawaran yaitu:
1. Permintaan bertambah (kurva permintaan bergeser ke kanan)
2. Permintaan berkurang (kurva permintaan bergeser ke kiri)
3. Penawaran bertambah (kurva penawaran bergeser ke kanan)
4. Penawaran berkurang (kurva penawaran bergeser ke kiri)
Harga Harga
D S
D1 S1
D S
P1 E1 P1 E
P E P E1
S D1 S
D S1 D
0 Q Q1 0 Q Q1
Jumlah Barang Jumlah Barang
(i) Pertambahan Permintaan (ii) Pertambahan Penawaran
Dalam kasus (i) ditunjukkan bahwa permintaan bergeser ke kanan dari DD ke D1D1
dengan demikian telah berlaku pertambahan permintaan. Pergeseran ini menyebabkan
keadan keseimbangan berpindah dari E ke E1. Perpindahan ini menunjukkan bahwa
kenaikan harga dari P ke P1 dan barang yang diperjual belikan bertanbah dari Q ke Q1.
Dalam kasus (ii) ditujukkan bahwa kurva penawaran bergeser ke kanan dari SS ke
S1S1 dan perubahan ini berarti penawaran telah bertambah. Kenaikan penawaran ini
menyebabkan keadaan keseimbangan bergeser dari E ke E1 dan berarti harga turun
dari P ke P1 dan jumlah yang diperjual belikan bertambah dari Q ke Q1.
Berdasarkan dua contoh ini mka dapat dibuat dua kesimpulan berikut:
17
i. Pengurangan permintaan (kurva permintaan bergeser ke kiri) menyebabkan
harga turun dan jumlah barang yang diperjual belikan berkurang.
ii. Pengurangan penawaran (kurva penawaran bergeser ke kiri) menyebabkan
harga naik dan jumlah barang yang diperjual belikan berkurang.
PERUBAHAN SERENTAK PERMINTAAN DAN PENAWARAN
D1 S
Harga
D S1
P1 E1
P E
D1
S1 D
0 Q Q1 Jumlah Barang
Kegagalan Pasar
Pasar akan mengakibatkan tidak efisien jika terjadi:
a. Incomplete Information
b. Monopoly Power
c. Externality (social cost)
d. Public Goods [Non Rival, non exclusive, non divisible)
e. Altruisme Goods [kemanusiaan]
soal latihan:
18
Qd = 20 – 2P dan Qs = -10 + 4P
Tentukan keseimbangan pasar dan buatkan grafiknya!
INTERVENSI PEMERINTAH
a. Control Harga
1) Harga dasar (floor price)
Adalah harga minimum yang diberlakukan Pemerintah dalam rangka
melindungi produsen/penjual produk tertentu.
19
Gambar 2.14. Pasar Gabah di Krawang
Qs = -500 + 2P
700 kelebihan D
500.000 ton
600 Harga Dasar
B
500
C
400 Qd2 = Qd + Qdp
300
Qd = 2000 – 3P
200
100
0 (ribu ton/
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 musim)
20
Gambar 2.15. Pasar Mie Instan di Indonesia
Harga
5.000
4.000
Qd = 20.000 – 5P
3.000
1.000 B
Harga Tertinggi
0
5.0000 10.0000 15.000 20.000 Kuantitas
16.250 (ribu bungkus)
3). Kuota
Selain dengan cara membeli, Pemerintah juga dapat melakukan pembatasan jumlah
produksi (kuota).
21
Gambar 2.16 Pasar Jagung
Harga
S0
S1 Kurva S akibat
Quota produksi
P1
D
A B
P2 E
C
0 Q1 Q0 Kuantitas
22
Gambar 2.17. Pasar sepeda motor di Indonesia
Harga
S1
P1 Pajak T/unit S0
P0 A B
D C
P2 D
0 Q1 Q0 Kuantitas
b. Subsidi
Subsidi merupakan kebalikan dari pajak karena subsidi menambah pendapatan nyata
baik kepada konsumen maupun produsen.
Kasus Pasar Susu Bayi:
Agar makin banyak keluarga yang mampu membeli susu, pemerintah bermaksud
menurunkan harga susu ke P1. Dengan harga setingkat P1 permintaan meningkat
menjadi Q1, sementara penawaran berkurang menjadi Q2. Besarnya subsidi yang
diberikan adalah 0Q1 (P1-P2). Bila subsidi diberikan kepada konsumen, akan
menggeser permintaan ke D1, sehingga keseimbangan baru terjadi di titik E2. Bila
subsidi diberikan kepada produsen, akan menggeser kurva penawaran ke
S1.Keseimbangan baru terjadi dititik E1.
Harga
D0 D1
S0
P2 E2
P1 Subsidi S1
P0 E1
23
0 Q2 Q0 Q1 Kuantitas
5) Tarif dan Kuota
Pada perekonomian yang terbuka (global), harga yang berlaku adalah harga
internasional. Bila harga domestik lebih tinggi dari harga internasional biasanya akan
melakukan impor.Dalam rangka proteksi terhadap produsen domestik Pemerintah
dapat menerapkan kebijakan tarif (pajak impor) dan kuota impor.
Harga
D S
P*
A
Pw B D C
Dengan harga internasional setingkat Pw, impor Qd0-Qs0 unit. Pemerintah menetapkan
tariff T per unit impor. Harga dalam negri meningkat menjadi P* , impor turun Qd1-
Qs1.keuntungan bagi produsen sebesar A, kerugian konsumen sebesar A+B+C+D.
penerimaan pajak pemerintah sebesar D.
24
ELASTISITAS
BAB IV PERMINTAAN DAN PENAWARAN
PENGANTAR
Dalam analisis ekonomi, secara teori maupun aplikasinya sangat penting mengetahui
hal-hal seperti: bagaimanakah respon permintaan (respon konsumen) terhadap suatu
barang apabila harga turun atau naik dan juga bagaimanakah penawaran (respon
produsen) terhadap suatu barang apabila harganya turun atau naik. Besarnya respon
konsumen (bisa diketahui dari perubahan permintaan) dan respon produsen (bisa
diketahui dari perubahan penawaran) akibat perubahan harga barang-barang atau
faktor-faktor lain di luar harga akan sangat berbeda dari waktu ke waktu.
Ada empat konsep elastisitas yang umum dipakai dalam teori ekonomi mikro:
1. Elastisitas harga permintaan (Ep), yaitu prosentase perubahan jumlah barang
yang diminta akibat terjadinya perubahan harga barang itu sendiri.
2. Elastisitas silang (Ec) yaitu prosentase perubahan jumlah barang yang diminta
akibat terjadinya perubahan harga barang lain
3. Elastisitas pendapatan (Ei) yaitu prosentase perubahan kuantitas barang yang
diminta akibat terjadinya perubahan pendapatan.
4. Elastisitas harga penawaran (Es) yaitu prosentase perubahan jumlah barang
yang ditawarkan akibat terjadinya perubahan harga barang itu sendiri.
ELASTISITAS PERMINTAAN
Elastisitas permintaan mengukur perubahan relatif dalam jumlah unit barang yang dibeli
akibat perubahan salah satu faktor yang mempengaruhinya (ceteris paribus).
25
Elastisitas dikaitkan dengan harga barang itu sendiri disebut elastisitas harga (price
elasticity of demand).
Elastisitas yang dikaitkan dengan harga barang lain disebut elastisitas silang (cross
elasticity)
Elastisitas yang dikaitkan dengan pendapatan disebut elastisitas pendapatan (income
elasticity)
ΔQ
Ed= P /Q
ΔP
Jika digambarkan dalam bentuk kurva, maka bentuk dari masing-masing kriteria
elastisitas adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1. Elatisitas
D D
D D D
26
Harga D Harga
Jumlah Jumlah
(Ep = 0, Inelastis Sempurna) (Ep = ~, Elastis Sempurna)
Elastisitas titik (point elasticity) mengukur elastisitas pada titik tertentu. Konsep
elastisitas ini digunakan bila perubahan harga yang terjadi sedemikian kecilnya
sehingga mendekati nol.
Jika perubahan harga relative besar lebih tepat digunakan elastisitas busur
(Arch Elasticity) yang mengukur elastisitas permintaan antara dua titik.
ΔQ P1+ P 2
Ep=¿ .
ΔP Q1+Q 2
ΔQ
E p= P/Q
ΔP
27
menimbulkan perubahan yang besar terhadap jumlah barang tersebut karena
konsumen akan cepat beralih terhadap barang penggantinya. Sebaliknya
permintaan terhadap barang yang tidak banyak penggantinya akan cenderung
bersifat in elastis.
4. Jenis barang. Jenis barang yang dimaksud adalah jenis barang kebutuhan pokok
atau barang mewah atau barang normal. Untuk barang mewah permintaannya
cenderung elastis (perubahan harga sedikit saja akan diikuti oleh perubahan
kuantitas yang diminta dalam jumlah yang lebih banyak). Tetapi untuk barang-
barang kebutuhan pokok, permintaannya cenderung bersifat in elastis
(perubahan harga tidak banyak berpengaruh terhadap perubahan jumlah yang
diminta).
ELASTISITAS SILANG
ΔQx Py
Ec=¿ ·
ΔPy Qx
28
ELASTISITAS PENDAPATAN
ΔQ I
Ei=¿ ·
ΔI Q
ELASTISITAS PENAWARAN
Es=¿ (% Δ Q) /(%ΔP )
ΔQ P
Es=¿ .
ΔP Q
29
Jika ada pertanyaan berapa banyak permintaan atau penawaran berubah karena
perubahan harga, yang harus diperjelas adalah dimensi waktu perubahannya. Jika
dimensi waktunya satu tahun atau kurang berarti elastisitasnya jangka pendek, jika
lebih dari satu tahun elastisitasnya jangka panjang.
Elastisitas Permintaan:
1. Elastisitas harga
Untuk barang-barang yang habis dipakai dalam waktu kurang dari satu tahun
(barang tidak tahan lama atau non durable goods), elastisitas harga lebih besar
dalam jangka panjang dibanding dalam jangka pendek. Ada dua penyebab:
(a) Konsumen membutuhkan waktu untuk merubah kebiasaan mereka;
(b) Permintaan suatu barang berkaitan dengan barang lain, yang perubahannya
baru terlihat dalam jangka panjang.
Untuk barang yang masa konsumsinya lebih dari satu tahun (barang tahan lama
atau durable goods), permintaannya lebih elatis dalam jangka pendek dibanding
jangka panjang.
2. Elastisitas pendapatan
Elastisitas pendapatan jangka panjang bagi barang non durable lebih besar
dibanding jangka pendek. Sebaliknya untuk barang yang durable elastisitas
pendapatan jangka pendek lebih besar dari jangka panjang.
3. Elastisitas Penawaran:
Hampir semua barang memiliki penawaran yang lebih elastis dalam jangka panjang,
dibanding dalam jangka pendek.
BAB V
TEORI PERILAKU KONSUMEN
30
PERLUNYA MEMPELAJARI PERILAKU KONSUMEN
Konsumen adalah pembeli barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Oleh
karena itu pengusaha perlu mempelajari perilaku konsumen agar barang yang
diproduksi cepat laku dipasaran. Dengan mempelajari perilaku konsumen dapat
diketahui keinginan-keinginan konsumen. Permintaan konsumen akan menentukan
barang apa yang harus diproduksi oleh produsen atau pengusaha dan berapa
jumlahnya serta berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi barang dan
jasa tersebut dan akhirnya pada tingkat harga berapa barang tersebut dijual.
Untuk memberikan penjelasan mengenai perilaku konsumen dalam menentukan
permintaan tersebut digunakan titik tolak konsep utilitas (dayaguna). Menurut
pendekatan daya guna ini, setiap barang mempunyai daya guna atau memberikan
kepuasan kepada konsumen yang menggunakan barang tersebut. Jadi jika seorang
konsumen meminta suatu jenis barang, pada dasarnya yang diminta adalah dayaguna
barang tersebut.
PENDEKATAN KARDINAL
Salah satu pendekatan untuk mempelajari perilaku konsumen dalam mengkonsumsi
barang-barang atau jasa-jasa adalah pendekatan cardinal atau pendekatan guna batas
(Marginal Utility). Menurut pendekatan ini, kepuasan konsumen dari mengkonsumsi
barang dan jasa dapat diukur dengan angka-angka (angka cardinal seperti 1, 2, 3,…
dan seterusnya). Teori guna cardinal dikemukakan oleh ekonom (Heinrich Gossen
1854, Stanley Jevons 1871 dan Leon Walras 1894).
Kepuasan atau kegunaan dari mengkonsumsi barang/jasa dinamakan nilai guna
(utility). Jadi suatu barang akan mempunyai arti atau nilai bagi seseorang apabila
barang tersebut mempunyai nilai guna baginya. Adapun besar kecilnya nilai guna suatu
barang bagi seseorang akan tergantung dari preferensi konsumen bersangkutan.
Teori nilai guna cardinal hanya berlaku dengan beberapa asumsi:
Nilai guna dapat diukur
Konsumen bersifat rasional sehingga perilakunya dapat dipahami secara
logis
Konsumen berusaha untuk memaksimumkan utilitasnya
Jika semakin banyak barang yang dikonsumsi maka semakin besar pula jumlah nilai
guna yang diperoleh. Akan tetapi laju pertambahan nilai guna yang diperoleh karena
menambah barang yang dikonsumsi makin lama makin menurun, dan bahkan
tambahan nilai guna tersebut dapat mencapai nol atau bahkan negative apabila
konsumsi barang tersebut diteruskan. Hal seperti ini adalah kejadian-kejadian yang
sudah umum atau biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena teori ini berlaku
hipotesa:
“ Tambahan nilai guna yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsi
barang atau jasa akan semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus
menambah konsumsinya ke atas barang tersebut. Pada akhirnya tambahan nilai
guna akan menjadi negative yaitu apabila konsumsi ke atas barang tersebut
ditambah satu unit lagi, dan nilai guna total akan menjadi sedikit”.
Tambahan kepuasan yang semakin menurun dengan semakin banyaknya suatu
barang yang dikonsumsi (law of diminishing marginal benefit). Secara grafis hubungan
31
antara jumlah barang yang dikonsumsikan dengan utilitas total disajikan pada gambar
berikut:
Gambar 4.1. Kurva Total Utilitas
TUx
B D
TUx
X1 X2 X3 X4
Gambar di atas menunjukkan kepuasan maksimum konsumen ada di titik C an
dicapai pada saat konsumsi barang x sebanyak x3. Sebelum mencapai titik C, maka
tambahan konsumsi barang x akan memberikan tambahan terhadap utilitas, tetapi
setelah titik C, maka tambahan konsumsi barang x akan menurunkan ulitas konsumen.
Untuk memaksimumkan kepuasannya, seorang konsumen akan memilih
kombinasi konsumsi atas barang-barang yang dikonsumsinya sehingga terdapat
kepuasan yang maksimum yaitu jika kepuasan marginal dari barang tertentu (x) dibagi
dengan harga barang tersebut (Px) sama dengan satu atau jika harga barang tersebut
sama dengan kepuasan marginal. Dapat dicontohkan sebagai berikut:
Gambar 4.2. Kurva Marginal Utility
Px
Px A C
MUx
X1 X2 X3 X
Gambar 4.1 menunjukkan harga barang x setinggi Px dan pada tingkat harga tersebut
jika konsumen mengkonsumsi barang di bawah x2, misalnya x1, maka konsumen
tersebut belum mencapai kepuasan maksimum, sebab masih terdapat sisa dana untuk
dibelikan barang tersebut, sehingga kepuasannya meningkat (pergeseran dari titik A ke
titik B). Sedangkan pada konsumsi sebesar x3, maka tambahan pembelian 1 unit x
32
akan memberi kepuasan sebesar x3D. dengan demikian kepuasan maksimum dicapai
saat:
Px = MUx atau Px / Mux = 1
Hal ini berlaku jika konsumen hanya mengkonsumsi satu macam barang saja yaitu
barang x. jika barang yang dikonsumsinya lebih dari satu macam, maka kepuasan
maksimum terjadi pada:
Agar uraian di atas menjadi jelas, maka dapat dijelaskan melalui Tabel 4.1, yang
menunjukkan hubungan antara jumlah barang yang dapat dikonsumsi oleh konsumen A
dan tambahan kepuasan dari mengkonsumsi barang tersebut.
Tabel 4.1.
Marginal Utility Barang x dan Barang Y
Barang x Mux Barang y MUy
1 50 1 40
2 45 2 36
3 40 3 32
4 35 4 28
5 30 5 24
6 25 6 20
7 20 7 16
8 15 8 12
9 10 9 8
10 5 10 4
33
kepuasan yang didapat adalah sama yakni 40 satuan kepuasan. Kemudian seterusnya
konsumen dapat melakukan pilihannya sampai ribuan ketigabelas, maka akan
mendapatkan barang X sebanyak 7 unit dan barang Y sebanyak 6 unit, sehingga
kepuasan total yang didapat konsumen A sebanyak 245 dari barang X dan barang Y
180 atau kepuasan total 425. Jadi dengan uang sebanyak Rp.13.000,- konsumen akan
memperoleh kepuasan sebesar 425 dari mengkonsumsi 2 jenis barang X dan Y.
Jika diformulasikan dalam bentuk persamaan, maka kepuasan maksimum tercapai
pasa saat:
PENDEKATAN ORDINAL
Pendekatan ordinal disebut juga dengan pendekatan kurva taka acuh atau pendekatan
indifference curve. Pendekatan ordinal ini dikemukakan oleh J. Hicks dan RJ. Allen
(1934). Menurut pendekatan ini tingkat kepuasan seseorang dari mengkonsumsi
barang atau jasa tidak dapat dihitung dengan uang, angka atau satuan lainnya, tetapi
dapat dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah (dengan skala ordinal seperti ke-1, ke-2,
ke-3 dan seterusnya).
Karena besarnya nilai guna barang tidak perlu diketahui, maka untuk menganalisis
nilai guna tersebut digunakan kurva indifferen. Kurva indifferens ini merupakan
kurva yang menunjukkan kombinasi konsumsi/pembelian dua macam barang dari
seorang konsumen yang memberikan tingkat kepuasan yang sama. Mengenai
bentuk kurva indifferens dapat dilihat pada gambar berikut.
34
Y1 A
Y2 B
Y3 C
IC
0 X1 X2 X3 X
KESEIMBANGAN KONSUMEN
Keseimbangan konsumen adalah suatu keadaan dimana mencapai kepuasan
maksimum dengan menghabiskan anggaran untuk mengkonsumsi suatu barang dan
jasa. Garis anggaran (budget line) konsumen disajikan dalam gambar berikut.
35
B/Py
0 B/Px X
Gambar 4.4 memperlihatkan garis kendala anggaran dan titik-titik relevan. Jika
harga barang dan pendapatan konsumen sudah tertentu, dan harus membelanjakan
semua pendapatannya untuk barang X, maka dapat dikonsumsi barang X sebanyak
0-B/PX, sementara itu jika konsumen menghendaki membelanjakan pendapatannya
untuk barang Y, maka dapat mengkonsumsi barang Y sebanyak 0-B/PY.
Kemiringan garis anggaran tersebut adalah:
36
IC1 IC2
B/Py
Y1 A
C
Y2
Y3 B
0
X1 X2 X3 B/Px
37
Dengan adanya perubahan pendapatan sementara harga barang-barang tetap sama,
maka hal ini akan menyebabkan bergesernya garis anggaran konsumen sejajar ke
arah kanan. Sebaliknya jika pendapatan konsumen berkurang sementara harga
barang-barang tetap maka garis anggaran konsumen akan bergeser sejajar ke arah kiri.
Pada Gambar 4.6 disajikan kurva pendapatan konsumen.
B/Py
B
A
0 X1 X2 B/Px B1/Px X
Pada gambar di atas, MRSyx – Px/Py pada titik A dan B. sementara MRSyx =
MUx/MUy. MUx pada titik B mungkin juga berbeda dengan MUy pada titik A. akan
tetapi MUx/MUy adalah sama di titik A dan B, dan MUx serta MUy kemungkinan akan
naik jika ekuilibrium dipindah dari titik A ke titik B. Jadi utilitas marginal akan naik jika
kuantitas dari salah satu barang dan pendapatan seperti pada Gambar 6.7 , disebut
kurva Engel (Engel Curve).
0 X1 X2 X
Selanjutnya dapat dibedahkan antara pengaruh pendapatan dan pengaruh substitusi,
disajikan dalam Gambar 4.8.
38
Gambar 4.8. Pengaruh Pendapatan dan Substitusi
Y
B2/Py2
B1/Py1
Y3 C
Y2 B
Y1 A IC2
IC1
0
X2 X3 B1/Px2 B2/Px2 X1 B1/Px1 X
Misalkan harga X sekarang naik dari PX1 menjadi PX2 sementara harga Y
tetap. Hal ini menyebabkan bergesernya garis anggaran dari B1/Py1 – B1/Px1 menjadi
B1/Py1 – B1/Px2 dan ekuilibrium berpindah ke titik B (waktu mengkonsumsi X2 dan
Y2). Jadi konsumen memperoleh tingkat kepuasan yang lebih rendah, karena kurva
indifferens berpindah dari IC2 ke IC1.
Untuk mengembalikan kepuasan ke tingkat semula (IC2) atau sama saja
mengembalikan tingkat pendapatan riil konsumen atau meningkatkan daya beli
konsumen karena naiknya harga barang X sementara pendapatan nominal tetap, maka
dibuat garis sejajar dengan garis anggaran B1/Py1 – B1/Px2 yaitu B2/Py2- B2/Px2.
Garis sejajar ini mewakili rasio harga yang baru dan daya beli yang lebih tinggi atau
merupakan subsidi kepada konsumen sebesar B2-B1. Sekarang konsumen berada
dalam ekuilibrium di titik C dan pada kurva indifferens ke dua (IC2). Pergerakan dari A
ke C (X1 – X3) disebut dengan pengaruh substitusi. Jadi pada kedua titik A dan C
tersebut pendapatan riil konsumen sama. Jika misalnya subsidi dicabut kembali,
maka hal ini disebut dengan pengaruh pendapatan.
Sebagai catatan bahwa pengaruh substitusi dan pengaruh pendapatan bekerja dalam
arah yang sama. Hal ini berarti barang X merupakan barang normal. Andaikan barang
X merupakan barang inferior, maka pengaruh substitusi dan pengaruh pendapatan
bekerja dalam arah yang berlawanan.
TEORI PRODUKSI
BAB VI
39
PENGANTAR
FUNGSI PRODUKSI
40
Hubungan teknis antara faktor produksi dengan hasil produksi disebut fungsi
produksi. Faktor produksi merupakan hal yang mutlak dalam proses produksi karena
tanpa faktor produksi kegiatan produksi tidak dapat berjalan. Fungsi produksi
menggambarkan teknologi yang dipakai oleh suatu perusahaan, suatu industri atau
suatu perekonomian secara keseluruhan. Disamping itu menggambarkan tentang
metode produksi yang efisien secara teknis, dalam arti metode produksi tertentu
kuantitas bahan mentah yang digunakan adalah minimal dan barang modal lainpun
juga minimal. Metode produksi yang efisien merupakan hal yang sangat diharapkan
oleh produsen.
Secara umum fungsi produksi menunjukkan bahwa jumlah barang produksi
tergantung pada jumlah faktor produksi yang digunakan. Jadi hasil produksi merupakan
variabel tidak bebas, sedangkan faktor produksi merupakan variabel bebas. Fungsi
produksi dapat diformulasikan sebagai berikut:
Q = f (K, L, R, T)
Q = Output
K = Kapital/Modal
L = Labour/tenaga kerja
R = Resources/sumberdaya
T = Teknologi
Dari persamaan di atas pada dasarnya berarti bahwa besar kecilnya tingkat
produksi suatu barang tergantung pada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah
kekayaan alam dan tingkat teknologi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-
beda tentunya memerlukan faktor produksi yang berbeda-beda pula.
Hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang dalam produksi jangka pendek
dikatakan bahwa ada faktor produksi yang bersifat tetap (fixed input) dan ada faktor
produksi bersifat berubah (variabel input). Jika faktor produksi variabel tersebut terus
ditambah maka produksi total akan semakin meningkat hingga sampai pada suatu
tingkat tertentu (titik maksimum), dan apabila sudah pada tingkat maksimum tersebut
faktor produksinya terus ditambah maka produksi total akan semakin menurun. Hal ini
berarti mulai berlakunya hukum tambahan hasil yang semakin berkurang (law of
diminishing return). Keadaan ini dapat disajikan dalam Gambar 5.1.
Gambar 5.1
Kurva Produksi Total, Produksi Marginal dan Produksi Rata-rata
Q
41
Q3
Q2 A
Tahap TahapTahap
I II III TP
Q1
0
L1 L2 L3 L4 L
APL
0 L1 L2 L3 L4 L
MPL
TP = Total Produksi
L = Labour
MPL = Produksi batas (marginal product tenaga kerja)
APL = produksi rata-rata tenaga kerja
Gambar 5.1 merupakan cara lain untuk menggambarkan fungsi produksi yang
menggunakan faktor produksi tidak sebanding dimana modal dan tekbologi dianggap
tetap. Sumbu horizontal menggambarkan jumlah input tenaga kerja, sumbu vertical
menggambarkan jumlah produksi yang dihasilkan (output).
42
Tahap I menggambarkan penggunaan tenaga kerja yang masih sedikit, dan
apabila diperbanyak penggunaan tenaga kerja menjadi L2 maka total produksi akan
mengingkat dari Q1 menjadi Q2. Produksi rata-rata dan produksi marginal juga turut
meningkat. Pada tahap I tidak ada pilihan lain bagi produsen kecuali menambah tenaga
kerja. Pada tahap I juga dapat dilihat bahwa laju kenaikan produk marginal semakin
besar (lihat kurva MPL). Sehingga pada tahap ini berlaku hukum pertambahan hasil
produksi yang semakin besar (law of increasing returns). Hal ini terjadi karena ada
kemungkinan terjadi spesialisasi faktor produksi tenaga kerja. Semakin besar tenaga
kerja yang digunakan semakin memungkinkan produsen melakukan spesialisasi tenaga
kerja sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya. Sementara itu produksi pada
tahap I terus meningkat hingga mencapai titik puncak pada saat penggunaan tenaga
kerja sebanyak L2 atau pada saat total produksi (kurva TP) berada pada titik belok A.
pada saat itu kurva MPL berpotongan dengan kurva APL. Pada kondisi demikian jika
tenaga kerja ditambah lagi penggunaannya hingga mencapai L3 atau masuk pada
tahap II, maka total produksi terus meningkat hingga mencapai Q3 atau mencapai titik
optimum produksi.
Pada tahap II tersebut produksi total terus meningkat sedangkan produksi rata-
rata mulai menurun dan produksi marjinal bertambah dengan proporsi yang semakin
menurun pula hingga pada akhirnya produksi marjinal mencapai titik nol. Hal ini berarti
berlaku hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (law of diminishing returns).
Jika pada kondisi tersebut penggunaan tenaga kerja masih saja ditambah maka
memasuki tahap II merupakan penambahan tenaga kerja yang akan menyebabkan
turunnya total produksi. Jadi penggunaan tenaga kerja terlalu banyak hingga total
produksi menurun dan produksi marjinal menjadi negatif. Oleh sebab itu tidak ada
pilihan lain kecuali mengurangi tenaga kerja.
43
Gambar 5.2
Kurva Isoquant
K1 A
K2 B
K3 C
0
L1 L2 L3 L
44
Gambar 5.3
Garis Ongkos Sama
K/Rp1000,-
5 TO/Pk
To = PK.K + PL.L
TO/PL
0
10 L/Rp500,-
Garis TO/PL - To/PK adalah garis isocost (ongkos sama) dan titik-titik
sepanjang garis ongkos sama merupakan kombinasi faktor produksi tenaga kerja
dan modal yang dapat dibeli dengan menghabiskan anggaran Rp5000,-.
Kemiringan garis anggaran tersebut adalah 5/10 = ½ atau PL/PK. Jika anggaran
produsen untuk pembelian faktor produksi (input) tersebut ditingkatkan,
sedangkan harga-harga faktor produksi tetap maka isocost akan bergeser ke
kanan, atau lebih banyak faktor produksi yang dapat dibeli.sebaliknya jika
anggaran tersebut berkurang dan harga faktor produksi tetap, maka isocost akan
bergeser ke kiri yang menunjukkan semakin sedikit faktor produksi yang dapat
dibeli.
Gambar 5.4
Produksi Optimum
45
IS2
IS1
TO/Pk
A
K1 B
0
L1 TO/PL L
ΔK/ΔL = PL/PK
BIAYA PRODUKSI
BAB VI
46
PENGANTAR
Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya produksi
merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Dengan demikian dapat
dikatakan ongkos produksi adalah semua pengelaran atau semua beban yang harus
ditanggung oleh suatu perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa
yang siap untuk dipakai konsumen.
Karena focus kajian adalah pada beban yang harus ditanggung oleh perusahaan, maka
pengertian tentang biaya dapat dibedahkan menjadi dua, yaitu biaya swasta (private
cost) dan biaya social (social cost). Pembedaan biaya ini ada hubungan dengan
penggolongan biaya menjadi internal (privat) dan eksternal (social). Dalam pengertian
biaya produksi seharusnya mencakup biaya internal dan biaya eksternal.
Kalau dalam teori produksi dikenal adanya biaya produksi jangka panjang dan jangka
pendek, maka dalam teori biaya produksi dikenal juga biaya jangka pendek dan biaya
jangka panjang. Biaya produksi jangka pendek meliputi biaya tetap (fixed cost) dan
biaya berubah (variabel cost).
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menghasilkan
sejumlah output tertentu, yang mana biaya tersebut besarnya tetap tidak tergantung
dari output yang dihasilkan. Biaya seperti ini disebut juga dengan biaya overhead atau
biaya yang tidak dapat dihindari (unavoidable) cost). Sedangkan dalam produksi jangka
panjang semua biaya adalah biaya berubah. Biaya berubah-ubah adalah biaya yang
besarnya berubah-ubah tergantung dari sedikit banyaknya jumlah output yang
dihasilkan. Biaya ini sering disebut dengan biaya langsung atau biaya yang dapat
dihindari (avoidable coat).
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung dari banyak sedikitnya
output. Bahkan bila sementara produksi dihentikan, biaya tetap ini harus tetap
dikeluarkan dalam jumlah yang sama. Yang termasuk dalam biaya tetap misalnya
gaji tenaga administrasi, penyusutan mesin, penyusutan gedung dan peralatan lain,
sewa tanah, sewa kantor dan sewa gudang. Dalam jangka panjang biaya tetap ini
akan mengalami perubahan.
47
merupakan biaya total. Jika digambarkan dalam kurva, maka pola biaya tetap
total/ Total Fixed Cost (TFC), biaya variabel total/Total Variable Cost (TVC) dan
biaya total/Total Cost (TC) disajikan dalam gambar berikut ini.
Gambar 6.1.
Biaya Tetap Total/Total Fixed Cost (TFC)
Rp
N TFC
0 Q
Biaya tetap total/Total Fixed Cost (TFC) dilukiskan sebagai garis lurus
(horizontal) sejajar dengan sumbu kuantitas. Hal ini menunjukkan bahwa
berapapun jumlah output yang dihasilkan, besarnya biaya tetap total/Total fixed
Cost (TFC) tidak berubah yaitu sebesar n.
Biaya variabel total/Total Variable Cost (TVC) adalah biaya yang besar kecilnya
mengikuti banyak sedikitnya output yang dihasilkan. Gambar 6.2 menunjukkan
kurva biaya variabel total terus-menerus naik.
Jadi semakin banyak output yang dihasilkan maka biaya variabel akan semakin
tinggi. Misalnya semakin banyak barang yang dihasilkan, maka semakin besar
pula pengeluaran untuk membeli bahan baku. Namun demikian laju peningkatan
mula-mula dari titik asal adalah menurun dari titik A. Pada titik A ini tidak terjadi
pengingkatan sama sekali. Kemudian sesudah titik A laju kenaikkannya terus
menerus meningkat (gambar 6.2.).
Gambar 6.2.
Biaya Variabel Total/Total Variable Cost (TVC)
Rp
48
TVC
0 Q
Jika antara biaya tetap dan biaya variabel dijumlahkan, maka hasilnya disebut
biaya total (TC). Jadi TC =TFC +TVC.
Dalam Gambar 6.3, Total Cost (TC) berada pada jarak vertical disemua titik
antara biaya tetap total/ Total Fixed Cost (TFC) dan biaya berubah total/Total
Variable Cost (TVC), yaitu sebesar n. kurva biaya total dapat dilihat pada
Gambar 6.3.
Gambar 6.3.
Total Cost (TC)
Rp
TC
TVC
n TFC
0 Q
b. Biaya Rata-rata
Dalam kebiasaan sehari-hari orang beranggapan bahwa jika biaya total tinggi
identik dengan mahal dan jika biaya total rendah identik dengan murah. Hal ini
tidak sepenuhnya benar, sebab mahal tidaknya sesuatu pembiayaan tidak
tergantung sepenuhnya dari biaya total melainkan dari biaya rata-rata. Misalnya
49
biaya total tinggi, namun jika kuantitas barangnya banyak maka biaya persatuan
barangnya menjadi rendah atau murah.
Biaya tetap rata-rata (average Fixed Cost) dapat dihitung dengan membagi biaya
tetap total (TFC) dengan jumlah output. Dengan demikian biaya tetap rata-rata
akan semakin menurun dengan semakin banyaknya output. Biaya tetap rata-rata
dapat ditulis sebagai berikut:
AFC = TFC / Q
Biaya tetap rata-rata menggambarkan besarnya biaya tetap per satuan produk.
Disajikan dalam gambar berikut.
Gambar 6.4.
Biaya Tetap Rata-rata (AFC)
Rp
AFC
0 Q
AVC = TVC/Q
Gambar 6.5.
Biaya Variabel Rata-rata (AFC)
Rp
AVC
0 Q
Pada Gambar 6.5 dapat dilihat perilaku biaya variabel rata-rata yaitu menurun
dengan cepat pada kuntitas produksi rendah dan kemudian laju penurunannya
Semakin lambat sampai pada kuantitas produksi tertentu. Bila kuantitas produksi
diperluas lagi, maka kurva AVC akan naik lagi dengan laju kenaikan yang
semakin cepat. Biaya variabel rata-rata menggambarkan besarnya biaya variabel
per satuan produksi.
ATC = TC / Q
Rp
51
ATC
0 Q
Biaya total rata-rata mempunyai perilaku yang sama dengan biaya variabel rata-
rata, yaitu menurun dengan cepat pada kuantitas produksi rendah dan kemudian
laju penurunannya semakin lambat sampai pada kuantitas produksi tertentu. Bila
kuantitas produksi diperluas lagi, maka kurva ATC akan naik meningkat lagi
dengan laju kenaikan yang semakin tepat.
Kecepatan laju kenaikan biaya yang disebabkan oleh kenaikan satu kesatuan
output perlu juga diketahui. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat
kemiringan kurva biaya total (TC). Lereng kurva TC mencerminkan besarnya
biaya yang harus ditanggung apabila produksi ditambah. Angka perbandingan
biasanya disebut biaya marjinal (marginal cost). Karena biaya tetap total tidak
berubah, maka perhitungan biaya marjinal biasanya dilakukan hanya dari biaya
variabel total. Biaya marjinal dapat dirumuskan:
52
Biaya marjinal memegang peranan yang penting bagi produsen dalam
mempertimbangkan penentuan berapa besarnya jumlah output yang perlu
diproduksi. Setiap produsen bertujuan untuk mencapai keuntungan yang
maksimum dengan biaya yang sudah ditentukan. Oleh karena itu untuk
menentukan berapa besar output yang harus diproduksi agar tercapai
keuntungan yang maksimum, ada beberapa cara diantaranya:
1. Dengan memproduksi output pada tingkat dimana perbedaan antara
penerimaan total dengan biaya total mencapai jumlah yang paling
maksimum. Jika keuntungan bersih sama dengan pendapatan kotor dikurangi
dengan total biaya, maka:
Π = TR – TC
Π = Profit (pendapatan bersih)
TR = Total revenue (pendapatan kootor)
TC = Total Cost/ Biaya total (TFC + TVC)
Jadi profit akan maksimum jika selisih anatara TR dab TC adalah yang
terbesar. Dengan gambar dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 6.7.
Profit Maksimum
Rp
TC
A C TR
0 QE Q
Berdasarkan Gambar 6.7, profit maksimum dicapai pada saat produsen
memproduksi output sebanyak QE. Besarnya profit maksimum tersebut adalah
sebesar jarak dari titik B sampai titik C. Jadi profit maksimum terletak pada jarak
terlebar antara TR dan TC (pada saat TR berada di atas TC). Untuk mengetahui
jarak terlebar antara TR dan TC harus bibuat kurva sejajar dengan kurva TC.
Jarak terlebar antara TR dan TC terletak pada kemiringan kurva yang sama
antara kurva TR dan kurva TC. Sementara itu titik A menunjukkan titik Break
Event Point (titik pulang pokok) yang berarti TR = TC atau kondisi dimana
perusahaan tidak untung.
53
2. Dengan memproduksi barang sampai tingkat dimana penerimaan marginal
(MR) sama dengan ongkos marginal (MC).
Dalam jangka panjang, skala pabrik dapat dirubah sehingga semua biaya juga dapat
dirubah. Jadi biaya merupakan fungsi dari output yang dihasilkan atau C = f
(Q) ,dimana C = biaya dan Q = output.
Dalam jangka panjang produsen dapat membuat skala pabrik sesuai dengan kapasitas
yang dinginkan. Dalam jangka panjang memungkinkan perusahaan merubah teknologi
yang digunakan sehingga bentuk struktur biaya perusahaan juga dapat dirubah. Jika
terjadi perbaikan teknologi yang digunakan maka akan dapat menigkatkan efisiensi
yang pada akhirnya akan memperendah biaya.
Gambar 6.8.
Kurva Biaya Rata-rata Jangka Panjang
Biaya
SRAC5
SRAC4 LRAC
54
A B SRAC1
SRAC2
C SRAC3
0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q
SRAC (Short Run Average Cost) atau biaya rata-rata jangka pendek
mencerminkan kapasitas-kapasitas pabrik yang digunakan. Pemilihan kapasitas
nantinya akan tergantung dari jumlah output yang akan dihasilkan. Sedangkan LRAC
(Long Run Average Cost) merupakan biaya rata-rata jangka panjang. Kurva biaya rata-
rata jangka panjang disebut kurva amplop karena biaya rata-rata jangka panjang
memang mengamplopi kurva biaya rata-rata jangka pendek yang terikat pada skala
pabrik yang dipilihnya.
Andaikata seorang produsen menghendaki output sebanyak 0Q1 maka dapat dipilih
faktor produksi tetap yang dicerminkan oleh skala pabrik (diwakili biaya rata-rata)
SRAC1 dengan biaya rata-rata sebesar Q1A. Jika output ditambah menjadi 0Q2 maka
skala pabrik yang digunakan adalah skala 2 (SRAC2), dengan biaya sebesar Q2B
(lebih tinggi). Begitu seterusnya, apabila output diperluas hingga mencapai 0Q4, maka
kapasitas yang digunakan adalah skala pabrik 4 (SRAC4). Jadi dalam gambar tersebut
tiap skala pabrik mencerminkan biaya rata-rata perunit. Tiap unit produksi tersedia satu
skala yang lebih murah dari skala yang lain. Untuk mendapatkan biaya rata-rata jangka
panjang (LRAC) maka titik-titik yang merupakan persinggungan antara SRAC dan
LRAC tersebut dihubungkan dan mencerminkan biaya terendah untuk setiap satuan
output. Oleh karena itu kurva biaya rata-rata jangka panjang (LRAC) disebut dengan
kurva amplop bagi kurva biaya rata-rata jangka pendek (SRAC).
Pada Gambar 6.8 dapat dilihat bahwa jika perusahaan beroperasi pada skala pabrik di
bawah SRAC3 maka produsen akan mendapatkan skala ekonomis karena perusahaan
beroperasi pada saat LRAC yang sedang menurun. Sedangkan pada bagian kanan
SRAC3 produsen berada pada skala tidak ekonomis karena LRAC sedang naik.
DAFTAR PUSTAKA
Sadono Sukirno. 2013. Mikro Ekonomi (teori Pengantar) edisi ketiga. Jakarta PT.
RajaGrafindo Persada.
56
57