Anda di halaman 1dari 2

[note 1]

Hajjah Rangkayo Rasuna Said (14 September 1910 – 2 November 1965) adalah seorang
pejuang kemerdekaan Indonesia dan juga merupakan pahlawan nasional Indonesia. Seperti
Kartini, ia juga memperjuangkan adanya persamaan hak antara pria dan wanita. Ia dimakamkan
di TMP Kalibata, Jakarta.

Kehidupan awal[sunting | sunting sumber]

Rumah kelahiran Rasuna Said

Rasuna Said dilahirkan pada 14 September 1910 di Desa Panyinggahan, Maninjau, Kabupaten
[2]
Agam, Sumatra Barat. Ia merupakan keturunan bangsawan Minang. Ayahnya bernama
[butuh rujukan]
Muhamad Said, seorang saudagar Minangkabau dan bekas aktivis pergerakan.
Keluarga Rasuna Said adalah keluarga beragama Islam yang taat. Dia dibesarkan di rumah
pamannya karena pekerjaan ayahnya yang membuat ayahnya sering tidak berada di rumah.
Tidak seperti saudara-saudaranya, dia bersekolah di sekolah agama, bukan sekuler, dan
kemudian pindah ke Padang Panjang, di mana dia bersekolah di Diniyah School, yang
menggabungkan mata pelajaran agama dan mata pelajaran khusus. Pada tahun 1923, ia
menjadi asisten guru di Sekolah Diniyah Putri yang baru didirikan, tetapi kembali ke kampung
halamannya tiga tahun kemudian setelah sekolah itu hancur karena gempa. Dia kemudian
belajar selama dua tahun di sekolah yang terkait dengan aktivisme politik dan agama, dan
menghadiri pidato yang diberikan oleh direktur sekolah tentang nasionalisme dan kemerdekaan
[3][4]
Indonesia.
Setelah menamatkan jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Rasuna Said remaja dikirimkan
sang ayah untuk melanjutkan pendidikan di pesantren Ar-Rasyidiyah. Saat itu, ia merupakan
satu-satunya santri perempuan. Ia dikenal sebagai sosok yang pandai, cerdas, dan pemberani.
Rasuna Said kemudian melanjutkan pendidikan di Diniyah Putri Padang Panjang, dan bertemu
dengan Rahmah El Yunusiyyah, seorang tokoh gerakan Thawalib. Gerakan Thawalib adalah
gerakan yang dibangun kaum reformis Islam di Sumatra Barat. Banyak pemimpin gerakan ini
dipengaruhi oleh pemikiran nasionalis-Islam Turki, Mustafa Kemal Atatürk.
Rasuna Said sangatlah memperhatikan kemajuan dan pendidikan kaum wanita, ia sempat
mengajar di Diniyah Putri sebagai guru. Namun pada tahun 1930, Rasuna Said berhenti
mengajar karena memiliki pandangan bahwa kemajuan kaum wanita tidak hanya bisa didapat
dengan mendirikan sekolah, tetapi harus disertai perjuangan politik. Rasuna Said ingin
memasukkan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri, tetapi ditolak.
Rasuna Said kemudian mendalami agama pada Haji Rasul atau Dr H Abdul Karim Amrullah
yang mengajarkan pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berpikir yang
nantinya banyak mempengaruhi pandangan Rasuna Said.
Kontroversi poligami pernah ramai dan menjadi polemik di ranah Minang tahun 1930-an. Ini
berakibat pada meningkatnya angka kawin cerai. Rasuna Said menganggap kelakuan ini bagian
dari pelecehan terhadap kaum wanita.

Anda mungkin juga menyukai