Anda di halaman 1dari 42

Modul Ajar

SISTEM PENGENDALIAN OTOMATIS

Bambang L. Widjiantoro
Ya’umar
Fitri Adi Iskandarianto

Untuk Kalangan Sendiri

Jurusan Teknik Fisika


Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2012
Kata Pengantar

Puji syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
karunianya atas terselesainya modul ajar ini. Tujuan utama dari penyusunan modul
ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum tentang sistem pengendalian
otomatis (sistem kontrol) terutama yang digunakan di industri. Dengan modul ini
diharapkan mahasiswa lebih memahami pengertian serta kegunaan dari sistem
pengendalian.

Modul ini hanya berisi tentang tinjauan praktis dari suatu sistem pengendalian
otomatis. Penjelasan detail dari masing-masing materi diberikan pada saat tatap
muka perkuliahan. Oleh karena itu kehadiran saat perkuliahan merupakan keharusan
agar pemahaman tentang sistem pengendalian otomatis semakin baik.

Kritik dan saran perbaikan modul ini senantiasa dinantikan demi kesempurnaannya
di masa mendatang.

Surabaya, Januari 2012


Tim Penyusun.

1
DAFTAR ISI
halaman
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Bab I Sistem Kontrol di Industri 3
1.1 Pendahuluan 3
1.2 Istilah-istilah dalam sistem kontrol 5
1.3 Elemen-elemen sistem kontrol 6
1.4 Keutamaan sistem kontrol 6
Bab II Sistem Kontrol Umpan Balik 8
2.1 Aksi kontroler 8
2.2 Tuning kontroler 12
2.3 Transmitter 14
2.4 Control valve 15
2.5 Kestabilan sistem 19
Bab III Programmable Logic Controller (PLC) 20
3.1 Elemen-elemen PLC 21
3.2 Cara kerja PLC 22
3.3 Relay 23
3.4 Sistem bilangan biner 24
3.5 Konsep Logika 25
3.6 Logika perangkat keras 26
Bab IV Pemrograman sebuah PLC 29
4.1 Pendahuluan 29
4.2 Penggambaran diagram tangga (Ladder Diagram) 29
Daftar Pustaka 42

2
BAB I. SISTEM KONTROL DI INDUSTRI

1.1. Pendahuluan
Secara umum sistem kontrol/pengendalian sangatlah diperlukan untuk menjamin
proses pada suatu plant/industri mampu berjalan dengan baik. Tujuan utama dari
suatu sistem kontrol adalah menjaga nilai output proses agar tetap berada pada
daerah yang telah ditentukan (set point), mereduksi/menghilangkan pengaruh dari
suatu gangguan (disturbance) atau menjalankan suatu urutan langkah proses secara
berurutan. Dengan adanya penerapan sistem kontrol ini, maka suatu proses dapat
dijalankan dan dikendalikan secara lebih mudah dibandingkan dengan menjalankan
secara manual.

Sistem kontrol yang dikenal secara luas di industri dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis meliputi:
-. Sistem kontrol umpan balik (Feedback control system).
-. Sistem kontrol umpan maju (Feedforward control system).
-. Sistem kontrol sekuens (Sequential Control System).

Pada ketiga jenis sistem kontrol di atas, elemen utama yang menjalankan fungsi
kontrol adalah kontroler. Kontroler dapat dipandang sebagai „otak‟ yang menentukan
keputusan apa yang harus dilakukan oleh suatu sistem kontrol berdasarkan
input/data yang diterimanya.

Sistem Kontrol Umpan Balik


Sistem kontrol umpan balik bekerja dengan mendeteksi nilai output proses dan
membandingkan dengan nilai set point. Nilai error (perbedaan antara output proses
dengan nilai set point) digunakan sebagai dasar penentuan sinyal control yang akan
diberikan pada proses. Prinsip sistem kontrol umpan balik diperlihatkan pada gambar
1. Pada gambar 1, r(k) adalah set point atau nilai yang dikehendaki, u(k) merupakan
sinyal kontrol, y(k) adalah output proses, sedangkan d(k) merupakan gangguan yang
mempengaruhi proses.

3
d(k)

Gangguan

r(k) u(k) y(k)


- Kontroler Proses +

Elemen umpan
balik

Gambar 1.1 Sistem Kontrol Umpan Balik

Sistem Kontrol Umpan Maju


Sistem kontrol umpan maju mendeteksi nilai gangguan yang terjadi pada proses.
Berdasarkan informasi gangguan ini, maka sistem kontrol umpan maju menghasilkan
sinyal kontrol yang akan diberikan pada proses. Prinsip sistem kontrol umpan maju
digambarkan pada gambar 2.

d(k)

Gangguan

r(k) u(k) y(k)


Kontroler Proses +

Gambar 1. 2 Sistem kontrol umpan maju

Sistem Kontrol Sekuens


Sistem kontrol sekuens merupakan sistem kontrol yang berfungsi untuk menjalankan
suatu urutan tertentu untuk menjalankan proses. Urutan-urutan ini dapat meliputi
gabungan dari beberapa proses untuk menjalankan proses lain yang lebih kompleks.
Pada umumnya sistem kontrol sekuens ini di industri dijalankan oleh suatu kontroler
khusus dan dikenal dengan Programmable Logic Controller (PLC).

4
1.2. Istilah-istilah Dalam Sistem Kontrol
Beberapa istilah telah dikenal umum di dalam sistem kontrol berkaitan dengan fungsi
yang dilakukannya. Istilah-istilah tersebut meliputi:
 Set point merupakan nilai acuan yang ditetapkan bagi variabel yang dikontrol.
Suatu sistem kontrol yang baik haruslah mampu membuat nilai variabel yang
dikontrol sama dengan nilai set point yang ditetapkan.
 Variabel yang dikontrol (Controlled variable) merupakan variabel yang nilai
diatur agar selalu berada dalam nilai (range nilai) sesuai dengan yang
dikehendaki.
 Variabel yang dimanipulasi (Manipulated variable) merupakan variabel
yang diubah-ubah nilainya (dimanipulasi) agar tujuan sistem kontrol dapat
dicapai.
 Sinyal error (Error signal) merupakan selisih antara controlled variable
dengan set point yang ditentukan.
 Sinyal kontrol (Control signal) merupakan sinyal yang dikeluarkan oleh
kontroler dan berfungsi untuk mengubah nilai variabel yang dimanipulasi agar
sistem kontrol dapat mencapai tujuannya.
 Gangguan (Disturbance/noise) merupakan keadaan di sekitar sistem kontrol
yang ikut mempengaruhi performansi yang dihasilkan oleh sistem kontrol.
Suatu sistem kontrol yang baik adalah sistem kontrol yang mampu
meminimalkan pengaruh gangguan yang terjadi.

Berdasarkan pada istilah-istilah di atas, maka terdapat beberapa pengertian yang


perlu diperhatikan dalam suatu sistem kontrol diantaranya adalah struktur sistem
kontrol dan algoritma sistem kontrol. Struktur sistem kontrol menyangkut pemilihan
pasangan controlled variable dan manipulated variable dalam suatu sistem kontrol,
sementara algoritma sistem kontrol menyangkut algoritma yang digunakan oleh
kontroler dalam membangkitkan sinyal kontrol.

5
1.3. Elemen-elemen Sistem Kontrol
Secara umum suatu sistem kontrol akan terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut:
 Sensing element merupakan device yang berfungsi untuk melakukan
pengukuran/sensing terhadap variabel yang dikontrol. Fungsi dari sensing
elemen ini juga menyangkut melakukan konversi terhadap besaran-besaran
fisis yang diukur menjadi besaran fisis lainnya yang mudah untuk diolah lebih
lanjut.
 Kontroler (Controller) merupakan device yang menjadi ‟otak‟ dalam suatu
sistem kontrol. Fungsi dari kontroler adalah untuk menghasilkan sinyal kontrol
yang akan diberikan pada elemen pengendali akhir.
 Elemen pengendali akhir (Final control element) merupakan device yang
berfungsi untuk mengubah-ubah nilai manipulated variable berdasarkan nilai
sinyal kontrol yang diterimanya.

Beberapa element lain juga sering ditambahkan pada suatu sistem kontrol (mis.
monitoring elemen) namun fungsinya hanya sebagai assecories. Ketiga elemen di
atas merupakan elemen pokok yang harus ada dalam suatu sistem kontrol. Oleh
karena itu dalam sistem kontrol dikenal suatu jargon:
 Suatu sesuatu yang tidak dapat diukur maka tidak dapat dikontrol.
 Jika sesuatu tidak dapat dikontrol maka tidak dapat diperbaiki.
 Jika sesuatu tidak dapat diperbaiki maka tinggal menunggu kerusakannya.

1.4. Keutamaan Sistem Kontrol


1. Terjaminnya keselamatan (safety) baik bagi buruh maupun peralatan yang ada.
2. Terjaganya kualitas produk, misalnya komposisi produk, warna, dll. pada keadaan
yang kontinyu dan dengan biaya minimum.
3. Proses berlangsung sesuai dengan batasan lingkungan, maksudnya adalah
limbah yang dihasilkan oleh proses tersebut tidak melebihi ambang batas
lingkungan.
4. Proses berlangsung sesuai dengan batasan-batasan operasinya. Berbagai jenis
peralatan yang digunakan dalam sebuah pabrik kimia memiliki batasan
(constraint) yang inherent untuk operasi peralatan tersebut. Batasan-batasan itu
seharusnya terpenuhi di seluruh operasi sebuah pabrik. Contohnya pompa harus

6
menjada net positive suction head tertentu; tangki seharusnya tidak overflow atau
menjadi kering; kolom distilasi seharusnya tidak terjadi banjir (flood); suhu pada
sebuah reaktor katalitik seharusnya tidak melebihi batas atasnya sehingga katalis
menjadi rusak.
5. Ekonomis: Operasi sebuah pabrik harus sesuai dengan kondisi pasar, yakni
ketersediaan bahan baku dan permintaan produk akhirnya. Oleh karena itu,
harus seekonomis mungkin dalam konsumsi bahan baku, energi, modal, dan
tenaga kerja. Hal ini membutuhkan pengontrolan kondisi operasi pada tingkat
yang optimum, sehingga terjadi biaya operasi yang minimum, keuntungan yang
maksimum, dan sebagainya.

7
BAB 2. SISTEM KONTROL UMPAN BALIK

Sistem kontrol umpan balik (feedback control system) merupakan sistem kontrol
yang banyak digunakan di industri. Prisip dasar dari sistem kontrol umpan balik
adalah membandingkan variabel yang dikontrol (controlled variable) dengan set point
dan sinyal error yang dihasilkan digunakan untuk menghasilkan sinyal kontrol.
Diagram blok sistem kontrol umpan balik diperlihatkan pada gambar 2.1

d(k)

Gangguan

r(k) u(k) y(k)


- Kontroler Proses +

Elemen umpan
balik

Gambar 2.1 Diagram blok sistem kontrol umpan balik

Pada sistem kontrol umpan balik selalu digunakan negative feedback. Hal ini
sangatlah logis karena negative feedback akan selalu memperkecil perbedaan
antara setpoint dengan controller variable hingga tercapai kondisi dimana controlled
variable sama dengan nilai setpoint yang ditetapkan.

2.1 Aksi Kontroler


Kontroler merupakan salah satu elemen utama dalam sistem kontrol. Pada sistem
kontrol umpan balik aksi kontroler dalam menghasilkan sinyal kontrol terbagi atas
beberapa aksi dasar yaitu:
a. Aksi proporsional (P)
b. Aksi Integral (I).
c. Aksi derivative (D).
d. Aksi proporsional + integral (PI)
e. Aksi proporsional + integral + derivatif

8
Gambar 2.1a. Aksi-aksi pengendali

Aksi Proporsional.
Aksi proporsional merupakan aksi kontroler dimana dalam menghasilkan sinyal
kontrol hanya merupakan penguatan dari sinyal error saja. Secara matematis aksi
proporsional dinyatakan sebagai berikut:
u(t)  Kp.e(t)  bias (2.1)
dimana :
u(t) : sinyal kontrol
e(t) : sinyal error
Kp : gain proporsional
Gain proporsional merupakan nilai penguatan yang diberikan oleh kontroler. Besar
nilai dari Kp dinyatakan sebagai berikut:

Kp 
100
(2.2)
PB
dimana PB : proportional band.

Gambar 2.2 memperlihatkan sinyal kontrol u(t) untuk nilai Kp yang berbeda. Pada
gambar 2.2 terlihat bahwa nilai Kp sangat mempengaruhi sinyal kontrol yang
dihasilkan. Semakin besar nilai Kp semakin besar pula sinyal kontrol yang dihasilkan.

9
e(t)

Kp = 2
Kp = 1
u(t)
Kp = 0.5

Gambar 2.2 Sinyal kontrol untuk nilai Kp yang berbeda

Aksi Integral.
Aksi integral merupakan aksi kontroler dimana dalam menghasilkan sinyal kontrol
menggunakan integral dari sinyal errornya. Secara metematis aksi integral
dinyatakan sebagai berikut:

u(t)   e(t ) dt  bias


Kp
(2.3)
Ti
dimana
Ti : integral time (waktu integral).
Keuntungan aksi integral adalah kemampuannya untuk menghilangkan offset yaitu
steady state error (error pada keadaan tunak). Gambar 2.3 memperlihatkan
pengaruh aksi integral dalam membangkitkan sinyal kontrol.

e(t)

integral

u(t))
Proporsional

Ti

Gambar 2.3 Sinyal kontrol dalam aksi integral

10
Aksi derivativ.
Aksi derivativ merupakan aksi kontroler dimana dalam menghasilkan sinyal kontrol
melibatkan turunan/derivative dari sinyal kontrol. Secara matematis aksi derivative
dinyatakan sebagai berikut:

u(t)  K pTd  bias


de(t )
(2.4)
dt
dimana :
Td : derivative time (waktu derivativ)
Keuntungan dari aksi derivativ ini adalah mampu mempercepat respon sistem
kontrol. Oleh karena itu aksi derivativ umumnya digunakan pada proses yang
memiliki karakteristik sebagai ‟proses lambat‟. Gambar 2.4 memperlihatkan aksi
derivativ dalam menghasilkan sinyal kontrol.

e(t)

Proporsional

u(t)
Derivatif

TD

Gambar 2.4 Sinyal kontrol dalam aksi derivativ

Aksi proporsional + integral (PI)


Aksi PI merupakan aksi kontroler yang merupakan gabungan antara aksi
proporsional dan integral. Secara matematis aksi PI dinyatakan sebagai berikut:
 
u(t)  K p  e(t)   e(t ) dt   bias
1
 
(2.5)
Ti

11
Aksi proporsional + integral + derivativ (PID)
Aksi PID merupakan aksi kontroler yang merupakan gabungan antara aksi
proporsional, integral dan derivativ. Secara matematis aksi PID dinyatakan sebagai
berikut:
 de(t ) 
u(t)  K p  e(t )   e(t ) dt    bias
1
 
(2.6)
Ti dt

2.2 Tuning Kontroler


Persamaan-persamaan algoritma kontroler di atas akan memberikan makna ketika
parameter-parameternya telah memiliki nilai. Tuning kontroler atau penalaan
kontroler merupakan usaha untuk memperoleh parameter kontroler (K p, Ti dan Td)
yang baik sehingga mampu menghasilkan sinyal kontrol yang sesuai dengan proses
yang dihadapi. Metode melakukan tuning kontroler diantaranya yang sering
digunakan di industri adalah Metode Ziegler Nichols dan Metode Cohen Coon.

Metode Ziegler Nichols (Z-N)


Metode Z-N erupakan metode tuning parameter kontroler yang dilakukan pada lup
terbuka dengan memberikan sinyal step pada proses sebagaimana diperlihatkan
pada gambar 2.5. Metode ini dikenal juga dengan metode reaction curve.

Gambar 2.5 Langkah dalam metode Z-N

Output dari proses diharapkan sedapat mungkin berupa kurva S. Berdasarkan pada
kurva S, maka ditentukan garis singgung untuk menentukan parameter-parameter
delay time (L) dan time constant (T) untuk menentukan parameter kontroler. Gambar
2.6 memperlihatkan bentuk kurva S beserta parameter yang harus dicari.

12
Gambar 2.6 Kurva S dalam metode Ziegler Nichols

Nilai parameter-parameter kontroler ditentukan berdasarkan nilai dari parameter L


dan T dan dinyatakan pada tabel 2.1.

[Ogata, 1997].
Tabel 2.1. Parameter kontroler pada metode Ziegler Nichols

Metode Cohen Coon


Berbeda dengan metoda di atas, maka tuning parameter dengan metode Cohen
Coon dilakukan dalam kondisi lup tertutup. Hanya saja aksi kontroler yang digunakan
hanya aksi proporsional saja. Metode ini juga dikenal dengan metode ‟ultimate
period‟. Kondisi ini diperlihatkan pada gambar 2.7

13
Gambar 2.7 Langkah pada metode Cohen Coon

Nilai Kp harus dipilih sedemikian hingga respon dari output proses selalu berosilasi
sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.8. Nilai Kp pada saat terjadi osilasi dikenal
dengan gain kritis (Kcr). Perioda pada kurva osilasi juga dikenal dengan periode kritis
(Pcr). Berdasarkan nilai dari parameter-parameter Kcr dan Pcr maka dapat ditentukan
parameter kontroler yang dinyatakan pada tabel 2.2.

[Ogata, 1997}
Tabel 2.2. Parameter kontroler pada metode Cohen Coon

2.3. Transmitter
Transmitter merupakan sensing elemen yang berfungsi untuk mengukur dari output
proses yang sedang dikontrol. Secara umum transmitter terdiri dari 2 elemen penting
yaitu:
a. Transduser merupakan sensing elemen yang berfungsi untuk mengubah
variabel mekanik menjadi variabel listrik.
b. Transmitter merupakan elemen yang berfungsi untuk mengubah menjadi
variabel listrik menjadi variabel yang standard.

14
Variabel-variabel standard yang dipakai di industri adalah:
i. Arus listrik : 4 mA – 20 mA.
ii. Tegangan : 1 – 5 V.
iii. Pneumatik : 3 – 15 psi.

2.4. Control Valve


Control valve adalah elemen kontrol akhir yang paling umum digunakan untuk
mengatur aliran bahan dalam sebuah proses. Control valve atau proportional valve
adalah alat yang digunakan untuk memodifikasi aliran fluida atau laju tekanan pada
sebuah sistem proses dengan menggunakan daya untuk operasinya. Valve ini
digunakan oleh industri dalam banyak aplikasi.

Control valve atau proportional valve adalah alat yang digunakan untuk memodifikasi
aliran fluida atau laju tekanan pada sebuah sistem proses dengan menggunakan
daya untuk operasinya. Valve ini digunakan oleh industri dalam banyak aplikasi.
Struktur dari control valve secara tipikal diperlihatkan pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Struktur Control Valve

15
Berdasarkan jumlah valve seat-nya, control valve dibedakan menjadi :
 Single Seat
Pada single seat, tekanan bekerja pada saluran bagian bawah plug, sehingga
menimbulkan gaya tekan ke atas pada stem. Kelebihan dari seat ini adalah dapat
menutup dengan rapat dan dapat digunakan sebagai aliran proses tanpa
kebocoran, sedangkan kelemahannya adalah tidak ada keseimbangan gaya pada
plug akibat dari tekanan yang bekerja satu arah.

Gambar 2.9 Kontruksi Valve Single Seated

 Double Seat
Pada double seat, tekanan yang masuk dan keluar dapat diseimbangkan karena
tekanan bekerja pada kedua plug dengan arah berlawanan. Kelebihan dari jenis
ini adalah kapasitas aliran naik sampai 30% lebih besar dari single seat.
Sedangkan kekurangannya adalah tidak dapat menutup dengan rapat.

Gambar 2.10 Kontruksi Valve Double Seated

Karakteristik Aliran
Karakteristik aliran sebuah control valve adalah hubungan antara laju aliran yang
melalui valve dan gerakan valve jika pergerakan bervariasi dari 0 hingga 100%.
Karakteristik aliran dari suatu control valve ditentukan oleh jenis plug yang digunakan
dalam control valve. Beberapa karakteristik aliran tersebut diantaranya adalah:

16
1. Quick Opening
 Sesuai untuk perubahan maksimum laju aliran pada gerakan valve
yang pelan dengan hubungan yang hampir linier
 Penambahan gerakan valve memberikan perubahan tereduksi sesaat
pada laju aliran, dan jika plug valve mendekati posisi bukaan lebar,
perubahan laju aliran mendekati nol.
 Digunakan khususnya untuk keperluan on-off
 Pada sistem ketinggian cairan, karakteristik ini digunakan untuk
penambahan Δp dengan penambahan terkunci, Δp pada beban
maksimum > 200% beban minimum Δp

2. Linier
 Laju aliran proporsional secara langsung terhadap gerakan valve
 Drop tekanan konstan
 Pengatan valve akan sama di seluruh aliran ( penguatan valve adalah
rasio perubahan penambahan laju aliran terhadap perubahan
penambahan posisi plug valve)
 Umumnya digunakan untuk pengontrolan ketinggian cairan dan untuk
pengontrolan aliran tertentu yang membutuhkan penguatan konstan
 Penurunan Δp dengan penambahan beban, Δp pada beban maksimum
> 20% beban minimum Δp pada sistem ketinggian cairan
 Penambahan Δp dengan penambahan beban, Δp pada beban
maksimum > 200% beban minimum Δp pada sistem ketinggian cairan
 Pada proses kontrol aliran, karakteristik ini digunakan untuk
proporsional terhadap aliran dengan jangkauan set point aliran yang
lebar, jika lokasi control valve seri dan bypass terhadap elemen
pengukuran
 Pada sistem kontrol tekanan, karakteristik ini digunakan untuk proses
gas, volume besar ( proses memiliki penampung, sistem distribusi ata
jalur transmisi melampaui 100 ft dari volume pipa nominal) dan
penurunan Δp dengan penambahan beban, Δp pada beban maksimum
> 20% beban minimum Δp.

17
3. Equal Percentage
 Dengan aliran kecil, perubahan laju aliran akan menjadi kecil
 Dengan aliran besar, perubahan laku aliran akan menjadi besar
 Pada sistem ketinggian cairan, karakteristik ini digunakan untuk
penurunan Δp dengan penambahan beban, Δp pada beban maksimum
< 200% beban minimum Δp
 Pada proses kontrol aliran, karakteristik ini digunakan untuk
proporsional terhadap kuadrat aliran dengan lokasi control valve seri
dan bypass terhadap elemen pengukuran, dan jangkauan kecil aliran
namun perubahan Δp besar pada valve dengan penambahan beban.
 Pada sistem kontrol tekanan, karakteristik ini digunakan untuk cairan,
proses gas, volume kecil, kurang dari pada 10 ft pipa anatara control
valve dan load valve, dan juga digunakan untuk proses gas, volume
besar, penurunan Δp dengan penambahan beban, Δp pada beban
maksimum < 200% beban minimum Δp.

Gambar 2.11. Kurva karakteristik untuk plug type quick opening


linier, dan equal percentage.

18
Aksi Control Valve
Berdasarkan supply udara yang diberikan, aksi contro valve dibedakan menjadi dua,
yaitu:
- Air To Open (ATO)
Bila ada sinyal masukan, maka control valve akan membuka, sehingga dalam
keadaan normal contro valve akan menutup (close) atau fail close (FC).
- Air To Close (ATC)
Bila ada sinyal masukan, maka control valve akan menutup, sehingga dalam
keadaan normal contro valve akan membuka (open) atau fail open (FO).

Pemilihan ATO atau ATC disesuaikan dengan safety operation pada keadaan
instrument-air supply failure (kegagalan angin). Contoh : Control valve pada tower
vapour line untuk tower top pressure control, dipilih air to close (ATC). Kemudian
control valve pada fuel untuk burner dipilih air to open (ATO).

2.5 Kestabilan sistem


Kestabilan sistem merupakan salah satu parameter penting dalam sistem kontrol.
Suatu sistem kontrol yang baik haruslah mampu memberikan jaminan kestabilan dari
sistem yang ditinjau.
Suatu sistem dikatakan stabil jika diberikan input yang terbatas akan menghasilkan
output yang terbatas (Bounded Input Bounded Output/BIBO). Secara umum
kestabilan sistem yang digambarkan pada gambar 2.12

Gambar 2.12 Kestabilan sistem

19
BAB 3. PROGRAMMABLE LOGIC CONTROLLER (PLC)

PLC merupakan suatu peralatan (device) yang digunakan untuk menggantikan


fungsi suatu rangkaian relay sekuens untuk mengontrol proses/mesin. PLC bekerja
berdasarkan input yang diterima dan bergantung pada fungsinya menghasilkan
output dalam bentuk on/off (binary output). Pemakai/user PLC harus
memasukkan/memberikan program pada PLC untuk menghasilkan output tertentu.

Sebagai contoh, misalkan pada saat sakelar on kita ingin menyalakan suatu solenoid
selama 5 detik dan kemudian mematikannya tanpa merubah status dari sakelar yang
tetap on. Hal ini dilakukan dengan mudah dengan menggunakan external timer.
Namun bagaimana jika suatu industri terdapat ratusan sakelar dan solenoid, tentu
memerlukan banyak sekali timer. Kenyataman ini akan semakin kompleks jika juga
dilakukan fungsi perhitungan (counter) pada suatu proses. Untuk menyederhanakan
kebutuhan ini dan memudahkan menjalankan maka digunakan PLC. PLC mampu
untuk menjalankan fungsi timer selama waktu tertentu serta melakukan fungsi
counter dengan sederhana.

Secara umum PLC (Programable Logic Controller) dapat dibayangkan seperti


sebuah personal komputer konvensional (konfigurasi internal pada PLC mirip sekali
dengan konfigurasi internal pada personal komputer). Akan tetapi dalam hal ini PLC
dirancang untuk pembuatan panel listrik (untuk arus kuat). Jadi bisa dianggap bahwa
PLC adalah komputernya panel listrik. Ada juga juga yang menyebutnya dengan PC.

PLC (Programable Logic Controller) merupakan kontrol mikroprosessor serba guna


yang khusus dirancang untuk beroperasi dilingkungan industri (cukup) berat atau
kasar. PLC bekerja dengan menerima data dari peralatan input yang berupa saklar
saklar, tombol sensor dan sebagainya, kemudian oleh PLC dibentuk menjadi
keputusan keputusan yang bersifat logika yang kemudian disimpan dalam
ingatannya. Dari perubahan input kemudian diolah oleh PLC dan ditransfer ke output
yang kemudian dapat digunakan untuk menggerakkan mesin mesin.

20
Di dalam (CPU = Central Processing Unit) PLC dapat dibayangkan seperti kumpulan
relay. Akan tetapi bukan berarti didalamnya terdapat banyak relay dalam ukuran
yang sangat kecil. Di dalam PLC berisi rangkaian elektronika digital yang dapat
difungsikan seperti contact NO dan contact NC relay. Satu nomor contact relay (baik
NC atau NO) pada PLC dapat digunakan berkali kali untuk semua instruksi dasar
selain instruksi output. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam suatu pemrogaman PLC
tidak diijinkan menggunakan output dengan nomor contact yang sama.

Pada dasarnya PLC adalah komponen elektronika yang menggantikan fungsi dari
relay relay dengan kemampuan yang lebih luas dibanding dengan relay itu sendiri.
Dengan kemampuan yang luas itu PLC dikembangkan sehingga dapat melakukan
operasi aritmatika (perhitungan), konversi (perubahan) analog digital dan sebaliknya,
membandingkan data dan menyelesaikan fungsi yang kompleks. Dengan demikan
konsep yang digunakan pada rangkaian relay digunakan pula pada PLC.

3.1. Elemen-elemen PLC


Secara garis besar, elemen-elemen utama pada suatu PLC terdiri dari CPU, memori
area, dan rangkaian tambahan untuk menerima input dan menghasilkan output. PLC
dapat dibayangkan sebagai suatu box yang terdiri dari ratusan atau bahkan ribuan
relay, counter, timer serta elemen penyimpan data. Namun demikian relay, timer
ataupun counter yang ada di dalam PLC bukanlah merupakan suatu elemen fisik,
namun hanya merupakan suatu simulasi dari suatu algoritma dalam register.

Gambar 3.1 Elemen-elemen PLC

Input relays: elemen ini yang berhubungan dengan dunia luar. Secara fisik elemen-
elemen ini ada dan menerima sinyal input dari switch, sensor dsb.
Internal utility relay: elemen ini tidak ada secara fisik dan tidak menerima sinyal
input dari luar. Elemen ini merupakan elemen relay simulasi di dalam
21
PLC dan memungkinkan PLC mampu menggantikan fungsi dari
external relays.
Counter: elemen ini juga tidak ada secara fisik. Elemen ini merupakan counter
simulasi di dalam PLC, namun mampu untuk melakukan fungsi
perhitungan suatu sinyal.
Timer: elemen ini juga tidak ada secara fisik di dalam PLC namun hanya merupakan
timer simulasi dan diprogram agar mampu melakukan perhitungan
pada setiap kenaikan waktu.
Output relays (coils): elemen ini secara fisik ada dan berhubungan dengan dunia
luar. Elemen ini akan mengirimkan sinyal output PLC yang
merupakan sinyal on/off pada solenoid, lampu dsb.
Data storages: umumnya elemen ini merupakan register yang berfungsi untuk
menyimpan data baik data matematik maupun data manipulasi dalam
suatu PLC.

3.2. Cara kerja PLC


Suatu PLC akan bekerja sesuai dengan program yang telah diberikan kepada PLC.
Sinyal input dalam bentuk logika biner diterima oleh PLC dan PLC akan
mengeksekusi berdasarkan program yang telah diterimanya untuk menghasilkan
sinyal output juga dalam bentuk logika biner. Urutan langkah dari cara kerja PLC
diperlihatkan pada gambar 3.2.

Gambar 3.2. Langkah-langkah cara kerja PLC

Step 1. Check input status. Pertama PLC akan memeriksa/mengecek keadaan dari
setiap sinyal input yang diterimanya apakah dalam keadaan status on atau

22
off. Dengan kata lain apakah sensor yang dihubungkan dengan input
pertama dalam keadaan on atau off.
Step 2. Execute programs. Tahap berikutnya adalah PLC akan melakukan
eksekusi program yang telah diterimanya dalam satu waktu. Misalkan jika
input 1 dalam keadaan on, maka output 1 harus juga dalam keadaan on.
Step 3. Update output status. Bagian akhir dari urutan ini adalah PLC akan
melakukan up-date terhadap status output. PLC akan melakukan update
output berdasarkan sinyal input yang telah diterimanya dan eksekusi yang
telah dilakukan berdasarkan programnya.
Jika ketiga langkah di atas telah dilakukan, maka PLC kembali lagi untuk mengulangi
secara terus-menerus hingga tugas yang dikerjakan oleh PLC berakhir.

3.3. Relay
Setelah mengetahui bagaimana suatu PLC bekerja berdasarkan urutan-urutan
langkah pada gambar 4 dimana PLC akan memproses suatu sinyal output untuk
menghasilkan sinyal output berdasarkan eksekusi program yang diberikannya, maka
pengetahuan tentang relay merupakan salah satu hal yang penting. Hal ini
disebabkan PLC memiliki fungsi salah satunya adalah untuk menggantikan peranan
„relay sebenarnya‟ dalam industri. Prinsip kerja suatu relay diperlihatkan pada
gambar 3.3.

Gambar 3.3. Relay

Relay dapat dipandang sebagai suatu sakelar elektromagnet (electromagnetic


switch). Pemberian tegangan pada koil/kumparan akan menghasilkan suatu medan
magnet. Medan magnet ini kemudian menarik suatu sakelar yang menyebabkan
adanya hubungan listrik sehingga menghasilkan suatu aliran arus listrik. Gambar 3.3

23
juga memperlihatkan bagaimana suatu arus DC digunakan untuk mengontrol suatu
arus AC dengan prinsip yang sangat sederhana. Dengan menggunakan PLC, maka
kebutuhan akan relay yang jumlahnya sangat banyak akan dapat digantikan,
sehingga dapat dilakukan langkah-langkah penghematan.

Penggantian suatu relay dengan menggunakan PLC dilakukan dengan membuat


program yang akan diberikan kepada PLC. Program yang digunakan pada suatu
PLC dikenal dengan nama Ladder Diagram (Diagram Tangga) karena ditulis secara
berjenjang atas ke bawah mirip seperti anak tangga dalam suatu tangga. Simbol-
simbol yang digunakan pada diagram ladder di antaranya pada gambar di bawah

: load merupakan input bagi PLC

: coil/kumparan merupakan output dari PLC.

Pemrogramman PLC untuk menggantikan relay di atas diperlihatkan pada gambar


3.4. Pada gambar 3.4 dapat dilihat bahwa kebutuhan akan elemen relay dapat
dihilangkan dengan menggunakan PLC

Gambar 3.4. Contoh program PLC

3.4. Sistem Bilangan Biner


Mikroprosesor pada PLC dibuat hanya untuk mengenali sistem bilangan biner.
Sistem bilangan biner merupakan sistem bilangan yang hanya terdiri dari bilangan 0
dan 1. Namun demikian sistem bilangan biner dapat dikonversikan pada sistem
bilangan desimal maupun sebaiknya.
Konversi bilangan biner ke desimal.
Misalkan suatu bilangan biner dinyatakan dengan:
1 0 0 1, maka konversi ke desimal dapat dilakukan dengan cara

24
1 x 20 = 1
0 x 21 = 0
0 x 22 = 0
1 x 23 = 8
---------- +
9

Konversi bilangan desimal ke biner


9
2 ------ 1 (sisa) (MSB)
4
2 ------ 0 (sisa)
2
2 ------ 0 (sisa)
1 (LSB)

Maka sistem bilangan biner dapat dituliskan dari MSB → LSB, sehingga
1001

3.5. Konsep Logika


Konsep On-Off
Konsep biner digunakan dalam logika karena kenyataannnya banyak hal yang
dapat dipandang berada pada salah satu dari 2 kondisi. Sebagai contoh lampu dapat
on (1) atau off (0) dan switch terbuka (0) atau switch tertutup (1). Angka biner “1”
mempresentasikan kehadiran sinyal untuk kondisi logika positif, sedangkan angka
biner “0” mempresentasikan ketidakhadiran sinyal. Berikut ini adalah contoh dari
konsep biner menggunakan logika positif dan logika negatif :

Tabel 3.1. Binary Concept Using Negatif Logic


1 (0 V) 0 (5 V) Example
Not Operated Operated Limit Switch
Not Ringing Ringing Bell
Off On Light Bulb
Silent Blowing Horn
Stopped Running Motor
Disengage Engage Clutch
Open Closed Valve

25
Tabel 3.2. Binary Concept Using Negatif Logic
1 (5 V) 0 (0 V) Example
Operated Not Operated Limit Switch
Ringing Not Ringing Bell
On Off Light Bulb
Blowing Silent Horn
Running Stopped Motor
Engage Disengage Clutch
Closed Open Valve

Terdapat tiga fungsi logika dasar yang digunakan Dalam system digital:
Fungsi AND, bernilai benar hanya jika semua input ON.

 Fungsi OR, bernilai benar jika paling tidak sesalah satu dari input ON.
 Fungsi NOT, bernilai benar jika input tidak bernilai benar dan sebaliknya .
Fungsi NOT juga disebut inverter.

3.6. Logika Perangkat Keras


Logika perangkat keras mengacu pada fungsi kontrol logika (timing, sequncing dan
control) yang ditentukan oleh cara peralatan dihubungkan. Fungsi kontrol logika
tersebut adalah timing (perwaktuan), sequencing dan control.
Logika relay yang diimplementasikan pada PLC didasarkan pada 3 fungsi
logika dasar (AND, OR, NOT) yang digunakan secara singkat atau gabungan untuk
membentuk instruksi yang akan menentukan jika suatu alat di-switch ON atau di
switch OFF.

Diagram ladder, juga disebut simbologikontak yang ekivalen dengan relay (yaitu
kontak dan koil pada kondisi normally open dan normally closed) digunakan dalam
memprogram logika kontrol pada PLC. Simbol simbol pada diagram ladder dapat
berupa seri, pararel, atau kombinasi antara keduanya.Masing masing elemen pada
diagram ladder memiliki bilangan atau label referensi yang dikenal sebagai address.

26
Bilangan address dapat direpresentasikan dengan semua bilangan (berbasis
apapun) atau kombinasi dari karakter alphabet dan numerik. Berikut adalah contoh
sederhana addres untuk rangkaian elektromagnetik.

L1 L2

PB1 PL1
LS1

PB2

Gambar 3.5. Electromecanical Circuit

Field Input Devices Control Program Field Output Devices


L1 L2 L1 L2 L1 L2

PB1 15 PL1
10 12
10 15

PB2
11
11

LS1
12

Gambar 3.6. Analogi PLC dengan dunia nyata

Masing masing alat yaitu push buttons PB1 dan PB2 serta limit switch LS1,
dihubungkan ke modul modul input PLC yang memiliki bilangan referensi. PB1 akan
tersambungkan ke input 10, PB2 akan tersambungkan ke input 11 dan LS1 akan
tersambungkan ke input 12 sedangkan PL1 tersambungkan ke output 15.

Address untuk input/output yang diberikan dapat digunakan pada program setiap kali
dibutuhkan oleh kontrol logika. Pada saat suatu program dibuat, program tersebut
mendefinisikan bahwa bila suatu kondisi tertentu dipenuhi, maka efek tertentu akan
terjadi. Karena semua input pada PLC bertindak sebagai suatu saklar, keadaan dari
saklar tersebut perlu diidentifikasi. Metode saklar untuk mengidentifikasi mekanisme
saklar tersebut adalah NO dan NC. Saklar NO akan menghasilkan kontak bila
beroperasi. Karena setiap keadaan ini dapat dimonitor oleh PLC, maka setiap

27
keadaan dapat menjadi suatu sinyal sehingga setiap perlatan dapat berada dalam
keadaan NO maupun NC dalam program tersebut.

Kontak programable controller dan kontak relay beroperasi dengan cara yang sama.
Keduanya menghasilkan daya ketika kontak tertutup. Setiap himpunan coil yang
tersedia dan kontak yang berkaitan memiliki address unik untuk mengidentifikasi
mereka.

28
BAB 4. PEMROGRAMAN SEBUAH PLC

4.1. Pendahuluan
Pada dasarnya PLC adalah komponen elektronika yang menggantikan fungsi dari
relay relay dengan kemampuan yang lebih luas dibanding dengan relay itu sendiri.
Dengan kemampuan yang luas itu PLC dikembangkan sehingga dapat melakukan
operasi aritmatik (perhitungan), konversi (perubahan) analog digital dan sebaliknya,
membandingkan data dan menyelesaikan fungsi yang kompleks.
Dengan demikian konsep yang digunakan pada rangkaian realy relay digunakan pula
pada PLC.

Tabel 4.1. Hubungan relay dengan PLC

Relay PC
Kontak Input
Koil Output
Relay Bit

4.2. Penggambaran Diagram Tangga (LADDER DIAGRAM)


Saat menentukan peralatan yang akan dipakai, maka yang harus dipikirkan
adalah bagaimana hubungan rangkaian yang satu dengan yang lainnya. Dalam PLC
rangkaian pengaturan tersebut digambarkan pada diagram tangga, seperti simbol
berikut :

Gambar 4.1 Simbol NO

Pemakaian Relay : Kontak NO (Normally Open)


Pemakaian : NO (Input)

29
Gambar 4.2 Simbol NC

Pemakaian relay : Kontak NC (Normally Close)


Pemakaian : (NC) Input

Gambar 4.3 Simbol Coil

Pemakaian relay : Koil


Pemakaian : Output

Contoh 1 :
Berikut adalah contoh program pada rangkaian sederhana dengan perintah AND dua
input :

0005 0008

Gambar 4.4. Diagram Tangga

Sedangkan programnya adalah :


Tabel 4.2. Program AND

Alamat Perintah Data


0000 LD 0005
0001 AND 0006
0002 OUT 0501
0003 END (1) -

30
Pertama program diawali dengan perintal LD. Perintah ini adalah awalan
logika dari bus bar. Sedangkan kontak input yang dipakai pada perintah ini adalah
kontak nomor 0005. Nomor kontak merupakan data program. Output koil 0501 hidup
jika kontak input 0005 dan 0006 bekerja. Maka perintah berikutnya adalah AND
dengan data 0006. kemudian OUT 0501. Angka 0501 adalah nomor koil output,
dalam hal ini merupakan data dari perintah OUT. Terakhir jangan lupa menutup
program dengan perintah END (0).

Instruksi Umum
Instruksi – instruksi umum yang terdapat pada Programable Logic Controller
adalah sebagai berikut :
1. Timer dan Counter
TIM adalah waktu relay. Nilai set value berkisar dari 0000 s/d 9999 atau dalam
detik (0 – 999,9). Format linier adalah sebagai berikut :

Simbol Ladder DEVINER VALUES

TIM M N : TC NUMBER
# (000 – 511)
SV
OPERATED DATA AREA
SV : Set Value (Word : BCD)
IR, SR, AR, DM, HR, LR

Gambar 4.5. Instruksi TIM

2. Counter – CNT
CNT adalah suatu counter penurunan setap kali ada perubahan input dari
OFF – ON. Counter diprogram dengan input hitungan (CP), input reset (R),
angka counter (N) yang tidak boleh sama dengan timer, nilai st value (SV).
Nilai set berkisar dari 0000 s/d 9999.

31
Simbol Ladder Deviner Values

CP CNT N N : TC NUMBER

R # (000 – 511)
SV
Operand Data Area
SV : Set Value (Word : BCD)
IR, SR, AR, DM, HR, LR

Gambar 4.6. Simbol dan Operand data area instrksi CNT

3. SET dan RESET


SET digunakan untuk memaksa suatu bit menjadi ON, sedang RESET
memaksa suatu bit menjadi OFF.

SET B SV : Set Value (Word : BCD)


IR, SR, AR, HR, LR

RSET B SV : Set Value (Word : BCD)


IR, SR, AR, HR, LR

Gambar 4.7 Simbol dan Operand data area instruksi SET dan RESET

4. KEEP (11)
KEEP Digunakan untuk mengubah kondisi bit dengan dua keadaan dengan
menggunakan dua terminal yaitu S (set) dan R (reset). Bila S diberikan
eksekusi ON maka bit kondisi ON, jika R diberikan eksekusi ON maka bit akan
OFF.

KEEP (11) B : bit


IR, SR, AR, HR, LR

Gambar 4.8 Simbol dan Operand data area instruksi KEEP (11)

32
5. Differentiate UP dan Differentiate DOWN - DIFU (13) dan DIFD (14) DIFU dan
DIFD dirancang untuk menghasilkan bit ON untuk cycle time. DIFU akan
memberikan bit ON 1 cycle time apabila mendapat eksekusi input dari kondisi
OFF ke ON. DIFD akan memberikan bit ON 1 cycle time apabila mendapat
eksekusi input dari kondisi ON ke OFF.

DIFU (13) B : bit


IR, SR, AR, HR, LR

DIFD (14)
B : bit
IR, SR, AR, HR, LR

Gambar 4.9 Simbol dan Operand data area instruksi DIFU dan DIFD

6. Interlock dan Interlock Clear – IL (02) dan ILC (03)


IL (02) selalu dikombinasikan dengan ILC (03) untuk menghasilkan suatu
interlock / penguncian. Bila IL (02) ON maka ladder diagram antara IL – ILC
akan dieksekusi seperti akan dieksekusi seperti kondisi biasa. Tetapiuntuk
kondisi IL (02) adalah OFF maka ladder diagram antara IL – ILC tidak akan
mengalami eksekusi. IL (02) dapat digunakan secara serangkaian,
maksudnya diantara satu IL – ILC,
masih dapat disisipkan perintah IL lagi dengan kondisi fungsinya berurutan
dari atas ke bawah sesuai dengan laddernya.

IL (02)

ILC (03)

Gambar 4.10 Simbol instruksi interlock

33
7. MOVE – MOV (21)
Digunakan untuk memindahkan data dari word sumber / source (S) ke word
tujuan / detinasi (D).

S : Sourceword
MOVE (21) IR, SR, AR, HR, LR, DM, TC

D D : Destination Word
IR, SR, AR, HR, LR, DM

Gambar 4.11 Simbol dan operand data area instruksi MOV

8. Compare – CMP (20)


Instruksi CMP berfungsi untuk membandingkan dua word (CP1 dan CP2)
dengan akibat penunjukan status flag GR (SR 255.05), EQ (SR 255.06) dan
LE (SR 255.07), perubahan nilai status flag adalah :
EQ : ON bila CP1 sama dengan CP2
GR : ON bila CP1 lebih besar dari CP2
LE : ON bila CP1 lebih kecil dari CP2

CP1 : First Compare Word


CMP (20) IR, SR, AR, HR, LR, DM

CP1

CP2 CP2 : Second Compare Word


IR, SR, AR, HR, LR, DM

Gambar 4.12 Simbol dan operand data area instruksi CMP

34
9. Increment – INC (38)
Ketika INC dieksekusi ON maka maka word (WD) akan ditambah satu setiap
siklus eksekusi input.

INC (38) WD : Increment Word


IR, SR, AR, HR, LR, DM, TC
WD

Gambar 4.13 Simbol dan operand data area instruksi INC

10. Decrement – DEC (39)


Ketika DEC dieksekusi ON maka maka word (WD) akan dikurangi satu setiap
siklus eksekusi input

Dec (39) WD : Decrement Word


IR, SR, AR, HR, LR, DM, TC
WD

Gambar 4.14 Simbol dan operand data area instruksi DEC

Teknik Pemrograman
Sistem pemrograman PLC dapat dibuktikan dengan cara rangkaian kontrol yang
ditulis dalam diagram tangga atau “ Ladder “ diagram langsung dapat diprogram
tanpa harus mengubah dulu ke fungsi mnemoniknya (dikodekan dahulu), sesuai
dengan tombol – tombol yang ada pada keyboard PLC. Untuk selanjutnya dalam
masalah sistem pemrograman dan pengoperasian PLC ini akan dibahas sistem
pemrograman dengan menggunakan fungsi mnemoniknya.

 Persiapan ke pemrograman
Dalam penggunaan PLC perlu dipersiapkan terlebih dahulu hal - hal sebagai
berikut :
 Rancangan Rangkaian Kontrol Suatu Sistem
Dalam merencanakan rangkaian kontrol dari suatu proses harus ditentukan
hal-hal sebagai berikut :
 Banyaknya mesin-mesin atau motor-motor penggerak yang digunakan dalam
sistem kontrol tersebut.

35
 Diskripsi dari rangkaian kontrol harus dibuat dengan urutan yang jelas,
sehingga siklus kerja dari rangkaian kontrol dapat bekerja dengan andal,
aman dan efisien.
 Rangkaian kontrol harus sesederhana mungkin sehingga memudahkan dalam
memprogram, mengontrol dan mengatasi gangguan yang terjadi.

 Penentuan Input dan Output pada Rangkaian Kontrol.


Jumlah input dan output dari rancangan kontrol harus disesuaikan dengan jumlah
terminal yang tersedia pada PLC. Jumlah terminal input dan output dari tiap-tiap PLC
adalah berbeda. Untuk mempermudah dalam pembuatan program yaitu dalam
bentuk ladder diagram maka harus ditentukan terlebih dahulu peralatan yang
tergolong input dan output. Peralatan input yang digunakan dapat berupa sensor-
sensor, selector switch, limit switch, push-botton dan lain sebagainya. Sedangkan
untuk peralatan output dapat berupa alarm, lampu, motor dan lainnya. Peralatan
input output harus diberi kode atau nomer pengenali yang sesuai dengan fungsinya
masing-masing, hal ini untuk lebih memudahkan dalam mencari letak kesalahan bila
terjadi gangguan pada rangkaian kontrolnya.

 Penulisan Rangkaian Kontrol ke Dalam Diagram Tangga atau Dikodekan ke


Mnemonik.

Relay Ladder Diagram.


PLC tidak dapat digunakan bila tidak dimasukkan instruksi-instruksi atau
program yang telah dibuat oleh seorang “ Programmer “. Jika akan dimasukkan
program harus menggunakan bahasa perantara. Dengan bahasa perantara ini
seorang “ Programmer “ dapat berkomunikasi secara langsung dengan PLC serta
dapat mengantar cara kerja PLC sesuai dengan yang diinginkannya. Seperti
halnya “ Personal Computer “, PLC mempunyai standart bahasa pemrogramman
yang disebut “ Relay Ladder Diagram Program Logic “. Relay Ladder Diagram
Program Logic terdiri dari blok rangkaian yang disebut dengan “ Ladder Diagram “
dan kode - kode mnemonik.

36
Sehingga dalam pemrogramman PLC dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
 Langsung memasukkan “ Ladder Program “ ke dalam PLC.
 Merubah terlebih dahulu ke dalam kode mnemonik kemudian
memasukkannya ke dalm PLC .

Gambar 4.15 [ a ] arah aliran sinyal yang salah


[ b] arah aliran sinyal yang benar

Gambar 4.16 Sistem pemasangan koil atau relay output

00/00
00/01
00/02
.
.
0149
0150

Gambar 4.17 Urutan Pembacaan Program

Berikut ini beberapa hal yang perlu diingat pada saat membuat program PLC,
yaitu :
1. Buat rangkaian kontrol (kalau dapat) dengan memakai kontak seminimum
mungkin.
2. Arah aliran sinyal adalah dari kiri ke kanan atau dari bus bar ke output seperti
gambar berikut :

37
0001 0002

0501

0003

0004 0005

0502

Gambar 4.18 Arah aliran sinyal

Menurut sinyal setiap kontak adalah seolah olah merupakan suatu dioda
sehingga pada gambar 4.18 ada sedikit kekeliruan pada pemasangan kontak
nomor 0003 jika yang diharapkan dapat mengerjakan koil 0501 dan 0502 dengan
menggunakan kontak nomor 0003. Dengan sedikit merubah diagram tangga dari
gambar 4.18 tersebut maka diagram tangga menjadi benar, seperti terlihat pada
gambar 4.19 dibawah ini.

0001 0002
0501

0003

0004 0005
0501

0003

Gambar 4.19 Arah aliran sinyal yang benar

Pemasangan koil atau relay output tidak dipasang langsung pada bus bar sebelah
sebelah kiri seperti pada gambar 4.20.

0002
0501
0501

a. Salah
b. Benar

Gambar 4.20. Pemasangan koil

38
Bus bar sebelah kanan boleh tidak digambar

0500 0500

0501 0501

Gambar 4.21 Bus bar kanan tidak digambar

Semua output relay dilengkapi dengan kontak bantu NO dan NC

Kontak kontak NO maupun NC dapat dihubungkan seri maupun pararel dengan


jumlah yang tak terbatas.
Setelah output relay atau koil tidak boleh ada kontak.

a. Salah
0001 0002 0003 0004

0502

0500

b. Benar

0001 0002 0003 0004

0502

0500

Gambar 4.22 Sisipan kontak

39
Pengkodean atau penomoran kontak harus sesuai dengan mesinnya.
Penggunaan kontak bantu dari relay output ayau koil, timer, counter, dapat
digunakan tak terbatas.
Relay output atau koil, timer, dan counter hanya bisa digunakan satu kali saja. Relay
output, timer, dan counter dapat dihubungkan pararel.

0001 0001

0501

TIM 00
# 30

CNT 00
# 50

Gambar 4.23. Hubungan output parallel

Program dieksekusi mulai dari alamat terkecil sampai alamat terbesar atau
sampai menemui perintah END dan kembali lagi ke alamat terkecil dan kemudian
menjalankan program lagi, demikian selanjutnya.

0000 LD 0001
0001 OR 0002
.... .... ....
.... .... ....
0146 END (01) -

40
Daftar Pustaka

1. Ogata K, ” Modern Control Engineering”, 4th edition, Prentice Hall, Englewood


Clift, NJ, 1997.
2. Thomas E.Marlin : “Process Control,Designing Process and Control System,
for Dynamics performance”,Mc graw Hill,2000.
3. Hassul M, Shahian B, “Control Systems Using Matlab”, Prentice Hall, 1997.
4. Jurusan Teknik Fisika, “Modul Pelatihan PLC”, 2005.
5. B. Wayne Bequette : “Process Dynamics, Modelling, Analysis and Simulation”,
Prentice Hall Inc. , 1998.

41

Anda mungkin juga menyukai