Anda di halaman 1dari 19

Mata kuliah Dosen Pembimbing

Instrumentasi & pengendalian proses Dr. Bahruddin. MT

SISTEM PENGENDALIAN KOMBINASI

Oleh Kelompok 5:

Agustina Silitonga (1307035841)


Dian Novita (1307035742)
Nurliza has (1307023102)
Rudini (1307036102)

Program Studi Teknik kimia D3


Fakultas Teknik Universitas Riau
Pekanbaru
2015
BAB 5
SISTEM PENGENDALI KOMBINASI

5.1 Pendahuluan
Pengontrolan dapat diartikan sebagai pengaturan atau pengendalian.
Pengontrolan dalam proses produksi didefinisikan sebagai upaya pengaturan untuk
mempertahankan nilai atau output yang diinginkan tetap terjaga dari pengaruh
perubahan atau deviasi yang ditimbulkan oleh proses itu sendiri. Integrasi komponen
kontrol dan measurement, berfungsi untuk mendapatkan system control yang tepat.
Dalam melakukan tuning controller ada beberapa metode yang secara umum dapat
dibagi dua, yaitu: open loop dan closed loop tuning. Pada cascade control, bagian
sekunder di tuning terlebih dahulu diikuti bagian primer (Frans Gunterus, 1994).
Sistem pengaturan merupakan permasalahan penting dalam pengendalian proses
untuk mencapai minimum error dan waktu. konfigurasi sistem  pengaturan untuk
pengendalian proses dapat menggunakan sistem kontrol cascade, feedforward, split
range dan ratio. Kelemahan dan kemampuan tiap sistem tersebut dapat mempengaruhi
hasil akhir controlled variable dan besarnya error proses. !unculnya  permasalahan
tersebut, salah satunya disebabkan oleh gangguan proses dan nilai  parameter kontroler
yang berpengaruh terhadap hasil respon yangdiharapkan.Pengendalian dalam sebuah
sistem pada dasarnya berarti menjaga agar sistem beroperasi dalam batas prestasi
tertentu. Sebuah sistem yang berada dalam kendali akan beroperasi dalam batas
toleransi yang telah ditentukan (Frans Gunterus, 1994).
Keluaran dari sebuah sistem kadang-kadang tidak sesuai dengan keluaran yang
semestinya (standar), hal ini membutuhkan pengendalian melalui sistem umpan  balik
untuk mencari gangguan"gangguan yang menghambat, sehingga terjadi hal seperti
itu.agar sistem umpan balik itu dapat berjalan baik maka sistem harus memiliki standar
keterukuran keluaran, sensor yang dapat menangkap kondisi setiap keluaran, alat yang
dapat membandingkan keluaran yang terjadi dengan keluaran standar, serta alat
yang bergerak mengoreksi masukan (Frans Gunterus, 1994).

5.2 Sistem Pengendalian Kombinasi


Pengendalian proses (processing controls) ialah pengendalian intern untuk
mendeteksi jangan sampai data khususnya data yang sesungguhnya sudah di valid
menjadi error karena adanya kesalahan proses. Tujuan pengendalian pengolahan adalah
untuk mencegah agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan selama proses  pengolahan data.
Sistem kendali proses (process control sistem) merupakan sistem kendali yang umum
digunakan pada industri, seperti untuk mengendalikan temperatur, tekanan, aliran,
tinggi muka cairan dan lain-lain. Sistem pengendali diterapkan untuk memenuhi tiga
kelompok kebutuhan, yaitu:
1. menekan pengaruh gangguan eksternal
2. memastikan kestabilan suatu proses kimiawi
3. optimasi kinerja suatu proses kimiawi
Variabel-variabel yang terlibat dalam proses operasi pabrik adalah F (laju alir),
T (temperatur), P (tekanan) dan C (konsentrasi). Variabel-variabel tersebut dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu variabel input dan variabel output. Variabel
input adalah variabel yang menandai efek lingkungan pada proses kimia yang dituju.
Variabel ini juga diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu:
1. adjustable variable, jika harga variabel tersebut dapat diatur dengan bebas oleh
operator atau mekanisme pengendalian
2. disturbance variable, jika harga tidak dapat diatur oleh operator atau sistem
pengendali, tetapi merupakan gangguan.
Variabel output adalah variabel yang menandakan efek proses kimia terhadap
lingkungan yang diklasifikasikan dalam dua kelompok:
1. measured output variables, jika variabel dapat diketahui dengan pengukuran
langsung.
2. unmeasured output variables, jika variabel tidak dapat diketahui dengan
pengukuran langsung.
Dalam mengendalikan suatu proses, operator harus melakukan empat langkah
pengendalian yaitu mengukur, membandingkan, menghitung dan mengoreksi. misalnya
pada pengendalian level pada suatu tangki, operator harus mengamati ketinggian level,
artinya operator sedang melakukan langkah mengukur process variable . Dalam hal ini
yang berperan sebagai process variable adalah tinggi level  pada tangki. Selanjutnya,
operator akan melakukan langkah membandingkan, apakah hasil pengukuran tadi sesuai
dengan apa yang dikehendakinya. Besar process variable yang dikehendaki disebut set
point (SP). Apabila terjadi selisih antara process variable dan set point , maka selisih
tersebut disebut error. (Frans Gunterus, 1994)
Apabila set point lebih besar daripada process variable, maka error memiliki
harga positif dan sebaliknya. Kemudian setelah dilakukan langkah membandingkan,
operator akan menghitung dan memperkirakan berapa bukaan valve yang seharusnya.
Selanjutnya operator melakukan langkah mengoreksi dengan mengubah bukaan valve
sesuai hasil perhitungan. Keempat langkah pengendalian tersebut apabila dilakukan oleh
instrumentasi pengendalian proses disebut sistem pengendalian otomatis. Dalam hal ini,
operator hanya akan menentukan set point saja. (Frans Gunterus, 1994)

5.3 Konfigurasi Sistem Pengendalian Kombinasi


5.3.1 Sistem Kontrol Cascade
Kontrol cascade adalah salah satu struktur kontrol kompleks yang populer di
pengendalian proses di industri. Sistem ini diimplementasikan untuk mengatasi
permasalahan gangguan terhadap variabel proses dari sistem yang terkendali. Cascade
mempunyai fungsi yaitu untuk meredam gangguan yang sulit mencapai kestabilan
akibat gangguan pada process, misalnya sebelum menimbulkan temperature yang
berubah-ubah.
Tujuan Cascade control mempunyai tujuan antara lain :
 Mengeliminasi pengaruh dari gangguan-gangguan.
 Memperbaiki kinerja dinamik dari loop kontrol
Konfigurasi cascade mempunyai dua buah loop, yaitu loop primer dan loop
sekunder. Dalam control ini ada satu variabel yang dimanipulasi dengan dua buah
variabel yang diukur. Dalam kilang, konfigurasi ini lebih dikenal dengan system master
slave. Untuk contoh adalah kontrol laju aliran yang sering menjadi kontroler sekunder
bagi kontroler lainnya. Loop primerrya seperti temperature, level, ataupun pressure.
Penerapan di kilang adalah bagian boiler, kolom destilasi, Heat exchanger dan masih
bnyak lagi. Di bawah ini contoh gambar untuk loop cascade.
Gambar 1. Struktur Cascade Loop Control
Cascade control pada prinsipnya adalah 2 buah control loop yang disusun secara
serial. Output controller  yang pertama (primary/master) diumpankan pada set point
controller kedua (secondary/slave).
Sistem Kontrol cascade terdiri integrasi satuan kendali loop
1. loop Utama: Memonitor variabel kendali dan penyimpangan penggunaan dari
setpointnya untuk menyediakan suatu keluaran kepada loop yang
sekunder.
2. loop Sekunder: menerima setpoint nya dari loop yang utama dan mengendalikan
variabel acuan itu

Gambar 2. Diagram cascade control


 Gambar 2.  memberikan contoh dari cascade control pada aplikasi sebuah heat
exchanger. Perubahan pada laju alir steam akan mengubah laju perpindahan panas (heat
transfer) pada exchanger . Pada aplikasi ini terdapat 3 komponen penting yang
mempengaruhi loop:
1. fast process, yaitu steam flow
2. slow process, yaitu heat transfer
3. disturbance, yaitu steam pressure Heat transfer adalah slow process. Karena itu
dibutuhkan teknik dan skill tersendiri untuk melakukan tu
4. ning temperature controller. Dengan menggunakan cascade controller, outlet
temperature akan lebih stabil dan disturbance dapat dihilangkan.

System Kerja Cascade Control


Pengendali pada loop dalam disebut sebagai pengendali sekunder sedangkan
yang loop luar disebut pengendali primer dari variabel proses yang dikendalikan.

Gambar 3. Diagram blok pengendali cascade


Pengendali primer pada gambar di atas diwakili blok C1(s) sedangkan
pengendali sekunder diwakili oleh blok C2(s). Proses-proses yang dikendalikan oleh tiap
pengendali adalah G1(s) sebagai loop primer dan G2(s) sebagai loop sekunder. Dan
gangguan bisa muncul di titik d1 atau d2. Logika dibalik konfigurasi ini adalah dinamika
proses yang cepat pada loop dalam akan memberikan pelemahan yang cepat terhadap
gangguan di titik d2 dan meminimalkan efek gangguan itu sebelum mempengaruhi
keluaran loop primer.
Logika tersebut menjadi landasan untuk desain pengendali sekunder harus
sebagai regulator dengan dinamika proses secepat mungkin untuk mengeliminasi
gangguan d2. Selain itu kemampuan tracking juga diperlukan untuk pengendali
sekunder. Gangguan di titik d1 yang tidak terukur oleh loop sekunder akan terukur dan
harus dieliminasi oleh loop primer. Untuk itu diperlukan variabel set point yang akan
ditindaklanjuti oleh pengendali sekunder. Oleh karena itu fungsi servo dan regulator
diperlukan pada sistem ini, khususnya pada loop sekunder.
Aplikasi Dari Cascade Control:
Banyak sekali aplikasi cascade control, biasanya terdapat di :
1. Pengaturan bahan bakar (fuel oil) pada furnance.
2. Pengontrol laju alir air panas dan dingin pada Heat Exchanger. Jika panas
berlebihan atau suhu keluaran fluida panas terlalu rendah, maka cascade control
yang akan mencegahnya.
Manfaat dari cascade control:
1. Sangat efektive perhitungannya untuk gangguan dari luar.
2. Mengurangi waktu mati atau off dalam variable respon
3. Dapat diubah menjadi sistem kontrol lainnya seperti Feed-Back and Feed-
ForwardControl Architectures
4. Secara umum cascade control dipakai apabila variabel kontrol primer bereaksi
lambat terhadap perubahan disturbance.
Kekurangan dari cascade control :
1. Secara fisik buatan kontrol loop dan computational arsitektur lebih rumit
2. Sensor dan pengontrol tambahannya mahal
Keuntungan pemakaian control
1. Mengkondisikan agar secondary controller bereaksi lebih cepatmengatasi
disturbance
2. Mengkondisikan agar secondary controller dapat mengatasikondisi non linear
pada valve
3. Memungkinkan agar operator dapat melakukan intervensi langsung pada
secondary controller (misalkan pada saat start – up)

5.3.2 Split Range Control


Pengendali split range mempunyai satu pengukuran dan beberapa variabel
manipulated. Ketika hanya ada satu output terkendali atau hanya ada satu isyarat
terkendali, maka isyarat tersebut harus dipecah menjadi beberapa bagian, yang masing-
masing berpengaruh pada satu variabel manipulated. Dengan kata lain kita, dapat
mengendalikan satu variabel proses (ouput) dengan mengkoordinasikan aksi beberapa
variabel manipulated,semuanya mempunyai pengaruh yang sama pada keluaran
terkendali. Sistem ini tidak banyak digunakan dalam proses kimia, tetapi dapat
meningkatkan keselamatan dan optimalitas operasional.Pengendali jenis ini
menghasilkan banyak sinyal kendali. Masing-masing sinyal kendali mengatur
manipulated variabel (MV) yang berbeda.
Sebagai contoh, pengendalian laju alir medium pemanas dan pendingin untuk
reaktor eksotermik. Reaktor ini pada saat awal reaksi memerlukan pemanasan. Setelah
reaksi berlangsung beberapa saat, sejumlah panas dikeluarkan hingga perlu
pendinginan. Sebuah katup kendali digunakan untuk mengatur laju alir pendingin,
sedang katup yang lain mengatur laju alir pemanas. Pada saat keluaran pengendali 50%,
kedua katup kendali dalam keadaan setengah terbuka (untuk katup yang bekerja
bersamaan) atau tertutup penuh (untuk katup yang bekerja bergantian). Jika sinyal
kendali lebih 50%, katup kendali CV-1 lebih membuka, dan CV-2 lebih menutup
(gambar 4b) atau tertutup penuh (gambar 4c). Jika sinyal kendali kurang dari 50%,
katup kendali CV-1 lebih menutup (gambar 4b) atau tertutup penuh (gambar 4c) dan
CV-2 lebih membuka (gambar 4b)

(a) Konfigurasi Split Range

100% 100%
CV-2
CV-1

CV-2
CV-1

(b) 0%
Katup Kendali Bekerja Bersama (c)
0% Katup Kendali Bekerja Bergantian
0% 50% 100% 0% 50% 100%
Gambar 4. Satu Sinyal Pengukuran Menghasilkan Dua Sinyal Kendali

Tidak seperti cascade control, konfigurasi split-range control memiliki hanya


satu pengukuran dan lebih dari satu manipulated variable. Pengendalian terhadap satu
process variable dilakukan dengan mengkoordinasikan beberapa manipulated variables
yang semuanya memiliki efek yang sama terhadap process variable. Gambar 5 di bawah
mengilustrasikan aplikasi split-range control diindustry proses. Konfigurasi ini dapat
memberikan keamanan tambahan dan optimalitas operasional jika diperlukan.

Gambar 5. Aplikasi Split Range Control dalam Industri Proses


Misalkan, suatu feed akan dipanaskan di dalam suatu furnace dengan menggunakan
bahan bakar (fuel). Temperatur feed di outlet bejana dipertahankan tetap pada suhu
tertentu. Bahan bakar yang tersedia ada dua jenis yaitu, fuel oil sebagai bahan bakar
utama dan fuel gas digunakan sebagai balance. Kontroler temperatur split-range akan
menjaga temperatur outlet dengan memanipulasi bukaan valve pada kedua bahan bakar.
Dengan konfigurasi ini dapat diatur aksi kontrol sebagai berikut :
 Sebagaimana output controler TIC meningkat dari 0 – 50 %, maka control
valve V1(untuk fuel oil) akan membuka secara kontinu hingga bukaan penuh,
sedangkan control valve V2 (untuk fuel gas) tetap tertutup.
 Apabila output kontroler TIC masih naik, dari 50 – 100%, maka control valve
V2 akan membuka secara kontinu sampai bukaan penuh, sedangkan valve V1
masih tetap terbuka penuh. Dengan demikian fuel gas digunakan sebagai
balance apabila fuel oil masih tidak cukup untuk menaikkan temperatur output.
Tabel 1. Cara kerja kontroler Split Range Control
Split range control merupakan konfigurasi kontrol dimana output suatu
controller digunakan untuk menggerakan lebih dari satu actuator (control valve), dengan
rentang kerja satu actuator dengan actuator lainnya umumnya berbeda.  Kegunaan split
range control adalah untuk memperbesar rentang control (valve/actuator). Untuk lebih
memahami konfigurasi split range control ini, perhatikan gambar berikut ini.

Gambar 6. Skema Konfigurasi Split Range Control


Ini merupakan suatu KO drum.  Dalam sistem ini, pada kondisi normal yang
beroperasi adalah control valve yang kearah compressor, sedangkan control valve ke
flare akan bekerja jika ada kelebihan pressure.  Untuk maksud ini, digunakan split range
control seperti pada gambar tersebut, dimana pada kondisi output controller 0 – 50% 
(bergantung kebutuhan, bisa juga 0 – 75% atau lainnya) akan menggerakan control
valve compressor 0 – 100%, sedangkan output controller 50 – 100% akan menggerakan
control valve flare 0 – 100% (control valve compressor tetap pada posisi 100%), begitu
pula dengan arah sebaliknya.
Pada sistem ini, control valve flare diharapkan bereaksi cepat untuk membuang
kelebihan pressure, sebaliknya  control valve compressor diset agar bereaksi lamban
untuk menjaga kestabilan operasi compressor. Dari prespektif control, hal ini tidak
mungkin dilakukan. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka konfigurasi split range
control ini diganti dengan konfigurasi yang menggunakan 2 buah controller, seperti
pada gambar berikut.

 
Gambar 7. Skema Konfigurasi Split Range Control
Kedua controller menggunakan pressure transmitter yang sama. Dengan
konfigurasi ini,  masing-masing controller dapat di-tunned untuk response yang
berbeda, dalam hal ini controller compressor di-tunned untuk response lambat
sedangkan controller flrare untuk response cepat. Kebutuhan split-range dapat dilakukan
dengan memberi setpoint yang berbeda untuk kedua controller (setpoint controller flare
jauh lebih tinggi dari compressor). Contoh konfigurasi split range control lainnya adalah
seperti pada gambar berikut.
 
Gambar 8. Heat Exchanger
Ini adalah sebuah Heat Exchanger, dengan controller (TC) dikonfigurasi dalam 2
mode, yaitu Split Range dan Oposite (merupakan bentuk khusus dari splite range).
Dalam konfigurasi Splite Range, outpout TC  0 – 50% akan membuka control valve
CV1 (0 – 100% ) sedangkan output 50 – 100%  akan menutup control valve CV2 (100 –
0%),  demikian pula sebaliknya. Sedangkan dalam konfigurasi Oposite, output TC 0 –
100% akan membuka CV1 (0 – 100%) dan sekaligus menutup CV2 (100 – 0%),
demikian pula sebaliknya.
5.3.3 Ratio control
Pengendalian rasio (ratio control) adalah suatu strategi pengendalian dimana
satu variabel dimanipulasi untuk menjaga agar variabel tersebut proporsional terhadap
variabel yang lain
Ratio control juga merupakan suatu tipe khusus dari feedforward control dengan
dua disturbances (loads) diukur dan dijaga pada perbandingan yang konstan satu sama
lain. Biasanya konfigurasi kontrol ini digunakan untuk mengendalikan perbandinga laju
aliran dari dua aliran (streams).
Sebagai contoh, perbandingan laju alir dua reaktan yang masuk ke dalam reaktor,
perbandingan laju refluks dan distilat dalam kolom distilasi, pencampuran dua cairan,
perbandingan bahan baker dan udara, dll.
Gambar 9. Aplikasi Ratio Control dalam Industri Proses
Kedua laju aliran tersebut diukur dan melalui divider perbandingan keduanyadihitung.
Hasil perbandingan ini kemudian dibandingkan dengan perbandinganyang diinginkan
(desired ratio sebagai setpoint), dan error antara perbandinganyang terukur dengan
setpoint menghasilkan sinyal aktuasi sebagai kontroler ratio.
5.3.4 Feedforward Control
Sistem umpan maju adalah sistem yang memberikan tanggapan terhadap
perubahan lingkungan. Sistem umpan maju menanggapi gangguan dengan cara
mengukur gangguan secara langsung pada variabel input.Syarat yang diperlukan untuk
menerapkan skema kontrol umpan maju, antara lain gangguan tersebut harus dapat
diukur. Pengaruh gangguan ke output dari sistem harus diketahui waktu yang
diperlukan gangguan untuk mempengaruhi output harus lebih lama dari waktu yang
diperlukan kontroler umpan maju untuk mempengaruhi output. Prinsip kerja dari
feedforward control adalah pengendalian dan pengukuran dilakukan pada proses atau
gangguan yang terjadi agar dapat dihasilkan keluaran  berupa umpan balik yang positif.
Sistem pengendalian umpan maju mendorong proses suatu sistem supaya menghasilkan
hasil balik yang  positif. Supaya dapat dihasilkan keluaran umpan balik yang positif
maka pengendalian tidak boleh diukur pada keluarannya tetapi diukur dan dikendalikan
proses atau gangguan. Tidak seperti konfigurasi feedback, kontrol feedforward tidak
menunggu efek disturbances dirasakan oleh proses,sebaliknya akan beraksi sebelum
disturbances mempengaruhi sistem untuk mengantisipasi efek yang akan disebabkan
olehnya. feed inlet, maka akan menggerakkan controller untuk mengatur  fuel
oil sehingga aliran feed akan sebanding dengan aliran fuel oil (menciptakan energy
balance). Dengan demikian efek yang disebabkan oleh perubahan feed tidak dirasakan
pada output proses (temperatur outlet).

Sama dengan pada cascade control, konfigurasi feedforwad control dibuat untuk
mengatasi adanya gangguan (disturebance).  Perbedaan antara keduanya terletak pada
dari sisi mana gangguan tersebut terjadi.  Pada cascade control, penambahan control
kedua (slave/inner control) bertujuan untuk mengatasi gangguan (disturbance) yang
terjadi pada manipulated variable,  sedangkan    feedforward control digunakan untuk
mengatasi gangguan pada beban (load).  Untuk menjelaskan hal ini, perhatikan kembali
feedback control pada gambar berikut.

G
ambar 10. Feedback Control

Sebelum membahas lebih jauh tentang feedforrward control, marilah terlebih


dahulu kita melihat apa yang menjadi manipulated variabel dan apa yang menjadi beban
dalam sistem ini, sehingga kita tidak salah pilih konfigurasi control yang digunakan,
apakah cascade atau feedforward.  Manipulated variable adalah variable yang
dimanipulasi (diubah-ubah besarnya) oleh controller dalam rangka menjaga agar control
variable tetap berada pada setpointnya.  Untuk menentukan manipulated variable tidak
sulit, kita tinggal melihat dimana letak control valve berarti disitulah manipulated
variablenya, seperti dalam sistem diatas, yang menjadi manipulated variable adalah flow
(aliran) steam.

Gangguan pada aliran steam bisa berupa perubahan tekanan/pressure steam (seperti
yang diasumsikan pada tulisan mengenai cascade control yang lalu) atau bisa juga
perubahan pada temperature steam.  Jika gangguan pada temperature steam, maka yang
menjadi slave adalah temperarure control bukan pressure control seperti pembahasan
yang lalu. 

Variable yang berikut adalah beban (load),  variable beban menentukan besarnya
energi/power yang dibutuhkan oleh suatu sistem, pada sistem diatas yang menjadi beban
adalah aliran air dingin yang masuk ke tanki. Semakin besar aliran air dingin yang
masuk ke tanki, semakin banyak energi panas yang dibutuhkan untuk memanaskan air,
begitu pula sebaliknya. Setelah mengetahui perbedaan antara manipulated variabel dan
beban, sekarang mari kita bahas seperti apa konfigurasi feedforward control
itu. Perubahan W pada feedback control diatas akan menyebabkan variable yang
dikontrol (controlled variable) yaitu temperature air dalam tanki To juga berubah,
Karena sistem ini mempunyai time delay yang cukup besar, maka
perubahan To tersebut tidak langsung terukur oleh elemen sensing feedback loop
sehingga aksi koreksi yang dilakukan oleh feedback control juga mengalami penundaan.
Sementara itu akibat dari gangguan ini terus masuk ke sistem, sehingga To selalu
menyimpang dari setpointnya. Untuk memperbaiki sistem ini, konfigurasi control baru,
yang disebut feedforward control digunakan, seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 11. Feedforward control

Pada konfigurasi kontrol ini, fluktuasi pada kecepatan alir air W diukur oleh sensor
flow, kemudian diberikan ke flow controller (FC).  Output FC akan dijumlahkan dengan
output feedback control TC untuk kemudian dikirim ke control valve (CV).  Dengan
konfigurasi ini, perubahan yang terjadi pada kecepatan alir W akan langsung
memanipulasi bukaan control valve steam/uap CV sehingga To tidak sampai berubah.
Konfigurasi kontrol pada gambar diatas, dapat digambarkan dalam bentuk blok diagram
berikut.

Gambar 12. Blok diagram konfigurasi feedforward control

Dari Diagram blok ini terlihat adanya informasi mengenai beban/load yang
diumpan maju (feedforward) kedalam proses melalui controller (Flow controller), itu
sebabnya mengapa konfigurasi ini disebut sebagai feedforward control. Penggunaan
feed forward control tidak berdiri sendiri, tetapi digunakan bersama-sama dengan
feedback control seperti contoh diatas. Jika kita perhatikan konfigurasi cascade control
pada pembahasan yang lalu dengan konfigurasi feedforward control pada gambar diatas,
ada perbedaannya, dimana pada cascade control output master control (TC) akan
menjadi setpoint untuk slave control (PC), kemudian output slave control yang akan
menggerakan control valve (CV). Sedangkan pada feedforward control, output
feedforward control (FC) dijumlahkan dengan outputTC, kemudian hasil
penjumlahannya akan digunakan untuk menggerakan control valve (CV). Umumnya,
Feedforward control berisi algoritma lag/lead + deadtime, bukan PID seperti pada
feedback control maupun cascade control.

Kelebihan feedforward control diantaranya mencegah kesalahan yang dapat terjadi


dan gangguan tidak berpengaruh  pada proses sama sekali.Konstruksinya sederhana dan
perawatannya mudah. Lebih murah tidak ada persoalan kestabilan. Cocok untuk
keluaran yang sukar diukur atau tidak ekonomis, Gangguan dapat dikoreksi sebelum
menyebabkan upset.

Kelemahan feedforward control diantaranya perlu kalibrasi ulang dari waktu ke


waktu arus dan tidak ada tindakan mengkoreksi jika gangguan tidak dapat diukur.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/227561602/Makalah-Pengendalian-Proses
https://asro.wordpress.com/category/process-control/
http://instrumentcontrolling.blogspot.com/2012/06/pengukuran-tinggi-permukaan
http://muklis-chemicalengineer.blogspot.com/2011/01/introduction-to-process control
http://ipunk-ip.blogspot.com/
http://lahanriza.blogspot.com/2011/08/konfigurasi-kontrol.html
http://asro.wordpress.com/2008/06/19/process-control-2-cascade-control/
htttp://pertamina.com/ DASAR INST & PROSES KONTROL _BPST XVII_.pdf

Anda mungkin juga menyukai