Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pabrik kimia merupakan susunan atau rangkaian berbagai unit pengolahan yang
terintegrasi satu sama lain secara sistematik dan rasional. Tujuan pengoperasian
pabrik kimia secara keseluruhan adalah mengubah (mengkonversi) bahan baku
menjadi produk yang lebih bernilai guna. Dalam pengoperasiannya pabrik akan selalu
mengalami gangguan (disturbance) dari lingkungan eksternal. Penggunaan
pengendalian proses baik untuk unit process maupun unit operation tidak dapat
dihindari karena untuk kerja keduanya baik secara kualitatif maupun kuantitatif
sangat dipengaruhi oleh pengendalian proses. Analisis sistem pengendalian proses
adalah studi perilaku sistem-sistem dinamis.
Pengontrolan dapat diartikan sebagai pengaturan atau pengendalian.
Pengontrolan dalam proses produksi didefinisikan sebagai upaya pengaturan untuk
mempertahankan nilai atau output yang diinginkan tetap terjaga dari pengaruh
perubahan atau deviasi yang ditimbulkan oleh proses tersebut. Integrasi komponen
kontrol dan measurement, berfungsi untuk mendapatkan sistem kontrol yang tepat.
Dalam melakukan tuning controller ada beberapa metode yang secara umum dapat
dibagi dua, yaitu: open loop dan closed looptuning. Pada cascade control, bagian
sekunder di tuning terlebih dahulu diikuti bagian primer.
Perubahan kecil pada control dan pengukuran, akan membawa dampak yang
besar pada proses produksi. Pengontrolan secara elektrik dan pneumatik atau
kombinasinya lebih banyak ditemukan dalam industri maupun aplikasi teknis lainnya.
Hal ini disebabkan beberapa kelebihan yang diberikannya, yaitu pemakaian daya
yang lebih kecil, kemampuan untuk pengontrolan jarak jauh, lebih mudah diperoleh
dan responnya lebih cepat.
Sistem pengendalian proses merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
menjamin tingkat keberhasilan proses. Dengan unit pengendali yang kuat maka
proses dapat dijalankan pada kondisi optimalnya dengan cara merejeksi/menolak
segala macam gangguan seperti fluktuasi laju aliran umpan, suhu, aliran pendingin,
ataupun gangguan lain yang tidak terprediksi.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Memahami sistem kerja pengendalian proses.
2. Mengoperasikan sistem pengendalian proses dengan menggunakan metode-
metode yang telah dikenal dalam literatur.
3. Menganalisis pengaruh perubahan parameter-parameter pengendali dan
berbagai gangguan (disturbance) terhadap kinerja sistem kendali.
4. Bekerja secara tim dan professional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengendalian Proses


Pengendalian proses adalah suatu kegiatan untuk menjaga kondisi dari suatu
sistem dengan cara mengatur variabel manipulasi dalam suatu sistem tersebut.
Hakikat utama sistem pengendalian adalah menjaga atau mengendalikan process
variable agar selalu sama dengan set point. Walaupun keadaan steady itu tidak pernah
tercapai sepenuhnya, tetap diupayakan agar process variable dapat sedekat mungkin
dengan set point pada keadaan load. Langkah utama yang dilakukan setelah
merencanakan semua instrumentasi pengendalian adalah menyetel sistem agar
process variable dapat mengikuti set point. Sistem harus disetel (tuning) agar tidak
berisolasi pada semua kondisi operasi (Anerasari, 2011)
Alat-alat pengendalian proses yang dipasang di Pabrik maupun Industri
memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Menjaga keamanan dan keselamatan kerja
Keamanan dalam operasi suatu pabrik kimia merupakan kebutuhan primer
untuk orang-orang yang bekerja di pabrik dan untuk kelangsungan perusahaan. Untuk
menjaga terjaminnya keamanan, berbagai kondisi operasi pabrik seperti tekanan
operasi, temperatur, konsentrasi bahan kimia, dan lain sebagainya harus dijaga tetap
pada batas-batas tertentu yang diizinkan (Endang dkk, 1996).
2. Memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan
Pabrik harus menghasilkan produk dengan jumlah tertentu (sesuai kapasitas
desain) dan dengan kualitas tertentu sesuai spesifikasi. Untuk itu dibutuhkan suatu
sistem pengendali untuk menjaga tingkat produksi dan kualitas produk yang
diinginkan (Endang dkk, 1996).
3. Menjaga peralatan proses dapat berfungsi sesuai yang diinginkan dalam desain
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam operasi proses produksi memiliki
kendala-kendala operasional tertentu yang harus dipenuhi. Pada pompa harus
dipertahankan NPSH, pada kolom distilasi harus dijaga agar tidak flooding,
temperatur dan tekanan pada reaktor harus dijaga agar tetep beroperasi aman dan
konversi menjadi produk optimal, isi tangki tidak boleh luber ataupun kering, serta
masih banyak kendalakendala lain yang harus diperhatikan (Endang dkk, 1996).
4. Menjaga agar operasi pabrik tetap ekonomis
Operasi pabrik bertujuan menghasilkan produk dari bahan baku yang memberi
keuntungan yang maksimum, sehingga pabrik harus dijalankan pada kondisi yang
menyebabkan biaya operasi menjadi minimum dan laba yang diperoleh menjadi
maksimum (Endang dkk, 1996).
5. Memenuhi persyaratan lingkungan
Operasi pabrik harus memenuhi berbagai peraturan lingkungan yang
memberikan syarat-syarat tertentu bagi berbagai buangan pabrik kimia. Untuk
memenuhi persyaratan diatas diperlukan pengawasan (monitoring) yang terus
menerus terhadap operasi pabrik kimia dan intervensi dari luar (external intervention)
untuk mencapai tujuan operasi. Hal ini dapat terlaksana melalui suatu rangkaian
peralatan (alat ukur, kerangan, pengendali, dan komputer) dan intervensi manusia
(plant managers, plants operators) yang secara bersama membentuk control system.
Dalam pengoerasian pabrik diperlukan berbagai prasyarat dan kondisi operasi
tertentu, sehingga diperlukan usaha-usaha pemantauan terhadap kondisi operasi
pabrik dan pengendalian proses supaya kondisi operasinya stabil (Endang dkk, 1996).

2.2 Elemen Sistem Pengendalian


Dalam suatu sistem kontrol sekurang kurangnya terdapat lima macam elemen
utama yang membentuk sistem kontrol yaitu :
a. Sensor
Sensor adalah elemen yang pertama kali merasakan adanya variable proses dan
kemudian merubahnya ke dalam bentuk gerakan mekanik atau sinyal elektrik yang
sesuai dengan besarnya varibel yang dideteksinya.
b. Transmitter
Transmitter berfungsi untuk merubah nilai variabel proses yang dirasakan oleh
sensor menjadi bentuk signal standard dan ditransmisikan ke dalam instrumen
lainnya (controller, recorder) yang besarnya tergantung dari jenis transmitternya.
yaitu 4-20 mA atau 1-5 Vdc (untuk transmitter elektrik) atau 3-15 psi untuk
transmitter pneumatic (Ritonga, 2009).
c. Controller
Controller adalah elemen pengatur memanfaatkan signal error yang dihasilkan
untuk kemudian digunakan sebagai dasar untuk memberikan memberikan perintah
perbaikan yang akan dilakukan oleh elemen pengontrol akhir (Ritonga, 2009).
d. Final Control
Final control element adalah elemen akhir dari suatu sistem pengendalian yang
fungsinya mengkoreksi perbedaan antara process variable (PV) terhadap set variable
(SV) berupa gerakan naik-turun (buka-tutup) valve sesuai sinyal yang diterimanya
dari kontroler. Elemen kontrol akhir dapat berupa control valve, motor, pompa yang
menerima dan melaksanakan signal instruksi yang diberikan oleh controller untuk
mempertahankan nilai variabel proses pada nilai set point-nya. Kelima macam
elemen tersebut dapat dihubungkan satu sama lain baik secara hubungan terbuka
(open loop) maupun tertutup (closedloop). Istilah open loop dan closed loop akan
mempermudah dalam memahami sistem kontrol manual dan otomatis (Ritonga,
2009).

Gambar 2.1 Diagram Blok Sistem Proses


Suatu proses kimia secara umum ditunjukkan melalui gambar 1.1, memiliki
output (y), potensial disturbance atau gangguan (d) dan manipulated variable (m),
sehingga tujuan pengendalian proses dilakukan untuk menjaga nilai output (y) tetap
pada suatu nilai yang diinginkan (setpoint, ysp) (Stephanopoulus, 1984).
Gambar 1.1 menggambarkan langkah pengendalian proses. Aksi pengendali
dilakukan dengan mengendalikan ouput tersebut dengan cara mengukur,
membandingkan, mengevaluasi dan mengoreksi. Adapun langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut :
 Mengukur nilai output menggunakan perangkat pengukur yang sesuai. Nilai
yang ditunjukkan oleh sensor pengukur dinotasikan sebagai ym.
 Membandingkan nilai output hasil pengukuran (ym) dengan nilai output yang
diinginkan (setpoint, ysp). Hasil perbandingan berupa penyimpangan atau error.
ε = ysp – ym ……………………………………………………... (1.1)
 Nilai penyimpanan ε ditransmisikan ke pengendali utama (main controller).
 Pengendali utama kemudian mengubah nilai manipulated variabel (m) dengan
cara tertentu untuk memperkecil penyimpangan ε.
 Controller tidak mengubah nilai m secara langsung, tetapi melakukannya
melalui peralatan yang disebut elemen pengendali akhir (final control element).

2.3 Pemilihan Variabel yang Dimanipulasi


Dalam proses kimia, umumnya terdapat beberapa variabel input yang dapat
diatur dengan bebas. Untuk memilih variabel mana yang akan dimanipulasi, harus
dipertimbangkan efek dari tindakan yang diambil terhadap kualitas pengendalian.
Sebagai contoh pengendalian ketingguan cairan dalam reaktor, tangki, ataupun kolom
distilasi dapat dilakukan dengan mengatur laju alir masuk dan laju alir keluar cairan.

2.4 Control Loop


Apabila dilihat dari bentuknya, Control loop dibagi dalam dua kategori, yaitu:
open dan closed loop. Perbedaan utama antara kedua contol loop adalah adanya
proses koreksi (feedback) pada tipe closed loop, sedangkan pada open loop tidak
terdapat proses koreksi tersebut, sehingga tidak ada mekanisme yang
menghubungkan produk yang terjadi dengan input yang dikehendaki (Ritonga, 2009).
Sistem pengendalian loop tertutup atau sering juga disebut sebagai sistem
pengendalian umpan balik (feed back control) adalah merupakan sistem pengendalian
yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengendaliannya.
Pada sistem pengendalian loop tertutup ini terdapat signal kesalahan penggerak, yang
merupakan selisih antara signal masukan dan signal umpan balik (yang berupa signal
keluaran dari proses yang dikendalikan) yang diumpan balikkan ke arah masukan
untuk memperkecil kesalahan dan membuat harga keluaran akan mendekati dengan
harga yang diinginkan. Atau dengan kata lain, pada aksi umpan balik digunakan
untuk memperkecil kesalahan sistem dan sistem tersebut biasanya bekerja pada
automatic control. Berikut sistem pengendalian loop tertutup dapat dilihat pada
gambar 1.2 berikut ini (Ritonga, 2009).

Gambar 2.2 Sistem pengendalian loop tertutup

Metoda pengendalian tertutup (close loop control) antara lain adalah:


a. Feed Back Control System
Feedback control termasuk kategori single loop control. Feedback loop
mengirimkan hasil pengukuran ke controller untuk dibandingkan dengan nilai
setpoint. Jika proses variabel tidaksama dengan setpoint, controller akan bereaksi
untuk menyamakannya. Feedback control paling banyak dipakai di industri.
Keuntungan utamanya adalah dapat mengontrol semua proses secara langsung.
Kekurangannya adalah error harus terjadi sebelum dapat dikoreksi. (Coughanowr,
1991).

Gambar 2.3 Sistem pengendalian feedback pada tangki pemanas


Berikut adalah aplikasi feedback control:
 Pressure control loop
Pressure control loop bereaksi berdasarkan kecepatan. Kecepatan pengontrolan
ditentukan oleh volume dari proses fluida. Contohnya pada sebuah sistem
penyimpanan gas yang besar (gas storage facilities) pergerakan controller cenderung
lebih lambat dibandingkan dengan sistem yang bervolume kecil.

Gambar 2.4 Pressure control loop


 Level control loop
Perubahan kecepatan aliran liquida pada level control loop umumnya
disebabkan oleh ukuran dan bentuk proses vessel (tangki). Contoh misalnya tangki
yang besar akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk diisi dibandingkan
tangki kecil. Faktor lain adalah flow rate input dan outflow. Tank overflow menjadi
masalah yang harus dihindari sehingga digunakan redundant control system.

Gambar 2.5 Level control loop

b. Feed-forward (FF) Control


Feed forward (FF) control adalah metode umum untuk kompensasi disturbance
terukur. FF controller mengukur disturbance sebelum mempengaruhi proses, dan
melakukan manipulasi untuk menghilangkannya. Untuk itu dibutuhkan magnitude
dan timing yang tepat ketika aksi koreksi terjadi. Proses akan memburuk jika
manipulated variable yang dikoreksi terlalu cepat atau sebaliknya (Coughanowr,
1991). Pada aplikasi yang sama dapat dilihat pada gambar 1.6.
Gambar 2.6 Sistem pengendalian feed forward pada tangki pemanas

Feed forward controller biasanya digabungkan dengan feedback controller. Ini


bertujuan untuk mendapatkan nilai magnitude dan laju perubahan yang konsisten.

c. Cascade Control
Cascade control pada prinsipnya adalah 2 buah control loop yang disusun
secara serial. Output controller yang pertama (primary/master) diumpankan pada
setpoint controller kedua (secondary/slave). Secara umum cascade control dipakai
apabila variabel kontrol primer bereaksi lambat terhadap perubahan disturbance
(Coughanowr, 1991).
Keuntungan pemakaian control ini adalah:
 Mengkondisikan agar secondary controller bereaksi lebih cepat mengatasi
disturbance
 Mengkondisikan agar secondary controller dapat mengatasi kondisi non linear
pada valve

2.5 Sistem Pengendali (Controller)


Sistem pengendali (controller) adalah elemen aktif dalam sistem pengendali
yang menerima informasi dari pengukuran dan membuat tindakan yang sesuai untuk
mengatur harga variabel manipulasi. Pengaturan variabel manipulasi bergantung pada
control law yang diterapkan secara otomatis pada controller. Beberapa control law
yang umum diterapkan pada sistem pengendalian adalah sebagai berikut.
1. Proportional Controller (P-Controller)
Kebanyakan sistem kontrol sudah bekerja bagus hanya dengan menggunakan
proportional control (P only). Pada proportional controller, perubahan set point atau
load akan menimbulkan permanent error yang disebut offset. Offset tidak mungkin
dihilangkan oleh proportional controller karena proportional output hanya merespon
terhadap perubahan error, bukan error permanen.
Timbulnya offset dapat diilustrasikan misalnya sebuah tangki dikontrol oleh
proportional only level controller. Selama output tangki konstan, level akan tetap
berada pada nilai setpoint. Ketika operator membuka outlet valve lebih besar, level
akan turun. Error akan bertambah sehingga controller akan menaikkan output-nya
proporsional dengan besarnya error. Control valve akan membuka lebih besar hingga
akhirnya tercapai keseimbangan antara liquida masuk dan keluar. Pada titik ini level
kembali stabil, namun tidak lagi berada pada set point-nya (Zainudin, 2008).
Pengendali proporsional hanya dapat digunakan untuk proses yang dapat
menerima offset. Faktor kelipatan disebut gain pengendali (Kc). Pengendali
proporsional sebanding dengan error-nya dengan persamaan matematis sebagai
berikut:
c’(t)= Kc.ε + cs ………………………………………………… (1.2)
dengan Kc adalah Proportional gain (gain pengendali) dan ε merupakan error (SP –
PV).

2. Proportional-Integral Controller (PI-Controller)


Proportional-Integral control (PI-controller) adalah aksi control yang paling
direkomendasikan pada hampir semua aplikasi di lapangan. Penggabungan aksi
proportional dan integral ini memberikan respon dan stabilitas control yang tinggi
tanpa offset. Integral berfungsi sebagai automatic bias adjustment untuk
menghilangkan offset. Aksi integral (reset) didefinisikan sebagai waktu yang
dibutuhkan untuk merubah controller output sebanyak perubahan yang disebabkan
oleh aksi proportional. Aksi integral umumnya digunakan bersama dengan aksi
proportional (hampir tidak ada controller yang mempunyai mode integral only).
Dengan tambahan mode integral, output controller akan merespon terhadap besar dan
lamanya error. Selama deviasi dari set point masih terjadi, controller akan terus
memberikan sinyal output untuk mengurangi deviasi (error) tersebut. Persamaan
pengendali PI adalah:
Kc
c’(t)= Kc.ε +
τi
∫ ε . dt + cs ……………………………………...
(1.3)
dengan τi merupakan waktu integral (integral action).

3. Proportional-Integral-Derivative Controller (PID-Controller)


Pengaturan mode controller ini melibatkan tiga fungsi kontrol matematis yang
bekerja sekaligus, yaitu: Proportional-Integral-Derivative (PID). PID dapat diartikan
sebagai serangkaian aturan-aturan untuk memberikan kestabilan pada sistem control
closed loop. Penggunaan PID bertujuan untuk membuat nilai terukur (PV) agar sama
dengan nilai set point.
Aksi derivative (disebut juga rate) membuat output controller sebanding
dengan laju perubahan error. Derivative umumnya dikombinasikan dengan aksi
proportional atau proportional - Integral. Aksi derivative menambahkan elemen
antisipasi (lead action) pada controller. Fungsinya menaikkan kecepatan respon
controller dan kompensasi lag yang ditimbulkan oleh aksi integral. Fungsi PID
adalah didefinisikan sebagai berikut:
 Proportional control (gain): Menentukan selisih antara setpoint dan process
variable (error), lalu memberikan perubahan yang proporsional kepada control
untuk menghilangkan error tersebut. Proportional control digunakan untuk
menjaga proses sesuai dengan set point tanpa fluktuasi yang berarti
menggunakan proportional control
 Integral control (reset): Menentukan apakah terjadi offset dari set point dan PV
terhadap waktu, kemudian melakukan koreksi untuk menghilangkan offset
tersebut. Integral control digunakan untuk menghilangkan offset menggunakan
reset control.
 Derivative Control (rate): Memonitor laju perubahan PV dan melakukan aksi
koreksi jika terdeteksi laju perubahan yang tidak normal. Derivative digunakan
untuk mempercepat respon controller pada disturbance yang besar menggunakan
derivative control.
Persamaan standar pengendali proporsional integral derivatif (PID) adalah
sebagai berikut:
Kc dε
c’(t) = Kc.ε +
τi
∫ ε . dt + Kc . τd . dt + cs ……………………….(1.4)
dengan τ d merupakan waktu derivative (menit).
Dasar pemakaian mode kontrol disesuaikan dengan sifat proses yang akan
dikendalikan. Tidak semua proses membutuhkan full PID control. Jika offset yang
kecil dapat ditolerir pada sebuah proses, maka proportional control saja (P only)
sudah cukup. PI kontrol digunakan jika offset tidak dapat ditolerir. PID control
dipakai jika pada proses terjadi offset, noise dan deadtime yang menjadi masalah
(Zainudin, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Anerasari. 2011. Petunjuk Praktikum Pengendalian Proses. Palembang: Electrical


Console. POLSRI.

Coughanowr, D. 1991. Process Systems Analysis and Control. McGraw-Hill


International Editions.

Endang. R, dkk. 1996. Petunjuk Praktikum Instrumentasi dan Pengendalian Proses.


Direktorat Jendral Pendidikan. Bandung: Direktorat Jendral Pendidikan.

Ritonga, M.Y. 2009. Pengendalian Proses – I. Program Studi Teknik Kimia


Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Stephanopoulus, G. 1984. Chemical Process Control Introduction to Theory and


Practice. Department of Chemical Enginnering Massachusetts Institute of
Technology

Zainudin G. 2008. Pengendalian Proses. http://lab.tekim.undip.ac.id/ proses


/2012/09/21 /kontrol-level-dan-suhu-air-dengan-pid-controller/. Diakses 16
Mei 2016

Anda mungkin juga menyukai