Anda di halaman 1dari 7

a.

Sistem Pengendalian
Sistem pengendali diterapkan untuk memenuhi 3 kelompok kebutuhan (Stephanopoulos,
1984), yaitu:
1. Menekan pengaruh gangguan eksternal.
2. Memastikan kestabilan suatu proses.
3. Optimasi kinerja suatu proses.
Variabel yang terlibat dalam proses operasi pabrik dibagi menjadi dua, yaitu variabel masukan
(input) dan variabel keluaran (output). Variabel input adalah variabel yang menandai efek
lingkungan pada proses kimia yang dituju. Variabel ini juga diklasifikasikan dalam dua kategori,
yaitu manipulated (adjustable) variable, jika harga variabel tersebut dapat diatur dengan bebas oleh
operator atau mekanisme pengendalian dan disturbance variable, jika harga tidak 3 dapat diatur oleh
operator atau sistem pengendali, tetapi merupakan gangguan (Stephanopoulos, 1984).
Sedangkan variabel output adalah variabel yang menandakan efek proses kimia terhadap
lingkungan yang diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu measured output variables, jika
variabel dapat diketahui dengan pengukuran langsung dan unmeasured output variables, jika variabel
tidak dapat diketahui dengan pengukuran langsung (Stephanopoulos, 1984).
b. Desain Elemen Pengendali Proses
Desain elemen pengendalian harus sesuai dengan kebutuhan pengendalian yang diinginkan dan
bekerja delam pengendalian proses pabrik. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diperhatikan
langkah-langkah dalam mendesain sistem pengendalian Dalam usaha merancang suatu sistem
pengendali yang dapat memenuhi kebutuhan suatu proses kimia terdapat beberapa unsur penting dan
pertimbangan-pertimbangan dasar yang harus diperhatikan. Unsur-unsur tersebut (Stephanopoulos,
1984) adalah:
1. Pendefinisian/penetapan tujuan dan sasaran pengendalian (control objective definition).
2. Penentuan variabel yang harus diukur (measurement selection).
3. Penentuan variabel yang akan dimanipulasi (manipulated variables selection).
4. Pemilihan konfigurasi pengendalian (control configuration selection).
5. Perancangan sistem pengendali (controller design).
c. Pendefinisian Tujuan Pengendalian
Dalam mendefinisikan tujuan pengendalian perlu diperhatikan beberapa hal penting yang
merupakan pronsip dasar peerapan pengendalian proses pada pabrik. Prinsip utama penerapan
pengendalian proses pada pabrik adalah untuk memastikan kinerja suatu proses kimia, memastikan
kestabilan suatu proses kimia, dan menekan gangguan eksternal. Prinsip dasar ini harus tercakup
dalam pendefinisian tujuan pengendalian baik satu atau kombinasi dari ketiga hal tersebut
(Stephanopoulos, 1984).
Pada awal perancangan, sasaran pengendalian (control objectives) didefinisikan secara
kualitatif, selanjutnya tujuan ini dikuantifikasi dalam bentuk variabel output. Sebagai contoh untuk
sistem reaktor CSTR salah satu pemakaian pengendali dilakukan dengan tujuan pengendalian
(control objectives). Secara kualitatif, pengendalian proses menjamin kestabilan suhu di dalam
reaktor (diasumsikan sama dengan suhu keluaran reaktor) pada keadaan steady state yang tidak
stabil. Secara kuantitatif pengendalian proses menjaga agar suhu (variabel output) tidak berfluktuasi
lebih dari 5% harga nominalnya (Stephanopoulos, 1984).
d. Pemilihan Variabel yang Harus Diukur
Beberapa pengukuran variabel harus dilakukan agar kinerja operasi pabrik dapat dimonitor.
Terdapat beberapa jenis pengukuran variabel yang dapat diterapkan untuk pengendalian proses
(Stephanopoulos, 1984), yaitu sebagai berikut.
1. Primary Measurement
Bila memungkinkan sebaiknya pada pengendalian proses harga variabel yang menjadi
objektif pengendalian harus diukur/dimonitor. Cara pengukuran variabel proses yang menjadi
control objective pengendalian secara langsung disebut primary measurement. Sebagai contoh
pada sistem mixer tangki berpengaduk, control objective adalah mempertahankan T dan h cairan
dalam tangki pada harga T = Tsp (sp = set point) dan h=hsp. Karena itu, usaha pertama yang
harus dilakukan adalah memasang alat pengukur untuk dapat mengamati 5 nilai T dan h cairan
dalam tangki secara langsung, yaitu dengan menggunakan termokopel untuk pengukuran T dan
differential pressure cell untuk mengukur h.
2. Secondary Measurement
Pada kasus-kasus tertentu, variabel yang merupakan control objective tidak dapat diukur
secara langsung (unmeasured output). Pada kasus-kasus dengan control objective yang tidak
dapat diukur langsung tersebut, harus diukur variabel lain yang tergolong measured variable dan
dapat dikorelasikan melalui suatu hubungan matematis tertentu dengan unmeasured output yang
ingin dikendalikan.
3. Pengukuran External Disturbance
Pengukuran disturbance sebelum variabel tersebut masuk ke dalam proses dapat sangat
menguntungkan, karena hasil pengukuran tersebut dapat memberikan informasi mengenai
kelakuan proses yang akan terjadi. Informasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan aksi
pengendalian yang harus diambil apabila menggunakan sistem pengendalian feedforward.
e. Elemen-Elemen Sistem Pengendali Proses
Dalam analisa sistem pengendalian selalu dimulai dengan menampilkan diagram kotak sistem.
Didalam diagram kotak sistem pengendalian otomatis, akan selalu ada komponen-komponen pokok
seperti elemen proses, elemen pengukuran (sensing element dan transmitter), elemen controller
(control unit), dan final control element (atau control valve) (Baskoro, 2014). Diagram kotak sistem
pengendalian otomatis adalah sebagai berikut.

Gambar 1.5 Diagram Kotak Sistem Pengendalian Otomatis (Baskoro, 2014)


Beberapa keterangan mengenai elemen-elemen sistem pengendalian proses otomatis dari
diagram kotak pada gambar 1.5 (Baskoro, 2014) adalah sebagai berikut.
1. Proses (Process)
Merupakan tatanan peralatan yang mempunyai suatu fungsi tertentu. Input proses dapat
bermacam- macam, yang pasti merupakan besaran yang dimanipulasi oleh final control element
atau control valve agar variabel yang dimaksud sama dengan set point. Input proses ini juga
disebut variabel yang dimanipulasi.
2. Variabel yang dimanipulasi
Merupakan input dari suatu proses yang dapat dimanipulasi atau diubah ubah besarnya
agar process variable atau variabel yang dikendalikan besarnya sama dengan set point.
3. Gangguan
Merupakan besaran lain, selain variabel yang dimanipulasi, yang dapat menyebabkan
berubahnya variabel yang dikendalikan. Besaran ini biasa disebut load.
4. Elemen Pengukur
Merupakan bagian paling ujung suatu sistem pengukuran (measuring system). Contoh
elemen pengukur yang banyak dipakai misalnya termocouple atau oriface plate. Bagian ini juga
biasa disebut sensor atau primary element.
5. Transmitter
Merupakan alat yang berfungsi untuk membaca sinyal sensing element, dan
mengubahnya menjadi sinyal yang dapat dimengerti oleh pengendali.
6. Transducer
Merupakan unit pengalih sinyal. Kata transmitter, seringkali dirancukan dengan kata
transduser. Keduanya memang mempunyai fungsi yang serupa, walaupun tidak sama benar.
Transducer lebih bersifat umum, sedangkan transmitter lebih khusus pada pemakaian dalam
sistem pengukuran.
7. Measured Variabel
Measured variable adalah sinyal yang keluar dari transmitter. Besaran ini merupakan
cerminan besarnya sinyal sistem pengukuran.
8. Set Point
Merupakan besar process variable yang dikehendaki. Sebuah kendali akan selalu
berusaha menyamakan variabel yang dikendalikan dengan set point.

9. Error
Merupakan selisih antara set point dikurangi variabel yang dimaksud. Error bisa negatif,
bisa juga positif. Sebaliknya, bila set point lebih kecil dari variabel yang dimaksud, error menjadi
negatif.
10. Pengendali
Merupakan elemen yang mengerjakan tiga dari empat tahap langkah pengendalian yang
membandingkan set point dengan measurement variable, menghitung berapa banyak koreksi
yang perlu dilakukan, dan mengeluarkan sinyal koreksi sesuai dengan hasil perhitungan tadi.
Pengendali sepenuhnya menggantikan peran manual dalam mengendalikan sebuah proses.
11. Unit Pengendali
Merupakan bagian dari pengendali yang menghitung besarnya koreksi yang diperlukan.
Input control unit adalah error, dan keluarannya adalah sinyal yang keluar dari pengendali
(manipulated variable). Unit pengendali memiliki fungsi transfer yang tergantung pada jenis
pengendali. Output unit pengendali adalah hasil penyelesaian matematik fungsi transfer dengan
memasukkan nilai error sebagai input.
12. Final control element
Final control element adalah bagian akhir dari instrumentasi sistem pengendalian. Bagian
ini berfungsi untuk mengubah measurement variable dengan cara memanipulasi besarnya
manipulated variable, berdasarkan perintah controller.
f. Pengelompokan Sistem Pengendalian
Menurut Fahrina (2013) sistem pengendalian dapat di kelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Sistem Pengendalian Manual dan Otomatis
Sistem pengendalian digolongkan kedalam dua kategori umum yaitu: sistem manual dan
otomatis. Perbedaan ini ditentukan oleh tindakan pengontrolan, dimana besaran ini
bertanggungjawab menggerakkan sistem untuk menghasilkan outputnya. Pengendalian secara
manual adalah pengendalian yang dilakukan oleh manusia yang bertindak sebagai operator
sedangkan pengontrolan secara otomatis adalah pengendalian yang dilakukan oleh mesin atau
peralatan yang bekerja secara otomatis dan operasinya dibawah pengwasan manusia.
Pengendalian secara manual banyak ditemukan dalam kehidupan sehari hari seperti penyetelan
radio dan televisi sedangkan secara otomatis didalam proses industri, pengendalian pesawat dan
pembangkit tenaga listrik.
2. Sistem Pengendalian Loop Terbuka dan Loop Tertutup
Sistem loop terbuka (open loop) adalah sistem pengendalian yang keluarannya tidak
berpengaruh pada aksi pengendalian. Jadi pada sistem pengendalian loop terbuka, keluaran tidak
diukur atau diumpan balikkan untuk dibandingkan dengan masukan. Gambar 1.6 menunjukkan
hubungan masukan keluaran untuk sistem loop terbuka.

Gambar 1.6 Sistem Pengendalian Loop Terbuka (Fahrina, 2012)


Ada dua keistimewaan dalam sistem loop terbuka ini adalah: Ketelitian dari sistem loop
terbuka tergantung pada kalibrasinya dan sistem ini lebih stabil.
Sistem pengendalian loop tertutup adalah sistem pengendalian yang sinyal keluarannya
mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengendalian. Jadi sistem pengendalian tertutup
adalah sistem pengendalian berumpan balik (feedback control). Sistem pengendalian loop
tertutup menggunakan aksi umpan balik untuk memperkecil kesalahan sistem.

Gambar 1.7 Sistem Pengendalian Loop Tertutup (Fahrina, 2012)


Adapun keistimewaan dalam sistem pengendalian loop tertutup adalah: a. Meningkatkan
ketelitian dengan kemampuan untuk menghasilkan kembali masukannya. b. Mengurangi akibat
– akibat ketidaklinearan. c. Memperbesar band width (jangkauan frekuensi). 3. Sistem
Pengendalian Bertingkat (Cascade Control System) Sistem pengendalian bertingkat adalah
sistem pengendalian yang memiliki dua besaran pengukuran yang berada dalam satu
pengendalian loop. Tujuan dari sistem pengendalian bertingkat ini adalah untuk mendapatkan
hasil pengaturan yang tepat dengan mengurangi efek penundaan waktu yang terjadi. Hal ini
dilakukan dengan jalan menggunakan out put dari pengendali pertama (primary 12 controller),
sebagai besaran untuk mengatur set point bagi pengendali kedua (secondary controller). Gambar
1.8 Sistem Pengendalian Bertingkat (Fahrina, 2012) Perubahan perubahan dalam keadaan
beroperasi membutuhkan pengaturan pada panas yang menjadi input, jika diperlukan untuk
mendeteksi suatu perubahan yang cepat sebuah suhue kontrol dipasangkan pada titik yang
paling optimum dari tower. Output dari suhu controller digunakan digunakan untuk mengatur
set point dari steam flow controller. Jadi kecepatan aliran uap berubah dengan perubahan suhu
dari tower. Jadi dalam hal ini suhu kontrol merupakan primary controller dan steam flow
merupakan secondary controller. 1.3.9 Pengendalian pada Industri Pengendalian otomatis pada
industri dapat diklasifikasikan sesuai dengan aksi pengendalian dan faktor keamanannya. Aksi
pengendalian tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik proses seperti kepekaan, akurasi,
respon, dan stabilitasnya bila terjadi perubahan beban. Adapun beberapa cara pengendalian
industri (Fahrina, 2012) yaitu sebagai berikut. 1. Proportional Control (P Control) Dalam aksi
pengontrolan proporsional, alat pengoreksi akhir memiliki suatu daerah posisi yang
kontinu.Posisi tepatnya sebanding dengan besarnya kesalahan, dengan kata lain, output dari
controller sebanding dengan inputnya. Pengendali ini memiliki output untuk aktuasi (actuating
output) yang proporsional terhadap error: ( ) ( ) 13 dengan: m(t) = sinyal aktuasi ε(t) = error Kc
= proportional gain dari pengendali ms = sinyal bias (sinyal aktuasi ketika error e(t) = 0) Efek
dari pengendalian proporsional adalah menghilangkan osilasi yang timbul di sekitar set point
bila proportional band-nya diset (tuning)pada nilai atau keadaan yang tepat. Efek lain dari
pengendalian ini adalah adanya offset pada hasil pengendaliannya. Offset ini terjadi akibat
harga setpoint tidak dapat dicapai sesudah suatu perubahan beban terjadi. Besarnya offset ini
tergantung pada harga proportional band-nya. Semakin besar harga proportional band, maka
akan semakin besar offset. Sebaliknya, semakin kecil harga proportional band, maka semakin
besar kemungkinan osilasi terjadi (peredaman osilasi kecil). 2. Proportional Integral Control (PI
Control) Dalam aksi pengendalian proporsional plus integral, posisi alat pengoreksi akhir
(control valve) ditentukan oleh dua hal, yaitu besarnya sinyal kesalahan yang merupakan bagian
proporsional dan integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan
dengan waktu dimana kesalahan tersebut terjadi, ini adalah bagian integral. Pengendalian tipe
ini juga dikenal sebagai Pengendali proportional-plus-reset. Hubungan antara sinyal aktuasi
dengan error adalah sebagai berikut: ( ) ( ) ∫ ( ) Dengan adalah konstanta integral time atau reset
time dalam satuan menit. Karakteristik penting pada controller jenis ini adalah konstanta waktu
integral.Konstanta ini merupakan parameter yang dapat diatur dan kadang-kadang
mengacusebagai minutes per repeat. Jenis PI controller ini dalam aplikasinya pada industri
dapat menangani hampir setiap situasi pengendalian proses. Perubahan beban yang besar dan
variasi yang besar pada setpoint dapat dipengendalian dengan baik tanpa osilasi 14 yang
berkepanjangan, tanpa offsetpermanen dan cepat ke keadaan seharusnya setelah gangguan
terjadi. 3. Proportional Integral Derivative Control (PID Control) Dalam aksi pengendalian
proportional plus integral plus derivative (PID), posisi alat pengoreksi akhir (control valve)
ditentukan oleh dua hal. Pertama, besarnya sinyal kesalahan, ini adalah bagian proporsional.
Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan dengan waktu
dimana kesalahan tersebut terjadi, ini adalah bagian integral. Kedua, laju perubahan kesalahan
terhadap waktu. Perubahan kesalahan yang cepat menyebabkan suatu aksi korektif yang lebih
besar dari perubahan kesalahan yang merupakan bagian derivative. Pengendali jenis ini dikenal
juga sebagai Pengendali proportional-plusreset-plus-rate. Output dari Pengendali ini dinyatakan
sebagai berikut. ( ) ( ) ∫ ( ) dengan adalah konstanta derivative time dalam satuan menit.
Karakteristik tambahan dengan adanya derivative control dikenal sebagai rate time (konstanta
waktu derivative). Dengan adanya bagian derivative , Pengendali PID mengantisipasi apa yang
akanterjadi pada error pada masa sesaat yang akan datang dan kemudian melakukan aksi
pengendalian yang sebanding dengan kecepatan perubahan error saat ini. Berdasarkansifat ini,
aksi pengendalian derivatif kadang-kadang mengacu sebagai anticipatory control. Walaupun
demikian, aksi pengendalian derivatif memiliki beberapa kelemahan, seperti berikut ini : a.
Untuk respon dengan error konstan dan tidak nol, Pengendali ini tidakmemberikan aksi
pengendalian karena b. Untuk respon yang bergejolak, dengan error yang hampir nol,
Pengendali inidapat memperoleh nilai derivatif yang besar, yang menghasilkan aksi control
yang besar, meskipun seharusnya tidak perlu. Fungsi transfer untuk Pengendali PID adalah
sebagai berikut: 15 ( ) ( ) Efek dari PID controller ini adalah bila pada proses kesalahannya
sangat besar, maka controller PI akan membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai set
point-nya, tetapi untuk controller PID akan mempercepat proses pencapaian set point tersebut.
Rate time akan berpengaruh terhadap respon controller, rate time yang terlalu besar
mempercepat laju pencapaian set point tetapi akan menyebabkan terjadinya osilasi di sekitar set
point

Anda mungkin juga menyukai