Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTIKUM UNIT OPERASI TEKNIK KIMIA 2

MODUL PH CONTROL

Disusun Oleh:
Kelompok 6R
Alver Berlianta Mahdapati 1406607754
Alphasius Omega Dixon 1406607975
Barneus Wanglie Sugianto 1406607760
Saphira Nurina Fakhri 1406552875

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengendalian merupakan sebuah salah satu proses yang ada di dalam suatu
sistem. Di dalam setiap sistem diperlukan adanya sebuah pengontrol. Dengan
adanya pengontrol, sistem tersebut dapat berjalan dengan baik dan dengan stabil.
Pengontrol dibutuhkan karena adanya ketidakstabilan di dalam sistem yang
disebabkan oleh gangguan ataupun perubahan yang dikenakan terhadap sistem.
Salah satu contoh sistem pengendalian alami yang ada adalah sistem
hormonal dalam tubuh manusia. Sistem hormon akan mengeluarkan hormon
apabila terjadi ketidakseimbangan kinerja dalam tubuh manusia. Contoh nya adalah
kinerja hormon adrenalin dan insulin yang saling berlawanan, namun memiliki
tujuan yang sama yaitu untuk mengatur kadar gula darah. Adrenalin dan insulin
merupakan sistem pengendalian dalam tubuh manusia untuk menstabilkan kadar
gula darah agar selalu berada pada batas yang normal.
Pengendalian proses di dalam tubuh manusia tersebut juga diadaptasi oleh
dunia industri. Salah satu contohnya adalah pengontrolan tekanan dari vessel untuk
menghindari overbalance yang dapat mengakibatkan keadaan berbahaya.
Pengendalian proses menangani sistem yang akan dikontrol agar mempunyai
kemampuan untuk menjadi stabil dengan otomatis, sehingga hasil pengontrolannya
akan selalu berada pada kondisi stabil.
Secara umum, terdapat tujuh tujuan utama dari pengendalian proses, yakni:
(1) keamanan dan keselamatan kerja (safety); (2) perlindungan lingkungan
(environmental protection); (3) perlindungan alat (equipment protection); (4)
operasi yang mulus dan laju produksi yang tinggi (smooth operation and production
rate); (5) kualitas produk (product quality); (6) keuntungan (profit); (7) monitoring
dan diagnosis.
Di dalam sebuah industri biasanya sudah terdapat peralatan kontrol
sehingga karakteristik dinamis dan statis dari suatu proses perlu untuk dibuat agar
pengontrolan laju alir dapat dilakukan. Karena karakteristik respon dinamis dari
perubahan laju alir memiliki hubungan terhadap waktu dan faktor-faktor lainnya,
maka pengaturan laju alir tidak bisa dilakukan secara sederhana (ON-OFF Control),
melainkan harus dengan algoritma tertentu, misalnya PID (Proportional, Integral,
Derivative).
Salah satu pengendalian proses yang dilakukan di industri adalah
pengontrolan kadar pH dari keluaran limbah atau air hasil dari proses industri.
Limbah atau air yang dibuang, harus memenuhi spesifikasi tertentu sehingga tidak
membahayakan apabila dibuang ke lingkungan luar. Pengendalian yang dilakukan
dapat secara manual, ataupun otomatis menggunakan kontroller P,PI atau PID.
Sistem pengendalian penetralan pH dirancang untuk mengontrol pH keluaran dari
aliran sehingga mendekati atau sama dengan setpoint yang diinginkan (setpoint =
7). Oleh sebab itu, sebagai calon sarjana Teknik Kimia yang akan sangat berperan
dalam proses water treatment tersebut, penting bagi kita untuk melakukan
percobaan mengenai control pH ini untuk mengetahui kinerja sistem pengendalian
dan pengenalan akan alat-alat yang berperan dalam sistem kendali tersebut.
Praktikum pengendalian pH ini dilakukan secara sederhana di dalam
laboratorium pengendalian proses DTK-FTUI yaitu dengan menggunakan air
(diasumsikan sebagai air limbah) yang bersifat asam (diasamkan dengan larutan
H2SO4 97%) dinetralkan dengan air bersifat basa (dibasakan dengan larutan NaOH)
untuk mencapai keluaran air yang memiliki pH sekitar 7 sehingga aman untuk
dibuang. Dalam praktikum ini, ingin dikendalikan pH dari air asam yang akan
dibuang agar tidak melebihi dari 7 (tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa).
Pengendalian yang dilakukan dilakukan secara manual dan otomatis.
1.2 Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan metode-metode tuning yang sudah
ada dan sering digunakan untuk diteliti manakah diantara metode-metode tersebut
yang lebih baik digunakan dalam pengontrolan pH. Metode yang dilakukan dalam
percobaan ini adalah metode manual dan metode otomatis dengan kontroller P, PI,
dan PID. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan menggunakan metode apakah
pengendalian pH dapat dilakukan dalam waktu yang cepat dan hasilnya sesuai
dengan set poin yang diinginkan.
BAB 2
TEORI DASAR

2.1 Sistem Pengendalian


Suatu sistem pengendalian merupakan suatu sistem yang dirancang dan
dibuat dengan tujuan untuk dapat memantau dan mengambil suatu tindakan yang
harus dilakukan ketika variabel-variabel proses yang kita tinjau sudah mencapai
titik maksimalnya ataupun minimal ataupun juga telah sampai pada kondisi yang
telah kita tetapkan sehingga kita dapat menyesuaikan variabel-variabel tersebut
pada kondisi yang stabil seperti yang seharusnya.
2.2 Jenis-Jenis Sistem Kontrol
2.2.1 Closed Loop Control System (Sistem Kontrol Loop Tertutup)

Masukan Keluaran
Elemen
Kontroler Kontrol Proses
Akhir

Sensor-
Transmitter

Gambar 1. Diagram Blok Closed Loop Control System (Sistem Kontrol Loop Tertutup)

Merupakan suatu sistem kontrol (seperti pada gambar di atas) dengan


kondisi dimana kontroler terhubung dengan proses, dan kontroler melakukan
perbadingan set point terhadap variabel yang dikontrol dan adanya aksi untuk
melakukan koreksi. Dan secara umum, sistem loop tertutup ini terbagi atas sistem
kontrol berumpan balik, sistem kontrol inferensial, dan sistem kontrol berumpan
maju.
2.2.1 Open Loop Control System (Sistem Kontrol Loop Terbuka)

INPUT Kontroler Proses OUTPUT

Gambar 2. Diagram Blok Open Loop Control System (Sistem Kontrol Loop Terbuka)
Merupakan suatu sistem kontrol yang keluarannya tidak berpengaruh
terhadap aksi pengontrolan. Dengan demikian pada sistem kontrol ini, nilai
keluaran tidak di umpan-balikkan ke parameter pengendalian. Pada suatu
pengontrolan dalam sistem kontrol, variabel yang dikontrol dapat berubah dari set
point yang ditetapkan karena adanya gangguan. Regulatory Control merupakan
suatu sistem yang didesain untuk mengkompensasi terjadinya gangguan.
Set point itu sendiri, bisa juga berubah karena memang diinginkan
setpointnya berubah. Servo Control merupakan suatu sistem yang didesain untuk
tujuan diman set point diubah sebagai fubgsi waktu sehingga variabel yang
dikontrol harus mengikuti set point tersebut.
2.3 Komponen-komponen Dasar dalam Sistem Kontrol
2.3.1 Sensor-transmitter
Sensor berfungsi untuk mengukur (measuring) CV dan menghasilkan sinyal
mV yang sesuai, sensor sering juga disebut sebagai elemen primer. Sedangkan
transmitter menguatkan sinyal ke tingkat voltase V(t) dan mengirimkan ke
kontroler. Transmiter sering disebut sebagai elemen sekunder.
2.3.2 Controller
Controler merupakan otak dari sistem kontrol dan membuat keputusan
(decision). Pembuatan keputusan dilakukan dengan cara :
 merubah set point ke tegangan VR
 menghitung error e(t) = VR – V(t)
 menghitung daya yang diperlukan dan mengirim sinyalnya yang sesuai p(t) ke
final element
Secara umum, aksi kontroler terbagi dalam dua jenis, yaitu:
 Aksi berlawanan (reverse action), bila harga output naik maka kontroler akan
mengurangi sinyal outputnya
 Aksi searah (direct action ), bila harga output naik maka kontroler akan
meningkatkan sinyal outputnya
Fungsi kontroler adalah menggenerasi sinyal output atau variabel yang
dimanipulasi, pada basis error (kesalahan) atau perbedaan dari hasil pengikuran dan
set point. Pada pressure control dalam percobaan hasil pengukuran tekanan di
tangki dengan tekanan yang diset untuk tangki pada kontroler.
Jika ada perbedaan antara tekanan yang diukur pada tangki dengan tekanan
pada set point ( input) maka kontroler akan memutuskan apakah akan
memperbesar atau memperkecil bukaan valve ( output). Seberapa banyak output
variabel akan akan berubah
perunit perubahan pada input variabel pada suatu sisstem kontrol
ditunjukkan sebagai Gain. Maka gain dari sistem kontrol :
 output perubahankecil dari tekanan
K  (1)
 input perubahankecil dari bukaan valve
Dimana perubahan kecil dari tekanan berasal dari perubahan set point.
Gain berhubungan dengan personality suatu proses yang dikontrol. Nilai
gain suatu proses bergantung pada sifat fisik proses dan parameter operasinya.
Penentuan gain digunakan untuk melakukan karakteristik statik dari suatu process,
saat melakukan karakteristik statik dapat dilihat kestabilan sistem.
Selain gain, parameter kunci lainnya dalam suatu permodelan dinamik
adalah konstantsta waktu,. Konstanta waktu, menunjukkan sebarapa cepat respon
dari suatu proses. Semakin lambat respon suatu proses maka nilai konstanta waktu
akan semakin besar dan sebaliknya. Satuan dari konstanta waktu biasanya sekon.
2.3.3 Proses
2.3.4 Final Element
Sebagai respon sinyal masukan p(t), final element merubah sinyal p(t) ke
arus yang menghasilkan daya yang sesuai. Final elemen biasanya berupa control
valve. Ada 2 jenis kontrol valve berdasarkan suplai udara yaitu :
 Fail Open (FO) atau Air to Close(AC); control valveakan terbuka jika tidak ada
suplai udara maka katup. Untuk menutup katup diperlukan suplai udara
 Fail Close (FC) atau Air to Open (AO); control valve akan tertutup jika ada
suplai udara. Untuk membuka katup tersebut diperlukan suplai udara.
2.3.5 Recoder
Recoder merupakan sistem pencatatan dari perubahan yang ada dan recoder tidak
diikutkan dalam perhitungan. Gambar secara keseluruhan mengenai diagram blok
alir komponen dasar dalam sistem pengendalian pada dasarnya sama seperti gambar
1.1 yang terdapat pada subbab 1 sebelumnya.
2.4 Tipe-Tipe Kontroler
2.4.1 Kontroler Aksi Proporsional
Aksi kontrol proporsional memiliki karakteristik dimana besar output unit
control P selalu sebanding dengan besarnya input. Bentuk transfer function dari aksi
pengendalian proporsional sbb :
Output = Gain * Input

Gambar 3. Aksi Kendali Proporsional


Gain control proporsional dapat berupa bilangan bulat, bilangan pecahan,
positif atau juga negatif. Dengan syarat besarnya tetap, linier di semua daerah kerja
dan tidak bergantung pada fungsi waktu. Pengertian gain disini dapat berbentuk
bilangan pecahan bahkan negatif, sehingga nilai output dapat lebih kecil dari input
bahkan negatif. Oleh karena itu, istilah gain jarang dipakai dan yang lazim dipakai
adalah istilah proporsional band. Fungsi transfer dari proporsional band
(Pb)adalah sbb :

Gambar 4. Kriteria respon sistem menggunakan kontroller P


2.4.2 Kontroler Aksi Integral
Berfungsi untuk menghilangkan offset sebagai hasil dari reset yang dapat
menghasilkan output walaupun tidak terdapat input, sehingga dibutuhkan suatu
pengendali yang dapat menghasilkan output lebih besar atau lebih kecil pada saat
error = 0.
2.4.3 Kontroler Aksi Derivatif
Memiliki karakteristik cenderung untuk mendahului atau bisa disebut anti
pasif controlling. Oleh karena itu aksi kontrol ini sering diterapkan pada sistem
yang memiliki inersia tinggi yang bersifat lagging.
Karakteristik:
 Disebut juga anticipatory/rate kontrol
 Aksi kontrol didasarkan pada m,ode derivatif yang terjadi hanya saat error
berubah.
 Efeknya mirip dengan proporsional dengan gain yang tinggi.
 Respon sangat cepat.
 Overshoot sangat rendah
 Ada offset tapi lebih kecil.
  d  
K c      D   
 Gain:   dt  

2.4.4 Kontroler Aksi Proporsional + Integral


Pada pengontrolan proporsional dapat menimbulkan offset pada keluaran
pengendali. Untuk proses-proses dimana offset tidak dapat ditolerir maka perlu
ditambahkan aksi pengontrolan integral. Aksi kontrol integral dapat menghilangkan
perbedaan pengukuran dan titik acuan yang dapat mengakibatkan keluaran
pengendali berubah sampai dengan perubahan tersebut berharga nol.
Karakteristik :
 Disebut juga anticipatory/rate kontrol
 Aksi kontrol didasarkan pada m,ode derivatif yang terjadi hanya saat error
berubah.
 Efeknya mirip dengan proporsional dengan gain yang tinggi.
 Respon sangat cepat.
 Overshoot sangat rendah
 Ada offset tapi lebih kecil.
  d  
 Gain: K c      D   
  dt  

Gambar 5. Kriteria respon sistem menggunakan kontroller PI


2.4.5 Kontroler Aksi Proporsional + Integral + Derivatif
Sistem pengontrolan derivatif merupakan pengontrolan dengan proses
umpan balik yang berlawanan dengan cara pengendalian integral. Penambahan aksi
derivatif pada pengendalian proporsional + integral bertujuan untuk meningkatkan
kestabilan pengontrolan dan mempercepat tanggapan dari sistem, peningkatan
kestabilan sistem kontrol diperoleh dari penurunan overshoot.
Jika terjadi perubahan sinyal pengukuran maka keluaran pengontrol
dengan proporsional bellow tidak terhubung langsung tetapi katup yang akan
memperkecil aliran ke arah proporsional bellow. Gain: bentuk asal :
 1   1   D s  1 
K c  1    D s  dan bentuk aktual dengan lag K c  1   
  1s    1 s   D s  1 
dengan α = 0.05-0.1

Gambar 6. Kriteria respon sistem menggunakan kontroller PID


2.5 Elemen Sistem Pengendalian pH

Konsep pH dapat dipahami sebagai konsentrasi ion H+ yang terkandung di


dalam suatu larutan. Nilai pH sama dengan negatif dari logaritma konsentrasi ion
H+ dan dapat ditulis dalam persamaan berikut :
𝑝𝐻 = − log[𝐻 +]
𝑝𝑂𝐻 = − log[𝑂𝐻 −]
Apabila nilai pH < 7, berarti zat tersebut bersifat asam, pH = 7 bersifat netral dan
pH > 7 zat bersifat basa. Nilai pH berada dalam rentang skala 1 – 14. Untuk
mengukur nilai pH ini, dapat digunakan larutan PP atau MM, kertas pH, dan alat
elektronik dengan menggunakan elektrode gelas. Dengan menggunakan elektrode
gelas, perubahan konsentrasi ion hidrogen akan diubah menjadi output listrik oleh
elektrode gelas pH.
Seperti yang sudah disebutkan diatas, secara umum pengendalian pH dapat
dibagi menjadi dua yaitu loop tertutup dan loop terbuka. Sistem pengendalian loop
terbuka pengendaliannya bersifat tidak bergantung pada hasil keluaran namun pada
loop tertutup diperlukan adanya suatu kontroler. Dengan adanya kontroller, kita
perlu menentukan dan menginput parameter kontrol untuk mencapai kestabilan
sistem. Elemen-elemen dasar sistem pengendalian pH adalah sensor pH, sistem
kontroller, dan aktuator yang dikontrol oleh kontroller. Aktuator yang biasa
digunakan adalah control valve.
2.6 Water Treatment Process
Water Treatment merupakan proses pengolahan air yang merupakan
pengolahan air yang tidak layak pakai menjadi air bersih yang layak higienis dan
terbebas dari unsur-unsur berlebih dari segi fisika maupun kimia. Kegiatan water
treatment dibutuhkan untuk mengolah air sisa industri yang ingin dibuang ke
lingkungan agar air tersebut memiliki spesifikasi yang layak dan tidak akan
membahayakan ketika dibuang ke lingkungan.
Metode fisika, kimia, dan iologi digunakan untuk menghilangkan
kontaminan dari air limbah. Dalam rangka untuk menghasilkan pembuangan
kontaminan dalam tingkatan yang berbeda, prosedur waste water treatment
dikombinasikan ke dalam sistem yang berbeda-beda, diklasifikasikan sebagai waste
water treatment primer, sekunder dan tersier. Perlakuan yang lebih teliti lagi dari
waste water treatment yaitu termasuk pembuangan dari kontaminan spesifik dan
kontrol kandungan nutrisi dari air limbah tersebut. Sistem alami juga digunakan
untuk perlakuan air limbah ini di dalam aplikasi land based. Sludge yang dihasilkan
dari operasi waste water treatment di olah lagi dengan berbagai macam metode
untuk mengurangi kandungan air dan bahan organiknya.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa metode waste water
treatment dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu proses fisika, kimia dan biologi.
Berikut adalah daftar unit operasi yang termasuk dalam kategori yang telah
disebutkan di atas :

Gambar 7. Unit operasi dan Proses yang digunakan dalam Waste Water Treatment
2.6.1 Unit Operasi Fisika
Diantara perlakuan di atas, yang biasa digunakan saat ini adalah metode
fisika melalui gaya fisika untuk menghilangkan kontaminannya. Beberapa contoh
dari metode fisika diantaranya :
 Screening
Proses screening merupakan salah satu dari metode tertua yang digunakan
untuk pengolahan air limbah, menghilangkan polutan berat dari aliran
limbah untuk melindungi peralatan downstream dari kerusakan, mencegah
interferensi dengan operasi pabrik dan mencegah terjadinya material
floating saat memasuki tangki pengendapan primer. Contoh proses
screening dapat dilihat dalam gambar dibawah ini :

Gambar 8. Jenis Operasi Screening


 Sedimentasi
Sedimentasi merupakan unit operasi dasar dan paling banyak digunakan
dalam pengolahan air limbah, melibatkan pengendapan secara gravitasi dari
partikel berat yang terendapkan di dalam campuran. Proses ini digunakan
untuk penghilangan dari pasir/kerikil yang halus, materi partikulat di tangki
pengendapan primer, flok biologi dalam tangki pengendapan sludge
teraktivasi dan aliran bahan kimia saat proses koagulasi kimia digunakan.
Ada 3 jenis sedimentasi berdasarkan tempat terjadinya sedimentasi yang
dikenal sebagai clarifier (tangki pengendapan) yaitu : horizontal flow, solid-
contact clarifiers, inclined surface basins. Berikut contoh gambar tangki
pengendapan dengan aliran horizontal :
Gambar 9. Tangki pengendapan sedimentasi dengan horizontal flow
 Flotasi
Flotasi merupakan unit operasi yang digunakan untuk menghilangkan
partikel padat atau cair dari fasa liquid dengan memasukkan gas murni,
biasanya gelembung udara. Gelembung udara terjebak di dalam struktur
partikel padat yang terendapkan, meningkatkan gaya apung dari kombinasi
partikel padat dan gelembung udara yang terjebak. Partikel yang memiliki
densitas lebih tinggi dari air, akan membuatnya terangkat. Dalam
pengolahan air limbah, flotasi digunakan terutama untuk menghilangkan
materi terendapkan dan untuk memadatkan sludge biologi. Keuntungan dari
flotasi dibandingkan dengan sedimentasi adalah partikel yang ringan dan
sangat kecil dapat dihilangkan dengan sempurna dan dalam waktu singkat.
Contoh metode flotasi dan salah satu unit flotasi dapat dilihat dari gambaR
berikut: :
Gambar 10. Contoh tipe Flotasi

Gambar 11. Contoh salah satu unit flotasi


2.6.2 Unit Operasi Kimia
Proses kimia digunakan dalam pengolahan air limbah didesain untuk
menghasilkan beberapa perubahan dengan menggunakan reaksi kimia. Proses
kimia biasanya selalu digunakan secara konjungsi dengan unit operasi fisika dan
unit operasi biologi. Secara umum, unit operasi kimia memiliki kerugian jika
dibandingkan dengan unti operasi fisika dalam hal aditif yang ditambahkan, dapat
mengotori air limbah pula jadi meningkatkan partikel terlarut dalam air limbah.
Namun, tanpa melihat kerugian itu saat ini juga digunakan cukup banyak unit
operasi kimia untuk pengolahan air limbah, beberapa diantaranya sebagai berikut :
 Chemical Precipitation
Koagulasi kimia dari air limbah sebelum sedimentasi meningkatkan
flokulasi dari padatan yang terendapkan menjadi flok yang lebih mudah
diendapkan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dari pengendapan
padatan, BOD, dan penghilangan fosfor jika dibandingkan dengan
sedimentasi biasa tanpa koagulasi.

Gambar 12. Perbandingan efisiensi antara sedimentasi dengan koagulasi dan tanpa koagulasi

Pemilihan koagulan untuk meningkatkan operasi sedimentasi berdasarkan


performansinya, tahan uji dan efektifitas dari koagulan. Koagulan kimia
yang biasa digunakan untuk pengolahan air limbah biasanya adalah alum
(Al2(SO4)3.14.3H2O), hidrat besi klorida (FeCl3.6H2O), besi sulfat
(Fe2(SO4)3), hidrat besi sulfat (FeSO4.7H2O) dan batu kapur (Ca(OH)2).
Keuntungan dari koagulasi ini adalah efisiensi penghilangan kontaminan
tinggi, dapat digunakan untuk laju alir tinggi, dan performansi yang

konsisten. Berikut adalah gambar proses koagulasi :

Gambar 13. Sistem Proses Koagulasi


 Adsorpsi dengan karbon teraktivasi
Adsorpsi merupakan proses untuk mengumpulkan substansi terlarut di
dalam larutan pada interface. Karbon aktif yang biasa diginakan adalah
granular activated carbon (GAC) dan powdered activated carbon (PAC).
Sebuah kolom fixed-bed sering digunakan untuk mengalirkan air limbah
berkontak dengan GAC. Air, dimasukkan melalui atas dan keluar di bagian
bawah, melewati karbon aktif yang disusun rapat di dalam kolom adsoprsi.
Untuk mencegah headloss, digunakan backwashing atau surface washing.
Untuk mencegah terjadinya headloss ini dikembangkanlah kontaktor
menggunakan expanded-bed dan moving-bed. Berikut adalah contoh
kontaktor GAC :

Gambar 14. Contoh skematik dari kontaktor Grancular Activated Carbon (GAC)

Pengolahan air limbah menggunakan PAC melibatkan penambahan bubuk


secara langsung ke dalam air pembuangan proses pengolahan biologi atau
proses pengolahan fisiokimia. PAC biasanya ditambahakan ke dalam air
limbah di dalam tangki kontak dalam jangka waktu tertentu. Kemudian
endapan akan terbawa ke bawah tangki dan dapat dihilangkan.
2.6.3 Unit Operasi Biologi
Unit operasi biologi digunakan untuk mengubah materi organik yang
terendapkan di dalam air lombah menjadi endapan flok organik dan padatan
inorganik. Dalam prosesnya mikroorganisme (biasanya bakteri) mengubah materi
organik koloid dan terlarut yang mengandung karbon menjadi macam-macam gas
dan menjadi jaringan sel dan kemudian dihilangkan dalam tangki sedimentasi.
Proses biologi biasanya digunakan secara konjungsi dengan proses fisika dan kimia,
dengan tujuan utama untuk menghilangkan kandungan organik (terukur seperti
BOD, TOC, atau COD) dan kandungan nutrien (nitrogen dan fosfor) dari air
limbah. Proses biologi yang digunakan untuk pengolahan air limbah dapat dibagi
menjadi 5 macam proses, yaitu : aerobik, anoxic, anaerobic, combined dan pond
process. Proses-proses diatas kemudian dibagi-bagi lagi berdasarkan tempat
terjadinya pengolahan limbah. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
 Activated Sludge Process
Proses ini merupakan proses aerobik, menggunakan aliran kontinyu dari
sejumlah sistem mikroorganisme aktif yang mampu untuk menstabilisasi
materi organik. Proses terdiri dari membawa air limbah yang sudah murni,
setelah pengendapan primer menuju tangki aerasi dimana disitu terjadi
pencampuran dengan sejumlah mikroorganisme aktif, terutama bakteri dan
protozoa yang dapat mendegradasi materi organik secara aerobik menjadi
karbondioksida, air, jaringan baru dan produk akhir lainnya. Diagram alir
dari activated sludge process adalah sebagai berikut :

Gambar 15. Diagram Alir Activated Sludge Process


Pengendalian dari proses ini sangat penting untuk menjaga performansi
pada tingkat tertinggi dibawah kondisi operasi yang lebar. Prinsip dari
pengendaliannya adalah : a) menjaga level oksigen terlarut dalam tangki
aerasi, b) pengaturan dari jumlah activated sludgei yang kembali, c)
mengendalikan limbah activated sludge.
 Rotating Biological Contactors
RBC (rotating biological contactors) merupakan alat yang ditambahkan
proses pertumbuhan biologis (ditambahkan bakteri) yang terdiri dari satu
atau lebih baskom/tangki yang tertutup ruangnya oleh piringan secara
sirkular yang dapat berotasi secara perlahan melalui air limbah. Piringan
yang terbuat dari polistiren atau PVC berdensitas tinggi yang terendam
sebagian di dalam air limbah sehingga bakteri dapat membentuk semacam
lapisan di permukaan RBC yang basah. Saat piringan berotasi, bakteri yang
terkena air limbah akan men-adsorb materi organik dan oksigen dari udara.
Gerakan memutar juga membuat bakteri yang berlebih untuk dihilangkan
dari permukaan RBC dan menjaga suspensi dari padatan biologi. Sebuah
clarifier akan diperlukan untuk menghilangkan padatan tersebut. RBC
parsial digunakan untuk penghilangan BOD, kombinasi oksidasi karbon dan
nitrifikasi, serta nitrifikasi dari buangan sekunder. Sedangkan RBC yang
terendam seluruhnya (complete RBC) digunakan untuk denitrifikasi.
Berikut dibawah ini adalah konfigurasi sistem dari RBC :
Gambar 16. Konfigurasi sisem dari Rotating Biological Contactors (RBC)
 Stabilization Ponds
Kolam stabilisasi merupakan daerah perairan dangkal yang mengandung air
limbah yang menggunakan proses pencampuran (mixing) biologis lengkap
tanpa adanya pengembalian bahan padatan. Pencampuran bisa secara
natural (angin, panas atau fermentasi) atau terinduksi (mekanis atau difusi
aerasi). Kolam stabilisasi biasanya diklasifikasikan berdasarkan kealamian
aktivitas biologi yang terjadi, yaitu secara aerobik atau anaerobik. Kolam
aerobik digunakan secara primer untuk pengolahan dari limbah organik
terlarut dan buangan dari plant pengolahan air limbah. Kolam aerobik-
anaerobik (fakultatif) adalah tipe yang paling sering digunakan. Kolam
anaerobik secara khusus lebih efektif untuk memberikan stabilisasi secara
cepat untuk konsentrasi kuat dari limbah organik. Populasi bakteri di dalam
kolam, mengoksidasi bahan organik, memproduksi amonia,
karbondioksida, sulfat, air dan produk akhir yang dapat digunakan oleh alga
pada siang hari untuk menghasilkan oksigen. Berikut adalah diagram alir
dari stabilization ponds system dan tipe serta aplikasi dari stabilization
ponds :

Gambar 17. Diagram alir dari Stabilization Ponds


Gambar 18. Tipe dan Aplikasi dari macam-macam Stabilization Ponds
BAB 3
PROSEDUR PERCOBAAN DAN SKEMA ALAT

3.1 Persiapan Larutan Asam-Basa


a. Persiapan yang dilakukan untuk membuat larutan asam adalah :
1. Menyiapkan air pada tangki T52 sampai garis level batas yang ada pada
bagian tangki sejumlah 70L
2. Mengambil dan mengukur sekitar 20 mL larutan H 2SO4 98% pada gelas
ukur 50 ml
3. Menuang secara perlahan larutan H2SO4 kedalam tangki T52 sambil
diaduk hingga merata.Dengan ini kita mendapatkan larutan asam H2SO4
dengan konsentrasi sekitar 0,01 N
b. Persiapan yang dilakukan untuk membuat larutan basa adalah :
1. Menyiapkan air pada tangki T51 sampai garis level batasa yang ada pada
bagian tangki sejumlah 70 L
2. Mengambil dan menimbang sekitar 30 gram NaOH 99% yang berbentuk
granula 98% pada wadah 1 atau 2 L dan menggunakan air pada tangki
T51 yang sudah diukur sebanyak 70 L
3. Menuangkan secara perlahan larutan NaOH pada wadah tersebut
kedalam tangki T51 semabil diaduk hingga merata. Dengan ini kita
mendapatkan larutan basa NaOH dengan konsentrasi 0,01 N
3.2 Persiapa Tinta dan Kertas Recorder
Tinta dan kertas recorder disipakan dengan memasukkan kertas dan tinta
pada unit PLC yang tersedia di mini plant W921. Kertas dan tinta dimasukkan
dan disiapkan oleh asisten.
3.3 Percobaan Proses Control pH
Pada percobaan pH control ini dilakukan secara linier control yang
meliputi metoda manual (open loop) dan otomatis (closed loop) dengan cara
S dan L, namun pada percobaan ini untuk metode otomatis hanya dilakukan
dengan cara S saja. Cara S merupakan cara kontrol dimana aliran asam dan
basa dari tangki pompa asam (P52) dan pompa basa (P51) langsung
dimasukkan ke wadah sensor (W53) tanpa melalui tangki proses (T53),
konfigurasi ini akan menghasilkan proses pH dengan dead time dan time
constant yang singkat. Cara S ini dilakukan dengan membuka manual valve
2 dan 3 adn menutupi manual valve 1 dan 4.
Sebaliknya cara L merupakan cara kontrol dimana aliran asam dan
basa dilewatkan terlebih dahulu ke tangki proses (T53) sebelum dimasukkan
ke wadah sensor (W53), konfigurasi ini akan menghasilkan proses pH dengan
dead time dan time constant yang panjang. Cara L ini dilakukan dengan
membuka manual valve 1 serta 4 dan menutup manual valve 2 serta 3.
Perbedaan kedua cara S dan L ini sebetulnya hanya terletak pada penempatan
sensornya. Pada cara S, sensor ditempatkan sebelum tangki proses, sedangkan
pada cara L, sensor ditempatkan sesudag tangki proses. Berikut prosedur
percobaan pH control :
A. Metode Manual (Open Loop)
1. Memastikan kontroller pHlC51 dalam manual mode
2. Mengatur SV = 7, dan PV sekitar nilai pH 7 (misal sekitar 6.5 – 7.5)
3. Menaikkan/menurunkan nilai MV kira-kira 10%-20% dari nilai MV
saat stabil
4. Mengamati respon perubahan pH di kertas recorder
5. Menghentikan percobaan jika perubahan pH tidak terjadi lagi dengan
penambahan/pengurangan basa
B. Metode Automatic (Closed Loop, Controller P)
1. Men-set hingga mencapai keadaan awal (pH sekitar 7) dengan
mengaturnya dalam keadaan manual. Untuk melakukan pengesetan
dapat mengubah-ubah nilai MV atau menyalakan/mematikan tombol
pompa asam/pompa basa.
2. Sambil mengatur hingga pH sekitar 7, memasukkan nilai Pb = 25%,
Ti = 9999 detik dan Td = 0 detik.
3. Setelah tercapai keadaan awal dan nilai Pb, Ti, Td, SV telah
dimasukkan, kemudian mengganti mode kontroller pHlC51 dalam
automatic mode.
4. Men-set nilai SV = 8 kemudian mengamati respon perubahan pH di
kertas recorder.
5. Menghentikan percobaan jika perubahan pH tidak terjadi lagi dengan
penambahan/pengurangan basa (mencapai keadaan stabil)
C. Metode Automatic (Closed Loop, Controller PI)
1. Men-set hingga mencapai keadaan awal (pH sekitar 7) dengan
mengaturnya dalam keadaan manual. Untuk melakukan pengesetan
dapat mengubah-ubah nilai MV atau menyalakan/mematikan tombol
pompa asam/pompa basa.
2. Sambil mengatur hingga pH sekitar 7, memasukkan nilai Pb = 25%,
Ti = 40 detik dan Td = 0 detik.
3. Setelah tercapai keadaan awal dan nilai Pb, Ti, Td, SV telah
dimasukkan, kemudian mengganti mode kontroller pHlC51 dalam
automatic mode.
4. Men-set nilai SV = 8 kemudian mengamati respon perubahan pH di
kertas recorder.
5. Menghentikan percobaan jika perubahan pH tidak terjadi lagi dengan
penambahan/pengurangan basa (mencapai keadaan stabil)
D. Metode Automatic (Closed Loop, Controller PID)
1. Men-set hingga mencapai keadaan awal (pH sekitar 7) dengan
mengaturnya dalam keadaan manual. Untuk melakukan pengesetan
dapat mengubah-ubah nilai MV atau menyalakan/mematikan tombol
pompa asam/pompa basa.
2. Sambil mengatur hingga pH sekitar 7, memasukkan nilai Pb = 25%, Ti
= 40 detik dan Td = 10 detik.
3. Setelah tercapai keadaan awal dan nilai Pb, Ti, Td, SV telah
dimasukkan, kemudian mengganti mode kontroller pHlC51 dalam
automatic mode.
4. Men-set nilai SV = 8 kemudian mengamati respon perubahan pH di
kertas recorder.
5. Menghentikan percobaan jika perubahan pH tidak terjadi lagi dengan
penambahan/pengurangan basa (mencapai keadaan stabil)
3.4 Skema Alat

Gambar 19. Tampak depan Unit Mini Plant WA921


Unit Mini Plant WA921 dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu :
1. Alat proses yaitu WA92 yang terdiri dari :
a. Tangki T52 berisi larutan encer asam sulfat (H2SO4) . Tangki ini
menggambarkan sebagai larutan asam buangan. Secara manual, atur laju
pompa P52, jumlah buangan dapat diatur. Ini dilakukan secara manual
dengan cara merubah langkah stroke 0-100% pada tombol bulat
penghubung pompa P52.
b. Tangki T51 mengandung larutan encer NaOH. Ini menggambarkan
sebagai larutan penetral asam buangan yang akan dibuang. Laju alir
dapat dimanipulasi melalui signal 4-20 mA dari controller pHIC51,
dengan cara mengatur jumlah stroke per menit (spm) pompa pengukur
P51.
c. Tangki T53 yang dapat digunakan sebagai tangki reaksi dalam loop
pengendalian pH atau untuk memperlancar bagian bawah diluar loop
pengendalian pH. Isi tangki T53 hanya bisa dibuang jika nilai pH berada
pada batas yang diijinkan (6 sampai 8 atau 8,5) dengan cara mengatur
controller ON/OFF pH pHIC51, yang secara otomatis membuka
solenoid valve pHSV51, yang kemudian mengalirkan udara untuk
membuka katup pengendali (control valve) pHCV51 untuk melakukan
pembuangan.
d. Tangki T54 untuk menerima buangan dari tangki T53. Selain itu di
tangki T54 juga dilakukan pengukuran konduktivitas dan pengendalian
konduktivitas.
e. Tangki T55 untuk menerima buangan berlebih dari tangki T54.
2. Sistem Instrumen dan Kontrol – WA 921
a. Panel control yang berfungsi sebagai pusat kontrol operator dipasang
pada flatform bersama-sama dengan alat proses.
b. Ruang kecil tempat sistem listrik juga disediakan untuk
mendistribusikan kebutuhan listrik ke bermacam-macam instrumen dan
alat proses.
c. Jika DCS (distributed control sistem) diperlukan untuk direct digital
control (DDC), sebuah panel/DDC selektor switch disediakan untuk
mengubah semua signal hard-wiring ke DCS melalui panel instrumen
kontrol. Kemudian DCS mengganti kontrol panel sebagai pusat
pengendalian.
Instrumentasi
Berikut ini adalah daftar instrumen yang digunakan dalam WA921
- Sensor
a. pHE51 : Elemen sensor pH, dibenamkan dalam wadah pengukur
W53.
b. CE51 : Elemen sensor konduktivitas, dibenamkan dalam tangki
T54.
c. DOE51 : Elemen sensor oksigen terlarut, dibenamkan dalam tangki
T54.
d. ORPE51 : Elemen sensor potensial oksidasi-reduksi (atau redoks),
dibenamkan
dalam wadah pengukur W53.
- Indikator-Transmitter
a. pHIT51 : Transmitter menunjukkan pH, keluaran 4-20 mA, terpasang
di panel
b. CIT51 : Transmitter menunjukkan konduktivitas, keluaran 4-20
mA, terpasang di panel
c. DOIT51 : Transmitter menunjukkan oksigen terlarut, keluaran 4-20
mA, terpasang di panel
d. ORPIT51: Transmitter menunjukkan ORP, keluaran 4-20 mA,
terpasang di panel.
- Kontrol
Satu unit panel controller pHIC51/CIC51 disusun dengan sebuah PID
dan dua buah ON/OFF controller, pHIC51 (PID), PHIC511 (ON/OFF)
dan CIC51 (ON/OFF), sebagai berikut:
Pengontrol pH – Keasaman/Kebasahan
a. pHIC: Pengontrol pH, PID
b. pHIC511: Pengontrol pH, ON/OFF
c. CIC51: Pengontrol konduktivitas – kandungan ion atau total padatan
terlarut, kelebihan asam/basa. Pengontrol konduktivitas bekerja
dengan ON/OFF. Besar nilai setpoint konduktivitas diatur pada
CIC51.
- Pencatat
pHCR51: Terdapat tiga buah pen sebagai pencatat. Kedua pH dan
konduktivitas, variabel proses kunci dicatat. ORP atau oksigen terlarut
dapat dipilih untuk pencatatan. Alat pencatat memiliki multiple chart
speed. Kecepatan kerja diperlukan untuk latihan controller PID
- Elemen Pengontrol Akhir
a. P51 : Pompa pengukur/dosis. Diatur melalui keluaran 4-20 mA dari
controller pHIC51 untuk PID pengontrol pH.
b. pHSV51 : Valve electric solenoid, Normally Closed (NC), berfungsi
untuk : mengatur OPEN/CLOSE dengan controller ON/OFF pHIC51,
mengontrol kebutuhan udara untuk mengoperasikan katup pengendali
pHCV51
c. pHCV51 : Kontrol valve pneumatic, OPEN/CLOSE melalui udara
dari pHSV51.
d. CSV51 : Valve electric seleniod, Normally Open (NO), berfungsi
untuk : mengatur OPEN/CLOSE dengan ON/OFF controller
konduktivitas CIC51 , mengontrol kebutuhan udara untuk
mengoperasikan katub pengendali CSV51
e. CCV51 : Kontrol valve pneumatic, OPEN/CLOSE malalui udara dari
CSV51
f. CSV52 : Valve electric solenoid, Normally Closed (NC), berfungsi
untuk : mengatur OPEN/CLOSE dengan controller konduktivitas
CIC51
g. P54A : Pompa beroperasi dengan udara. Beroperasi ketika udara
masuk dari CSV52.
- Lain-Lain
a. AR : Pengatur udara, diatur sesuai dengan tekanan yang ditunjukan
3. Sistem Annunciator
Berikut ini adalah annunciator yang dipasang pada panel kontrol:
a. pHAH51: pH ketika W53 melebihi saat batas high alarm
b. pHAL51: pH ketika W53 dibawah saat batas low alarm
c. CAH51 : Konduktivitas ketika T54 melebihi batas high alarm
d. LAL51 : Level di T51 dibawah batas low. Jika level terus turun ke batas
low-low, pompa P51 akan berhenti secara otomatis.
e. LAL52 : Level di T52 dibawah batas low. Jika level terus turun ke batas
low-low, pompa P52 akan berhenti secara otomatis.
Jika terdapat batas alarm melebihi (seperti proses variabel meningkat diatas
batas atas atau proses variabel turun dibawah batas bawah) layar
annnunciator (lampu) akan berkedip-kedip dan sirene akan berbunyi.
Sirene akan tetap hidup sampai tombol penjawab ditekan. Hal ini untuk
memastikan bahwa ada operator yang mengetahui dan melakukan tindakan.
Layar yang berkedip-kedip akan tetap berkedip selama proses variabel
dalam keadaan proses peringatan, dan akan dimatikan secara otomatis
hanya jika proses variabel dikembalikan ke keadaan normal.
BAB IV
PENGOLAHAN DATA

4.1 Data Percobaan


4.1.1 Percobaan Manual Controller

Tabel 1. Percobaan Manual Controller

t pH 490 7,4 832 7,38

909 7,37
119 7,41 491 7,39

934 7,36
174 7,39 593 7,38

962 7,37
239 7,38 624 7,39

995 7,36
308 7,39 646 7,38

1003 7,37
334 7,38 658 7,37

1027 7,38
349 7,37 724 7,36
1046 7,37

422 7,38 705 7,37


1084 7,38

442 7,39 757 7,36

1137 7,37
819 7,37
4.1.2 Percobaan Automatic

Tabel 2. Percobaan Automatic Kc Ti Td Modul


Awal Akhir
PV 7.02 PV 7.23
SV 7 SV 8
MV 0 MV 100

Tabel 3. Percobaan Automatic Kc Ti Td Manual


Awal Akhir
PV 7,22 PV 7,25
SV 7 SV 8
MV 15 MV 100,1

4.2 Pengolahan Data


4.2.1 Manual Controller
Pada percobaan pertama, didapatkan hasil data pengamat

Gambar 20. Grafik Hasil Percobaan 1 secara Manual


dengan data sebagai berikut :
Tabel 4. Kondisi Awal dan Akhir dari Percobaan 1

Kondisi Awal Kondisi Akhir


PV 7,41 7,37
SV 7 7
MV 30 5

Dari data tersebut kemudian diolah agar didapatkan PIDnya. Untuk mencari PID,
langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Menghitung delta (Δ)
Δ = 𝑃𝑉𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑃𝑉𝑎𝑤𝑎𝑙
Δ = 7,37 – 7,41 = -0,04
2. Menghitung Kp (K)
Δ
𝐾𝑝 =
𝑀𝑉𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑀𝑉𝑎𝑤𝑎𝑙
−0,44
𝐾𝑝 = = 𝟎, 𝟎𝟎𝟏𝟔
5 − 30
3. Menghitung τ
𝜏 = 1,5 (t 63% − t 28% )

Nilai t63% dan t28% diperoleh dari perhitungan dengan excel karena pada grafik sulit
dilihat perubahan kondisi. Berikut gambar perhitungan nilai t63% dan t28% :

Tabel 5. Perhitungan t63% dan t28%


Interpolate 63%
Pengali ∆t t
0,48 -22 613,44
Interpolate 28%
Pengali ∆t t
0,88 -69 489,12

maka,
𝜏 = 1,5 (613,44 − 489,12)
= 186,48 sekon
4. Menghitung θ (τo)
θ = t 63% − 𝜏
θ = 613,44 − 186,48
= 426,96 sekon

Maka FOPDT-nya adalah :


0,0016𝑒 −426,96𝑠
𝐹𝑂𝑃𝐷𝑇 =
186,48𝑠 + 1

Tabel 6. Persamaan PID dengan metode Ziegler Nichlos

Dengan menggunakan persamaan di atas, didapatkan nilai-nilai Kc, τI dan τD


untuk PID sebagai berikut:
a. Nilai Kc
1,2 𝑡0 −1 1,2 426,96 −1
( ) = ( ) = 𝟑𝟐𝟕, 𝟓𝟕𝟏
𝐾 𝜏 0,0016 186,48

dan nilai Pbnya adalah


100 100
𝑃𝑏 = = = 0,305 = 𝟑𝟎, 𝟓%
𝐾𝑐 327,571
b. Nilai τI
2𝑡0 = 2 𝑥 426,96 = 𝟖𝟓𝟑, 𝟗𝟐 𝒔𝒆𝒌𝒐𝒏
c. Nilai τD
1 1
𝑡0 = 𝑥 426,96 = 𝟐𝟏𝟑, 𝟒𝟖 𝒔𝒆𝒌𝒐𝒏
2 2
Dengan menggunakan persamaan di atas, didapatkan nilai-nilai Kc,
τI dan τD untuk PID sebagai berikut:

Tabel 7. Nilai Kc Td Td Manual


ZN

Kc Ti Td SK

327,521 853,92 213,48 PID

4.2.2 Automatic Controller

Tabel 8. Data Respon Kontroler TuningModul

t PH B1 117,85 7,16 247,55 7,22


18,52 7,01 139,39 7,18 269,22 7,23
32,59 7,04 161,01 7,21 290,9 7,24
53,77 7,07 182,62 7,21 312,61 7,23
75,04 7,1 204,28 7,23 334,31 7,24
96,4 7,14 225,91 7,21 356 7,22

Tabel 9. Data Respon Kontroler Tuning Manual

t PH B2 172,13 7,61 358,25 7,85


14 7,4 195,08 7,64 381,92 7,88
36,23 7,43 218,12 7,67 405,68 7,91
58,73 7,46 241,25 7,7 429,53 7,94
81,23 7,49 264,47 7,73 453,41 7,93
103,82 7,52 287,78 7,76 477,38 8
126,5 7,55 311,18 7,79
149,27 7,58 334,67 7,82
 Automatic Controller dengan Kc Ti Td diperoleh dari perhitungan mesin

Pada percobaan kedua, diperoleh data pengamatan berupa hitungan waktu


dan perubahan pH value serta grafik yang tercetak dari controller. Data
pengamatan percobaan ini kami olah data berupa tabel langsung menjadi
grafik sebagai berikut:

Automatic Controller dengan Kc Ti Td


dari Perhitungan Mesin
7,3
7,25
7,2
7,15
7,1
pH

7,05
7
6,95
6,9
6,85

Time

Gambar 21. Grafik Respon Percobaan Auto (Kc Ti Td Modul)

Adapun parameter kondisi awal dan kondisi akhir yang diperoleh adalah sebagai
berikut,

Gambar 22. Grafik Observasi Karakteristik Proses


Dengan grafik demikian, kami dapat menentukan parameter kondisi kontroler
tersebut,

Table 10. Parameter kondisi untuk Percobaan B1


Jenis Over Rise Decay Time to Settlin Period of Off
Kontrol shoot Time Ratio First Peak g Time Oscillation set
er
PID - 153.8 - 197.05 254.77 21.61s 0

Gambar 23. Grafik tercetak dari Controller untuk Percobaan B1


 Automatic Controller dengan Kc Ti Td diperoleh dari perhitungan
manual

Pada percobaan ketiga, diperoleh data pengamatan berupa hitungan waktu


dan perubahan pH value serta grafik yang tercetak dari controller. Data
pengamatan percobaan ini adalah sebagai berikut:

Grafik Percobaan B2 dengan Kc Ti Td dari


Percobaan Manual

8,1
8
7,9
7,8
7,7
PH

7,6
7,5
7,4
7,3
7,2
7,1
14

149,27

453,41
58,73
36,32

81,23
103,82
126,5

172,13
195,08
218,12
241,25
264,47
287,78
311,18
334,67
358,25
381,92
405,68
429,53

477,38
TIME

Gambar 24. Data Pengamatan Percobaan Automatic Controller dengan Kc Ti Td dari percobaan
manual

Kami mendapatkan parameter kondisi kontroler dari grafik sebagai berikut:

Table 11. Parameter kondisi untuk Percobaan B2 (Kc Ti Td Manual)

Jenis Over Rise Decay Time to Settlin Period of Off


Kontrol shoot Time Ratio First Peak g Time Oscillation set
er
PID - 429.5 - 477.38 477.38 - 0
3
Gambar 25. Grafik Tercetak Untuk Percobaan B2

Perbandingan Grafik Respon Kontroler


8,2

7,8

7,6
PH

7,4 Modul

7,2 Manual

6,8
0 100 200 300 400 500 600
time (s)

Gambar 26. Grafik Perbandingan Respon Untuk Percobaan B1 (Kc Ti Td modul) dan B2 (Kc Ti
Td Manual)
BAB V
ANALISIS

5.1. Analisis Percobaan


Dalam percobaan pH control ini bertujuan untuk mengatahui perbedaan
antara respon dinamik dari sistem proses control pada pengolahan air yang
dikendalikan secara manual dan otomatis, apakah air buangan yang dihasilkan
memenuhi baku mutu air atau tidak (pH sekitar 7) serta untuk mendapatkan
gambaran tentang unjuk kerja sistem proses control pada unit ini plant melalui
serangkaian percobaan proses control. Percobaan yang dilakukan dimulai dari
membuat larutan asam dan basa, persiapan tinta dan kertas rekorder kemudian
setelah siap semua dimulai percobaan pengendalian manual dilanjutkan dengan
pengendalian otomatis.
Untuk mempersiapkan larutan asam-basa dimulai dengan melarutkan
sekitar 30 mL larutan H2SO4 pekat (98%) dan 1 liter larutan NaOH pekat 99% untuk
dilarutkan ke dalam tangki yang sudah diisi air sampai batas yang telah ditetapkan.

Batas pengisian air

Gambar 27. Batas Pengisian Air pada Tangki Asam/Basa dan T53
Hal ini bertujuan untuk menghasilkan larutan asam dan basa
berkonsentrasi 0,01 N. Larutan basa dan asam dibuat sebagai “simulasi” untuk
penetralan keasaman air limbah ( larutan asam) oleh suatu agen penetral ( larutan
basa ) sehingga nantinya air limbah yang bersifat asam dapat dikurangi
keasamannya sehingga mencapai pH sekitar 7 (netral) dan aman untuk dibuang di
lingkungan.
Kemudian setelah dimasukkan, diaduk dengan menggunakan pengaduk
untuk meratakan konsentrasi asam atau basa di tangki. Tangki T53, diisi dengan air
dari kran sampai batas untuk agen penetral kadar keasaman larutan asam juga
nantinya, apabila larutan asam yang sudah dinetralkan dengan larutan basa
spesifikasi nya masih kurang cukup aman untuk dibuang. Reaksi penetralan terjadi
di kolam W53 karena percobaan yang kami lakukan adalah metode S, yang lebih
mudah dilakukan pengendaliannya, dengan time constant dan dead time yang lebih
singkat. Sebenarnya, tangki T53 juga dapat digunakan sebagai tempat untuk
penetralan larutan asam oleh larutan basa yang dilakukan pada metode L. Namun
dengan metode L ini, membutuhkan pengendalian yang lebih sulit, dan time
constant serta dead time yang dihasilkan juga lebih lama. Perbedaan antara cara S
dan L hanya terletak pada sensor nya, yaitu pada cara S sensor ditempatkan sebelum
tangki proses, sedangkan pada cara L sensor ditempatkan sesudah tangki proses.
Setelah sudah siap semua, kemudian menyalakan mini plant W921 dan
memulai percobaan pertama yaitu pengendalian manual. Pada percobaan manual
(open loop) alat di-set manual pada kontroler pHlC51.

Set Automatic

Set Manual

Gambar 28. Pengaturan Mode Kontroller pada pHlC51


Setelah di set manual, sebelum memulai percobaan kita mencari keadaan
awal yang stabil dari sistem dahulu, yaitu saat sistem mencapai pH sekitar 7 (± 0,05
dari pH 7). Caranya adalah dengan mengatur MV secara manual, diturunkan dari
set awal (sekitar 90an) untuk mencapai keadaaan pH = 7. Untuk mencapai pH = 7
dengan cepat, selain mengubah MV dapat pula dilakukan pengendalian melalui
on/off pompa asam/basa. Karena ingin mencapai pH 7 dengan cepat, sesekali
dimatikan pompa asam hingga pH naik dengan cepat. Jika lebih dari 7, kami
sesekali mematikan pompa basa hingga pH akan turun. Sambil
mematikan/menyalakan pompa asam/basa, kami juga mengatur-atur MV hingga
sistem mencapai kestabilan di pH sekitar 7. Setelah mencapai kestabilan di pH = 7,
kemudian dicatat MV, PV dan SV saat kondisi awal tersebut.
Setelah stabil, percobaan dimulai. Percobaan dimulai dengan mengubah-
ubah nilai MV hingga pH mencapai 8 dan stabil. Sebelumnya, ketika mulai diubah-
ubah recorder dinyalakan untuk mencatat proses perubahan yang dihasilkan karena
pengubahan MV. Pengubahan MV akan menghasilkan process reaction curve
sebagai bentuk respon dari kontroller. Setelah itu, PRC yang dihasilkan dianalisis
untuk mengetahui kinerja dari sistem pengendalian pH dengan metode manual.
Kemudian, setelah itu dilanjutkan dengan percobaan metode otomatis,
yaitu dengan menggunakan kontroller P, PI dan PID. Yang pertama digunakan
adalah kontroller P. Sebelum memulai percobaan dengan menggunakan kontroller
P, sistem distabilkan kembali menuju pH sekitar 7 dengan meng-on/off pompa
asam/basa atau dengan mengubah-ubah nilai MV hingga dicapai kestabilan pada
sistem dengan pH ± 7. Setelah distabilkan, kemudian memasukkan nilai P ke dalam
panel kontroller pHlC51 menjadi 25%, Ti = 9999 detik dan Td = 0.
Menggunakan kontroller P, berarti hanya mengaktifkan kontroller P yang
melakukan pengendalian prosesnya. Karena hanya menggunakan kontroller P,
berarti kontroller I dan D tidak digunakan. Untuk menon-aktifkan fungsi dari
kontroller I, dimasukkan nilai 9999 detik karena nilai dari kontroller I (Ti)
berbanding terbalik dengan fungsi MV nya, sehingga manipulated variable dari
kontroller I nilainya akan sangat kecil sehingga kontroller I tidak akan
memperngaruhi proses pengendalian.

Kc
TI 0
Time domain : MV (t )  E (t ' )dt '  I I
Kemudian, untuk menon-aktifkan fungsi dari kontroller D, dimasukkan nilai 0 detik
karena nilai dari kontroller D (Td) berbanding lurus dengan fungsi MV nya,
sehingga manipulated variable dari kontroller D nilainya akan sangat kecil sehingga
kontroller D tidak akan mempengaruhi proses pengendalian.
dE(t )
Time domain : MV (t )  K cTD  ID
dt
Setelah dimasukkan nilai P, Ti, Td nya kemudian sambil dinyalakan
rekorder, sistem diubah ke moed otomatis, dan nilai SV diubah menjadi 8.
Kontroller akan mengubah-ubah nilai MV dari sistem sehingga pH mencapai nilai
sesuai dengan set value (SV) yang telah ditetapkan sebelumnya untuk mendapatkan
nilai pH ± 8. Setelah sistem mencapai kestabilan, kemudian recorder dimatikan dan
selanjutnya sistem diubah kembali ke keadaan awal hingga mencapai nilai pH ± 7.
Caranya sama dengan percobaan sebelumnya, yaitu dengan mengubah mode
kontroller menjadi manual kemudian diubah-ubah nilai MV nya atau dengan meng-
on/off kan pompa asam/basa.
Setelah sistem stabil pada pH sekitar 7, kemudian sama dengan percobaan
P, untuk percobaan PI dimasukkan nilai P = 25%, Ti = 40 detik dan Td = 0. Nilai
Td = 0 seperti yang telah disebutkan sebelumnya, agar kontroller D tidak
mempengaruhi pengendalian proses yang terjadi. Setelah dimasukkan nilai – nilai
parameter kontroller nya, kemudian mengubah SV = 8, kemudian sambil diubah
mode kontroller nya dari manual ke otomatis, rekorder dinyalakan. Rekorder akan
mencatat process reaction curve yang dihasilkan dari sistem pengendalian yang
terjadi.
Kemudian, setelah sistem mencapai kestabilan dengan pH ± 8, rekorder
dimatikan kembali dan sistem diganti manual. Setelah sistem diganti manual,
kemudian diubah kembali sampai ke keadaan awal dengan pH sekitar 7.
Langkahnya sama dengan percobaan sebelumnya, yaitu dengan mengubah-ubah
nilai MV dan meng-on/off pompa asam/basa. Setelah sistem mencapai nilai pH
sekitar 7 dan stabil, kemudian dimasukkan nilai-nilai parameter dari kontroller nya,
dengan nilai P = 25%, Ti = 40 detik dan Td = 10 detik. Setalah itu, diubah SV nya
menjadi 8 kembali kemudian diubah mode kontroller nya menjadi otomatis sambil
dinyalakan recorder nya untuk mencatat process reaction curve nya hingga pH
mencapai nilai sekitar 8.
5.2. Analisis Hasil dan Grafik
5.2.1. Percobaan Manual Controller
Pada percobaan ini merupakan percobaan tuning Ziegler-Nichols secara manual
(open loop) yang dilakukan dengan memberikan step respons pada kontroler. Step
respons yang diberikan terhadap kontroler dengan mengubah nilai manipulated
variable (MV) sehingga didapatkan hasil berupa suatu grafik atau kurva yang
disebut process reaction curve (PRC). Dari PRC yang didapatkan kemudian dicari
nilai PID.
FOPDT didapatkan dengan mencari nilai Kc, τ (konstanta waktu) dan θ (dead time)
0,0016𝑒 −426,96𝑠
𝐹𝑂𝑃𝐷𝑇 =
186,48𝑠 + 1
Pada FOPDT dapat dilihat terdapat dead time atau waktu tunggu sebelum merespon
sebesar 426,96 sekon. Nilai ini cukup besar sehingga menunjukan ada kesalahan
yang terjadi karena seharusnya waktu tunggu dari reaktor tidak sebesar itu. Selain
itu juga terdapat konstanta waktu sebesar 186,48 sekon. Nilai konstanta waktu
relatif kecil, maka dapat dikatakan bahwa respon dinamik terhadap gangguan relatif
cepat.
Dari kemudian dapat dicari PID dan didapatkan hasil dari tuning PID adalah
sebagai berikut
Parameter yang Diamati Nilai
Kc 327,571
Pb 30,5 %
τI 853,92 sekon
τD 213,48 sekon

5.2.2. Proportional-Integral-Derivatif (PID) Controller (Automatic)


Data PB, τI dan τD yang didapatkan dari percobaan sebelumnya akan di
input sebagai acuan pada percobaan PID. Dari hasil tuning, diperoleh karekteristik
grafik yang cenderung lambat untuk mencapai nilai set point baru. Namun
walaupun lambat, karakteristik tetap sampai pada nilai PH yang diinginkan. Namun
pada grafik respon nilai tuning pada modul, repon lebih cepat walaupun nilai PH
yang diinginkan tidak dicapai. Secara teoritis, nilai tuning di modul adalah yang
sudah melalui pengujian dan seharusnya lebih baik dari tuning manual. Faktor
kesalahan kemungkinan mempengaruhi hasil yang kami dapat dalam metode
automatic control ini.
5.3. Analisis Kesalahan
Penyebab kesalahan yang terjadi pada percobaan ini sehingga mempengaruhi hasil
yang terjadi adalah sebagai berikut:
1. Ketidak telitian praktikan saat membuat larutan asam dan basa sehingga
menghasilkan larutan yang tidak ideal untuk pembacaan ph oleh alat.
2. Larutan yang dibuat oleh praktikan tidak bisa saling menyeimbangkan ph
dikarenakan larutan yang terkontaminasi.
3. Pompa larutan asam/basa yang tidak di set dengan nilai yang sama sehingga
dapat mempengaruhi laju aliran yang terjadi.
4. Sensor pembaca ph pada alat yang sudah tidak memadai sehingga terjadi
kesalahan pembacaan pada hasil yang ditampilkan.
BAB VI
KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum pH Control ini adalah sebagai berikut :
1. Proses pengendalian pH merupakan proses yang biasa dilakukan di industri
dalam proses water-treatment. Dengan melakukan pengendalian pH, air
limbah yang mungkin bersifat terlalu asam atau basa akan dikendalikan nilai
pH-nya agar pH air limbah bersifat netral (±7) sehingga aman untuk dibuang
ke lingkungan.
2. Pada FOPDT, nilai konstanta gain (Kp) menunjukkan sensitivitas terhadap
gangguan yang diberikan. Konstanta dead time (θ) menunjukkan waktu
yang diperlukan sistem sebelum terjadinya respon. Nilai dead time yang
terkecil adalah yang optimum. Konstanta waktu (τ) menunjukkan kecepatan
sistem untuk merespon gangguan. Semakin besar nilai τ maka waktu untuk
merespon semakin lambat.
3. Nilai FOPDT pada percobaan pertama adalah
0,0016𝑒 −426,96𝑠
𝐹𝑂𝑃𝐷𝑇 =
186,48𝑠 + 1
4. Metode Ziegler – Nichlos merupakan salah satu metode untuk mencari
parameter-parameter kontroler yang optimum (Kc, τI τD)
5. Parameter-parameter kontroler untuk percobaan yang pertama adalah
Parameter yang Diamati Nilai
Kc 𝟑𝟐𝟕, 𝟓𝟕𝟏
Pb 30,5 %
τI 𝟖𝟓𝟑, 𝟗𝟐 𝒔𝒆𝒌𝒐𝒏
τD 𝟐𝟏𝟑, 𝟒𝟖 𝒔𝒆𝒌𝒐𝒏

6. Kontroler PID memiliki respon yang cepat dalam menghadapi perubahan


set point yang dilakukan tanpa mengalami toleransi yang cukup lama
menghadapi perubahan yang terjadi. Yang lebih baiknya lagi adalah,
pengendalian dengan kontroler PID adalah zero offset, kembali tepat ke set
point yang diberikan sebelumnya.
7. Makin besar Kc akan menyebabkan semakin kecilnya error, namun
osilasinya akan semakin besar pula.
8. Aksi integral berguna untuk menghilangkan offset pada sistem pengendalian
yang dilakukan.
9. Parameter τD menunjukkan adanya aksi derivatif dalam kontroler yang
digunakan. Aksi derivatif ini berguna untuk menurunkan overshoot dan
waktu osilasi.
10. Respon grafik tuning pada modul seharusnya lebih baik dan cepat dari
manual, namun hasil yang kami dapat sebaliknya karena faktor kesalahan.

Anda mungkin juga menyukai